You are on page 1of 9

Seni lukis

Seni lukis adalah salah satu cabang dari seni rupa. Seni lukis adalah sebuah pengembangan dari
menggambar. Melukis adalah kegiatan mengolah medium dua dimensi atau permukaan dari
objek tiga dimensi untuk mendapat kesan tertentu, dengan melibatkan ekspresi, emosi, dan
gagasan pencipta secara penuh. Sebuah lukisan membutuhkan konsep tutur yang subyektif,
yaitu harus dapat menterjemahkan apa yang ada dalam obyek, tema atau gagasan secara
representatif. Di sini ekspresi pelukis seolah-olah menjadi pendorong utama, sedangkan
bentuk, corak dan Pengertian warna merupakan hasil akibat ekspresi tadi. Sebagai kata benda
ia berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kekriaan yang
artistik. Cilpacastra yang banyak disebut-sebut dalam pelajaran sejarah kesenian, adalah buku
atau pedoman bagi para cilpin, yaitu tukang, termasuk di dalamnya apa yang sekarang disebut
seniman.Dalam bahasa Latin pada abad pertengahan, ada terdapat istilah-istilah ars, artes, dan
artista. Ars adalah teknik atau craftsmanship, yaitu ketangkasan dan kemahiran dalam
mengerjakan sesuatu; adapun artes berarti kelompok orang-orang yang memiliki ketangkasan
atau kemahiran; dan artista adalah anggota yang ada di dalam kelompok-kelompok itu. Maka
kiranya artista dapat dipersamakan dengan cilpa. Seni menurut Leo Tolstoy (Sumardjo,
2000:62) adalah ungkapan perasaan pencipta yanng disampaikan kepada orang lain agar
mereka dapat merasakan apa yang dirasakan pelukis. Seni menurut Sukaryono (1988:7) adalah
ungkapan isi hati dan perasaan yang disebut sebagai bahasa seniman yang dikomunikasikan.
Seni menurut Thomas Munro (Mikke Susanto, 2002:101) adalah alat buatan manusia untuk
menimbulkan efek-efek psikologis atas manusia lain yang melihatnya. Seni menurut Soedarso
SP ( Mike Susanto, 2002:101) adalah karya manusia yang mengkomunikasikan pengalaman-
pengalaman batinnya; pengalaman batin tersebut disajikan secara indah sehingga merangsang
timbulnya pengalaman batin pula pada manusia lain yang menghayatinya.
Secara historis, seni lukis sangat terkait dengan gambar. Dalam bahasa Sanskerta, kata seni
disebut cilpa. Sebagai kata sifat, cilpa berarti berwarna, dan kata jadiannya su-cilpa berarti
dilengkapi dengan bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah.Peninggalan-
peninggalan prasejarah memperlihatkan bahwa sejak ribuan tahun yang lalu, nenek moyang
manusia telah mulai membuat gambar pada dinding-dinding gua untuk mencitrakan bagian-
bagian penting dari kehidupan. Sebuah lukisan atau gambar bisa dibuat hanya dengan
menggunakan materi yang sederhana seperti arang, kapur, atau bahan lainnya. Salah satu
teknik terkenal gambar prasejarah yang dilakukan orang-orang gua adalah dengan
menempelkan tangan di dinding gua, lalu menyemburnya dengan kunyahan dedaunan atau
batu mineral berwarna. Hasilnya adalah jiplakan tangan berwana-warni di dinding-dinding gua
yang masih bisa dilihat hingga saat ini.

Seni kriya

Seni kriya adalah cabang seni yang menekankan pada ketrampilan tangan yang tinggi
dalam proses pengerjaannya. Seni kriya berasal dari kata “Kr” (bhs Sanskerta) yang
berarti ‘mengerjakan’, dari akar kata tersebut kemudian menjadi karya, kriya dan kerja.
Dalam arti khusus adalah mengerjakan sesuatu untuk menghasilkan benda atau obyek
yang bernilai seni” (Prof. Dr. Timbul Haryono: 2002).

