Professional Documents
Culture Documents
i
KATA PENGANTAR
ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
3) Obat Keras .......................... Error! Bookmark not defined.
4) Obat Golongan Narkotika ... Error! Bookmark not defined.
5) Obat Psikotropika ............... Error! Bookmark not defined.
6) Prekursor ............................. Error! Bookmark not defined.
7) Obat-Obat Tertentu ............. Error! Bookmark not defined.
2.21. Pengelolaan Narkotika .................... Error! Bookmark not defined.
2.22. Pengelolaan Psikotropika ................ Error! Bookmark not defined.
2.23.Pengelolaan Prekursor ..................... Error! Bookmark not defined.
BAB III PEMBAHASAN ...................................... Error! Bookmark not defined.
3.1.Waktu dan Tempat Pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
........................................................ Error! Bookmark not defined.
3.2.Tentang Apotek Warakas Sisma Pharma......... Error! Bookmark not
defined.
1. Sejarah Apotek Warakas Sisma Pharma .. Error! Bookmark not
defined.
3.3Struktur Organisasi Apotek Warakas Sisma Pharma ............. Error!
Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP ............................................... Error! Bookmark not defined.
4.1. Kesimpulan : ..................................... Error! Bookmark not defined.
4.2. Saran : .............................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tenaga kefarmasian merupakan salah satu tenaga kesehatan yang
dibentuk untuk melaksanakan upaya kesehatan secara baik dan profesional.
Tenaga teknis kefarmasian yang membantu apoteker dalam menjalankan
pekerjaan kefarmasian salah satunya adalah jurusan farmasi. Pekerjaan
kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan,
keseimbangan, dan perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat.
Ahli farmasi harus memiliki kompetensi yang tinggi serta memiliki
keterampilan. Jurusan Farmasi di Universitas 17 Agustus 1945 sebagai salah
satu instansi pendidikan yang berlandaskan pendidikan kesehatan khususnya
dibidang kefarmasian. Salah satu upaya yang dapat dilakukan diantaranya
adalah dengan memberikan pengalaman kerja nyata yang disebut Praktek
Kerja Lapangan (PKL).
BAB II
2
TINJAUAN UMUM
2.1. APOTEK
3
Menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
9 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Pasal 16. Apotek
menyelenggarakan fungsi :
4
2.2. Ketentuan Umum dan Peraturan Perundang-undangan Tentang Apotek
5
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi,atau dokter
hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik
untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat
kesehatan bagi pasien.
11. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika.
12. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan yang
tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis,
menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit,
memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan
memperbaiki fungsi tubuh.
13. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan untuk
penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
14. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia.
15. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang selanjutnya
disebut Kepala Balai POM adalah kepala unit pelaksana teknis di
lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
16. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut
Kepala Badan, adalah Kepala Badan yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat dan makanan.
17. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah kepala daerah sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
18. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal pada Kementerian Kesehatan
yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kefarmasian dan alat
kesehatan.
19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
6
2.3. Persyaratan Pendirian Apotek
7
apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang
sejenis.
8. Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi:
a. Penerimaan Resep;
b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan
d. Konseling
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. Arsip
9. Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. Instalasi air bersih;
b. Instalasi listrik;
c. Sistem tata udara; dan
d. Sistem proteksi kebakaran.
10. Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
11. Peralatan antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas
obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, sistem pencatatan mutasi
obat, formulir catatan pengobatan pasien dan peralatan lain sesuai dengan
kebutuhan.
12. Formulir catatan pengobatan pasien merupakan catatan mengenai riwayat
penggunaan Sediaan Farmasi dan/atau Alat Kesehatan atas permintaan
tenaga medis dan catatan pelayanan apoteker yang diberikan kepada
pasien.
8
izin apotek (SIA) adalah Surat yang diberikan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker bekerja sama dengan pemilik
sarana untuk membuka Apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang
pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib
melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan
pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan
tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
9
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker
7. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima permohonan
dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen administratif
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek dengan
menggunakan Formulir 2.
9. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan setempat
yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
10. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA dengan
tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan
Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
10
surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja dengan
menggunakan Formulir 5.
11
Apotek yang melakukan perubahan alamat di lokasi yang sama atau
perubahan nama apotek tidak perlu dilakukan pemeriksaan setempat oleh tim
pemeriksa.
