You are on page 1of 18

PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN

DI BIDANG PERTAMBANGAN*

Oleh:
Franky Butar Butar**

ABSTRAK

The mining sector is still the main sector of the state foreign exchange Indonesia has
a social dimension of culture, economy and environment. The rise of the opening of
the mining areas in different parts of Indonesia raises various legal problem one of
which is in the field of environmental aspect. Environmental Law is instrumental
tool to ensuring environmental sustainability through protection and environmental
management. In addition, environmental law is expected to anticipate every effort
which tries contaminating or damaging environment. Mobility is more progressive
environmental law with the birth of Act 32 of 2009 on Protection and Environmental
Management (UUPPLH) and in conjunction with the spirit of regional autonomy.
Declining environmental quality and increase global warming in many regions and
better ensure legal certainty is a variety of factors UUPPLH birth. The Act No. 4 of
2009 on Mineral and Coal (Mining Act) provides a new understanding of the concept
of a modern mining law after all this time mining regime for more than 42 years in
Indonesia are subject to the Act No. 11 of 1967 on Basic Provisions of Mining. The new
Mining Law emphasizes the spirit of transparency, partisipatif and environmentally
sound. Mining Act and UUPPLH are expected can go hand in hand in terms of law
enforcement aspects of preventive and repressive in every stages of mining activities
have the greatest environmental aspects of exploration and exploitation because the
object is on land where mining activities are always so for the environmental effects
of pollution and environmental destruction. Mining Act (UU Minerba) and Protection
and Environmental Management Act (UUPPLH) are expected to be a wheel mining
activities that are not only economically profitable for the society of Indonesia but
also environmentally sustainable and support Indonesia Development
Keywords: Environmental Law, Mining Law, Law Enforcement

PENDAHULUAN Curse yang disunting salah satu ekonom


dunia Joseph Stiglitz malah mepertontonkan
Topik tentang pertambangan di negara-
kerugian yang besar bagi suatu negara yang
negara berkembang sudah menjadi isu yang
memberikan keleluasan kepada negara
hangat dari dulu sampai sekarang. Dalam
maju untuk berinvestasi secara besar-
buku yang berjudul Escaping The Resource

* Berdasarkan Hasil Penelitian dengan Judul Penegakan Hukum Lingkungan di Bidang Pertambangan yang

dibiayai Dana SP3 Fakultas Hukum Universitas Airlangga Tahun 2010


** Dosen Junior pada Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga

151
besaran di bidang tersebut. Memang tidak lingkungan, biologi lingkungan, kimia
dapat dipungkiri bahwa pendapatan yang lingkungan dan ilmu lain yang berkaitan
didapat dari proses dan output sungguh dirasakan terlambat untuk mengikuti
menjanjikan. Tetapi keuntungan tersebut percepatan ilmu-ilmu tersebut dan hanya
buat siapa, perusahan besarkah ataukah sebagai pemanis dan obyek pelengkap yang
hanya segelintir orang di pemerintahan yang menjelma melalui lemahnya penegakan
tidak menghiraukan apa efek yang terjadi hukum lingkungan di Indonesia. Di dalam
setelah ekploitasi tidak berlanjut. bidang hukum tersendiripun, hukum
Kajian tentang Pasal 33 UUD 1945 lingkungan menjadi hukum fungsional
selalu mendengung dan dijadikan dasar karena hukum lingkungan merupakan
dalam pengelolaan pertambangan di potongan dari genus ilmu hukum dimana
Indonesia. Bahkan ini menjadi isu yang hukum lingkungan tidak mempunyai 'Ibu
usang dan lebih bermotif keadilan ekonomi ilmu hukum' yang eksplanatif. Hukum
daripada keadilan ekologi. Memang lingkungan yang bersifat interdisipliner
dapat kita lihat dalam beberapa aspek merupakan terobosan dari ilmu hukum
pengelolaan ekonomi yang berhubungan yang telah ada sebelumnya. Si dalamya ada
atau berbasiskan penggunan lahan atau hukum lingkungan keperdataan, kepidanaan
sumber daya alam selalu mengesampingkan dan administrasi. Lebih jauh lagi hukum
aspek lingkungan. Lingkungan oleh sebagian lingkungan semakin berperan dalam
kaum antroposentrisme dianggap sebagai beberapa bidang hukum yang lain antara
obyek yang dikelola secara maksimal karena lain hukum tata ruang, pajak hingga hukum
manusia dianggap mahluk yang paling lingkungan internasional. Kesadaran ini
tinggi derajatnya dari mahluk lain baik yang muncul ketika kesadaran tentang lingkungan
sifatnya abiotik (benda mati seperti gunung, mulai didengungkan secara internasional
hutan, sungai,dll) dan juga sifatnya biotik pada Konferensi Stockholm 1972 dan mulai
(benda hidup seperti hewan dan tumbuhan) diimplementasikan ke hukum Indonesia
sehingga tidak perduli apa yang terjadi kelak sepuluh tahun kemudian dengan lahirnya
atau generasi selanjutnya. UU No. 4 tahun 1982 dan kemudian menjadi
Begitupun isu lingkungan selalu UU No. 23 Tahun 1997 yang bersifat
menyeruak jika telah terjadi perusakan Umbrella Act. Dan yang terakhir adalah UU
dan atau pencemaran atau kemudian No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
ada korban atas suatu kegiatan usaha dan Pengelolaan Lingkungan hidup.
tersebut. Aspek preemtif dan preventif Sejarah pertambangan Indonesia
selalu diabaikan untuk menghasilkan dimulai dengan hak konsesi pengelolan
produk yang baik dan ekonomis dan pertama oleh Freepot dengan ekploitasi
cepat menghasilkan uang daripada aspek tanpa batas dan dapat diperpanjang sewaktu-
penanggulangan dan pemulihan sehingga waktu membuat Indonesia sudah merugi
bisa dipastikan kerusakan semakin meluas secara ekonomi dan ekologi. Hal ini didorong
dan tidak terkendali. Sebagus apapun dengan kebijakan Presiden di zaman orde
suatu usaha untuk memulihkan lingkungan baru dengan dalih untuk pembangunan
yang telah rusak atau tercemar tidak membuat kita terbuai. New York Agreement
akan mengembalikan ke posisi kualitas yang disepakati setelah turunnya Presiden
lingkungan sebelumnya. Soekarno dan kemudian digantikan dengan
Posisi hukum lingkungan sebagai ilmu Presiden Soeharto membuka pintu yang
yang multidisipliner diantara ilmu-ilmu lebar bagi keleluasaan ekploitasi sumber
lain seperti teknik lingkungan, kesehatan daya alam Indonesia. UU No. 1 Tahun

