You are on page 1of 13

Jurnal IPTEKS PSP, Vol.

1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

PENGARUH CARA PENANGKAPAN, FASILITAS PENANGAN DAN CARA


PENANGANAN IKAN TERHADAP KUALITAS IKAN YANG DIHASILKAN

Effect of fishing techniques, handling facilities and methods


On quality of the fish
Metusalach1), Kasmiati1), Fahrul1), dan Ilham Jaya1)

1)
Staf Pengajar Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FIKP, Universitas Hasanuddin

Diterima: 12 November 2013; Disetujui: 10 Maret 2014

ABSTRACT

The research was aimed at determining the effect of fishing techniques, handling facilities and methods
on the quality of the catch. The research employed four types of fishing gears, i.e. purse seine, cantrang,
gillnet and boat-liftnet with five replicates each. Five species of the dominant catch were taken for quality
determination on-board, at landing sites, and after auctioning. The condition of handling facilities and
methods were evaluated. Fish transit time (time lapse between the fish lifting and auction process) was
also determined. Results indicated that the fish quality decreased as the transit time increased. Nearly all
fish caught were subjected to neither good handling nor low temperature despite the availability of good
handling facilities. Nevertheles, the fish quality remained fairly good up to the point of soon after
auctioning (pH’s<7 and organoleptic scores >7). When alone, none of the quality predictors affected the
fish quality. However, when the fishing techniques were compounded the quality predictors significantly
affected the fish quality. Regression analysis showed that, when the fishing techniques were
uncompounded, 73.96% of the fish quality was determined by fishing with purse seine, cantrang, boat-
liftnet and fish transit time. When fishing techniques were compounded, however, the fishing techniques,
on-board handling methods, on-board and on landing site handling facilities, and the fish transit time
contributed 73.96% effect to the fish quality. The PCA analysis showed that as much as 52.52% and
27.27% the fish quality were determined by the purse seine and cantrang, respectively.

Key words: Fishing techniques, facilities, handling, fish, quality, PCA.

Contact person: Metusalach


Email : mminanga@hotmail.com

Metusalach dkk. 40
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

PENDAHULUAN penanganan ikan segar meliputi seluruh


kegiatan yang bertujuan untuk
Kesegaran ikan yang baru saja mati mempertahankan mutu ikan mulai dari saat
berada dalam tingkat yang maksimum, ikan tertangkap sampai ikan tersebut
artinya kesegaran ikan tidak bisa dikonsumsi. Dalam prakteknya, hal ini
ditingkatkan, hanya dapat dipertahankan berarti menghambat atau menghentikan
melalui penerapan prinsip penaganan yang pembusukan, mencegah kontaminasi, dan
baik dan benar. Tingkat kesegaran ikan akan menghindarkan kerusakan fisik terhadap
menurun drastis seiring dengan waktu jika ikan.
tidak segera ditangani secara benar. Peningkatan produksi perikanan pada
Berbagai macam faktor mempengaruhi kenyataannya tidak serta merta diikuti oleh
tingkat kesegaran dan kecepatan penurunan peningkatan ketersediaan ikan segar baik
mutu ikan, baik yang bersifat internal untuk konsumsi langsung maupun sebagai
maupun eksternal. Faktor internal antara lain bahan baku bagi industri pengolahan ikan.
jenis dan kondisi biologis ikan, sedangkan Hal ini terutama disebabkan oleh masih
faktor eksternal antara lain proses kematian, tingginya tingkat kerusakan ikan pascapanen.
waktu, cara penanganan, dan fasilitas Menurut Akande and Diei-Ouadi (2010),
penanganan ikan. Penurunan mutu ikan kehilangan pascapanen di negara-negara
dapat terjadi mulai dari saat penangkapan berkembang berkisar antara 20 hingga 40%
dan terus berlangsung hingga ke tangan dari total produksi, dan 70% dari kehilangan
konsumen akhir (Quang, 2005). tersebut diakibatkan oleh kehilangan
Secara umum setiap jenis ikan memiliki kualitas. Ikan adalah komoditas makanan
pola dan kecepatan penurunan mutu yang yang sangat cepat membusuk dan juga
berbeda dengan jenis ikan yang lain. melewati begitu banyak rantai distribusi
Kecepatan penurunan mutu ikan yang sebelum sampai ke tangan konsumen.
mengalami luka atau memar lebih cepat Penurunan mutu dan tingginya
dibandingkan dengan ikan dengan kondisi kerusakan pascapanen diakibatkan oleh
fisik yang utuh. antara lain cara penangkapan, cara
Beberapa jenis alat tangkap dalam satu penanganan yang buruk, panjangnya rantai
kali operasi penangkapan dapat menangkap suplai, tidak memadainya fasilitas
berbagai jenis ikan dalam jumlah banyak penanganan. Cara penangkapan (jenis alat
yang memungkinkan ikan bertumpuk /saling tangkap) secara langsung berhubungan
berhimpitan mengakibatkan memar dan luka dengan cara matinya ikan dan cara matinya
dan bahkan ikan menjadi rusak secara fisik. ikan berhubungan dengan proses-proses
Akande dan Diei-Ouadi (2010) telah fisik dan kimiawi yang dialami tubuh ikan
melaporkan bahwa alat tangkap jaring dimana proses-proses tersebut berpengaruh
insang dan jaring lingkar menyebabkan langsung terhadap mutu ikan pasca tangkap.
tingkat kehilangan yang lebih tinggi Hal ini diperparah oleh cara penanganan
dibandingkan dengan alat tangkap pancing ikan yang dilakukan tergolong masih buruk
dan bubu. Fasilitas dan proses penanganan karena masih dilakukan seadanya tanpa
ikan merupakan dua faktor yang tidak memperhatikan syarat-syarat yang harus
terpisahkan dan keduanya berpengaruh dipenuhi, baik menyangkut fasilitas
langsung terhadap kualitas ikan. Prosedur penanganan maupun cara penanganan,