2.6. Penyelenggaraan
1. Apotek lainnya;
2. Puskesmas;
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
4. Instalasi Farmasi Klinik;
5. Dokter;
6. Bidan praktik mandiri;
7. Pasien;
8. Masyarakat.
12
1. Terjadi kelangkaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai di fasilitas distribusi.
2. Terjadi kekosongan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai di fasilitas pelayanan kesehatan.
Jika obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek atau pasien tidak
mampu menebus obat yang tertulis di dalam resep, apoteker dapat mengganti
obat setelah berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat
lain.
13
pelayanan sesuai dengan resep dengan memberikan catatan dalam resep
bahwa dokter sesuai dengan pendiriannya.
14
3. Dalam hal Apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan
jiwa, SIA dapat dicabut tanpa peringatan terlebih dahulu.
4. Keputusan Pencabutan SIA oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur
Jenderal, kepala dinas kesehatan provinsi, dan Kepala Badan.
5. Dalam hal SIA dicabut selain oleh dinas kesehatan kabupaten/kota, selain
ditembuskan kepada Direktur Jenderal, juga ditembuskan kepada dinas
kabupaten/kota.
15
2.8. Perlengkapan Apotek
16
Tugas dan Tanggung Jawab Apoteker Pengelola Apotek adalah
sebagai berikut :
17
d. Berusaha meningkatkan permintaan.
e. Memupuk hubungan baik dengan para pelanggan.
f. Mencari langganan baru.
g. Menentukan kepada siapa dapat diberi kredit atas pembelian obat.
h. Mengadakan efisiensi dalam segala bidang.
18
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan dan
mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah terkait Obat (drug
related problems), masalah farmakoekonomi, dan farmasi sosial (socio-
pharmacoeconomy). Untuk menghindari hal tersebut, Apoteker harus
menjalankan praktik sesuai standar pelayanan. Apoteker juga harus mampu
berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi
untuk mendukung penggunaan Obat yang rasional. Dalam melakukan praktik
tersebut, Apoteker juga dituntut untuk melakukan monitoring penggunaan
Obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas
kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan Standar
Pelayanan Kefarmasian.
19
2.12. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis Habis
Pakai
1. Perencanaan
2. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka pengadaan
Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Penerimaan
4. Penyimpanan
a. Obat/bahan Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam
hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain,
maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi
yang jelas pada wadah baru. Wadah sekurang- kurangnya memuat
nama Obat, nomor batch dan tanggal kadaluwarsa.
b. Semua Obat/bahan Obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai
sehingga terjamin keamanan dan stabilitasnya.
20
c. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi
d. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi Obat serta disusun secara alfabetis.
e. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan
FIFO (First In First Out).
5. Pemusnahandan Penarikan
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang
mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat
selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin
praktik atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita
acara pemusnahan menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan
oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek dengan cara dibakar
atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara
Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana terlampir
dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara
yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar / ketentuan
peraturan perundang – undangan dilakukan oleh pemilik izin eder
berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM (mandatory recall) atau
berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntary recall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
21
e. Penarikan alat kesehatan dan bahan medis habis pakai dilakukan
terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
6. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan
untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan,
kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan.
Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan
cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat
nama Obat, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran
dan sisa persediaan.
7. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok), penyerahan
(nota atau struk penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan
kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –
undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan pelaporan
lainnya.
2.13. Sumber Daya Kefarmasian
22
Pelayanan Kefarmasian di Apotek diselenggarakan oleh Apoteker,
dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/atau Tenaga Teknis
Kefarmasian yang memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Izin Praktik.
a. Persyaratan administrasi
Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi
Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)
Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku
Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA)
b. Menggunakan atribut praktik antara lain baju praktik, tanda pengenal.
c. Wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/Continuing Professional
Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang
berkesinambungan.
d. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan
diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, pendidikan
berkelanjutan atau mandiri.
e. Harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan
perundang undangan, sumpah Apoteker, standar profesi (standar
pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang
berlaku.
a. Pemberi layanan
Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus berinteraksi dengan pasien.
Apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya pada sistem pelayanan
kesehatan secara berkesinambungan.
