Testimoni
untuk
My Ice Boy
“Sudah bukan rahasia kalau Kak Pit Sansi piawai memainkan alur. Teka-
teki bertebaran serta ide yang cemerlang dikemas dalam gaya bercerita
yang mengalir. My Ice Boy memikat saya sejak bab pertama!”
—Innayah Putri, penulis novel If Only dan Are You? Really?
“Seperti Miracle, cerita ini adalah keajaiban!!! Teka-teki dengan konfliik
yang pas membuat saya terbawa oleh alur cerita ini. Jangan coba menebak
cerita ini jika kalian tidak ingin menggelengkan kepala kalian. Tidak
hanya romansa percintaan, cerita ini juga memiliki kisah keluarga yang
sangat mengharukan. Terima kasih, Kak Pit, sudah mengajak saya untuk
bertualang dengan Miracle :).”
—Katakokoh, penulis novel Senior, Inestable, dan Athlas
“Berasa jadi detektif yang lagi mecahin kasus pas baca cerita ini. Ngumpulin
petunjuk demi petunjuk yang buat aku jadi kecanduan buat baca terus.
Juga, selalu berhasil bikin hati aku blebug-blebug alias deg-degan. Padahal,
genrenya bukan horor.”
—@debuperi_, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Aku nggak punya kata-kata buat mendeskripsikan betapa kerennya cerita
ini. Intinya: this is an unforgetable and unexpected story. Bakal bikin kamu
baper nggak habis-habis!”
—@alirbening, pembaca My Ice Boy di Wattpad“Dari My Ice Girl (MIG) sampai My Ice Boy (MIB) memang nggak pernah
ngecewain. Selalu berhasil ngaduk-ngaduk perasaan pembaca. Unsur teka-
teki yang disusun rapi bikin pembaca salah tebak terus, bahkan bikin makin
penasaran. Bapernya dapet, sedih, dan terharu sampai bikin nangis juga
ada. Pokoknya paket komplet. Selalu suka sama karya Kak Pit. Ditunggu
karya-karya selanjutnya.”
—@lailiakuswatun, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Warning! Cerita ini dapat mengakibatkan susah tidur, tertawa sendiri,
serta baper tingkat nasional!”
—exolovesrain, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Main teka-teki yang bikin baper, ketawa, nangis, atau sampai geregetan?
Semua ada di My Ice Boy.”
—@hinggilainun123, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Menurutku, cerita ini khas Kak Pit banget. Berkarakter. Bahasanya yang
ringan dan berat pada saat yang tepat. Teka-teki yang bikin aku nggak
sabar membalik lembar demi lembar update-nya. Ceritanya hidup. Pembaca
dengan mudah ikut hanyut ke dunia MIB. Intinya, susah buat nggak jatuh
cinta sama yang satu ini.”
—¢@diarypastel, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Sukses jatuh cinta sama tokohnya. Sukses nggak bisa nebak alur dan teka-
tekinya. Keren.”
—ezakiyyakiya, pembaca My Ice Boy di Wattpad
“Cerita yang bikin aku gigit-gigit bantal saking geregetnya. Dan, mungkin
hanya orang-orang tertentu aja yang bisa menebak teka-tekinya dengan
benar.”
—@tiarazavieraa, pembaca My Ice Boy di WattpadHak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit.My Ice Boy
Karya Pit Sansi
Cetakan Pertama, Agustus 2018
Penyunting: Essa Putra, Dila Maretihaqsari
Perancang sampul: Nocturvis
Tlustrasi isi: Penelovy
Pemeriksa aksara: Achmad Muchtar, Rani Nura
Penata aksara: Nuruzzaman, Petrus Sonny
Digitalisasi: Dityaza
Diterbitkan oleh Penerbit Bentang Belia
(PT Bentang Pustaka)
Anggota Ikapi
Jin, Plemburan No. 1 Pogung Lor, RT 11 RW 48 SIA XV, Sleman, Yogyakarta 55284
Telp. (0274) 889248 - Faks. (0274) 883753
Surel: infoabentangpustaka.com
Surel redaksi: redaksi@bentangpustaka.com
http://www.bentangpustaka.com
Pit Sansi
My Ice Boy/Pit Sansi; penyunting, Essa Putra, Dila Maretihaqsari—Yogyakarta: Bentang Belia,
2018.
xii + 384 hlm; 20,8 em
ISBN 978-602-430-347-1
E-book ini didistribusikan oleh:
‘Mizan Digital Publishing
J. Jagakarsa Raya No. 40
Jakarta Selatan - 12620
Telp.: +62-21-7864547 (Hunting)
Faks.: +62-21-7864272
Surel: mizandigitalpublishingemizan.comai
Untuk kalian
yang percaya adanya miracle.Terima kasih kepada Tuhan YME, My Lord Buddha dan kedua orang tuaku
yang telah memberikan berkat, bakat, serta jalan untuk menulis. Tidak
lupa untuk kakak-kakakku tercinta, terima kasih.
