You are on page 1of 79

LEMBAR PENGESAHAN

i
KATA PENGANTAR

ii
DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN ................................... Error! Bookmark not defined.


KATA PENGANTAR ........................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
1.1. Latar Belakang ............................... Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUAN UMUM ................................. Error! Bookmark not defined.
2.1. APOTEK ........................................... Error! Bookmark not defined.
2.1.1. Pengertian Apotek ................ Error! Bookmark not defined.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek ...... Error! Bookmark not defined.
2.1.3. Fungsi Pengaturan Apotek ... Error! Bookmark not defined.
2.1.4. Kegiatan Apotek ................... Error! Bookmark not defined.
2.2. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan Tentang
Apotek ............................................ Error! Bookmark not defined.
2.3. Persyaratan Pendirian Apotek ........... Error! Bookmark not defined.
2.4. Prosedur Perizinan Apotek ............... Error! Bookmark not defined.
2.5. Perubahan Izin Apotek...................... Error! Bookmark not defined.
2.6. Penyelenggaraan ............................... Error! Bookmark not defined.
2.7. Pencabutan Izin Apotek .................... Error! Bookmark not defined.
2.8. Perlengkapan Apotek ........................ Error! Bookmark not defined.
2.9. Apoteker Pengelola Apotek .............. Error! Bookmark not defined.
2.10. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Menurut Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016
........................................................ Error! Bookmark not defined.
2.11. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian Di Apotek ............... Error!
Bookmark not defined.
2.12. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai ..................................... Error! Bookmark not defined.
2.13. Sumber Daya Kefarmasian ............. Error! Bookmark not defined.
2.14. Sarana dan Prasarana Apotek ......... Error! Bookmark not defined.
2.15. Pengelolaan Administrasi ............... Error! Bookmark not defined.
2.16. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) . Error! Bookmark not
defined.
2.17. Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi .... Error! Bookmark not
defined.
2.18. Pengelolaan Resep dan Copy Resep ............. Error! Bookmark not
defined.
2.19. Pengelolaan Resep yang Telah Dikerjakan .. Error! Bookmark not
defined.
2.20. Penggolongan Obat ......................... Error! Bookmark not defined.
1) Obat Bebas .......................... Error! Bookmark not defined.
2) Obat Bebas Terbatas ........... Error! Bookmark not defined.

iii
3) Obat Keras .......................... Error! Bookmark not defined.
4) Obat Golongan Narkotika ... Error! Bookmark not defined.
5) Obat Psikotropika ............... Error! Bookmark not defined.
6) Prekursor ............................. Error! Bookmark not defined.
7) Obat-Obat Tertentu ............. Error! Bookmark not defined.
2.21. Pengelolaan Narkotika .................... Error! Bookmark not defined.
2.22. Pengelolaan Psikotropika ................ Error! Bookmark not defined.
2.23.Pengelolaan Prekursor ..................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PEMBAHASAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
........................................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.Tentang Apotek Warakas Sisma Pharma......... Error! Bookmark not
defined.
1. Sejarah Apotek Warakas Sisma Pharma .. Error! Bookmark not
defined.
3.3Struktur Organisasi Apotek Warakas Sisma Pharma ............. Error!
Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ............................................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Kesimpulan : ..................................... Error! Bookmark not defined.
4.2. Saran : .............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal yang diutamakan oleh setiap orang untuk


dapat melakukan setiap kegiatan yang diinginkan. Oleh karena itu untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dibentuklah suatu upaya
kesehatan melalui pembangunan kesehatan. Menurut UU No 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan, pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai
investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Dalam melaksanakan pembangunan kesehatan
diperlukan upaya kesehatan.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan


yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Dalam
melaksanakan suatu upaya kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan sebagai
wadah dalam melakukannya. Fasilitas kesehatan yang dimaksud adalah suatu
alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya
pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif
yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat
(UU No. 36 Tahun 2009).

1
Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
dibentuk untuk melaksanakan upaya kesehatan secara baik dan profesional.
Tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian salah satunya adalah jurusan farmasi. Pekerjaan
kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat.
Ahli farmasi harus memiliki kompetensi yang tinggi serta memiliki
keterampilan. Jurusan Farmasi di Universitas 17 Agustus 1945 sebagai salah
satu instansi pendidikan yang berlandaskan pendidikan kesehatan khususnya
dibidang kefarmasian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan diantaranya
adalah dengan memberikan pengalaman kerja nyata yang disebut Praktek
Kerja Lapangan (PKL).

Praktik Kerja Lapangan merupakan suatu proses pembelajaran pada


unit kerja nyata sehingga peserta didik mendapat gambaran dan pengalaman
kerja secara langsung dan menyeluruh, tempat yang dapat dijadikan sebagai
sarana pelaksanaan kegiatan PKL adalah apotek.

Diharapakan dengan adanya Praktik Kerja Lapangan (PKL) ini dapat


meningkatkan potensi serta memepersiapkan diri untuk mampu berkompetisi
dan lebih siap berperan sebagai tenaga kefarmasian dengan menerapkan kode
etik seorang farmasi serta meningkatkan kualitas sesuai tuntunan kebutuhan
usaha,meliputi : etos kerja,kemampuan,motivasi,disiplin,inisiatif dan kreatif
sehingga melahirkan tenaga kerja kefarmasian yang berkualitas serta
bertanggung jawab atas profesinya.

BAB II

2
TINJAUAN UMUM
2.1. APOTEK

2.1.1. Pengertian Apotek

Beberapa definisi apotek menurut perundang-undangan yang berlaku antara


lain:
1. PP 25 tahun 1980, apotek adalah tempat pengabdian profesi apoteker
dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan dan tempat menyalurkan obat
dan perbekalan farmasi kepada masyarakat.
2. Kepmenkes RI No.1332 /SK/X/2002 apotek adalah tempat melakukan
pekerjaan kefarmasiaan dan penyaluran perbekalan farmasi, yaitu obat,
bahan obat, obat asli Indonesia/obat tradisional, alat kesehatan dan
kosmetika.
3. Menurut Menteri Kesehatan No. 1027/Mankes/SK/IX/2004, Apotek
adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan
penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada
masyarakat.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Tugas Apotek adalah :


1. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyebaran obat serta bahan obat.
2. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyalurkan obat
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
3. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kerja
lainnya

Fungsi Apotek adalah :

3
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pasal 16. Apotek
menyelenggarakan fungsi :

1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan barang medis habis


pakai.
2. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunikasi

2.1.3. Fungsi Pengaturan Apotek

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek;


2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kefarmasian di apotek;dan
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di apotek.

2.1.4. Kegiatan Apotek

Untuk mencapai tujuan yang maksimal di dalam suatu apotek harus


dilakukan pengolahan yang baik, meliputi :

1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pencampuran, penyimpanan,


penyaluran dan penyerahan obat atau bahan obat.
2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi lainnya, yaitu :
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi diberikan
baik kepada dokter dan tenaga-tenaga kesehatan lainnya maupun
kepada masyarakat.
b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,
bahaya suatu obat dan perbekalan lainnya.

4
2.2. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan Tentang Apotek

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9


Tahun 2017 Tentang ketentuan umum adalah sebagai berikut :

1. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik


kefarmasian oleh Apoteker.
2. Fasilitas Kefarmasian adalah sarana yang digunakan untuk melakukan
pekerjaan kefarmasian.
3. Tenaga Kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan
telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker
dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
6. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah
bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada
apoteker yang telah diregistrasi.
7. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker
sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek.
8. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIPA adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada
Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik
kefarmasian.
9. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat
SIPTTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah
kabupaten/kota kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian
kewenangan untuk menjalankan praktik kefarmasian.

5
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan bagi pasien.
11. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
12. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
13. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
14. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.
15. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya
disebut Kepala Balai POM adalah kepala unit pelaksana teknis di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
16. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.
17. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

6
2.3. Persyaratan Pendirian Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin


Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan
Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerjasamadengan
pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek pada suatu
tempat tertentu.

Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9


Tahun 2017 Tentang Persyaratan Pendirian. Disebutkan bahwa persyaratan-
persyaratan pendirian Apotek adalah sebagai berikut :

1. Apoteker dapat mendirikan Apotek dengan modal sendiri dan/atau modal


dari pemilik modal baik perorangan maupun perusahaan.
2. Dalam hal Apoteker yang mendirikan Apotek bekerjasama dengan
pemilik modal maka pekerjaan kefarmasian harus tetap dilakukan
sepenuhnya oleh Apoteker yang bersangkutan.
3. Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi ; lokasi,
bangunan, sarana, prasarana, peralatan dan ketenagaan.
4. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran Apotek di
wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan kefarmasian.
5. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan
dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-
anak, dan orang lanjut usia.
6. Bangunan Apotek harus bersifat permanen
7. Bangunan bersifat permanen sebagaimana dimaksud pada keterangan di
atas dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan,

7
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang
sejenis.
8. Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
a. Penerimaan Resep;
b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Konseling
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. Arsip
9. Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. Instalasi air bersih;
b. Instalasi listrik;
c. Sistem tata udara; dan
d. Sistem proteksi kebakaran.
10. Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
11. Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas
obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi
obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
12. Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan
tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada
pasien.

