Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2.Taksonomi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Phasmida
Ordo : Rhabdidata
Sub-ordo : Ascaridata
Famili : Ascarididae
Genus : Ascariasis
Spesies : Ascaris lumbricoides (1782)
Sinonim : Ascaris suum Goeze
Lumbricoides vulgaris Merat
Ascaris texana Smith and Geoth
(sumber: Parasitologi Dasar, Koes Irianto, 2009)
2.1.4.Morfologi
Cacing dewasa berbentuk giling (silindris) memanjang,
berwarna krem/ merah muda keputihan dan panjangnya dapat
mencapai 40cm. Ukuran cacing betina 20-35cm, diameter 3-6mm dan
cacing jantan 15-31cm dan diameter 2,4mm. Mulut cacing ini
memiliki tiga tonjolan bibir berbentuk segitiga (satu tonjolan di bagian
dorsal dan dua lainnya di ventrolateral) dan bagian tengahnya terdapat
rongga mulut (buccal cavity). Cacing jantan mempunyai ujung
posterior tajam agak melengkung ke ventral seperti kait, mempunyai 2
buah copulatory spicule panjangnya 2mm yang muncul dari orifisium
kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah papillae. Cacing betina
mempunyai ujung posterior tidak melengkung ke arah ventral tetapi
lurus. Cacing betina juga mempunyai vulva yang sangat kecil terletak
di ventral antara pertemuan bagian anterior dan tengah tubuh dan
mempunyai tubulus genitalis berpasangan terdiri dari uterus, saluran
telur (oviduct) dan ovarium. Cacing dewasa memiliki jangka hidup
10-12 bulan (Ideham dan Pusarawati, 2007 dalam Asnaily, 2013).
Telur Ascaris lumbricoides ditemukan dalam dua bentuk, yang
dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur cacing ini
memerlukan waktu inkubasi sebelum menjadi infektif. Perkembangan
telur menjadi infektif tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya
temperatur, sinar matahari, kelembapan, dan tanah liat. Telur akan
mengalami kerusakan karena pengaruh bahan kimia, sinar matahari
langsung, dan pemanasan 70o C. Telur yang dibuahi berbentuk bulat
lonjong, ukuran panjang 45-75 mikron dan lebarnya 35-50 mikron.
Telur yang dibuahi ini berdinding tebal terdiri dari tiga lapis, yaitu
lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur unfertile), lapisan
tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin
(tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan berasal dari warna
pigmen empedu). Kadang-kadang telur yang dibuahi, lapisan
albuminnya terkelupas dikenal sebagai decorticated eggs. Telur yang
dibuahi ini mempunyai bagian dalam tidak bersegmen berisi
kumpulan granula lesitin yang kasar. Telur yang tidak dibuahi
mempunyai panjang 88– 94 mikron dan lebarnya 44 mikron. Telur
unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami
fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh cacing betina
fertil (Ideham dan Pusarawati, 2007dalam Pratiwi dkk, 2011).
2.1.5.Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup didalam lumen usus kecil. Cacing
Ascaris lumbricides yang sangat aktif berkembang biak, dapat
menghasilkan hingga 240.000 telur per hari yang akan dijumpai dalam
feses orang yang terinfeksi. Telur Ascaris lumbricoides yang sangat
tahan terhadap lingkungan, menjadi infektif setelah beberapa minggu
didalam tanah dan masih dalam keadaan infektif untuk beberapa
tahun. Setelah telur dalam bentuk infektif termakan oleh penderita,
larva akan menetas didalam usus dn menginvasi mukosa usus lalu,
larva akan masuk ke sirkulasi dan bermigrasi ke pru-paru, kemudian
akan masuk ke alveoli dan naik ke bronkus dan menjadi matur. Akibat
tertelan, larva matur tadi akan kembali semula ke usus kecil dan
membesar menjadi cacing dewasa. Terdapat 2 hingga 3 bulan selepas
orang itu tertelan telur dalam bentuk infektif sehingga terhasilnya
telur-telur Ascaris lumbricoides yang baru. Cacing dewasa mampu
bertahan hidup sekitar 1 hingga 2 tahun (Sutanto dkk, 2009)
1)cacing dewasa jantan dan betina, 2) telur infertil dan fertil, 3) proses
perubahan dari telur fertile menjadi larva, 4) telur fertile yang
mengandug larva tertelan kmbali masuk melalui mulut, 5) larva masuk
kedalam usus, ( lerva mengikuti aliran pembuluh darah masuk kedlam
paru-paru 7) larva menuju faring.