Kepada Kak Dila, terima kasih karena bersedia menjodohkan karya-
karyaku hingga punya kesempatan terbit di Bentang Belia dari awal hingga
sekarang. Juga, untuk editor beserta Tim Bentang Belia yang sudah
mempercantik buku ini luar dalam, terima kasih. My Ice Boy jadi makin
spesial buat dipeluk.
Dan tidak lupa, terima kasih yang tak terhingga untuk pembaca-
pembaca setia My Ice Boy di Wattpad, yang selalu kasih dukungan berupa
vote dan komentar-komentar yang membangun. Tanpa kalian, MIB nggak
akan bisa dapat cinta sebanyak ini.
‘Terima kasih juga untuk kalian yang bersedia memeluk buku ini. Mari
sama-sama menanti Miracle, mari sama-sama main teka-teki.
Salam hangat,
Jakarta, Juli 2018
Pit SansiFart 1: Teori lima Detik
Part 2: Jejak Sepatu
fart 3: Muka Tembok
Part 4: Running
Part 5: Dari Mata
Part 6: Misi Sialan!
Part 7: Nggak Suka
Part 8: Drama
Part 9: Perhatian Terselubung
Part 10: Polling
Part 11: Putri Saljy
Part 12: Gengsi Bilang Suka
Part 13: Fakta
Part 14: Suka
Part 15: Alasan untuk Dekat dengan Karu
Part 16: lima Detik
Part 17: Mengupayakan Segala Cara
5
@
@
i
a
3
a
4
le
68
i
0
0
oOPart 18: Memori @
fart 19: Putri Salju Rasa Cinderella
fart 20: Harapan Berternu Miracle?
fart 21; Mernilih Gg
Part 22: Miracle Nyata
Part 23: Kemungkinan Miracle
fart 24: D-Day @eg)
Fart 25: Perlahan Terkuak G4
Part 26: Kejutan
Part 27; Hangat
fart 28: Ternui Aku Gj
LA
Fart 29: Dingin lagi
fart 30: Dari Masa talu
a
Fart 31; Remember You
Fart 32: Miracle
Ekstra Part: Wanna Play with Me?Teori lima Detik
“Kalau si Kutub £5 itu natap 0 lebih dari lima
detik, cuma ada dua kemungkinan. Yang pertama,
dia marah besar sama lo. Dan yang kedua, dia
jatuh cinta sama [o.”
Miracle
) Lucu, saat banyak orang tertarik untuk pergi ke arah
barat, kamu malah ke timur sendirian. Yang lain
berlomba-lomba meneari perhatian, tapi kamu sama
sekali tidak tertarik. Hidupmu terlalu datar. Misi kali ini
akan sangat menarik untukmu. Buktikan seberapa hebat
kamu bisa mencairkan gunung es yang ada di dekatmu.
(Timur? Barat? Gunung es?” Kening Fira berlipat-lipat sesudah membaca
sebuah pesan LINE di ponsel Salsa. Ia kebingungan mengartikan isi
pesan misterius itu.
Salsa merebut ponselnya dengan kesal. “Gue minta bantuan lo buat
artiin pesan ini, bukan buat bikin gue tambah bingung!”
Salsa membaca lagi pesan itu, berharap otaknya tiba-tiba mendapat
pencerahan. Bukan tanpa alasan Salsa berusaha keras mengartikan pesan
misterius yang bahkan hingga kini tidak ia ketahui siapa pengirimnya.
Dan, bukan tanpa alasan pula Salsa menamai pengirim pesan itu “Miracle”.Nyatanya, begitu banyak kejadian aneh—atau sering disebutnya “mukjizat
nyata”—setiap kali Salsa berhasil melakukan misi dari si pengirim pesan
itu.
