You are on page 1of 10

LAPORAN KASUS

PSORIASIS VULGARIS
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin di RSUD dr. H. Soewondo Kendal

Disusun oleh :
Panji Achsan Wijaya
30101507535

Pembimbing :
dr. M. Nurul Kawakib, Sp. KK
dr. Nur Aeni Mulyaningsih, Sp.KK

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
BAB I

PENDAHULUAN

Psoriasis adalah penyakit autoimun yang bersifat kronik dan residif, ditandai
dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama yang kasar,
berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz, dan Kobner.
Prevalensi psoriasis bervariasi berdasarkan wilayah geografis serta etnis. Prevalensi
psoariasis banyak menyerang laki-laki umur 20-39 tahun dan 40-59 tahun pada wanita.
Pada sebuah studi, insidensi tertinggi ditemukan di pulau Faeroe yaitu sebesar 2,8%.
Insidensi yang rendah ditemukan di Asia (0,4%) misalnya Jepang dan pada ras Amerika
Afrika (1,3%) (Dutta, 2018). Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui, tetapi
yang pasti pembentukan epidermis dipercepat, dimana proses pergantian kulit pada
pasien psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2-4 hari, sedangkan pada orang
normal berlangsung 3-4 minggu. Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tidak
menular, tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga
dapat menyebabkan gangguan kosmetik, menurunkan kualitas hidup, gangguan
psikologis (mental), sosial, dan finansial (Gisondi, 2017).
Untuk beberapa dekade, psoriasis merupakan penyakit yang ditandai dengan
terjadinya hiperplasia sel epidermis dan inflamasi dermis. Karakteristik tambahan
berdasarkan perubahan histopatologi yang ditemukan pada plak psoriatik dan data
laboratorium yang menjelaskan siklus sel dan waktu transit sel pada epidermis.
Epidermis pada plak psoriasis menebal dan hiperplastik, dan terdapat maturasi
inkomplit sel epidermal di atas area sel germinatif. Replikasi yang cepat dari sel
germinatif sangat mudah dikenali, dan terdapat pengurangan waktu untuk transit sel
melalui sel epidermis yang tebal. Abnormalitas pada vaskularisasi kutaneus ditandai
dengan peningkatan jumlah mediator inflamasi, yaitu limfosit, polimorfonuklear,
leukosit, dan makrofag, terakumulasi di antara dermis dan epidermis. Sel-sel tersebut
dapat menginduksi perubahan pada struktur dermis baik stadium insial maupun stadium
lanjut penyakit (Fitri, 2017).
Faktor-faktor pencetus terjadinya psoriasis vulgaris antara lain: (1)faktor
genetik, (2)faktor imunologik, (3)faktor pencetus lain. Faktor-faktor psikis, seperti stres
dan gangguan emosi merupakan salah satu faktor pencetus lain dari psoriasis. Penelitian
menyebutkan bahwa 68% penderita psoriasis menyatakan stress, dan kegelisahan
menyebabkan penyakitnya lebih berat dan hebat. Faktor lain yang mungkin terlibat
adalah infeksi fokal Infeksi menahun di daerah hidung dan telinga, tuberkulosis paru,
dermatomikosis, arthritis, penyakit metabolik, seperti diabetes mellitus, alkohol ddan
juga merokok. Beberapa kasus menunjukkan tendensi untuk menyembuh pada musim
panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh dan lebih hebat (Djuanda,
2009).
Pada penderita psoriasis keadaan umum tidak dipengaruhi, kecuali pada
psoriasis yang menjadi eritroderma. Sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Tempat
predileksinya pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Kelainan kulit terdiri atas
bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema
sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering eritema yang di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi: lentikuler,
numular atau plakat, dapat berkonfluensi (Dutta, 2018).
Lesi primer pada pasien psoriasis dengan kulit yang cerah adalah merah, papul
dan berkembang menjadi kemerahan, plak yang berbatas tegas. Lokasi plak pada
umumnya terdapat pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas
terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral. Pada pasien psoriasis dengan kulit
gelap, distribusi hampir sama, namun papul dan plak berwarna keunguan denan sisik
abu-abu. Pada telapak tangan dan telapak kaki, berbatas tegas dan mengandung pustule
steril dan menebal pada waktu yang bersamaan (Djuanda, 2009).
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Kedua fenomena yang disebut lebih dahulu diangggap khas, sedangkan yang terakhir
tak khas, hanya kira-kira 47% yang positif dan didapati pula pada penyakit lain,
misalnya liken planus dan veruka plana juvenilis. Pada fenomena tetesan lilin ialah
skuama dikerok, maka akan timbul garis-garis putih pada goresan seperti lilin yang
digores, disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Sedangkan pada fenomena Auspitz
tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan oleh papilomatosis yaitu
dengan dikerok terus secara hati-hati sampai ke dasar skuama. Truma pada kulit
penderita psoriasis misalnya garukan, dapat menyebabkan kelainan psoriasis dan
disebut fenomena Kobner yang timbul kira-kira setelah 3 minggu (Jama, 2013).
BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Sdr. SN
Usia : 36 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kendal
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Pemeriksaan : 28 Juni 2019