Dalam pergulatan mengenai asal muasal kriya Prof. Dr. Seodarso Sp dengan mengutif
dari kamus, mengungkapkan “perkataan kriya memang belum lama dipakai dalam
bahasa Indonesia; perkataan kriya itu berasal dari bahasa Sansekerta yang dalam kamus
Wojowasito diberi arti; pekerjaan; perbuatan, dan dari kamus Winter diartikan sebagai
‘demel’ atau membuat”. (Prof. Dr. Soedarso Sp, dalam Asmudjo J. Irianto, 2000)

Sementara menurut Prof. Dr. I Made Bandem kata “kriya” dalam bahasa indonesia
berarti pekerjaan (ketrampilan tangan). Di dalam bahasa Inggris disebut craft berarti
energi atau kekuatan. Pada kenyataannya bahwa seni kriya sering dimaksudkan sebagai
karya yang dihasilkan karena skill atau ketrampilan seseorang”. (Prof. Dr. I Made
Bandem, 2002)

Dari tiga uraian ini dapat ditarik satu kata kunci yang dapat menjelaskan pengertian
kriya adalah; kerja, pekerjaan, perbuatan, yang dalam hal ini bisa diartikan sebagai
penciptaan karya seni yang didukung oleh ketrampilan (skill) yang tinggi.

Seperti telah disinggung diawal bahwa istilah kriya digali khasanah budaya Indonesia
tepatnya dari budaya Jawa tinggi (budaya yang berkembang di dalam lingkup istana
pada sistem kerajaan). Denis Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: Silang budaya,
menyatakan ‘istilah kriya yang diambil dari kryan menunjukkan pada hierarki strata
pada masa kerajaan Majapahit, sebagai berikut; “Pertama-tama terdapat para mantri,
atau pejabat tinggi serta para arya atau kaum bangsawan, lalu para kryan yang berstatus
kesatriya dan para wali atau perwira, yang tampaknya juga merupakan semacam
golongan bangsawan rendah’. (Denis Lombard dalam Prof. SP. Gustami, 2002)

Menyimak pendapat Prof. SP. Gustami yang menguraikan bahwa; seni kriya merupakan
warisan seni budaya yang adi luhung, yang pada zaman kerajaan di Jawa mendapat
tempat lebih tinggi dari kerajinan. Seni kriya dikonsumsi oleh kalangan bangsawan dan
masyarakat elit sedangkan kerajinan didukung oleh masyarakat umum atau kawula alit,
yakni masyarakat yang hidup di luar tembok keraton. Seni kriya dipandang sebagai seni
yang unik dan berkualitas tinggi karena didukung oleh craftmanship yang tinggi,
sedangkan kerajinan dipandang kasar dan terkesan tidak tuntas. Bedakan pembuatan
keris dengan pisau baik proses, bahan, atau kemampuan pembuatnya.

Lebih lanjut Prof. SP. Gustami menjelaskan perbedaan antara kriya dan kerajinan dapat
disimak pada keprofesiannya, kriya dimasa lalu yang berada dalam lingkungan istana
untuk pembuatnya diberikan gelar Empu. Dalam perwujudannya sangat mementingkan
nilai estetika dan kualitas skill. Sementara kerajinan yang tumbuh di luar lingkungan
istana, si-pembuatnya disebut dengan Pandhe. Perwujudan benda-benda kerajinan
hanya mengutamakan fungsi dan kegunaan yang diperuntukkan untuk mendukung
kebutuhan praktis bagi masyarakat (rakyat). (Prof. SP. Gustami, 2002) Pengulangan dan
minimnya pemikiran seni ataupun estetika adalah satu ciri penanda benda kerajinan.

Pemisahan yang berdasarkan strata atau kedudukan tersebut mencerminkan posisi dan
eksistensi seni kriya di masa lalu. Seni kriya bukanlah karya yang dibuat dengan
intensitas rajin semata, di dalamnya terkandung nilai keindahan (estetika) dan juga
kualitas skill yang tinggi. Sedangkan kerajinan tumbuh atas desakan kebutuhan praktis
dengan mempergunakan bahan yang tersedia dan berdasarkan pengalaman kerja yang
diperoleh dari kehidupan sehari-hari.