2.4. Prosedur Perizinan Apotek

Untuk mendapatkan izin apotek, APA atau apoteker pengelola apotek


yang bekerja sama dengan pemilik sarana harus siap dengan tempat,
perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya. Surat

8
izin apotek (SIA) adalah Surat yang diberikan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama dengan pemilik
sarana untuk membuka Apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang
pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.

Sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia


Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Perizinan Apotek, yaitu :

1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri.

2. Menteri melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah


Daerah Kabupaten/Kota.

3. Surat izin berupa SIA

4. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi


persyaratan.

5. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis


kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan
Formulir 1.

6. Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani


oleh Apoteker disertai dengan kelengkapan dokumen administratif
meliputi:

a. Fotokopi STRA dengan menunjukan STRA asli

b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP)

9
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker

d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan

e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan

7. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan
dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek dengan
menggunakan Formulir 2.

8. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan kabupaten/kota


yang terdiri atas:

a. Tenaga kefarmasian; dan

b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.

9. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat
yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.

10. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.

11. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi


persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan

10
surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir 5.

12. Tehadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,


pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1
(satu) bulan sejak surat penundaan diterima.

13. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka


Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan
dengan menggunakan Formulir 6.

14. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA


melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan
Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.

2.5. Perubahan Izin Apotek

Sesuai dengan Permenkes No. 9 tahun 2017 tentang Apotek, setiap


perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah
lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau nama Apotek harus
dilakukan perubahan izin.

Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau


perubahan alamat dan pindah lokasi, perubahan Apoteker pemegang SIA, atau
nama Apotek, wajib mengajukan permohonan perubahan izin kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

11
Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan nama apotek tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim
pemeriksa.

Tata cara permohonan perubahan izin bagi Apotek yang melakukan


perubahan alamat dan pindah lokasi atau perubahan Apoteker pemegang SIA
mengikuti ketentuan yang sama seperti tata cara permohonan SIA.

2.6. Penyelenggaraan

Menurut Permenkes No. 9 tahun 2017 tentang Apotek, apotek


menyelenggarakan fungsi pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai, serta pelayanan farmasi klinik, termasuk di
komunitas. Apotek hanya dapat menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai kepada:

1. Apotek lainnya;
2. Puskesmas;
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
4. Instalasi Farmasi Klinik;
5. Dokter;
6. Bidan praktik mandiri;
7. Pasien;
8. Masyarakat.

Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis


pakai kepada instansi lain hanya dapat dilakukan untuk memenuhi kekurangan
jumlah sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dalam
hal:

12
1. Terjadi kelangkaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai di fasilitas distribusi.
2. Terjadi kekosongan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.

Penyerahan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis


pakai hanya dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Setiap apoteker dan tenaga teknis kefarmasian harus bekerja sesuai


dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika
profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.

Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di apotek harus menjamin


ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.

Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan


keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apabila
obat yang diresepkan terdapat obat merek dagang, maka apoteker dapat
mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen
aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien.

Jika obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti
obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat
lain.

Apabila apoteker menganggap penulisan resep terdapat kekeliruan


atau tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
Jika dokter tetap pada pendiriannya, maka apoteker tetap memberikan

13
pelayanan sesuai dengan resep dengan memberikan catatan dalam resep
bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya.

Apotek dapat bekerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan


Sosial Kesehatan dan asuransi lainnya. Kerja sama dilakukan berdasarkan
rekomendasi dinas kesehatan kabupaten/kota.

Pasien berhak meminta salinan resep. Salinan harus disahkan oleh


apoteker dan harus sesuai aslinya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Resep bersifat rahasia. Resep harus disimpan di apotek dengan baik


paling singkat 5 (lima) tahun. Resep atau salinan resep hanya dapat
diperlihatkan kepada dokter penulis resep, pasien yang bersangkutan atau
yang merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pengadaan obat dan/atau bahan obat di Apotek menggunakan surat


pesanan yang mencantumkan SIA. Surat pesanan harus ditandatangani oleh
Apoteker pemegang SIA dengan mencantumkan nomor SIPA.

2.7. Pencabutan Izin Apotek

Berdasarkan Permenkes No. 9 tahun 2017 tentang Apotek,


pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai
sanksi administratif. yaitu dapat berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara kegiatan, dan pencabutan SIA

1. Pencabutan SIA dilakukan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota


berdasarkan hasil pengawasan dan rekomendasi Kepala Balai POM.
2. Pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan teguran
tertulis berturutturut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu
masing-masing 1 (satu) bulan.

14
3. Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan
jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.
4. Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan Kepala Badan.
5. Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, selain
ditembuskan kepada Direktur Jenderal, juga ditembuskan kepada dinas
kabupaten/kota.

Pembekuan izin Apotek dapat dicairkan kepada apabila apotek telah


memenuhi segala persyaratan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku. Pencairan izin Apotek dilakukan setelah menerima hasil laporan
pemeriksaan dari Kepala Balai POM setempat, atau Tim Pemeriksaan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Keputusan untuk pencabutan SIA oleh Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi setempat, serta Kepala Balai POM setempat.

Apabila Surat Izin Apotek (SIA) dicabut, APA atau apoteker


pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan dimaksud wajib mengikuti
tata cara sebagai berikut:

1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan obat-obat narkotika,


obat keras tertentu dan obat lainnya, serta seluruh resep yang ada di
Apotek.
2. Obat-obat narkotika, psikotropika dan resep-resep harus dimasukan dalam
satu tempat yang tertutup serta terkunci.
3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan yang disertai laporan
inventarisasi.

15
2.8. Perlengkapan Apotek

Perlengkapan Apotek yang harus dimiliki yaitu :

1. Alat pembuangan, pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortir,


gelas ukur dan alat lainnya.
2. Perlengkapan dan alat penyimpanan, dan perbekalan farmasi, seperti
lemari obat dan lemari pendingin.
3. Wadah pengemas dan pembungkus, etiket dan plastik pengemas.
4. Tempat penyimpanan khusus narkotika, psikotropika dan bahan beracun.
5. Buku standar Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia,
Daftar Pelaporan Harga Obat, serta kumpulan peraturan
perundangundangan yang berhubungan dengan apotek.
6. Alat Administrasi, seperti blanko pesanan obat, faktur, kwitansi, salinan
resep, dan lain-lain.
7. Apotek wajib memasang papan nama yang terdiri atas:

a. papan nama Apotek, yang memuat paling sedikit informasi


mengenai nama Apotek, nomor SIA, dan alamat; dan

b. papan nama praktik Apoteker, yang memuat paling sedikit


informasi mengenai nama Apoteker, nomor SIPA, dan
jadwal praktik Apoteker.
8. Papan nama harus dipasang di dinding bagian depan bangunan
atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.
9. Jadwal praktik Apoteker harus berbeda dengan jadwal praktik
Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain.
2.9. Apoteker Pengelola Apotek

Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker Pengelola Apotek adalah


memimpin dan melakukan pengawasan atas seluruh aktivitas Apotek sesuai
dengan peraturan perundang–undangan pemerintah dibidang farmasi.

16
Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker Pengelola Apotek adalah
sebagai berikut :

1. Di bidang pengabdian profesi


a. Melakukan penelitian seperlunya terhadap semua obat dan bahan obat
secara kualitatif atau kuantitatif yang dibeli.
b. Mengadakan pengontrolan terhadap bagian pembuatan.
c. Mengadakan pengontrolan serta pengecekan terhadap pelayanan atas
resep yang telah dibuat dan diserahkan kepada pasien.
d. Menyelenggarakan sterilisasi jika diperlukan.
e. Menyelenggarakan informasi tentang obat pada pasien, dokter dan
sebagainya.
f. Menyelenggarakan komunikasi dengan mengusahakan segala
sesuatunya agar melancarkan hubungan keluar antara lain dengan
dokter masalah survei pasar, promosi dan publisitas, dan sebagainya.
2. Di bidang administrasi
a. Memimpin, mengatur dan mengawasi pekerjaan tata usaha, keuangan,
perdagangan dan statistik.
b. Membuat laporan-laporan.
c. Menyelenggarakan surat-menyurat.
d. Mengadakan pengawasan penggunaan dan pemeliharaan aktifan
perusahaan.
3. Di bidang komersil
a. Merencanakan dan mengatur kebutuhan barang yaitu obat, alat
kesehatan dan sebagainya untuk satu periode tertentu sesuai dengan
peraturan yang berlaku.
b. Mengatur dan mengawasi penjualan dalam betuk resep maupun
penjualan bebas, langganan dan sebagainya.
c. Menentukan kalkulasi harga dan kebijakan harga.

17
d. Berusaha meningkatkan permintaan.
e. Memupuk hubungan baik dengan para pelanggan.
f. Mencari langganan baru.
g. Menentukan kepada siapa dapat diberi kredit atas pembelian obat.
h. Mengadakan efisiensi dalam segala bidang.

