41 281 1 PB PDF

You might also like

You are on page 1of 14

ANALISIS FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN OUTCOME PASIEN CEDERA KEPALA

YANG DIRUJUK DI IGD RSUD dr. ISKAK TULUNGAGUNG MELALUI PENDEKATAN MODEL
INTERPERSONAL NURSINGHELDEGRAD E. PEPLAU

Nanang Bagus Sasmito1, Titin Andri Wihastuti2, Heri Kristianto3


Magister Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya
Jl. Veteran Malang
E-mail : richanfresh@gmail.com

Abstract : Head injuries will affect more serious disorder compared with other organ traumatic. Lack
of nurse competences, particularly on identify the early sign of critical head injuries and misunderstood
of onset head injuries happened with the patient, will cause delays to give precise treatment and
decision for the patient, such as giving reference to other hospital. The objective of this study is to
analyze the influencing factor related to outcome of head injury patient in RSUD dr. Iskak
Tulungagung using Interpersonal Interpersonal Nursing Model by Heldegrad E. Peplau approach. This
research used analytical analytics comparative with cross-sectional approch. The data collected by
purposive sampling and finally 78 respondent were included in this research. With regard to outcome
of head injury patient whose referenced in, the bivariat analysis result showed conditions patients a
head injury (p-value 0,005), assistance referral (p-value 0,042), the distnace referral (p value 0,020),
and time referral (p value 0,006). In addition, the regression analysis showed variable pattients
condition the most dominant relating to outcome patients a head injury referred (p value 0,001 and OR
16.184). The decrease of GCS value for patients who reference at other hospital indicated the
deterioration of their condition. Hence, the values of GCS was important indication to be noticed.When
in every phase in interpersonal nursing implementation well in patients referred to a head injury, so
outcome head injuries with the glasgow outcome scale would be good.

Key Word : Outcome Patient Head Injuries, Referrals, Interpersonal Nursing.

Abstrak : Cedera kepala akan memberikan gangguan yang sifatnya lebih kompleksbila dibandingkan
dengan trauma pada organ tubuh lainnya. Minimnya kompetensi yang dimiliki perawat dalam
mengenali tanda dini kegawatan cedera kepala dan tidak memahami onset cedera kepala yang
dialami oleh korban memberi dampak pada keterlambatan tindakan segara yang harus diberikan
kepada pasien cedera kepala, salah satunya dalam membuat keputusan rujukan.Beberapa hal yang
dapat mengurangi dampak dari pelaksanaanrujukan pasien yang tidak optimal, perlu disusun
manajemenrujukan pasien gawat darurat yang berfungsi sebagai kerangka acuan bagi petugas
kesehatan terlebih lagiperawat. Salah satu teori model keperawatan yang menunjang dan
mengembangkan pelaksanaan rujukan adalah teori interpersonal relations in nursingdari Heldegard E
Peplau. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan outcome
pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD RSUDdr. Iskak Tulungagung melalui pendekatan model
interpersonal nursing Heldegrad E. Peplau. Metode dalam penelitian ini adalah analitik komparatif
dengan pendekatan cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 78 responden dengan menggunakan
purposive sampling. Dari analisis bivariat faktor yang berhubungan dengan outcome pasien cedera
kepala yang dirujuk adalah tingkat kesadaran pasien cedera kepala (p value 0,005), pendampingan
saat merujuk (p value 0,042), jarak rujukan (p value 0,020) dan faktor waktu yang ditempuh (p value
0,006). Hasil analisis uji regresi logistik menunjukkan faktor kondisi pasien yang paling dominan
berhubungan dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk (p value 0,001 dan nilai OR
16.184). Pasien cedera kepala mengalami penurunan nilai GCS pada saat dirujuk merupakan
petunjuk bahwa terjadi perburukan kondisi pasien, sehingga nilai GCS menjadi parameter yang
penting utnuk diperhatikan. Sehingga apabila dalam setiap fase dalam interpersonal nursing dapat
dilaksanakan dengan baik pada pasien cedera kepala yang dirujuk, maka outcome cedera kepala
dengan penilaian glasgow outcome scale akan baik.

Kata Kunci : Outcome Pasien Cedera Kepala, Rujukan, Interpersonal Nursing.

PENDAHULUAN

Cedera kepala akan memberikan struktur anatomis dan fisiologis dari isi
gangguan yang sifatnya lebih kompleksbila ruang tengkorak yangmajemuk,dengan
dibandingkan dengan trauma pada organ konsistensi cair, lunak dan padat yaitu
tubuh lainnya. Hal ini disebabkankarena cairan otak, selaputotak, jaringan syaraf,
91 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ...| 92

pembuluh darah dan tulang. Pasien cedera yang tidak optimal, perlu disusun
kepalaakan mengalami peningkatan manajemen rujukan pasien gawat darurat
tekanan intra kranial yang disebabkan oleh yang berfungsi sebagai kerangka acuan
adanya oedema cerebri (pembengkakan bagi petugas kesehatan terlebih lagi
otak). Peningkatan tekanan intra kranial ini perawat. Salah satu teori model
akan menyebabkan terjadinya hipoksia keperawatan yang menunjang dan
karena berkurangnya suplai O2 ke otak. Bila mengembangkan pelaksanaan rujukan
terjadi dalam waktu lama maka dapat adalah teori interpersonal relations in
menyebabkan kerusakan sel-sel otak nursing dari Heldegard E Peplau. Dimana
secara permanen dan tidak bisa pulih proses interpersonal yang dimaksud terdiri
kembali karena sel otak merupakan sel dari 4 fase, pertama fase orientasi dimulai
yang tidak mampu mengalami regenerasi dari keputusan pasien memanggil perawat
apabila terjadi kerusakan (Tsao & Moore, gawat darurat untuk meminta bantuan
2010; Qureshi et al., 2013). sampai dengan petugas tiba di lokasi
Minimnya kompetensi yang dimiliki kejadian dan beradaptasi dengan situasi
oleh sebagian perawat dalam mengenali yang terjadi. Fase identifikasi dimana
tanda dini kegawatan cedera kepala dan dilakukan pengkajian terhadap apa yang
tidak memahami onset cedera kepala yang pasien butuhkan pada saat itu, termasuk
dialami oleh korban memberi dampak pada pemberian bantuan terkait airway, breathing
keterlambatan tindakan yang harus dan circulation. Fase eksploitasi terjadi saat
diberikan kepada pasien cedera kepala, pasien dinaikkan ke dalam ambulans dan
salah satunya bentuk keterlambatan sepanjang perjalanan pasien dari lokasi
tersebut berupa terlambat dalam membuat kejadian ke rumah sakit. Fase resolusi
keputusan rujukan dan 90% pasien cedera terjadi saat pasien sampai di rumah sakit
kepala meninggal sebelum tiba di rumah dan menjalani perawatan yang selanjutnya
sakit(Lucas, Hoffman, Bell & Dikmen, berhubungan dengan masalah kesehatan
2014). yang terjadi pada dirinya (Berntsson dan
Pelaksanaan rujukan pasien cedera Hildingh, 2012).
kepala dilakukan dengan memper- Berdasarkan uraian diatas, maka
timbangkan beberapa aspek antara lain peneliti ingin mengetahui bagaimana
kondisi pasien, stabilisasi sebelum hubungan faktor tingkat kesadaran pasien,
dilaksanakan rujukan pasien, adanya jenis profesi kesehatan yang merujuk,
tenaga kesehatan yang kompeten, persetujuan tindakan rujukan, tingkat
ketersediaan monitor, obat dan peralatan pendidikan, pelatihan kegawatdaruratan,
yang mendukung pelaksanaan rujukan pengalaman melakukan rujukan,
pasien, kelengkapan ambulans, adanya pendampingan saat merujuk, jarak rujukan,
lembar dokumentasi dan timbang terima waktu yang ditempuh, peralatan dan obat-
(AAGBI, 2009). Pelaksanaan rujukan obatan gawat darurat dengan outcome
pasien masih belum optimal. Hal ini dapat pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD
diketahui dari kelengkapan aspek dalam RSUDdr. Iskak Tulungagung melalui
rujukan pasien yang dimanifestasikan pendekatan model interpersonal nursing
dengan keputusan yang kurang tepat untuk Heldegrad E. Peplau.
merujuk pasien, pasien yang dirujuk tidak
ditemani oleh petugas kesehatan yang METODE PENELITIAN
kompeten, kurang tersedianya obat dan Rancangan penelitian adalah
peralatan emergensi, disamping itu lembar analitik komparatif dengan pendekatan
dokumentasi dan timbang terima tidak diisi cross-sectional, terhadap 78 responden
atau dilengkapi, sehingga beberapa dengan menggunakan purposive sampling.
kendala tersebut dapat menyebabkan tidak Pada penelitian ini sampel diambil dari
optimalnya pelaksanaan rujukan pasien perawat rumah sakit atau puskesmas yang
prehospital yang dampaknya dapat melakukan rujukan pasien cedera kepala ke
merugikan pasien bahkan mengancam IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung dengan
nyawa pasien cedera kepala (Britto et al., kriteria inklusi sebagai berikut : 1) Bersedia
2012). menjadi responden penelitian, 2). Tenaga
Beberapa hal yang dapat mengurangi kesehatan diinstansi pelayanan medis
dampak dari pelaksanaan rujukan pasien (Puskesmas / Rumah Sakit lain) yang