Kembali ditegaskan oleh Prof. SP. Gustami: seni kriya adalah karya seni yang unik dan
punya karakteristik di dalamnya terkandung muatan-muatan nilai estetik, simbolik,
filosofis dan sekaligus fungsional oleh karena itu dalam perwujudannya didukung
craftmenship yang tinggi, akibatnya kehadiran seni kriya termasuk dalam kelompok
seni-seni adiluhung (Prof. SP.Gustami, 1992:71).

Uraian tadi menyiratkan bahwa kriya merupakan cabang seni yang memiliki muatan
estetik, simbolik dan filosofis sehingga menghadirkan karya-karya yang adiluhung dan
munomental sepanjang jaman. Praktek kriya pada masa lalu dibedakan dari kerajinan,
kriya berada dalam lingkup istana (kerajaan) pembuatnya diberi gelar Empu. Sedangkan
kerajinan yang berakar dari kata “rajin” berada di luar lingkungan istana, dilakoni oleh
rakyat jelata dan pembuatnya disebut pengerajin atau pandhe.

Dari beberapa pendapat yang telah dibahas sebelumnya menjelaskan bahwa wujud awal
seni kriya lebih ditujukan sebagai seni pakai (terapan). Praktek seni kriya pada awalnya
bertujuan untuk membuat barang-barang fungsional, baik ditujukan untuk kepentingan
keagamaan (religius) atau kebutuhan praktis dalam kehidupan manusia seperti; perkakas
rumah tangga. Contohnya dapat kita saksikan pada dari artefak-artefak berupa kapak
dan perkakas pada jaman batu serta peninggalan-peninggalan dari bahan perunggu pada
jaman logam berupa; nekara, moko, candrasa, kapak, bejana, hingga perhiasan seperti;
gelang, kalung, cincin. Benda-benda tersebut dipakai sebagai perhiasan, prosesi upacara
ritual adat (suku) serta kegiatan ritual yang bersifat kepercayaan seperti; penghormatan
terhadap arwah nenek moyang.

Masuknya agama Hindu dan Budha memberikan perubahan tidak saja dalam hal
kepercayaan, tetapi juga pada sistem sosial dalam masyarakat. Struktur pemerintahan
kerajaan dan sistem kasta menimbulkan tingkatan status sosial dalam masyarakat.
Masuknya pengaruh Hindu–Budha di Indonesia terjadi akibat asimilasi serta adaptasi
kebudayaan Hindu-Budha India yang dibawa oleh para pedagang dan pendeta Hindu-
Budha dari India dengan kebudayaan prasejarah di Indonesia. Kedua sistem keagamaan
ini mengalami akulturasi dengan kepercayaan yang sudah ada sebelumnya di Indonesia
yaitu pengkultusan terhadap arwah nenek moyang, dan kepercayaan terhadap spirit
yang ada di alam sekitar. Kemudian kerap tumpang tindih dan bahkan terpadu ke dalam
pemujaan-pemujaan sinkretisme Hindu-Budha Indonesia. (Claire Holt diterjemahkan
oleh RM. Soedarsono, 2000)

Tumbuh dan berkembangnya kebudayan Hindu-Budha di Indonesia kemudian


melahirkan kesenian berupa seni ukir dengan beraneka ragam hias, dan patung
perwujudan dewa-dewa. Dalam sistem sosial kemudian lahir sistem pemerintahan
kerajaan yang berdasarkan kepada kepercayaan Hindu seperti kerajaan Sriwijaya di
Sumatra, kerajaan Kutai di Kalimantan, kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat, Mataram
Kuno Jawa Tengah. Hingga kerajaan Majapahit di Jawa Timur dengan maha patih
Gajah Mada yang tersohor, yang kemudian membawa pengaruh Hindu ke Bali. Seni
ukir tradisional masih diwarisi hingga saat ini.

