You are on page 1of 9

TEROWONGAN IJO:

MASA LALU DAN MASA KINI

Teguh Hindarto

Historyandlegacy-kebumen.blogspot.com
2|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

Setelah diberlakukannya Tanam Paksa yang diberlakukan oleh van den


Bosch pada tahun 1825-1830, untuk menyiasati krisis moneter pasca
Perang Jawa, ide tentang perkeretaapian diajukan dengan tujuan untuk
mengangkut hasil bumi dari Sistem Tanam Paksa tersebut. Salah satu
alasan yang mendukung adalah tidak optimalnya lagi penggunaan jalan
raya pada masa itu.
Pada 17 Juni 1864, Gubernur Jenderal Mr. L. A. J. W. Baron. Sloet van
Beele membuka jalur kereta api pertama di Jawa, yang saat itu merupakan
bagian dari Hindia Belanda. Jalur ini milik Nederlandsch-Indische Spoorweg
Maatschappij (Perusahaan Kereta Api Hindia Belanda), dan jalur pertama
yang beroperasi adalah antara Semarang dan Tanggung, dibuka pada 10
Agustus 1867 yang berjarak 26 km dengan lebar jalur 1.435 mm (lebar jalur
SS - Staatsspoorwegen adalah 1.067 mm atau yang sekarang dipakai), atas
permintaan Raja Willem I untuk keperluan militer di Semarang maupun
hasil bumi ke Gudang Semarang (History of Railways in Indonesia -
http://keretapi.tripod.com/history.html).

Kemudian dalam melayani kebutuhan akan pengiriman hasil bumi dari


Indonesia, maka Pemerintah Kolonial Belanda sejak tahun 1876 telah
membangun berbagai jaringan kereta api, dengan muara akhir pada
pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya. Semarang
3|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

meskipun strategis, tetapi tidak ada pelabuhannya untuk barang, sehingga


barang dikirim ke Batavia atau Soerabaja (GEDENKBOEK der
Staatsspoor en Tramwegen in Nederlandsch Indie (1875-1925), Buku
Kenang-kenangan kereta api dan trem di Hindia Belanda untuk masa
laporan tahun 1875-1925, oleh S.A. Reitsma (Redaktur), Dinas Informasi
Topografi Hindia Belanda - Jatinegara 1925).

Selain pembangunan jalur kereta api juga dibangun sejumlah terowongan


untuk mempermudah dan mempercepat jalur transportasi dengan
menembus dinding bukit. Ada 19 terowongan yang telah di buat dari kurun
waktu tahun 1800-1900. Dari 19 terowongan ada sekitar 8 terowongan
yang masih aktif dan terpanjang. Beberapa di antaranya adalah
Terowongan Lampegan, Terowongan Sasaksaat, Terowongan Ijo.
Terowongan Lampegan berada di Kabupaten Cianjur dan dibangun pada
tahun 1879-1882 dengan panjang 687 meter. Terowongan Ijo di Desa
Bumi Agung, Kecamatan Gombong dibangun pada tahun 1885-1886
dengan panjang 58o meter. Terowongan Sasaksaat di Kecamatan Cipatat
dibangun tahun 1902-1903 dengan panjang 949 meter.
Nama Terowongan Ijo muncul dalam sejumlah jurnal berbahasa Belanda
dan koran berbahasa Belanda. Dalam sebuah artikel berjudul,
Spoorwegverbinding van Oost- en West-Java. (Jalur Kereta Api Jawa
Timur dan Jawa Barat) yang dimuat De Ingenieur Nomor 10 Tahun 1895
disebutkan sbb:
4|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

“Eene belangrijke beschrijving van de voornaamste bouwen kunstwerken in de


stamlijn voorkomende o. a. van de Haven van Tjilatjap, brug over de Solorivier,
brug over de Serajoerivier, tunnel te Idjoe, stationsgebouw te Djocjakarta, brug
over de Progrorivier, brug over de Bogoivontorivier, baanvak Tjipattas •—-
Padalarang, viaduct over de Tjitaroen, viaduct over de Tjikerang, viaduct over
de Tjisadt en viaduct over de Tjisokkan, vindt men in de vijfde aflevering van den
jaargang 1893—-1894 van het Koninklijk Instituut van Ingenieurs medegedeeld
dooiden heer BOUWENS” (p.195)

