You are on page 1of 24

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada kehamilan diatas 22


minggu atau lebih. Karena perdarahan antepartum terjadi pada umur kehamilan diatas 22
minggu maka sering disebut atau digolongkan perdarahan pada trimester ketiga.1

Perdarahan antepartum digolongkan sebagai berikut yaitu perdarahan yang ada


hubungannya dengan kehamilan yaitu plasenta previa, solusi plasenta, perdarahan pada
plasenta letak rendah, pecahnya sinus marginalis dan vasa previa. Perdarahan yang tidak ada
hubungannya dengan kehamilan yaitu pecahnya varices vagina, perdarahan polip serviks,
perdarahan perlukan seviks, perdarahan karena keganasan serviks. 1

Frekuensi perdarahan antepartum sekitar 3% sampai 4% dari semua persalinan.


Perdarahan antepartum yang berbahaya biasanya bersumber dari kelainan plasenta. Perdarahan
antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta yang secara klinis biasanya tidak sulit
untuk didiagnosis. Yang termasuk dalam perdarahan antepartum ialah plasenta previa dan
solusio plasenta. Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran.
Dari seluruh kasus perdarahan antepartum plasenta previa merupakan penyebab terbanyak.
Oleh karena itu, pada kejadian perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus
dipikirkan terlebih dahulu.1,2

Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trisemester ketiga dan yang terjadi
setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak
mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal. Salah satu sebabnya
adalah plasenta previa. Oleh karena itu perlulah keadaan ini diantisipasi seawal-awalnya
sebelum perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janin. Pada umumnya
penyakit ini berlangsung perlahan diawali gejala dini berupa perdarahan berulang yang
mulanya tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa
trauma. Sering disertai dengan kelainan letak janin atau pada kehamilan lanjut bagian bawah
janin tidak masuk ke dalam panggul, tetapi masih mengambang diatas pintu atas panggul.
Wanita yang menderita plasenta previa harus dibawa ke rumah sakit terdekat tanpa melakukan
pemeriksaan dalam karena tindakan tersebut dapat memprovokasi perdarahan berlangsung
cepat dan deras. 3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFENISI
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.3 Implantasi plasenta yang normal
ialah pada dinding depan, dinding belakang rahim, atau di daerah fundus uteri. Plasenta previa
adalah plasenta yang berimplantasi pada bagian segmen bawah rahim, sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir yang ditandai dengan perdarahan uterus yang dapat
keluar melalui vagina tanpa adanya rasa nyeri pada kehamilan trimester ketiga.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu
bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa
antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital.
Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.3
B. EPIDEMIOLOGI

Plasenta previa terjadi sekitar 1 dalam 200 kelahiran, tetapi hanya 20% termasuk dalam
plasenta previa totalis. Insiden meningkat 20 kali pada grande multipara. Dari seluruh kasus
perdarahan antepartum, plasenta previa merupakan penyebab yang terbanyak. Plasenta previa
lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih
sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.2,3 Oleh karena itu, pada kejadian
perdarahan antepartum, kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan lebih dahulu.

