Professional Documents
Culture Documents
Disusun Oleh :
NOOR MUHAMMAD PANDU WIRA SENA ISNANTOPO
Halaman Judul…………………………………………………………………………………. i
Kata Pengantar………………………………………………………………………………… ii
Daftar Isi………………………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………... 1
Latar Belakang………………………………………………………………………………… 1
Rumusan Masalah………………………………………………………………………………2
Tujuan………………………………………………………………………………………….. 2
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………………. 3
Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan
Nilai dan ajaran agama………………………………………………………………………… 3
Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai………………………………………... 5
Perlunya akhlak islami dalam IPTEKS………………………………………………………... 9
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………… 11
Simpulan………………………………………………………………………………………. 11
Saran/Implikasi………………………………………………………………………………... 11
Daftar Pustaka…………………………………………………………………………………. 17
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala Puji dan syukur ke hadiran ALLAH SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Pemurah, karena
berkat kemurahanNya-lah makalah ini dapat kami selesaikan dan sesuai dengan yang diharapkan.
Dalam makalah ini kami membahas ”Etika pengembangan dan dan penerapan IPTEKS dalam
pandangan islam”,
Semoga dengan di buatnya mkalah ini akan menambah wawasan kami dan kawan sekalian, sekian
apabila ada kekurangan dalam tutur Tulisan pembuatan makalah ini kami mohon maaf yangs
sebesar-besarnya
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
PENDAHULUAN
Peran Islam dalam perkembangan ipteks pada dasarnya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan
Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya
dimiliki umat Islam. Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan
landasan pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti
menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan
menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan
Aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib
ditolak dan tidak boleh diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari
Aqidah Islam) sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari.
Standar atau kriteria inilah yang seharusnya yang digunakan umat Islam, Standar syariah
ini mengatur, bahwa boleh tidaknya pemanfaatan ipteks, didasarkan pada ketentuan halal-
haram (hukum-hukum syariah Islam). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah
dihalalkan oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek ipteks dan telah diharamkan
oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau pun ia menghasilkan
manfaat sesaat untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi dan seni dunia , yang kini dipimpin oleh perdaban
barat , mencengangkan banyak orang di berbagai penjuru dunia. Kesejahteraan dan
kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh perkembangan iptek modern membuat
orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap
kritis trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya.
Padahal pada dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT.
1.3 TUJUAN
Mendeskripsikan sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
Mendeskripsikan paradigma ilmu tidak bebas nilai
Mendeskripsikan paradigma ilmu bebas nilai
Mendeskripsikan akhlak islami dalam penerapan ipteks
1.4 MANFAAT
Manfaat penyusunan makalah ini yaitu agar dapat menambah dan memperluas wawasan
penyusun dan pembaca mengenai “Etika pengembangan dan penerapan ipteks dalam
pandangan islam”.
PEMBAHASAN
2.1 Sinergi ilmu dan pengintegrasiannya dengan nilai dan ajaran agama
Agama dan ilmu sangatlah saling terkait karena orang yang banyak ilmunya apabila tanpa
di topang oleh agama semua ilmu tidak akan membawa kemaslahatan umat, sebagai contoh
negara- negara maju yang sangat gigih mendalami ilmu dan teknologi, tetapi sering
menjadi sumber pemicu terjadinya peperangan, begitupun juga orang yang sangat sibuk
dengan belajar agama ,tetapi tidak
mau menggali ilmu dan pengetahuan alam disekitar kita, maka akan mengalami
kemunduran, sedangkan untuk mencapai kebahgiaaan akhirat haruslah banyak
berbut/beribadah dalam hal untuk kemajuaan umat, apa jadinya apabila semua umat
berkutik di ritualitas saja, ini adalah suatu pertanyaan gambaran yang menyedihkan.
Seperti halnya dengan ilmu dan filsafat, agama tidak hanya untuk agama, melainkan untuk
diterapkan dalam kehidupan dengan segala aspeknya. Pengetahuan dan kebenaran agama
yang berisikan kepercayaan dan nilai- nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber
dalam menentukan tujuan dan pandangan hidup manusia, dan sampai kepada prilaku
manuisitu sendiri. Dalam agama sekurang – kurangnya ada empat ciri yang dapat kita
kemukakan, yaitu : Adanya kepercayaan terhadap yang gaib, kudus, dan maha agung, dan
pencipta alam semesta (Tuhan).
Melakukam hubungan dengan hal- hal diatas,dengan berbagai cara. Seperti dengan
mengadakan acara – acara ritual, pemujaan, pengabdian, dan, doa.
Adanya Suatu ajaran (doktrin) yang harus dijalankan oleh setiap penganutnya.
