Professional Documents
Culture Documents
______________________________________________________________________________
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
Status Lokalis
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : perut datar, distensi (-), scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan iliaca dextra pada titik Mc Burney (+), blumberg sign (+),
rouvsing sign (+)
Pemeriksaan khusus:
obturator sign (+), psoas sign (+)
Pemeriksaan laboratorium:
Leukosit : 15.400 /mm3
Hb : 15,3 gr/dl
Hematokrit : 37,2 %
Platelet : 189.000 /mm3
Daftar pustaka:
a. Grace PA, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Edisi ketiga. Jakarta: Erlangga. 2007
b. Gleadle J. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta:Erlangga. 2003
c. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2005
d. Hamami, AH, dkk. Usus halus, appendiks, kolon, dan anorektum dalam Sjamsuhidajat
R, De Jong W. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta: EGC.2004.
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui dan mendiagnosis pasien appendisitis akut
2. Tatalaksana pasien appendisitis akut
1. Subyektif : ZA, laki-laki 57 tahun, Nyeri perut di bagian kanan bawah yang semakin
memberat sejak 1 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS). Nyeri timbul mendadak,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan semakin lama semakin hebat, nyeri tidak
dipengaruhi oleh makanan atau perubahan posisi, nyeri tidak menjalar ke bagian tubuh
lain, mual (+), muntah (+), muntah tidak berdarah, berisi makanan yang dimakan, demam
(+), demam timbul bersamaan dengan nyeri, demam tidak terlalu tinggi.
2. Obyektif:
Vital sign :
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 87 kali/menit
Suhu : 37,3 oC
Frekuensi nafas : 24 kali/menit
Pemeriksaan abdomen:
Inspeksi : perut datar, distensi (-), scar (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : nyeri tekan iliaca dextra pada titik Mc Burney (+), blumberg sign (+),
rouvsing sign (+)
Pemeriksaan khusus:
obturator sign (+), psoas sign (+)
Pemeriksaan laboratorium:
Leukosit : 15.400 /mm3
3. Assestment:Appendisitis akut
Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut
adalah peradangan akut pada apendiks sehubungan dengan obstruksi lumen dan infeksi
bakteri. Biasanya menimbulkan keluhan nyeri abdomen.
Apendisitis disebabkan obtruksi lumen apendiks yang selanjutnya mengakibatkan
kongesti vaskular, iskemia jaringan, nekrosis dan infeksi. Infeksi kuman dari colon yang
paling sering adalah E. Coli dan Streptococcus. Penyebab terbanyak obtruksi lumen
apendiks adalah obtruksi oleh fecolith. Fecolith ditemukan sebanyak 40% pada kasus
apendisitis akut yang simpel, 65% pada gangren apendisitis tanpa perforasi dan hampir
90% pada gangren apendisitis dengan perforasi
Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah
meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi
appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam
sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi.
Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau
spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu
dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks. Perbaikan
keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif
serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum
pembedahan.
Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah
laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke
dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan juga
dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan
bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya
antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik.
4. Plan:
Non-farmakologis
Rawat inap
Tirah baring dengan posisi fowler
Diet makanan biasa gizi seimbang
Farmakologis
- Appendiktomi
Appendiktomi telah dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2017. Ditemukan appendix
yang meradang, oedema, dan hiperemi. Tidak terdapat perlengketan. Telah diangkat
appendix dengan ukuran panjang 3 cm dan diameter dinding terluar 1 cm.
- Rawat inap
IVFD RL 20 gtt/menit
Inj. Ceftriaxon 1 gram/12 jam
Inj. Ranitidin 20 mg/ 12 jam
Inj. Ketorolac 40 mg/ 8 jam
Pasien diet makanan biasa gizi seimbang
Konsultasi : pasien dikonsulkan ke dokter spesialis bedah untuk proses penyembuhan dan
prognosis pasien kedepannya.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
3. Riwayat keluarga: Anak pasien yang berumur 6 bulan juga mengeluhkan gejala yang
sama
Riwayat pekerjaan: Ibu Rumah Tangga.