1. ANAMNESIS
KELUHAN UTAMA : Gatal dan terdapat penebalan kulit
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang dengan keluhan gatal ringan dan terdapat penebalan kulit.
Keluhan sudah dirasakan sekitar 1 tahun yang lalu. Keluhan awal dirasakan pada
punggung dan kulit kepala, setelah digaruk muncul lesi baru yang serupa, kemudian
menyebar ke lengan bawah kanan dan kiri. Keluhan ini pertama kali muncul saat
pasien mengalami stress akibat keguguran anak kedua karena kehamilan ektopik.
Setelah itu muncul peningian kulit berwarna merah pada punggung dan kulit
kepala, yang kemudian menyebar dan semakin parah. Keluhan ini terasa lebih berat
bila pasien makan makanan berminyak dan saat pasien banyak pikiran. Pasien
sudah pernah memeriksakan diri sebelumnya dan sudah diberi terapi, sempat
membaik tetapi sering memburuk bila pasien sedang stress. Lesi pada punggung
sudah sembuh. Pasien tidak mengeluh demam (-), pusing (-), riwayat alergi
disangkal, riwayat sering berkeringat disangkal.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Riwayat alergi makanan, riwayat asma, riwayat rhinitis di sangkal.
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Ibu pasien dulu pernah memiliki keluhan yang sama dengan pasien.
RIWAYAT SOSIAL EKONOMI
Kesan cukup, pasien menggunakan BPJS
2. PEMERIKSAAN FISIK
STATUS GENERALIS
- Keadaan umum : Baik
- Kesadaran : Compos mentis
- Status Gizi : Baik
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg
- HR ( Nadi ) : 80x/ Menit , reguler, isi dan tegangan cukup.
- RR ( Laju Napas) : 20x/ Menit , reguler
- Suhu : 36,5 derajat celcius

Gambar 1 Kulit kepala dan


dahi, tampak lesi plakat eritema
multiple deskrit disertai skuama kasar
berlapis-lapis

Gambar 2 Kulit lengan bawah


kanan, tampak lesi plakat eritema
multiple deskrit disertai skuama kasar
berlapis-lapis

STATUS DERMATOLOGIKUS
 Lokasi : Kulit kepala, perbatasan kulit kepala muka, dahi, lengan bawah
kanan dan kiri
 UKK : Plakat eritema multiple diskret berbatas tegas disertai skuama
kasar berwarna putih berlapis-lapis.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada Pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.
4. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari kelainan kulit tersebut setelah dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan fisik adalah :
1) Psoriasis Vulgaris
2) Dermatitis Seboroik
3) Dermatofitosis
5. DIAGNOSIS KERJA
Psoriasis Vulgaris
6. PENATALAKSANAAN
 Methylprednisolon Tablet 4mg 2x/hari, selama 5 hari
 Loratadin Tablet 10mg/hari, diminum bila gatal
 Desoximetasone 0,25 Cream 15g, dioleskan pada lesi 2x/hari pagi dan malam
 Lamodex Cream (Clobetasol propionate 0,05%), dioleskan pada lesi 2x/hari pagi
dan malam
7. PROGNOSIS
a. quo ad vitam : ad bonam
b. quo ad functionam : ad bonam
c. quo ad sanationam : dubia ad bonam
d. quo ad cosmeticam : dubia ad bonam
BAB III