Peran seni kriyapun menjadi semakin berkembang tidak saja sebagai komponen dalam
hal kepercayaan/agama, namun juga menjadi konsumsi golongan elit bangsawan yaitu
sebagai penanda status kebangsawanan. Kondisi tersebut menjadikan kriya sebagai seni
yang bersifat elitis karena menduduki posisi terhormat pada masanya, berbeda dengan
kerajinan yang cenderung tumbuh pada kalangan masyarakat biasa atau golongan
rendah.

Akan tetapi keadaannya berbeda pada masa modern, dimana tingkatan sosial seperti
pada masa kerajaan yang disebut “kasta” sudah tidak lagi eksis. Kalaupun ada tingkatan
sosial kini tidak lagi berdasarkan “kasta” atau kebangsawanan yang dimiliki oleh
seseorang, akan tetapi kemapanan ekonomi kini menjadi penanda bagi status seseorang.
Artinya tarap ekonomi yang dimiliki seseorang dapat membedakan posisi mereka dari
orang lain, secara sederhana kekuasan sekarang ditentukan oleh kemampuan ekonomi
yang dimiliki seseorang. Dalam sistem masyarakat modern kondisinya telah berubah
kaum elit yang dulunya ditempati oleh kaum bangsawan (ningrat), sekarang digantikan
kalangan konglomerat (pemilik modal). Kondisi ini membawa dampak bagi pada posisi
kriya, karena kini kriya mulai kehilangan struktur sosial yang menopang eksistensinya
seperti pada masa lalu.

Situasi ini menjadikan kriya tidak lagi menjadi seni yang spesial karena posisi
terhormatnya di masa lalu kini sudah terancam tidak eksis lagi, kriya kini menjadi
sebuah artefak warisan masa lalu. Terlebih lagi dalam industri budaya seperti sekarang
kedudukan kriya kini tidak lebih sebagai obyek pasar, yang diproduksi secara masal dan
diperjualbelikan demi kepentingan ekonomi. Kriya kini mengalami desakralisasi dari
posisi yang terhormat di masa lalu, yang adiluhung merupakan artefak yang tetap
dihormati namun sekaligus juga direduksi dan diproduksi secara terus-menerus.

Kehadiran kriya pada jenjang pendidikan adalah sebuah upaya mengangkat kriya dari
hanya sebagai artefak, untuk menjadikannya sebagai seni yang masih bisa eksis dan
terhormat sekaligus mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman. Inilah
tugas berat insan kriya kini. Dalam perkembangan selanjutnya sejalan dengan
perkembangan jaman, konsep kriyapun terus berkembang. Perubahan senantiasa
menyertai setiap gerak laju perkembangan zaman, praktek seni kriya yang pada awalnya
sarat dengan nilai fungsional, kini dalam prakteknya khususnya di akademis seni kriya
mengalami pergeseran orientasi penciptaan. Kriya kini menjelma menjadi hanya
pajangan semata dengan kata lain semata-mata seni untuk seni. Pergerakan ini
kemudian melahirkan kategori-kategori dalam tubuh kriya, kategori tersebut antara lain
kriya seni, dan desain kriya.

Seni cetak

Seni cetak ialah proses penghasilan karya seni melalui teknik percetakan, biasanya di atas
kertas. Kecuali dalam kes monotaip, proses ini mampu menghasilkan salinan karya yang sama
dalam jumlah banyak, yang dikenali cetakan atau gambar teraan. Setiap kepingan karya
bukanlah tiruan tetapi hasil asli kerana ia bukan diciplak daripada mana-mana karya seni yang
lain dan secara tekniknya dikenali sebagai teraan. Ini berbeza dengan lukisan yang mencipta
satu karya seni asli yang unik. Teraan dihasilkan dari satu permukaan asli tunggal, secara
tekniknya disebut sebagai matriks. Matriks yang umum digunakan adalah seperti plat logam,
biasanya tembaga atau zink untuk turisan atau goresan; batu untuk litografi; blok kayu untuk
toreh kayu, linoleum untuk torehan lino dan plat fabrik untuk percetakan skrin. Masih banyak
lagi bahan lain yang digunakan dalam karya seni ini, dan akan diterangkan di bawah. Karya
yang dicetak dari satu plat tunggal membentuk satu edisi, dan di zaman mdoden ini selalunya
ditandatangani dan dinomborkan untuk membentuk suatu edisi terhad. Teraan juga boleh
diterbitkan dalam bentuk buku, sebagai buku artis. Satu teraan boleh terhasil dari satu atau
beberapa teknik.