23
b. Pengambil keputusan
Apoteker harus mempunyai kemampuan dalam mengambil keputusan
dengan menggunakan seluruh sumber daya yang ada secara efektif dan
efisien.
c. Komunikator
Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan pasien maupun profesi
kesehatan lainnya sehubungan dengan terapi pasien. Oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang baik.
d. Pemimpin
Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil
keputusan yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan
dan mengelola hasil keputusan.
e. Pengelola
Apoteker harus mampu mengelola sumber daya manusia, fisik,
anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker harus mengikuti
kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi informasi tentang
Obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan Obat.
f. Pembelajar seumur hidup
Apoteker harus terus meningkatkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan profesi melalui pendidikan berkelanjutan (Continuing
Professional Development/CPD)
g. Peneliti
Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah dalam
mengumpulkan informasi Sediaan Farmasi dan Pelayanan Kefarmasian
dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan pelaksanaan Pelayanan
Kefarmasian.
2.14. Sarana dan Prasarana Apotek
24
Apotek harus mudah diakses oleh masyarakat. Sarana dan prasarana
Apotek dapat menjamin mutu Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai serta kelancaran praktik Pelayanan Kefarmasian.
d. Ruang konseling
25
bantu konseling, buku catatan konseling dan formulir catatan pengobatan
pasien.
f. Ruang arsip
1. Pembukuan
26
f. Buku Daftar Harga
g. Buku Harian dan Bulanan
h. Buku Pemakaian Obat Narkotika dan Psikotropika
i. Buku Pemakaian Obat Generik
2. Pelaporan
Salah satu cara pemilihan obat oleh pasien sebagian besar hanya
berdasarkan iklan dari media cetak maupun elektronik dan informasi atau
pengalaman dari saudara, atau orang yang belum tentu kebenarannya. Ada
kecenderungan lain agar obat tersebut terjual, atau berdasarkan pengalaman
pribadi sehingga kurang obyektif karena keadaan sakit masing-masing
individu berbeda-beda.
27
tersebut oleh apoteker mauoun Asisten Apoteker, seperti penggunaan, khasiat
dan aturan pakai obat. Dalam penyerahan obat harus ramah. Dengan
memperoleh informasi yang mereka butuhkan, pasien merasa senang dengan
pelayanan di apotek tersebut sehingga dapat meningkatkan kepuasan
pelanggan.
a. Pengadaan
28
Berhasil tidaknya tujuan usaha tergantung
kepada kebijaksanaan pembelian. Pembelian harus menyesuaikan
dengan hasil penjualan sehingga ada keseimbangan antara penjualan
dan pembelian. Selain itu harus sesuai dan cukup ekonomis dilihat dari
segi penggunaan dana yang tersedia.
i. Pemesanan
ii. Penerimaan
29
Merupakan pembelian dalam jumlah terbatas.
Pembelian ini dilakukann hanya untuk menjaga stock
digudang tetap. Kerugiannya adalah apabila omzet penjualan
meningkat, ada kemungkinan permintaan tidak dapat
terpenuhi. Hal ini dilakukan bila dana terbatas dan PBF
berada dalam satu kota.
Pembelian dan stock fleksibel (Flexible Purchase and
Inventory Level) Merupakan pembelian dengan jumlah yang
tidak tetap, disesuaikan dengan kebutuhan tergantung situasi
dan kondisi. Pengawasan stock obat atau barang melalui kartu
stock sangat penting, dengan demikian dapat diketahui
persediaan yang telah habis dan yang kurang laku.
iii. Hand to Mouth Buying
Yaitu pembeliaan dalam jumlah terbatas sesuai dengan
kebutuhan, hal ini dilakukan bila dana terbatas dan PBF
berada dalam satu kota.
iv. Pembeliaan secara spekulasi
Pembeliaan ini dilakukan dalam jumlah yang lebih
besar dari kebutuhan, dengan harapan akan ada kenaikan
harga dalam waktu dekat atau karena adanya diskon atau
bonus.
v. Pembelian berencana
Pembelian berencana sangat berkaitan dengan
pengendalian persediaan barang, pembelian berencana dapat
dilakukan dengan tiga cara yaitu:
a. Membandingkan jumlah pembelian dengan penjualan
tiap bulan.
b. Dengan melihat kartu stock untuk mengontrol mutasi
obat dan persediaan lain.