2.10. Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Menurut Peraturan Menteri


Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2016

Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-undangan,


Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya
berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented) berkembang menjadi
pelayanan komprehensif meliputi pelayanan Obat dan pelayanan farmasi
klinik yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan
Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian
menyatakan bahwa Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan pendistribusian atau penyaluran Obat, pengelolaan Obat, pelayanan Obat
atas Resep dokter, pelayanan informasi Obat, serta pengembangan Obat,
bahan Obat dan Obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
untuk itu. Peran Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung
dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah pemberian
informasi Obat dan konseling kepada pasien yang membutuhkan. Pelayanan
Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat
manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus
didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana.

18
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi
untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik
tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan
Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas
kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar
Pelayanan Kefarmasian.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, di


bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan Kefarmasian
dari pengelolaan Obat sebagai komoditi kepada pelayanan yang komprehensif
(pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja sebagai pengelola Obat
namun dalam pengertian yang lebih luas mencakup pelaksanaan pemberian
informasi untuk mendukung penggunaan Obat yang benar dan rasional,
monitoring penggunaan Obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta
kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.

2.11. Ruang Lingkup Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi 2 (dua) kegiatan, yaitu


kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan pelayanan farmasi klinik.
Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan
prasarana.

19
2.12. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis
Pakai

Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.

1. Perencanaan

Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat


Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis


spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

4. Penyimpanan
a. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat
nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
b. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.

20
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
5. Pemusnahandan Penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar / ketentuan
peraturan perundang – undangan dilakukan oleh pemilik izin eder
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.

21
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat
nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan
(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
2.13. Sumber Daya Kefarmasian

22
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian Apoteker harus memenuhi


kriteria:

a. Persyaratan administrasi
 Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
 Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
 Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
 Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan
berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.

Dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker harus


menjalankan peran yaitu:

a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.

23
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian
dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian.
2.14. Sarana dan Prasarana Apotek

24
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana
Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.

Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menunjang Pelayaan


Kefarmasian di Apotek meliputi sarana yang memiliki fungsi:

a. Ruang penerimaan Resep

Ruang penerimaan Resep sekurang-kurangnya terdiri dari tempat


penerimaan Resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer.
Ruang penerimaan Resep ditempatkan pada bagian paling depan dan
mudah terlihat oleh pasien.

b. Ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan Resep dan peracikan atau produksi sediaan


secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di
ruang peracikan sekurang-kurangnya disediakan peralatan peracikan,
timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok Obat,
bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko
salinan Resep, etiket dan label Obat. Ruang ini diatur agar mendapatkan
cahaya dan sirkulasi udara yang cukup, dapat dilengkapi dengan
pendingin ruangan (air conditioner).

c. Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat berupa konter penyerahan Obat yang


dapat digabungkan dengan ruang penerimaan Resep.

d. Ruang konseling

Ruang konseling sekurang-kurangnya memiliki satu set meja dan


kursi konseling, lemari buku, buku-buku referensi, leaflet, poster, alat

25
bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.

e. Ruang penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis


Habis Pakai

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi,


temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu
produk dan keamanan petugas. Ruang penyimpanan harus dilengkapi
dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan (AC), lemari
pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, lemari
penyimpanan Obat suhu dan kartu suhu.

f. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang


berkaitan dengan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai serta Pelayanan Kefarmasian dalam jangka
waktu tertentu.

2.15. Pengelolaan Administrasi

1. Pembukuan

Administrasi pembukuan diperlukan untuk menampung seluruh


kegiatan dan mencatat transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan.
Pembukuan-pembukuan tersebut adalah:

a. Buku Pesanan Barang


b. Buku Pembelian Barang
c. Buku Penerimaan Barang
d. Buku Penjualan Barang
e. Buku Penjualan Resep

26
f. Buku Daftar Harga
g. Buku Harian dan Bulanan
h. Buku Pemakaian Obat Narkotika dan Psikotropika
i. Buku Pemakaian Obat Generik

2. Pelaporan

Laporan merupakan rangkaian kegiatan dalam pencatatan usaha


obat-obatan secara tertib, baik obat yang diterima, disimpan maupun
didistribusikan. Untuk memudahkan dalam penulisan laporan yang akan
dilaporkan kepada Kantor Wilayah Departemen Kesehatan, maka untuk
obat narkotika diadakan Stock Opname setiap sebulan sekali dan dibuat
laporannya sebanyak 4 rangkap yang ditujukan ke Dinas Kesehatan
Daerah Tingkat II, Kantor Wilayah Departemen Kesehatan, BPOM, dan
yang terakhir sebagai arsip apotek. Sediaan lainnya diadakan stock
opname setiap setahun sekali tiap akhir tahun.

Asisten Apoteker menyusun resep yang telah dikerjakan menurut


urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep.

2.16. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE)

Salah satu cara pemilihan obat oleh pasien sebagian besar hanya
berdasarkan iklan dari media cetak maupun elektronik dan informasi atau
pengalaman dari saudara, atau orang yang belum tentu kebenarannya. Ada
kecenderungan lain agar obat tersebut terjual, atau berdasarkan pengalaman
pribadi sehingga kurang obyektif karena keadaan sakit masing-masing
individu berbeda-beda.

Untuk itu peranan Apoteker dalam memberikan informasi obat sangat


penting. Setiap penyerahan obat, pasien diberikan informasi mengenai obat

27
tersebut oleh apoteker mauoun Asisten Apoteker, seperti penggunaan, khasiat
dan aturan pakai obat. Dalam penyerahan obat harus ramah. Dengan
memperoleh informasi yang mereka butuhkan, pasien merasa senang dengan
pelayanan di apotek tersebut sehingga dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan.

2.17. Perbekalan Kesehatan di Bidang Farmasi

Perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang


diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi sediaan
farmasi, alat kesehatan dan perbekalan lainnya. Perbekalan kesehatan dikelola
dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga dan faktor
yang berkaitan dengan pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan.
Pemerintah ikut serta dalam mem-bantu penyediaan perbekalan kesehatan
yang menurut pertimbangan diperlukan oleh sarana kesehatan.

1. Pengelolaan perbekalan farmasi dan alat kesehatan

Pengelolaan yang biasa dilakukan di apotek antara lain :

a. Pengadaan

Apotek menggunakan sistem pemesanan salesman yang datang


langsung datang ke apotek atau melalui pesawat telepon untuk
memenuhi pengadaan barang. Masalah yang sering dihadapi di apotek
dalam pengadaan yaitu, keterlambatan dalam pengadaan obat yang di
sebabkan oleh kekosongan pabrik, dalam mengatasi masalah ini
dilakukan dengan cara memesan obat dari jauh-jauh hari dan tidak
menunggu stok obat tersebut kosong.

28
Berhasil tidaknya tujuan usaha tergantung
kepada kebijaksanaan pembelian. Pembelian harus menyesuaikan
dengan hasil penjualan sehingga ada keseimbangan antara penjualan
dan pembelian. Selain itu harus sesuai dan cukup ekonomis dilihat dari
segi penggunaan dana yang tersedia.

b. Prosedur Pembelian meliputi :


1) Persiapan

Yaitu pengumpulan data obat-obat yang dipesan, data


tersebut diperoleh dari buku defecta, racikan maupun gudang.

i. Pemesanan

Untuk setiap pemesanan sebaiknya disiapkan minimal


rangkap dua, satu untuk supplier yang dilampirkan dengan
faktur pada waktu mengirim barang, dan yang satu untuk
mengontrol kiriman barang yang kita pesan.

ii. Penerimaan

Petugas penerima barang harus mencocokkan dengan


faktur dan surat pesanan. Apabila ada tanggal kadaluarsa
dicatat dalam buku tersendiri.

2. Sistem Pengadaan Barang (Pembelian)


i. Pembelian tetap (Stable Purchase Level)
Merupakan pembelian dalam jumlah yang tetap
dengan menggunakan sistem kontrak. Distributor mengirim
barang tiap bulan dalam jumlah yang tetap. Kerugiannya
adalah stock barang akan menumpuk bola omzet penjualan
menurun.
ii. Stock tetap (Stable Inventory Level)

29
Merupakan pembelian dalam jumlah terbatas.
Pembelian ini dilakukann hanya untuk menjaga stock
digudang tetap. Kerugiannya adalah apabila omzet penjualan
meningkat, ada kemungkinan permintaan tidak dapat
terpenuhi. Hal ini dilakukan bila dana terbatas dan PBF
berada dalam satu kota.
Pembelian dan stock fleksibel (Flexible Purchase and
Inventory Level) Merupakan pembelian dengan jumlah yang
tidak tetap, disesuaikan dengan kebutuhan tergantung situasi
dan kondisi. Pengawasan stock obat atau barang melalui kartu
stock sangat penting, dengan demikian dapat diketahui
persediaan yang telah habis dan yang kurang laku.
iii. Hand to Mouth Buying
Yaitu pembeliaan dalam jumlah terbatas sesuai dengan
kebutuhan, hal ini dilakukan bila dana terbatas dan PBF
berada dalam satu kota.
iv. Pembeliaan secara spekulasi
Pembeliaan ini dilakukan dalam jumlah yang lebih
besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan
harga dalam waktu dekat atau karena adanya diskon atau
bonus.
v. Pembelian berencana
Pembelian berencana sangat berkaitan dengan
pengendalian persediaan barang, pembelian berencana dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Membandingkan jumlah pembelian dengan penjualan
tiap bulan.
b. Dengan melihat kartu stock untuk mengontrol mutasi
obat dan persediaan lain.