Menganut ajaran Islam, ajaran tersebut diturunkan oleh Tuhan rtidak langsung kepada
seluruh umat manusia, melainkan kepada Nabi – nabi dan rasulnya. Maka menurut ajaran
islam adanya rosul dan kitab suci merupakan ciri khas dari pada agama.Agama berbeda
Wilayah ilmu berbeda dengan wilayah agama. Jangankan ilmu, akal saja tidak sanggup
mengadili agama. Para ulama sekalipun, meski mereka meyakini kebenaran yang dianut
tetapi tetap tidak berani mengklaim kebenaran yang dianutnya, oleh karena i-tu mereka
selalu menutup pendapatnya dengan kalimat wallohu a`lamu bissawab, bahwa hanya
Allahlah yang lebih tahu mana yang benar. Agama berhubungan dengan Tuhan, ilmu
berhubungan dengan alam, agama membersihkan hati, ilmu mencerdaskan otak, agama
diterima dengan iman, ilmu diterima dengan logika.Meski demikian, dalam sejarah
manusia, ilmu dan agama selalu tarik menarik dan berinteraksi satu sama lain.
Sangat menarik bahwa Nabi Muhammad sendiri mengatakan bahwa, kemulian seorang
mukmin itu diukur dari agamanya, kehormatannya diukur dari akalnya dan martabatnya
diukur dari akhlaknya. Ketika nabi ditanya tentang amal yang paling utama, hingga lima
kali nabi tetap menjawab husn al khuluq, yakni akhlak yang baik.
Agama maupun filsafat berhubungan dengan realitas yang sama. Kedua-duanya terdiri dari
subjek-subjek yang serupa dan sama-sama melaporkan prinsip-prinsip tertinggi wujud.
Keduanya juga melaporkan tujuan puncak yang diciptakan demi manusia yaitu
kebahagiaan tertinggi. Filsafat memberikan laporan berdasarkan persepsi intelektual.
Sedangkan agama memaparkan laporannya berdasarkan imajinasi. Dalam setiap hal yang
didemonstrasikan oleh filsafat, agama memakai metode-metode persuasivfe untuk
menjelaskannya.
2.2 Paradigma ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai
2.2.1 Pengertian ilmu
Rasionalisasi limu pengetahuan terjadi sejak Rene Descartes dengan sikap skeptic-
metodisnya meragukan segala sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu. Sikap
ini berlanjut pada Auf Klarung, suatu era yang merupakan suatu usaha manusia untuk
mencapai rasional tentang dirinya dan alam.
Istilah ilmu dalam pengertian klasik diartikan sebagai pengetahuan tentang sebab
akibat atau asal usul. Guston Buchelard menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah
suatu produk pemikiran manusia yang sekaligus menyesuaikan antara hukum-hukum
pemikiran dengan dunia luar.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yakni
produk-produk, proses dan masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai produk, artinya
pengetahuan yang telah diketahui serta diakui kebenarannya oleh masyarakat
ilmuwan. Ilmu pengetahuan sebagai poses, artinya kegiatan kemasyarakatan yang di
lakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya bukan
sebagaimana yang dikehendaki.
Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara
logis koheren
Ilmu pengetahuan tanpa pamrih karena erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuan.
Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang
bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan.
Progresivitas, artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah bila mengandung
pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan antara teori dengan
praktis.
Nilai, bukan sesuatu yang tidak eksis, sesuatu yang sungguh-sungguh berupa
kenyataan, bersembunyi dibalik kenyataan yang tampak, tidak tergantung pada
kenyataan- kenyataan lain, mutlak dan tidak pernah mengalami perubahan (pembawa
nilai bisa berubah).
Ilmu terbagi menjadi dua pandangan yaitu ilmu bebas nilai (value free) dan ilmu
terikat nilai/ ilmu tak bebas nilai (value bound)
Ilmu bebas nilai dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value free, yang
menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom. Ilmu secara otonom
tidak memiliki keterkaitan sama seklai dengan nilai. Bebas nilai berarti semua
8 |ETIKA PENGEMBANGAN DAN PENERAPAN IPTEKS DALAM PANDANGAN ISLAM
kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah harus disandarkan pada hakikat ilmu itu
sendiri. Ilmu menolak campur tangan faktor eksternal yang tidak secara hakiki
menentukan ilmu itu sendiri.
Dalam pandangan ilmu yang bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan,
karena hal tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkdang hal tersebut
dapat merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air condition,
yang ternyata berpengaruh pada pemansan global dan lubang ozon semakin melebar,
tetapi ilmu pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan
teknologi itu dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulakan pada
lingkungan sekitar. Setidaknya, ada problem nilai ekologis dalam ilmu tersebut, tetapi
ilmu bebas nilai menganggap nilai ekologis tersebut menghambat perkembangan ilmu.
Ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai – nilai yang letaknya di luar ilmu
pengetahuan, hal ini dapat juga di ungkapkan dengan rumusan singkat bahwa ilmu
pengetahuan itu seharusnya bebas. Maksud dari kata kebebasan adalah kemungkinan
untuk memilih dan kemampuan atau hak subyek bersangkutan untuk memilih sendiri.
Supaya terdapat kebebasan, harus ada penentuan diri dan bukan penentuan dari luar.