152 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


1967 tentang Penanaman Modal Asing, UU dan juga dalam hubungannya dengan
No. 5 Tahun 1967 tentang Kehutanan dan pemda melalui pengawasan lingkungan
kemudian UU No.11 tahun 1967 seakan dan pelaksanaan reklamasi (pasal 67),
menjadi kejahatan UU yang terorganisir. sedangkan hal-hal yang lebih detail tidak
Bagaimana tidak UU No. 1 tahun 1967 seolah diatur dalam PP tersebut
menjadi pintu pembuka bagi ekploitasi UU No. 4 tahun 2009 tentang
pertambangan yang sebagian besar berada Pertambangan Mineral dan Batubara
di hutan dimana proses hulu sampai dengan mulai membuka cakrawala baru tentang
hilir membutuhkan biaya investasi tinggi aspek yuridis tentang p engelolaan
sehingga menjadi perkawainan yang manis pertambangan dari aspek lingkungannya
ketiga UU tersebut bermutasi menjadi gurita selain juga disinggung tentang kemandirian
yang siap memakan korban (manusia dan pertambangan Indonesia. Dari aspek
lingkungan) yang ada di sekitarnya dan lingkungan UUtersebutmulaimengakomodir
akhirnya tinggal menunggu untuk mati. beberapa permasalahan lingkungan
Efek dari aktivitas pertambangan walaupun secara prinsip lingkungan masih
tersebut tidak hanya kerugian ekonomi banyak terlewati apalagi kalau kita berkaca
tetapi juga menimbulkan gejolak sosial dengan gagasan Regulatory Chain yang
yang meresahkan. Sebut saja meningkatnya diajukan oleh Seerden dan Heldeweg.
eskalasi gesekan antara perusahan tambang Sebagai salah satu sumber devisa
dengan masyarakat, berubahanya pola Indonesia dalam beberapa dasawarsa
agraris masyarakat menjadi masyarakat terakhir, industri pertambangan dengan
tambang dan yang terakhir yang selalu segala bentuk dan jenisnya menjadi isu
jadi bahan pembicaraan adalah rusaknya yang menarik dan memiliki dimensi
dan tercemarnya daerah sekitar tambang. yang besar dalam kehidupan masyarakat
Walaupun ada usaha untuk memperbaiki Indonesia. Menjadi isu yang menarik
kerusakan atau pencemaran tersebut, tapi karena kalau kita berbicara mengenai
masih dirasa kurang dan tidak menyentuh pertambangan yang menjadi fokus adalah
hal yang substantif. mengenai isu ekonomi dimana negara
UU No.11 Tahun 1967 tentang dan perusahaan besar (nasional dan asing)
Ketentuan- ketentuan Pokok Pertambangan mendapatkan keuntungan dari proses dan
sepengamatan saya sama sekali tidak hasil dari pertambangan. Negara dalam
mencantumkan secara eksplisit tentang hal ini mendapatkan penerimaan baik
pengaturan tentang pencegahan dan yang berupa pajak maupun bukan pajak.
pemulihan untuk daerah sekitar tambang. Sedangkan perusahaan pertambangan
Baru kemudian di dalam PP No. 75 Tahun mendapatkan hasil dari penjualan bahan
2001 tentang Perubahan Kedua Atas PP No. galian yang diekpolitasi. Di satu sisi ada
32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan UU No. banyak aspek juga yang terabaikan dalam
11 Tahun 1967 sedikit mengatur tentang hal mengejar keuntungan ekonomi di bidang
hal tersebut. Antara lain mengatur tentang pertambangan. Sebagai contoh dengan
biaya jaminan reklamasi dan kegiatan berdirinya perusahaan pertambangan,
pengelolaan dan pemantauan lingkungan meminta negara untuk menyediakan
(Pasal 41 ayat 1e), pengawasan terhadap aparat keamanan yang berlebihan dengan
perlindungan lingkungan pertambangan alih-alih merupakan sumber pendapatan
termasuk reklamasi lahan pasca tambang negara dan menjaga tempat yang strategis.
dan konservasi dan peningkatan nilai Tetapi yang kemudian terjadi ada beberapa
tambah (pasal 64 ayat ayat 3 d dan e) tindak kekerasan yang mengarah pada

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 153


pelanggaran HAM yang dilakukan aparat kita menganut negara kesejahteraan (welfare
keamanan terhadap masyarakat sekitar state). Jadi bukan untuk kepentingan
yang dianggap melakukan kekacauan atau perseorangan, perusahaan besar, bahkan
gangguan sehingga kehidupan masyarakat negara (Pemerintah) Indonesia sendiri.
di daerah pertambangan semakin terdesak. Dalam hal ini, Bagir Manan menyatakan
Negara dalam hal ini bukan saja melakukan bahwa pengusaan negara atas pertambangan
pelanggaran, tetapi telah gagal dalam hal dengan sebesar-besar kemakmuran rakyat
melindungi masyarakatnya. Dalam konteks menimbulkan kewajiban negara yaitu
sosial budaya kita dapat melihat mulai bahwa segala bentuk pemanfaatan sumber
tergerusnya nilai-nilai budaya dan kearifan daya alam pertambangan serta hasil yang
lokal diganti dengan hadirnya alat-alat berat didapat di dalamnya (kekayaan alam), harus
yang bergerak tanpa batas dengan suara secara nyata meningkatkan kemakmuran
bising dan polusinya. Masyarakat yang dan kesejahteraan masyarakat. Negara juga
dulu lebih senang berkebun dan bertani dalam hal ini hendaknya dapat menjamin
dengan budaya guyubnya digantikan segala hak-hak rakyat yang terdapat di dalam
dengan buruh-buruh tani yang berkerja di dan di atas bumi yang dapat dihasilkan
areal pertambangan yang lebih menjanjikan secara langsung atau dinikmati langsung
secara ekonomi dalam jangka pendek oleh rakyat. Lebih lanjut beliau menyatakan
daripada bekerja di ladang atau sawah. bahwa negara mencegah segala tindakan dari
Hal ini juga didukung dengan kebijakan pihak manapun yang akan menyebabkan
di bidang pertanian dan pangan yang lebih rakyat tidak mempunyai kesempatan atau
berorientasi pasar dan hasil. Selain itu yang kehilangan hak yang terdapat di dalam
tidak kalah penting adalah aspek lingkungan. dan di atas bumi. 1 Ketiga hal tersebut
Aspek ini kemudian menjadi kriteria terakhir yang seharusnya menjadi perdoman bagi
dalam penentuan kebijakan ekonomi pemerintah dan pemerintah daerah dalam
dan proses produksi dalam skala makro rangka menentukan arah kebijakan di bidang
dan mikro dalam sektor pertambangan. pertambangan.
Kalau kerusakan dan pencemaran diliput Selain pasal 33, dalam pengelolaan
oleh media dan ada korban terluka atau l ingkungan, Pasal 28 H UUD 1945
bahkan meninggal, maka baru saat itu menyatakan bahwa "Setiap orang berhak
juga Pemerintah dan Pemerintah Daerah hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
memikirkan untuk mengambil langkah- tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
langkah penanganannya. yangbaikdansehatsertaberhakmemperoleh
UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 dengan pelayanan kesehatan". Menurut hemat saya
jelas mengatakan bahwa "Bumi, air dan bahwa hak atas lingkungan yang baik dan
kekayaaan alam yang terkandung di sehat adalah bagian dari hak asasi manusia
dalamnya dikuasai oleh Negara dan disamping hak asasi manusia yang lain.
dipergunakan untuk sebesar-besarnya Tentu hal ini bukan hanya ditujukan kepada
kemakmuran rakyat". Secara sederhana manusia sebagai pengguna atas lingkungan
semua yang dihasilkan dari kekayaan tetapi juga hak asasi alam itu sendiri untuk
alam Indonesia hanya untuk masyarakat tidak dirusak atau dicemar oleh pihak-pihak
Indonesia. Ini adalah keputusan final di mana yang tidak bertanggung jawab. Lebih lanjut

1 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan, UII Press, Yogyakarta, 2004, h. viii.