Metusalach dkk. 41
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

termasuk penggunaan es sebagai bahan dan cara nelayan menangani ikan diatas
pendingin ikan. kapal, di dermaga, dan di TPI serta lama
Sejauh ini belum tersedia data atau waktu transit ikan pada setiap titik. Sebanyak
informasi yang akurat mengenai bagaimana 3 ekor ikan diambil sebagai sampel untuk
cara tertangkapnya ikan, cara penanganan, setiap jenis ikan.
dan fasilitas penanganan mempengaruhi
kualitas ikan yang ditangkap. Oleh karena itu, Analisa Data
penelitian mengenai bagaimana cara
tertangkapnya ikan, cara penanganan, dan Analisa yang dilakukan yaitu
fasilitas penanganan mempengaruhi kualitas penentuan pH dan sifat organoleptik.
ikan sangat penting dan mendesak untuk Prosedur penentuan pH daging ikan segar
dilakukan sehingga langkah-langkah mengacu pada AOAC (1995) dan sifat
perbaikan dapat dirumuskan dengan tepat. organoleptik ikan segar mengacu pada Huss
(1995). Nilai pH merupakan salah satu
DATA DAN METODE parameter penentu kualitas ikan segar yang
dibagi menjadi 2 kategori yaitu: pH<7
Bahan yang digunakan adalah masing- dikategorikan sebagai ikan yang masih
masing 5 jenis ikan yang dominan ditangkap sangat segar dengan nilai konversi 2;
oleh setiap jenis alat tangkap yang sedangkan pH lebih dari 7 dikategorikan
digunakan dalam penelitian dan akuades. sebagi ikan yang telah mengalami
Alat yang digunakan meliputi 4 jenis alat perubahan kesegaran menuju ke arah
tangkap (purse seine, bagan perahu, gillnet, pembusukan dengan nilai 1. Pengamatan
dan cantrang), portable pH meter, tissu, sifat organoleptik dilakukan dengan
lembar skor uji organoleptik, kamera digital, memberikan penilaian berdasarkan
dan alat tulis. parameter mutu ikan segar (Huss, 1995)
dengan rentang nilai 1 – 9 (1 = buruk; 9 =
Metode Pengambilan Data sangat baik) dan nilai organoleptik tersebut
dikonversi ke nilai demerit 1 – 4 (4 = sangat
Penelitian ini dilakukan dengan baik, 3 = baik, 2 = kurang baik, dan 1 = tidak
metode survai melalui observasi secara baik) menurut petunjuk EEC (1976 dengan
langsung terhadap ikan yang ditangkap sedikit modifikasi) dan Larsen et al. (1992).
menggunakan 4 jenis alat tangkap yaitu Penilaian pH dan sifat organoleptik yang
purse seine, bagan perahu, cantrang, dan sama juga dilakukan terhadap ikan setelah
gillnet di Takalar dan Barru. Survei dilakukan tiba di TPI sebelum dan setelah pelelangan.
untuk mengumpulkan data primer pH dan Penilaian fasilitas penanganan ikan
sifat organoleptik ikan meliputi kondisi mata, diatas kapal dan di TPI difokuskan pada
insang, bau, dan tekstur. Pengujian pH dan ketersediaan palkah atau peti. Kriteria yang
pengamatan sifat organoleptik ikan digunakan mengacu pada EEC, 1976 dan
dilakukan pada 3 titik yaitu: di atas kapal Huss, 1995). Jika tersedia palkah/peti
setelah ikan mati, setelah didaratkan di TPI, berinsulai diberi nilai 3, palkah/peti tidak
dan setelah dilelang. Pengamatan juga berinsulasi dengan nilai 2, tidak tersedia
dilakukan terhadap kondisi fasilitas palkah/peti dengan nilai 1. Cara
penanganan ikan di atas kapal dan di TPI, penanganan ikan diatas kapal dan di TPI

