You are on page 1of 14
DERADIKALISASI AGAMA MELALUI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DAN INKLUSIVISME (Studi Pada Pesantren al-Hikmah Benda Sirampog Brebes) RELIGIOUS DERADICALIZATION THROUGH MULTIKULTURAL EDUCATION AND INCLUSIVISM (Study at Pesantren al-Hikmah Benda Sirampog Brebes) Doeen STIT Pemalang ‘esmal: muammerama@ yahoo.com Naskah dirime: 18 September 2015 Nackah iceleks: 6 November 2015 Naskah dirk: 15 November 2015 Proofreading penuis: 28 ‘November 2015, MU'AMMAR RAMADHAN Ansraacr Reliyiousractcalsm isatermiveloy thatisakoaysinteresting tobe discussed. Variousattempts hhavetbeen done by some partes to counteraet the raicalism. The religious radiealsm cannot be eliminated, but it canbe minimized. One ofthe efortsof religion deradicatizaton is forming the mindset by instiling the valcsf matcultralism and incusiouness through Isla Boarding Schools. One of Isamie Boarding Schools that educate students in an inclusive and instil the values of multiculturalism is Al-Hikmah, Brebes. These Islamic Boarding Schools educate the student fo learn a classical book of sium (Kitab Kuning) ae earn informal education Besides that, Ab-llonah is one of Islamic Boarding Sehools which has great impact on society. This sual is a quatitatve research by using structural fnetionatism approach of Parsons by using adaptation functionality framework, integration, god! attainment, and lteney. The research is using deseriptive-analytica! method to analyze the data. Output from the research are the rultiultural ectucation and inclusiveness in al-ikemah Boarding School hasbeen taught by eachers whose teaching not only one subject. Using habituation, cscussions, lectures, discussions, demonstrations stories, and exemplary as an implementation of learning, The {good values that are obtained by the student sue as assume good faith to others (khusnuldzan), living together, egatarianismm, mutual understanding, and rmutual respect, distanced attitude of prejudice against other parties, competition in the goodness, honesty, and forgiveness to others. Keywords: radicalism, mutculturatism, incusivism, flame Bourting schooks, learning rmeiteds, peace eulture. AnsreaK Raadkalisme ageamamenjaterminolog wang senantiasamenarikdiperbincangkan. Berbagai _upaya dilakukan oeh sejumiah pibak, tuk menangkel paham radial. Karenanya, meskipun radikatisme agcoma tidak bisa cilergkean, narmum dapat diminimatisi. Salgh satwe wpm deraikatisasi agama adalah dengan melakukan proses pemahamanan dan pembentukan pola pikr, yakni dengan menanamkan rida-nilet rtulturalisme dan inklusvisme ‘melalui pendidikan pesuntren, Sala sutu pesantren yang mendidik suntr-santri secure inkhsif dan menanamnkan nila-nilai matituratisme adalah pesantren Al-Hikmah Benda Sirampog Brebes.auwa Tengah. Pesantrer ini mendidiksantri untuk tagquh iin melalui pengajaran kitab kuning dan pendidikun formal. Di samping itu, Pesantren AF-Hiloah :merupakan saleh pesantren yong mempusnyai pengaruh kuat di masyarakat. Pentti ini ‘merupakan penelitian kualitati lapangan dengan menggunakan pendekatan fungsionalisme siruktural Parsons derigan kerangka fungst adaptation (adeptasi, integration (ntegrast), goal attainment (pencapatan tujuan), dan fitness (pemeliharaan pola). Adapun metode anatisisnya menggunaken metode deskriptifanatiis. Hasil peneition ini adalah bata ‘pendidikan multkuitural dan inkiusivisme ei pondok pesanren a-Hikmath Benda dilakukan ‘melatt pengajaran can pendidikan yang tidak berdir send’ pada satuan pejaran tertentu Implementasinya adalah dengan menggunakan metode pembiasaan, eeramah, diskusi, demonsiras,ksah, dan keteladanan, Sejuniah nila yang digarkan adalah berbaiesangka, {obersamaan,kesoderyjatan,saling menghargi, menjauhkan sikap prejuieterkadap pihak lean, Komapetis: dalam kebuakan, kentaran, dan member’ maa kepada orang ta. Kata kunci: radikalisme, multikuturalisme, inklusvisme, pondok pesantren, metode pembelajaran, budaya darnal pu Jurnal SMaRT Volume 