You are on page 1of 11

Mtdia Gi~i ('/ KdlUlTga. ~mber 2005.

29 (2); 29-39

HUBUNGAN POLA ASUH MAKAN DAN KESEHATAN DENGAN STATUS GIZI


ANAK BATITA DI DESA MULYA HARJA

(Child Care Practices Associated with Child Nutritional Status in Rural Mulya Harja, Bogor)

Tita Masithah I, Soekinnan 2, Drajat Martianto2

ABSTRACT. The objective of the study was to analyze relation between child care
practices and child nutrition status in Rural Mulya Harja. Variables were classified
according to the categories of UNICEF model of care. The study was a cross
sectional, one hundred and thirty two households with J32 children from ages J2 to 47
month were part of this study. Mothers as respondent were interviewed to col/ect
nformation child feeding and health practices, environment sanitation, child illnesses
(diarrhea dan respiratory infections), child consumption and household expenditures
(food and non food). The study showed that 40,2% children were moderate
underweight and 5,3% children were severe underweight, 36,4% children were
moderate stunting and 24,2% were severe stunting and J2, J% children were moderate
wasting. The study also found that 52,3% children were suffered from respiratory
infection (cold dan flu), 31,8% were diarrhea infection one episode and 7,6% were
diarrhea infection two episode. Child feeding practices associated with child protein
consumption but not with child nutritional status. There was a relationship between
duration of maternal schooling and child height-for-age. Child health practices were
associated with the duration of diarrhea infection.

Keywords : child feeding practices. child health practices, child nutritional status
(underweight, stunting and wasting), diarrhea, respiratory infection.

PENDAHULUAN Hasi I penelitian Rogers dan Youssef (1988)


menunjukkan bahwa ibu memberikan alokasi
Latar Belakang waktu yang lebih banyak dalam pengasuhan anak,
International Conference on Nutrition selanjutnya adalah wanita lainnya dalam keluarga
(1992) mendefinisikan Pengasuhan sebagai suatu misaJnya nenek, bibi dan kakak perempuan.
kesepakatan dalam rumah tangga dalam hal Biasanya wan ita yang berbelanja, menyiapkan
pengalokasian waktu, perhatian dan dukungan dan mendistribusikan makanan dalam keluarga
untuk memenuhi kebutuhan fisik, mental dan serta memberikan pengasuhan dasar bagi bayi dan
sosial dalam tumbuh kembang anak dan anggota anak balita seperti memberikan ASI dan makanan
keluarga lainnya (Engel et al. 1997). Secara pendamping ASI, memandikan, memakaikan
spesifik Engel (199:) sebagaimana dikutip pakaian, dan mengawasi aktivitas anak (Cassidy,
Latham (1997) mendefinisikan pola pengasuhan 1987; Piit & Rosenzweig, 1990).
anak balita sebagai perilaku pengasuhan yang Praktek pengasuhan yang memadai sangat
meliputi pemberian ASI, diagnosa penyakit, penting tidak hanya bagi daya tahan anak tetapi
pemberian makanan tambahan, stimulasi bahasa juga mengoptimalkan perkembangan fisik dan
dan kemampuan kognitif lainnya serta pemberian mental anak serta baiknya kondisi kesehatan
dukungan emosional pada anak. anak. Pengasuhan juga memberikan kontribusi
Pada umumnya di negara-negara bagi kesejahteraan dan kebahagiaan serta kualitas
berkembang pelaku utama pengasuhan bagi bayi hidup yang baik bagi anak secara keseluruhan.
dan anak balita dalam rumah tangga adalah ibu. Sebaliknya j ika pengasuhan anak kurang
memadai, terutama keterjaminan makanan dan
I FST UlN SyarieJ Hidayatullah Jakarta kesehatan anak, bisa menjadi salah satu faktor
Alamat karespondensi: tiUl_mosithah@yahoo.com yang menghantarkan anak menderita kurang gizi.
1 Dept. Gizi Masyarakat. FEMA-IPB

29
Media Gizi fJ Kelwargu, ~mbn 2005, 29 (2): 29-39

Terdapat suatu penelitian menarik yang pabrik sandal). Penelitian dilaksanakan pada
dilakukan oleh Sanjaya et ai, (1999) di Jawa bulan Juni hingga Oktober 200 I.
Barat, mengenai positive deviance
(penyimpangan positif) status gizi balita. PopuJasi dan Contoh
Menurutnya pada keluarga yang berekonomi PopuJasi adalah seluruh rumah tangga
rendah, faktor pola pengasuhan balita yang baik, dengan anak batita yang bermukim di Desa
akan marnpu mengoptimalkan kualitas status gizi Mulya Harja. Contoh batita yang diperlukan pada
balita. Oleh karena itu, berdasarkan kasus penelitian ini adalah sebesar 132 rumah tangga.
tersebut peneliti ingin mengkaji lebih lanjut Kerangka contoh (sampling frame) yang diambil
keterkaitan antara pola pengasuhan dengan status adalah : 1) rumah tangga merupakan keluarga inti
gizi balita, khususnya yang berusia satu hingga terdiri dari ayah, ibu dan anak, 2) salah satu dari
tiga tahun (batita). anak-anak tersebut berusia 12 hingga 47 bulan
Hal-hal tersebut di atas memunculkan dan 3) jumlah anggota keluarga maksimal 5
pertanyaan : Apakah ada hubungan antara pola orang.
pengasuhan dengan status gizi anak usia 12 Data populasi rumah tangga dalam penelitian
hingga 36 bulan (batita) ? ini diperoleh dari Puskemas Pembantu (Pustu)
Mulya Harja. Data tersebut merupakan rekapan
Tujuan Penelitian bulan penimbangan balita (Juli-Agustus 2001)
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk yang dikumpulkan dari II RW yang terdapat di
menganalisis hubungan pola pengasuhan dengan Desa Mulya Harja. Dari data terse but dipilah
status gizi anak usia 12 hingga 36 bulan (batita) sejumlah rumah tangga yang sesuai dengan
di Desa Mulya Harja. Adapun tujuan khusus sampling frame. Pemilihan dilakukan dengan
penelitian adalah : I) Menganalis hubungan pola bantuan petugas Pustu, aparat desa dan kader
asuh makan dengan status gizi anak batita; 2) posyandu. Berikutnya diambil secara acak 15
Menganalisis hubungan pola asuh kesehatan rumah tangga pada masing-masing RW, total
dengan penyakit diare dan ISP A pada anak batita. seluruh contoh yang diacak adaJah 165 rumah
tangga.
METODE PENELITIAN
Sumber. Jenis dan Cara Pengambilan Data
Desain Data yang dikumpulkan adalah data primer
Desain penelitian adaJah cross sectional dan sekunder. Data primer berupa data sosiaJ
study (Spector, 1982). Pengamatan terhadap ekonomi dan demografi rumah tangga, J...'UaJitas
variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan sanitasi lingkungan, pola pengasuhan batita,
sekaligus pada suatu saat (point time approach). konsumsi pangan batita, status diare dan (SPA
Hal ini berarti setiap subyek atau rumah tangga batita dan status gizi batita dan ibu rumah tangga.
dipotretldiobservasi sekali saja tanpa dilakukan Data sekunder meliputi : profil Desa Mulya
intervesi maupun manipuJasi subyek. Harja serta- kebijakan dan program kesehatan dan
Pengamatan terhadap subyek dilakukan dengan pertanian di tingkat pemerintah daerab Bogor
cara mengambil contoh dari suatu populasi dan Selatan. Data terse but dikumpulkan oleh peneliti
menggunakan kuesioner sebagai alat dan enumerator terJatih (sarjana S I OMSK).
pengumpulan data.
Quality Control
Lokasi dan Waktu Agar akGrasi data terjamin maka dalam
Penelitian diJakukan di Desa Muyaharja, penelitian ini dilakukan : a) Uji kualitas data; b)
Kecamatan Bogor Selatan, Kotamadya Bogor. standarisasi enumerator melalui Jatihan intensif;
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara enumerator diberikan pengarahan penggunaan
sengaja (purposive) didasarkan atas pertimbangan kuesioner, teknik mewawancara serta bagaimana
bahwa desa terpilih merupakan wilayah kota yang menggunakan instrument pengukuran penelitian
masyarakatnya relatif homogen yaitu sebagian lainnya; c) test vaJidasi pengukuran variabel; d)
besar berprofesi sebagai buruh (khususnya buruh test reliabilitas variabel.

