Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
IMRAN RIFAI
NIM: 80100218008
PROGRAM PASCASARJANA
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2019
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
budaya jahiliyah menuju budaya islamiyah, dari kesesatan menutu jalan yang
Islam adalah agama wahyu, agama risalah yang merupakan pesan ke-
Tuhanan yang mesti disampaikan kepada segenap lapisan ummat manusia. Islam
dengan segala macam cara dan media, agar menerima kebenaran agama Allah,
dari Risalah Muhammad adalah untuk membawa rahmat kepada alam semesta,
merupakan Rasul akhir zaman dan Risalahnya juga merupakan Risalah yang
terakhir, namun berlaku bagi semua manusia di alam ini. Karenanya Dakwah
sehingga dalam waktu yang relatif singkat, beliau mampu membangun tiga
perkara besar. Yaitu agama yang besar, ummat yang satu dan negara yang stabil.
Hal ini dikarenakan oleh kebenaran ajaran Islam yang didakwahkannya, ketepatan
metode yang digunakan, terutama metode dakwah amaliyah, kefasihan lidah yang
1
T.A. Lathief Rousydiy. Rasul Terbesar Muhammad SAW. Medan Rimbow,1986, h.10.
2
A. Hasjmy. Dusur Dakwah Menurut Al Qur-an, Jakarta, Bulan Bintang,1984, h.38.
3
dimilikinya, serta kepribadian yang kuat penuh daya tarik dan daya pikat,
masyarakat agar terjadi perubahan dala diri mereka, berkelakua baik, dapat
bersifat adil, baik dalam masalah pribadi maupun keluarga serta masyarakat,
sehingga terjadi perubahan dari paradigma way of thinking yang diajarkan oleh
Islam menuju perubahan way of life atau cara mereka dalam menjalankan
dari Rasulullah yang merupakan Rasul pembawa misi dakwah dari Tuhan
semesta alam. Beliau membawa amanah suci yang bertugas untuk merubaha
akhlak manusia. Adapun perubahan akhlak yang dimaksudkan adalah Alquran itu
manusia mau berpegang teguh pada intisari ajaran alquran, maka mereka tidak
B. Rumusan Masalah
3
Rousydiy. Rasul Terbesar Muhammad SAW , h. 13
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tujuan Dakwah
pedoman manajemen organisasi untuk meraih hasil tertentu atas kegiatan yang
dengan sasaran (goals). Dalam tujuan memiliki target target tertentu untuk dicapai
dalam waktu waktu tertentu. Sedangkan sasaran adalah pernyataan yang telah
jangka panjang4
Tujuan dakwah tidak lepas dari pembicaraan tentang Islam sebagai agama
dakwah. Islam berintikan pengambilan fitrah manusia pada esensi semula sebagai
hamba Allah dan sekaligus khalifatullah. Manusia adalah puncak ciptaan Allah
yang tertinggi di muka bumi ini. Dan fitrah manusia paling hakiki yang diajarkan
dalam melihat peran intelektual muslim sebagai unsur kontrol sosial adalah
sebagai berikut:
4
Ali Aziz Muhammad, Ilmu Dakwah, Prenada Media,jakarta,2004
5
Hadi sofyan, ilmu dakwah (konsep paradigma hingga metodologi), CSS ,Jember,2012.h.
18
5
2. Meningkatkan tata kehidupan umat dalam arti yang luas dengan mengubah
untuk berusaha menjadikan hari esok lebih cerah dari hari ini.
bernegara.6
yang mulia (akhlâq al-karîmah). Tujuan ini, menurutnya, paralel dengan misi
diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia). Dengan akhlak yang mulia ini,
manusia akan menyadari fungsinya sebagai manusia, yakni abdi atau hamba Tuhan
Yang Maha Esa, akhirnya akan berbakti kepada-Nya, mengikuti segala perintah-Nya
nahy al-munkar”.7
Tujuan umum, yaitu menyeru manusia untuk mengindahkan dan memenuhi seruan
Allah dan Rasul-Nya. Ketiga. Tujuan khusus, yaitu bagaimana membentuk suatu
AS. dan Aliyuddin, juga membagi tujuan dakwah ke dalam tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek menukik pada upaya peningkatan
6
Amin Samsul Munir, ilmu dakwah,Amzah,jakarta,2009. h 65
7
M. Syafaat Habib, Buku Pedoman Dakwah (Jakarta: Widjaya, 1982), h. 129.
8
Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah: Bidang Studi dan Bahan Acuan (Surabaya: Offset
Indah, 1993), h. 66
6
masyarakat madani yang meliputi nuansa iman dan takwa, atau dalam terma “baldat
dari para Nabi. Tidak seorangpun Nabi yang diutus oleh Allah sesudah Nabi
Muhammad saw. Dalam konteks pendidikan beliau merupakan gurunya para guru,
karena Allah telah mendidik dan mengajarnya dengan sebaik-baik pendidik dan
pengajaran. Beliau sendiri dalam hal ini menegaskan bahwa, “adabanī rabī fa
ahsana ta’dībī”11 (Tuhanku telah mendidik dan mengajarku, maka dialah yang
9
Agustinus Sri Wahyudi, Manajemen Strategik: Pengantar Proses Berpikir Strategik
(Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 74-75.