 
93 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

mendampingi proses rujukan pasien cedera Tulungagung. Instrumen penelitian ini


kepala, 3). Perawat yang mempunyai adalah kuesioner untuk variabel dependen
minimal sertifikat pelatihan BLS (Basic Life dan variabel independen. Analisa data yang
Support) atau PPGD. Penelitian digunakan penelitian ini adalah chi-square
dilaksanakan mulai tanggal 5 Mei 2017 untuk analisis bivariat, sedangkan untuk
sampai dengan 6 Juni 2017, bertempat di analisis multivariat menggunakan regresi
drope zone pasien di IGD RSUD dr. Iskak logistik.
HASIL PENELITIAN

Tabel 1 Usia perawat yang mendampingi rujukan pasien cedera kepala


Kategori Jumlah %
Usia 21-40 tahun 57 73,1%
41-55 tahun 21 26,9%
56-65 tahun 0 00,0%
Total 78 100%

Dari tabel 1 diketahui bahwa dari semua jumlah responden sebanyak 78 orang,
tingkatan usia yang paling banyak mendapingi rujukan pasien cedera kepala di adalah 21-40
tahun sebanyak 57 (73,1%), sedangkan untuk golongan usia 56-65 tahun adalah 0
responden.

Tabel 2 Jenis kelamin tenaga kesehatan yang merujuk pasien cedera kepala
Kategori Jumlah %

Perempuan 28 35,9%
Jenis
Kelamin Laki-laki 50 64,1%

Total 78 100%

Dari tabel 2 diketahui bahwa jenis kelamin responden/perawat yang paling banyak
merujuk pasien dengan cedera kepala adalah laki-laki dengan jumlah 50 orang (64,1%).

Tabel 3 Jenis institusi yang merujuk pasien cedera kepala di IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung
Kategori Jumlah %

Institusi Puskesmas 23 29,5%


Perujuk RS. Swasta 30 38,5%
RS. Luar Tulungagung 18 23,1%
TEMS 7 9,0%
Total 78 100%

Dari tabel 3 diketahui bahwa analisis bivariat. Selanjutnya dilakukan


responden / perawat dengan institusi yang analisis regresi logistik, oleh karena itu yang
paling banyak merujuk pasien dengan memenuhi syarat uji regresi logistik dengan
cedera kepala di IGD RSUD dr. Iskak p-valeu < 0,25 adalah kondisi pasien
adalah Puskesmas yang memiliki fasilitas dengan p-valeu 0,005, pendampingan saat
ambulans dan Instalasi Gawat darurat merujuk dengan p-valeu 0,042, jarak
dengan jumlah 23 Puskesmas (29,5%). rujukan dengan p-valeu 0,020 dan waktu
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan masing- tempuh rujukan dengan p-valeu 0,006.
masing signifikansi (p-value) dari hasil

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 94

Tabel 4 hasil analisis bivariat setiap variabel independen dengan variabel dependen.
Variabel Independen Nilai p-value
Tingkat Kesadaran 0,005
Jenis Profesi Kesehatan yang merujuk 0,316
Persetujuan Tindakan Rujukan 0,416
Tingkat Pendidikan Perawat 0,336
Pelatihan Kegawat daruratan 0,912
Pengalaman Perawat 0,968
Pendampingan saat Merujuk 0,042
Jarak Rujukan 0,020
Waktu yang Ditempuh 0,006
Peralatan dan Obat-obatan 0,375

Tabel 5 hasil analisis regresi logistik


-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
61,768 ,273 ,407

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh untuk Nagelkerke R


Square keempat variabel yaitu kondisi pasien, pendampingan saat merujuk, jarak dan waktu
yang ditempuh untuk merujuk mempunyai nilai 40.7% dalam perburukan outcome pasien
cedera kepala yang dirujuk, sehingga 59,3% nilai sisanya dimiliki oleh variabel lain yang
tidak masuk dalam regresi logistik.

Tabel 6 hasil analisis multivariat prediksi outcome pasien cedera kepala yang dirujuk
di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung

Variabel
Koefisien p-value OR
Independen

Tingkat Kesadaran 2,784 ,001 16,184


Pendampingan saat Merujuk -,665 ,676 ,514
Jarak Rujukan ,591 ,765 1,806
Waktu yang Ditempuh 2,523 ,106 12,464
Constant -5,526 ,000 ,004

Berdasarkan hasil analisis multivariat prediksi outcome pasien cedera kepala yang
dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung pada tabel6 didapatkan bahwa hasil variabe
yang berhubungan dengan outcome pasien cedera kepala yang dirujuk adalah kondisi
pasien dengan p value 0,001 dengan nilai OR 16,184 diikuti selang interval kepercayaan
95% antara 2,966-88,324.