30
c. Economic Order Quality (EOQ).
c. Pembayaran

Barang yang sudah diterima dibayar pada saat jatuh tempo.


Setelah faktur dikumpulkan lalu masing-masing dibuatkan bukti kas
keluar serta cheque / giro, kemudian diserahkan kepada kasir besar
untuk ditandatagani oleh pimpinan sebelum dibayarkan kepada
supplier.

d. Pencatatan

Dari faktur disalin dalam buku penerimaan barang yang


mencakup nama supplier, nama obat, banyaknya, harga satuan,
potongan harga, nomor urut dan harga. Setiap haari dijumlah, sehingga
diketahui banyaknya hutang. Faktur-faktur kemudian diserahkan
kepada tata usaha untuk diperiksa, lalu dibundel untuk menunggu
waktu jatuh tempo

e. Penyimpanan

Obat atau barang dagangan yang sudah dibeli tidak semuanya


langsung dijual, oleh karena itu harus disimpan dalam gudang terlebih
dahulu dengan tujuan antara lain :

i. Tidak dapat terkena sinar matahari langsung.


ii. Cukup almari, kuat dan dapat dikunci dengan baik.
iii. Tersedia rak yang cukup baik.
iv. Merupakan ruang tersendiri dalam komplek apotek.

Untuk penyimpanan sediaan obat dan alat kesehatan di apotek


disusun berdasarkan abjad, bentuk sediaan dan stabilitas atau
kesesuaian suhu pada penyimpanan obat.

31
i. Golongan obat

Penyimpanan obat berdasarkan golongan obat, seperti


obat bebas, bebas terbatas obat keras dan obat narkotik. Tidak
mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan standar yang
di tetapkan.

ii. Abjad

Penyimpanan obat berdasarkan abjad, seperi obat yang di


beli bebas sampai obat yang harus di sertai dengan resep dokter.
Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan
standar yang di tetapkan.

iii. Bentuk sediaan

Penyimpanan obat berdasarkan bentuk sediaannya,


seperti sirup bebas, sirup ASKES, salep, injeksi, cairan dan lain-
lain. Tidak mengalami masalah yang berarti dan sesuai dengan
standar yang di tetapkan.

iv. Suhu

Penyimpanan obat berdasarkan suhu penyimpanan agar


obat tidak rusak, seperti suppositoria dan insulin disimpan dalam
lemari es, supaya tidak merusak bentuk dan khasiatnya. Dalam
hal ini Penulis tidak melakukan pengecekan terhadap
penyimpanan berdasarkan suhu.

Akhir-akhir ini sudah menjadi mode digunakannya


lemari obat berbentuk rumah lebah, dan berkotak-kotak. Selain

32
menghemat ruang, tempat kerja pun menjadi rapih dan bersih.
Rak-rak obat dapat terbuat dari kayu dan besi.

Penyusunan obat dipakai sistem FIFO (First in First Out),


artinya obat-obatan yang masuk terlebih dahulu ke gudang,
terlebih dahulu keluarnya. Jadi yang terlebih dahulu masuk
diletakkan di depan sedangkan yang terakhir masuk diletakkan
dibelakang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan
obat yaitu :

 Pencatatan tanggal kadaluarsa setiap macam obat terutama


obat antibiotika, sebaiknya dicatat dalam buku tersendiri
 Untuk persediaan obat yang telah menipis jumlahnya perlu
dicatat dalam buku defecta, yang nantinya diberitahukan
kepada bagian yang bertanggungjawab dalam hal
pembelian.
f. Penyaluran

Penyaluran obat di apotek di bagi menjadi 2 macam cara,


diantaranya :

i. Resep

Resep yang dilayani ada 2 yaitu resep BPJS dan non


BPJS. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan
dokter hewan. Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab
apoteker pengelola apotek. Dalam hal pasien tidak mampu
menebus obat yang ditulis dalam resep, apoteker wajib
berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat alternatif.

Pelayanan resep didahului proses skrining resep yang


meliputi pemeriksaan kelengkapan resep, keabsahan dan tinjauan

33
kerasionalan obat. Resep yang lengkap harus ada nama, alamat
dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R
pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan
jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan lain
(iter, prn, cito) yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta
tanda tangan atau paraf dokter.

Tinjauan kerasionalan obat meliputi pemeriksaan dosis,


frekuensi pemberian, adanya polifarmasi, interaksi obat,
karakteristik penderita atau kondisi penyakit yang menyebabkan
pasien menjadi kontra indikasi dengan obat yang diberikan.

Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, mencampur,


mengemas dan memberi etiket pada wadah. Pada waktu
menyiapkan obat harus melakukan perhitungan dosis, jumlah
obat dan penulisan etiket yang benar. Sebelum obat diserahkan
kepada penderita perlu dilakukan pemeriksaan akhir dari resep
meliputi tanggal, kebenaran jumlah obat dan cara
pemakaian. Penyerahan obat disertai pemberian informasi dan
konseling untuk penderita beberapa penyakit tertentu.

Resep merupakan sarana pengubung antara dokter


sebagai pemeriksa / pendekteksi penyakit, penderita dengan
apoteker sebagai pengelola Apotek. Sehingga memerlukan
pengetahuan khusus sesuai dengan prosedur yang berlaku, maka
dokter sebagai penulis resep harus mendalami peraturan
perundang undangan tentang obat-obatan (S.P Men Kes RI
No.193/Keb/BVII/71.

Apabila dalam suatu resep terdapat kekeliruan atau


penulisan resep yang tidak tetap sehingga dapat membahayakan

34
pasien, maka apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep dan jika tidak dapat dihubungi penyerahan obat
dapat ditunda.

Penjualan obat melalui resep dapat dilakukan dengan alur


sebagai berikut:

1) Pasien membawa resep diserahkan kepada Apoteker/AA.


2) Apoteker/AA mengontrol apakah resepnya syah dan lengkap,
dosis sesuai atau belum, dan harga obatnya.
3) Kasir menerima uang berdasarkan harga yang telah dihitung,
memberi nomor pada resep, dan resep diserahkan
pada apoteker/AA.
4) Obatnya dibuat dan dilayani sesuai resep, diberi etiket
dengan dicantumkan tanggal, nomor, nama dan aturan pakai
oleh Apoteker/AA. Setelah itu, dilakukan pengontrolan
terhadap obatnya.
5) Obat diserahkan pada pasien. Pasien mengembalikan karcis
nomor resep.
6) Apoteker/AA memberikan informasi tentang penggunaan
obat dan lain-lain.
ii. Non resep

Pembelian obat yang dilakukan tidak menggunakan resep


atau penjualan obat bebas. Masalah yang sering dihadapi adanya
penyaluran obat Psikotropika yang disalurkan bebas tanpa
menggunakan resep dokter maupun petunjuk dokter, penyaluran
itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Apoteker wajib memberi informasi yang berkaitan


dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada

35
pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan
frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra
indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang
diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep
terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus
diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena
pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib
membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus
ditanda tangani oleh apoteker.

g. Pelaporan

Pelaporan di apotek antara lain :

1) Laporan harian merupakan laporan yang berisikan tentang barang


yang terjual, pengeluaran dan pemasukan obat yang masuk.
Laporan harian yang dilakukan telah sesuai dengan jumlah obat
yang masuk dan keluar setiap harinya.
2) Laporan bulanan biasanya berisi tentang laporan obat golongan
Narkotika, Psikotropika yang masuk dan keluar selama satu bulan.
3) Laporan harian yang biasanya dibuat di apotek sebelumnya obat
dicatat pada pagi hari, selanjutnya obat yang masuk dan keluar di
catat dalam buku stok kemudian obat di catat kembali pada sore
hari.
4) Laporan narkotika dan psikotropika dilakukan oleh seorang asisten
apoteker yang diserahkan pada dinas kesehatan setempat dan
BPOM, biasanya laporan narkotik dan psikotropika diserahkan
pada setiap bulan,dan disertai dengan surat pengantar dari apoteker
pengelola apotek (APA).

36
Dalam penulisan obat yang tergolong kedalam obat narkotika
dan psikotropika harus memenuhi syarat – syarat, diantaranya :

1) Ditulis oleh dokter serta di beri garis merah di bawah obat.


2) Resep berlaku hanya satu kali / tidak boleh disalin.
3) Ada alamat dokter.
4) Ada alamat pasien.