30
c. Economic Order Quality (EOQ).
c. Pembayaran
d. Pencatatan
e. Penyimpanan
31
i. Golongan obat
ii. Abjad
iv. Suhu
32
menghemat ruang, tempat kerja pun menjadi rapih dan bersih.
Rak-rak obat dapat terbuat dari kayu dan besi.
i. Resep
33
kerasionalan obat. Resep yang lengkap harus ada nama, alamat
dan nomor ijin praktek dokter, tempat dan tanggal resep, tanda R
pada bagian kiri untuk tiap penulisan resep, nama obat dan
jumlahnya, kadang-kadang cara pembuatan atau keterangan lain
(iter, prn, cito) yang dibutuhkan, aturan pakai, nama pasien, serta
tanda tangan atau paraf dokter.
34
pasien, maka apoteker harus memberitahukan kepada dokter
penulis resep dan jika tidak dapat dihubungi penyerahan obat
dapat ditunda.
35
pasien. Informasi meliputi cara penggunaan obat, dosis dan
frekuensi pemakaian, lamanya obat digunakan indikasi, kontra
indikasi, kemungkinan efek samping dan hal-hal lain yang
diperhatikan pasien. Apabila apoteker menganggap dalam resep
terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, harus
diberitahukan kepada dokter penulis resep. Bila karena
pertimbangannya dokter tetap pada pendiriannya, dokter wajib
membubuhkan tanda tangan atas resep. Salinan resep harus
ditanda tangani oleh apoteker.
g. Pelaporan
36
Dalam penulisan obat yang tergolong kedalam obat narkotika
dan psikotropika harus memenuhi syarat – syarat, diantaranya :
37
i. Dihancurkan : Obat Sirup, Injeksi Vial, Ampul/ Flacon,
Alkes
ii. Dilarutkan : Tablet, Kapsul, Puyer
iii. Ditanam : Salep yang dikeluarkan dari wadahnya (tube)
5) Dibuat berita acara pemusnahan yang ditandatangani oleh saksi
dari pihak apotek maupun Dinas Kesehatan.
1. Resep
a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter, dokter gigi dan dokter
hewan.
b. Tanggal penulisan resep (Inscriptio).
c. Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep . Nama setiap obat
ataukomposisi obat (invocatio).
d. Aturan pemakaian obat yang tertulis (signatura)
e. Jenis hewan dan nama serta alamat pemiliknya untuk resep dokter
hewan
f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang
jumlah nya melebihi dosis maksimal
38
a. Tidak boleh ada literasi (ulangan).
b. Ditulis nama pasien tidak boleh mihi.ipsi (m.i) = untuk pemakaian
sendiri.
c. Alamat pasien dan aturan pakai yang jelas.
d. Tidak boleh ditulis sudah tahu pemakaiannya (usus cognitus).
e. Ditulis oleh dokter serta di beri garis merah di bawah obat.
f. Resep berlaku hanya satu kali / tidak boleh disalin.
g. Ada alamat dokter.
h. Ada alamat pasien.
Copy resep adalah salinan tertulis dari suatu resep. Selain memuat
semua keterangan yang termuat dalam resep asli, copy resep harus
memuat pula :
39
pengganti dengan mencantumkan nama terang dan status yang
bersangkutan.
g) Resep bersifat rahasia.
40
Berita acara pemusnahan ini harus disebutkan :
1. Hari dan tanggal pemusnahan.
2. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.
3. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram (kg).
Penggolongan obat ini terdiri dari : obat bebas, obat bebas terbatas,
obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika
1) Obat Bebas
41
Gambar II.1 Penandaan Obat Bebas
1. Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya
atau pembuatnya.
2. Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus dicantumkan
tanda.
3. Tanda tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm
dan memuat pemberian berwarna putih. Tanda peringatan seperti
contoh dibawah ini :
42
Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri
Kesehatan RI No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas
terbatas berupa lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna
hitam, seperti terlihat pada gambar berikut:
3) Obat Keras
Contoh :
Andrenalinum
43
Antibiotika
Antihistaminika, dan lain-lain
1. Narkotika golongan 1
44
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi
serta mempunyai potensi yang sangat tinggi menimbulkan
ketergantungan. Contoh: ganja, papaver somniverum, cocain
(Erythroxylon coca), opium mentah, opium masak, heroin, Etorfin dan
lain-lain.