Semua berawal tujuh tahun lalu, ketika Salsa masih duduk di bangku
kelas IV sekolah dasar. Ia tidak akan pernah bisa memaafkan diri sendiri
kalau Luna sampai tidak bisa tertolong saat itu.
Lalu, Salsa menemukan kertas misterius tersebut. Awalnya ia
mengabaikannya. Namun, ketika menemukan kertas dengan tulisan
serupa setiap hari, ia menjadi penasaran.
Isi pesannya meminta Salsa membacakan dongeng setiap malam
untuk adik perempuannya yang sedang terbaring koma di rumah sakit—
Luna. Salsa kala itu masih berusia 9 tahun sementara adik kesayangannya
berusia 4 tahun.
Tentu ia belum paham bahwa Luna bisa saja tidak tertolong bila
rumah sakit menghentikan segala alat bantu untuk menopang tubuh kecil
adiknya itu. Yang Salsa tahu, orang tuanya tidak punya cukup uang untuk
membayar biaya pengobatan.
Salsa pernah melihat mamanya diam-diam menangis di sudut dapur
karena hal ini. Juga, ia pernah mendengar papanya menelepon entah siapa
untuk meminjam uang yang berakhir dengan isak tangis.
Bagaimanapun, Salsa hanya mau Luna-nya kembali. [a rindu celotehan-
celotehan riang dari mulut kecil adiknya. Maka, Salsa mulai membacakan
cerita untuknya. Salsa mau Luna terbangun ketika ia membacakan dongeng
Putri Salju kesukaannya. Salsa akan membacakan dongeng lain apabila
dirasa Luna sudah bosan mendengar dongeng yang sama selama 20 malam
berturut-turut. Asalkan Luna mau bangun, mengeluh langsung kepadanya
seperti biasa dengan suara cadelnya. “Bocan, Kak. Anti celita lain.”
Dan, mukjizat itu terjadi. Miracle. Salsa tidak lagi melihat mamanya
menangis di pojok dapur. Salsa juga mendengar isak sedih papanya kini
berganti dengan tangis haru. Papanya berkali-kali mengucap syukur sambil
berterima kasih karena ada seorang donatur yang tidak ingin disebutkan
namanya yang telah melunasi biaya perawatan Luna. Bahkan, ia bersedia
menanggung semua biaya hingga Luna sadar.Miracle tidak berhenti sampai di situ. Luna sadar seminggu kemudian.
Salsa senang luar biasa. Adik kesayangannya sudah kembali.
Sejak peristiwa tersebut, pesan misterius selalu datang pada saat-
saat sulit Salsa. Dan, selalu saja berakhir indah ketika Salsa berhasil
menyelesaikan misi dengan baik.
Seiring berjalannya waktu, pesan misterius itu masuk melalui media
yang lebih modern. Seperti dua tahun belakangan, ketika Salsa duduk di
bangku sekolah menengah atas dan mulai memiliki ponsel, pesan misterius
masuk melalui pesan LINE.
“Kali ini, apa imbalannya kalo lo berhasil jalanin misi?” tanya Nadin
santai. Sebelah tangannya sedang sibuk memindahkan keripik kentang
kesukaannya dari dalam kemasan ke mulutnya.
“Ini penting banget, Nad. Kalo gue berhasil kali ini, dia bakal kasih
tahu siapa dia sebenarnyal” sahut Salsa menggebu-gebu.
“Lo yakin dia serius?”
“Dia nggak pernah main-main sama misinya,” ucap Salsa. “Gue nggak
boleh gagal. Gue pengin banget tahu siapa dia. Gue mau pastiin kalo dia
adalah orang yang sama yang gue duga sejak tujuh tahun alu. Gue nggak
mau dia sembunyi lagi.”
Salsa kembali membaca dengan saksama pesan misterius di ponselnya.
Kepalanya sudah hampir pecah memikirkannya sejak semalam. Namun, ia
tidak mau menyerah.
“Sini, pinjam!” Nadin merebut ponsel di tangan Salsa, kemudian
membacanya pelan-pelan dalam hati. Ia menghentikan sejenak kunyahan
keripik di mulutnya dan kembali bersuara. “Nggak salah lagi. Yang
dimaksud ‘gunung es’ di sini pasti Galen Bagaskara!” komentarnya tanpa
mengalihkan pandangan sedikit pun dari layar ponsel.
“Galen Bagaskara?” Salsa mengulang nama itu dengan alis bertaut.
