You are on page 1of 12

MAKALAH IMUNOHEMATOLOGI

Uji Silang Serasi (Cross Match)

NAMA KELOMPOK :

IRMA MURTIARANI (E) (1010161153)


ODI FAUJI (E) (1010161156)
SANDYA ANGGITA (E) (1010161159)
LUSY AVITA (E) (1010161163)
WISNU ROHMATULOH (E) (1010161168)
MAHARA NUR FAJRINA (E) (1010161170)
AHMAD IQBAL (E) (1010161172)
ANISHA CAMELIANA (E) (1010161174)
YULITA PUTRI NOVI YANTARI (E) (1010161176)
ARES ADIVYVAY (E) (1010161181)
ASEP SURYANA (E) (110151064)

D-III ANALIS KESEHATAN


UNIVERSITAS MH. THAMRIN
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt. Pemilik yang segala bernyawa dan penguasa segala
keteraturan,yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah – NYA sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini .Makalah ini disusun untuk memenuhi salah
satu tugas mata kuliah Imunnohematology dengan harapan dapat menambah
wawasan bagi penulis khususnya dan para pembaca makalah ini.

Makalah ini memuat tentang uji silang serasi (CROSS MATCH). Penulis
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan baik
di tinjau dari isi maupun dari segala penyajiannya .Oleh karna itu ,penulis senantiasa
mengharapkan kontribusi pemikiran dari pembaca sehingga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Aamiin

Jakarta, 09 Mei 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN .........................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..........................................................................................3

2.1 Pengertian Cross Match test .....................................................3

2.2 Jenis Pemeriksaan Cross Match test .........................................3

2.3 Pemeriksaan Cross Match test ..................................................4

2.4 Interpretasi Hasil Cross Match test ............................................4

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………….8

3.1 Kesimpulan ................................................................................8

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Transfusi merupakan proses transplantasi paling sederhana, yaitu


pemindahan darah dari donor ke resipien, atas dasar indikasi dan urgensi. Pre
transfusi atau pemeriksaan sebelum dilakukan transfusi disebut uji kecocokan atau
Uji Kompatibilitas. Dalam pre-transfusi terdapat serial pemeriksaan untuk
mendapatkan darah yang sesuai untuk transfusi darah. Serial pemeriksaan antara lain
pemeriksaan golongan darah ABO dan Rh pasien dan donor, uji saring dan identifikasi
antibodi donor dan pasien, uji silang serasi/Crossmatch Test atau disebut juga
Compatibility testing antara darah donor dan pasien (Syafitri, 2014).

Crossmatch dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada antibodi pada


darah pasien yang akan bereaksi dengan darah donor atau sebaliknya. Meskipun
golongan darah ABO dan Rh pasien serta donor telah diketahui, Bank Darah Rumah
Sakit (BDRS) tetap harus melakukan crossmatch (Setyati, 2010).

Pemeriksaan crossmatch yang digunakan di BDRS adalah metode semi


otomatis, menggunakan metode tabung dan metode gel. Waktu inkubasi yang
dibutuhkan kedua metode ini ± 15-30 menit suhu 37° C (Amiruddin, 2015). Sel dan
serum diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi kesempatan antibodi melekat
pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum antiglobulin dan bila penderita
mengandung antibodi dengan eritrosit donor maka akan terjadi gumpalan. Reaksi
silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar saja tidak dapat mengesampingkan
aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37° C (Syafitri, 2014).

Metode tabung menggunakan teknik yang lebih ketat yaitu menggunakan


beberapa fase pemeriksaan dan medium pemeriksaan lebih banyak, misalnya
menggunakan bovine albumin, serum coombs dan inkubasi pada suhu 37° C yang

1
akan menambah sensitivitas pemeriksaan. Permasalahan dalam pemeriksaan
crossmatch, salah satunya adalah prosedur pemeriksaan.

Permasalahan yang sering terjadi di BDRS adalah crossmatch dengan tanpa


masa inkubasi dari yang seharusnya seringkali diperoleh hasil yang berbeda, namun
pada crossmatch dengan masa inkubasi sejauh ini belum didapatkan hasil yang
berbeda. Hal ini terjadi karena transfusi darah harus segera dilakukan, sehingga untuk
efisiensi petugas tidak melakukan inkubasi sesuai prosedur. Penelitian mengenai hal
ini belum pernah dilakukan sehingga perlu untuk dilakukan penelitian mengenai
pengaruh hasil crossmatch metode Gel dengan inkubasi dan tanpa inkubasi pada pre
transfusi darah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cross Match test

Cross Match adalah reaksi silang in vtro antara darah pasien dengan darah
donornya yang akan di transfusikan.Pemeriksaan ini dilakukan sebelum
pelaksanaan transfusi darah. Uji Cross Match ini penting bukan hanya pada
transfusi tetapi juga ibu hamil yangkemungkinan terkena penyakit hemolitik
pada bayi baru lahir.

