You are on page 1of 13

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk kebanyakan orang
dan dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri
rendah kronik merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsep diri,
dimana perasaan tentang diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama. Termasuk didalam harga diri rendah ini
evaluasi diri yang negatif dan dihubungkan dengan perasaan lemah, tidak
tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna,
rasa bersalah dan tidak adekuat. Harga diri rendah kronik merupakan suatu
komponen utama dari depresi yang ditunjukkan dengan perilaku sebagai
hukum dan tidak mempunyai rasa (Stuart dan Laraia, 2001).

Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah.


Setiap individu biasanya mempunyai cara sendiri untuk menyelesaikan
masalahnya, tapi jika ada sebagian manusia yang tidak dapat menyelesaikan
masalahnya sendiri akan dapat mengakibatkan gangguan jiwa. Ternyata
dampaknya mampu menimbulkan dampak sangat besar dan berpengaruh
terhadap jiwa seseorang yang tidak dapat mengantisipasi gejala yang timbul.
Hasil survey Organisasi Kesehatan 2 Dunia (WHO) tahun 2000 menyatakan
tingkat gangguan kesehatan jiwa orang di Indonesia tinggi dan di atas rata-rata
gangguan kesehatan jiwa didunia. Hal Ini ditunjukkan dengan data yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan RI tahun 2000: Rata-rata 40 dari
100.000 orang di Indonesia melakukan bunuh diri, sementara rata-rata dunia
menunjukkan 15,1 dari 100.000 orang, Rata-rata orang bunuh diri di Indonesia
adalah 136 orang per-hari atau 48.000 orang bunuh diri per tahun, Satu dari
empat orang di Indonesia mengalami gangguan kesehatan jiwa, Penderita
gangguan jiwa di Indonesia, hanya 0,5 % saja yang dirawat di rs jiwa.

Hal ini temasuk persepsi individu akan sifat dan kemampuannya,


interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan
pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Biasanya harga diri sangat
2

rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan
bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri
tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan
diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan
hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi harga diri rendah dan
skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri (http://
www.dnet.net.id/kesehatan / berita sehat detail).

Berdasaran latar belakang maka penulis tertarik untuk mengambil


masalah keperawatan dengan harga diri rendah pada Tn. S di ruang Abimanyu
RSJD Surakarta.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang maka penulis ingin mengetahui,


“bagaimana penerapan analisa proses interaksi pasien dengan kasus konsep
diri: harga diri rendah di RSJD Surakarta?”

1.3 Tujuan
A. Tujuan umum
Tujan penulisan makalah ini adalah mampu menerapkan analisa proses
interaksi dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
B. Tujuan khusus
Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan harga diri
rendah menggunakan analisa proses interaksi

BAB II
3

KAJIAN TEORI

2.1 Definisi

Perkembangan kebudayaan masyarakat banyak membawa perubahan


dalam segi kehidupan manusia. Setiap perubahan situasi kehidupan baik positif
maupun negatif dapat mempengaruhi keseimbangan fisik, mental, dan psikososial
seperti bencana dan konflik yang dialami sehingga berdampak sangat besar
terhadap kesehatan jiwa seseorang yang berarti akan meningkatkan jumlah pasien
gangguan jiwa(keliat, 2011).

Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku
orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat
harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu
yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan
menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).

Menurut (Herman, 2011), gangguan jiwa ialah terganggunya kondisi


mental atau psikologi seseorang yang dapat dipengaruhi dari faktor diri sendiri
dan lingkungan. Hal-hal yang dapat mempengangaruhi perilaku manusia ialah
keturunan dan konstitusi, umur, dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik,
keluarga, adat-istiadat, kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan
kehamilan, kehilangan dan kematian orang yang di cintai, rasa permusuhan,
hubungan antara manusia.