“Iya, cowok yang dapat julukan Kutub Es di sekolah kita. Masa lo
nggak kenal, sih?”
Salsa berupaya mengingat, tetapi tak berhasil membayangkan wajah
seseorang dengan nama yang disebutkan Nadin tadi.“Gue tahu!” Fira menyahut. “Si kakak kelas itu, kan? Yang selalu jadi
peringkat pertama di sekolah?”
“Nah, Fira aja kenal. Masa lo nggak tahu, sih, Sal?” kata Nadin
menyindir. “Cuek lo keterlaluan banget. Sumpah!” kesalnya kemudian.
“Ah, sok tahu lo!” Salsa menanggapi dengan malas. “Seyakin apa lo
ngartiin pesan ini ada hubungannya sama Cowok Kutub Es yang lo sebut
tadi?”
“Lo lupa kalo gue beberapa kali berhasil pecahin misi-misi lo selama
ini?” sahut Nadin bersikeras. “Tanggapan lo juga selalu sama. Selalu nggak
percaya sama omongan gue. Tapi, ujung-ujungnya lo nyesel karena nggak
dari awal percaya sama gue.”
Salsa tidak bisa membalas ucapan Nadin. Sahabatnya itu memang ada
benarnya. Mereka sudah berteman sejak sekolah menengah pertama. Dan,
Nadin-lah yang paling sering membantunya dalam menyelesaikan setiap
misi dari si pemberi pesan misterius.
“Jadi, menurut lo, gue harus gimana?” tanya Salsa pasrah.
“Kenalan sama si Kutub Es!”
7
“tu yang namanya Galen Bagaskara, Sal. Yang lagi berdebat di depan
mading.” Nadin menunjuk dua cowok yang berdiri agak jauh dari posisinya.
Mereka tampak serius saling membantah tanpa menghiraukan sekitar.
Tentu depan mading bukanlah tempat yang tepat untuk berdebat.
Apalagi sekarang sudah banyak mata memperhatikan mereka.
“Ada dua orang, yang mana?” tanya Salsa memastikan.
“Yang paling ganteng pokoknya!”
Mata Salsa langsung tertuju kepada salah seorang cowok yang
mencuri perhatiannya sejak tadi. Cowok bertubuh tinggi dengan tatapan
mata serius. Cara cowok itu bicara terdengar bijak dan tegas. Membuatnya
tampak sangat terpelajar dan pintar di mata Salsa. Belum apa-apa, Salsa
malah sudah kagum terhadap sosok itu.“Terus, gue harus ngapain, nih, Nad?”
“Deketin, sana. Ajak kenalan. Syukur-syukur lo dapet senyumannya
yang limited edition.” Nadin mendorong pelan Salsa. Namun, Salsa masih
menahan kakinya sendiri.
“Lagi debat, Nad. Gue takut ganggu.”
“Tungguin aja sampai mereka selesai. Lo deketin dulu. Lebih cepat,
lebih baik. Tuh cowok lebih sering ngilang soalnya.” Nadin mendorong
Salsa lagi, kali ini sedikit lebih keras hingga membuat Salsa melangkah
maju beberapa langkah.
Salsa menoleh sekali lagi kepada Nadin dan Fira di belakang. Kedua
sahabatnya itu kompak mengibaskan tangan menyuruhnya untuk segera
menghampiri target.
Tidak punya pilihan lain, Salsa melangkah maju pelan-pelan. Semakin
dekat jaraknya dengan cowok itu, semakin Salsa bisa mendengar suara
tegasnya.
“Sekolah yang minta, bukan gue.”
“Gue berhak nolak. Gue nggak tertarik sama hal semacam itu!”
“Sayangnya lo nggak punya pilihan buat nolak. Bu Lilis yang nunjuk
lo langsung.”
“Gue nggak mau tahu. Kalian harus cabut nama gue di mading ini. Gue
nggak mau ikut olimpiade apa pun!”
Perdebatan dua cowok di hadapan Salsa semakin memanas. Salsa jadi
takut untuk menginterupsi kegiatan mereka. Namun sialnya, posisinya
sudah sangat dekat, membuat dua cowok tersebut menoleh kepadanya.
Salsa langsung terkesiap begitu matanya bertemu dengan sorot
mata tegas itu. Sorot matanya berwarna hitam gelap dan mampu
menenggelamkan siapa saja yang menatapnya langsung, seperti dirinya
saat ini. Salsa seolah kehilangan daya untuk mengingat apa tujuannya
mendekat kalau saja cowok itu tidak menegurnya.