Obat yang sudah diberikan pada pasien harus dicatat dalam


buku pengeluaran obat, supaya memudahkan dalam mencatat
pelaporan akhir bulannya. Dalam pelaporan bulanan di apotek ternyata
ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan teori yang didapat dari
sekolah tidak sama dengan praktek yang ada di lapangan dikarnakan
adanya perubahan ketentuan mengenai pelaporan obat narkotika dan
psikotropika yang dikeluarkan oleh pemerintah.

h. Pemusnahan Obat dan Alat Kesehatan

Tata cara pemusnahan obat dan alat kesehatan adalah sebagai


berikut

1) Obat dan Alkes yang dimusnahkan harus memenuhi kriteria, yaitu


rusak, terjadi perubahan warna dan bentuk, sudah kadaluwarsa,
dan adanya pencabutan atau larangan dari BPOM atau adanya
ketentuan dari pihak berwenang untuk dimusnahkan.
2) Sebelum pemusnahan, harus memiliki izin dari Pemilik Sarana
Apotek/Apoteker Pengelola Apotek disertai usulan Panitia
Pemusnahan Obat dan Alkes.
3) Dibuat surat pemberitahuan kepada Dinas Kesehatan Kota bahwa
akan dilakukan pemusnahan obat dan alkes.
4) Pemusnahan obat dan alkes dilakukan dengan cara :

37
i. Dihancurkan : Obat Sirup, Injeksi Vial, Ampul/ Flacon,
Alkes
ii. Dilarutkan : Tablet, Kapsul, Puyer
iii. Ditanam : Salep yang dikeluarkan dari wadahnya (tube)
5) Dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh saksi
dari pihak apotek maupun Dinas Kesehatan.

2.18. Pengelolaan Resep dan Copy Resep

1. Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi,


dokter hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang- undangan
yang berlaku kepada seorang apoteker pengelola apotek untuk
menyediakan dan menyerahkan obat- obatan kepada pasien.

Dalam resep harus memuat :

a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter
hewan.
b. Tanggal penulisan resep (Inscriptio).
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep . Nama setiap obat
ataukomposisi obat (invocatio).
d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
e. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlah nya melebihi dosis maksimal

Resep yang mengandung narkotika harus ditulis tersendiri, yaitu:

38
a. Tidak boleh ada literasi (ulangan).
b. Ditulis nama pasien tidak boleh mihi.ipsi (m.i) = untuk pemakaian
sendiri.
c. Alamat pasien dan aturan pakai yang jelas.
d. Tidak boleh ditulis sudah tahu pemakaiannya (usus cognitus).
e. Ditulis oleh dokter serta di beri garis merah di bawah obat.
f. Resep berlaku hanya satu kali / tidak boleh disalin.
g. Ada alamat dokter.
h. Ada alamat pasien.

Untuk penderita yang segera memerlukan obatnya, dokter menulis


bagia kanan atas resep (CITO, STATIM, URGENT, P.I.M = berbahaya
bila ditunda) resep ini harus dilayani dahulu.

2. Copy Resep (APPOGRAPH, EXEMPLUM, AFSCHRIFT, SALINAN


RESEP)

Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Selain memuat
semua keterangan yang termuat dalam resep asli, copy resep harus
memuat pula :

a) Nama dan alamat apotek.


b) Nama dan nomer SIK apoteker pengelola apotek.
c) Tanda tangan atau paraf apoteker pengelola apotek.
d) Tanda det (detur) untuk obat yang sudah diserahkan, atau tanda ne det
(ne detur) untuk obat yang belum diserahkan.
e) Nomor resep dan tanggal pembuatan.
f) Salinan resep harus ditanda tangani apoteker. Apabila apoteker
pengelola apotek berhalangan, penandatanganan atau paraf pada
salinan resep dapat dilakukan oleh apoteker pendamping atau apoteker

39
pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang
bersangkutan.
g) Resep bersifat rahasia.

h) Resep harus disimpan di Apotek dengan baik paling singkat 5


(lima) tahun.
i) Resep atau salinan Resep hanya dapat diperlihatkan kepada
dokter penulis Resep, pasien yang bersangkutan atau yang
merawat pasien, petugas kesehatan atau petugas lain yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
j) Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping, atau pengganti
diizinkan untuk menjual obat keras yang disebut daftar obat wajib
apotek tanpa resep. Daftar obat tersebut ditetapkan oleh menteri
kesehatan.

2.19. Pengelolaan Resep yang Telah Dikerjakan

1. Resep yang telah dibuat disimpan menurut urutan tanggal dan


penerimaan/pembuatan resep.
2. Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya,
ditandai garis merah dibawah nama obatnya.
3. Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dan cara
pemusnahannya adalah dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang
memadai.
4. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker pengelola apotek bersama
sekurang-kurangnya seorang petugas apotek. Pada pemusnahan resep
harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai dengan bentuk yang telah
ditentukan dalam rangkap empat dan ditanda tangani oleh apoteker
pengelola apotek dan seorang petugas apotek yang ikut memusnahkan.

40
Berita acara pemusnahan ini harus disebutkan :
1. Hari dan tanggal pemusnahan.
2. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.
3. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram (kg).

2.20. Penggolongan Obat

Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat


dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta
pengamanan distribusi.

Penggolongan obat ini terdiri dari : obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika

1) Obat Bebas

Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12


Tahun1994 tentang izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat
bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep
dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras,
obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI..

Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor


2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk obat bebas dan untuk
obat bebas terbatas.

Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau


dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

41
Gambar II.1 Penandaan Obat Bebas

2) Obat Bebas Terbatas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-


obatan ke dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian
obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada
pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi
persyaratan sebagai berikut :

1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya
atau pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus dicantumkan
tanda.
3. Tanda tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm
dan memuat pemberian berwarna putih. Tanda peringatan seperti
contoh dibawah ini :

Gambar II.2 Peringatan Obat Bebas Terbatas

42
Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas
terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna
hitam, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar II.3 Penandaan Obat Bebas Terbatas

3) Obat Keras

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang


menetapkan/memasukkan obat-obatan kedalam daftar obat keras,
memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat yang ditetapkan
sebagai berikut :

1) Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan


bahwa obat itu hanya boleh diserahkan denagn resep dokter.
2) Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk
dipergunakan secara parenteral.
3) Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah
dinyatakan secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan
kesehatan manusia.

Contoh :

 Andrenalinum

43
 Antibiotika
 Antihistaminika, dan lain-lain

Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri


Kesehatan RI No. 02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat
Keras daftar G adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis
tepi berwarna hitam dengan hurup K yang menyentuh garis tepi”,
seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar II.4 Penandaan Obat Keras

4) Obat Golongan Narkotika

Pengertian Narkotika menurut undang-undang Nomor 35 tahun


2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang
dapat dibedakan kedalam golongan I, II, III.

Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009 narkotika dibagai 3 golongan


yakni : (6)

1. Narkotika golongan 1

44
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh: ganja, papaver somniverum, cocain
(Erythroxylon coca), opium mentah, opium masak, heroin, Etorfin dan
lain-lain.

2. Narkotika golongan II

Narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan digunakan dalam


pilihan terakhir dan akan digunakan dalam terapi atau buat
pengembangan ilmu pengetahuan serta memiliki potensi tinggi
menimbulkan ketergantungan. Contoh: fentanil, morfin, petidin,
tebaina, ekgonina dan lain-lain.

3. Narkotika golongan III

Narkotika yang digunakan dalam terapi atau pengobatan dan


untuk pengembangan pengetahuan serta menimbulkan potensi ringan
serta mengakibatkan ketergantungan. Contoh : etil morfin, codein,
propiran, nikokodina, polkodina, norkodeina dan lain-lain.

Gambar II.5 Penandaan Obat Narkotika

5) Obat Psikotropika

45
Pengertian psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun
1997 tentang psiktropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.(7)

Psikotropika dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

1) Golongan I

Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan


untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma
ketergantungan.

Contoh : Lisergida dan Psilosibina.

2) Golongan II

Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan dapat digunakan dalam terapi atau ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan.
Contoh : Amfetamina dan Metakualon.

3) Golongan III

Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan


dan banyak digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensisedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan.

Contoh: Amobarbitaldan Phenobarbital.

4) Golongan IV

46
Golongan IV adalah psikotropika berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan.

Contoh : Diazepam dan Klordiazepoksida.

6) Prekursor

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik


Indonesia Nomor 40 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Prekursor Farmasi dan
Obat Mengandung Prekursor Farmasi.

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan
dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium
permanganat.
7) Obat-Obat Tertentu
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat
Tertentu Yang Sering Disalahgunakan
Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang
selanjutnya disebut dengan Obat-Obat Tertentu, adalah obat-obat yang
bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika dan
Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung
Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau
Haloperidol.

47
2.21. Pengelolaan Narkotika

Tujuan diadakannya pengelolaan narkotika adalah untuk mencegah


penyalahgunaan obat narkotika dan psikotropika. Sehingga obat-obat
narkotika dan psikotropika harus ditangani secara khusus.

Sesuai dengan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, undang-


undang tentang narkotika bertujuan untuk:

1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan


dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa indonesia dari
penyalahgunaan narkotika;memberantas peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika; dan
3. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalah
guna dan pecandu narkotika.

Narkotika berdasarkan UU 35 tahun 2009, adalah zat atau obat yang


berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis,
yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang ini. Dalam pasal 6 UU Nomor 35 tahun
2009, narkotika digolongkan ke dalam narkotika golongan I, narkotika
golongan II, dan narkotika golongan III.