C. ETILOGI & FAKTOR RESIKO


Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada :
1. Multipara, terutama jika jarak antara kehamilannya pendek.
Multiparitas juga berkaitan dengan peningkatan risiko plasenta previa. Babinszki
melaporkan insidens 2,2% pada perempuan para 5 atau lebih merupakan peningkatan
yang signifikan dibandingan dengan insiden pada perempuan idengan paritas yang lebih
sedikit. Angka kejadian plasenta previa 40% lebih tinggi pada kehamilan dengan janin
multipel dibandingkan janin tunggal.8
2. Mioma uteri.
3. Kuretase yang berulang.
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun).
Usia ibu yang semakin lanjut meningkatkan risiko plasenta previa. Seperti pada gambar
3, insiden plasenta previa meningkat secara bermakna pada setiap peningkatan kelompok
usia ibu. Insiden ini sebesar 1 dalam 1500 pada perempuan berusia ≤ 19 tahun dan sebesar
1 diantara 100 pada perempuan berusia lebih dari 35 tahun. Bertambahnya usia ibu di AS
telah menyebabkan peningkatan insiden total dari plasenta previa dari 0,3% pada tahun
1976 menjadi 0,7 pada tahun 1977. Diantara lebih dari 36.000 perempuan yang terlibat
dalam penelitian FASTER, usia 35 tahun memiliki risiko 1,1% untuk mengalami plasenta
previa dibandingkan dengan 0,5% pada perempuan yang berusia < 35 tahun.8
5. Bekas seksio sesarea.
Untuk alasan yang tidak diketahui, riwayat pelahiran caesar meningkatkan risiko
plasenta previa. Pada penelitian terhadap 30.132 perempuan dalam pelahiran yang
menjalani pelahiran caesar, melaporkan peningkatan risiko plasenta previa pada
perempuan yang memiliki riwayat pelahiran caesar. Insiden ini sebesar 1,3% pada
mereka yang memiliki riwayat menjalani pelahiran caesar 1 kali, dan 3,4% pada mereka
yang pernah menjalani enam kali atau lebih pelahiran caesar. Peningkatan risiko plasenta
previa sebanyak 3 kali lipat pada perempuan yang pernah menjalani pelahiran caesar.
Terakhir, riwayat insisi uterus dengan plasenta previa meningkatkan kemungkinan
diperlukannya histerektomi caesar untuk mengendalikan perdarahan dari plasenta akreta,
inkreta, atau perkreta.8
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10.Perubahan inflamasi atau atrofi, misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemi yang terjadi akibat karbon monoksida akan dikompensasi dengan hipertrofi
plasenta. Yang mungkin terkait terganggunya vaskularisasi desidua, mungkin akibat
perubahan atrofik atau peradangan, terlibat dalam terjadinya plasenta previa.8 Hal ini
terjadi terutama pada perokok berat (lebih dari 20 batang sehari).

Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau
menutupi ostoum uteri internum.2
Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan zigot mencari tempat
implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat ostium uteri internum.
Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang luas seperti pada
eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.2

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1

1. Umur penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi

D. KLASIFIKASI

Plasenta previa dibagi berdasarkan kemungkinan implantasinya:

1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena
risiko perdarahan sangat hebat.

Gambar Plasenta previa totalis1


2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak
dilahirkan secara normal.
Gambar Plasenta previa parsialis1
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.

Gambar Plasenta previa marginalis1


4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari
2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar,
dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.3,6
Derajat plasenta previa sebagian besar akan bergantung pada derajat dilatasi serviks
pada saat pemeriksaan. Sebagai contoh, plasenta letak rendah pada pembukaan 2 cm mungkin
menjadi plasenta previa parsialis pada pembukaan 8 cm karena serviks yang berdilatasi
menyebabkan plasenta terpajan. Sebaliknya, plasenta previa yang tampaknya total sebelum
pembukaan serviks dapat menjadi partial pada pembukaan 4 cm karena serviks berdilatasi
melebihi tepi plasenta. Dokter harus mewaspadai bahwa palpasi dengan jari untuk memastikan
perubahan hubungan antara tepi plasenta dan ostium internal sewaktu serviks berdilatasi ini
dapat memicu perdarahan hebat.
Jika plasenta terletak di atas ostium internal, pembentukan segmen bawah uterus dan
pembukaan ostium internal pasti akan menyebabkan robekan tempat perlekatan plasenta yang
diikuti oleh perdarahan dari pembuluh-pembuluh uterus. Perdarahan diperparah oleh
ketidakmampuan serat-serat myometrium pada segmen uterus bawah berkontraksi dan
beretraksi untuk menekan pembuluh-pembuluh yang terputus, seperti yang biasanya terjadi,
jika plasenta terlepas dari uterus yang sudah kosong selama partus kala tiga

Gambar 11. Plasenta previa pada usia kehamilan 22 minggu. Pada pemeriksaan inspekulo,
tampak serviks berdilatasi 3-4 cm. Anak panah menunjukan lendir yang keluar dari serviks.8