154 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


di dalam pasal 5 ayat 1 UU No. 23 Tahun pengelolaan lingkungan sebagai sarana
1997 tentang Pengelolalan Lingkungan pencegahan pencemaran lingkungan dan
Hidup menyatakan bahwa "Setiap orang merupakan salah satu kunci keberhasilan
mempunyai hak yang sama atas lingkungan pengelolaan lingkungan.3
hidup yang baik dan sehat". Dari beberapa Hukum pertambangan mempunyai
norma yang ada tersebut di atas, maka jelas hubungan yang sangat erat dengan
bahwa jenis usaha apapun yang berhubungan hukum lingkungan karena setiap usaha
dengan aktivitas lingkungan dan mempunyai pertambangan, apakah itu berkaitan dengan
potensi merubah dalam hal ini merusak atau pertambangan umum maupun pertambangan
mencemar harus memperhatikan prinsip minyak dan gas bumi diwajibkan untuk
dan norma yang tercantum dalam peraturan memelihara kelangsungan daya dukung
perundangan yang di atasnya dan yang dan daya tampung lingkungan hidup.
berhubungan termasuk aktivitas industri Hal ini, lazim disebut dengan pelestarian
pertambangan di dalamnya. fungsi lingkungan hidup (pasal 1 angka 5
UUPLH)4. Hukum pertambangan sebagai
Pengelolaan Lingkungan di Indonesia salah satu bidang ilmu hukum memiliki
Siti Sundari Rangkuti menyatakan berbagai dimensi, salah satunya di bidang
sub sta n si und ang- und ang t entang lingkungan karena objek dari aktivitas
pengelolaan lingkungan harus memuat pertambangan adalah lingkungan. Dalam hal
prinsip-prinsip kebijaksanaan lingkungan ini lingkungan yang dimaksud adalah baik
("principles of environmental policy") untuk biotikmaupunabiotik. Hukumpertambangan
dituangkan dalam aturan yang berisi norma menempatkan aspek lingkungan sebagai
hukum sebagai berikut: aspek penting karena adanya dinamika
a. A b a t e m e n t a t t h e s o u r c e
dan perubahan terhadap perubahan sifat
(penanggulanganpada sumbernya) dan fisik dari lingkungan tersebut sehingga
b. The best available Technology (BAT) = diperlukan perlakuan khusus terhadap
the"alara principle" ("as low as reasonably lingkungan sehingga diharapkan lingkungan
achieveable") yang dikelola akibat aktivitas pertambangan
c. The polluter pays principle (prinsip senantiasa memiliki fungsi dan daya
pencemar membayar) lingkungan hidup yang terjaga atau malah
d. Stand still principle (prinsip cegat dimungkinkan meningkat.
tangkal/cekal)
Pengelolaan l ingkungan hidup
e. Principle of regional differentiation
(prinsip perbedaan regional) adalah upaya terpadu untuk melestarikan
f. Shifting the burden of proof="het fungsi lingkungan hidup yang meliputi
beginsel van de omkering der bewijslast" kebijaksanaan penataan, pemanfaatan,
(beban pembuktian terbalik)2 pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan
Asas-asas sebagaimana tersebut di hidup. Makna pengelolaan lingkungan
atas mendasari penetapan instrumen hukum dapat dikonkritkan dengan mengakomodir

2 Rangkuti, Siti Sundari, Perangkat Hukum Lingkungan: Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke Ius

Constituendum, disampaikan pada Seminar "Good Governance and Good Environmental Governance" yang
diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Airlangga tanggal 28 Februari 2008 di Surabaya, hal 5.
3 Ibid.
4 Op. cit., h. 29.

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 155


pendapat dari R. Seerden. M. Heldeweg, lingkungan, yaitu Baku Mutu lingkungan,
dalam Public Environmental Law in the Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Nederlands, in: Comparative Environmental (AMDAL), dan perizinan lingkungan.
Law in Europa: An Introduction to Public Izin adalah suatu persetujuan dari
Environmental Law in EU Member State, in: pemerintah berdasarkan undang-undang
G.H. Addink, Penataran Environmental Law atau peraturan pemerintah untuk dalam
and Sustainable Development: Literature, keadaan tertentu menyimpang dari
Fakultas Hukum Unair, Surabaya, 1999, ketentuan-ketentuan larangan perundang-
h. 35.5 undangan. 6 Sesuai dengan pengertian
Pengelolaan lingkungan merupakan izin tersebut, maka izin berfungsi sebagai
mata rantai (Regulatory chain) yang sarana kepastian hukum bagi pemegang
meliputi: legislation, regulation, issueing izin untuk melakukan aktivitas yang
permit, implementation, and enforcement dilarang dalam suatu peraturan perundang-
yang digambarkan dalam skema di bawah undangan. Selain sebagai sarana kepastian
ini: hukum, izin digunakan sebagai sarana bagi
pemerintah untuk mengendalikan aktivitas
tertentu yang dapat menganggu hak orang
lain atau lingkungan. Sehingga izin juga
merupakan instrument yang biasa dipakai
di dalam bidang Hukum Administrasi yang
dimaksudkan untuk mempengaruhi para
warganya agar supaya mengikuti cara yang
dianjurkan guna mencapai tujuan yang
konkrit.7
Menurut Siti Sundari Rangkuti
penegakan hukum lingkungan berkaitan erat
dengan kemampuan aparatur dan kepatuhan
warga masyarakat terhadap peraturan yang
berlaku, yang meliputi tiga bidang hukum,
Dalam pengelolaan lingkungan, hukum yaitu administratif, pidana dan perdata, hal
selain berfungsi sebagai perlindungan ini senada dengan pengertian penegakan
dan kepastian bagi masyarakat (social hukum lingkungan yang dikemukakan oleh
control) juga sebagai sarana pembangunan Biezeveld sebagai berikut:8
(a tool of social engineering) dengan
Environmental law enforcement can be
peran sebagai agent of development atau
defined as the application of legal
agent of change. Dalam fungsinya sebagai governmental powers to ensure compliance
sarana pembangunan, hukum melegitimasi with environmental regulations by means
instrument kebijaksanaan dalam pengelolaan of:

5 Siti Sundari Rangkuti, Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional, Airlangga University

Press, Cetakan III, 2003 h. 430


6 Philipus M Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, Yuridika, Surabaya, 1994, h. 2 dikutip dari N.M. Spelt &

J.B.J.M. Ten Berge, InleidingVergunningen recht, Utrecht, 1994.


