Pajak ialah iuran kepada negara yang terhutang oleh yang wajib membayarnya (wajib pajak) berdasarkan undang-undang dengan tidak dapat prestasi kembali yang langsung. Guna pajak itu ialah untuk membiayai plengeluaran-plengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan dan kesejahteraan rakyat. Suatu prestasi atau jasa kepada perorangan tidak diberikan oleh pemerintah berhubung dengan pembayaran iuran negara itu, namun prestasi yang diberikan pemerintah adalah untuk kepentingan umum yang dapat kita rasakan kemanfaatannya dari uasaha pemerintah membuat pelabuhan, jalan raya, kereta api, bis kota, bendungan, irigasi, sekolah dan Perguruan Tinggi, rumah sakit, penanggulangan bencana alam, pembiayaan pertahanan Negara dan sebagainya. Kita sebagai anggota organisasi masyarakat yang disebut Negara, wajib pula membayar iuran negara (pajak). Berlainan dengan pajak, maka pada retribusi pembayaran tersebut memang ditujukan semata-mata oleh si pembayar untuk memperoleh suatu prestasi tertentu dari Pemerintah, misalnya pembayaran karena pemberian suatu izin oleh Pemerintah. Di samping retribusi dikenal pula sumbangan yang mengandung pikiran pokok, bahwa biaya yang dikeluarkan untuk prestasi Pemerintahan tertentu tidak boleh dikeluarkan dari Kas Umum karena prestasi Pemerintah ini tidak secara khusus ditujukan kepada rakyat melainkan Pemeliharaan dan Pembangunan Prasarana Daerah (SWPL 3D) bagi para pemilik kendaraan bermotor yang antara lain digunakan untuk pemeliharaan dan bantuan-bantuan jalan raya.
Adapun pajak itu dapat dibagi dalam golongan-golongan yang berikut :
1. Pajak langsung Pajak langsung ialah pajak-pajak yang harus dipikul sendiri oleh si wajib pajak dan tidak dilimpahkan kepada orang lain. Pada pokoknya jenis pajak ini tidak menaikkan harga. Pajak langsung dikenakan seorang berulang-ulang pada waktu tertentu misalnya tiap tahun atau bulan, yang ditagih dengan suatu ketetapan pajak. Contoh pajak langsung : Pajak Penghasilan, Pajak Gaji dan Upah, Pajak Kekayaan, Pajak Perseroan, Pajak Dividen (keuntungan pemegang saham dari sebuah perseroan terbatas), dan Pajak Rumah Tangga. 2. Pajak tidak langsung Pajak tidak langsung ialah pajak-pajak yang pada akhirnya dapat menaikkan harga, karena akhirnya ditanggung oleh pembelki, dan pajak tersebut baru terhutang jika terjadi hal-hal yang menyebabkan terhutang pajak. Contoh pajak tidak langsung : Pajak Penjualan, Pajak Pembangunan, Bea Materai, Bea Warisan dan Bea Balik Nama. Pajak juga digolongkan dalam : a. Pajak Lokal atau Pajak Daerah Pajak daerah ialah pajak yang dipungut oleh daerah-daerah swatantra seperti Provinsi, Kabupaten dan Kota praja untuk pembiayaan rumah tangga daerahnya masing-masing. Misalnya : Pajak Kendaraan Bermotor (SWP 3D), Pajak Rumah Tangga, Pajak Tontonan, Pajak Reklame, Pajak Jalan, Pajak Radio dan Televisi, Bea Balik Nama, Pajak Anjing, Pajak Pembangunan dan sebagainya. b. Pajak Negara/Pusat Pajak Negara ialah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Pusat penyelenggaraannya dilakukan oleh Inpeksi Pajak untuk pembiayaan rumah tangga negara umumnya. Misalnya : Pajak Kekayaan, Pajak Penghasilan, Pajak Gaji dan Upah, Pajak Perseroan, Pajak Dividen, Pajak Penjualan, Pajak Impor, Bea Materai, Bea Balik Nama Harta Tetap dan sebagainya. Di samping itu ada pula Pajak Pusat yang pelaksanannya dan hasilnya langsung untuk daerah seperti misalnya Iuran Rehabilitas Daerah (IREDA) dan Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA).