Berdasarkan Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2009 tentang


narkotika, narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Narkotika golongan i dilarang digunakan untuk kepentingan pelayanan

48
kesehatan. Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan i dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.

Menurut UU No. 35 tahun 2009, narkotika yang berada dalam


penguasaan industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat,
balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib disimpan
secara khusus, serta wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan
berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada
dalam penguasaannya.

Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanan dan ketentuan


mengenai pelaporan dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas
rekomendasi dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa teguran,
peringatan. denda administratif, penghentian sementara kegiatan, atau
pencabutan izin.

Dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika, dinyatakan bahwa


narkotika hanya dapat disalurkan oleh industri farmasi, pedagang besar
farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah sesuai dengan
ketentuan dan wajib memiliki izin khusus penyaluran narkotika dari Menteri.
Menurut Permenkes No. 3 tahun 2015, Izin khusus penyaluran dari Menteri
berupa Izin Khusus Produksi Narkotika, Izin Khusus Impor Narkotika, atau
Izin Khusus Penyaluran Narkotika.

Izin khusus penyaluran narkotika bagi sarana penyimpanan sediaan


farmasi pemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan pendirian sarana
penyimpanan sediaan farmasi tersebut tidak dikeluarkan oleh Kepala Badan

49
Pengawas Obat dan Makanan. Yang dimaksud dengan “industry farmasi, dan
pedagang besar farmasi” adalah industri farmasi, dan pedagang besar farmasi
tertentu yang telah memiliki izin khusus untuk menyalurkan narkotika. (UU
No. 35 Tahun 2009)

Industri farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada


pedagang besar farmasi tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi
pemerintah tertentu, dan rumah sakit. Pedagang besar farmasi tertentu hanya
dapat menyalurkan narkotika kepada pedagang besar farmasi tertentu lainnya,
apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, rumah sakit,
dan lembaga ilmu pengetahuan. Sedangkan sarana penyimpanan sediaan
farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan narkotika kepada
rumah sakit pemerintah, pusat kesehatan masyarakat, dan balai pengobatan
pemerintah tertentu. Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh
pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (UU No.
35 Tahun 2009)

Yang dimaksud dengan “sarana penyimpanan sediaan farmasi


pemerintah tertentu” adalah sarana yang mengelola sediaan farmasi dan alat
kesehatan milik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah
Daerah, TNI dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Badan Usaha Milik
Negara, dan Badan Usaha Milik Daerah dalam rangka pelayanan kesehatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan ”rumah sakit” adalah rumah sakit yang
telah memiliki instalasi farmasi memperoleh Narkotika dari industry farmasi
tertentu atau pedagang besar farmasi tertentu. (UU No. 35 Tahun 2009)

Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2009, dinyatakan bahwa Penyerahan


Narkotika hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dan dokter. Apotek hanya dapat menyerahkan

50
Narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya,
balai pengobatan, dokter. dan pasien. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan
masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika
kepada pasien berdasarkan resep dokter. Narkotika dalam bentuk suntikan
dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh di
apotek.

Sesuai dengan Permenkes No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran,


Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi, penyerahan narkotika dan psikotropika oleh apotek kepada
dokter hanya dapat dilakukan dalam hal:

1. Dokter menjalankan praktik perorangan dengan memberikan narkotika


dan psikotropika melalui suntikan; dan/atau
2. Dokter menjalankan tugas atau praktik di daerah terpencil yang tidak ada
apotek atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Penyerahan harus berdasarkan surat permintaan tertulis yang


ditandatangani oleh dokter yang menangani pasien.

Menurut Permenkes No. 3 tahun 2015, tata cara penyimpanan


narkotika yaitu sebagai berikut:

1. Tempat penyimpanan Narkotika di fasilitas produksi, fasilitas distribusi,


dan fasilitas pelayanan kefarmasian harus mampu menjaga keamanan,
khasiat, dan mutu Narkotika.
2. Tempat penyimpanan Narkotika dapat berupa gudang, ruangan, atau
lemari khusus.
3. Tempat penyimpanan Narkotika dilarang digunakan untuk menyimpan
barang selain Narkotika.
4. Gudang khusus harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

51
a. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang
dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
b. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
d. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker
penanggung jawab; dan
e. Kunci gudang dikuasai oleh apoteker penanggung jawab dan pegawai
lain yang dikuasakan.
5. Ruang khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
c. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
d. Kunci ruang khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
e. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk.
6. Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Terbuat dari bahan yang kuat;
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
c. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi
farmasi pemerintah;
d. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, instalasi farmasi
klinik, dan lembaga ilmu pengetahuan ; dan
e. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.

52
Penyimpanan Narkotika wajib memenuhi Cara Produksi Obat yang
Baik, Cara Distribusi Obat yang Baik, dan/atau standar pelayanan
kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Menurut Permenkes No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran,


Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi, pemusnahan Narkotika, hanya dilakukan dalam hal:

1. Diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku


dan/atau tidak dapat diolah kembali;
2. Telah kadaluarsa;
3. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan
dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa
penggunaan;
4. Dibatalkan izin edarnya; atau
5. Berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi


Farmasi Pemerintah, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi
Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko Obat.
(Permenkes No. 3 tahun 2015)

Menurut Permenkes No. 3 tahun 2015, dinyatakan bahwa pemusnahan


narkotika yang berhubungan dengan tindak pidana dilaksanakan oleh instansi
pemerintah yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Berdasarkan Permenkes No. 3 tahun 2015, pemusnahan narkotika


harus dilakukan dengan tidak mencemari lingkungan dan tidak
membahayakan kesehatan masyarakat. Pemusnahan Narkotika dilakukan

53
oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika dan saksi.
Pemusnahan Narkotika dengan tahapan sebagai berikut:

1. Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan


kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktek perorangan menyampaikan
surat pemberitahuan dan permohonan saksi kepada:
a. Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi
Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat;
b. Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat
dan Makanan setempat, bagi Importir, Industri Farmasi, PBF,
Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi; atau
c. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai
Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi
Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi Pemerintah
Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
2. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas
Kesehatan Provinsi, Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menetapkan petugas di
lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat
permohonan sebagai saksi.
3. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan.
4. Narkotika dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan produk ruahan
harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang
berwenang sebelum dilakukan pemusnahan.
5. Narkotika dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian kebenaran
secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

Dalam Permenkes No. 3 tahun 2015, dikatakan bahwa penanggung


jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan

54
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan
pemusnahan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita
Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:

1. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;


2. Tempat pemusnahan;
3. Nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas
pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;
4. Nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana
tersebut;
5. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan;
6. Cara pemusnahan; dan
7. Tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas
distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan lembaga/ dokter
praktik perorangan dan saksi.

Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan


tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala
Badan/Kepala Balai. (Permenkes No. 3 tahun 2015)

Sesuai dengan Permenkes No. 3 tahun 2015 tentang Peredaran,


Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan
Prekursor Farmasi, apotek wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan
dan/atau pengeluaran narkotika. Pencatatan paling sedikit terdiri atas:

1. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan narkotika;


2. Jumlah persediaan;
3. Tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan
4. Jumlah yang diterima;
5. Tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran/penyerahan;
6. Jumlah yang disalurkan/diserahkan;

55
7. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan; dan
8. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.

Pencatatan yang dilakukan harus dibuat sesuai dengan dokumen


penerimaan dan dokumen penyaluran termasuk dokumen impor, dokumen
ekspor dan/atau dokumen penyerahan. Seluruh dokumen pencatatan, dokumen
penerimaan, dokumen penyaluran, dan/atau dokumen penyerahan termasuk
surat pesanan narkotika wajib disimpan secara terpisah paling singkat 3 (tiga)
tahun. (Permenkes No. 3 tahun 2015)

Permenkes No. 3 tahun 2015 menyatakan bahwa apotek wajib


membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan
penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai
setempat. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) paling sedikit terdiri
atas:

1. Nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau


Prekursor Farmasi;
2. Jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
3. Jumlah yang diterima; dan
4. Jumlah yang diserahkan.

2.22. Pengelolaan Psikotropika

UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika menyatakan bahwa


psikotropika adalah zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah maupun
sintesa yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku.

56
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika,
tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:

1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan


kesehatan dan ilmu pengetahuan.
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika.

Menurut UU No.5 tahun 1997 pemesanan psikotropika menggunakan


surat pesanan yang telah ditandatangani oleh apoteker kepada PBF atau pabrik
obat. Penyerahan psikotropika oleh apoteker hanya dapat dilakukan untuk
apotek lain, Rumah Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, dokter dan
pelayanan resep dokter.

Penyimpanan obat golongan psikotropika belum diatur oleh peraturan


perundang-undangan. Obat-obat psikotropik cenderung disalahgunakan, maka
disarankan penyimpanan obat-obat golongan psikotropika diletakan tersendiri
dalam rak atau lemari khusus.