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Perkusi : sonor
Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri
Auskultasi: suara napas vesikular, ronki basah halus (-), wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba linea midclavicula sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dekstra RIC IV
batas jantung kiri linea midclavicula sinistra RIC V
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : perut datar, pelebaran vena (-)
Auskultasi: bising usus (+), frekuensi 7x/menit
Perkusi : timpani,
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar tidak teraba
Ekstremitas : atas oedem (–), pitting oedem -/-
bawah oedem (-), pitting oedem -/-
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 14,9 mg/dL
Ht : 42,1%
Leukosit : 3300/µL
RBC : 5.110.000/µL
Trombosit : 40.000/µL
Widal test : Salmonela Thypi H 1/80
Salmonela Thypi O 1/80
Malaria : Negative
Daftar pustaka:
a. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi VI. Jilid ke 1. Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2014;
539-548.
b. Chuansumrit A, Tangnararatchakit K. Pathophysiology and management of dengue
hemorrhagic fever. Department of Pediatrics, Faculty of Medicine, Ramathibodi
Hospital, Mahidol University, Bangkok, Thailand; 2005.
c. WHO-SEAR. Dengue in south-east Asia: an appraisal of chase management and
vector control. Dengue Buletin Vol. 36. Desember 2012.
d. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention
and Control. New edition. Geneva. 2009.
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui dan mendiagnosis pasien DHF
2. Tatalaksana pasien DHF
1. Subyektif : Pasien mengeluhkan demam yang timbul mendadak, demam tinggi dan
tidak menggigil. Pasien meminum obat penurun panas, demam turun tapi kemudian
naik lagi. Demam disertai badan lemas, nyeri otot dan sendi. Pasien mengeluhkan
mual tetapi tidak disertai muntah, nyeri pada perut terutama didaerah ulu hati, nyeri
kepala, nyeri dirasakan diseluruh kepala menjalar ke sekitar mata, BAB berwarna
hitam disertai mencret.
2. Obyektif: Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80 mmHg, suhu 36,7 ,
vesikuler pada kedua lapangan paru, jantung dalam batas normal, nyeri tekan ulu
hati. Hasil laboratorium didapatkan leukopenia, trombositopenia dan peningkatan
hematokrit.
3. Assestment: DHF
Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang menimbulkan manifestasi klinis
berupa demam, nyeri otot atau sendi, yang disertai leukopenia, ruam,
limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit)
atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
Gambaran klinis DHF :
Perjalanan penyakit DBD terbagi dalam 3 fase yaitu :
a) Fase febris
Pasien akan mengeluh demam yang mendadak tinggi. Kadang-kadang suhu
tubuh sangat tinggi hingga 40oC dan tidak membaik dengan obat penurun panas.
Fase ini biasanya akan bertahan selama 2-7 hari dan diikuti dengan muka
kemerahan, eritema, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia, dan nyeri kepala.
Beberapa pasien mungkin juga mengeluhkan nyeri tenggorokan atau mata merah
(injeksi konjungtiva). Sulit untuk membedakan dengue dengan penyakit lainnya
secara klinis pada fase awal demam. Hasil uji torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan adanya infeksi dengue. Demam juga tidak dapat
dijadikan parameter untuk membedakan antara kasus dengue yang gawat dan tidak
gawat. Oleh karena itu, memperhatikan tanda-tanda peringatan ( warning signs) dan
parameter lain sangat penting untuk mengenali progresi ke arah fase kritis. Warning
signs meliputi:
Klinis: nyeri abdomen, muntah persisten, akumulasi cairan, perdarahan
mukosa, pembesaran hati > 2 cm
Laboratorium: peningkatan Ht dengan penurunan trombosit.
b) Fase kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai
cenderung turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus
diwaspadai sebagai awal kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah
37,5-38oC yang biasanya terjadi pada hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler
akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus dengan peningkatan hematokrit.
Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis biasanya terjadi selama 24-48
jam.
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan
tanda kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi
pleura dan asites secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume
terapi cairan. Derajat peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan
kebocoran plasma.
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat
kebocoran plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda
kegagalan sirkulasi seperti kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari
dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil
sampai tak teraba. Saat terjadi syok berkepanjangan,organ yang mengalami
hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi, asidosis metabolik, dan koagulasi
intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat sehingga nilai
hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat.
c) Fase penyembuhan
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual
cairan ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik,
nafsu makan kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik
meningkat, dan diuresis normal. Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih
yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya dan pruritus generalisata. Bradikardia dan
perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan pada fase ini. Hematokrit akan
stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan reabsorpsi cairan. Jumlah
leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam turun, namun trombosit akan
meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena bila
berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.
Diagnosis DBD berdasarkan WHO 1997 ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi :
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
- Uji bendung positif (rumple leed).
- Ptekie, ekimosis, purpura.
- Perdarahan mukosa (epistaksis, perdarahan gusi) atau perdarahan tempat lain.
- Hematemesis atau melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/µl)
4. Terdapat minimal satu tanda kebocoran plasma sebagai berikut :
- Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis
kelamin.
-Penurunan hematokrit > 20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
- Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites, hipoproteinemia.
Penatalaksanaan farmakologis:
Pemberian cairan bisa oral maupun intravena
Antipiretik
Antiemetik
Analgetik
4. Plan:
Memposisikan semi fowler
IVFD RL 40 tpm
Injeksi omeprazol 1 ampul/12 jam
Injeksi ondansentron 1 ampul/8 jam
Paracetamol 500mg/8 jam
Pendidikan : diberikan pengetahuan kepada keluarga mengenai jenis penyakit dan kondisi
pasien. Pasien diharapkan banyak minum. Makan makanan rumah sakit dan tidak makan
makanan dari luar.
Konsultasi : konsultasi berlanjut kepada dokter spesialis penyakit dalam untuk proses
penyembuhan dan prognosis pasien kedepannya.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
9. Riwayat keluarga: tidak ada keluarga yang mengeluhkan gejala yang sama
Riwayat pekerjaan: mempunyai kebiasaan merokok dari muda (±30 tahun), baru 2 bulan
berhenti.
10. Kondisi lingkungan sosial dan fisik (RUMAH, LINGKUNGAN, PEKERJAAN): sosial
ekonomi ke bawah
11. Riwayat imunisasi : -
12. Lain-lain:
Pemeriksaan fisik:
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmantis
Tanda-tanda vital
TD : 170/100 mmHg
HR : 80x/menit
RR : 28x/menit
T : 36.70C
Kulit dan wajah : tidak sembab
Mata kiri dan kanan
Mata tidak cekung