PEMBAHASAN

1. Hubungan Tingkat Kesadaran Pasien kepala yang diperiksa ketika pasien tiba di
denganOutcome Pasien Cedera IGD. Tingkat kesadaran dengan skor GCS
Kepala Yang Dirujuk ini memiliki pengaruh yang kuat terhadap
Tingkat kesadaranpasien cedera kesempatan hidup dan penyembuhan pada
kepala dinilai dengan skor GCS merupakan pasien cedera kepala. Skor GCS yang
tolok ukur kondisi klinis pasien cedera rendah pada awal cedera akan memiliki

 
95 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

outcome pasien cedera kepala yang dirujuk oleh pendamping. Ketentuan petugas
yang buruk (Okasha et al., 2014). kesehatan yang menemani rujukan pasien
Berdasarkan hasil penelitian yang cedera kepala tergantung dari kondisi
telah dilakukan, didapatkan sebagian besar pasien, jumlah tenaga kesehatan yang
pasien cedera kepala memiliki skor GCS 10 tersedia dan kebijakan yang berlaku
atau bahkan <10, yaitu sebanyak 59 pasien (Andrayani, 2014). Seorang dokter senior
(75,6%). Nilai GCS kurang dari 11 dalam atau konsultan hendaknya mengambil
waktu 24 jam akan memiliki outcome pasien keputusan tentang siapa yang harus
cedera kepala yang buruk. Selain itu juga menemani pasien yang dirujukke rumah
dijelaskan bahwa outcome pasien cedera sakit rujukan atau pun perawat yang sudah
kepala secara progresif akan menurun jika ahli dan mahir dalam mendampingi rujukan
skor GCS yang sudah rendah. Penilain pasien. Persyaratan kebutuhan petugas
kondisi awal pada pasien cedera kepala kesehatan yang mendapingi rujukan pasien
kurun waktu 3-6 bulan juga menunjukkan prehospital berdasarkan kondisi
outcome yang buruk (Joseph et al. 2015). kegawatdaruratan pasien. Tidak jarang
Penilaian lain yang mendukung hasil pula, jika dalam keadaan yang benar-benar
penelitian ini adalah kondisi pasien cedera mendesak tenaga kesehatan lainnya juga
kepala dengan patah tulang tengkorak. mendampingi rujukan pasien cedera
Kondisi tersebut dijelaskan memiliki potensi kepala(Eizanberg, 2013)
sepuluh kali untuk mengalami defisit Outcome pasien cedera kepala tidak
neurologis dan akan semakin buruk, dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor
dimana skala pengukuran yang bisa menilai ekstrinsik (tenaga kesehatan, penyebab
hal tersebut adalah GCS. Oleh karena itu, kejadian, sarana dan prasarana gawat
GCS merupakan skala penting untuk darurat), tetapi lebih karena kondisi luka
penilaian awal tingkat kesadaran, status yang disebabkan oleh pasien cedera
klinis dan prognosis pasien cedera kepala kepala. Tidak semua pasien dengan faktor
(Lingsma, 2014). ekstrinsik yang buruk akan memiliki
Hasil penelitian ini juga didukung oleh outcome cedera kepala yang buruk juga.
hasil perbandingan kinerja tiga komponen Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
pada nilai GCS selam 72 jam pertama sebelumnya dengan signifikasni >0,05 yang
pasca trauma untuk memprediksi mortalitas bermakna bahwa jenis tenaga kesehatan
pasien cedera kepala di Rumah Sakit. Skor yang mendampingi rujukan pasien cedera
yang dipelajari meliputi skor GCS setelah kepala tidak berhubungan dengan outcome
perawatanawal dari Rumah Sakit, skor pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD
GCS terburuk dan skor GCS terbaik selama RSUD dr. Iskak Tulungagung(Tsao dan
72 jam pertama pasca trauma kepala. Hasil Moore (2010).
penelitian menunjukkan ada perubahan
signifikan secara statistik antara skor GCS 3. Hubungan Persetujuan Tindakan
dengan mortalitas pasien cedera kepala. Rujukan Dengan Outcome Pasien
hasil penelitian ini sama dengan penelitian Cedera Kepala Yang Dirujuk
sebelumnya dengan signifikasni < 0,05 Berdasarkan hasil dari penelitian ini
yang bermakna bahwa kondisi awal pasien menunjukkan bahwa persetujuan tindakan
cedera kepala berhubungan dengan rujukan tidak terdapat hubungan dengan
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk outcome pasien cedera kepala yang dirujuk.
di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung Tidak adanya hubungan yang bermakna
(Setterval, Souza dan Silva, 2011). antara persetujuan tindakan rujukan dengan
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk
2. Hubungan Jenis Tenaga Kesehatan dikarenakan dalam persetujuan tindakan
yang Merujuk Dengan Outcome rujukan hanya berisikan kejelasan status
Pasien Cedera Kepala Yang Dirujuk dan perlindungan hukum baik untuk pasien
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa terlebih lagi untuk tenaga kesehatan.
petugas kesehatan yang mendampingi Persetujuan tindakan rujukan dapat
rujukan pasien cedera kepala tidak memiliki menjaga segala kemungkinan hal yang
hubungan dengan outcome pasien cedera akan dapat ditimbulkan. Persetujuan
kepala yang dirujuk. Mendampingi rujukan tersebut dilakukan setelah pasien dan
pasien cedera kepala seharusnya ditemani keluarga setelah mendapatkan penjelasan

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 96

dari perawat, terkait segala yang ekstrinsik yang buruk akan memiliki
berhubungan dengan pelaksanaan rujukan outcome cedera kepala yang buruk juga.
pada pasien cedera kepala termasuk Hasil penelitian ini sama dengan penelitian
segala informasi terkai kemungkinan sebelumnya dengan signifikasni >0,05 yang
terburuk dari resiko rujukan pada pasien bermakna bahwa tingkat pendidikan
cedera kepala (Lontoh, 2013). perawat yang mendampingi rujukan pasien
Persetujuan tindakan rujukan ini tidak cedera kepala tidak berhubungan dengan
akan memberi dampak secara langsung outcome pasien cedera kepala yang dirujuk
pada kondisi pasien atau outcome pasien di IGD RSUD dr. Iskak Tulungagung(Tsao
cedera kepala. Sebab, persetujuan tindakan dan Moore, 2010).
rujukan dilakukan dengan harapan jika Terdapat hubungan yang signifikan
pasien cedera kepala yang dirujuk dapat antara pendidikan dengan praktik dan
dilindungi dari kesewenang-wenangan aplikasi keperawatan, namun hanya
tenaga kesehatan yang merujuk. Tindakan sebatas kinerja perawat saja sedangkan
yang tidak diinginkan tersebut dapat berupa untuk hasil kerja yang berupa prognasis
malpraktik, wanprestasi, tindakan yang kesembuhan pasien belum teruji. Bila
melawan hukum atau tindakan yang tidak ditelusuri lebih lanjut lagi mengenai
sesuai dengan standart operasional karakteristik pendidikan keperawatan,
prosedur. Apabila telah dilakukan, maka kategori tertinggi dalam pelaksanaan
tenaga kesehatan yang mendampingi ketrampilan dan aplikasi keperawatan
rujukan pasien cedera kepala akan didominasi pendidikan D3 dengan sebagian
melakukan tindakan sesuai dengan apa lagi adalah S1 keperawatan(Eizanberg,
yang telah ditetapkan (Dira, 2010). 2013).