Metusalach dkk. 42
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

difokuskan pada kualitas es dan cara HASIL DAN PEMBAHASAN


penggunaan es. Menggunakan es curah dan
cara pengesan benar diberi nilai 4, Jenis Hasil Tangkapan Dominan
menggunakan es curah tetapi cara pengesan
tidak benar dengan nilai 3, menggunakan es Selama penelitian, jenis-jenis ikan yang
kasar dan cara pengesan benar dengan nilai dominan tertangkap dengan purse seine
2, tidak menggunakan es dengan nilai 1. adalah ikan layang (Decapterus ruselli),
Fasilitas dan cara penanganan ikan di TPI cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung
juga dilakukan dengan penilaian yang sama perempuan (Rastrelliger branchysoma),
dengan cara diatas kapal (rentang 1-3) yang kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta),
difokuskan pada penggunaan peti atau tongkol (Auxis thazard) dan tembang
styrofoam atau wadah lainnya seperti (Sardinella sp). Bagan perahu dominan
keranjang. Kualitas es yang digunakan dan menangkap ikan tembang (Sardinella sp),
cara pengesan di TPI juga dinilai dengan layang (Decapterus ruselli ), teri (Stolephorus
rentang 1-3. Waktu transit pada setiap titik sp), peperek (Leiognathus equulus), dan
pengamatan dinilai dengan skala 1 jika lebih pisang-pisang merah (Caesio sp). Sementara
dari 6 jam, nilai 2 jika waktu transit antara 3- itu, ikan dominan hasil tangkapan cantrang
6 jam dan nilai 3 jika kurang dari 3 jam. terdiri dari ikan bete-bete (Leiognathus
Penelitian ini merupakan penelitian equules), biji nangka (Upeneus sulphureus),
survey yang melibatkan 2 parameter mutu kuwe/kwee (Caranx sexfaciatus), mata
(pH dan sifat organoleptik) dependen yang besar/swangi (Priacanthus tayanus), dan
diamati pada 3 titik pengamatan (di atas kurisi (Nemipterus spp), trubuk (Tenualosa
kapal, setelah didaratkan di TPI dan setelah macrura), kerung-kerung (Terapon therops),
dilelang di TPI). Sebanyak 5 jenis ikan (3 dan kerapu (Epinephelus tauvina). Hasil
ekor/jenis) diambil sebagai sampel dari 4 tangkapan utama gillnet meliputi ikan trubuk
jenis alat tangkap (purse seine, bagan (Tenualosa macrura), tembang (Sardinella
perahu, cantrang dan gillnet) pada 2 lokasi sp), bulus-bulus (Sillago sihama), selanget
yang berbeda (Takalar dan Barru). Ulangan (Dorosoma chacunda), dan bulu ayam
pengamatan sebanyak 5 kali yaitu 5 trip (Thryssa setirostris).
operasi penangkapan ikan untuk setiap jenis
alat tangkap. Dengan demikian diperoleh pH daging ikan, waktu transit dan nilai
600 satuan percobaan untuk setiap organoleptik
parameter mutu.
Hasil pengukuran pH daging ikan pada
Hubungan antara jenis alat tangkap
3 titik pengukuran menunjukkan bahwa pH
dengan kulaitas ikan dianalisa dengan
daging, secara konstan meskipun
regresi berganda dan pola hubungannya
tidak proporsional, mengalami penurunan
dianalisa dengan analisa komponen utama
setidaknya sampai ikan-ikan hasil tangkapan
(principal component analysis – PCA) dengan
selesai dilelang (Tabel 1). Meskipun terdapat
bantuan perangkat lunak pengolah data
perbedaan pH yang kecil namun perbedaan
Minitab 13. Pengaruh nyata variabel
tersebut bersifat nyata (p<0,05). Penurunan
prediktor mutu ditetapkan pada tingkat
pH daging ikan terjadi akibat dari terbentuk
kepercayaan 95%. Pembuatan grafik
dan meningkatnya asam laktat dalam daging
dilakukan dengan bantuan SigmaPlot 2001.

Metusalach dkk. 43
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

Tabel 1. Hasil pengukuran pH daging ikan di atas kapal, setelah didaratkan dan setelah
dilelang yang ditangkap dengan alat tangkap berbeda.

Di atas kapal Setelah didaratkan Setelah dilelang


Alat tangkap
Mean St. Dev. Mean St. Dev. Mean St. Dev.
Purse seine 6,37 ax
0,10 5,96 ay
0,21 5,80 az
0,14
Bagan perahu 6,49bx 0,23 6,30by 0,21 6,08bz 0,15
cx cy cz
Cantrang 6,58 0,16 6,38 0,12 6,20 0,15
Gillnet 6,78dx
0,04 6,59dy
0,06 6,07dz
0,13