01 Nemor 02 Desember 2015 PENDAHULUAN Radikalisme agama merupakan diskursus sekaligus fenomenayangsenantiasaaktual. Kajian tentang radikalisme agama banyak dilakukan berbagai pihak, khususnya pascakejadian tindak kekerasan atas nama agama seperti bom bunuh diri. Kajian_radikalisme agama paling. tidak menyangkut dua hal, yakni: pertama, penafsiran atas teks-teks suci keagamaan secara tekstualis- formalistik yang melahirkan pemahaman dan sikap keberagamaan yang ekslusif, cenderung ‘merasa paling benar (truth claim), dan semangat menggebu untuk melakukan perubahan melalui tindakan sporadis. Halinimelahirkan radikalisme agama yang dalam tataran tertentu melahirkan aksi teror sebagai salah satu implementasi konsep jihad. Menurut Ahmad Syafi Marif, perilaku ini karena pendukung radikalisme agama tampaknya tidak punya modal untuk menawarkan perdamaian dan_ kesejahteraan yang ada dalam konsepsi mereka. Oleh sebab itu, mereka menempuh jalan pintas, berupa self, defeating (menghancurkan diri sendiri) atas nama agama (Ma'arif, 2009: xv) Kedua, penafsiran teks-teks suci keagamaan secara kontekstual-substantif yang melahirkan sikap keberagamaan yang moderat, inklusif, dialogis, dan mengedepankan —semangat rakmatan lil ‘alamin. Kelompok kedua ini lebih bersifat inklusif dan menghargai keberagaman. Dua kutud ini sering menjadi pembahasan yang tidak ada habis-habisnya, mulai dari sisi postulat dasar, metodologi, tokoh pemikir dan ‘tummannya, hingga contoh nyata masing-masing kelompok dan model gerakannya. Sejumlah organisasi_ keagamaan yang dinilai_radikal di antaranya adalah Jama'ah Islamiyah (J1), Negara Islam Indonesia (NID, Front Pembela Islam (FPD, Anshorut Tauhid, Majelis Tafsir al-Qur'an (MTA), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HI! Pemikiran dan sikap keberagamaan yang berkembang di tengah orgunisasi keagamaan yang Dersifat radikal cenderung antimultikulturalisme. Salah satu sikap antimultikuturalisme adalah adanya Klaim 178 Kebenaran (truth claim), Padahal_menurat Amin Abdullah, truth claim (klaim kebenaran) tidak favourable dan tidak kondusif bagi upaya membangun tata pergaulan masyarakat pluralistik yang sehat. Kecenderungan truth claim juga potensial untuk eksplosif dan destruktif, sehingga hal ini harus dinetralisir dalam bentuk anjuran untuk waspada terhadap bahaya ekstrimitas dalam berbagai bentuknya (Abdullah, 2004: 68). -nilai_antimultukulturalisme lainnya adalah prasangka dan stereotip (pandangan negatif dengan pihak lain terutama yang tidak sealiran paham atau terhadap Yahudi dan Nasrani), stigma dan penghakiman (pelabelan babwa pihak lain buruk), eksklusivisme (anjuran untuk tidak berhubungan dengan pihak lain), arogansi kelompok (bahwa kelompoknya lebih unggul daripada kelompok lain), pembelaan terhadap aksi kekerasan atas nama agama (ungkapan simpati terhadap tindak kekerasan yang telah dilakukan oleh orang-orang yang dianggap baik atau benar), dan pembelaan terhadap aksi melanggar hukum (ungkapan simpati pada tindakan_ pelanggaran hukum negara yang telah dilakukan oleh orang-orang, yang sekelompok dengannya) (Baidhawy, 2008: 6). Counter wacana dan internalisasi nilai- nilai keberagamaan inklusif serta_nilai-nilai multikulturalisme sangat diperlukan dalam menangkal gerakan radikalisme agama, Nilai- nilai inklusif Islam yang dibawa oleh para pedagang sufi yang pertama kali hadir di 1, Menurat Nasir Abbas, penilaian ini berangkat dari kenyataan bahwa organisasi seperti JT dan NIT memang ‘mempunyai agenda utama mendirikan Negara Islam yang dibungkus dengan tema menegakkon syari‘at Islam. Mereka cenderung ekslusif dan mengklaim ‘kebenaran dalam dri kelompoknya, Dengan cita ideal ddan Klaim mereka inilab, pemerintahan yang ada seat ini diangeap sebagai pemerintahan kafir sehingga bharus diperangi, (Ceramah Nasir Abbas dalam Halagah lama Jawa Tengah yang disclenggarakan Jam’iyyah Maiyyah Indonesia di Hotel Grand Mandarin Dupan quer, Pekalongan, Ahad, 5 Juni 2011). Deracikalisasi Agama Melalui