4. Hubungan Tingkat Pendidikan 5. Hubungan Pelatihan Gawat darurat


Perawat yang Merujuk Dengan yang Diikuti Perawat Dengan
Outcome Pasien Cedera Kepala Yang Outcome Pasien Cedera Kepala Yang
Dirujuk Dirujuk
Berdasarkan hasil dari penelitian ini Berdasarkan hasil penelitian
menunjukkan bahwa jenjang atau tingkat didapatkan bahwa pelatihan yang diikuti
pendidikan perawat tidak terdapat perawat tidak berhubungan dengan
hubungan dengan outcome pasien cedera outcome pasien cedera kepala yang dirujuk.
kepala yang dirujuk. Tidak adanya Hal ini sejalan dengan pernyataan yang
hubungan yang bermakna antara tingkat mengatakan bahwa pelatihan bukan
pendidikan perawat dengan outcome merupakan salah satu faktor yang
pasien cedera kepala yang dirujuk berhubungan dengan pelaksanaan rujukan
dikarenakan dalam menilai ketrampilan pasien cedera kepaladi IGD. Dalam sebuah
seseorang yang dalam hal ini penanganan study yang telah didapatkan 78% dari
pasien cedera kepala yang dirujuk, bisa perawat yang bekerja di instalasi gawat
saja dipengaruhi adanya faktor lain. darurat tanpa pelatihan formal baik
Keadaan ini tergantung dari motivasi pelatihan EMS, Ambulans, gawat darurat
perawat dalam mempraktikkan ketrampilan darurat, trauma, kritis, dan perawatan
kerja yang didapat dari pendidikannya. intensif. Hal ini tidak memiliki dampak
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi negatif dalam pelaksanaan rujukan pada
prestasi kerja faktor-faktor tersebut antara pasien cedera kepala, dimana yang
lain: faktor kemampuan dan faktor motivasi. berpengaruh pada keakuratan pengambilan
Motivasi merupakan kemauan atau keputusan maupun penatalaksanaan
keinginan didalam diri seseorang yang kegawat daruratan tingkat ketenangan
mendorongnya untuk bertindak(Ali, 2014). dalam pengambilan keputusan dan tingkat
Pasien cedera kepala tidak pengalaman. Kurangnya pelatihan dalam
dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor kemampuan menilai kegawatan pasien
ekstrinsik (tenaga kesehatan, penyebab cedera kepala dan pemberian tindakan
kejadian, sarana dan prasarana gawat asuhan keperawatan dan pengetahuan
darurat), tetapi lebih karena kondisi luka belum tentu memiliki hubungan keputusan
yang disebabkan oleh pasien cedera tindakan yang akan dilakukan pada pasien
kepala. Tidak semua pasien dengan faktor cedera kepala. Hal ini telah diidentifikasi

 
97 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

sebagai faktor kunci yang mempengaruhi cedera kepala. Sehingga perawat senior
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk tersebut terkadang masih sering panik dan
(Aloyceet al, 2013). tidak percaya diri yang secara langsung
Pelatihan tidak memiliki hubungan akan mempengaruhi pengambilan
yang signifikan dengan pelaksanaan keputusan melakukan tindakan yang tepat
rujukan pada pasien cedera kepaladi dan cepat. Hal ini sangat berpengaruh
instalasi gawat darurat. Perawat gawat terhadap layanan rujukan dan pemberian
daruratharus selalu mengasah ketajaman asuhan keperawatan dalam ambulans (Ali,
berpikir, bertindak dan mengevaluasi bukan 2014).
hanya sekedar pelatihan sehingga Usia berpengaruh terhadap tingkat
keputusan yang dibuat tepat dalam pengetahuan perawat dalam melaksanakan
memberikan pelayanan yang sangat efektif pendampingan rujukan pasien gawat
untuk pasien gawat darurat di instalasi darurat. Makin tua umur seseorang maka
gawat darurat. Emergency Nursing proses perkembangannya juga akan baik,
Assossiation (2014) menegaskan bahwa akan tetapi pada umur tertentu
perawat ambulans harus secara bertambahnya proses perkembangan
professional dalam melaksanakan tugasnya mental ini tidak secepat seperti ketika
oleh karenanya perawat ambulans harus berumur belasan tahun. Daya ingat
memiliki kemampuan untuk bekerja dan seseorang, salah satunya dipengaruhi oleh
menghadapi situasi dan kondisi gawat umur. Bertambahnya umur seseorang
darurat dengan kondisi pasien yang sulit dapat berpengaruh pada pertambahan
diprediksi serta situasi stres yang tinggi pengetahuan yang diperolehnya, akan
(Chenet al, 2010). tetapi pada umur tertentu atau menjelang
Pelatihan saja tidak dapat usia lanjut, kemampuan untuk mengingat
meningkatkan outcome pasien cedera suatu pengetahuan akan berkurang. Selain
kepala, sebab hal ini bisa terjadi itu, usia juga memengaruhi kematangan
dikarenakan kemampuan yang didapat seseorang dalam menghadapi masalah,
perawat dari pelatihan tidak dapat semakin bertambahnya umur seseorang,
dipraktekkan dengan baik karena tidak pengalamannya juga akan bertambah
didukung oleh sarana prasarana ataupun (Notoadmodjo,2007).
lingkungan yang ada. Faktor internal dan
eksternal yang mempengaruhi 7. Hubungan Pendampingan Perawat
keterlambatan penanganan kasus cedera Saat Merujuk Dengan Outcome Pasien
kepala antara lain ketersediaan sarana dan Cedera Kepala Yang Dirujuk
prasarana (Yoon etal., 2013). Berdasarkan hasil penelitian didapatkan
bahwa pendampingan perawat selama
6. Hubungan Pengalaman Perawat merujuk pasien cedera kepala berhubungan
Melakukan Rujukan Dengan Outcome dengan outcome pasien cedera kepala
Pasien Cedera Kepala Yang Dirujuk yang dirujuk. Tenaga yang mendampingi
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dalam melakukan rujukan pada pasien
bahwa pengalaman perawat selama cedera kepala adalah seorang perawat
memberi pertolongan pada pasien cedera yang sudah mampu dengan baik
kepala tidak berhubungan dengan outcome menangani kasus gawat darurat, maka
pasien cedera kepala yang dirujuk. Hasil dalam hal ini adalah pasien cedera kepala.
analisis antara pengalaman. Faktor Menurunnya nilai outcome pasien cedera
pengalaman dalam mendampingi rujukan kepala harus dihindari untuk meminimalkan
pasien cedera kepala dalam ambulans yang kecacatan dan kematian. Pendampingan
sangat berpengaruh adalah kesadaran, selama rujukan pasien cedera kepala harus
percaya diri dan pilihan dalam dilakukan pada saat tranport ambulans ke
menggunakan protokol yang ada. Kondisi rumah sakit yang telah ditentukan bahwa
pada pasien cedera kepala sering kapasitas dan fasilitasnya lebih baik dalam
menimbulkan keraguan, panik dan tidak hal penatalaksanaan pasien cedera kepala.
percaya diri saat memberikan tindakan Selain hal tersebut, pemeriksaan atau
meskipun perawat tersebut sudah lama dan observasi secara berkala pada pasien
dikatakan berpengalaman dalam cedera kepala sesuai dengan kegawatan
memberikan pertolongan pada pasien penderita yang dirujuk selama perjalanan