2.2 Tanda dan Gejala


a. Mengejek dan mengkritik diri.
b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri.
c. Mengalami gejala fisik, misal: tekanan darah tinggi, gangguan
penggunaan zat.
d. Menunda keputusan.
e. Sulit bergaul.
f. Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.
g. Menarik diri dari realitas, cemas, panic, cemburu, curiga dan halusinasi.
4

h. Merusak diri: harga diri rendah menyokong klieb untuk mengakhiri


hidup.
i. Merusak atau melukai orang lain.
j. Perasaan tidak mampu.
k. Pandangan hidup yang pesimitis.
l. Tidak menerima pujian.
m. Penurunan produktivitas.
n. Penolakan tehadap kemampuan diri.
o. Kurang memperhatikan perawatan diri.
p. Berpakaian tidak rapi.
q. Berkurang selera makan.
r. Tidak berani menatap lawan bicara.
s. Lebih banyak menunduk.
t. Bicara lambat dengan nada suara lemah.

2.3 Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang
sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui
oleh kelompoknya,
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
5

mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi


kecenderungan harga diri dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak
berdaya.

2.4 Presipitasi

Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi


yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stressor
dapat mempengaruhi komponen. Stressor yang dapat mempengaruhi gambaran
diri adalah hilangnya bagian tubuuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit,
perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang prosedur tindakan
dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat mempengaruhi harga diri dan
ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang
yang berarti, pola asuh yang tidak tepat, misalnya selalu dituntut, dituruti,
persaingan dengan saudara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak
terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stressor pencetus dapat
berasal dari internal dan eksternal:

a. Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan


peristiwa yang mengancam kehidupan.
b. Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang
diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi.

Ada tiga jenis transisi peran:

a. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang


berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap
perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan norma-
norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk menyesuaikan diri.
b. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya
anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian.
c. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh,
perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi tubuh, perubahan fisik
yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh
6

dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri,


identitas diri, peran dan harga diri.

2.5 Rentang Respon

Keterangan:

1. Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang


pengalaman nyata yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif adalah individu mempunyai pengalaman yang positif
dalam beraktualisasi.
3. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengan konsep
diri maladaptif.
4. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalangan aspek
psikososial dan kepribadian dewasa yang harmonis.
5. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap diri sendiri
yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidak dapat
membedakan dirinya dengan orang lain.

2.6 Pohon Masalah


Pohon masalah yang muncul menurut Fajariyah (2012) :

2.7 DIAGNOSIS KEPERAWATAN


7

1. Gangguan citra tubuh


2. Kesiapan meningkatkan konsep diri
3. Harga diri rendah (kronis, situasional dan resiko situasional)
4. Ketidakefektifan performa peran
5. Gangguan identitas pribadi

2.8 MEKANISME KOPING

Mekanisme koping menurut Deden (2013) :

Jangka pendek :

1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari sementara dari krisis : pemakaian


obat-obatan, kerja keras, nonoton tv terus menerus.
2. Kegiatan mengganti identitas sementara: ikut kelompok sosial,
keagamaan, politik.
3. Kegiatan yang memberi dukungan sementara : kompetisi olah raga
kontes popularitas.
4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara :
penyalahgunaan obat-obatan.

Jangka Panjang :

1. Menutup identitas : terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi


dari orang-orang yang berarti, tanpa mengindahkan hasrat, aspirasi atau
potensi diri sendiri.
2. Identitas negatif : asumsi yang pertentangan dengan nilai dan harapan
masyarakat.

Mekanisme Pertahanan Ego:

Mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan adalah : fantasi,


disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri sendiri dan
orang lain.

2.9 STRATEGI PELAKSANAAN


1. SP-1 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1: Mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien, membantu pasien
menilai kemampuan yang masih dapat digunakan, membantu pasien
memilih/menetapkan kemampuan yang akan dilatih, melatih kemampuan
8