30
Media Gili & Keluarga. ~ Z005. Z9 (2): Z9·39

Manajemen Data Pola asuh makan batita meliputi pemberian


Setiap data terkumpul langsung diproses ASI, pemberian makanan pendamping ASI,
dengan program exel untuk editing dan verifikasi masing-masing diberi skor (tertinggi 55, terendah
data, cek eror (aulo checlc, dan cleaning data). 8) dan dikategorikan ke dalam kriteria baik (~
80%), sedang (60-79%), dan kurang «60%).
Pengolahan dan Analisis Data Pengkategorian terhadap variabel yang telah
Data yang terkumpul, ditabulasi dan diberi skor tersebut, dihitung berdasarkan nilai
dianalisis secara deskriptif, yaitu data maksimum.
karakteristik anak batita dan keluarga serta data Pertanyaan-pertanyaan yang menyangkut
status kesehatan anak bat ita. Data status gizi pola asuh kesehatan batita diberi skor, dengan
batita dengan pengukuran skor z, standar skor tertinggi adalah 3 1 dan terendah adalah 2.
Pengkategorian terhadap variabel yang telah
NCHSIWHO dengan kriteria sebagai berikut :
status gizi buruk jika< - 3 SO, status gizi kurang diberi skor tersebut, dihitung berdasarkan nilai
jika - 2 SD sid -2 SD, status gizi baik jika -2 SD maksimum. Selanjutnya hasil penskoran tersebut
sid +2 SO dan status gizi lebih> 2 SO (Jahari, dikelompokkan dikategorikan kedalam kriteria
2000 & Oepkes-RI, 2000): baik (~80%), sedang (60-79%), dan kurang
Status gizi ibu rumah tangga dinilai dengan «60%).
menggunakan rumus indeks massa tubuh (IMT) Sanitasi lingkungan rumah tangga meliputi
(WHO, 1995) : Klasitikasi status gizi ibu rumah pertanyaan mengenai luas rumah, tipe dinding,
tangga yang dihitung dengan IMT tersebut ventilasi, lantai, ketersediaan air bersih dan
diperoleh empat kategori meliputi gizi buruk seterusnya, diberi skor dan diklasifikasi sebagai
« \7 ,0), gizi kurang (17,0-18,4), normal (18,5- berikut : Baik : skor 19-24, Sedang : skor 14-18
24,9) dan gizi lebih (25,0--27,0) (Depkes-RI, dan Rendah : 8-13. (Soemowerdojo et 01. 1976
1996). dalam Atmojo, 1997).
Data konsumsi anak batita yang diolah Pengolahan data dilakukan dengan
adalah konsumsi energi dan zat-zat gizi lainnya, menggunakan komputer program SPSS 10.0 for
yaitu dengan menggunakan Oaftar Komposisi Windows. Adapun analisis statistik yang
Bahan Makanan (OKBM). Selanjutnya digunakan adalah :
dibandingkan dengan angka kecukupan yang • Uji Korelasi Pearson untuk mengetahui
dianjurkan. Tingkat konsumsi anak batita hubungan antara dua variabel yaitu hubungan
dianggap baik apabila sarna dengan atau lebih pola pengasuhan dengan status gizi batita .
dari dari 80% standar kecukupan (Muhilal el 01. • Uji Regresi Berganda untuk menganalisa
1998). beberapa variabel yang menjadi determinan
Status kesehatan bat ita adalah kejadian bagi status gizi batita.
diare dan infeksi saluran pemafasan akutl ISPA
pada anak batita. Diare adalah buang air besar
HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi
tinja yang lebih lembek atau cair yang telah Keadaan Umum Rumah Tangga Contoh
berlangsung dalam kurun waktu minimal 2 hari Rumah tangga contoh merupakan keluarga
dengan frekuensi 3 kali sehari. Kejadian diare inti (nuclear family), terdiri dari ayah, ibu dan
dinyatakan dalam episode yaitu larnanya terkena anak-anak. Besar keluarga contoh berkisar antara
diare sampai sembuh. Oengan demikian yang 3 hingga 5 orang, dengan rata-rata 3,78 ± 0,75.
disebut dengan satu episode adalah kejadian diare Hal ini menunjukkan bahwa keluarga contoh
sampai sembuh. Oua episode adalah kejadian merupakan keluarga kecil, sebagian besar
diare sampai sembuh dan terkena diare lagi. keluarga contoh memiliki seorang anak (42,4%),
Status ISPA dikelompokkan menjadi pemah dan selebihnya memiliki dua orang anak (37,CJOIo) dan
tidak pemah terkena ISPA. Keadaan ini diarnati 19,7% memiliki tiga orang anak
selama kurun waktu dua minggu berdasarkan Umur orang tua diklasifikasikan berdasarkan
metode recall. kelompok usia dewasa awal (17-39 tahun), usia
setengah baya (40-60 tahun) dan usia lanjut (> 60