Pendidikan Multkultural dan Inklusivisme ‘Muammar Ramadhan, 17-190 Nusantaraberhasil menjadi katalisator bagi penyebaran Islam secara luas (Jamil, 2006: 54).? Nilai-nilai inklusif ini kemudian berkembang di Indonesia dan dipertahankan di antaranya oleh pondok pesantren. Nilai-nilai —multikulturalisme ——-yang dapat diajarkan di pesantren- antara lai kesatuan kemanusiaan (unity of humankind), kompetisi dalam kebaikan (competition in good works), memberi maaf kepada orang lain Gorgiveness toward humankind), dialog atau ko-eksistensi_ dan pro-eksistensi, kehidupan bersama (living together), _kesederajatan (equality/egilitarianism), saling _ memahami (mutual understanding), saling_ menghargai (mutual respect), kejujuran (trust), berpikir positif (positive thinking), toleran (tolerance), rekonsiliasi, resolusi_—Konflik, _kedamian, menghindari kekerasan (non violence), dan kesejahteraan sosial (Baidhawy, 2008: 59). Salah satu pesantren yang mendidik sant santri secara inklusif dan menanamkan nilai-nilai multikulturalisme adalah pesantren al-Hikmah Benda Sirampog Brebes. Pesantren ini di samping mendidik santri di dalam asrama melalui sistem pendidikan pesantren, juga mendidik santri melalui jenjang pendidikan formal. Terdapat lembaga pendidikan dari mulai Tk, SMP/MIs, SMA/MA, Akper, dan Ma‘had ‘Aly. Pesantren al-Hikmah dan lembaga pendidikan yang ada di dalamnya mempunyai sarana pendidikan yang representatif dan tenaga pengajar yang qualified. Di samping itu juga didukung oleh. masyarakat luas dan mempunyai jaringan yang kuat dengan sejumlah lembaga/instansi. Pengaruh yang Inas ini menjadikan pesantren al-Hikmah menjadi salah satu rujukan masyarakat baik dalam hal pendidikan, spiritualitas, maupun sikap keberagamaan. Pembahasan menarik mengenai peran pedagang sufi yang inkulsif menycbarkan Islam lihat A.H John, ‘The Role of Sufism in the Spreading of Islam in Indonesai and Malaya. Bandinakan dengan tulisan Dr. Alvi Shihab, Islam Sufistik: “Islam Pertama’” dan Pengaruhnya Hingga Hingea Kini ci Indoinesia, Mizan, Bandung 2001. Proses pendidikan di Pesantren al-Hikmah, sebagaimana pesantren pada umumnya, menggunakan kitab kuning yang secara teologis, berhaluan Sunni, Wawasan keilmuan keislaman yang inklusif yang sejak ini ditanamkan membentuk karakteristik santri yang moderat dan toleran, Meskipun dalam kungkungan dogma yang kuat, namun dogma tersebut membentuk sikap keberagamaan inklusif. Warga pesantren juga mampu berbaur dengan masyarakat sekitar pesantren. Lebih dari itu, ribuan alumni. pesantren al-Hikmah mentransformasikan nilai- nilai tersebut dalam realitas kehidupan sosial kemasyarakatan, Oleh karena itu, penelitian terhadap proses pendidikan multikulturalisme dan inklusivisme dalam konteks deradikalisasi agama yang dilakukan oleh pesantren al-Hikmah Benda Sirampog Brebes penting dilakukan, Penelitian ini ingin mendapatkan penjelasan tethadap tiga masalah, yaitu: a) Bagaimana proses internalisasi nilai-nilai multikulturalisme dan inklusivisme di Pesantren al-Hikmah Benda Brebes?; b) Bagaimana transformasi multikulturalisme dan inklusivisme terhadap realitas keseharian di Pesantren al-Hikmah Benda Brebes?; dan c) Bagaimana upaya pemeliharaan budaya damai pesantren sebagai hasil dari pendidikan multikultural dan inkluisif dilakukan oleh Pesantren al-Hikmah Benda Brebes? METODE PENELITIAN Penclitian ini_merupakan _penelitian kkualitatif, Maka, sajian data dan analisis tidak menggunakan angka-angka —kuantitatif. Pendckatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsionalisme struktural Parsons dengan kerangka fungsi adaptation (adaptasi), integration (integrasi), goal_ attainment (peneapaian tujuan), dan litency (pemeliharaan pola). Pertama, adaptation, yakni proses adaptasi sistem pesantren yang mengandung nilai-nilai multikulturalisme dan inklusivisme. Bagaimana pesantren mengajarkan dan_men untuk bisa beradaptasi dengan varian kultur ‘masing-masing santri dan budaya pesantren, juga ik santri

You might also like