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 98

menuju rumah sakit pusat rujukan (Luti & kepala. Jarak dihitung mulai kejadian awal
Hasanbasri, 2012). hingga kecepatan sampai di drope zone
Pendampingan dan observasi pasien IGD rumah sakit (Sekoranja et al, 2009).
kritis dengan cedera kepala yang Jarak perjalanan yang semakin lama
memerlukan perawatan lanjutan dan harus pada pasien cedera kepala akan
dirujuk ke layanan dengan fasilitas lebih menyebabkan perubahan sistemik pada
baik merupakan hal yang mendorong pasien. Perubahan sistemik yang sering
teknologi kesehatan untuk dapat terjadi adalah hipotensi dan penurunan nilai
memberikan kemudahan, kecepatandan GCS. Pasien yang mengalami hipotensi
ketepatan dalam mengatasi masalah- dan penurunan nilai GCS disebabkan
masalah yang timbul selama pasien dirawat karena kehilangan darah, cedera sistemik
di dalam ambulans. Observasi yang dan herniasi otak yang diakibatkan dari
dilakukan pada pasien di cedera kepala pasien cedera kepala tidak secara cepat
selama rujukan meliputi, tanda-tanda vital mendapatkan penanganan yang baik.
(suhu, nadi, pernapasan, saturasi oksigen Pasien dengan hipotensi yang dirawat
dan tekanan darah), GCS, EKG, observasi selama 24 jam mempunyai nilai tingkat
fungsi neuorologis observasi fungsi motorik mortalitas 45% daripada mereka yang tidak
dan lain-lain. Namun, peralatan yang ada mengalami hipotensi dimana hal tersebut
untuk memudahkan perawat dalam rujukan akan menentukan nilai oucome pasien
jika tidak mendapatkan perhatian penuh cedera kepala yang dirujuk (Andrayani,
perawat pada pasien cedera kepala dalam 2014). Namun menurut Rehn (2011)
hal pendampingan ketika rujukan maka mengatakan dalam sebuah systematic
tidak akan membawa hasil bagi outcome review sebanyak 20 buah level III evidence
pasien cedera kepala. Sehingga sudah based practice dikatakan bahwa rentang
seharusnya perawat menyadari akan arti waktu pre hospital dan kecepatan menuju
pentingnya observasi dan pendampingan ke tempat pelayanan kesehatan (ruang
ketika melakukan rujukan pasien cedera emergensi), tidak ada pengaruh dengan
kepala untuk mengetahui perkembangan outcome pasien cedera kepala, yang
kondisi padapasien cedera kepala sehingga mempengaruhi outcome yaitu ketepatan
diharapkan tepat dalam melakukan dalam pemberian tindakan kritis, resusitasi
tindakan keperawatan dan diharapkan awal selama pre hospital.
dapat menjadi gambaran atau acuan bagi Mayoritas daerah di Kabupaten
penilaian outcome pasien cedera kepala Tulungagung terdiri dari pegunungan.
yang dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak Pengumudi harus mempunyai strategi
Tulungagung (Jeven dan Ewens 2009). tersendiri untuk dapat mempercepat rujukan
pada daerah pegunungan tersebut. Sebab,
8. Hubungan Jarak Wilayah Kerja Saat selain > 7 kilometer letak geografis dan
Merujuk Dengan Outcome Pasien medan juga menentukan kecepatan
Cedera Kepala Yang Dirujuk transport ambulan dimana batas waktu
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan golden periode untuk pasien cedera kepala
bahwa jarak wilayah kerja saat merujuk ditentukan adalah selama 3 jam. Oleh
berhubungan dengan outcome pasien sebab itu, jarak wilayah kerja saat merujuk
cedera kepala yang dirujuk. Hasil analisis mempunyai hubungan dengan outcome
antara jarak wilayah kerja saat merujuk pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD
dengan outcome pasien cedera kepala RSUD dr. Iskak Tulungagung.
yang dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak
Tulungagung didapatkan nilai p-value 9. Hubungan Waktu yang Ditempuh
0,020. untuk Merujuk Dengan Outcome
Hal yang mempengaruhi outcome Pasien Cedera Kepala Yang Dirujuk
pasien cedera kepala yang dirujuk adalah Hasil uji statistik Chi-square juga
masalah lokasi demografi. Dalam arti, menunjukkan bahwa p value 0,006 yang
semakin jauh lokasi kejadian dengan bermakna bahwa ada hubungan antara
instansi kesehatan yang memiliki fasilitas kecepatan tiba di IDG RSUD dr Iskak
penanganan cedera kepala yang baik maka Tulungagung dengan outcome pasien
semakin besar pula kesempatan pasien cedera kepala yang dirujuk. Hal tersebut
untuk kehilangan golden periode cedera sesuai dengan teori yang menyatakan