31
Mt<Iia Gi~i e K.t..arga, Desember 2005, 29 (2): 29·39

tahun) (Berger, 1990). Berdasarkan klasifikasi dikelompokkan menjadi keluarga miskin dan
tersebut maka sebagian besar kepaia keluarga tidak miskin, temyata 11,4% rumah tangga
(KK) terkategori berusia dewasa awal (90,2%) tergolong miskin.
dengan rata-rata 30,8 ± 6,2 tahun. Sedangkan ibu Rata-rata skor sanitasi lingkungan adalah
seluruhnya berusia dewasa awal (100%), dengan 77, 1±9, I persen, yaitu terkategori sedang.
rata-rata 25,0 ± 4,7 tahun.
Tingkat pendidikan kepala keluarga (KK) Keadaan Umum Anak Batita
sebagian besar contoh relatif rendah. Lama Jika umur anak batita eontoh dikelompokkan
sekolah KK berkisar antara 0 hingga 12 tahun, berdasarkan kelompok umur 12 - <24 bulan, 24-
dengan rata-rata adalah 6,7 ± 2,6 tahun. <36 bulan dan ~ 36 bulan, maka kuantitas
Persentase KK yang berpendidikan tarnat sekolah persentase eontoh hampir tersebar merata, yaitu
dasar dan tidak tarnat sekolah dasar merupakan berturut-turut (38,6%, 33,3% dan 28,0%), dengan
yang tertinggi (berturut-turut 56,9% dan 26,3%) rata-rata 27,5 ± 10,0 bulan
sedangkan yang terendah adalah tidak sekolah Setelah diklasifikasikan berdasarkan jenis
0,8%. Pendidikan ibu eontoh relatif rendah. kelamin, terlihat bahwa eontoh yang berjenis
Lama sekolah ibu berkisar dari 0 hingga 12 tahun, kelamin perempuan sebesar 52,3%, sedangkan
dengan rata-rata 6,5 ± 2,2 tahun. Sebagian besar contoh laki-Iaki sebesar 47,7%.
Ibu berpendidikan tamat sekolah dasar (58,3%)
dan 7,6% yang mengenyam pendidikan SLT A. Tingkat Keeukupan Gizi Batita
Jenis pekerjaan KK eontoh eukup bervariasi,
Tingkat kecukupan gizi batita energi,
di antaranya buruh (sandaVsepatu, pabrik, lepas
protein, fosfor dan vitamin A termasuk kategori
dan tani), supir, karyawan swasta, pedagang,
baik. Sementara zat gizi besi, kalsium, vitamin B I
wirausaha, PNS dan Polri. Pada umumnya KK
dan vitamin C dikategorikan kurang, yaitu
bekerja sebagai buruh (62,9%) khususnya buruh
berkisar antara 23-75% (Tabel 2).
sepatu dalam industri rumah tangga. Sebagian
besar ibu eontoh berprofesi sebagai ibu rumah
Tabel2. Rata-rata Tingkat Keeukupan Gizi Anak
tangga (97,0%) yang merawat dan mendidik
Batita
anak-anaknya. Sekitar 3,0% ibu membantu suami
Rata-rata ± SD
dengan berdagang. No Zat Gizi (min; maks)
(%)
Pendapatan rumah tangga eontoh per kapita
per bulan didekati dari data pengeluaran rumah I Energi 84,2 + 19,8 (50,5; 120,0)
tangga. Pengeluaran rumah tangga eontoh per 2 Protein 97,5 ± 31,9 (30,5; 196,9)
kapita per bulan berkisar antara Rp 43.460 hingga 3 Besi 75,5 ± 29,2 (28,5;160,7)
Rp 332.750, dengan rata-rata Rp 105.8 I 5±34.3 17. 4 Kalsium 37,1 ± 23,9 (8,2; 138,0)
Bila dibandingkan dengan rata-rata pengeluaran 5· Fosfor 131,7 ± 57,0 (36,6;303,9)
tingkat propinsi, maka data rata-rata pengeluaran 6 Vit. A 146,6 + 216,0 (2,4;1629,8)
rumah tangga eontoh per kapita per bulan ini di 7 Vit. BI 62,1 ± 36,8 (15,5;200,9)
bawah rata-rata pengeluaran per kapita per bulan (0,0; 114,8)
8 Vit. C 23,8 ± 21,5
Propinsi Jawa Barat tahun 2000 yaitu sebesar Rp
133.338 (Susenas, 2000 dalam Indikator
Kesejahteraan Rakyat, 2000), Rata-rata tingkat keeukupan protein seluruh
Berdasarkan kriteria kemiskinan menurut batita masuk dalam kategori baik, yaitu sebesar
BPS (1998) dengan pendekatan pengeluaran 97 ,5±31 ,9%. Rata-rata tingkat keeukupan zat
minimum uotuk bahan makanan dan bukan besi contoh adalah 75,5±29,2% dan dikategorikan
makanan, maka ditentukan untuk daerah pedesaan kurang baik. Mineral fosfor dan kalsium sangat
rumah tangga terkategori miskin apabila penting bagi pertumbuhan tulang dan gizi
pendapatan per kapita per bulan<Rp 72.780. seseorang. Keduanya harus tersedia dalam
Merujuk pada kriteria ini maka rata-rata rumah jumlah yang eukup dan seimbang sehingga dapat
tangga eontoh berada di atas garis kemiskinan. digunakan oleh tubuh seeara optimal. Rata-rata
Jika pendapatan per kapita keluarga per bulan tingkat kecukupan kalsium eontoh (37,1 ±23,9%),