E. PATOFISIOLOGI
Pada usia kehamilan yang sudah lanjut, umumnya trimester ketiga dan mungkin juga
lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuk segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak plasenta terbentuk dari jaringan maternal
yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uteri. Dengan melebarnya
isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di situ sedikit
banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruangan intervillus dari plasenta. Oleh karena itu fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan dari plasenta previa betapa pun pasti akan
terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan ditempat itu relative dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya sangat minimal., dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu
tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan
kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang besar dari plasenta pada masa perdarahan akan
berlangsung lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu
akan berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan. Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah
yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plesenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi lebih
awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian
terbawah yaitu pada ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan
pertama sudah biasa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh
kejadiannya pada umur kehamilan 34 minggu ke atas. Berhubung tempat perdarahan terletak
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir ke luar rahim dan
tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian, sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dan trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan plasenta inkreta, bahkan plasenta
perkreta yang pertumbuhan villinya bisa sampai menembus ke buli – buli dan ke rectum
bersama plasenta previa. Plsenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang
sebelumnya pernah bedah sesar. Segmen bawah Rahim dan serviks yang rapuh mudah robek
oleh sebab kurangnya elemen otot yang terdapat di sana. Kedua kondisi ini berpotensi
meningkatkan kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retention placentae) atau setelah uri
lepabkarena segmen bawah Rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh:
 Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus.
 Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih
sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral
dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya
beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2

Ciri yang menonjol pada plsenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke
atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan
kemudian terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi
berulang. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti
mengalir.
Pada plasenta letak rendah perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan
; perdarahan biasa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan
diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim. Dengan demikian, perdarahan biasa berlangsung sampai pasca persalinan.
Perdarahan juga biasa bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada
plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah
terjadi pada upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta
sebagai komplikasi plasenta akreta.
Berbagai hubungan plasenta terletak pada bagian bawah, maka pada palpasi
abdomen sering ditemukan bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan
letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil
merasa nyeri dan perut tegang.

G. DIAGNOSIS

Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan khusus,
dan pemeriksaan penunjang.1

1. Anamnesa plasenta previa1


a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.

2. Pada pemeriksaan fisik


a. Perdarahan yang keluar pervaginam: banyak, sedikit, dan darah beku
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.

3. Pemeriksaan fisik ibu1


a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis

4. Pemeriksaan khusus kebidanan.1


1. Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
- Palpasi abdomen, sering dijumpai kelainan letak pada janin, tinggi
fundus uteri yang rendah karena belum cukup bulan. Juga sering
dijumpai bahwa bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih bergoyang, terapung atau mengolak di
atas pintu atas panggul.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
- Pemeriksaan inspekulo, dengan menggunakan spekulum secara hati-hati
dilihat dari mana sumber perdarahan, apakah dari uterus, ataupun
terdapat kelainan pada serviks, vagina, varises pecah.
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif


ditegakkan dengan pemeriksaan USG. Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3

Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah
dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga. Namun dalam
perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah
tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di
situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2

A B
Gambar12. Plasenta previa total A. Sonografi plasenta transabdominal (kepala panah putih)
dibelakang kandung kemih yang menutupi serviks (panah hitam). B. Gambaran sonografik
plasenta transvaginal (panah) yang sepenuhnya menutupi serviks yang berdekatan dengan kepala
janin.8

H. DIAGNOSIS BANDING
I. KOMPLIKASI
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium, dan
merupakan port d’ entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah. Juga harus dikemukakan bahwa pada plasenta
previa mungkin sekali terjadi perdarahan pascapersalinan karena :
1. Kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).
Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya menorobos ke
dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi sebab dari kejadian
plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah plasenta akreta yang
perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium.
Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta
akan tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta yang
sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi
pada uterus yang yang pernah seksio sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai
10%-35% pada pasien yang pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65%
bila telah seksio sesaria tiga kali.

2. Kontraksi segmen bawah rahim kurang sehingga mekanisme penutupan pembuluh


darah pada insersi plasenta tidak baik.
3. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
4. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui kematangan
paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru
janin sebagai upaya antisipasi.
5. Syok hipovolemik.
Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi
secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang
dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu harus
sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada waktu
mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu
sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi a.ovarika,
pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang sangat gawat
seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total. Morbiditas dari semua
tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
2. Infeksi-sepsis.
3. Emboli udara (jarang).
4. Kelainan koagulopati sampai syok.
5. Kematian maternal akinat perdaraham.