Superskript yang berbeda (a,b..) dalam kolom yang sama dengan menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
Superskript yang berbeda (x,y..) dalam baris yang sama dengan menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)

sebagai hasil dari pemecahan glikogen ikan dan besarnya tekanan (stress) dan
dalam kondisi anaerob. Menurut Quang gerakan (exercise) yang dialami ikan sebelum
(2005), pada saat ikan mati adenosin-trifosfat mati akan berpengaruh besar terhadap
(ATP), yang merupakan bahan organik kaya cadangan glikogen dan pada akhirnya
energi didalam otot/daging, akan disintesa terhadap nilai pH akhir daging. Chiba et al.
terutama dari glikogen dan sebagian kecil (1991) memperlihatkan bahwa hanya
dari keratin fosfat (pada ikan) dan dari beberapa menit stress setelah ditangkap
arginin fosfat (dari sefalopoda) dalam kondisi menyebabkan penurunan pH sebesar 0,50
anaerob. Proses glikolisis (proses reduksi dalam 3 jam dibandingkan dengan ikan yang
glikogen) terus berlangsung hingga tidak mengalami stress yang pH-nya
terbentuk asam laktat sebagai produk akhir. menurun hanya sebesar 0,10 untuk periode
Karena produk akhir dari proses ini adalah waktu yang sama.
asam laktat, maka pH daging akan menurun. Uji statistik menggunakan one-sample
Glikolisis menyebabkan akumulasi t-test menunjukkan bahwa ikan yang
asam laktat yang pada gilirannya ditangkap dengan alat tangkap yang
menurunkan pH daging. Huss (1995) berbeda memiliki pH daging yang bervariasi
melaporkan bahwa pada ikan kod (Gadus (p<0,05) pada setiap titik pengukuran. Hal ini
morhua), pH menurun dari 6,8 ke pH akhir membuktikan bahwa cara penangkapan
6,1-6,5. Pada sejumlah spesies ikan, pH akhir berpengaruh terhadap status mutu ikan
dapat lebih rendah, misalnya pada ikan karena setiap jenis alat tangkap memberikan
mackerel besar pH akhir mencapai 5,8-6,0, proses kematian yang berbeda terhadap
dan bahkan 5,4-5,6 pada ikan tuna dan ikan. Demikian pula ikan-ikan yang
halibut. Jumlah asam laktat yang dihasilkan ditangkap dengan alat yang sama memiliki
tergantung pada jumlah glikogen dalam pH daging yang berbeda (p<0,05) pada titik
daging ikan. Secara umum, daging ikan pengamatan yang berbeda.
mengandung glikogen dalam jumlah kecil
(<1%) sehingga hanya sedikit asam laktat
yang dihasilkan setelah ikan mati. Faktor lain
yang berpengaruh adalah kondisi nutrisi dari

Metusalach dkk. 44
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

Tabel 2. Lama waktu (jam) sejak seluruh ikan dinaikkan ke atas kapal sampai didaratkan dan
selesai dilelang pada jenis alat tangkap berbeda.

Di atas kapal Sejak didaratkan


Jenis alat Total waktu transit
sampai ke TPI sampai dilelang
tangkap
Mean St. Dev. Mean St. Dev. Mean St. Dev.
Purse seine 3,01 1,32 2,33 1,25 5,33 1,02
Bagan perahu 4,97 1,98 1,42 0,72 6,40 2,50
Cantrang 2,81 0,51 4,07 1,44 6,87 1,80
Gillnet 2,26 1,13 1,45 1,47 3,72 1,66

Hal ini juga membuktikan bahwa mutu karena pemilik ikan menunggu sampai
ikan secara konstan mengalami perubahan jumlah pembeli banyak untuk mendapatkan
dengan bertambahnya waktu sejak kematian penawaran harga yang lebih tinggi karena
ikan. Quang (2005) menjelaskan bahwa mutu adanya persaingan antar pembeli. Sering
ikan dapat menurun secara terus menerus pula terjadi bahwa jumlah pembeli banyak
mulai dari saat penangkapan hingga ikan tetapi pemilik ikan telah menentukan harga
diterima oleh konsumen akhir. Lama waktu tertentu yang membuat pembeli menunggu
transit ikan selama penelitian dapat dilihat hingga pemilik mau menurunkan harga
pada Tabel 2. ikannya.
Tabel 2 menunjukkan bahwa terdapat Sebagaimana halnya dengan pH
variasi waktu transit ikan yang ditangkap daging, nilai organoleptik ikan juga secara
dengan alat tangkap berbeda, baik selama di konstan mengalami penurunan dengan
kapal, di TPI maupun waktu transit bertambahnya waktu sejak ikan mati. Uji
keseluruhan (sejak di atas kapal hingga statistik dengan one-sample t-test
selesai dilelang). Jika standar deviasi diamati memperlihatkan adanya perbedaan secara
(0,51- 1,98 jam) maka nampak bahwa bahkan nyata (p<0,05), baik antar ikan yang
dari satu trip ke trip lainnya untuk jenis alat ditangkap dengan alat berbeda (kecuali
tangkap yang sama juga terdapat variasi pengamatan di atas kapal) maupun antar
waktu transit ikan. Penyebab utamanya titik pengamatan pada ikan yang ditangkap
adalah jika hasil tangkapan pada operasi dengan alat yang sama (Tabel 3).
pertama kurang maka nelayan akan Penurunan nilai pH daging dan
melakukan operasi penangkapan lebih dari nilai organoleptik memperlihatkan
satu kali dan ini berdampak pada lebih kecenderungan atau pola yang sama
lamanya ikan yang ditangkap pada operasi meskipun unit nilai penurunan nilai
penangkapan pertama berada di kapal. Pada organoleptik lebih besar (Gambar 1). Adanya
saat tiba di TPI, ikan sering tidak segera sinkronisasi penurunan (sensoris) ikan. Skala
dilelang (standar deviasi 0,72 – 1,47 jam) yang digunakan adalah antara 0 dan 10,

Metusalach dkk. 45
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

Tabel 3. Hasil uji organoleptik ikan di atas kapal, setelah didaratkan, dan setelah dilelang
yang ditangkap dengan alat tangkap berbeda.