yang sudah dipilih dan menyusun jadwal pelaksanaan kemampuan yang


telah dilatih dalam rencana harian.
A. Orientasi
“Selamat pagi, Perkenalkan saya perawat Sinta. Saya Mahasiswa
Keperawtan UPH. Saya yang akan merawat bapak dari jam 8 pagi
sampai jam 3 sore nanti ya pak”
“Bagaimana keadaan Ibu T hari ini? Ibu T terlihat segar“
”Bagaimana, kalau kita berbincang-bincang tentang kemampuan dan
kegiatan yang pernah Ibu T lakukan? Setelah itu kita akan nilai
kegiatan mana yang masih dapat Ibu T dilakukan di rumah sakit.
Setelah kita nilai, kita akan pilih satu kegiatan untuk kita latih.
Bagaimana menurut Ibu T?”
”Dimana kita akan berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu saja bu? Berapa lama kira-kira kita akan ngobrol bu? Apakah
cukup 20 menit? Oke cukup ya bu 20 menit”
B. Kerja
“Ibu T, apa saja kemampuan Ibu T dimiliki? Bagus, apa lagi? Saya
buat daftarnya ya bu. Apa pula kegiatan rumah tangga yang biasa Ibu T
lakukan? Bagaimana dengan merapihkan kamar? Menyapu ? Mencuci
piring? Wah, bagus sekali. Cukup banyak kemampuan dan kegiatan
yang Ibu T miliki “.
”Ibu T, dari lima kegiatan/kemampuan ini, yang mana yang masih
dapat dikerjakan di rumah sakit? Coba kita lihat, yang pertama
bisakah? yang kedua? sampai 5 (misalnya ada 3 yang masih bisa
dilakukan). Bagus sekali ada 3 kegiatan yang masih bisa dikerjakan di
rumah sakit ini”
”Sekarang, coba Ibu T pilih satu kegiatan yang masih bisa dikerjakan
di rumah sakit ini”.
”Ok, yang nomor satu, merapihkan tempat tidur? Kalau begitu,
bagaimana kalau sekarang kita latihan merapihkan tempat tidur Ibu T?
Mari kita lihat tempat tidur Ibu T. Coba lihat, sudah rapihkah tempat
tidurnya?”
“Nah kalau kita mau merapihkan tempat tidur, mari kita pindahkan
dulu bantal dan selimutnya. Bagus sekali bu. Sekarang kita angkat
spreinya dan kasurnya kita balik. Nah, sekarang kita pasang lagi
spreinya, kita mulai dari arah atas, ya bagus bu T. Sekarang sebelah
kaki, tarik dan masukkan, lalu sebelah pinggir masukkan. Sekarang
9

ambil bantal, rapihkan dan letakkan di sebelah atas/kepala. Mari kita


lipat selimut, nah letakkan sebelah bawah/kaki. Bagus, ibu bisa
melakukannya”
” Ibu T sudah bisa merapihkan tempat tidur dengan baik sekali. Coba
perhatikan bedakah dengan sebelum dirapikan? Bagus ”
“ Coba Ibu T lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri)
kalau Ibu T lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan
untuk melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
C. Terminasi
“Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang dan latihan
merapihkan tempat tidur? Iya benar bu. Ibu T ternyata banyak
memiliki kemampuan yang dapat dilakukan di rumah sakit ini. Salah
satunya, merapihkan tempat tidur yang sudah Ibu T praktekkan dengan
baik sekali. Nah, kemampuan ini dapat dilakukan juga di rumah
setelah pulang ya bu.”
”Sekarang, mari kita masukkan pada jadwal harian. Ibu T mau berapa
kali sehari merapihkan tempat tidur? Bagus, dua kali yaitu pagi-pagi
jam berapa ? Lalu sehabis istirahat jam berapa?”
”Besok pagi kita latihan lagi kemampuan yang kedua. Ibu T masih
ingat kegiatan apa lagi yang mampu dilakukan di rumah sakit selain
merapihkan tempat tidur? Ya bagus, cuci piring. Kalau begitu kita akan
latihan mencuci piring besok jam 8 pagi di dapur ruangan ini sehabis
makan pagi selama 20 menit, menurut ibu bagaimana? Oke ibu,
Sampai jumpa ya”
2. SP-2 Pasien: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2: Melatih pasien
melakukan kegiatan lain yang sesuai dengan kemampuan pasien.
A. Orientasi
“Selamat pagi, Ibu T masih ingat dengan saya? Iya benar sekali bu,
saya perawat Sinta yang akan merawat Ibu dari jam 8 sampai jam 3
sore nanti ya bu”
“Bagaimana perasaan Ibu T pagi ini? Wah, tampak cerah”
”Bagaimana Ibu T, sudah dicoba merapikan tempat tidur sore
kemarin/ Tadi pagi? Bagus (kalau sudah dilakukan, kalau belum bantu
lagi, sekarang kita akan latihan kemampuan kedua ya bu?. Masih ingat
apa kegiatan itu Ibu T?”
”Ya benar, kita akan latihan mencuci piring di dapur ruangan ini,
Waktunya sekitar 20 menit. Bagaimana menurut ibu T?”
10