J. PENATALAKSANAAN
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau
trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika
kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan
dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera
kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak
mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di rumah atau
rawat jalan. Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal
untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta
biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.3
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat
di rumah sakit tanpa periksa dalam. Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi
pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat dari pada
penampakannya secara klinis. Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang
banyak, harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah.
3,7

Prinsip penanganan awal pada semua pasien dengan perdarahan antepartum adalah
mencegah keadaan syok karena perdarahan yang banyak, untuk itu harus segera diperbaiki
keadaaan umumnya dengan pemberian cairan atau transfuse darah, selanjutnya dapat dilakukan
penanganan lanjutan yang disesuaikan dengan keadaan umum, usia kehamilan,maupun jenis
plasenta previa.
1. Penanganan pasif / ekspektatif

Tujuan supaya janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non
invasi.

- Syarat terapi ekspektatif :

 Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti


 Belum ada tanda inpartu
 Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dan tanda-tanda vital dalam batas normal)
 Janin masih hidup
- Rawat inap, tirah baring, observasi tanda vital, dan berikan antibiotik profilaksis.

- Apabila berhubungan dengan trauma, monitoring sekurang-kurangnya 12-24 jam untuk


menyingkirkan kemungkinan solutio plasenta.

- Pemeriksaan USG untuk menentukan implantasi plasenta, usia kehamilan,letak, dan


presentasi janin.

- Perbaiki anemia dengan pemberian Sulfas ferosus atau Ferous fumarat peroral 60 mg
selama 1 bulan.

- Pastikan sarana untuk melakukan tranfusi


- Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, pasien
dapat dirawat jalan (kecuali rumah pasien di luar kota atau diperlukan waktu > 2 jam untuk
mencapai rumah sakit) dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi
perdarahan.

-Jika perdarahan berulang pertimbangkan manfaat dan resiko ibu dan janin untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.

2. Penanganan aktif Kriteria

Rencanakan terminasi kehamilan jika:

 Janin matur
 Janin mati atau menderita anomaly atau keadaan yang mengurangi kelangsungan
hidupnya (misalnya anensefali)
 Wanita hamil diatas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak,
harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa memandang maturitas janin.
Untuk pasien dengan perdarahan aktif dan gangguan hemodinamik, tindakan segera yang harus
dilakukan adalah terminasi kehamilan dan penggantian cairan tubuh.

Selama persiapan proses terminasi kehamilan, dilakukan:

 Resusitasi cairan dengan saline atau ringer laktat, 2 jalur, jarum besar (16G, 18G)
 Persiapkan 4 labu darah yang sesuai golongan darah pasien
 Observasi keadaan janin
 Berikan O2 murni untuk semua pasien dengan hipotensi (konsumsi O2 pada
kehamilan meningkat hingga 20% dan janin sangat rentan terhadap hipoksia)

Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa

Faktor-faktor yang menentukan sikap atau tindakan persalinan mana yang akan dipilih
adalah :

 Jenis plasenta previa


 Perdarahan: banyak, atau sedikit tapi berulang-ulang
 Keadaan umum ibu hamil
 Keadaan janin: hidup, gawat janin, atau meninggal
 Pembukaan jalan lahir
 Paritas atau jumlah anak hidup
 Fasilitas penolong dan rumah sakit.

Setelah memperhatikan factor-faktor diatas, ada 2 pilihan persalinan, yaitu:

a. Persalinan spontan pervaginam


Dilakukan pada plasenta previa marginalis atau lateralis pada multipara dan sudah
meninggal. Jika pembukaan serviks sudah agak besar (4 – 5 cm), ketuban pecah
(amniotomi) jika his lemah, diberikan oksitosin drips. Bila perdarahan masih terus
berangsung dilakukan SC. Tindakan versi Braxton – hicks dengan pemberat untuk
menghentikan perdarahan (kompresi atau temponade bokong dan kepala janin
terhadap plasenta) hanya dilakukan pada keadaan darurat. Anak masih kecil atau
sudah meninggal dan tidak ada fasilitas untuk melakukan operasi. Cara vaginal yang
bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan demikian menutup
pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).
b. Seksio cesaria
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tidak memiliki harapan hidup, tindakan ini
tetap dilakukan. Tujuan seksio cesare :
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera berkontraksi dan
menghentikan perdarahan. Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak
vaskularisasi sehingga serviks uteti dan segmen bawah Rahim menjadi tipis dan
mudah robek. Selain itu, bekas tempat implantasi plasenta erring menjadi
sumberperdarahan karena adanya vaskularisasi dan susunan srabut otot dengan korpus
uteri.
 Menghindari kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin dilahirkan
pervaginam

Indikasi seksio cesarean :

 Plasenta previa totalis


 Plasenta previa pada primigravida
 Plasenta previa dengan janin letak lintang atau sungsang
 Fetal distress
 Plasenta previa lateralis jika :
1. Pebukaan masih kecil dan perdarahan banyak
2. Sebagian besar OUI ditutupi plasenta
3. Plasenta teretak di sebelah kanan belakang (posterior)
 Profuse bleeding, perdarahan sangan banyak dan mengalir dengan cepat.

Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat


kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan
intrauterine. Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan kapan
melaksanakan tergantung pada:2
a. Perdarahan banyak atau sedikit
b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria. Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang
ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2

Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak banyak.
Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gram atau
kehamilan sudah sampai 37 minggu. Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan
lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu. Jika
kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau seksio sesaria.
Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).
Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan
serviks yang agak sering pada persalinan pervaginam.2
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:8
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan masuk-keluar.

Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling


banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:1,2

a. Cunam Willet Gausz


- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta pada kepala.
- Menjempit kulit kepala bayi pada placenta previayang ketubannya telah
dipecahkan.
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.

b. Versi Braxton Hicks


- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk
menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu.
- Dilakukan versi ke letak sunsang.
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Janin sebagian besar akan meninggal.
c. Pemasangan Kantong Karet Metreurynter

Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat


pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.1

Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian transfusi, dan


cairan maka tatalaksana pertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk:1

- Memecahkan ketuban
- Melskuksn seksio sesarea
- Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:2

- Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak


menekan pada plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagioleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

K. PROGNOSIS
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hamper semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan. Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria. Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif dilakukan. Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.3,4,9
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editor. Obstetri Patologi: Ilmu


Kesehatan Reproduksi. Edisi II. Jakarta : EGC ; 2004.

2. Prawirohardjo.Sarwono.2010. Ilmu Kebidanan.P.T. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


Jakarta

3. Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2003. Williams Obstetrics. 21st Ed.
McGraw-Hill Professional.

4. Cunningham, F. Gary; Gant, Norman F; Leveno Md. 2010. Williams Obstetrics. 23st Ed.
McGraw-Hill Professional

5. Gant.Norman F; Cunningham, F. Gary.2011. Dasar-dasar Ginekologi dan


obsetri . EGC

6. Miller, 2009. Placenta Previa. Online, http://www.obfocus.com/highrisk/placentaprevia.htm


,akses pada tanggal 8 maret 2016
REFERAT
PLASENTA PREVIA

Pembimbing:
dr. Adi Nugroho, Sp.OG

Oleh:
Intan Winta Pratiwi
201710401011021

SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD JOMBANG


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat yang berjudul
“PLASENTA PREVIA”.
Terima kasih kepada dr. Adi Nugroho Sp.OG beserta bidan atas kesediaan, waktu dan
kesempatan yang diberikan sebagai pembelajaran dalam pembuatan referat ini, kepada teman
sesama kepanitraan obgyn yang selalu mendukung, memberi saran, motivasi, bimbingan dan
kerjasama yang baik sehingga dapat terselesaikannya case ini.
Tujuan dari pembuatan referat ini adalah untuk memenuhi tugas kepaniteraan di
Departemen Obgyn RSUD Kabupaten Jombang serta untuk menambah wawasan mengenai
“PLASENTA PREVIA”.
Dalam penyusunan referat ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun sangat penulis harapkan, agar dapat memberikan karya yang lebih baik lagi
di masa yang akan datang.
Harapan penulis semoga referat berjudul “PLASENTA PREVIA” ini dapat
bermanfaat bagi penyusun dan setiap pembacanya.

2 Juli 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 1


DAFTAR ISI .................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 4


A. Definisi ..................................................................................................................... 4
B. Epidemiologi ........................................................................................................... 5
C. Etiologi & Faktor Risiko .......................................................................................... 5
D. Klasifikasi ................................................................................................................ 7
E. Patogenesis ............................................................................................................... 8
F. Manifestasi Klinis ..................................................................................................... 11
G. Diagnosis ................................................................................................................... 12
H. Diagnosis Banding .................................................................................................... 14
I. Komplikasi .............................................................................................................. 15
J. Penatalaksanaan ........................................................................................................ 16
K. Prognosis .................................................................................................................. 22

BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 23


3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 23

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 24

You might also like