2.1.7. Diagnosis
Cara menegakkan diagnosis Askariasis biasanya melalui
pemeriksaan laboratorium karena gejala klinis dari penyakit ini tidak
spesifik. Secara garis besar Ascariasis dapat ditegakkan berdasarkan
kriteria sebagai berikut:
1. Ditemukannya telur Ascaris lumbricoides fertilized,
unfertilized, maupun dekortikasi di dalam tinja seseorang.
2. Ditemukannya larva Ascaris lumbricoides di dalam sputum
seseorang.
3. Ditemukannya cacing dewasa keluar melalui anus ataupun
bersama dengan muntahan (Rampengan, 2013).
Jika terjadi Askariasis oleh cacing jantan, di tinja tidak
ditemukan telur sehingga dapat ditegakkan dengan pemeriksaan foto
thorak (Natadisastra, 2012).
2.1.8. Tatalaksana
Beberapa obat yang efektif terhadap askariasis adalah sebagai
berikut :
Pirantel pamoat: dosis 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) dapat diberikan
dosis tunggal. Efek samping : gangguan gastrointestinal, sakit kepala,
pusing, kemerahan pada kulit dan demam.
Mebendazol : dosis 100 mg dua kali per hari selama lebih dari 3 hari.
Efek samping : diare rasa sakit pada abdomen, kadang-kadang
leukopenia. Mebendazol tidak di anjurkan pada wanita hamil karena
dapat membahayakan janin.
Piperasin sitrat : dosis 75 mg/kg BB (maksimum 3,5 g/hari),
pemeberian selama dua hari. Efek samping : kadang – kadang
menyebabkan urtikaria, gangguan gastrointestinal dan pusing.
Albendazol : dosis tunggal 400 mg, dengan angka kesembuhan 100%
pada infeksi cacing Ascaris
(Ideham dan Pusarawati, 2007).
2.1.9. Pencegahan
Pencegahan Askariasis ditujukan untuk memutuskan salah satu
mata rantai siklus hidup Ascariasis lumbricoides, antara lain dengan
melakukan pengobata penderita Askariasis, dimaksudkan untuk
menghilangkan sumber infeksi, pendidikan kesehatan terutama
mengenai kebersihan makanan dan pembuangan tinja manusiaa,
dianjurkan agar buang air besar di jamban yang sesuai dengan
ketentuan serta mencuci tangan sebelum makan, memask makanan,
sayuran dan air yang baik. Air minum jarang menjadi sumber infeksi
Ascaris lumbricoides (Sutanto dkk, 2009).
2.1.10. Komplikasi
Jika Askariasis tidak ditangani secara komprehensif maka akan
menimbulkan komplikasi bagi penderita Askariasis, misalnya seperti :
1. Sekresi hati (saluran empedu)
2. Ileus Obstruktif
3. Apendisitis jika cacing masuk kedalam lumen appendic
2.1.11. Prognosis
Pada umumnya Askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa
pengobatan, penyakit dapat sembuh sendiri dalam wakti 1,5 tahun.
Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-90% (Sutanto dkk, 2009).
2.1.12. Epidemiologi
Secara epidemiologi, prevalensi Askariasis ditemukan tinggi di
beberapa pulau di Indonesia yaitu di pulau Sumatera (78%),
Kalimantan (79%), Sulawesi (88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan
Jawa Barat (90%)
Askariasis pada anak-anak kejadianya masih sangat tinggi,
frkuensinya antara 60-90%. Kurangnya pemakaian jamban keluarga
menimbulkan pencmaran tanah dengan tinja di sekitar halaman rumah
dan dibeberapa negara tertentu kebiasaan memakai tinja sebagai
pupuk yang juga menyebabkan terinfeksi Askariasis (Sitorus, 2008)