10
Kementerian Agama RI, Alquran dan terjemahnya (Semarang; Toha Putra, 2014)
h.511
11
Jalal Al Din Al-Suyuti, Al-Jami Al-Sagir Fi Ahadis Al-Basyir Al-Nazir, (Qahirah: Daral-
Qalam, 1996), h. 13
7
dan pendidikan yang dilakukan oleh sang guru agung, Muhammad yang
umatnya.
mereka yang mempercayai misinya, yakni kitab dan hikmah. Dalam menjalankan
atas pekerjaannya dari manusia, karena yang diharapkannya hanya pahala dari
Tuhan.12
penunjuk jalan (hidayah), pemberi kabar gembira dan peringatan, penyeru kepada
12
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, Surabaya, Bina Ilmu,1981, h.72.
8
manusia supaya mengikuti agama Allah dengan cara yang diizinkan oleh-
Nya.
1. Basyīr
lain. Ibn Fāris (329-395H) menyatakan bahwa akar kata bā syīn rāmemiliki arti
rā disandarkan. Sedangkan makna dari basysyara seperti dalam kalimat ( ُبَش َّْرت
Contoh yang terakhir ini dapat dijumpai misalnya dalam Alquransurah Aāl
‘Imrān: 21.
kata basyarah yang berarti “kulit luar yang terlihat” sebagai pusat arti/makna akar
kata bā syīn rā. Menurutnya, manusia disebut basyar ( )بشرkarena kulitnya yang
terlihat jelas tanpa terhalang oleh rambut, berbeda dengan hewan yang tertutup
oleh rambut ataupun bulu. Maka tidak mengherankan pula ketika menjelaskan
13
Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad saw., (Jakarta: Gema Insani
Press),Cet.-1, 2001, h. 554
14
Abū al-Husayn Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyā, Maqāyīs al-Lughah, Tahqiq: Abd al-
Salām Muhamad Hārūn, (Beirut, Dār Al-Fikr, 1979M/1399H) Jilid I, h. 251
9
membuat kulit muka menjadi berseri-seri, hal ini dikarenakan jiwa manusia ketika
menambahkan bahwa apa-apa yang dibawa oleh seorang oleh seorang pembawa
berita gembira (mubasysyir) disebut dengan busyrā ( ) بشرىatau bisyārah () بشارة.
ketika menafsirkan QS. Al-Baqarah/2: 97. Secara lebih tajam dan spesifik beliau
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kata basyīr dan beberapa
derivasinya memiliki dua unsur makna kunci yaitu; (1) adanya proses
2. Nadzīr
Kata nadzīr berasal dari akar kata nūn dzāl rā ( ) ن ذ رyang menunjukkan
itu, bersumpah atas nama Allāh untuk melakukan sesuatu dimasa datang disebut
15
Al-Husayn ibn Muhamad ibn Al-Mufadlal, Abū al-Qāsim Al-Rāghib Al-
Asfahāni, Mufradāt Alfādh al-Qur’ān, (Software Al-Maktabah Al-Shāmela Edisi 3.13)
16
Muhamad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Katsīr bin Ghālib al-Amily, Abū Ja’far al-
Thabary, Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān, (Beirut, Muassasah al-Risālah, 2000), Juz. II, h. 393
10
tersebut tidak ditepati.17 Adapun indzārmemiliki arti yang kurang lebih sama
dengan kata iblāgh yakni penyampaian informasi. Bedanya, yang pertama hampir
mengandung makna ajakan kepada kebaikan –yang menjadi unsur kata tabsyīr-,
bahkan juga bisa mencakup makna pengajaran ilmu-ilmu agama sebagai pembeda
kata indzār dalam QS. Al-Tawbah/9:122 Dalam ayat ini kata indzār yang
digunakan bukan tabsyīr atau ta’līm, karena menurut Ibn ‘Āsyūr, meninggalkan
(tahliyah)19
Dari kajian diatas dapat disimpulkan bahwa kata indzār lebih sering
menakutkan, meskipun juga bisa berarti pemberian informasi secara mutlak. Atau
17
Abū al-Husayn Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyā, Maqāyīs al-Lughah, Jilid 5, h. 414
18
Muhammad ibn Mukrim ibn Mandzūr al-Ifrīqiy al-Mishriy, Lisān al-‘Arab, (Software
Al-Maktabah Al-Shāmela Edisi 3.13), bab. Harf al-Rā’
19
Muhamad ibn Thāhir ibn ‘Āsyūr, Al-Tahrīr wa al-Tanwīr, (Tunis, Dār Sahnūn, 1997),
Juz 11, h.62
11
gembira yang mana kabar gembira tersebut yaitu berupa surga, kemudian beliau
mengartikan lafazh nadzīr adalah pemberi peringatan yaitu berupa Neraka. Hal ini
sesuai yang beliau kutip riwayat dari Ibnu Abi Hatim, beliau meriwayatkan dari
Ibnu ‘Abbas dari Nabi SAW, beliau bersabda: “ Telah diturunkan kepadaku,
(Yaitu) kabar gembira berupa Surga dan peringatan dari api Neraka”.20
Allah mengutus Rasulullah SAW dengan perkara yang tetap, tegas dan takkan
15
menyesatkan umat manusia. Sebagai pemberi berita gembira (basyīr) kepada
orang yang taat, dan memberi peringatan (nadzīr) kepada pelaku maksiat, bukan
gembira kepada orang-orang beriman dan peringatan kepada mereka yang kufur
20
Al Imam Fida’ Ismail Ibnu Katsir al-Dimasqy, Tafsir Al-Qur’ān al-Azhīm, terjemahan,
Pustaka Imam Asy-Syafi’i , Bogor,2006, juz 1 h. 240.