Seni Grafis / Seni Cetak dibagi menjadi 5 cetak yaitu, :

1. Cetak Datar = Teknik mencetak/memperbnyak/memproduksi suatu gambar/tulisan


dengan menggunakan media CETAKAN yang mempunyai permukaan .
datar/rata.
Contoh = Kaca,Rubber,Plastik

2. Cetak Tinggi = Teknik mencetak/memperbnyak/memproduksi suatu gambar/tulisan


dengan menggunakan media CETAKAN yang mempunyai permukaan tinggi .
(timbul).
. Contoh = Stampell

3. Cetak Dalam = Teknik mencetak/memperbnyak/memproduksi suatu gambar/tulisan


dengan menggunakan media CETAKAN yang mempunyai permukaan dalam .
(cekung)
. Contoh = Plat Nomor

4. Cetak saring /Cetak Tembus/Cetak Sablon = Teknik


mencetak/memperbnyak/memproduksi suatu gambar/tulisan dengan menggunakan
media CETAKAN yang . mempunyai permukaan
buka

Seni gambar

Pengertian menggambar bentuk - Menggambar adalah proses membuat gambar


dengan cara menggoreskan benda-benda seperti pensil dan pena.Hasil dari proses ini
berupa susunan garis.Adapun melukis adalah proses membuat gambar dengan cara
melumurkan bahan warna seperti cat,pada bidang datanr (misalnya kanvas,papan,triplek
dan hardboard).Hasil dari melukis berupa tata susunan warna.

Menggambar merupakan suatu perbuatan seseorang dalam usahanya untuk


mengungkapkan buah pikiran,sehingga bermakna visual pada suatu bidang dan hasilnya
disebut gambar.Dalam kegiatan menggambar dapat dibedakan menjadi gambar dan
lukisan.Lukisan merupakan ungkapan buah pikiran yang disertai emosi yang
mendalam,sedangkan gambar merupakan hasil buah pikiran saja.Jadi dapat dikatakan
bahwa lukisan adalah gambar,namun gambar belum dapat dikatakan lukisan.Untuk
dapat melukis,maka seseorang harus dapat menggambar dengan baik dan memiliki
keterampilan serta menguasai wawasan seni rupa.

Bntuk dapat diartikan sebagai wujud,bangun atau rupa.Bentuk-bentuk yang terdapat di


sekitar kalian berasal dari bentuk atau pola dasar geometris (lingkaran,kubus,bola dan
sebagainya) sehingga terjadi segala macam bentuk.Secara garis besar bentuk dapat
digolongkan menjadi dua macam,yaitu bentuk geometris dan bentuk organis.

1. Bentuk geometris adalah bentuk-bentuk tertentu yang terukur dan dapat


didefinisikan,misalnya : bujur sangkar,persegi panjang,biola,limas dan lingkaran.
2. Bentuk organis adalah bentuk alamiah yang sudah mengalami perkembangan,tidak
lagi terukur dan sukar didefinisikan,misalnya : bentuk pohon,orang atau hewan.

Menggambar bentuk merupakan kegiatan untuk mewujudkan ilusi (bayangan atau


angan-angan) melalui gambar ilusi dapat mengenai benda yang sedang dilihat atau
digambar.Hasil dari menggambar bentuk adalah terwujudnya gambar yang
realistis,artinya gambar yang dibuat itu harus menampakan kesan berisi dan terbuat dari
bahan tertentu.Jadi,dapatlah didefinisikan menggambar bentuk adalah menggambar dari
benda-benda sesuai dengan sifat-sifat benda tersebut (fisioplastis).

Lukisan

by Niladri Paul

seni cetak

Contoh hasil cetakan lino


kriya

Uang
Seni gambar

Seni cetak

Contoh hasil cetakan lino

You might also like