“Ada apa?”
“Eh?” Salsa mengerjap berkali-kali, kemudian mengulurkan tangan
sambil tersenyum manis. “Boleh kenalan, Kak? Namaku Salsa Anastasya.
Kelas XI IPS 1.”Demi apa pun, Salsa benar-benar salah waktu untuk mengajak
berkenalan. Namun, ia sudah telanjur basah, lebih baik nyebur sekalian.
Seperti dikatakan Nadin tadi, belum tentu ia punya kesempatan lagi
setelah ini.
Sudah lebih dari lima detik, dan cowok itu masih membiarkan tangan
Salsa mengapung di udara. Dia malah memperhatikan Salsa dari atas
hingga bawah, membuatnya salah tingkah.
Senyum di wajah Salsa memudar. Ketika ia berniat menarik kembali
tangannya, baru cowok di depannya menyambut. Salsa menatap tak
percaya. Apalagi kini ia bisa melihat senyum kecil di wajah tampan itu.
“Nama gue Arnan Adhyaksa. Kelas XII IPA 1.”
Salsa tercengang mendengarnya. Bukan nama itu yang diharapkan.
Ia buru-buru mengalihkan pandangan ke satu lagi cowok yang berdiri di
dekatnya, yang menjadi teman debat Arnan sejak tadi. Cowok yang diduga
Salsa bernama Galen Bagaskara—targetnya.
Akan tetapi sialnya, pandangan mereka hanya bertemu sepersekian
detik. Cowok itu langsung berbalik pergi menjauh.
“Sori, kita bisa ngobrol lain waktu. Sekarang gue lagi sibuk.”
Suara Arnan membuat Salsa memusatkan kembali pandangan ke
cowok itu. Arnan segera melepas jabat tangannya, kemudian berlari
menyusul Galen sambil meneriaki namanya berkali-kali. Sedangkan, Salsa
masih mematung sambil menatap tak percaya.
“Aduh, Sal, kenapa bisa salah orang, sih? Gue bilang, kan, yang paling
ganteng!” Nadin mendekat.
“Gue nggak salah, dong. Memang dia yang lebih ganteng”
“Gini, nih, kalo kelamaan hidup di gua.” Nadin jadi gemas sendiri. “Kak
Arnan emang ganteng, tapi masih kalah ganteng sama Kak Galen, kali, Sal.
Lagian lo kudet-nya keterlaluan banget, sih. Masa nggak kenal sama Ketua
OSIS sekolah sendiri? Kak Arnan itu Ketua OSIS, Sal. Ketua OSIS!”
“Gue tahu Ketua OSIS kita namanya Arnan, tapi gue nggak pernah
tahu yang mana orangnya.”“Udah, udah.” Fira ikutan menyahut. “Yang jelas, lo sekarang dalam
masalah, Sal. Lo bakalan susah buat dapetin perhatiannya Kak Galen.”
“Kenapa?” Salsa menoleh tidak paham.
“Karena, tadi gue ngitungin berapa detik Kak Galen natap lo. Enam
detik!”
Salsa mengerutkan kening, “Terus, apa hubungannya?”
“Ya ampun, Sal. Gue kasih tahu, ya. Kalau si Kutub Es itu natap lo lebih
dari lima detik, cuma ada dua kemungkinan. Yang pertama, dia marah
besar sama lo. Dan yang kedua, dia jatuh cinta sama lo.”
Mata Salsa mulai menerawang, “Jadi, maksud lo, dia jatuh cinta sama
gue?” tanyanya bernada ragu.
“Aduh, Sal. Sadar!” Nadin menepuk-nepuk pipi Salsa. “Dia nggak kenal
sama lo, jadi singkirin opsi kedua. Kemungkinannya sekarang cuma satu,
dia marah besar sama lo!”
“Hah? Kok, bisa?”
“Kak Galen paling nggak suka diusik. Dan barusan, lo udah ganggu
acara debatnya sama Kak Aran.”
“Terancam gagal misi kali ini,” sahut Fira sambil menghela napas berat.
Salsa meneguk ludah dengan susah payah. Separah itukah? Apa benar
ia sudah tidak punya harapan untuk menaklukkan si Kutub Es Galen
Bagaskara?