Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
Harga diri rendah adalah suatu masalah utama untuk kebanyakan orang
dan dapat diekspresikan dalam tingkat kecemasan yang tinggi. Harga diri
rendah kronik merupakan suatu keadaan yang maladaptif dari konsep diri,
dimana perasaan tentang diri atau evaluasi diri yang negatif dan dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama. Termasuk didalam harga diri rendah ini
evaluasi diri yang negatif dan dihubungkan dengan perasaan lemah, tidak
tertolong, tidak ada harapan, ketakutan, merasa sedih, sensitif, tidak sempurna,
rasa bersalah dan tidak adekuat. Harga diri rendah kronik merupakan suatu
komponen utama dari depresi yang ditunjukkan dengan perilaku sebagai
hukum dan tidak mempunyai rasa (Stuart dan Laraia, 2001).
rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut. Dari hasil riset ditemukan
bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Harga diri
tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan
diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait dengan
hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi harga diri rendah dan
skizofrenia. Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri (http://
www.dnet.net.id/kesehatan / berita sehat detail).
1.3 Tujuan
A. Tujuan umum
Tujan penulisan makalah ini adalah mampu menerapkan analisa proses
interaksi dengan gangguan konsep diri: harga diri rendah.
B. Tujuan khusus
Penulis mampu melakukan pengkajian pada klien dengan harga diri
rendah menggunakan analisa proses interaksi
BAB II
3
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi
Harga diri seseorang di peroleh dari diri sendiri dan orang lain.
Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang, perilaku
orang lain yang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat
harga diri seseorang berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang
memiliki harga diri tinggi menghadapi lingkungan secara aktif dan mampu
beradaptasi secara efektif untuk berubah serta cenderung merasa aman. Individu
yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif dan
menganggap sebagai ancaman. (Keliat, 2011).
2.3 Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis,
kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi peran.
Dimasyarakat umunya peran seseorang disesuai dengan jenis
kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang
mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang
sensitive, kurang hangat, kurang ekspresif dibandingkan wanita. Sesuai
dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai
lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas diri.
Meliputi ketidak percayaan, tekanan dari teman sebaya dan
perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan
menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil
keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu.
Control orang yang berat pada anak remaja akan menimbulkan perasaan
benci kepada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang
berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan dan diakui
oleh kelompoknya,
d. Faktor biologis
Adanya kondisi sakit fisik yang dapat mempengaruhi kerja hormon
secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan
neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
5
2.4 Presipitasi
Keterangan:
Jangka pendek :
Jangka Panjang :
B. Kerja:
“Ibu T, sebelum kita mencuci piring kita perlu siapkan dulu
perlengkapannya, yaitu sabut/tapes untuk membersihkan piring, sabun
khusus untuk mencuci piring dan air untuk membilas. Ibu T bisa
menggunakan air yang mengalir dari kran ini ya? Oh ya jangan lupa
sediakan tempat sampah untuk membuang sisa-makanan”
“Sekarang saya perlihatkan dulu ya caranya”
“Setelah semua perlengkapan tersedia, Ibu T ambil satu piring kotor
lalu buang dulu sisa kotoran yang ada di piring tersebut ke tempat
sampah. Kemudian Ibu T bersihkan piring tersebut dengan
menggunakan sabut/tapes yang sudah diberikan sabun pencuci
piring. Setelah selesai disabuni, bilas dengan air bersih sampai tidak
ada busa sabun sedikit pun di piring tersebut. Setelah itu Ibu T bisa
mengeringkan piring yang sudah bersih tadi di rak yang sudah tersedia
di dapur. Nah selesai ibu”
“Sekarang coba Ibu T praktekkan kembali seperti yang saya contohkan
tadi bu”
“Bagus sekali, Ibu T dapat mempraktekkan cuci pring dengan baik.
Sekarang dilap tangannya bu”
C. Terminasi :
”Bagaimana perasaan Ibu T setelah latihan cuci piring?”
“Bagaimana jika kegiatan cuci piring ini dimasukkan menjadi kegiatan
sehari-hari Ibu T? Mau berapa kali Ibu T mencuci piring? Bagus
sekali Ibu T mencuci piring tiga kali setelah makan. “ Coba Ibu T
lakukan dan jangan lupa memberi tanda M (mandiri) kalau Ibu T
lakukan tanpa disuruh, tulis B (bantuan) jika diingatkan untuk
melakukan dan T (tidak) tidak melakukan”
”Besok kita akan latihan untuk kemampuan ketiga, setelah
merapihkan tempat tidur dan cuci piring. Masih ingat kegiatan apakah
itu? Ya benar kita akan latihan mengepel. Mau jam berapa bu kita
melakukan latihan mengepel nya? Oke baik besok jam 9 pagi ya bu
setelah ibu selesai merapikan tempat tidur dan mencuci piring. Dimana
kita akan melakukan latihannya bu? Oke baik bu, kita muali dari
ruangan ini saja ya bu. Kalau begitu saya permisi dulu ya bu, Sampai
jumpa”
11
A. Orientasi
“Selamat pagi Bapak/Ibu?”
” Bagaimana perasaan Bapak/Ibu hari ini?”
”Bapak/Ibu masih ingat latihan merawat Ibu Bapak/Ibu seperti yang
kita pelajari dua hari yang lalu?”
13