Konjungtiva : tidak anemis
Sklera : tidak ikterik
Pupil : bulat, isokor diameter 3mm/3mm, refleks cahaya +/+
Telinga : tidak ada kelainan
Hidung : tidak ada kelainan
Lidah : sianosis (-), tidak kotor, faring tidak anemis, tonsil T1-T1
Leher : Tidak terdapat pembesaran KGB, JVP 5+3 cmH2O
Thoraks:
Paru-paru
Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan, spider nervi (-)
Perkusi : sonor
Palpasi : vokal fremitus kanan=kiri
Auskultasi: suara napas vesikular memanjang, ronki basah halus (+) kedua paru,
wheezing (-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba linea axillaris sinistra RIC V
Perkusi : batas jantung kanan linea parasternalis dekstra RIC V
batas jantung kiri linea axilaris anterior RIC V
Auskultasi : bunyi jantung 1 dan 2 normal, murmur (-), gallop (+)
Abdomen
Inspeksi : bentuk perut melebar, pelebaran vena (-)
Auskultasi: bising usus (+), frekuensi 7x/menit
Perkusi : timpani,
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba
Ekstremitas : atas oedem (–), pitting oedem -/-
bawah oedem (+), pitting oedem +/+ (minimal)
akral hangat, capillary refill time < 2 detik, sianosis (-)
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 15.9 mg/dL
Ht : 45.17%
Leukosit : 10.330/µL
RBC : 5.210.000/µL
Trombosit : 271.000/µL
Kimia darah
Glukosa : 108 mg/dL Creatinin : 1.51 mg/dL
Kolesterol : 186 mg/dL AST : 31.5 U/L
Asam urat : 9.12 mg/dL ALT : 39.6 U/ L
Ureum : 42.3 mg/dL
Foto thoraks :
Paru dalam batas normal, kardiomegali, CTR 55%
Daftar pustaka:
e. Mann DL. Heart failure and cor pulmonal. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et
al. Harrison’s principles of internal medicine. 17th ed. Vol 2. USA: McGraw Hill. 2008
f. Rilantono LI, Baraas F, Karo S, Roebino PS. Buku ajar kardiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2004
g. Laksono S. Patofisiologi payah jantung kronik. Cermin dunia kedokteran. Edisi 169
vol 36. Jakarta: 2009.
h. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi
keenam. Jakarta: EGC. 2005
Hasil pembelajaran:
3. Mengetahui dan mendiagnosis pasien CHF ec HHD
4. Tatalaksana pasien CHF ec HHD
5. Subyektif : Pasien mengeluhkan sesak napas, sesak timbul ketika beraktivitas
berat, sesak sering kambuh dan bertambah berat saat subuh hari, pasien juga sering
terbangun di malam hari karena tiba-tiba sesak. Pasien merasakan kedua kaki
bengkak, kaki dirasakan lebih bengkak pada sore hari dibanding pagi hari. Batuk
berdahak, dahak berwarna putih kental.
6. Obyektif: Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD : 170/100 mmHg, ronki basah
halus basal pada kedua lapangan paru, pelebaran batas jantung, bunyi suara jantung
3 (gallop) +, oedem ekstremitas serta pitting oedem minimal,. Foto thoraks : Paru
dalam batas normal, kardiomegali, CTR 55%. Hasil laboratorium didapatkan
hiperurisemia, penigkatan kreatinin.
8. Plan:
Memposisikan semi fowler
Mengurangi asupan cairan dalam rangka mengurangi beban jantung
Mengurangi asupan garam untuk mengurangi retensi cairan dalam tubuh
Oksigem 2-3 L/menit
IVFD Nacl 0,9% 20 tpm
Injeksi furosemide 1 ampul/12 jam
Bisoprolol 2,5 mg/24 jam
Spironolacton 25mg/24 jam
ISDN 5 mg/8 jam
Ambroxol sirup 3xC1
Irbesartan 300 mg/24 jam
Pendidikan : diberikan pengetahuan kepada keluarga mengenai jenis penyakit dan kondisi
pasien. Pasien diharapkan tidak banyak bergerak. Makan makanan rumah sakit dan tidak
makan makanan dari luar.
Konsultasi : konsultasi berlanjut kepada dokter spesialis penyakit dalam untuk proses
penyembuhan dan prognosis pasien kedepannya.
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.