7 Tatik Sri Djatmiati, Prinsip Izin Usaha industri di Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas

Airlangga, 2004, h. 1
8 Siti Sundari Rangkuti, op. cit h. 214

156 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


a. Administrative supervision of the secara konsekuen berdasarkan peraturan
compliance with environmental regulations perundang-undangan yang berlaku.
(inspection) (= mainly preventive
activity); Pengawasan Pengelolaan
b. Administrative measures or snctions in Pertambangan
case of non compliance (= corrective
activity) Penegakan hukum meliputi penegakan
c. Criminal investigation in case of presumed hukum preventif dan represif. Penegakan
offences (= repressive activity); hukum lingkungan merupakan upaya untuk
d. Criminal meansures or sanction in case mencapai ketaatan terhadap peraturan
offeces (= repressive activity); dan persyaratan dalam ketentuan hukum
e. Civil action (law suit) in case of yang berlaku secara umum, individual,
(threatening) noncompliance(= preventive
melalui pengawasan dan penerapan sanksi
or corrective activity)
administrasi, kepidanaan dan keperdataan.9
Penegakan hukum lingkungan juga berkaitan
Dari hal tersebut, bagaimana kita erat dengan kemampuan aparatur dan
menarik sinergisitas antara sistem kepatuhan masyarakat terhadap peraturan
aspek hukum lingkungan dan aktivitas yang berlaku.
pertambangan sehingga integrasi yang Keith Hawkins mengemukakan
komprehensif diantara aspek-aspek tersebut bahwa penegakan hukum dapat dilihat
menghasilkan perpaduan yang ideal sehingga dari dua sistem atau strategi, yang disebut
tercipta suatu tatanan norma yang mengarah compliance dengan conciliatory style sebagai
pada proses percepatan pembangunan di karakteristiknya dan sanctioning dengan
bidang hukum yang efektif dan efisien. penal style sebagai karakteristiknya.10
Pengaturan mengenai lingkungan di Block sebagaimana dikutip oleh
bidang pertambangan merupakan salah Hawkins menyatakan, bahwa conciliatory
satu rangkaian norma hukum yang berisi style itu remedial, suatu metode social
mekanisme hukum yang harus ditaati oleh repair and maintenance, assistance of
pemrakarsa usaha dan atau kegiatan beserta people in trouble, berkaitan dengan what
penegakan hukumnya. Peran aparatur is necessary to ameliorate a bad situation.
negara sebagai pemegang kewenangan Sedangkan penal control prohibits with
aktif memiliki peranan penting dalam punishment, sifanya adalah accusatory,
proses penegakan hukum. Aparatur negara hasilnya binary yaitu: all or nothing,
yang berkompeten dan memiliki integritas punishment or nothing.11
yang tinggi terhadap penegakan hukum Penegakan hukum l ingkungan
diharapkan menjadi sarana pengerak aktif preventif dapat berupa dialog, diskusi,
yang bersenjatakan norma perundang- penyuluhan dan pemantauan. Secara lebih
undanganyangberlakusehinggadikemudian luas penegakan hukum lingkungan preventif
hari kelak sistem pengelolaan lingkungan mengarah pada pengawasan yang dilakukan
di bidang pertambangan dapat diterapkan

9 SitiSundari Rangkuti, op.cit., h. 215


10 Hawkins dalam Koesnadi Hardjosoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 2005, h. 339.
11 Ibid.

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 157


oleh pihak yang berwenang. Dalam hal ini pengelolaan pertambangan antara PP 38
pengawasan terletak pada pejabat pemberi tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan
izin usaha di bidang pertambangan sesuai antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah
dengan kewenangannya. Secara sederhana dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang
dapat dibuat matriks tentang kewenangan Mineral dan Batubara:

PP 38 Tahun 2007 UU No. 4 Tahun 2009


No. Kewenangan Kewenangan Kewenangan Kewenangan
Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Provinsi Kabupaten/Kota Provinsi Kabupaten/Kota
1. Pembuatan peraturan Pembuatan peraturan Pembuatan peraturan Pembuatan peraturan
daerah provinsi daerah Kab/kota daerah provinsi daerah Kab/kota
tentang mineral dan tentang Mineral dan tentang mineral dan tentang Mineral dan
batubara batubara batubara batubara
2. Penyusunan data Penyusunan data pemberian IUP, pemberian IUP dan
dan informasi usaha dan informasi pembinaan, IPR, pembinaan,
pertambangan wilayah kerja usaha penyelesaian konflik penyelesaian konflik
mineral dan batubara pertambangan masyarakat dan masyarakat, dan
lintas kabupaten/kota mineral dan batubara pengawasan usaha pengawasan usaha
skala kabupaten/kota. pertambangan pertambangan di
pada lintas wilayah wilayah kabupaten/
kabupaten/kota kota
3. Pemberian izin Pemberian izin pemberian IUP, pemberian IUP dan
usaha pertambangan usaha pertambangan pembinaan, IPR, pembinaan,
mineral dan batubara mineral, batubara penyelesaian konflik penyelesaian konflik
pada wilayah lintas dan panas bumi pada masyarakat dan masyarakat dan
kabupaten/kota wilayah kabupaten/ pengawasan usaha pengawasan usaha
kota. pertambangan pertambangan
operasi produksi operasi produksi
yang kegiatannya yang kegiatannya
berada pada lintas berada di wilayah
wilayah kabupaten/ kabupaten/kota
kota
4. Pemberian izin Pemberian izin pemberian IUP, penginventarisasian,
usaha pertambangan usaha pertambangan pembinaan, penyelidikan dan
mineral, dan batubara mineral, dan penyelesaian konflik penelitian, serta
untuk operasi batubara untuk masyarakat dan eksplorasi dalam
produksi lintas operasi produksi, pengawasan usaha rangka memperoleh
kabupaten/kota yang berdampak pertambangan data dan informasi
lingkungan langsung yang berdampak mineral dan batubara
pada wilayah lingkungan langsung
kabupaten/kota lintas kabupaten/kota

158 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


PP 38 Tahun 2007 UU No. 4 Tahun 2009
No. Kewenangan Kewenangan Kewenangan Kewenangan
Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Provinsi Kabupaten/Kota Provinsi Kabupaten/Kota
5. Pembinaan dan Pembinaan dan penginventarisasian, pengelolaan
pengawasan pengawasan penyelidikan dan informasi geologi,
pelaksanaan izin pelaksanaan izin penelitian serta informasi potensi
usaha pertambangan usaha pertambangan eksplorasi dalam mineral dan batubara,
mineral dan batubara mineral dan batubara rangka memperoleh serta informasi
pada wilayah lintas pada wilayah data dan informasi pertambangan pada
kabupaten/kota kabupaten/kota mineral dan batubara wilayah kabupaten/
kota
6. Pemberian izin Pemberian izin pengelolaan penyusunan neraca
badan usaha jasa badan usaha jasa informasi geologi, sumber daya mineral
pertambangan pertambangan informasi potensi dan batubara pada
mineral dan batubara mineral, batubara, sumber daya mineral wilayah kabupaten/
dalam rangka PMA dan panas bumi dan batubara, kota
dan PMDN lintas dalam rangka PMA serta informasi
kabupaten/kota dan PMDN di pertambangan pada
wilayah kabupaten/ daerah/wilayah
kota provinsi
7. Pengelolaan, Pengelolaan, penyusunan neraca pengembangan
pembinaan dan pembinaan dan sumber daya mineral dan pemberdayaan
pengawasan pengawasan dan batubara pada masyarakat setempat
pelaksanaan pelaksanaan daerah/wilayah dalam usaha
izin usaha jasa izin usaha jasa provinsi pertambangan
pertambangan pertambangan dengan
mineral dan batubara mineral dan batubara memperhatikan
dalam rangka dalam rangka kelestarian
penanaman modal penanaman modal di lingkungan
lintas kabupaten/ wilayah kabupaten/
kota. kota
8. Pembinaan dan Pembinaan dan pengembangan dan pengembangan dan
pengawasan pengawasan peningkatan nilai peningkatan nilai
keselamatan keselamatan tambah kegiatan tambah dan manfaat
dan kesehatan dan kesehatan usaha pertambangan kegiatan usaha
kerja, lingkungan kerja, lingkungan di provinsi pertambangan secara
pertambangan pertambangan pada optimal
terhadap usaha wilayah kab/kota
pertambangan
mineral dan batubara
(lintas kab/kota yang
berdampak regional)