Di atas kapal Setelah didaratkan Setelah dilelang


Alat tangkap
Mean St. Dev. Mean St. Dev. Mean St. Dev.
Purse seine 9,00ax 0,00 8,03ay 0,24 7,57az 0,33
ax by az
Bagan perahu 9,00 0,00 8,18 0,46 7,54 0,39
ax cy bz
Cantrang 9,00 0,00 7,79 0,42 7,11 0,34
Gillnet 9,00 ax
0,00 8,88dy
0,14 8,04 cz
0,16
Superskript yang berbeda (a,b..) dalam kolom yang sama dengan menunjukkan perbedaan nyata
(p<0,05).
Superskript yang berbeda (x,y..) dalam baris yang sama dengan menunjukkan perbedaan nyata
(p<0,05).

dimana angka 10 menunjukkan kesegaran Green-Petterson et al. (2006), Warm et al.


absolute, 8 bermutu baik dan 6 netral (rasa (2000), Rasmussen (2001) dan Farmer et al.
hambar), sedangkan tingkat penolakan (2000) telah melaporkan bahwa tidak hanya
adalah angka 4. Penting diingat bahwa pH spesies tetapi juga perlakuan dan kondisi
daging tidak akan terus menurun karena penyimpanan sangat berpengaruh terhadap
pada titik tertentu pH sekitar 5), nilai pH karakteristik produk ikan.
akan kembali meningkat (saat glikogen telah
habis terurai dan tidak ada lagi Hubungan antara Cara Penangkapan,
pembentukan asam laktat dalam daging) Fasilitas dan Cara Penanganan Ikan
dan terus meningkat sampai melewati nilai 7 dengan Mutu Ikan
dan menuju nilai akhir sekitar 10 - 12. Ikan
yang mutunya sudah tidak baik (busuk) Hubungan antara cara penangkapan,
biasanya memiliki pH>8. Pada saat pH fasilitas dan cara penanganan ikan dengan
daging mencapai nilai ≥ 9 maka nilai kualitas ikan dianalisis menggunakan analisa
organoleptik akan mencapai sekitar ≤ 3 pada regresi linier berganda, sedang untuk
saat mana ikan sudah mengluarkan bau mengetahui pola hubungan variabel yang
busuk. Menurut Nielsen et al. (2005), Peavey diteliti digunakan analisis komponen utama
et al. (1994), Green-Petersen et al. (2009) dan (principal component analysis). Dalam
Green-Petersen and Hyldig (2010), waktu penelitian ini, kualitas ikan dikatakan sangat
dan suhu adalah faktor yang sangat penting baik jika nilainya 3 (pH daging 6 – 7), baik
untuk mutu organoleptik karena hilangnya jika nilainya 2 (pH < 6) , dan tidak baik jika
kesegaran merupakan contributor utama nilainya 1 (pH > 7). Dari hasil analisa regresi
terhadap mutu organoleptik. Andersen et al. di atas maka dapat dirumuskan persamaan
(1995) dan Sveinsdottir et al. (2002; 2003)
mendapatkan bahwa nilai organoleptik dan
tekstur menurun selama penyimpanan dalam
es.

Metusalach dkk. 46
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

Gambar 3. Pola perubahan pH daging dan nilai organoleptik ikan yang tertangkap dengan
purse seine (PS), bagan perahu (BP), cantrang (Ctr), dan gill net (GN) dan
diukur pada 3 titik pengamatan.

regresi yang dapat digunakan untuk hubungan yang signifikan (p<0,05). Koefisien
menduga kualitas ikan hasil tangkapan determinasi (R2) sebesar 0,7396
berdasarkan kondisi atau sifat dari semua menunjukkan bahwa cara penangkapan,
parameter penelitian yang memberikan fasilitas penanganan, cara penanganan, dan
pengaruh terhadap kualitas ikan sebagai waktu transit ikan memberikan kontribusi
berikut: sebesar 74% terhadap mutu ikan yang
dihasilkan. Persamaan di atas
Y = 2,15 – 0,525X1 – 0,125X2 + 0,206X3 + memperlihatkan bahwa sejumlah variabel X
0,156X4; R = 0,547 yang diteliti tidak muncul dalam persamaan
regresi, seperti alat tangkap gill net (jaring
dimana, Y : kualitas ikan insang), fasilitas penanganan ikan di atas
X1 : alat tangkap purse seine kapal, fasilitas penanganan ikan di TPI, cara
X2 : alat tangkap bagan perahu penanganan ikan di atas kapal, dan cara
X3 : alat tangkap cantrang penanganan ikan di TPI. Variabel-variabel
X4 : waktu transit ikan mulai dari tersebut tidak muncul dalam persamaan
kapal sampai selesai dilelang. regresi akibat dari sifat datanya yang
memiliki hubungan sangat erat dengan sifat
Meskipun nilai koefisien korelasi data dari variabel X lainnya yang muncul
regresi (R) antara kualitas ikan dengan dalam persamaan regresi, yang dalam
variabel yang diteliti (0,547), namun hasil analisa regresi harus dikeluarkan karena
analisis keragaman (variance) menunjukkan terjadi kolinearitas (mempunyai hubungan