2. Narkotika golongan II
5) Obat Psikotropika
45
Pengertian psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun
1997 tentang psiktropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku.(7)
1) Golongan I
2) Golongan II
3) Golongan III
4) Golongan IV
46
Golongan IV adalah psikotropika berkhasiat pengobatan dan
sangat luas digunakan dalam terapi atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
6) Prekursor
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan
proses produksi Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan
dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin,
norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium
permanganat.
7) Obat-Obat Tertentu
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Obat-Obat
Tertentu Yang Sering Disalahgunakan
Obat-Obat Tertentu yang Sering Disalahgunakan, yang
selanjutnya disebut dengan Obat-Obat Tertentu, adalah obat-obat yang
bekerja di sistem susunan syaraf pusat selain Narkotika dan
Psikotropika, yang pada penggunaan di atas dosis terapi dapat
menyebabkan ketergantungan dan perubahan khas pada aktivitas
mental dan perilaku, terdiri atas obat-obat yang mengandung
Tramadol, Triheksifenidil, Klorpromazin, Amitriptilin dan/atau
Haloperidol.
47
2.21. Pengelolaan Narkotika
48
kesehatan. Dalam jumlah terbatas, narkotika golongan i dapat digunakan
untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan untuk
reagensia diagnostik, serta reagensia laboratorium setelah mendapatkan
persetujuan menteri atas rekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan.
49
Pengawas Obat dan Makanan. Yang dimaksud dengan “industry farmasi, dan
pedagang besar farmasi” adalah industri farmasi, dan pedagang besar farmasi
tertentu yang telah memiliki izin khusus untuk menyalurkan narkotika. (UU
No. 35 Tahun 2009)
50
Narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya,
balai pengobatan, dokter. dan pasien. Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan
masyarakat, dan balai pengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika
kepada pasien berdasarkan resep dokter. Narkotika dalam bentuk suntikan
dalam jumlah tertentu yang diserahkan oleh dokter hanya dapat diperoleh di
apotek.
51
a. Dinding dibuat dari tembok dan hanya mempunyai pintu yang
dilengkapi dengan pintu jeruji besi dengan 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
b. Langit-langit dapat terbuat dari tembok beton atau jeruji besi;
c. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
d. Gudang tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker
penanggung jawab; dan
e. Kunci gudang dikuasai oleh apoteker penanggung jawab dan pegawai
lain yang dikuasakan.
5. Ruang khusus harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Dinding dan langit-langit terbuat dari bahan yang kuat;
b. Jika terdapat jendela atau ventilasi harus dilengkapi dengan jeruji besi;
c. Mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang berbeda;
d. Kunci ruang khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan; dan
e. Tidak boleh dimasuki oleh orang lain tanpa izin apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk.
6. Lemari khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) harus
memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Terbuat dari bahan yang kuat;
b. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 (dua) buah kunci yang
berbeda;
c. Harus diletakkan dalam ruang khusus di sudut gudang, untuk instalasi
farmasi pemerintah;
d. Diletakkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum, untuk
apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, instalasi farmasi
klinik, dan lembaga ilmu pengetahuan ; dan
e. Kunci lemari khusus dikuasai oleh apoteker penanggung
jawab/apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan.
52
Penyimpanan Narkotika wajib memenuhi Cara Produksi Obat yang
Baik, Cara Distribusi Obat yang Baik, dan/atau standar pelayanan
kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
53
oleh pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika dan saksi.
Pemusnahan Narkotika dengan tahapan sebagai berikut:
54
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan
pemusnahan narkotika harus membuat Berita Acara Pemusnahan. Berita
Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:
55
7. Nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau
penyaluran/penyerahan; dan
8. Paraf atau identitas petugas yang ditunjuk.
56
Berdasarkan UU No.5 Tahun 1997, pasal 3 tentang Psikotropika,
tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:
57
3. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan kepada
pengguna/pasien.
4. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan resep dokter.
5. Penyerahan psikotropika oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam hal:
a. Menjalankan praktek terapi dan diberikan melalui suntikan.
b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat.
c. Menjalankan tugas di daerah terpencil.
6. Psikotropika yang diserahkan dokter sebagaimana dimaksud hanya dapat
diperoleh dari apotek.