32
M~ Giv (1 ~ o-m&er 2005.29 C2): 29·39

terlihat sangat rendah dibandingkan rata-rata berkembang. termasuk Indonesia. Angka


tingkat kecukupan fosfor (l31.7±57.001o). Rata- kematian penduduk Indonesiamencapai 54 per
rata tingkat kecukupan vitamin A contoh telah seratus ribu penduduk (Depkes. RI. 2000).
Icbih dari kecukupan (I 46.6±2 16.00/0). Sedangkan Diyakini bahwa Escherichia Coli
tingkat kecukupan vitamin B 1 dan vitamin C enteropathogenik, yang selanjutnya disebut EPEC
secara keseluruhan masih kurang baik (berturut- (Enteropathogenic Escherichia Col,). merupakan
tm1rt 62.1±36.8%; 23.8±21.5%). bakteri penyebab utama diare pada bayi dan anak-
anak di negara-negara tersebut dan menyebabkan
Status Kesehatan Anak Barita ratusan ribu anak meninggal dunia tiap tahwmya
(Levine & Edelman. 1984). Hal senada
Infeksl Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
diungkapkan oleh Budiarti (1997) bahwa 53
Prevalensi penyakit ISP A pada seluruh anak
persen dari anak dan bayi penderita diare di
batita adalah sebesar 52.3%. Lama penyakit
Indonesia terinfeksi EPEC.
ISPA yang diderita anak barita berkisar antara 2
Penelitian yang dilakukan oleh Rasmi (2002)
hingga 14 hari. dengan rata-rata 4.9 ± 2.5 hari
menyimpulkan bahwa Escherichia coli
(TabeI3). Lama penyakit ISPA tersebut memiliki
enteropathogenik tidak dapat mendegradasi
bubungan negatif yang signifikan dengan sanitasi
imunoglobin A sekretori (slg A) manusia.
lingkungan (r=-O. 191; P<O.05). Hal ini berarti Imunoglobin A merupakan antibodi yang banyak
kemungkinan anak batita akan menderita ISPA ditemukan di daerah mukosa tubuh yang
lebih lama dengan semakin buruknya sanitasi menyediakan sistem pertahanan yang spesifik.
lingkungan sekitarnya. Sanitasi di daerah miskin Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber makanan
keadaannya kurang baik, hal ini menyebabkan yang baik bagi bayi karena mampu meningkatkan
meningkatnya kejadian penularan penyakit kadar Ig A tubuh. Hasil penelitian ini
infeksi. Penyakit infeksi pada anak balita mendukung informasi bahwa perberian ASI dapat
merupakan masalah kesehatan yang penting di
melindungi bayi dari infeksi intestinal. sehingga
negara berkembang dan telah diketabui dapat mengurangi resiko terserang diare.
mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan Anak batita menderita diare memiliki
anak. Kenyataan ini ditunjukkan dengan insiden hubungan nyata positif dengan status gizi indeks
infeksi di daerah miskin pada negara-negara
TB/u (r= 0.338; P< 0.01). Hal ini berarti babwa
sedang berkembang yang cukup tinggi
jika status batita baik maka peluangnya menderita
(Stephensen. 1999).
diare akan semakin rendah. Selanjutnya lama
batita menderita diare memiIiki hubungan nyata
Tabel 3. Rata-rata Lama Penyakit Infeksi yang negatif dengan pola asuh kesehatan (r = -0.190;
Diderita Anak Batita P<0.05). Kondisi ini berarti anak batita akan
Penyakit Rata-rata ± SD menderita diare lebih lama dengan Makin
No buruknya pola asuh kesehatan.
Infeksi (min;maks) (Hari)
I. ISPA 4.9 ± 2.5 (2; 14)
Status Gizi Anak Batita
2. Diare 4,1 + 2.4 (2; 14)
Status gizi anak batita berdasarlcan indeks
BB/u menunjukkan bahwa rata-rata nilai z skor
Penyakit Diare adalah -1.70 ± 0.88. yang diklasifikasikan
Prevalensi kejadian penyakit diare 1 sebagai status gizi normal (-2.00 ~ nilai z skor ~
episode pada anak barita adalah sebesar 31.8%. 2.00) (Tabel 4). Status gizi anak batita
Sedangkan prevalensi penyakit diare 2 episode berdasarkan indeks TB/u menunjukkan bahwa
batita adalah sebesar 7.6%. Data yang diperoleh rata-rata nilai z skor adalah -2.17 ± 1,23 yang
dari puskesmas pembantu Mulya HaJja tabun
termasuk dalam kategori status gizi kurang (-3 ~ z
2001 menunjukkan bahwa prevalensi batita yang.
skore ~ -2).
menderita diare sebesar 10.9%.
Penyakit diare merupakan salah satu masalah
kesehatan yang utama di banyak negara