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 159


PP 38 Tahun 2007 UU No. 4 Tahun 2009
No. Kewenangan Kewenangan Kewenangan Kewenangan
Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Provinsi Kabupaten/Kota Provinsi Kabupaten/Kota
9. Pembinaan dan Pembinaan dan pengembangan dan penyampaian
pengawasan pengawasan peningkatan peran informasi hasil
pengusahaan KP pengusahaan KP serta masyarakat inventarisasi,
lintas kabupaten/ dalam wilayah dalam usaha penyelidikan umum,
kota. kabupaten/kota pertambangan dan penelitian,
dengan serta eksplorasi
memperhatikan dan eksploitasi
kelestarian kepada Menteri dan
lingkungan gubernur;
10. Pembinaan dan Pembinaan dan pengoordinasian penyampaian
pengawasan pengawasan perizinan dan informasi hasil
keselamatan Keselamatan pengawasan produksi, penjualan
dan kesehatan dan Kesehatan penggunaan dalam negeri, serta
kerja, lingkungan Kerja, lingkungan bahan peledak di ekspor kepada
pertambangan pertambangan wilayah tambang Menteri dan gubernur
terhadap KP lintas terhadap KP di sesuai dengan
kab/kota wilayah Kab/Kota kewenangannya
11. Pembinaan dan Pembinaan dan penyampaian pembinaan dan
pengawasan pengawasan informasi hasil pengawasan terhadap
pelaksanaan izin pelaksanaan izin inventarisasi, reklamasi lahan
usaha pertambangan usaha pertambangan penyelidikan umum, pascatambang
mineral, dan batubara mineral, dan batubara dan penelitian serta
untuk operasi untuk operasi eksplorasi kepada
produksi (lintas produksi di wilayah Menteri dan bupati/
kab/kota) kab/kota walikota
12. Pengelolaan data dan Pengelolaan data dan penyampaian peningkatan
informasi mineral informasi mineral informasi hasil kemampuan
dan batubara, serta dan batubara, serta produksi, penjualan aparatur pemerintah
pengusahaan wilayah pengusahaan wilayah dalam negeri, serta kabupaten/
kerja pertambangan kerja pertambangan ekspor kepada kota dalam
di wilayah provinsi. di wilayah kab/kota Menteri dan bupati/ penyelenggaraan
walikota pengelolaan usaha
pertambangan
13. Penetapan neraca Penetapan neraca pembinaan dan
sumber daya dan sumber daya dan pengawasan terhadap
cadangan mineral cadangan mineral reklamasi lahan
dan batubara di dan batubara di pascatambang
wilayah provinsi. wilayah kabupaten/
kota

160 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


PP 38 Tahun 2007 UU No. 4 Tahun 2009
No. Kewenangan Kewenangan Kewenangan Kewenangan
Pemerintah Pemerintah Pemerintah Pemerintah
Provinsi Kabupaten/Kota Provinsi Kabupaten/Kota
14. peningkatan
kemampuan aparatur
pemerintah provinsi
dan pemerintah
kabupaten/
kota dalam
penyelenggaraan
pengelolaan usaha
pertambangan

Pengawasan Menurut UU No. 32 lingkungan hidup dan memiliki kewenangan


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan berkewajiban untuk melakukan pengawasan
Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk menjamin dan memastikan bahwa
penanggug jawab usaha dan atau kegiatan
UU No. 32 Tahun 2009 tentang
telah mematuhi peraturan perundangan uang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
berlaku. Pemerintah dan Pemerintah Daerah
Hidup (UUPPLH) mulai berlaku tanggal
juga dapat menetapkan pejabat pengawas
3 Oktober 2009 menggantikan UU No. 23
lingkungan hidup. Dalam pasal 73 UUPPLH
Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
tersebut menegaskan bahwa:
Hidup (UUPLH). Di dalam Bab XII Pasal
71 UUPPLH menyatakan bahwa: Menteri dapat melakukan pengawasan
(1) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota terhadap ketaatan penanggung jawab usaha
sesuai dengan kewenangannya wajib dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya
melakukan pengawasan terhadap diterbitkan oleh pemerintah daerah jika
ketaatan penanggung jawab usaha Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran
dan/atau kegiatan atas ketentuan yang yang serius di bidang perlindungan dan
ditetapkan dalam peraturan perundang- pengelolaan lingkungan hidup.
undangan di bidang perlindungan dan Pasal ini memberikan kewenangan
pengelolaan lingkungan hidup. yang luas kepada pemerintah untuk
(2) Menteri, gubernur, atau bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap izin
dapat mendelegasikan kewenangannya lingkungan yang ada didaerah apabila
dalam melakukan pengawasan kepada
telah terjadi pelanggaran serius. Menurut
pejabat/instansi teknis yang bertanggung
jawab di bidang perlindungan dan
penjelasannya pelanggaran yang serius
pengelolaan lingkungan hidup. adalah pelanggaran adalah tindakan
(3) Dalam melaksanakan pengawasan, melanggar hukum yang mengakibatkan
Menteri, gubernur, atau bupati/ pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
walikota menetapkan pejabat pengawas hidup yang relatif besar dan menimbulkan
lingkungan hidup yang merupakan keresahan di masyarakat. Jadi kalau dalam
pejabat fungsional. hal ini pelanggaran lingkungan terjadi
secara serius dan butuh penanganan
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa yang lebih, maka Pemerintah memiliki
pejabat pemerintah dan daerah yang sesuai kewenagan untuk melakukan tindakan
dengan bidang perlindungan dan pengelolaan hukum tertentu sehingga pencemaran dan/