Metusalach dkk. 47
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

linear sempurna atau hampir sempurna) regresi. Berdasarkan analisis ini maka
dengan variabel X lainnya. Dikeluarkannya persamaan regresi yang dapat digunakan
sebagian variabel dari analisa regresi untuk memprediksi kualitas ikan hasil
didasarkan pada asumsi bahwa pengaruh tangkapan adalah:
dari variabel-variabel tersebut sudah
Y = 2,49 + 1,34X1 – 0,206X2 – 0,800X3 +
terwakili oleh variabel-variabel X lainnya
0,156X4; R = 0,547
sehingga tidak perlu muncul dalam
persamaan regresi. dimana, Y : kualitas ikan
Dari tabel analisis regresi di atas X1 : cara penangkapan
terlihat pula bahwa meskipun setiap jenis X2 : fasilitas penanganan di TPI
cara penangkapan dan waktu transit ikan X3 : cara penanganan di atas kapal
memberikan pengaruh yang tidak signifikan X4 : waktu transit ikan mulai dari
(p>0,05) terhadap kualitas ikan, namun kapal sampai selesai dilelang
variabel-variabel tersebut bersinergi dalam
memberikan pengaruh signifikan (p<0,05) Dari nilai koefisien prediktor terlihat
terhadap kualitas ikan. Hal ini membuktikan bahwa cara penangkapan (jenis alat tangkap)
bahwa, dalam menganalisis faktor-faktor berpengaruh secara signifikan (p<0,05)
yang mungkin mempengaruhi kualitas ikan, terhadap kualitas ikan. Hal ini memperkuat
tidaklah cukup jika hanya satu atau dua argument sebelumnya bahwa suatu variabel
faktor saja yang dianalisis pengaruhnya. Hal atau faktor bisa saja tidak memberikan
ini penting karena ada faktor-faktor yang pengaruh signifikan ketika berdiri sendiri,
terkait dengan kualitas ikan dapat memiliki tetapi dalam keadaan bersama-sama
pengaruh yang bersifat sinergis dan ada pula (compounding) pengaruh yang ditimbulkan
yang mungkin memberikan pengaruh dapat bersifat sinergis (saling memperkuat)
antagonistik. Dari seluruh variabel yang sehingga menghasilkan pengaruh akhir yang
dianalisis, cara penangkapan dengan bersifat signifikan.
cantrang memberikan nilai VIF (variance Koefisien determinasi (R2) sebesar
inflation factor) terbesar (2,3) yang diikuti 0,7396 menjelaskan bahwa variabel-variabel
oleh purse seine dan bagan perahu (1,9) dan yang diukur dalam penelitian ini memberikan
nilai terkecil oleh waktu transit ikan (1,6). kontribusi sebesar 74% terhadap kualitas
Untuk mengetahui apakah cara ikan, sedangkan faktor lain yang tidak
penangkapan secara komposit dimasukkan sebagai variabel penelitian
(compounding) berpengaruh terhadap menyumbang sebesar 26%. Nilai variance
kualitas ikan, maka dilakukan analisis regresi inflation factor (VIF) terbesar ditunjukkan
dengan menggunakan variabel-variabel oleh cara penangkapan (6,1) dan cara
prediktor cara penangkapan, fasilitas penanganan di atas kapal (5,5). Untuk
penanganan, cara penanganan dan waktu mengatasi masalah adanya kolinearitas
transit ikan sebagai sumber keragaman. dalam analisis regresi linier ehingga variabel-
Dalam analisis regresi ini terdapat dua variabel yang tidak muncul dalam analisis
variabel X, yaitu fasilitas penanganan di kapal regresi dapat diketahui dengan pasti posisi
dan cara penanganan di TPI, yang memiliki dan perannya terhadap kualitas ikan, maka
korelasi sangat kuat dengan variabel X dilakukan analisa komponen utama (principal
lainnya sehingga dikeluarkan dari persamaan component analysis) sehingga diketahui pola

Metusalach dkk. 48
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

hubungan yang terbentuk antara variabel hubungan antara kualitas ikan dengan
prediktor mutu dengan mutu ikan. Prosedur berbagai variabel yang mempengaruhinya
PCA pada dasarnya bertujuan untuk dapat dilihat pada Gambar 4 berikut.
menyederhanakan variabel yang diamati Grafik hasil analisis PCA di atas
dengan cara menyusutkan (mereduksi) menunjukkan bahwa faktor-faktor cara
dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara penangkapan dengan purse seine, bagan
menghilangkan korelasi diantara variabel perahu, fasilitas penanganan di atas kapal
bebas melalui transformasi variabel bebas dan di TPI serta cara penanganan di kapal
asal ke variabel baru yang tidak berkorelasi dan di TPI memiliki pola pengaruh yang
sama sekali atau yang biasa disebut dengan relatif serupa terhadap kualitas ikan sehingga
principal component. muncul sebagai satu komponen utama (PC1).