Cross Matching adalah proses pengujian darah pasien terhadap sampel


donor potensial, menemukan kecocokan dari kompatibilitas.
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah sel darah merah donor bisa hidup
didalam tubuh pasien, dan untuk mengetahui ada tidaknya antibodi IgM
maupun IgG dalam serum pasien (mayor) maupun dalam serum donor yang
melawan sel pasien (minor). (Imat.2012).

Tujuan dari dilakukannya cross match itu sendiri diantaranya untuk:

a) Mendeteksi kesalahan dalam pengelompokan ABO


b) Mendeteksi kesalahan administrasi dalam identifikasi pasien dan pencatatan
hasil.
c) Memastikan sedapat mungkin transfusi darah donor tidak menimbulkan reaksi
apapun pada pasien.
d) Agar sel-sel darah merah bisa mencapai masa hidup maksimum setelah
diberikan.
e) Mendeteksi dan memastikan di dalam serum resipien atau plasma darah donor
tidak terdapat antibodi-antibodi tidak beraturan/antibodi yang reaktif terhadap
eritrosit resipien.
f) Menghindari reaksi transfusi hemolitik.
g) Memastikan efektivitas transfusi

2.2 Jenis pemeriksaan Cross Match test

Ada dua jenis cross match yang biasa dilakukan, yaitu mayor cross match dan
minor cross match. Menurut Dhurba Giri (2015), mayor cross match adalah pengujian
antara serum pasien dengan sel-sel donor untuk mengetahui apakah pasien memiliki
antibodi yang dapat menyebabkan reaksi transfusi hemolisis atau penurunan
ketahanan sel-sel donor. Sementara, minor cross match adalah pengujian antara sel-
sel pasien dengan plasma donor untuk mengetahui apakah terdapat antibodi di dalam
plasma donor yang berfungsi melawan antigen yang terdapat di dalam sel pasien.
Sementara, menurut Syarifah (nd), mayor cross matchadalah serum penerima

3
dicampur dengan sel donor dan minor cross match adalah serum donor dicampur
dengan sel penerima. Selain mayor cross match dan minor cross match,
sebagaimana yang tertera pada Standard Operating Procedure For Blood
Transfusion dari WHO dan BANBCT (2013), jenis cross match juga terdiri dari saline
cross match dan antiglobulin cross match. Keduanya sama-sama digunakan untuk
mendeteksi ketidakcocokan antara darah donor dan darah pasien.
Namun, antiglobulin cross match digunakan untuk mendeteksi ketidakcocokan yang
diakibatkan oleh antibodi yang aktif pada suhu 37⁰C sehingga memiliki tahapan yang
dilakukan pada suhu tersebut, sementara saline cross match dilakukan sesuai suhu
ruangan.

Pemeriksaan cross match dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu


dari dua jenis metode, yaitu antara metode gel atau metode tabung. Namun, saat ini
metode pemeriksaan cross match yang digunakan oleh UTD dan BDRS adalah
metode gel dalam cup kecil. Sebab, metode gel lebih mudah dan praktis untuk
digunakan. Meskipun sebenarnya metode tabung saat ini menggunakan teknik yang
lebih ketat, yaitu dengan menggunakan beberapa fase dan medium pemeriksaan
seperti bovine lbumin, serum coombs, dan inkubasi pada suhu 37⁰C, yang dapat
menambah sensitivitas pemeriksaan cross match.

2.3 Pemeriksaan Cross Match Test

a) .Pemeriksaan crossmatch metode tabung.


Prinsip pemeriksaan crossmatch metode tabung adalah sel donor dicampur
dengan serum penerima (mayor crossmatch) dan sel penerima dicampur
dengan serum donor (minor crossmatch) dalam bovine albumin 20% akan
terjadi aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila golongan darah tidak cocok.
Sel dan serum kemudian diinkubasi selama 15-30 menit untuk memberi
kesempatan antibodi melekat pada permukaan sel, lalu ditambahkan serum
antiglobulin dan bila penderita mengandung antibodi dengan eritrosit donor
maka terjadi gumpalan (Setyati, 2010).

b) Pemeriksaan crossmatch metode gel


Yves Lampiere dari Perancis menemukan metode gel dan mengembangkan
metode gel di Switzerland pada akhir 1985 sebagai metode standar sederhana
yang memberikan reaksi aglutinasi dan dapat dibaca dengan mudah. Metode
gel pertama kali digunakan untuk pemeriksaan rutin pada tahun 1988, saat ini
telah digunakan lebih dari 80 negara termasuk Indonesia (Setyati, 2010).