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 161


atau perusakanyang dilakukan penanggung para legislator mulai memasukkan nilai dan
jawab usaha dan/atau kegiatan tidak meluas syarat lingkungan sebagai suatu proses yang
dan dapat segera ditangani. tidak boleh diabaikan bagi para pemrakarsa.
Di dalam pasal 74 UUPPLH dijelaskan Hal ini kita dapat melihat dalam hal
pula mengenai kewenangan pejabat beberapa hal yaitu:
pengawas lingkungan hidup (PPLH), 1. Eksplorasi di mana sebagai tahapan
koordinasi antara PPLH dengan PPNS kegiatan usaha pertambangan, maka
serta larangan bagi penanggung jawab diperlukan informasi mengenai
usaha dan/atau kegiatan untuk menghalangi lingkungan sosial dan lingkungan
kegiatan PPLH. Secara lengkap pasal 74 ini hidup.
menyatakan bahwa: 2. Studi Kelayakan mengharuskan
Pasal 74 AMDAL serta perencanaan pasca
tambang.
(1) Pejabat pengawas lingkungan hidup
3. Operasi Produksi meminta sarana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71
ayat (3) berwenang: pengendalian dampak lingkungan
sesuai dengan hasil studi kelayakan.
a. melakukan pemantauan;
b. meminta keterangan; 4. Reklamasi sebagai suatu kegiatan
c. membuat salinan dari dokumen dan/atau yang dilakukan sepanjang tahapan
membuat catatan yang diperlukan; usaha pertambangan untuk menata,
d. memasuki tempat tertentu; memulihkan, dan memp erbaiki
e. memotret; kualitas lingkungan dan ekosistem
f. membuat rekaman audio visual; agar dapat berfungsi kembali sesuai
g. mengambil sampel; peruntukannya.
h. memeriksa peralatan; 5. Kegiatan pasca tambang, kegiatan
i. memeriksa instalasi dan/atau alat
terencana, sistematis dan berlanjut
transportasi; dan/atau
j. menghentikan pelanggaran tertentu. setelah akhir sebagian atau seluruh
kegiatan usaha pertambangan untuk
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat memulihkan fungsi lingkungan alam
pengawas lingkungan hidup dapat dan fungsi sosial menurut kondisi lokal
melakukan koordinasi dengan pejabat
di seluruh wilayah penambangan.
penyidik pegawai negeri sipil.
6. Dalam hal pemberian Wilayah
(3) Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan Izin Usaha Pertambangan (WIUP)
dilarang menghalangi pelaksanaan tugas dan Wilayah Pencadangan Negara
pejabat pengawas lingkungan hidup. (WPN) daya dukung lindungan
lingkungan (pasal 18 huruf c dan
Pengawasan menurut UU No. 4 Tahun 28 huruf e) menjadi syarat untuk
2009 tentang Pertambangan Mineral mendapatkan izin.
dan Batubara (UU Minerba) 7. Mengenai jaminan kesungguhan
Secara umum operasi pertambangan eksplorasi biaya lingkungan akibat
meliputi 2 hal yaitu Eksplorasi termasuk di kegiatan ekplorasi ini menjadi syarat
dalamnya adalah eksplorasi itu sendiri dan untuk mendapatkan Izin Usaha
studi kelayakan dan Operasi Produksi yang Pertambangan (IUP) pada pasal 39
mengatur tentang konstruksi, penambangan, huruf d dan Izin Usaha Pertambangan
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan Khusus (IUPK) pada pasal 78 huruf
dan penjualalan. Dalam proses pertambangan e. Selain itu pasal 95 mewajibkan

162 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


pemegang IUP dan IUPK wajib 13. Ketentuan lain-lain menyatakan
mematuhi batas toleransi dan daya bahwa setiap masalah yang timbul
dukung lingkungan. dalam IUP dan IUPR atau IUPK yang
8. Dalam kaidah pertambangan , berkaitan dengan dampak lingkungan
pasal 96 huruf menyatakan bahwa diselesaikan dengan ketentuan
pemegang IUP dan IUPK wajib peraturan perundang-undangan.
melaksanakan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan, termasuk Me n ge na i p e n g a wa s a n d alam
kegiatan reklamasi dan pasca tambang, pengeloaan pertambangan di Indonesia,
upaya konservasi sumber daya mineral menurut Pasal 141 maka Pemerintah dalam
dan batubara dan pengelolaan sisa hal ini Departemen Energi dan Sumber
tambang dari suatu kegiatan usaha Daya Mineral melalui Direktorat Jenderal
pertambangan dalam bentuk padat, Pertambangan Mineral dan Batubara
cair, atau gas sampai memenuhi standar dapat melakukan pengawasan terhadap
baku mutu lingkungan sebelum dilepas penyelengaaran usaha pertambangan
ke media lingkungan. di daerah dan dapat mendelegasikan
9. Pasal 97 dan 98 mewajibkan pemegang kewenangan kepada pemerintah provinsi
IUP dan IUPK menjamin penerapan untuk melakukan pengawasan terhadap
standar dan baku mutu lingkungan penyelenggaran di daerah. Pengawasan
sesuai dengan karakteristik suatu tersebut meliputi:
daerah dan menjaga kelestarian fungsi a. teknis pertambangan;
dan daya dukung sumber daya air yang b. pemasaran;
bersangkutan sesuai dengan ketentuan c. keuangan;
peraturan perundang-undangan. d. pengolahan data mineral dan batubara;
10. Pasal 99 mewajibkan pemegang IUP e. konservasi sumber daya mineral dan
dan IUPK menyerahkan rencana batubara;
reklamasi dan rencana pasca tambang f. keselamatan dan kesehatan kerja
pada saat mengajukan permohonan pertambangan;
IUP Operasi Produksi dan IUPK g. keselamatan operasi pertambangan;
Operasi Produksi dan menyediakan h. pengelolaanlingkunganhidup, reklamasi,
dana jaminan reklamasi dan pasca dan pascatambang;
tambang i. pemanfaatan barang, jasa, teknologi,
11. Untuk penghentian kegiatan usaha dan kemampuan rekayasa dan rancang
pertambangan dapat diberikan kepada bangun dalam negeri;
pemegang IUP dan IUPK (pasal 113 j. pengembangan tenaga kerja teknis
huruf c) apabila kondisi daya dukung pertambangan;
lingkungan wilayah tersebut tidak k. pengembangan dan pemberdayaan
dapat menanggung beban kegiatan masyarakat setempat;
operasi produksi sumber daya mineral l. penguasaan, pengembangan, dan
dan/atau batubara yang dilakukan di penerapan teknologi pertambangan;
wilayahnya. m. kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan
12. Pengawasan dari aparat yang usaha pertambangan yang menyangkut
berwenang meliputi pengelolaan kepentingan umum;
lingkungan hidup, reklamasi dan pasca n. pengelolaan IUP atau IUPK; dan
tambang (pasal 141 huruf h) o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha
pertambangan.