Penggunan psikotropika perlu dilakukan monitoring dengan mencatat


resep-resep yang berisi psikotropika dalam buku register psikotropika yang
berisi nomor, nama sediaan, satuan, persediaan awal, jumlah pemasukan,
nama PBF, nomor faktur PBF, jumlah pengeluaran, persediaan akhir, nama
pasien dan nama dokter.
Penyerahan psikotropika menurut pasal 14 UU No. 5 tahun 1997:

1. Penyerahan psikotropika dalam rangka peredaran hanya dapat dilakukan


oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan dan dokter.
2. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan
kepada pengguna/pasien.

57
3. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada
pengguna/pasien.
4. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan resep dokter.
5. Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam hal:
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil.
6. Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud hanya dapat
diperoleh dari apotek.

Laporan penggunaan psikotropika dikirim kepada Dinas Kesehatan


dan Kesejahteraan Sosial, Balai Besar POM , dan untuk arsip apotek..
Laporan bulanan psikotropika berisi nomor urut, nama sediaan jadi (paten),
satuan, jumlah awal bulan, pemasukan, pengeluaran, persediaan akhir bulan
serta keterangan.

2.23.Pengelolaan Prekursor

Pengelolaan Obat Mengandng Prekusor Farmasi diapotek

Menurut Peraturan BPOM RI Nomor 40 Tahun 2013 :

A. Pengadaan

Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus berdasarkan

1. Surat Pesanan (SP).

SP harus :

58
a. Asli dan dibuat tindasan sebagai arsip

b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping


dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan
kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan alamat jelas, nomor
telepon/faksimili, nomor ijin,dan stempel);

c. Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/Pedagang Besar Farmasi (PBF)


tujuan pemesanan;Pemesanan antar apotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak
misalnya pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan
jumlah obat yang diresepkan.

d.Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi,jumlah,bentuk sediaan


obat.

e. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain
yang dapat tertelusuri, dan

f. Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari
surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.

g. Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon


yang berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat
serah terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis
yang sulit transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat
pesanan asli dikirim tersendiri.

2. Apotek yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Apotek harus membuat
SP
sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF.

59
 Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan tersebut
harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
 Apabila SP Apotek tidak bisa dilayani, Apotek harus meminta surat
penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF.
 Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi, harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau
Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:

a. Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor


Farmasi,
jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;

b. Nomor bets dan tanggal kadaluwarsa;

c. Apabila butir a, b dan/atau kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan rusak,
terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP,maka obat tersebut harus dikembalikan
kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur
penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri Farmasi/PBF pengirim.Setelah
dilakukan pemeriks, Apoteker Penanggung Jawab atau tenaga
teknis kefarmasian wajib menandatangani faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman
Barang (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA / SIKTTK dan
stempel Apotek.

B. Penyimpanan

 Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di tempat yang aman


berdasarkan analisis risiko masing-masing Apotek.
 Apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang disimpan tidak
dalam wadah asli, maka wadah harus dilengkapi dengan identitas obat
meliputi nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan,
nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen.

60
 Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung Prekursor
Farmasi yang:

a. Rusak;

b. Kadaluwarsa;

c. Izin edar dibatalkan

sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada Industri Farmasi/PBF.

 Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan


sekali.
 Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan
mendokumentasikan hasil investigasi.

C. Penyerahan

 Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi harus memperhatikan


kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi.
 Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi diluar kewajaran harus
dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping
setelah dilakukan screening terhadap permintaan obat.
 Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pembelian obat mengandung
Prekursor Farmasi:

a. Pembelian dalam jumlah besar, misalnya oleh Medical Representative/Sales


dari Industri Farmasi atau PBF;

b. Pembelian secara berulang-ulang dengan frekuensi yang tidak wajar;

61
D. Pemusnahan

 Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat mengandung Prekursor Farmasi yang


rusak dan kadaluwarsa.
 Harus tersedia daftar inventaris Obat Mengandung Prekursor Farmasi yang
akan dimusnahkan mencakup nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan,
isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor bets, dan tanggal daluwarsa.
 Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan
diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh
penanggung jawab apotek dan disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai
POM dan/atau Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat. Kegiatan ini
didokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh
pelaku dan saksi
 Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus
ditandatangani juga oleh saksi dari pihak ketiga.

E. Pencatatan dan Pelaporan

 Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari


pengadaan, penyimpanan, penyerahan, dan pemusnahan secara tertib dan
akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab.
 Catatan sebagaimana dimaksud pada butir F.1 sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor

bets, tanggal kadarluwarsa,dan nama prodesen

b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan;

c. Tujuan penyerahan.

 Apoteker Penanggung Jawab Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan


serta mengirimkan laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung

62
Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan
tablet/kapsul/kaplet/injeksi )Laporan sebagaimana dimaksud pada butir F.1
adalah:

a. laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi


dan efedrin Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi

b. laporan kehilangan dan

c. laporan pemusnahan obat mengandung Prekursor Farmasi Pelaporan


dikirimkan kepada Badan POM cq.Direktorat Pengawasan Napza dengan
tembusan ke Balai Besar/Balai POM.

 Setiap apotek wajib menyimpan dokumen dan informasi seluruh kegiatan


terkait pengelolaan obat mengandung Prekursor Farmasi dengan tertib, akurat
dan tertelusur.Dokumentasi meliputi:

a. Pengadaan;

b. Penyimpanan;

c. Penyerahan;

d. Penanganan obat kembalian;

e. Pemusnahan dan

f. Pencatatan dan Pelaporan.

 Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian, SPB, bukti retur, nota
kredit dari Industri Farmasi/PBF/Apotek pengirim, wajib diarsipkan menjadi
satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari
dokumen obat lain.
 Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara sistem
elektronik yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan ditelusuri pada saat

63
diperlukan. Apabila memiliki dokumentasi dalam bentuk manual dan
elektronik, data manual harus sesuai dengan data elektronik.
 Apabila dokumentasi hanya dilakukan secara sistem elektronik, harus tersedia
Standar Prosedur Operasional terkait penanganan sistem tersebut jika tidak
berfungsi.

BAB III

PEMBAHASAN

3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)

64
1. Praktik Kerja Lapangan (PKL) bertempat di Apotek Warakas Sisma
Pharma Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 4
April 2019 sampai dengan 4 Juni 2019.
2. Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Warakas Sisma Pharma
dilakukan secara individu dilakukan 2 shift
3. Shift pagi yang waktu prakteknya dilaksanakan mulai pukul 08.00 sampai
dengan pukul 15.00, Shift siang dimulai pukul 15.00 sampai dengan pukul
22.00

3.2.Tentang Apotek Warakas Sisma Pharma

1. Sejarah Apotek Warakas Sisma Pharma

Apotek Warakas Sisma Pharma berdiri pada tanggal 1 September


1971, yang berlokasi di Jalan Warakas Raya No. 5b Tanjung Priok Jakarta Utara.
Apotek warakas adalah bagian usaha dari PT. Sismadi Mancorpindo dan apotek
warakas merupakan apotek pertama yang didirikan oleh seorang dokter Spesialis
Bedah yang bernama dr. H.Sismadi Partodimulyo, Sp.B,MBA

Sejak di jakarta membuka praktek di Jl. Gembira No.18 Tanjung Priok Jakarta Utara
untuk masyarakat yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah. Pengambilan obat
pasien yang awalnya diberikan langsung di tempat praktek kemudian berpindah ke
rumah dr. Sismadi di Jl. Gembira No.10 Tanjung Priok Jakarta Utara. Apotek tersebut
mula-mula memanfaatkan ruang tamu dan obat-obatan di tata layaknya toko obat.

Pada tanggal 1 September 1971 apotek pindah ke jalan warakas dengan nama apotek
warakas. Tenaga kerjanya melibatkan keluarga dan orang-orang daerah yang tinggal
di rumah dr. Sismadi.

Hingga saat ini apotek warakas memiliki cabang berupa rumah sakit, klinik dan
apotek baik di dalam maupun di luar jakarta.

Sebagai persyaratan berdirinya apotek warakas adalah sebagai berikut :

65
1. Pada Agustus 1982 atas permohonan Drs. RF Tjahayono
Wibisono untuk memperoleh surat izin pengelolaan apotek.
2. Pada tanggal 29 Desember 1982 dikeluarkan surat izin
pengelolaan apotek dengan nomor : 1887//SIPA/82
3. Pada tanggal 31 Desember 1985 dengan nomor :
4979/Kanwil/POM-1/XII/85, Apotek warakas memiliki izin untuk
buka khusus diluar ketentuan jam buka biasa yaitu hari minggu
08.00 – 12.00 dan 17.00 – 20.00 WIB.
4. Pada Januari 1984, dikeluarkan surat izin apotek sebagai
penyesuaian izin apotek dengan nomor : 439/Kanwil/SIA/71/94
5. Pada Juli 2010 atas permohonan Helda Arifin S.Si.,Apt untuk
memperoleh surat izin pengelola apotek.
6. Pada tanggal 29 Juli 2010 dikeluarkan surat izin apotek dengan
nomor : AP.245/2.30.07/0000000/SUDIN KES/07.10.