33
Mtdi4 Girl 8 KLIuerg", Desembtr 2005, 29 (2): 29-39

Tabel 4. Rata-rata dan' simpangan baku nilai z- (87,7%) dan terdapat 12,1% contob yang
skor status ~izi anak batlta mengalami status gizi kurang (wasting. sprrB z
No Indeks Rata-rata ± sb (min; males) skor < - 2 SO). Nilai z skor BSrrB memiliki
1 BBIU -1,70 ±0,S8 (-3,79; 0,50) hubungan signifikan yang cukup erat dengan nilai
2 TBIU -2,17 ± 1,23 (-6,41 ; 3,8S) z skor BBtu dan TBIU, yang ditunjukkan oleh uji
3 BBrm -0,53 ± 1,12 (-2,75 ; 2.56) korelasi Pearson berturut-turut (r=O,722; P<O,O I)
dan (r= 0,185; P<O,O I).
Status gizi anak batita berdasarkan indeks
BMB menunjukkan rata-rata nilai z skor adalah Status Gizi Ibu Rumah Tangga
-0,53 ± 1,12, yang termasuk dalam kategori status Status gizi ibu dinilai berdasarkan indeks
gizi normal (Tabel 4). Jika nilai z skor berada di Massa tubuh (IMT). Klasifikasi status gizi ibu
bawah -2, maka penilaian status gizi batita dikategorikan berstatus gizi normal jika nilai IMT
berc\asarkan indeks BBtu, TBtu dan BBrra, berkisar dari 18,5 hingga 24,9 (Depkes-RI, 1996).
dapat dibedakan menjadi underweight (kurus), Sebagian besar (78,0%) status gizi ibu terkategori
stunting (pendek) dan wasting (keci!). Anak normal.
batita yang mengalami underweight dan wasting Nilai IMT ibu mempunyai korelasi yang
mencerminkan keadaan status gizi saat ini, nyata dengan pola asuh makan (r = 0,275; P <
sedangkan stunting dapat menggambarkan 0,0 I. Adanya korelasi nyata dengan pola asuh
keadaan status gizi masa lampau (WHO, 1995). makan (PAM), menunjukkan bahwa semakin baik
Klasiftkasi status glzl anak batita nilai IMT ibu, maka pola asub makan yang
berdasarkan indeks BBtu menunjukkan bahwa diberikan kepada anak batita akan semakin baik.
mayoritas anak batita memiliki kategori status Zeitlin (2000), dalam studinya mengenai
gizi normal (54,5%). Akan tetapi masih terdapat positif deviance (penyimpangan positif) terhadap
anak batita dengan status gizi kurang kurang energi protein batita di seluruh wilayah
(underweight, BBtu z skor <-2 SO) (40,2%) serta Indonesia. menggambarkan bahwa keadaan gizi
yang terkategori bergizi buruk (underweight, ibu secara konsisten berhubungan positif dengan
BBIU z skor <-3 SD) (5,3%). Kondisi status gizi perhatian ibu terhadap pengasuhan anak
anak batita berkaitan langsung tidak hanya khususnya PAM, sehingga keadaan gizi anak
dengan konsumsi tetapi juga dengan penyakit balita relatif lebih baik. Ibu yang berpostur relatif
infeksi. lebih tinggi dan gemuk mempunyai energi untuk
Untuk menilai status gizi anak batita pada memperbatikan keadaan gizi anaknya.
masa lampau, digunakan indeks TBIU. Dari hasil Kesimpulan yang sama juga diperoleb dari
pengukuran tersebut menunjukkan terdapat penelitian yang dilakukan sejak tabun 1987
39,4% batita berstatus gizi normal, 36,4% hingga 1992 di beberapa negara berkembang
berstatus gizi kurang (stunting TBtu z skor <-2 lainnya seperti Bangladesh, Mexico, Nicaragua
SO) serta 24,2% menderita gizi buruk (stunting dan'Nigeria.
TBIU z skor <-3 SO).
Biasanya persentase status gizi kurang Pola Pengasuhan Batita
berdasarkan indeks TBIU terlihat sejalan dengan Pola Asu" Makan (PAM). Pola pengasuhan
status gizi kurang berdasarkan indeks BBtu. Hal yang diukur pada penelitian ini meliputi pola asuh
ini didukung oleh hasil uji korelasi Pearson, yang makan (PAM) dan poJa asuh kesehatan (PAK).
menunjukkan adanya hubungan nyata yang kuat Oengan pertimbangan bahwa PAM dan PAK
antara z skor BBtu dan nilai z skor TStu (r = berkaitan erat dengan konsumsi, status gizi dan
0,435; P<O,OI). Hasil uji korelasi Pearson juga status kesehatan batita. Pengukuran PAM antara
menunjukkan bahwa status gizi TBtu nyata lain pemberian ASI, pemberian makanan
berkorelasi dengan penyakit infeksi, yaitu lama pendamping ASI, pemberian makanan orang
menderita diare (r =0.336; P<O,O I). dewasa, dan seterusnya.
Klasifikasi status glzl anak batita HasH penelitian menunjukkan bahwa
berdasarkan indeks BBffB menunjukkan bahwa mayoritas PAM contob terkategori sedang
sebagian besar contoh memiliki status gizi normal (59,1%), terkategori kurang (37,1%) dan baik