Par.62. PENGERTIAN HUKUM PAJAK
1. Arti Hukum Pajak Pajak itu diadakan berdasarkan undang-undang/peraturan, artinya berdasarkan hukum, jadi pajak itu tidak boleh dipungut/dikenakan secara sewenang-wenang. Dalam UUD 1945 pasal 23 ditegaskan, bahwa segala pemungutan pajak untuk keperluan Negara harus ditetapkan dengan undang-undang, yang berarti DPR diikutsertakan, bahkan pada hakekatnya DPR lah yang memutuskan. Adapun yang dimaksud dengan Hukum Pajak, ialah himpunan peraturan- peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib-wajib pajak dan antara lain mengatur siapa-siapa dalam hal apa dikenakan pajak (obyek pajak), timbulnya kewajiban pajak, cara pemungutannya, cara penagihannya dan sebagainya. Hukum pajak merupakan bagian dari Hukum Publik, khususnya termasuk lingkungan Hukum Administrasi Negara. Hukum pajak tidak terlepas dari bagian-bagian Hukum lainnya, namun mempunyai hubungan erat dengan Hukum Administrasi Negara, Hukum Perdata dan Hukum Pidana.
2. Syarat-syarat dalam penyusunan peraturan perpajakan
Dalam penyusunan perpajakan harus dipenuhi beberapa sayarat yaitu : Keadilan,. Syarat ekonomi dan syarat keuangan serta syarat praktis pelaksanaannya. 3. Timbulnya Kewajban Pajak Secara umum dipenuhi 2 syarat yaitu : a. Kewajiban pajak subjektif : ialah kewajiban pajak yang melihat kepada orangnya. Pada umumnya semua orang baik manusia maupun badan- badan seperti PT, CV, Fa, dan Yayasan yang berdomisili di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif. b. Kewajiban pajak objektif : ialah kewajiban pajak yang melihat pada hal- hal yang dapat dsikenakan pajak objektif. Seorang manusia atau badan hukum memenuhi kewajiban pajak objektif ini jika mendapat penghasilan, mempunyai kekayaan atau memperoleh laba yang melebihi batas minimum kena pajak yang disebut dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. 4. Kewajiban memasukkan Surat Pemberitahuan (SPT) Adapun tiap orang yang menerima SPT pajak dari inpeksi pajak diwajibkan: a. Mengisi SPT pajak itu menurut keadaan sebenarnya. b. Menanda tangani sendiri SPT itu c. Mengembalikan SPT pajak tersebut kepada inpeksi yang bersangkutan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh inpeksi pajak 5. Kewajiban memberikan keterangan Wajib pajak berkewajibann untuk waktu yang ditunjuk, memberikan segala keterangan baik secara tertulis maupun secara lisan setiap waktu hal itu dapat diminta oleh inpeksi pajak. 6. Kewajiban memperlihatkan buku-buku dan bukti-bukti pembukuan Kewajiban membuat pembukuan diatur dalam KUHD pasal 6. 7. Hak-hak yang dipunyai wajib pajak a. Mengajukan permintaan untuk membetulkan, mengurangkan membebaskan ketetapan pajak dalam hal : terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung tarif ataupun terdapat kesalahan menentukan dasar pnentapan pajak. b. Mengajukan keberatan kepada Kepala Inpeksi Pajak/Direktur Jenderal Pajak apabila wajib pajak keberatan terhadap ketetapan pajak, yang harus diajukan dalam waktu tiga bulan setelah tanggal surat ketetapan pajak. c. Mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak apabila wajib pajak keberatan atas : 1) Keputusan yang diambil oleh Kepala Inpeksi Pajak terhadap surat keberatannya. 2) Surat tagihan susulan/kemudian dikeluarkan oleh Kepala Inpeksi Pajak. d. Meminta pengembalian pajak (restitusi), meminta pemindahbukuan setoran pajak ke setoran pajak lainnya atau setoran tahun berikutnya. e. Wajib pajak dapat pula mengajukan gugatan perdata ataupun pidana kepada Pengadilan Negeri atas dasar “perbuatan melanggar hukum = onrechtmatige daad” ataupun pembocoran rahasia dari wajib pajak yang menyebabkan timbulnya kerugian. Majelis Pertimbangan Pajak yang berkedudukan di Jakarta ialah suatu Lembaga yang bertugas dan berkewajiban untuk memutus pada tingkat tertinggi/terakhir atas semua perselisihan-perselisihan pajak. Hukum pajak diatur dalam ; Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Undang-undang No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang-barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Nama : Peby Pramesti NPM : 41151010170171 Kelas : A4/IV Judul Buku : Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia Penerbit : Balai Pustaka Tahun dan Tempat : Jakarta 2015 Halaman : 324-326 Pengarang : Drs. C.S.T. Kansil, S.H.