Gambar 4. Grafik PCA pola hubungan antara kualitas ikan dengan berbagai faktor yang
berpengaruhinya yang diteliti.

Setelah beberapa komponen hasil PCA Faktor-faktor ini memberikan pengaruh


yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka sebesar 58,58% terhadap kualitas ikan.
komponen-komponen tersebut menjadi Faktor cara penangkapan dengan cantrang
variabel bebas baru yang akan diregresikan dan waktu transit ikan memiliki pola
atau dianalisa pengaruhnya terhadap pengaruh yang serupa dan muncul sebagai
variabel tak bebas (Y) dengan menggunakan komponen utama kedua (PC2), dan
analisis regresi. Hasil analisis PCA pola memberikan pengaruh terhadap kualitas ikan

Metusalach dkk. 49
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

sebesar 27,27%. Cara penangkapan ikan 2. Fasilitas penanganan ikan di atas kapal
dengan gillnet dan faktor lainnya yang tidak dan di TPI sudah baik untuk cara
dimasukkan sebagai variabel penelitian penangkapan dengan purse seine dan
memberikan pengaruh terhadap kualitas ikan bagan perahu (tersedia palka dan/atau
sebesar 14,15%. peti berinsulasi), tetapi masih sangat
Menurut Hobbs (1982), mutu ikan (laju minim untuk cara penagkapan dengan
pembusukan) berbeda-beda tergantung cantrang dan gillnet (hanya keranjang
pada kondisi ikan, teknologi penangkapan, yang tersedia). Di sisi lain, cara
alat tangkap, spesies ikan, waktu (musim) penanganan ikan baik di atas kapal
penangkapan, cara penanganan dan maupun di TPI untuk semua cara
pengawetan ikan. Akande dan Diei-Ouadi penangkapan masih belum baik (tidak
(2010) melaporkan bahwa jenis alat tangkap menggunakan es). Karena dalam
yang digunakan mempengaruhi timbulnya penanganan ikan tidak digunakan es,
kerusakan ikan di daerah penangkapan ikan, maka waktu transit ikan relatif masih
dan bahwa nelayan yang menggunakan lama yaitu 3,72 jam pada penangkapan
purse seine dan gillnet mengalami tingkat dengan gillnet sampai 6,87 jam pada
kerusakan yang lebih besar dibandingkan penangkapan dengan cantrang.
dengan yang dialami nelayan yang
3. Prediktor mutu ikan dalam penelitian ini
menggunakan pancing dan perangkap.
yang meliputi cara penangkapan ikan,
Peneliti tersebut berargumen bahwa hal ini
fasilitas penanganan dan cara
mungkin terkait dengan lamanya jarring
penanganan serta waktu transit ikan
berada di dalam air sebelum diangkat dan
(jumlah waktu sejak ikan dinaikkan ke
jumlah ikan yang tertangkap. Terchunian et
atas kapal sampai ikan tersebut selesai
al. (1999) mengatakan bahwa metode/cara
dilelang) memberikan pengaruh yang
penangkapan dan penanganan di atas kapal
tidak signifikan (p>0,05) terhadap
sangat berpengaruh terhadap mutu dan
kualitas jika variabel-variabel tersebut
kesegaran ikan. Huss (1995) menyebutkan
berdiri sendiri-sendiri, namun jika
bahwa sangat sering ketidakperdulian dan
variabel-variabel tersebut dikompositkan
kurangnya ketrampilan dalam menangani
(compounded) maka terdapat pengaruh
ikan menjadi sumber kerusakan ikan.
yang signifikan (p<0,05) yang merupakan
hasil sinergitas ataupun kumulatif dari
KESIMPULAN pengaruh yang diberikan oleh setiap
variabel.
1. Nilai pH daging (5,61-6,39) dan nilai 4. Cara penangkapan dengan purse seine,
organoleptik (6,80-8,13) ikan pada saat bagan perahu, fasilitas penanganan dan
selesai pelelangan menunjukkan bahwa cara penanganan memberikan kontribusi
ikan hasil tangkapan masih berkualitas pengaruh terhadap kualitas ikan sebesar
baik. pH daging dan nilai organoleptik 58,58%, sedangkan cara penangkapan
memiliki pola penurunan yang serupa dengan cantrang dan waktu transit ikan
sampai saat setelah pelelangan, namun memberikan pengaruh sebesar 27,27%.
tingkat penurunan nilai organoleptik Cara penangkapan dengan gillnet dan
lebih besar. faktor lain yang tidak diteliti memberikan

Metusalach dkk. 50
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

pengaruh sebesar 14,15% terhadap Green-Petersen, D., Nielsen, J. and Hyldig, G.,
kualitas ikan. 2006. Sensory profiles of the most
common salmon products on the Danish
market. Journal of Sensory Studies 21:
DAFTAR PUSTAKA 415-427.