34
Media Gki & K.~... De.ember 2005. 29 (2): 29-39

(3,8%) (Tabel 5). Hasil uji korelasi Pearson pelayanan yang diberikan di Posyandu masih
menunjukkan bahwa pola asuh makan tidak dominan aspek pelayanan kesehatan seperti
berhubungan dengan status gizi. Hasil crosstab imunisasi, suplementasi dan pengobatan. Jarang
PAM dengan status gizi BBIU menunjukkan dilakukan upaya penyuluhan tentang bagaimana
bahwa PAM rumah tangga yang memiliki batita menyiapkan gizi yang baik bagi keluarga,
dengan status gizi kurang sebagian besar terutama bagi anak-anak balita. Sehingga wajar
terkategori sedang (60,4%) dan 33,9 persen jika pada prakteknya ibu-ibu masih membiasakan
terkategori kurang. Karyadi (1985) menyatakan anak-anaknya dengan pola Makar. yang biasa
bahwa PAM terkait dengan pemberian makan dilakukan oleh keluarga dan masyarakatnya.
yang mencukupi kebutuhan anak, yang pada Kondisi ini tercermin dari sikap ibu terhadap
akhimya akan memberikan sumbangan terhadap pemberian ASI eksklusif kepada anaknya.
status gizi anak. Hal ini berarti PAM secara tidak Hampir seluruh responden menjawab bahwa bayi
langsung berhubungan dengan baik buruknya mereka sejak lahir langsung diberi madu terlebih
status gizi anak batita. dahulu sebelum ASI. Selanjutnya beberapa hari
kemudian bayi sudah dikenalkan dengan
Tabel 5. Sebaran rumah tangga contoh mer.urut makanan lunal<, umumnya mereka memberikan
Pola Asuh Makan (n=132) buah pisang. Makanan pendarnping ASI tersebut
telah diberikan sebelum bayi berusia 4 bulan.
No Status PAM n %
Alasan yang diberikan para ibu antara lain 'sudah
I Kurang 49 31,1 menjadi kebiasaan dalam keluarga', 'tetangga-
2 Sedang 19 59,1 tetangga lainnya juga melakukan hal yang sarna'.
3 Baik 5 3,8 Menurut mereka dengan diberikan makanan sejak
Jumlah 132 100,0 dini, bayi jadi lebih cepat ken yang dan menjadi
Rata-rata ± sb (%) 63,5 ± 9,1 lebih kuat.
(min; maks) (46,4;92,9) Perilaku pengasuh dalam hal ini ibu
dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh
Hasil uj i korelasi Pearson memperlihatkan pengasuh tersebut diantaranya tingkat pendidikan
bahwa ada hubungan antara PAM dengan t:ngkat dan pengetahuan ibu, hasil uji korelasi pearson
kecukupan protein batita (r = 0,188 ; P< 0,05). menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu
Kondisi ini bermakna bahwa Makin baik skor berhubungan signifikan positif dengan status gizi
PAM maka semakin baik pula tingkat kecukupan batita indeks TBIU (r=O,111; P < 0,05). Sebuah
JI'Otein batita. Pemberian pola asuh makan yang survey nasional yang dilakukan di Negara
memadai berhubungan dengan baiknya kualitas Kuwait, menunjukkan bahwa pendidikan ibu
konsumsi makanan anak, yang pada akhirnya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
mempengaruhi kualitas status gizi anak tersebut. status gizi anak balita (Amine & AI-Awadi,
Merujuk pada hasil penelitian Menon dan Ruel 1996). Demikian juga hasil penelitian yang
(2002) di Negara-negara Amerika Latin, praktek diIakukan oleh Begin et al. (1999) menunjukkan
pemberian makan anak berpengaruh kuat bahwa karakteristik ibu sebagai pengasuh utama
tabadap kualitas status gizi indeks TBIU anak anak usia 12-11 bulan di daerah rural Chad
usia 6-36 bulan. Afrika, berpengaruh terhadap status gizi anak
Bagaimana cara ibu memberikan makanan indeks TBIU. Ibu yang memberikan pengasuhan
yang baik kepada anak batita sangat terkait yang efektif berkontribusi terhadap peningkatan
dengan pendidikan umum yang diterima ibu, status gizi anak. Praktek pengasuhan merupakan
pengetahuan tentang pengasuhan anak serta determinan yang cukup kuat bagi status gizi iIJlak,
kebiasan keluarga dan masyarakat setempat. meskipun anak terse but berasal dari keluarga
Pendidikan ibu contoh pada umumnya masih miskin (Klemesu et al. 2000)
cukup rendah, yaitu hanya tarnat sekolah dasar. Anak batita mulai mengalami masalah
Walaupun demikian wawasan pengetahuan makan pada usia 12 bulan atau lebih. Para ibu
&entang gizi dan kesehatan bisa diperoleh ibu-ibu mengeluh batita mulai susah makan pada usia
Iewat kunjungan rutin ke Posyandu. Sayangnya menginjak I tahun. Anak tidak mau makan,

35
Mtdia GiV (1 Kdumga, Datmbn- 2005, 29 (2): 29-39

kalaupun mau itupun dalam jumlah yang sedikit, bersifat tidak rutin untuk imunisasi, pemberian
pilih-pilih serta jarang habis. Untuk mengatasi kapsul vitamin A serta penimbangan .
hal ini para ibu membujuk anaknya agar mau Mengenai kunjungan ibu-ibu ke Posyandu,
makan, serta membolehkan anaknya untuk makan sebelum anak berusia I tahun, para ibu masih
sambil bennain sembari diberi pujian jika anak rajin mengunjungi Posyandu. Akan tetapi setelah
menghabiskan porsi makanannya. imunisai diperoleh lengkap, para ibu muJai tidak
Ibu rumah tangga dalam penelitian ini rutin berkunjung, kecuali untuk pengobatan jika
merupakan pelaku utama pengasuhan makan bagi anaknya sakit. Alasannya mereka malas datang
bat ita. Ibu merupakan penentu menu makan anak hanya untuk menimbang anak saja. Diperlukan
sekaligus sebagai pemberi makan anak. Para ibu kegiatan tambahan yang dapat menarik perhatian
mengakui menu makan yang disediakan tidak ibu-ibu seperti penyuluhan gizi dan kesehatan dan
diatur berdasarkan pertimbangan tertentu, akan mempelajari ketrampilan praktis (menjahit,
tetapi disesuaikan dengan kondisi keuangan yang memasak, merangkai bunga dan lain-lain) jika
ada atau disesuaikan dengan selera saja. memungkinkan. Dalam hal kesehatan, Ibu-ibu
Dalam melatih kemandirian anak, sebagian peserta mendapat pelayanan langsung dari kader,
besar ibu mengijinkan anak untuk mencoba PLKB dan bidan jaga dari Puskesmas Pembantu
makan sendiri sambil diawasi. Jika si anak tidak (Pustu) Mulya Harja. Sebagian besar anak batita
menghabiskan makannya ibu akan berusaha yang menjadi contoh penelitian telah diimunisasi
menbujuknya agar mau menghabiskan lengkap serta sesuai dengan umurnya. Demikian
makanannya. Demikian juga jika akhirnya si juga dengan kapsul vitamin A, telah diberikan
anak menghabiskan makanannya, ibu tidak segan- sesuai dengan umur bat ita.
segan memberikan pujian. Mengenai penjagaan kebersihan anggota
tubuh batita (hygiene), para ibu mengemukakan
Pola Asuh Kesehatan (PAK). Pola asuh bahwa anaknya terbiasa mandi dua kali dalam
kesehatan (PAK) bat ita, diukur dari bagaimana sehari bahkan lebih. menggunakan sabun mandi
keluarga melayani kebutuhan kesehatan anak dan handuk pengering tubuh. Jika anak tidak
yang meliputi pemberian imunisasi, kapsul mau mandi, ibu biasanya membujuk batita agar
vitamin A, penimbangan di Posyandu serta mau membersihkan badannya.
hygiene pribadi. HasiI penelitian menunjukkan Meski pelayanan Posyandu di desa Mulya
bahwa mayoritas PAK batita terkategori baik Harja belum terkategori baik, akan tetapi
(73,5%) dengan rata-rata 83,4 ± 9,4% (Tabel 6). pengadaannya rutin dilakukan setiap bulan. Para
kader sangat menentukan keaktifan para peserta
Tabel 6. Sebarar. rumah tangga contoh menurut Posyandu, khususnya bagi R W yang agak sulit
~ola asuh kesehatan batita (n=132) dijangkau. Medan penelitian yang dirasakan agak
No StatusPAK n % berat adalah R W 02 (A dan 8)/Paboaran serta
RW 06 (A dan 8)/Warung Limus. Selain
1 Kuran~ 2 1,5
letaknya yang cukup jauh dari kelurahan tetapi
2 Sedang 33 25,0
Baik 97 73,5 juga sulit menjangkaunya. Datarannya agak
3
Iumlah 132 100,0 tinggi, harus mendaki, melalui sawah dan jalan
Rata-rata ± sb (%) 83,4 ± 9,4 setapak.
(min; maks) (50,0; 100,0) Kader yang berada di R W tersebut, menurut
pellilaian peneliti telah melakukan tugasnya
Pelaksanaan Posyandu di desa Mulya Harja dengan baik dengan segala keterbatasan dan
selalu rutin diadakan setiap bulan di setiap RW. kesejahteraan ya:tg kurang terjamin. Sekeras
HaJ ini cukup membantu pelayanan kesehatan apapun usaha yang mereka lakukan, tanpa
bagi ibu dan batita dan tentu saja meningkatkan perhatian yang serius dari pemerintah untuk
kererampilan ibu dalam memberikan P AK yang meningkatkan kuantitas dan kualitas kader dan
baik kepada anaknya. Hampir seluruh responden pelayanan total dari Posyandu, tetap saja
mengatakan bahwa mereka pernah ke Posyandu keberadaan mereka tidak akan pernah cukup
meskipun beberapa mengakui kunjungannya untuk mengatasi ratusan ibu dan anak balita di
desa tersebut. Kasus gizi buruk dan beragam