Pendamping,
Status Obstetri
Muka : Cloasma gravidarum (-)
Mammae : papilla mammae menonjol, hiperpigmentasi areola (+/+)
Abdomen :
Inspeksi : Perut tampak membuncit, linea nigra (+), striae gravidarum (+)
Palpasi :
L1: TFU 3 jari dibawah proc. xyphoideus, teraba massa bulat lunak tidak melenting
L2: tahanan terbesar disebelah kanan
L3: teraba massa bulat keras
L4: bagian terbawah janin sudah masuk PAP
His : (+), 3x10’ 40”
TFU: 28 cm TBJ: 2635 gram DJJ : 140 dpm
Genitalia
Vulva uretra : tampak lendir campur darah
VT Panggul dalam Promontorium : tidak teraba
Linea Innominata : 1/3-1/3
Sakrum : konkaf
Spina ischiadika : tumpul
Arkus pubis : >90%
Os. coxygis : mobile
Janin Presentasi : kepala
Situs : memanjang
Station : hodge 2
Posisi : UUK kiri depan
Ketuban : negatif
Portio : Konsistensi : lunak
Arah sumbu : axial
Pembukaan : 5 cm
Darah lengkap
Hb: 13,6 g/dl
Ht: 34,3 vol%
Leukosit: 14.500/µl
Trombossit: 211.000/µl
Kimia Darah :
Glukosa : 110,72 mg/dl
Daftar pustaka:
1. Mochtar R. Ketuban Pecah Dini. Dalam: Sinopsis Obstetri, Obstetri Operatif dan Obstetri
Sosial. Jilid I. Ed. II. Jakarta. EGC. 1998.p. 255-8.
2. Komite Medik RSUP DR.Sardjito, Ketuban Pecah Dini dalam Standar Pelayanan medis
RSUP DR. Sardjito, Buku I, Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta, 1999, hal : 32 – 33
3. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan Obstetri
Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225.
Hasil pembelajaran:
1. Mengetahui dan mendiagnosis pasien Ketuban Pecah Dini
2. Tatalaksanan Ketuban Pecah Dini
1. Assestment.
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan
yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu.
Faktor Umum
Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
Faktor obstetrik
Faktor keturunan
Faktor keturunan berlaku jika ada kelainan genetik dan berlaku defisiensi vitamin C
dan ion Cuprum (Cu) dalam serum.
Faktor lain
Trauma oleh beberapa ahli disepakati sebagai faktor predisisi atau penyebab terjadinya
KPD.Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amnosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi.Faktor golongan
darah yaitu, akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban. Faktor lain yaitu:
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang berhubungan dengan
persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.
Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah dini adalah ;
Pastikan diagnosis
Tentukan umur kehamilan
Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin
Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.
Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan beberapa hal berikut ;
1) Fase laten :
2) Perkiraan BB janin dapat ditentukan dengan pemeriksaan USG yang mempunyai program
untuk mengukur BB janin. Semakin BB janin semakin besar kemungkinan kematian dan
kesakitan sehingga tindakan terminasi memerlukan pertimbangan keluarga.
4) Usia kehamilan
Makin muda kehamilan antar terminasi kehamilan banyak diperlukan waktu untuk
mempertahankan janin hingga lebih matur. Semakin lama menunggu, kemungkinan
infeksi akan semakin besar dan membahayakan janin serta situasi maternal.
Konservatif
Tirah baring untuk mengurangi keluarnya air ketuban sehingga masa kehamilan dapat
diperpanjang.Tirah baring ini juga dapat dikombinasikan dengan pemberian antibiotic sebagai
profilaksis (mencegah infeksi). Antibiotic yang dianjurkan :
Tatalaksana aktif
Tatalaksana agresif
Tidakan agresif dilakukan bila ada indikasi vital sehingga tidak dapat ditunda karena
mengancam kehidupan janin atau maternal. Indikasi vital yang dimaksudkan yaitu :
Infeksi intrauteri
Solution plasenta
Gawat janin
Prolaps tali pusat
Evaluasi detak janin dengan KTG menunjukkan hasil gawat janin atau redup
BB janin cukup viable untuk beradaptasi di luar kandungan.
2. Plan:
IVFD RL + drip oksitosin 5 iu 20 tpm
- Cefotaxim 1 gram iv
- Observasi kemajuan persalinan, DJJ, TTV
Pendidikan : diberikan pengetahuan kepada keluarga mengenai jenis penyakit dan
kondisi pasien.