3.3 Struktur Organisasi Apotek Warakas Sisma Pharma

PT. SISMA MEDIKA INTERNASIONAL

MANAGER APOTEK APOTEKER

66
KURIR/RT AKUNTANSI GUDANG KASIR ASISTEN APOTEKER

A. Susunan karyawan
Apotek warakas sisma pharma dibuka setiap hari dan dibagi 2 shift yaitu shift
pagi dimulai pada pukul 08.00 – 15.00 WIB dan shift sore dimulai pada pukul
15.00 – 22.00 WIB dan untuk hari Minggu di izinkan buka 7 jam yaitu shift
pagi dimulai dari pukul 08.00 -12.00 WIB dan shift sore dimulai pukul 17.00
– 20.00 WIB jumlah karyawan yang bekerja pada masing-masing shift antara
lain :
1. Apoteker 1 orang
2. Asisten apoteker 2 orang
3. Kasir 2 orang
4. Gudang 1 orang
B. Tugas dan Tanggung jawab
Adanya struktur organisasi menunjukkan bahwa telah adanya pelimpahan
serta pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Sehingga
akan memudahkan dalam pengawasan dan setiap karyawan harus bekerja
dengan efisien dan berdaya guna sesuai dengan job description masing-
masing dan bertanggung jawab terhadap atasnnya.
Kasir bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang harus
dilengkapi dengan pendukung berupa kwitansi dan nota yang sudah diparaf
pengelola apotek dan melayani penjualan obat bebas. Kasir bertanggung

67
jawab langsung kepada pengelola apotek atas kebenaran jumlah uang dan
dapat dipercaya.
Petugas gudang bertugas dalam hal penyimpanan, penginputan persediaan
obat yang masuk, mencatat setiap keluar masuknya obat di kartu stock obat
yang telah di siapkan di apotek, serta bertanggung jawab pada pengadaan
barang dan pemesanan barang yang mulai habis kepada Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
Asisten apoteker bertugas dalam hal meracik obat sesuai dengan permintaan
resep. Asisten Apoteker, bertanggung jawab kepada APA.

D.Kegiatan di Apotek Warakas Sisma Pharma


Secara garis besar kegiatan yang dilakukan di Apotek Warakas Sisma Pharma
meliputi kegiatan teknis farmasi dan non farmasi.
1.Kegiatan Teknis Farmasi
a. Pengadaan obat
Pengadaan obat di apotek warakas sisma pharma dilakukan dengan
cara pemesanan melalui telepon atau sales yang datang ke Apotek
dengan menggunakan surat pesanan obat kepada PBF.Khusus obat
golongan narkotik,pemesanan hanya dilakukan di PBF Kimia Farma
dengan terlebih dahulu membuat surat pesanan khusus
narkotik,dengan sistem pembayaran cash on delivery (COD),artinya
harus bayar langsung pada saat obat datang.Surat pesanan narkotik
dibuat empat rangkap dan tiap surat pesanan hanya berisi satu jenis
obat.Pertimbangan dalam memilih PBF dilihat dari penyalur resmi
obat tersebut,pelayanan cepat dan tepat dan adanya bonus diskon maka
itu yang di pilih.Sebelum melakukan pembelian mengacu pada buku
defecta yang berisi barang barang yang kosong.Obat yang dikirim oleh
PBF melalui sales atau loper diperiksa kembali apakah obat yang
datang sesuai dengan surat pesanan dan mengecek tanggal

68
kadarluwarsa,kemasan dan jumlah obat,kemudian obat diterima.Faktur
ditanda tangani dan diberi stempel apotek.Jadi sistem pemebelian
barang atau obat menggunakan hand to mouth buying.

b. Penyimpanan obat
Obat yang sudah diterima di input langsung ke sistem SISMAP.Obat
disimpan dalam lemari yang tidak langsung menyentuh lantai atau
dinding,tidak lembab dan bebas dari hewan pengerat.Obat disusun
berdasarkan abjad,sifat kimia,indikasi dan bentuk sediaan.Sistem
penyimpanan obata tau perbekalan farmasi di Apoteke warakas sisma
pharma menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expired First Out) yaitu obat yang terlebih dahulu masuk dan
yang tanggal kadarluwarsa lebih awal harus keluar terlebih dahulu.

c. Pelayanan Obat
Pelayanan obat di Apotek warakas sisma pharma terbagi atas dua
bagian yaitu pelayanan pembelian obat bebas dan dengan resep.

1) Pelayanan obat bebas


Obat bebas,obat bebas terbatas dan obat wajib apotek dapat
dibeli diapotek tanpa resep dokter.Khusus untuk obat wajib
hanya jika pasien datang dengan indikasi dan hanya Apoteker
dan Asisten Apoteker yang boleh menyerahkan.Pelayanan obat
dilakukan dengan cara melayani pembeli dengan
ramah,sopan,penuh simpati dan bersedia memberikan
informasi kepada pasien sebaik mungkin yang diminta pasien.
2) Pelayanan resep
3) Pelayana resep sepenuhnya adalah tanggung jawab Apoteker
pengelola Apotek dan diatu oleh Asisten Apoteker.Apoteker

69
wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat.Apotek tidak diIzinkan mengganti obat generik
yang ditulis dalam resep dengan obat paten,dalam hal ini
pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam
resep.apoteker wajib berkonsultasi dengan Dokter jika obat
yang ditulis Dokter tidak tersedia di Apotek dan Dokter
memberikan alternatif obat penggantinya.Apoteker dan Asisten
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
obat yang akan di serahkan kepada pasien meliputi penggunaan
obat secara tepat,aman dan rasional.

2.Kegiatan Non Teknis Farmasi


a.Pembukuan

Pembukuan perlu dilakukan untuk mendokumentasikan seluruh


kegiatan Apotek dan seluruh transaksi transaksi yang telah
dilaksankan.Buku-buku harian yang digunakan adalah :
1) Buku kas,buku laporan keuangan.
2) Buku kasir,buku penjualan barang dan transaksi penjualan.
3) Buku gudang,buku keluar masuknya barang dan penerimaan
barang.

b.Pelaporan

Semua kegiatan di Apotek dikontrol oleh Dinas kesehatan dan BPOM


termasuk dalam hal pelaporan.Oleh karena itu Apotek warakas sisma pharma
melakukan pelaporan obat bebas,OKT dan generik tiap satu bulan sekali
kepada Dinas Kesehatan Jakarta Utara,Dinas kesehatan Propinsi dan

70
BPOM.Stock opname dilakukan setahun dua kali,dilakukan pada akhir tahun
yang ditunjukkan untuk mengetahui laba dan rugi Apotek.Pada saat stock
opname Apotek ditutup agar tidak adanya barang yang keluar dan barang
masuk.

Di Apotek sisma pharma ada bagian khusus menyusun resep yang


telah dikerjakan menurut tanggal dan nomor urut penerimaan atau pembuatan
resep.Resep yang mengandung obat golongan narkotik dan psikotropik
dipisahkan dari resep lainnya dan disimpan dalam tempat tersendiri.Untuk
pelaporan resep harus dituliskan jumlah resep yang masuk dengan
mencantumkan harga dari masing-masing resep.Resep yang telah disimpan
melebihi jangka waktu tiga tahun dapat dimusnakan dan akan dibuat berita
acara pemusnahan memuat hari dan tanggal pemusnahan,tanggal terawal dan
terakir resep,berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram dan ditanda
tangani oleh Apoteker Pengelola Apotek dan seorang petugas apotek yang
ikut dimusnahkan.

BAB IV

PENUTUP
4.1. Kesimpulan :

1. Untuk meningkatkan pemahaman kepada mahasiswa/i mengenai hubungan


teori dan penerapannya dalam pelayanan kefarmasian, menambah wawasan
dan pengalaman serta gambaran aplikasi ilmu yang diperoleh selama kegiatan
perkuliahan.

71
2. Meningkatkan kreatifitas dan inisiatif mahasiswa terhadap permasalahan yang
terjadi, dan meningkatkan kemampuan professional dan tata cara
bersosialisasi di dalam dunia kerja.

3. Untuk mengetahui gambaran umum pekerjaan peserta magang di pelayanan


kefarmasian yaitu: dalam perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan,pelaporan dan pemusnahan dan kegiatan rutin seperti kegiatan
teknis kefarmasian (penjualan dan peracikkan) yang keseluruhan
kegiatan dilakukan oleh seluruh karyawan yang dikepala oleh Apoteker.

4.2.Saran :

1. Perlu adanya ruangan khusus untuk melakukan konseling dengan pasien,agar


pasien lebih nyaman pada saat melakukan konseling dengan apoteker.
2. Harus lebih memperhatikan lemari khusus Narkotik dan Psikotropik dengan
menggunakan lemari dengan dua pintu dan kunci ganda

72
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


695/MENKES/PER/VI/2007 tentang Perubahan Masa Bakti Apoteker.Perubahan
atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor
149/MENKES/PER/II/1998 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti
Apoteker. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MENKES/PER/X/1993


tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

73
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republiik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registerasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan


Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang perubahan


atas peraturan pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Pengelolaan Apotek.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2017 Apotek.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Repoblik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang


Peredaran, Penyimpanan,Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,Psikotropika dan
Prekursor Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Tenaga


Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang


Prekursor.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Menteri Kesehatan Republiik Indonesia Nomor


889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registerasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

74
75

You might also like