 
99 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

bahwa prinsip pra rumah sakit (pre hospital) menurunkan angka mortalitas dan
yaitu memberikan pertolongan dan morbiditas (Rosenfeld et al., 2013). Banyak
penanganan pada pasien dengan cedera faktor yang mempengaruhi rentang waktu
kepala secara cepat dan tepat untuk pre hospital antara lain : letak antara lokasi
meningkatkan perbaikan outcome cedera kejadian trauma dengan fasilitas kesehatan,
kepala. Waktu pre hospital pasien cedera kondisi geografis antara tempat kejadian
kepala merupakan hal yang sangat penting trauma dengan tempat pelayanan
dalam memaksimalkan outcome yang baik, kesehatan, traffic jam (kemacetan jalan) ,
hal tersebut berhubungan dengan “Platinum kecepatan dan ketepatan pengambilan
Ten Minutes” dan “Golden Period”. Platinum keputusan merujuk pasien cedera kepala ke
ten minute yaitu pertolongan pertama di tempat pelayanan kesehatan yang lebih
tempat kejadian dan rujukant ke tempat memadai, jenis dan kecepatan kendaraan
pelayanan terdekat tidak terlalu lama yang digunakan dalam mengangkut pasien
(Campbel, 2012), serta sisa pemanfaatan cedera kepala, hal tersebut sesuai dengan
waktu digunakan untuk perawatan penelitian yang dilakukan secara
maksimum pasien (di ambulans dan restropective study pada tanggal 1 Januari
pelayanan kesehatan yang memiliki fasilitas sampai dengan 31 Desember 2012, pada
perawatan cedera kepala lebih baik) EMS di Singapura pada pasien cedera
dengan prinsip do no futher harm artinya kepala berat yang masuk kriteria inklusi,
jangan menambah keparahan cedera dikatakan bahwa banyak faktor yang
kepala pasien, sedangkan golden hours (1- mempengaruhi ambulance respon time
3 jam pertama) yaitu waktu yang diperlukan antara lain : pengambilan keputusan,
pada pasien setelah terjadi trauma sampai geografi tempat kejadian, traffic jam
dengan pasien mendapatkan terapi definitif (kemacetan), cuaca yang kurang
di tempat pelayanan kesehatan yang mendukung serta jenis ambulans (Campbel,
diperlukan sesuai dengan kondisi dan 2012; Sobuwa, Hartzenberg & Geduld,
kebutuhan pasien (terapi definitif) untuk 2014).
sdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfsdfssff
10. Hubungan Peralatan dan Obat - mengaplikasikan peralatan tersebut dan
Obatan Gawat Darurat Dengan mencari solusi peralatan pengganti jika
Outcome Pasien Cedera Kepala memang peralatan standart tidak ada
Yang Dirujuk (Poerwaniet al, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang
didapatkan bahwa peralatan dan obat- dilakukan hampir 306 ambulans desa
obatan gawat darurat bukan salah satu dengan standart ambulans gawat darurat
faktor yang berhubungan dengan outcome yang lengkap dengan peralatan dan
pasien cedera kepala yang dirujuk. terkadang juga dilengkapi dengan obat-
Kecepatan dan kemampuan profesional tim obatan maupun kategori obat bukan
gawat darurat dalam memberikan layanan emergensi. Dari beberapa ambulans desa
transportasi ambulans dan EMS yang tersebut banyak ambulans desa yang
paling mempengaruhi outcome pasien hanya berfungsi sebagai kendaraan
cedera kepala yang dirujuk dan transportasi untuk memindah pasien ke
penanganan kasus pre hospital lainnya fasilitas yang lebih baik saja. Petugas dan
dibandingkan peralatan yang lengkap serta sopir belum mengetahui secara pasti tugas
layanan yang mendukung dalam dan fungsinya, walaupun beberapa desa
penanganan gawat darurat. Hasil mempunyai sarana poskesdes hanya
pengamatan peneliti menunjukkan bahwa beberapa desa saja yang mampu
banyak pasien cedera kepala yang dirujuk melaksanakan pendampingan rujukan
hanya didampingi secara transportasi saja, dengan baik kepada pasien yang dirujuk23
tidak ada tindakan stabilisasi terlebih dahulu (Poerwaniet al, 2013).
(Fanara et al., 2015),
Dalam transport rujukan masalah 11. Faktor yang Paling Berhubungan
kelengkapan alat gawat darurat harus dengan Outcome Pasien Cedera
sesuai standart kondisi gawat darurat. Kepala yang Dirujuk
Namun, hal yang paling signifikan adalah Hasil penelitian didapatkan bahwa
kemampuan petugas kesehatan dalam variabel independen yang berhubungan

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 100

dengan outcome pasien cedera kepala perawat dan pasien cedera kepala yang
yang dirujuk di IGD RSUD dr. Iskak dirujuk menggambarkan hubungan timbak-
Tulungagung adalah kondisi pasien, balik antarapasien dan perawat yang terdiri
pendampingan selama proses rujukan, dari 4 fase yaitu fase orientasi, fase
jarak yang ditempuh dan waktu yang identifikasi, fase eksploitasi, fase resolusi.
diperlukan selama rujukan pasien cedera Tahap pertama dalam proses asuhan
kepala. Sedangkan faktor yang paling keperawatan menurut model interpersonal
berhubungan dari keempat variabel Peplau yaitu fase orientasi. Tahapan ketika
tersebut setelah melalui uji analisis regresi keputusan pasien memanggil perawat
logistik kondisi awal pasien cedera kepala. gawat darurat untuk meminta bantuan
Beberapa penelitian juga menjelaskan sampai dengan petugas tiba di lokasi
bahwa kondisi awal pasien cedera kepala kejadian dan beradaptasi dengan situasi
yang dinilai dengan menggunakan Glasgow yang terjadi. Pada fase kedua adalah fase
Coma Scale (GCS) merupakan komponen identifikasi. Terjadi ketika Dilakukan
yang bisa digunakan untuk memprediksi pengkajian terhadap apa yang pasien
outcome pasien cedera kepala yang dirujuk. butuhkan pada saat itu, termasuk
Pengukuran GCS menjadi salah satu pemberian bantuan oleh perawat terampil
intervens penting yang harus dilakukan oleh terkait airway, breathing dan circulation.
perawat di ruang IGD ketika memberikan Fase eksploitasi merupakan fase ketiga
asuhan keperawatan pada pasien dengan dalam proses keperawatan menurut model
cedera kepala. Pada cedera kepala yang interpersonal Peplau adalah Dimuai saat
parah, nilai GCS cenderung cepat menurun pasien berada di dalam ambulans dan
karena mekanisme kompensasi tubuh selama proses perjalanan pasien
manusia ketika terjadi peningkatan tekanan mendapatkan pendampingan perawat
intra kranial (Damkliang et al. 2014). secara penuh hingga tiba di rumah sakit
Studi retrospektif terhadap 15.733 rujukan. Langkah terakhir adalah fase
pasien cedera kepala yang mengalami resolusi atau tahap evaluasi. Fase resolusi
penurunan nilai GCS, dalam kurun waktu merupakan keadaan dimana sampai di
1998 sampai dengan 2005 menjelaskan rumah sakit dan menjalani perawatan yang
bahwa pasien cedera kepala yang memiliki selanjutnya berhubungan dengan masalah
nilai GCS kurang dari 10 harus segera kesehatan yang terjadi pada dirinya4.
dipertimbangkan untuk segera (Berntsson & Hildingh, 2012).
mendapatkan perawatan dan tindakan Model interpersonal nursing sebagai
terlebih lagi ketika pasien harus dirujuk ke salah satu standar bahasa keperawatan
instansi yang memiliki fasilitas lebih baik dalam proses rujukan bisa diterapkan
(Berry et al., 2012). khususnya pada pasien cedera kepala
Salah satu fokus dari asuhan dikarenakan interpersonal nursing
keperawatan berdasarkan pendekatan teori merupakan salah suatu pendekatan praktis
model Peplau adalah individu, perawat, dan dalam penerapan proses keperawatan.
proses interaktif yang menghasilkan Proses pengkajian berada dalam fase
hubungan antara perawat dan pasien. Pada orientasi, diagnosa keperawatan berada
pasien dengan cedera kepala, pasien dan dalam fase identifikasi di interpersonal
keluarga akan mengalami kesulitan dalam nursing, intervensi dan implementasi
memenuhi kebutuhan, memberi rasa aman keperawatan selaras dengan fase
dan kurangnya perawatan. Berdasarkan eksploitasi di interpersonal nursing dan
teori interpersonal ini, pasien adalah evaluasi keperawatan sesuai dengan
individu dengan gangguan pemenuhan resolusi di interpersonal nursing, sehingga
kebutuhan tertentu, dan keperawatan apabila setiap fase dalam interpersonal
adalah proses interpersonal dan terapeutik. nursing dilaksanakan dengan baik maka
Tujuan keperawatan adalah untuk mendidik dengan begitu juga telah melaksanakan
klien dan keluarga, dan untuk membantu proses keperawatan ( Berntsson & Hildingh,
klien mencapai kematangan dalam 2012).
memenuhi kebutuhannya (Alli good & Pada tingkat kesadaran yang
Tomey, 2010). merupakan variabel dari fase orientasi
Berkaitan dengan hal tersebut, maka menunjukkan hasil yang berhubungan,
proses interpersonal yang dimaksud antara sedangkan untuk fase identifikasi semua