Jika dalam suatu ilmu tertentu terdapat situasi bahwa ada berbagai hipotesa atau teori
yang semuanya tidak seluruhnya memadai, maka sudah jelas akan di anggap suatu
pelanggaran kebebasan ilmu pengetahuan, bila suatu instansi dari luar memberi
petunjuk teori mana harus di terima. Menerima teori berarti menentukan diri
berdasarkan satu – satunya alasan yang penting dalam bidang ilmiah, yaitu wawasan
Tokoh sosiologi, Weber menyatakan bahwa ilmu sosial harus bebas nilai, tetapi ilmu-
ilmu sosial harus menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan
sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar dan menulis mengenai bidang ilmu
sosial mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu. Nilai-nilai itu harus
diimplikasikan oleh bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktik itu mengandung
tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani kepentingan segelintir orang, budaya,
maka ilmuawan sosial tidak beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu
sikap moral yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan objektivitas ilmiah.
Dengan bebas nilai kita maksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap
kegiatan ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang
mendukung bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah
berdasarkan nilai yang khusus yang diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran
dijunjung tinggi sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua
nilai lain dikesampingkan.
Ilmu yang tidak bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat
dengan nilai dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai.
Perkembangan nilai tidak lepas dari dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religius, dan nilai-
nilai yang lainnya.
Menurut salah satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas
berpendapat bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap
ilmu selau ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam,
sesuai kepentingan-kepentingan masing-masing;
Ilmu yang tidak bebas nilai ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai
dan harus di kembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin
bisa terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, ekonomi, sosial,
keagamaan, lingkungan dan sebagainya.
Kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dunia, yang kini dipimpin oleh
perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang di berbagai
penjuru dunia. Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan oleh
perkembangan ipteks modern membuat orang lalu mengagumi dan meniru- niru gaya
hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis trhadap segala dampak negatif yang
diakibatkanya.
Peran pertama yang dimainkan Islam dalam ipteks, yaitu aqidah Islam harus dijadikan
basis segala konsep dan aplikasi ipteks. Inilah paradigma Islam sebagaimana yang telah
dibawa oleh Rasulullah Saw.
Paradigma Islam inilah yang seharusnya diadopsi oleh kaum muslimin saat ini. Bukan
paradigma sekuler seperti yang ada sekarang. Diakui atau tidak, kini umat Islam telah
telah terjerumus dalam sikap membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya;
dalam pandangan hidup, gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan.
Bercokolnya paradigma sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam
sistem pendidikan yang diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang
pragmatis serta tidak kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan
pula mengapa tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan
keyakinan dan keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus
bertolak belakang dengan Aqidah Islam.
Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini tentu perlu perubahan fundamental dan
perombakan total. Dengan cara mengganti paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan
paradigma Islam yang memandang bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme)
yang seharusnya dijadikan basis bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah Islam dijadikan
landasan iptek, bukan berarti konsep-konsep iptek harus bersumber dari al-Qur`an dan
Peran kedua Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam harus
dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram (hukum-hukum syariah
Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga
bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah
Islam. Sedangkan iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan
syariah Islam.
Keharusan tolok ukur syariah ini didasarkan pada banyak ayat dan juga hadits yang
mewajibkan umat Islam menyesuaikan perbuatannya (termasuk menggunakan iptek)
dengan ketentuan hukum Allah dan Rasul-Nya. Antara lain firman Allah:
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka
menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian
mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu
berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti
pemimpin-pemimpin selain-Nya[528].
Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya). (Qs. al-Araaf [7]: 3).
Barangsiapa yang melakukan perbuatan yang tidak ada perintah kami atasnya, maka
perbuatan itu tertolak. [HR. Muslim].
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
IPTEKS yaitu Ilmu Teknologi dan Seni adalah suatu hal yang sangat diperhatikan
dalam Islam, martabat manusia disamping ditentukan oleh peribadahannya kepada
Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya mengembangkan ilmu pengetahuan.
Oleh karena itu Islam mewajibkan setiap umat muslim untuk menuntut ilmu, karena
manusia adalah makhluk yang telah dikaruniai potensi akal yang sepatutnya
diperintahkan untuk berfikir dan berilmu. Tetapi IPTEK dan Seni pada zaman
sekarang ini telah dikuasai oleh peradaban Barat yang mana banyak yang
melenceng dari syara’. Sejatinya, ilmu adalah amal jariyah maka IPTEK dan Seni
haruslah dijalankan sesuai dengan hukum dan syara dan yang patut
dipertimbangkah adalah mengenai halal-haramnya, bukan manfaatnya saja.
3.2 SARAN
Sebagai makhluk yang diciptakannya, sudah sepatutnya kita berjalan di dunia ini
sesuai dengan aturan pencipta kita, Allah Azza wa Jalla, karena akan telah
dikaruniai kepada kita, maka kewajiban menuntut ilmu harus segera kita jalankan.
Tentunya, sesuai dengan aturan Allah SWT.
Marlina. L 2014. iptek dan seni dalam islam: http://learnanything-r.blogspot.in/ 2014/ 06/
contoh-makalah-pendidikan-agama-islam.html
Salim. A 2015. Etika pengembangan dan penerapan ipteks dalam pandangan islam
https://asbarsalim009.blogspot.co.id/2015/03/etika-pengembangan-dan-penerapan ipteks.