PEMBAHASAN

Dari lampiran kasus Sdr. SN di atas yang didiagnosa sebagai psoariasis vulgaris.
Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil
autoanamnesis pasien mengeluh gatal ringan dan terdapat penebalan kulit pada kulit
kepala, dahi, dan lengan bawah sejak 1 tahun yang lalu. Keluhan tesebut awalnya
terdapat di daerah pusar kemudian pasien menggaruk dan mengakibatkan lesi baru yang
serupa dengan lesi lama. Keluhan tersebut merupakan salah satu ciri khas psoariasis
yaitu fenomena köbner (Djuanda, 2009). Keluhan pertama kali muncul ketika pasien
mengalami stress akibat keguguran pada kehamilan kedua. Stress psikik merupakan
salah satu faktor pencetus dari psoriasis. Ibu pasien juga pernah mengalami keluhan
serupa beberapa tahun yang lalu. Faktor genetik juga berperan dalam etiologi psoriasis
(Djuanda, 2009). Keluhan pasien juga sempat membaik, tetapi akan kambuh bila pasien
sedang banyak pikiran. Kekambuhan yang bersifat kronis dengan distribusi dan derajat
keparahan yang bervariasi merupakan ciri gejala klinis psoriasis (Gisondi, 2017)
Diagnosis ini diperkuat dengan ujud kelainan kulit khas yang ditemukan pada
pasien yaitu terdapat lesi plakat eritema disertai skuama kasar berwarna putih dan
berlapis-lapis. Plakat dan eritema merupakan lesi penebalan kulit yang disebabkan
reaksi inflamasi. Reaksi imunologis akan merangsang sel Langerhans untuk mengikat
antigen baik dari dalam maupun luar tubuh, sehingga terjadi proses inflamasi. Proses
inflamasi tersebut juga mendasari hiperproliferasi epidermis, dimana pembentukan
epidermis yang normalnya 27 hari menjadi 3-4 hari (Djuanda, 2009).
Pada kasus ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, karena diagnosis sudah
dapat ditegakan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik berupa ujud kelainan
kulit yang khas. Psoariasis merupakan penyakit kronik dengan kekambuhan dan
eksaserbasi kronik, sehingga untuk menentukan jenis dan tahap psoariasis diperlukan
pemeriksaan histopatologi. Hasil pemeriksaan histopatologi yang khas pada pasien
psoriasis akan didapatkan parakeratosis, akantosis, serta pada statum spinosum terdapat
kumpulan sel-sel leukosit yang disebut abses munro. Selain itu juga dapat ditemukan
vasodilatasi pada subepidermis (Pratiwi, 2018).
Kemungkinan diagnosis dermatitis seboroik dapat disingkirkan berdasarkan
predileksi lesi. Predileksi dermatitis seboroik lebih banyak pada kulit yang banyak
mengandung kelenjar minyak seperti kulit kepala, alis, lipatan nasolabial, belakang
telinga, ketiak, dan dada. Skuama pada dermatitis seboroik berwarna kekuningan dan
berminyak. Dermatitis seboroik menyerang semua kelompok umur dan meningkat pada
usia 40 tahun dan lebih banyak menyerang laki-laki (Pratiwi, 2018). Pada kasus ini lesi
tidak hanya muncul pada lokasi yang mengandung banyak kelenjar minyak.
Kemungkinan diagnosis dermatofitosis dapat disingkirkan karena pada kasus ini
peninggian tidak hanya terjadi pada pinggir lesi. Keluhan gatal yang dirasakan pasien
juga tidak separah kasus dermatofitosis (Djuanda, 2009). Diagnosis ptiriasis rosea dapat
disingkirkan karena pada kasus tidak ditemukan gambaran khas herald patches. Lesi
yang ditemukan pada kasus berupa bercak merah, lesi peninggian (plak) disertai skuama
karena garukan, dan gatal sehingga diagnosis yang paling memungkinkan dari kasus
adalah psoariasis (Dutta, 2018)