“Deskripsi penting tentang karya seni paling penting di jalur utama Pelabuhan
Tjilatjap, jembatan di atas Sungai Solo, jembatan di atas Sungai Serajoe,
terowongan di Idjoe, bangunan stasiun di Djocjakarta, jembatan di atas Sungai
Progro, jembatan di atas Sungai Sungai Bogoivonto, bagian Tjipattas -
Padalarang, jembatan di atas Tjitaroen, jembatan di atas Tjikerang, jembatan di
atas Tjisadt dan jembatan di atas Tjisokkan, dapat ditemukan dalam volume
kelima tahun 1893-1894 terbitan dari Koninklijk Instituut van Ingenieurs
(Institut Insinyur Kerajaan), yang diumumkan oleh Tuan BOUWENS” (hal
195).
5|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

Dalam sebuah artikel berjudul, Gegevens Over Het Ontwerp En Den


Bouw van De Spoorwegtunnel te Sasaksaat. Lijn Padalarang—
Krawang (Informasi tentang desain dan konstruksi terowongan kereta api
di Sasaksaat, Padalarang - Jalur Krawang) oleh A.W. Jacommeti dkk.,
seorang Insinyur dalam Pelayanan Kereta Api Negara di Hindia Belanda
dan dimuat dalam jurnal berbahasa Belanda bernama De Ingenieur (Vol 29
No 51 Tahun 1914), dikaji perihal analisis data pembiayaan pembangunan
sejumlah terowongan yang saat itu belum ada yang mengulas secara detail
sejak awal pembangunannya.
Isi artikel memfokuskan pada Stasiun Sasaksaat. Stasiun Sasaksaat (Cipatat,
antara jalur Purwakarta dan Padalarang) sendiri dibangun pada tahun
1902-1903 namun terowongan paling tua yang dibangun di Jawa dan
letaknya tidak jauh dari Stasiun Sasaksaat yaitu di Lampegan (antara
Sukabumi-Cianjur) yang dibangun pada tahun 1879-1882.
Data pembangunan terowongan di Sasaksaat diperbandingkan dengan
terowongan yang ada di wilayah Gombong. Tidak disebut dengan nama
“Idjoe”, hanya “De tunnel nabij Gombong” (terowongan dekat Gombong, p.
989) dan “gelegen in lagen van mergelzandsteen en mergelkalk” (terletak di
lapisan marlstone dan batu kapur, p.989). Istilah mergelzandsteen
(marlstone) merujuk pada kandungan kalsium karbonat atau lumpur yang
mengandung kapur dan lumpur.
6|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

Data yang diulas adalah desain konstruksi dan sejumlah pembiayaan


material serta penggunaan bahan peledak (dinamit) untuk melubangi bukit
yang akan dipergunakan untuk terowongan. Omong-omong soal bahan
dinamit untuk meledakkan bukit yang akan dijadikan terowongan Idjoe,
disebutkan sebb, “Voor de tunnel bij Gombong was gemiddeld per M3. ongeveer
0.46 K.G. dynamiet gebruikt” (Rata-rata untuk terowongan di Gombong
adalah per M3. sekitar 0,46 K.G. dinamit digunakan - p. 991). Kebutuhan
dinamit per meter perseginya adalah 0,46 kg.
Artikel menyitir sejumlah penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh
J.M. Sweep dalam majalah/jurnal Koninklijk Instituut van Ingenieurs,
Afdeeling Ned.-Indië, yang diterbitkan pada tahun 1888 —1889. Tulisan
J.M. Sweep hanya terpaut dua tahun dari tarikh akhir pembangunan
terowongan Idjoe yaitu 1886.
7|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