 
101 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

variabel menunjukkan tidak ada hubungan masalah tingkat kesadaran yaitu perfusi
dan untuk fase eksploitasi yang terdapat jaringan serebral tidak efektif dan gangguan
hubungan dalam penelitian ini adalah persepsi sensori.
variabel pendampingan perawat saat
merujuk , jarak wilayah dan waktu untuk Keterbatasan Penelitian
merujuk, sedangkan variabel peralatan dan
obat-obatan gawat darurat tidak terdapat Penelitian ini tidak terlepas dari
hubungan. Proses pengkajian dan diagnosa banyak kekurangan. Beberapa kekurangan
keperawatan berada dalam fase orientasi, dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
sehingga pada pasien cedera kepala 1. Peneliti belum mencakup semua faktor
perawat melakukan pengkajian fisiologis yang mempengaruhi outcome pasien
dan patofisiologis pada pasien cedera cedera kepala yang dirujuk, seperti
kepala yang akan dirujuk pada fase ini. penanganan awal keluarga saat
Berdasarkan beberapa tipikal kesadaran mengambil keputusan dirujuk kerumah
pasien cedera kepala akan mengalami sakit, penanganan yang cepat dari rim
penurunan kesadaran mulai dari somnolen IGD Puskesmas atau Rumah Sakit yang
hingga jatuh dalam keadaan koma. merujuk.
Selanjutnya dalam teori interpesonal 2. Peneliti hanya melakukan survei analitik
pasien, keluarga dan perawat bekerja saja terhadap faktor yang mempengaruhi
bersama mengenali dan menentukan outcome pasien cedera kepala yang
masalah. Pada kasus pasien cedera kepala dirujuk,
yang dirujuk, salah satu standar diagnosis 3. Hasil data yang dikumpulkan hanya satu
keperawatan yang digunakan dengan kali pengamatan saja.
menggunakan pendekatan NANDA. 4. Jumlah responden dalam penelitian ini
Setidaknya ada 2 diagnosa keperawatan relatif kecil, lokasi penelitian ini hanya di
yang dapat dijadikan prioritas pada pasien RSUD dr. Iskak Tulungagung dan waktu
cedera kepala yang dirujuk dengan penelitian yang relatif pendek.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian analisis yang dirujuk. 8) Ada hubungan jarak


faktor yang berhubungan dengan outcome wilayah kerja saat merujuk dengan
pasien cedera kepala yang dirujuk di IGD outcome pasien cedera kepala yang
RSUD dr. Iskak Tulungagung melalui dirujuk. 9) Ada hubungan waktu yang
pendekatan model interpersonal nursing digunakan untuk merujuk dengan outcome
Heldegrad E. Peplau, dapat disimpulkan ; pasien cedera kepala yang dirujuk. 10)
1) Ada hubungan tingkat kesadaran Tidak ada hubungan peralatan dan obat-
pasiendengan outcome pasien cedera obatan gawat darurat dengan outcome
kepala yang dirujuk. 2) Tidak ada hubungan pasien cedera kepala yang dirujuk. 11)
jenis profesi kesehatan yang merujuk Faktor yang paling berhubungan dengan
dengan outcome pasien cedera kepala outcome pasien cedera kepala yang dirujuk
yang dirujuk. 3) Tidak ada hubungan di IGD RSUDdr. Iskak Tulungagung melalui
persetujuan tindakan rujukan dengan pendekatan model interpersonal nursing
outcome pasien cedera kepala yang Heldegrad E. Peplau adalah kondisi pasien,
dirujuk. 4) Tidak ada hubungan tingkat waktu yang digunakan untuk merujuk, jarak
pendidikan perawat yang merujuk dengan yang ditempuh dan pendampingan saat
outcome pasien cedera kepala yang merujuk pasien cedera kepala.
dirujuk. 5) Tidak ada hubungan pelatihan
gawat darurat yang diikuti perawat yang SARAN
merujuk dengan outcome pasien cedera
kepala yang dirujuk. 6) Tidak ada hubungan Bagi pemangku kebijkan dalam hal ini
pengalaman perawat melakukan rujukan adalah kepala daerah Kabupaten
dengan outcome pasien cedera kepala Tulungagung hendaknya lebih
yang dirujuk. 7) Ada hubungan meningkatkan peran dalam memberikan
pendampingan perawat saat merujuk fasilitas kepada masyarakat dalam upaya
dengan outcome pasien cedera kepala promotif dan penanganan dalam kondisi

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 102

pasien gawat darurat yang memerlukan nursing practice theory sebagai upaya
kecepatan proses penatalaksanaannya peningkatan kamampuan tanggap bencana
seperti pada kasus cedera kepala. dan gawat darurat pada pasien cedera
Bagi pemangku kebijakan dalam hal kepala.
ini adalah Departemen Kesehatan Hendaknya model interpersonal
hendaknya menyusun alur manajemen nursing sebagai salah satu standar bahasa
rujukan secara intergral mulai tingkat keperawatan dalam proses rujukan bisa
regional sampai nasional sehingga diterapkan khususnya pada pasien cedera
perburukan kondisi pasien rujukan yang kepala, dikarenakan interpersonal nursing
diakibatkan jarak yang terlalu jauh dapat merupakan salah suatu pendekatan praktis
diminimalkan. dalam menerapkan proses keperawatan.
Bagi perawat terlebih lagi di layanan Proses pengkajian berada dalam fase
gawat darurat harus selalu meningkatkan orientasi, diagnosa keperawatan berada
kemampuan baik perilaku altruistik dan dalam fase identifikasi di interpersonal
kepedulian dengan melaksanakan nursing, intervensi dan implementasi
kewajiban sebagai perawat dengan penuh keperawatan selaras dengan fase
tanggungjawab dan melakukan eksploitasi di interpersonal nursing dan
pendampingan dengan maksimal sehingga evaluasi keperawatan sesuai dengan
segala perubahan kondisi pasien yang resolusi di interpersonal nursing, sehingga
terjadi selama proses rujukan dapat segera apabila setiap fase dalam interpersonal
dilakukan intervensi dengan tepat dan nursing dilaksanakan dengan baik maka
didokumentasikan. dengan begitu juga telah melaksanakan
Sebagai acuan penelitian selanjutnya proses keperawatan. Apabila pasien cedera
untuk melakukan penelitian yang lebih kepala yang dirujuk telah diberikan asuhan
spesifik terutama mengidentifikasi faktor- keperawatan dengan melaksanakan proses
faktor lain dalam penatalaksanaan pasien keperawatan dengan baik, maka outcome
cedera kepala dan proses rujukan yang pasien cedera kepala membaik akan lebih
dapat mengakibatkan keterlambatan pada besar.
pelayanan pra hospital dengan pendekatan