B. Kerja:
“Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu
perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun
khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas. Ibu T bisa
menggunakan air yang mengalir dari kran ini ya? Oh ya jangan lupa
sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan”
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, Ibu T ambil satu piring kotor
lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat
sampah. Kemudian Ibu T bersihkan piring tersebut dengan
menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak
ada busa sabun sedikit pun di piring tersebut. Setelah itu Ibu T bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia
di dapur. Nah selesai ibu”
“Sekarang coba Ibu T praktekkan kembali seperti yang saya contohkan
tadi bu”
“Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik.
Sekarang dilap tangannya bu”
C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan Ibu T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan
sehari-hari Ibu T? Mau berapa kali Ibu T mencuci piring? Bagus
sekali Ibu T mencuci piring tiga kali setelah makan. “ Coba Ibu T
lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan untuk
melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah
merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah
itu? Ya benar kita akan latihan mengepel. Mau jam berapa bu kita
melakukan latihan mengepel nya? Oke baik besok jam 9 pagi ya bu
setelah ibu selesai merapikan tempat tidur dan mencuci piring. Dimana
kita akan melakukan latihannya bu? Oke baik bu, kita muali dari
ruangan ini saja ya bu. Kalau begitu saya permisi dulu ya bu, Sampai
jumpa”
11

3. SP-3 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-1: Mendiskusikan


masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien di rumah,
menjelaskan tentang pengertian, tanda dan gejala harga diri rendah,
menjelaskan cara merawat pasien dengan harga diri rendah,
mendemonstrasikan cara merawat pasien dengan harga diri rendah, dan
memberi kesempatan kepada keluarga untuk mempraktekkan cara
merawat.
A. Orientasi
“Selamat pagi bapak/ibu, perkenalkan saya perawat sinta yang
merawat ibu T dari jam 8 pagi ini sampai nanti jam 3 sore”
“Bagaimana keadaan Bapak/Ibu pagi ini?”
“Bagaimana kalau pagi ini kita bercakap-cakap tentang cara merawat
Ibu T? Berapa lama waktu Bapak/Ibu butuhkan? 30 menit saja? Baik
pak/bu. Kita berbincang-bincangnya diruang wawancara saja
bagaimana pak/bu? Oke, mari kita keruangan wawancara”
B. Kerja
“Apa yang bapak/Ibu ketahui tentang masalah Ibu T”
“Ya memang benar sekali Pak/Bu, Ibu T itu memang terlihat tidak
percaya diri dan sering menyalahkan dirinya sendiri. Misalnya pada
Ibu T, sering menyalahkan dirinya dan mengatakan dirinya adalah
orang paling bodoh sedunia. Dengan kata lain, Ibu T memiliki masalah
harga diri rendah yang ditandai dengan munculnya pikiran-pikiran
yang selalu negatif terhadap diri sendiri. Bila keadaan Ibu T ini terus-
menerus seperti itu, Ibu T bisa mengalami masalah yang lebih berat
lagi, misalnya Ibu T jadi malu bertemu dengan orang lain dan memilih
mengurung diri”
“Sampai disini, bapak/Ibu mengerti apa yang dimaksud harga diri
rendah?”
“Bagus sekali bapak/Ibu sudah mengerti”
“Setelah kita mengerti bahwa masalah Ibu T dapat menjadi masalah
serius, maka kita perlu memberikan perawatan yang baik untuk Ibu T”
”Bpk/Ibu, apa saja kemampuan yang dimiliki Ibu T? Ya benar, dia juga
mengatakan hal yang sama (kalau sama dengan kemampuan yang
dikatakan Ibu T)”
” Ibu T itu telah berlatih dua kegiatan yaitu merapihkan tempat tidur
dan cuci piring. Serta telah dibuat jadual untuk melakukannya. Untuk
itu, Bapak/Ibu dapat mengingatkan Ibu T untuk melakukan kegiatan
12