Prinsip pemeriksaan crossmatch metode gel adalah penambahan suspensi sel dan
serum atau plasma dalam microtube yang berisi gel di dalam buffer berisi reagen
(Anti-A, Anti-B, Anti-D, enzim, Anti-Ig G, Anti komplement). Microtube selanjutnya
diinkubasi selama 15 menit pada suhu 370C dan disentrifus.

Aglutinasi yang terbentuk akan terperangkap di atas permukaan gel. Aglutinasi tidak
terbentuk apabila eritrosit melewati pori-pori gel, dan akan mengendap di dasar
microtube (MJAFI, 2010).

4
Gambar Derajat Reaksi Aglutinasi (Weis ED, Chizhevsky V, 2006)

Keterangan gambar :

A. 4+ : Aglutinasi sel darah merah membentuk garis di atas microtube gel.


B. 3+ : Aglutinasi sel darah merah kebanyakan berada di atas setengah dari
microtubegel.

C. 2+ :Agutinasi sel darah merah terlihat di sepanjang microtube gel


D. 1+ : Aglutinasi sel darah merah berada di bawah setengah dari microtube gel
E. - : Aglutinasi semua sel darah merah lolos di bagian bawah microtube gel.

Metoda gel merupakan metode untuk mendeteksi reaksi sel darah merah
dengan antibodi. Metode gel akan lebih cepat dan mempunyai akurasi tinggi
dibandingkan dengan metode tabung (Setyati J, 2010).

Pemeriksaan crossmatch metode gel dapat dilakukan dengan metode semi


otomatis dan metode otomatis. Crossmatch metode semi otomatis adalah metode
pemeriksaan crossmatch menggunakan reagen gel, dimana tehnisi yang melakukan
tahap analitik adanya aglutinasi memberi hasil positif dan tidak adanya aglutinasi
dinyatakan negatif.

Pemeriksaan crossmatch metode otomatis :

Crossmatch metode otomatis adalah metode pemeriksaan crossmatch


menggunakan reagen gel. Perbedaan keduanya terletak pada dengan meminimalsir
manipulasi oleh teknisi, dimana tehnisi hanya terlibat pada tahap preparasi sampel
kemudian selanjutnya mesin yang melakukan tahap analitik. Hasil dibaca adanya
aglutinasi memberi hasil positif, dan tidak adanya aglutinasi dinyatakan negatif.

Keunggulan metode otomatis :

1. Peningkatan keamanan dan keselamatan darah yang akan ditransfusikan ke


pasien.
5
2. Mengurangi kesalahan klerikal (human error).
3. Peningkatan efisiensi dalam proses pemeriksaan.
4. Efisiensi biaya.
5. Optimalisasi keseluruhan proses dimana bank darah dapat meningkatkan
pelayanan yang lebih cepat dan lebih baik kepada pasien dan dokter.

Kelemahan metode otomatis adalah alat tidak dapat melakukan sampel dalam
jumlah volume kurang dari 1 ml dengan perbandingan sel darah merah dan serum
atau plasma 1:1. Metode otomatis akan jauh lebih mahal bagi BDRS yang jumlah
pemeriksaannya sedikit.

2.4 Interpretasi Hasil Pemeriksaan Cross Match Test

Berikut adalah interpretasi hasil dari pemeriksaan coomb’s test :

Tabel Interpretasi Hasil Crossmatch

Sumber :Prosedur BDRS

Keterangan :

a) Crossmatch mayor, minor dan AC(auto control) = negatif, darah pasien


kompatibel dengan darah donor maka darah boleh dikeluarkan.

b) Crossmtacth mayor = positif, minor = negatif, AC = negatif, diperiksa sekali


lagi golongan darah pasien apakah sudah sama dengan donor, apabila
golongan darah sudah sama artinya ada irregular antibody pada serum
pasien. Darah donor diganti dengan melakukan crossmatch lagi sampai
didapat hasil cross negatif pada mayor dan minor, apabila tidak ditemukan
hasil crossmatch yang kompatibel meskipun darah donor telah diganti maka
harus dilakukan screening dan identifikasi antibodi pada serum pasien, dalam
hal ini sampel darah dikirim ke UTD Pembina terdekat.

c) Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = negatif, artinya ada


irregular antibody pada serum / plasma donor. Penyelesaiannya darah donor
diganti dengan yang lain, lakukan crossmatch lagi.