Methylprednisolon dan Desoximetasone adalah kortikosteroid yang bersifat
imusupressan dan anti-inflamasi. Kortikosteroid akan menghambat enzim
phospholipase A2 yang akan menghambat pembentukan asam arakidonat dan akan
mengentikan rekasi inflamasi. Mekanisme kortikosteroid sebagai imusurpresan melaui
penghambatan aktivasi sel T dan produksi sitokin. Pemberian terapi kortikosteroid harus
berhati-hati karena banyaknya efek samping yang muncul terutama bila digunakan
jangka panjang. Efek samping yang sering dilaporkan adalah resistensi insulin, cushing
sindrom, osteoporosis dan impotensi. Penghentian penggunaan kortikosteroid juga tidak
boleh tiba-tiba karena adanya withdrawal syndrom, sehingga harus dilakukan
tappering-off. Lamodex yang berisi Clobetasol propionate merupakan adenokortikoid
topikal yang digunakan sebagai antiinflamasi dengan cara menghambat migrasi
makrofag, menghambat deposisi kolagen, dan pembentukan keloid. Clobetasol
maksimal digunakan 2 minggu karena memiliki berbagai efek samping seperti
penipisan epidermis, rasa terbakar, gatal, iritasi, atrofi (perunahan kulit), telangiektasis,
striae, hipopigmentasi, dermatitis kontak. Pemberian loratadine karena pasien
mengeluhkan gatal. Loratadine merupakan antihistamin generasi kedua, yang bekerja
melalui sifat antagonis kompetitif dengan reseptor H1 (Katzung dan Trevor, 2014)
Psoariasis merupakan penyakit kronis dan residif. Hal tersebut menyebabkan
proses pengobatan yang panjang sehingga pilihan terapi selain harus berkhasiat juga
harus mempertimbangkan keamanan bila digunakan jangka panjang.
BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus dengan diagnosa Psoariasis Vulgaris pada pasien Sdr. SN
usia 36 tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari
anamnesis pasien mengeluh gatal ringan dan penebalan kulit di kulit kepala, dahi, dan
lengan bawah kanan dan kiri, keluhan sejak 1 tahun. Keluhan muncul karena pasien me-
ngalami stres psikis akibat keguguran yang kemungkinan menjadi faktor pencetus peny
akit tersebut. Pada pemeriksaan fisik didapatkan lesi plakat eritema disertai skuama
kasar tebal berlapis-lapis. Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien adalah
Methylprednisolon tablet 4mg 2x/hari selama 5 hari, salep Desoximetasone dioles
2x/hari, salep Lamodex dioles 2x/hari, dan Loratadine tablet 10 mg diminum bila gatal.
Psoariasis merupakan penyakit kronis dan residif yang tidak dapat diprediksi keluhan
dan pemicunya. Prognosis psoriasis tergantung pada derajat keparahan dan bila pasien
mampu menghindari pemicu kekambuhan.
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, Adhi., Hamzah, Mochtar., Aisah, Siti., 2009, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi Keenam, Jakarta : FK UI.

Dutta, Siddhartha, 2018, Psoriasis: A Review of Existing Theraphies and Recent


Advanced in Treatment, Journal of Rational Pharmachoter Res Vol 4

Fitri, Kurnia. 2017. Psoariasis Vulgaris. Lampung. JAgromed Unila Vol.4 No. 1

Gisondi, Paolo., Gligio, del Micol., Girolomoni, Giampiero., 2017, Treatment


Approaches to Moderate to Severe Psoriasis, International Journal of Molecular
Science, 18, 2427

Katzung, B. G., & Trevor, A., 2015, Basic and Clinical Pharmacology (13th ed.),
Jakarta: EGC.
Pratiwi, Karina Dhyahtantri, 2018, Studi Restrospektif Profil Psoriasis di RSUD
Soetomo Surabaya, Periodical of Dermatology and Venerologi Journal Vol. 30 No.3

You might also like