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 163


Khusus mengenai pengawasan f. keselamatan dan kesehatan kerja
lingkungan di bidang pertambangan yaitu pertambangan;
pada pengelolaan lingkungan hidup, g. keselamatan operasi pertambangan;
reklamasi dan pasca tambang. Mengenai h. pengelolaan lingkungan hidup,
pengelolaan lingkungan hidup berkaitan reklamasi, dan pascatambang;
dengan instrumen lingkungan yang meliputi i. p e m a n f a a t a n b a r a n g , j a s a ,
Baku Mutu Lingkungan (BML), Kriteria teknologi,dan kemampuan rekayasa
Baku Kerusakan Lingkungan Hidup serta rancang bangun dalam negeri;
(KBKL), Analisis Mengenai dampak j. pengembangan tenaga kerja teknis
Lingkungan atau UKL dan UPL serta izin pertambangan;
lingkungan. Reklamasi dan pasca tambang k. pengembangan dan pemberdayaan
berkaitan dengan pemulihan dan perbaikan masyarakat setempat;
kualitas lingkungan yang digunakan setelah l. penguasaan, pengembangan,dan
kegitan pertambangan. penerapan teknologi pertambangan
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun m. kegiatan lain di bidang kegiatan usaha
2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan pertambangan yang menyangkut
Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara kepentingan umum;
membagi pengawasan dalam 3 hal yaitu: n. pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
A. Pengawasan Umum (Pasal 13): IUP, IPR, atau IUPK; dan
Pengawasan ini dilakukan oleh o. jumlah, jenis, dan mutu hasil usaha
pemerintah atau pemerintah daerah pertambangan.
sesuai dengan kewenangannya.
B. Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Secara khusus pengaturan mengenai
Pengelolaan Usaha Pertambangan; pengawasan atas pelaksanaan kegiatan
(Pasal 14) usaha pertambangan yang berkaitan dengan
Pengawasan ini meliputi: lingkungan ada di Pasal 16 huruf h PP
a. penetapan WPR; No. 55 Tahun 2010 tentang pembinaan
b. penetapan dan pemberian WIUP dan pengawasan penyelenggaraan dan
mineral bukan logam dan batuan; Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral
c. pemberian WIUP mineral logam dan dan Batubara. Si dalam penjelasan lebih
batubara; lanjut pada Pasal 28 PP tersebut dinyatakan
d. penerbitan IPR; bahwa: Pengawasan pengelolaan lingkungan
e. penerbitan IUP; dan hidup, reklamasi, dan pascatambang
f. penyelenggaraan pembinaan dan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
pengawasan kegiatan yang dilakukan huruf h paling sedikit meliputi:
oleh pemegang IPR dan IUP. a. pengelolaan dan pemantauan lingkungan
C. Pengawasan atas Pelaksanaan Kegiatan sesuai dengan dokumen pengelolaan
Usaha Pertambangan (Pasal 16). lingkungan atau izin lingkungan yang
Pengawasan ketiga ini meliputi: dimiliki dan telah disetujui;
a. teknis pertambangan; b. penataan, pemulihan, dan perbaikan
b. pemasaran; lahan sesuai dengan peruntukannya;
c. keuangan; c. penetapan dan pencairan jaminan
d. pengelolaan data mineral dan reklamasi;
batubara; d. pengelolaan pascatambang;
e. konservasi sumber daya mineral dan e. penetapan dan pencairan jaminan
batubara; pascatambang; dan

164 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


f. pemenuhan baku mutu lingkungan sesuai kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
dengan ketentuan peraturan perundang- pelanggaran terhadap izin lingkungan.
undangan. Sanksi admnistratif menurut Pasal 76 ayat
2 UUPPLH meliputi:
Penegakan Hukum Lingkungan a. teguran tertulis;
Administratif b. paksaan pemerintah;
Penegakan hukum l ingkungan c. pembekuan izin lingkungan; atau
administratif bertujuan agar perbuatan d. pencabutan izin lingkungan.
atau pengabaian yang melanggar hukum
tidak memenuhi persyaratan, berhenti Jadi sanksi-sanksi tersebut merupakan
dan megembalikan kepada keadaan urutan dari pengenaan sanksi dari teguran
semula (sebelum adanya pelanggaran).12 tertulis dampai dengan pencabutan izin.
Hukum administrasi lebih menekankan Tetapi dalam Pasal 80 ayat 2 menyatakan
pada perbuatan, berbeda dengan hukum bahwa pengenaan paksaan pemerintah
pidana yang lebih menekankan pada dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran
subyek hukum dari pencemar atau perusak apabila pelanggaran yang dilakukan
lingkungan. Disamping member ganjaran menimbulkan:
atau ganti kerugian (retribution), juga a. ancaman yang sangat serius bagi
merupakan nestapa bagi pembuat dan untuk manusia dan lingkungan hidup;
memuaskan kepada korban individual b. dampak yang lebih besar dan lebih luas
maupun kolektif.13 jika tidak segera dihentikan pencemaran
Sarana administratif dapat ditegakkan dan/atau perusakannya; dan/atau
dengan kemudahan- kemudahan pengelolaan c. kerugianyanglebihbesarbagilingkungan
lingkungan, terutama di bidang keuangan, hidup jika tidak segera dihentikan
seperti keringanan bea masuk alat-alat pencemaran dan/atau perusakannya.
pencegahan pencemaran dan kredit bank
untuk biaya pengelolaan dsb. Sanksi Sanksi admnistratif menurut Pasal
admnistrasi terutama mempunyai fungsi 151 ayat 2 UU No. 4 Tahun 2009 Tentang
instrumental yaitu pengendali perbuatan Pertambangan Mineral dan Batubara (UU
terlarang. Disamping itu sanksi admnistrasi Minerba) menyatakan sanksi admnistrasi
ditujukan kepada perlindungan kepentingan berupa:
yang dijaga oleh ketentuan yang dilanggar a. peringatan terulis;
tersebut.14. b. penghentian sementara sebagian atau
Undang Undang No. 32 Tahun 2009 seluruh kegiatan eksplorasi atau operasi
tentang Perlindungan dan Pengelolaan produksi; dan/atau;
Lingkungan Hidup (UUPPLH) menyatakan c. pencabutan IUP, IPR dan IUPK.
bahwa: Menteri, gubernur, atau bupati/
walikota menerapkan sanksi administratif Jadi pada dasarnya pengenaan sanksi
kepada penanggung jawab usaha dan/atau admnistratif di dalam UUPPLH dan UU

12 Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 h. 82.
13 Ibid.
14 Siti Sundari Rangkuti, opcit, h. 217