6
d) Crossmatch mayor = negatif, minor = positif, AC = positif, lakukan direct
coombs test (DCT) pada pasien. Hasil DCT positif pada crossmatch minor
dan AC berasal dari autoantibody. Apabila derajat positif pada minor sama
atau lebih kecil dibandingkan derajat positif pada AC / DCT, darah boleh
dikeluarkan. Apabila derajat positif pada minor lebih besar dibandingkan
derajat positif pada AC / DCT, darah tidak boleh dikeluarkan. Ganti darah
donor, lakukan crossmatch lagi sampai ditemukan positif pada minor sama
atau lebih kecil dibanding AC / DCT.

e) Mayor, Minor, AC = positif. Golongan darah pasien maupun donor diperiksa,


baik dengan cell grouping maupun back typing, pastikan tidak ada kesalahan
golongan darah. DCT pada pasien dilakukan, apabila positif bandingkan
derajat positif DCT dengan minor, apabila derajat positif minor sama atau
lebih rendah dari DCT, maka positif pada minor dapat diabaikan, artinya
positif tersebut berasal dari autoantibody. Positif pada mayor, disebabkan
adanya irregular antibody pada serum pasien, ganti dengan darah donor baru
sampai ditemukan hasil mayor negatif.

7
BAB III

PENUTUPAN

3.1. Kesimpulan

Pemeriksaan uji silang serasi bertujuan untuk menentukan cocok tidaknya darah
donor dengan darah penerima untuk persiapan transfusi darah.Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk memastikan bahwa transfusi darah tidak menimbulkan
reaksi apapun pada resipien serta sel-sel darah merah bisa mencapai masa hidup
maksimum setelah diberikan. Uji silang serasi dilakukan untuk memastikan bahwa
tidak ada antibodi pada darah pasien yang akan bereaksi dengan darah donor atau
sebaliknya. Bahkan walaupun golongan darah ABO dan Rh pasien dan donor telah
diketahui adalah hal mutlak untuk melakukan uji silang serasi. Mayor cross match
adalah serum penerima dicampur dengan sel donor dan minor cross match adalah
serum donor dicampur dengan sel penerima.

Jika golongan darah ABO penerima dan donor sama baik mayor maupun minor test
tidak bereaksi. Jika berlainan umpamanya donor golongan darah O dan penerima
golongan darah A maka pada test minor akan terjadi aglutinasi. Mayor cross match
merupakan tindakan terakhir untuk melindungi keselamatan penerima darah dan
sebaiknya dilakukan demikian sehingga Complete antibodies maupun incomplete
antibodies dapat ditemukan dengan cara tabung saja.Cara dengan objek glass kurang
menjaminkan hasil percobaan. Reaksi silang yang dilakukan hanya pada suhu kamar
saja tidak dapat mengesampingkan aglutinin Rh yang hanya bereaksi pada suhu 37
untuk menentukan anti Rh sebaiknya digunakan cara Crossmatch dengan high protein
methode. Ada beberapa cara untuk menentukan reaksi silang yaitu reaksi silang
dalam larutan garam faal dan reaksi silang pada objek glass. Pemeriksaan uji silang
serasi ini dilakukan untuk satu donor menggunakan metode aglutinasi dengan tabung.
Dalam uji silang ini, sel donor dicampur dengan serum penerima (Mayor Crossmatch)
dan sel penerima dicampur dengan serum donor dalam bovine albumin 22% akan
teradi aglutinasi atau gumpalan dan hemolisis bila golongan darah tidak cocok.

8
DAFTAR PUSTAKA

 Cafasso, J. 2016. Blood Typing and Crossmatching [Online].


Tersedia: http://www.healthline.com/health/blood-typing-and-crossmatching.
 Giri, D. 2015. Cross-Matching : Types, Purpose, Principle, Procedure and
Interpretation [Online]. Tersedia: http://laboratoryinfo.com/cross-matching/.
 Kementerian Kesehatan RI 2014. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 83 Tahun 2014 tentang Unit Transfusi Darah, Bank Darah,
dan Jejaring Pelayanan Transfusi Darah. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
 Kementerian Hukum dan HAM RI 2011. Peraturan Pemerintah Indonesia
Nomor 7 Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM RI
 F. Sidikah R dan Aditya, R. N. 2012. Tanya Jawab Tentang Donor Darah,
Jakarta, Movement Publishing.
 Koraag, J. F. 2010. Berbagi Nyawa: Hidup Bahagia dengan Berdonor Darah,
Yogyakarta, Penerbit Pustaka Marwa.
 Cahyono, S. B. 2008. Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam Praktik
Kedokteran, Yogyakarta, Kanisius.
 Handayani, W. dan Haribowo, A. S. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi Jakarta, Salemba Medika.
 Waterbury, L. 1995. Buku Saku Hematologi Edisi 3, Jakarta, Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

You might also like