tersebut sesuai jadwal. Tolong bantu menyiapkan alat-alatnya ya


Pak/Bu dan jangan lupa memberikan pujian agar harga dirinya
meningkat. Ajak pula memberi tanda cek list pada jadwal
kegiatannya”.
”Selain itu, bila Ibu T sudah tidak lagi dirawat di Rumah sakit,
bapak/Ibu tetap perlu memantau perkembangan Ibu T. Jika masalah
harga dirinya kembali muncul dan tidak tertangani lagi, bapak/Ibu
dapat membawa Ibu T ke puskesmas”
”Nah, bagaimana kalau sekarang kita praktekkan cara memberikan
pujian kepada Ibu T”
”Temui Ibu T dan tanyakan kegiatan yang sudah dia lakukan lalu
berikan pujian yang yang mengatakan: Bagus sekali Ibu T, kamu sudah
semakin terampil mencuci piring”
”Coba Bapak/Ibu praktekkan sekarang. Bagus”
C. Terminasi:
”Bagaimana perasaan Bapak/bu setelah percakapan kita ini?”
“Dapatkah Bapak/Ibu jelaskan kembali maasalah yang dihadapi T dan
bagaimana cara merawatnya?”
“Bagus sekali bapak/Ibu dapat menjelaskan dengan baik. Nah setiap
kali Bapak/Ibu kemari lakukan seperti itu dan di rumah juga demikian
ya pak/bu.”
“Bagaimana kalau kita bertemu lagi dua hari mendatang untuk latihan
cara memberi pujian langsung kepada Ibu T. Jam berapa Bapak/Ibu
datang? Baik saya tunggu ya. Sampai jumpa”
4. SP-4 Keluarga: Harga Diri Rendah Pertemuan Ke-2: Melatih keluarga
mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah harga diri rendah
langsung kepada pasien.

A. Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu?”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat Ibu Bapak/Ibu seperti yang
kita pelajari dua hari yang lalu?”
13

“Baik, hari ini kita akan mampraktekkannya langsung kepada Ibu T,


Waktunya 20 menit. Bagaimana menurut bapak/ibu? Oke kalau begitu,
sekarang mari kita temui Ibu T”
B. Kerja:
”Selamat pagi Ibu T. Bagaimana perasaan Ibu T hari ini?”
”Hari ini saya datang bersama anak Ibu T. Seperti yang sudah saya
katakan sebelumnya, anak Ibu T juga ingin merawat Ibu T agar cepat
pulih.”
(kemudian saudara berbicara kepada keluarga sebagai berikut)
”Nah Pak/Bu, sekarang Bapak/Ibu bisa mempraktekkan apa yang
sudah kita latihkan beberapa hari lalu yaitu memberikan pujian
terhadap perkembangan orang tua Bapak/Ibu (Perawat mengobservasi
keluarga mempraktekkan cara merawat pasien seperti yang telah
dilatihkan pada pertemuan sebelumnya)”
”Bagaimana perasaan Ibu T setelah berbincang-bincang dengan anak
Ibu T?”
”Baiklah, sekarang saya dan anak Ibu T ke ruang perawat dulu
(Perawat dan keluarga meninggalkan pasien untuk melakukan
terminasi dengan keluarga)”
C. Terminasi:
“ Bagaimana perasaan Bapak/Ibu setelah kita latihan tadi?”
“Mulai sekarang Bapak/Ibu sudah bisa melakukan cara merawat
seperti yang tadi kepada Ibu T ya”.

You might also like