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 165


Minerba adalah sama hanya saja dalam pidana ini dapat dikenakan apabila sanksi
UUPPLH menambahakan aspek paksaan administratif yang telah dijatuhkan
pemerintah yang berupa: tidak dipatuhi atau pelanggaran yang
a. penghentian sementara kegiatan dilakukan lebih dari satu kali.
produksi; b. Limbah B3. Pasal 103 menyatakanbahwa
b. pemindahan sarana produksi; Setiap orang yang menghasilkan limbah
c. penutupan saluran pembuangan air B3 dan tidak melakukan pengelolaan
limbah atau emisi; sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59,
d. pembongkaran; dipidana dengan pidana penjara paling
e. penyitaan terhadap barang atau alat yang singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
berpotensi menimbulkan pelanggaran; 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit
f. penghentian sementara seluruh kegiatan; Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
atau dan paling banyak Rp3.000.000.000,00
g. tindakan lain yang bertujuan untuk (tiga miliar rupiah).
menghentikan pelanggaran dan tindakan c. Berhungan dengan izin lingkungan.
memulihkan fungsi lingkungan hidup. Pasal 109 menyatakan bahwa setiap
orang yang melakukan usaha dan/atau
Penegakan Hukum Lingkungan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan
Kepidanaan Menurut UU No. 32 sebagaimana dimaksud dalam Pasal
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan 36 ayat (1), dipidana dengan pidana
Pengelolaan Lingkungan Hidup penjara paling singkat 1 (satu) tahun
Tujuan dari pengenaan sanksi pidana dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
bagi pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan paling sedikit Rp1.000.000.000,00
adalah nestapa. Sehingga baik orang atau (satu miliar rupiah) dan paling banyak
badan hukum yang mencemarkan dan/atau Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
merusak lingkungan diharapkan menjadi Pasal 36 ayat 1 berhubungan dengan
jera (detterent effect) dan tidak mengulangi persyaratan perzinan atas suatu usaha/
perbuatannya. Di dalam UUPPLH juga dan atau kegiatan.
mengenal sanksi yang berupa pidana d. Tindak Pidana Korporasi. Hal ini
penjara dan denda. Ada beberapa hal ditegaskan dalam Pasal 115-118
mengenai penerapan sanksi pidana dalam UUPPLH.
UUPPLH yang berkaitan dengan kegiatan e. Pidana tambahan atau tindakan tata
pertambangan yaitu: tertib dalam Pasal 119 UUPPLH yang
a. B e r k a i t a n d e n g a n B a k u M u t u berupa:
Lingkungan. Di dalam ayat 1 Pasal 1. perampasan keuntungan yang
100 UUPPLH menyatakan bahwa diperoleh dari tindak pidana;
setiap orang yang melanggar baku 2. penutupan seluruh atau sebagian
mutu air, baku mutu emisi, atau baku tempat usaha dan/atau kegiatan;
mutu gangguan dipidana, dengan 3. perbaikan akibat tindak pidana;
pidana penjara paling lama 3 (tiga) 4. pewajiban mengerjakan apa yang
tahun dan denda paling banyak Rp. dilalaikan tanpa hak; dan/atau
3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah). 5. penempatan perusahaan di bawah
Tetapi dalam ayat 2 Pasal 100 ini pengampuan paling lama 3 (tiga)
menyatakan bahwa pengenaan tindak tahun.

166 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168


Penegakan Hukum Lingkungan PENUTUP
Kepidanaan Menurut UU No. 4 Tahun
Kesimpulan
2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. A. Pengawasan lingkungan di bidang
pertambangan meliputi pengelolaan
Pengaturan khusus mengenai sanksi
lingkungan hidup, reklamasi dan pasca
pidana bagi kegiatan pertambangan yang
tambang meliputi pengelolaan dan
berhubungan dengan lingkungan meliputi:
pemantauan lingkungan sesuai dengan
a. Kegiatan pertambangan tanpa izin. Pasal
dokumen pengelolaan lingkungan atau
158 menyatakan bahwa Setiap orang
izin lingkungan yang dimiliki dan
yang melakukan usaha penambangan
telah disetujui; penataan, pemulihan,
tanpa IUP, IPR atau IUPK sebagaimana
dan perbaikan lahan sesuai dengan
dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40
peruntukannya; penetapan dan pencairan
ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1),
jaminan reklamasi; pengelolaan
Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana
pascatambang; penetapan dan pencairan
dengan pidana penjara paling lama 10
jaminan pascatambang; dan pemenuhan
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak
baku mutu lingkungan sesuai dengan
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
ketentuan peraturan perundang -
rupiah).
undangan.
b. Informasi yang tidak benar atau
B. P e n e g a k a n h u k u m l i n g k u n g a n
keterangan palsu. Pasal 159 menyatakan
admnistratif di bidang pertambangan
bahwa Pemegang IUP, IPR, atau IUPK
berupa peringatan terulis; penghentian
yang dengan sengaja menyampaikan
sementara sebagian atau seluruh kegiatan
laporan sebagaimana dimaksud dalam
eksplorasi atau operasi produksi; dan/
Pasal 43 ayat (1), Pasal 70 huruf e, Pasal
atau; pencabutan Izin.
81 ayat (1), Pasal 105 ayat (4), Pasal
C. P e n e g a k a n h u k u m l i n g k u n g a n
110, atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak
kepidanaan di bidang pertambangan
benar atau menyampaikan keterangan
berupa pidana penjara dan denda atas
palsu dipidana dengan pidana penjara
tidak memiliki izin, pemberian informasi
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
palsu dan penerapan pidana tambahan
paling banyak Rp10.000.000.000,00
yang berupa perampasan barang yang
(sepuluh miliar rupiah).
digunakan dalam melakukan tindak
c. Pidana tambahan. Pasal 164 menyatakan
pidana; perampasan keuntungan yang
pidana tambahan berupa:
diperoleh dari tindak pidana; dan/atau
1. perampasan barang yang digunakan
kewajiban membayar biaya yang timbul
dalam melakukan tindak pidana;
akibat tindak pidana.
2. perampasan keuntungan yang
diperoleh dari tindak pidana; dan/ Saran
atau
3. kewajiban membayar biaya yang A. Perlunya pengawasan periodik dan
timbul akibat tindak pidana inspeksi terhadap semua tahapan
aktivitas pertambangan di Indonesia.

Penegakan Hukum Lingkungan: (Franky Butar Butar) 167


B. P e n e g a k a n h u k u m l i n g k u n g a n Hamzah Andi, Penegakan Hukum Lingkungan,
administratif dan kepidanaan di bidang Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
pertambangan hendaknya dilaksanakan Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum,
secara konsekuen oleh para penegak Prenada Media, Jakarta, 2005.
hukum. Rangkuti Siti Sundari, Hukum Lingkungan dan
C. Penerapan sanksi yang berupa denda si Kebijaksanaan Lingkungan Nasional,
dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Airlangga University Press, Cetakan III,
Pertambangan Mineral dan Batubara 2003
hendaknya bersifat progresif berdasarkan , Perangkat Hukum Lingkungan:
kapasitas produksi dan keuntungan dari Dari Ius Constitutum, Sekali Lagi, Ke
setiap perusahaan pertambangan dan Ius Constituendum, disampaikan pada
Seminar "Good Governance and Good
atau mineral.
Environmental Governance " yang
diselenggarakan oleh Fakultas Hukum
DAFTAR PUSTAKA Universitas Airlangga tanggal 28 Pebruari
Copi, Irving M. Introduction to Logic dalam PM. 2008 di Surabaya.
Hadjon, Pengkajian Ilmu Hukum Dogmatik Saleng Abrar, Hukum Pertambangan, UII Press,
(Normatif), Yuridika, No.6 Tahun XI Yogyakarta, 2004.
November-Desember 1994.
Peraturan Perundang-undangan
Djatmiati, Tatik Sri Prinsip Izin Usaha industri di
Indonesia, Disertasi, Program Pascasarjana UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Universitas Airlangga, 2004. Mineral dan Batubara.
Hadjon Philipus M, Pengantar Hukum Perizinan, UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Yuridika, Surabaya, 1994, h. 2 dikutip Pengelolaan Lingkungan Hidup.
dari N.M. Spelt & J.B.J.M. Ten Berge, PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian
InleidingVergunningen recht, Utrecht, Kewenangan antara Pemerintah dan
1994. Pemerintah Daerah.
Hawkins dalam Koesnadi Hardjosoemantri, PP No. 55 Tahun 2010 tentang Pembinaan dan
Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada Pengawasan Usaha Pertambangan Mineral
University Press, Yogyakarta, 2005. dan Batu Bara.

168 Yuridika Vol. 25 No. 2, Mei–Agustus 2010: 151–168

You might also like