21
Ahmad Mustafa Al-Maraghi , Tafsir al-Maraghi, terjemahan, Toha Putra, Semarang,
cet. kedua 1993 , juz 1, h. 372.
22
Abd Al-Rahmān ibn Nāshir ibn al-Sa’dy, Taysīr al-Karīm al-Rahmān fī Tafsīr Kalām
al-Mannān, Tahqiq: Abd al-Rahmān ibn Mu’allā al-Luwayhīq, (Beirut, Muassasah Al-Risālah,
Cet.I, 2000M/1420H), h.257
12
QS. Al-Furqān/25:56 dan QS. Saba’/34:28. Kesimpulan ini senada dengan ayat-
ayat lain yang menyatakan bahwa tugas para Rasul adalah menyampaikan risalah
Jika tugas ini sudah terlaksana dengan baik, maka tidak ada lagi tanggung
dan tidak ada lagi hak bagi orang-orang yang menolak kebenaran untuk berhujjah
semua ayat-ayat Allah baik berupa kabar gembira maupun peringatan selengkap-
lengkapnya dengan tujuan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah
mengharuskan para dai dan siapa saja yang bergerak di medan dakwah untuk
mencari berbagai jalan dan upaya agar risalah Islam bisa tersebar seluas-luasnya
dan informasi lengkap tentang berbagai aspek ajaran Islam dapat diakses oleh
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
manusia untuk mengindahkan dan memenuhi seruan Allah dan Rasul-Nya. Ketiga.
Tujuan khusus, yaitu bagaimana membentuk suatu tatanan masyarakat Islam yang
utuh (kâffah)
penunjuk jalan (hidayah), pemberi kabar gembira dan peringatan, penyeru kepada
para Rasul adalah untuk menyampaikan ayat-ayat Allah dengan jalan memberikan
kabar gembira kepada orang-orang beriman dan peringatan kepada mereka yang
bahwa tabsyīr dan indzār merupakan inti (zubdat) pengiriman para Rasul
14
DAFTAR PUSTAKA
Abū al-Husayn Ahmad ibn Fāris ibn Zakariyā, Maqāyīs al-Lughah, Tahqiq: Abd
al-Salām Muhamad Hārūn, (Beirut, Dār Al-Fikr, 1979M/1399H) Jilid I,
Farid Ma’ruf Noor, Dinamika dan Akhlak Dakwah, Surabaya, Bina Ilmu,1981,
Jamaluddin Kafie, Psikologi Dakwah: Bidang Studi dan Bahan Acuan (Surabaya:
Offset Indah, 1993)
Kementerian Agama RI, Alquran dan terjemahnya (Semarang; Toha Putra, 2014)
Muhamad ibn Jarīr ibn Yazīd ibn Katsīr bin Ghālib al-Amily, Abū Ja’far al-
Thabary, Jāmi’ al-Bayān fī Ta’wīl Al-Qur’ān, (Beirut, Muassasah al-
Risālah, 2000), Juz. II,
Muhamad ibn Thāhir ibn ‘Āsyūr, Al-Tahrīr wa al-Tanwīr, (Tunis, Dār Sahnūn,
1997), Juz 11,
15
Abd Al-Rahmān ibn Nāshir ibn al-Sa’dy, Taysīr al-Karīm al-Rahmān fī Tafsīr
Kalām al-Mannān, Tahqiq: Abd al-Rahmān ibn Mu’allā al-Luwayhīq,
(Beirut, Muassasah Al-Risālah, Cet.I, 2000M/1420H),