36
Media Giti (I K.dauzrJa, lJaembt,. 2005, 29 (2): 29·39

penyakit infeksi masih akan terus ada dalam harga yang sangat murah sehingga dapat
jumlah yang tidak sedikit. dijangkau oleh ibu-ibu yang sebagian besar
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa ada berasal dari rumah tangga miskin.
hubungan yang nyata anuua PAJ( dengan
lamanya batita menderita diare (r = -0,190 ;P< KESIMPULAN DAN SARAN
0,05). Artinya Makin rendah skor PAJ( maka
Makin lama batita terinfeksi diare. Jika batita Kesimpulan
bam terkena diare, ibu-ibu biasanya mengatasi Persentase terbesar (59,1%) contoh memiliki
pertama kati dengan memberikan obat warung pola asub makan anak batita yang terkategori
seperti diapet, tetapi jika berlanjut mereka sedang (skor PAM, 60-79%), sedangkan pola
membawa anak-anaknya ke Posyandu atau Pustu asuh kesehatan anak batita sebagian besar
untuk berobat. Hasil korelasi juga menunjukkan (73,5%) terkategori baik (skor PAK, ~ 80%).
ada hubungan anuua PAK dengan lama Sebagian besar (54,5%) status gizi anak
pendidikan ibu (r= 0,194; P< 0,05). Maksudnya, batita indeks BBIU terkategori normal (-2 SD s z
Makin lama pendidikan ibu maka skor PAKnya skor s 2 SO), diikuti 40,2% gizi kurang
pun akan semakin baik. Pendidikan yang (underweight, z skor< -2 SO) dan 5,3% gizi buruk
memadai menunjang kemampuan ibu untuk (underweight, z skor< -3 SD). Adapun status gizi
menyerap pengetahuan dan wawasan baru. Ibu anak bat ita indeks TBIU berimbang antara status
akan lebih mudah menyerap infonnasi yang gizi normal (-2 SO s z skor s 2 SO) (39,4%) dan
disuluhkan petugas kesehatan, baik di Posyandu 36,4% gizi kurang (stunting. z skor< -2 SO),
maupun Puskesmas. diikuti 24,2% gizi buruk (stunting, z skor< -3
Sebuah studi yang dilakukan di daerah SO). Sedangkan status gizi anak batita indeks
perkotaan Lesotho Afrika, menunjukkan bahwa BOOB sebagian besar (87,9%) terkategori
pendidikan ibu memberikan efek positif pada nonnal. diikuti 12,1% gizi kurang wasting (z
peningkatan pengetahuan tentang gizi dan skor< -2 SO) dan tidak terdapat anak batita yang
kesehatan serta peningkatan kemampuan bergizi buruk.
pemberian pengasuban kepada anak (Klemesu et Sebagian besar status gizi ibu contoh
aI. 2000). Penelitian lain yang juga dilakukan (78,0%) terkategori nonnal (IMT= 18,5-24,9).
oleh Klemesu et 01. (2000), menunjukkan bahwa Demikian juga j ika dilihat sebarannya pada ketiga
rendahnya tingkat pendidikan ibu di kota Accra, jenis ketahanan pangan rumah tangga, sebagian
Ghana (Afrika), secara konsisten berpengaruh besar status gizi ibu terkategori normal.
terbadap rendahnya praktek pemberian Berdasarkan uji korelasi, IMT ibu contoh
pengasuhan anak di bawah riga tahun. berbubungan nyata dengan pola asub makan anak
Pengasuban tersebut meliputi praktek pemberian batita.
makan, pemeliharaan hygiene dan kesehatan Hubungan pola pengasuban dengan status
aDak. anak batita tidak menunjukkan hasil yang nyata.
Rendahnya tingkat pendidikan ibu di Oesa Akan tetapi lama pendidikan ibu yang
Mulya Harja adalah suatu kenyataan yang juga mempengaruhi kualitas perilaku pemberian
dijumpai di desa-desa lain di Propinsi Jawa Barat. pengasuban berbubungan nyata dengan status gizi
Untuk merubah kondisi tersebut perlu waktu yang anak batita indeks TBIU. Pola asub makan
tidak singkat, karena hal tersebut berkaitan berbubungan signifikan dengan tingkat
dengan banyak faktor antara lain faktor sosial kecukupan protein anak batita dan pola asuh
ekonomi dan budaya. Maka langkah kebijakan kesehatan berkorelasi nyata dengan lamanya anak
yang dapat segera dilakukan untuk meningkatkan batita menderita diare.
kemampuan ibu dalam hal pengasuhan adalah
dengan mengadakan training pemberian makan Saran
yang baik bagi anak-anak dan bagaimana I. Keadaaan status gizi ibu yang diukur dengan
menjaga kesehatan anak. Hal ini yang tidak kalah IMT berhubungan dengan pola asuh makan
penting dilakukan adalah pemberian pelayanan anak bat ita. Maka diperlukan program
gizi dan kesehatan gratis atau paling tidak dengan pemberian makanan tambahan, suplementasi