2.23.Pengelolaan Prekursor
A. Pengadaan
SP harus :
58
a. Asli dan dibuat tindasan sebagai arsip
e. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain
yang dapat tertelusuri, dan
f. Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari
surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.
2. Apotek yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Apotek harus membuat
SP
sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF.
59
Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan tersebut
harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.
Apabila SP Apotek tidak bisa dilayani, Apotek harus meminta surat
penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF.
Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi, harus dilakukan
pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau
Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:
c. Apabila butir a, b dan/atau kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan rusak,
terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP,maka obat tersebut harus dikembalikan
kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur
penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri Farmasi/PBF pengirim.Setelah
dilakukan pemeriks, Apoteker Penanggung Jawab atau tenaga
teknis kefarmasian wajib menandatangani faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman
Barang (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA / SIKTTK dan
stempel Apotek.
B. Penyimpanan
60
Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung Prekursor
Farmasi yang:
a. Rusak;
b. Kadaluwarsa;
C. Penyerahan
61
D. Pemusnahan
a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor
c. Tujuan penyerahan.
62
Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan
tablet/kapsul/kaplet/injeksi )Laporan sebagaimana dimaksud pada butir F.1
adalah:
a. Pengadaan;
b. Penyimpanan;
c. Penyerahan;
e. Pemusnahan dan
Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian, SPB, bukti retur, nota
kredit dari Industri Farmasi/PBF/Apotek pengirim, wajib diarsipkan menjadi
satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari
dokumen obat lain.
Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara sistem
elektronik yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan ditelusuri pada saat
63
diperlukan. Apabila memiliki dokumentasi dalam bentuk manual dan
elektronik, data manual harus sesuai dengan data elektronik.
Apabila dokumentasi hanya dilakukan secara sistem elektronik, harus tersedia
Standar Prosedur Operasional terkait penanganan sistem tersebut jika tidak
berfungsi.
BAB III
PEMBAHASAN
64
1. Praktik Kerja Lapangan (PKL) bertempat di Apotek Warakas Sisma
Pharma Waktu pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan (PKL) pada tanggal 4
April 2019 sampai dengan 4 Juni 2019.
2. Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Warakas Sisma Pharma
dilakukan secara individu dilakukan 2 shift
3. Shift pagi yang waktu prakteknya dilaksanakan mulai pukul 08.00 sampai
dengan pukul 15.00, Shift siang dimulai pukul 15.00 sampai dengan pukul
22.00
Sejak di jakarta membuka praktek di Jl. Gembira No.18 Tanjung Priok Jakarta Utara
untuk masyarakat yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah. Pengambilan obat
pasien yang awalnya diberikan langsung di tempat praktek kemudian berpindah ke
rumah dr. Sismadi di Jl. Gembira No.10 Tanjung Priok Jakarta Utara. Apotek tersebut
mula-mula memanfaatkan ruang tamu dan obat-obatan di tata layaknya toko obat.
Pada tanggal 1 September 1971 apotek pindah ke jalan warakas dengan nama apotek
warakas. Tenaga kerjanya melibatkan keluarga dan orang-orang daerah yang tinggal
di rumah dr. Sismadi.
Hingga saat ini apotek warakas memiliki cabang berupa rumah sakit, klinik dan
apotek baik di dalam maupun di luar jakarta.
65
1. Pada Agustus 1982 atas permohonan Drs. RF Tjahayono
Wibisono untuk memperoleh surat izin pengelolaan apotek.
2. Pada tanggal 29 Desember 1982 dikeluarkan surat izin
pengelolaan apotek dengan nomor : 1887//SIPA/82
3. Pada tanggal 31 Desember 1985 dengan nomor :
4979/Kanwil/POM-1/XII/85, Apotek warakas memiliki izin untuk
buka khusus diluar ketentuan jam buka biasa yaitu hari minggu
08.00 – 12.00 dan 17.00 – 20.00 WIB.
4. Pada Januari 1984, dikeluarkan surat izin apotek sebagai
penyesuaian izin apotek dengan nomor : 439/Kanwil/SIA/71/94
5. Pada Juli 2010 atas permohonan Helda Arifin S.Si.,Apt untuk
memperoleh surat izin pengelola apotek.
6. Pada tanggal 29 Juli 2010 dikeluarkan surat izin apotek dengan
nomor : AP.245/2.30.07/0000000/SUDIN KES/07.10.