DAFTAR PUSTAKA

Ali, U.(2014). Faktor-Faktor Yang Britain an Ireland (AAGBI) Safety


Berhubungan Dengan Mutu Guideline. (2009). Interhospital
Pelayanan Keperawatan di Ruang Safety Guidelines. London: The
IGD RSUP Dr. Wahidin Association of Anaesthetists of Great
Sudirohusodo Makasar. Britain and Ireland.
Alligood, M. R., & Tomey, A. M, (2010). Berntsson, Tommy.& Hildingh, Cathrine.
Nursing Theorist and Their Work. (2012). The nurse–patient
Sixth edition. Toronto: The CV Mosby relationship in pre-hospital
Company St. Louis. emergency care – Fromthe
Aloyce, R., Leshabari, S., Brysiewicz. perspective of Swedish specialist
(2014). Assessment of Knowledge ambulance nursing students.
And Skills of Referral Amongs Nurses International Emergency Nursing,
Working In The Emergency Centers 21(2013), 257-263.
In Dares Salam Tanzania. Journal Berry, C., Lee, E., Bukur, M., Malinoski, D.,
African Medicine. 4(1);14-18. Margulies, D., Mirocha, J. & salim, A.
Andrayani, W. (2014). Pengalaman (2012). Redefining Hypotension In
Perawat melaksanakan Chain of Traumatic Brain Injury. Injury. 43,
Survival dalam penanganan henti 1833-1837. doi:
jantung di IGD RSUP NTB; Studi 10.1016/j.injury.2011.08.014.
fenomonologi. Thesis Program Studi Britto, Joseph. Nadel, Simon. MacOnochie,
Magister Keperawatan Peminatan Ian. Levin, Michael. Habibi, Parviz
Gawat Darurat. Universitas and Logan, Stuart.(2012). Morbidity
Brawijaya; Malang. and Severity of Illnes duringinter-
Association of Anaesthetists of Great

 
103 | J.K.Mesencephalon, Vol.3 No.2, Oktober 2017, hlm 91-104

hospital transfer. BMJ (311), 836- Predictions. Lnacet Neurol,9,543. doi:


839. 10.1016/S1474-4422(10)70065.
Campbell, Jhon. (2012). International Lontoh, Diana. (2013). Pelaksanaan
Trauma Life Support For Emergency Perjanjian Terapeutik dalam
Care Provider. Alabama, American : Persetujuan Tindakan Medis pada
American College Emergency Kondisi Pasien Tidak Mampu di
Phycisian. 7th Edition. America, Rumah Sakit Telogorojo Semarang.
American College Emergency Universitas Diponegoro, Semarang.
Physcian. ISBN-13: 978-0-13- Lucas, S., Hoffman, J., Bell, K. & Dikmen,
215724-7. S. (2014). A prospective study of
Chen, N,G,. Chen, P, L,. Lee P, H,. Chang prevalence and characterization of
WY. (2007). Factors That Influence headache following mild traumatic
The Accuracy Af Triage Nurses brain injury. Chepalgia, 129(21), 93-
Judgement In Emergency 102.
Departements. Journal Emerg Med Luti, I. & Hasanbasri, M. (2012). Kebijakan
J;27. Pemerintah daerah dalam
Damkliang, J., Considine, J., Murray, G. & Meningkatkan Sistem Rujukan
Maas, A. (2014). Intial Emergency Kesehatan Daerah kepulauandi
Nursing Management of Patient With Kabupaten Lingga Propinsi
Severe Trauma Brain Injury; Kepulauan Riau. Jurnal Kebijakan
Development of Aan Evidenced Kesehatan Indonesia. Vol. 01. No.
Based Care Bundle For The Thai 01.
Emergency Departement Context. Notoadmodjo, S. (2007), Kesehatan
Australian Emergency Nursing Masyarakat Ilmu dan Seni, Rineka
Journal. 17 (6); 152. Cipta, Jakarta.
Dira, Narayan. (2010). Pasien Berhak Poerwani, S., Soegiono, R.,Hargewo, L.,
Tahu. Jakarta: Padi Pressindo. Sopacua, E. & Rahayu, B.
Eizanberg, C. (2013). In-Hospital delays for (2013),Sistem Rujukan Pelayanan
brain injury care; losing sight of Kesehatan. Dep.Kes RI. Badan
patient-centered care. European Penelitian dan Pengembangan.
Journal for Person Centered Surabaya.
Healthcare. Vol. 1 Issue 2 pp 381- Qureshi, J., Ohm, R., Rajala, H., Mabedi,
384. C., Sadr-Azoli &Charles, A. (2013).
Emergency Nurses Association. (2014). Head Injury triage in a sub Saharan
Standards Of Emergency Nursing African urban population.
Practice. 5th ed, USA,Lippincott International Journal of Surgery,
Comp. 11(3), 265-269. doi:
Fanara, B., Manzon, C., barbot, O., 10.1016/j.ijsu.2013.01.011
Desmettre, T., Capillier, G. (2010). Rehn, Marius; Perel, Pablo; Blackhal,
Recommendations for the Karen; Lossius, Morten. (2011).
InterhospitalTransportof Critically Ill “Prognostic Models For The Early
Patient. Critical Care 14(3), 2-10. Care of Trauma Patients : A
Jeven, Philip dan Ewens, Beverley. (2009). systematic Review.” Scandinavian
Pemantauan Pasien Kritis, Erlangga Journal of Trauma. Resuscitation and
Medical Series. Emergency Medicine. 19(17):1-8. doi:
Joseph, B., Pandit, V., Aziz, H., 10.1186/1757-7241-19-17.
Kulvatoyou, N., Zangbar, B. & Green, Rosenfeld V. Jeffery; Maas I Adrew;
D. (2015). Mild Traumatic Brain Injury Bragge Peter; Morganti-Kossman M
Defined by Glasgow Coma Scale: Is Cristina; Manley T Geoffrey; Gruen L
It Realy Mild? Brain Injury. 29(1),5. Russel. (2012). “Early Management
doi: 10.3109/02699052.2014.945959. of Severe Traumatic Brain Injury.”
Lingsma, H., Rozzenbeek, B., Steyerberg, Journal of The Lancet. 380
B., Murray, G. & Maas, A. (2014). (9847):1088-98. doi:
Early Prognosis In Trumatic Brain org/10.1016/S0140-6736(12)60864-2
Injury: Form Prophecies To

 
Nanang Bagus Sasmito, Analisis Faktor Yang ... | 104

Sekoranja, L., Griesser, A., Wagner, G., Tsao, J. & Moore, D. (2010). Traumatic
Temperli, P., Herman, F. (2009). Brain Injury a clinicians guide to
Factors influencing emergency diagnosis, management, an
delays in brain injury manajement. rehabilitation. Anaesthesia and
Departement of Internal Medicine, Intensive Care Medecine, 15 (4);164
Medical School, University Hospitals Yoon, P., & Steiner, I. Reinhardt. (2013).
of Geneva. Swiss med 139(27- Analysis of factors influencing length
28):393-9. of stay in the emergency department.
Setterval, A., Souza, S. & Silva, J. (2011). Division of Emergency Medicine and
In-Hospital Morlatily And The Department of Family Medicine,
Glascow Coma Scale In The First 72 University of Alberta : Chicago.
Hours After Trauma Brain Injury.
Latino Arn, Enfernagen. 11(9), 1337.
Sobuwa, S; Hartzenberg, HB; Geduld, H;
Uys C. (2014). “Predicting Outcomes
in Severe Traumatic Brain Injury
Using A Simple Prognostic Model”
South Africa Journal. 104 (7);492-
494. doi : 10.7196/SAMJ.7720.
 

You might also like