37
Media Giti & ~buzrga, Daember 2005. 29 (2); 29·39

zat besi dan zat gizi milcro lainnya kepada Begin, F.• E.A. Frongillo. & H. Deli~ 1999.
ibu agar dapat meningkatkan kualitas status Caregiver behaviors and resources Influence
gizinya. child height-for-age in Rural Chad. J. Nutr.
2. Pola pengasuhan berbubungan dengan 129: 680-686.
kualitas konsumsi anak batita dan penyakit [BPS] Badan Pusat Statistik. 1998. Indikator
infeksi, maka cara terbaik untuk Kesejahteraan Anak 1998. Jakarta: BPS.
meningkatkan kualitas gizi anak adalah
dengan mempromosikan praktek pengasuhan [BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Indikator
yang baik kepada masyarakat. Misalnya Kesejahteraan Rakyat 2000. BPS. Jakarta.
mendorong ibu untuk memberikan ASI
Budiarti, S. 1997. Pendekatan pada Sel Hep-2 dan
segera setelah anak lahir dan memberikan
keragaman serotipe 0 Escherichia coli
ASI eksklusif, mendorong ibu agar
enteropatogenik isolat Indonesia. J. Berkala
menyusui anak hingga usia 2 tahun,
Ilmu Kedokteran 29: 105-110.
menunda memperkenalkan makanan padat
hingga anak berusia lebih dari 4 bulan serta Cassidy, C.M. 1987. World-view Conflict and
menyiapkan makanan yang memadai bagi Toddler Malnutrition; Change Agent
anak-anak. Selanjutnya ibu dianjurkan Dilemmas. In Child Survival, ed. N.
membawa anak ke pelayanan kesehatan Scheper-Hughes. Dodrecht, The Nederlands;
untuk memantau pertumbuhan dan D. Reidel.
perkembangan anak.
[Depkes-Rl] Departemen Kesehatan Republik
3. Mengadakan program revitalisasi posyandu Indonesia. 1996. Pedoman Praktis Menilai
sebagai lembaga yang akan mengevaluasi Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.
perkembangan anak dan memberikan
konseling serta fasilitas kesehatan lainnya. [Depkes-RI] Departemen Kesehatan Republik
4. pemerintah diharapkan dapat meningkatkan Indonesia. 2000. Kasus Diare.
kualitas kesehatan penduduk Desa Mulya http://www.depkes.go.idlIndINewsIKlipingf2
Harja, misalnya dengan memberikan dana 000IFeb.20001k 10209000. htm (3 feb. 2002).
bantuan JPS bidang kesehatan. Engel, P.C., P. Menon, & L. Haddad. 1997. Care
5. Pemerintah harus memprioritaskan and Nutrition: concep and measurement.
penanganan masalah anak batita berstatus Washington DC: International Food Policy
gizi rendah. Misalnya melalui program Research Institute.
penyediaan MP-ASI untuk anak batita yang Food Agricultural Organization and World Health
memenuhi kebutuhan gizi dan syarat Organization. 1992. Nutrition and
kesehatan serta terjangkau bagi keluarga Development, A Global Assessment. Italy:
miskin. Food Agricultural Organization and World
6. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi Health Organization.
data dasar untuk melanjutkan penelitian yang
bersifat longitudinal eksperimenlal. Karyadi, L.D. 1985. Pengaruh Pola Asuh Makan
terhadap KesuJitan Makan Anak Balita.
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor,
DAFfAR PUSTAKA Program Pascasarjana.
Amine, E., & F.A. AI-Awadi. 1996. Nutritional Klemesu, M.A., M.T. Ruel, D.G. Maxwell, C.E.
status survey of preschool children in Levin, & S.S. Morris. 2000. Poor maternal
Kuwait. Volume 2, Issue 3; 386-395. schooling is the main constrain to good child
Atmojo, S.M. 1997. Studi Analisis Faktor-faktor care practices [abstrak]. J. Nutr. 130: 1579-
yang Mempengaruhi Status Gizi Anak Balita 1607.
di Kabupaten Purworedjo, Jawa Tengah Latham, M.C. 1997. Human Nutrition in the
[Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Developing World. Food and Agriculture
Fakultas Pertanian. Organization of The United Nations.

38
MediA Gi~i & KelU4Tg4, ~ 2005. 29 (2): 29·39

Levine, M.M., & R. Edelman. 1984. the demographic and health surveys
Enteropathogenic Escheruchia coli classic [abstrak). J. Nutr. 132: 1180-1187.
serotypes associated with epidemiology and
Sanjaya et al. 1999. Penyimpangan Positif
pathogenesis. Epidemiol Rev 162: 1285-
(Positive Deviance) Status Gizi Anak Balita
1292.
dan Faktor-faktor yang Berpengaruh. Bogor:
Muhilal, F. Jalal, & Hardinsyah. 1998. Angka Puslitbang Gizi.
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Prosiding
Siegel, S. 1997. Statistika Nonparametrik untuk
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI.
llmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT. Gramedia.
Jakarta: L1PI.
Spector E.P. 1982. Research Designs. London:
Rasmi, D.A.C. 2002. Aktivitas Protease
Sage Publications.
Ekstraseluler Escherichia coli
Enteropatogenik K 1.1 pada Substrat Stephensen, C.B. 1999. Burden of infection on
Imunoglobin A Sekretori Manusia [Tesis). growth failure. J. Nutr. 129:534S-538S.
Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program
Pascasarjana. WHO. 1995. Physical Status: The Use and
Interpretation of Antropometry. Report of a
Rogers 8., & N. Youssef. 1988. The importance WHO Expert Committee. WHO Technical
of women's involment in economic activities Report Series 854. Geneva: WHO.
in the improvement of child nutrition and
Zeitlin, M. 2000. Peran Pola Asuh Anak:
health. Food and Nutrition Bulletin. Jossey-
Pemanfatan Hasil Studi Penyimpangan
Bass.
Positif Untuk Program Gizi. Prosiding
Rue~ M.T., & P. Menon. 2002. Child feeding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII:
practices are associated with child nutritional Jakarta, 29 Februari-2 Maret. Jakarta: L1Pl.
status in Latin America: innovative uses of hIm 125-144.

39

You might also like