Akande, G. and Diei-Ouadi, Y. 2010. Post-Harvest Green-Petersen, D., Hyldig, G., Sveinsdóttir, K.,
Losses in Small-scale Fisheries – Case Schelvis, R. and Martinsdóttir, E., 2009.
Studies in Five sub-Saharan African Consumer preference and description of
Countries. FAO Fisheries and Aquaculture salmon in four Northern Atlantic
Technical Paper No. 550, Food and
countries and association with sensory
Agriculture Organization of The United
characteristics. Journal of Aquatic Food
Product Technology 18: 223-244.
Nations, Rome.
Green-Petersen, D.M.B. and Hyldig, G., 2010.
Andersen, U.B., Thomassen, M.S. and Rørå, A.M.B.,
Variation in Sensory Profile of Individual
1995. Texture properties of farmed
Rainbow Trout (Oncorhynchus mykiss)
Atlantic salmon (Salmo salar): Influence
from the Same Production Batch.
of storage time on ice and smelt age. In
Andersen, U.B. Measurements of Journal of Food Science, 75 (9): 499-505.
Texture Quality in Farmed Atlantic Hobbs, G., 1982. Changes in fish after catching.
Salmon (Salmo salar) and Rainbow Fish handling and processing. Torry
Trout (Oncorhynchus mykiss) (III). Research Station: 20-27
Doctor Scientiarum Thesis. Agricultural
University of Norway: 1–26. Huss, H.H., 1995. Quality and quality changes in
fresh fish. FAO fisheries technical paper
Andersen, U.B., Thomassen, M.S. and Rørå, A.M.B., 348: 35-67.
1997. Texture properties of farmed
rainbow trout (Oncorhychus mykiss): Larsen E.P., Heldbo, J., Jespersen, C.M. and
Effects of diet, muscle fat content and Nielsen, J., 1992. Development of a
time of storage on ice. J. Sci. Food Agric. standard for quality assessment on fish
74: 347–353. for human consumption. In:
H.H. Huss, M. Jacobsen and J. Liston (eds.)
AOAC, 1995. Official Methods of Analysis. Quality Assurance in the Fish
Associatiion of Official Analytical Chemists. Industry. Proceedings of an
AOAC Inc. Arlington, Virginia. International Conference, copenhagen,
Chiba, A., Hamaguchi, M., Kosaka, M., Tokuno, T., Denmark, August 1991. Elsevier,
Asai, T. and Chichibu, S., 1991. Quality Amsterdam: 351-358.
evaluation of fish meat by phosphorus-
nuclear magnetic resonance. J. Food Sci. Nielsen, D. Hyldig, G., Nielsen, J. and Nielsen,
56: 660-664. H.H., 2005. Sensory properties of
marinated herring (Clupea harengus)
EEC. 1976. Council Regulation No. 103/76. prosessed from raw material from
Freshness ratings. European Community commercial landings. Journal of the
Council. Off. J. Eur. Communities No. L20. Science of Food and Agriculture 85 (1):
Farmer, L. J., McConnell, J. M., and Kilpatrick, D. J. 127-134.
2000. Sensory characteristics of farmed Peavey, S., Work, T., and Riley, J., 1994. Consumer
and wild Atlantic salmon. Aquaculture attitudes towards fresh and Frozen fish.
187: 105–125. Journal of Aquatic Food Product
Technology 3 (2): 71- 87.

Metusalach dkk. 51
Jurnal IPTEKS PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 40 - 52 ISSN: 2355-729X

Quang, N.H., 2005. Guidelines for Handling and


Preservation of Fresh Fish for Further
Processing in Vietnam. The United Nation
University Fisheries Training Programme,
Iceland. 57 p.
Rasmussen, R. S., 2001. Quality of farmed
salmonids with emphasis on proximate
composition yield and sensory
characteristics. Aquaculture Research 32
(10): 767–786.
Sveinsdottir, K., Martinsdottir, E., Hyldig, G.,
Jørgensen, B. and Kristbergsson, K., 2002.
Application of quality index method
(QIM) scheme in shelf-life study of
farmed Atlantic salmon (Salmo salar). J.
Food Sci. 67: 1570–1579.
Sveinsdottir, K., Martinsdottir, E., Hyldig, G.,
Jørgensen, B. and Kristbergsson, K., 2003.
Quality index method (QIM) scheme
developed for farmed Atlantic salmon
(Salmo salar). Food Qual. Prefer. 14: 237–
245.
Terchunian, A.V., Kunz, N.A. and O’Dierno, L.J.,
1999. Air Shipment of Live and Fresh
Fish & Seafood Guidelines. First Edition.
Asia-Pacific Economic Cooperation, APEC
Fisheries Working Group.
Warm, K., Nielsen, J., Hyldig, G., and Martens, M.,
2000. Sensory quality criteria for five fish
species. Journal of Food Quality 23: 583–
601.

Metusalach dkk. 52

You might also like