Demikian pula nama Terowongan Ijo (Idjoe) muncul dalam sebuah sebuah
laporan kecil di majalah/jurnal Indische Mercuur (Vol. 38 No 7, 26
November 1915) dengan judul, Spoorwegtunnels op Java (Terowongan
Kereta di Jawa - p. 984) dijelaskan sbb:
“Men schrijft aan het Soer. Hbl: Door den aanleg der lijnen Cheribon-Kroja en
Bandjar-Parigi is het aantal spoorwegtunnels (Maleisch : ikan kakap) op Java
verdubbeld, dus van 5 op 10 gebracht. De oudste is die van den Lampeganberg
(halte Lampegan bij Soekaboemi), op welks hellingen gedeeltelijk de thee van de
ondernemingen Goenoeng Kentjana en Lampegan groeit De meest bekende is die
van Maswati (op het theeland Maswati).
De merkwaardigste is de tunnel van Idjoe bij Gombong, geboord dooreen lagen
heuvel. Op een steenworp afstands er vandaan loopt een mooie straatweg, waarover
de Gombongers zonder moeite kunnen fietsen. Men had, door het tracé te verleggen,
dien tunnel niet behoeven te boren.
8|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

De kostbaarste in onderhoud is de Mrawan-tunnel nabij den Garahan-tunnel op


de lijn Kalisat-Banjoewangi. De aardstorting in 1910, welke den Mrawan-tunnel
verstopte, een gevolg vaneen technische fout, kostte den lande bijna een half millioen
aan herstellingskosten. Nog niet voltooid zijnde tunnels Gambarsarie en
Kaliradjoek dijn Cheribon-Kroja) alsmede de Wilhelmina-, Prins Hendriken
Juliana-tunnel (lijn Bandjar-Parigi)”
Terjemahan bebas:
“Orang-orang menulis di Soerabaja Handelsblad: Karena pembangunan jalur
Cheribon-Kroja dan Bandjar-Parigi, jumlah terowongan kereta api (Melayu:
ikan kakap) di Jawa meningkat dua kali lipat, sehingga sebelumnya 5 menjadi 10.
Yang tertua adalah stasiun Lampegan (di Soekaboemi), di lereng mana teh
Goenoeng Kentjana dan perusahaan Lampegan tumbuh. Yang paling terkenal
adalah Maswati (di tanah teh Maswati).
Yang paling luar biasa adalah terowongan Idjoe di dekat Gombong, dibor melalui
bukit rendah. Sepelemparan batu adalah jalan jalanan yang indah tempat orang
Gombong dapat bersepeda dengan mudah. Tidak perlu mengebor terowongan itu
dengan menggeser rute.
Pemeliharaan yang paling mahal adalah terowongan Mrawan dekat terowongan
Garahan di jalur Kalisat-Banjoewangi. Gempa bumi pada tahun 1910, yang
memblokir terowongan Mrawan, sebagai akibat dari kesalahan teknis, menelan
biaya hampir setengah juta negara untuk biaya perbaikan. Terowongan
Gambarsarie dan Kaliradjoek dijn Cheribon-Kroja belum selesai) serta
terowongan Wilhelmina, Pangeran Hendriks dan Juliana (jalur Bandjar-
Parigi)”
Terowongan Ijo disebutkan sebagai "de merkwaardigste" (yang luar biasa)
dan ada pendeskripsian etnografis yang menarik, "Op een steenworp afstands
er vandaan loopt een mooie straatweg, waarover de Gombongers zonder moeite
kunnen fietsen" (Sepelemparan batu adalah jalan jalanan yang indah tempat
orang Gombong dapat bersepeda dengan mudah).
9|Terowongan Ijo: Masa Lalu dan Masa Kini – Teguh
Hindarto

Mengapa dinamai Terowongan Idjoe? Sampai sejauh ini belum didapatkan


data yang memadai dan masih segelap terowongan yang disampingnya saat
ini sedang dibuat terowongan baru dengan lebar 22 meter, tinggi 6 meter,
dan panjang 600 meter sebagai bagian dari Proyek Rel Ganda Lintas
Selatan Jawa sepanjang 431 km yang dimulai dari Cirebon ke Purwokerto.

Artikel ini dimuat di link berikut ini:


https://historyandlegacy-kebumen.blogspot.com/2019/06/terowongan-
ijo-masa-lalu-dan-masa-kini.html

Teguh Hindarto, S.Sos., MTh.


1. Penulis dan Peminat Kajian Sosial di Braindilogsociology Indonesia
2. Anggota Komite Penelitian dan Pernerbitan Ilmiah, Badan
Pengelola Geopark Karangsambung-Karangbolong, Kebumen
No Kontak: 0817463816
Email: derekhatov@gmail.com

You might also like