66
KURIR/RT AKUNTANSI GUDANG KASIR ASISTEN APOTEKER
A. Susunan karyawan
Apotek warakas sisma pharma dibuka setiap hari dan dibagi 2 shift yaitu shift
pagi dimulai pada pukul 08.00 – 15.00 WIB dan shift sore dimulai pada pukul
15.00 – 22.00 WIB dan untuk hari Minggu di izinkan buka 7 jam yaitu shift
pagi dimulai dari pukul 08.00 -12.00 WIB dan shift sore dimulai pukul 17.00
– 20.00 WIB jumlah karyawan yang bekerja pada masing-masing shift antara
lain :
1. Apoteker 1 orang
2. Asisten apoteker 2 orang
3. Kasir 2 orang
4. Gudang 1 orang
B. Tugas dan Tanggung jawab
Adanya struktur organisasi menunjukkan bahwa telah adanya pelimpahan
serta pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab yang jelas. Sehingga
akan memudahkan dalam pengawasan dan setiap karyawan harus bekerja
dengan efisien dan berdaya guna sesuai dengan job description masing-
masing dan bertanggung jawab terhadap atasnnya.
Kasir bertugas mencatat penerimaan dan pengeluaran uang yang harus
dilengkapi dengan pendukung berupa kwitansi dan nota yang sudah diparaf
pengelola apotek dan melayani penjualan obat bebas. Kasir bertanggung
67
jawab langsung kepada pengelola apotek atas kebenaran jumlah uang dan
dapat dipercaya.
Petugas gudang bertugas dalam hal penyimpanan, penginputan persediaan
obat yang masuk, mencatat setiap keluar masuknya obat di kartu stock obat
yang telah di siapkan di apotek, serta bertanggung jawab pada pengadaan
barang dan pemesanan barang yang mulai habis kepada Pedagang Besar
Farmasi (PBF).
Asisten apoteker bertugas dalam hal meracik obat sesuai dengan permintaan
resep. Asisten Apoteker, bertanggung jawab kepada APA.
68
kadarluwarsa,kemasan dan jumlah obat,kemudian obat diterima.Faktur
ditanda tangani dan diberi stempel apotek.Jadi sistem pemebelian
barang atau obat menggunakan hand to mouth buying.
b. Penyimpanan obat
Obat yang sudah diterima di input langsung ke sistem SISMAP.Obat
disimpan dalam lemari yang tidak langsung menyentuh lantai atau
dinding,tidak lembab dan bebas dari hewan pengerat.Obat disusun
berdasarkan abjad,sifat kimia,indikasi dan bentuk sediaan.Sistem
penyimpanan obata tau perbekalan farmasi di Apoteke warakas sisma
pharma menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO
(First Expired First Out) yaitu obat yang terlebih dahulu masuk dan
yang tanggal kadarluwarsa lebih awal harus keluar terlebih dahulu.
c. Pelayanan Obat
Pelayanan obat di Apotek warakas sisma pharma terbagi atas dua
bagian yaitu pelayanan pembelian obat bebas dan dengan resep.
69
wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan
keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan
masyarakat.Apotek tidak diIzinkan mengganti obat generik
yang ditulis dalam resep dengan obat paten,dalam hal ini
pasien tidak mampu menebus obat yang ditulis dalam
resep.apoteker wajib berkonsultasi dengan Dokter jika obat
yang ditulis Dokter tidak tersedia di Apotek dan Dokter
memberikan alternatif obat penggantinya.Apoteker dan Asisten
Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan
obat yang akan di serahkan kepada pasien meliputi penggunaan
obat secara tepat,aman dan rasional.
b.Pelaporan
70
BPOM.Stock opname dilakukan setahun dua kali,dilakukan pada akhir tahun
yang ditunjukkan untuk mengetahui laba dan rugi Apotek.Pada saat stock
opname Apotek ditutup agar tidak adanya barang yang keluar dan barang
masuk.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan :
71
2. Meningkatkan kreatifitas dan inisiatif mahasiswa terhadap permasalahan yang
terjadi, dan meningkatkan kemampuan professional dan tata cara
bersosialisasi di dalam dunia kerja.
4.2.Saran :
72
DAFTAR PUSTAKA
73
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2010 tentang
Prekursor.Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri
Kesehatan Republiik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang
Registerasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
74
75