You are on page 1of 19

Makalah Akuntansi Sektor Publik

“Akuntansi Masjid dan LAZ”

Dosen Pengampu: Yulinda Devi Pramita, S.E.,M.Sc

Disusun Oleh:

Indah Nurmalasari (16.0102.0149)

Regita Priscillia Febriani (16.0102.0166)

Istianto Zenuari (16.0102.0205)

Akuntansi 16 C

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM STUDI AKUNTANSI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Makalah Mata Kuliah
Akuntansi Sektor Publik dengan judul “Akuntansi Masjid dan LAZ” ini sesuai dengan waktu
yang sudah ditentukan.
Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Yulinda Devi Pramita,
S.E.,M.Sc selaku dosen mata kuliah Pengauditan 2 yang telah memberi kesempatan kepada
kami dalam menyelesaikan makalah ini, sehingga kami memperoleh banyak ilmu, informasi
dan pengetahuan selama membuat dan menyelesaikan makalah ini.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat dengan mudah dipahami para pembaca. Apabila masih terdapat kesalahan
kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan makalah ini.

Magelang, 30 Juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organisasi sektor publik sering dipandang sebagai organisasi yang dianggap tidak
efisien dan jauh tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan yang terjadi di sektor
swasta. Ketidakefisienan dan lambatnya perkembangan organisasi disebabkan oleh
manajemen organisasi pada kebanyakan organisasi sektor publik yang lemah, bahkan
dianggap tidak penting. Hal ini dikarenakan organisasi sektor publik merupakan milik
masyarakat umum atau masyarakat wilayah tertentu sehingga kemajuan serta
perkembangannya tergantung kesadaran masyarakat tersebut terhadap manajemen
organisasi termasuk praktik akuntansinya. Kondisi seperti ini juga terjadi pada
organisasi peribadatan (tempat ibadah).
Selama ini tempat ibadah hanya dijadikan sebagai tempat untuk aktivitas
peribadatan saja seperti sholat, sembahyang, berdoa, berdzikir dan sebgainya. Namun
jika disadari sebenarnya tempat ibadah merupakan salah satu bentuk organisasi yang
memiliki peran strategis dalam peningkatan kesejaheraan masyarakat. Tempat ibdadah
dapat dijadikan pusat aktivitas masyarakat sesuai agama masing – masing seperti dalam
bidang pendidikan, ekonomi, sosial budaya, hukum. Jika hal tersebut dijalankan maka
akan menciptakan kesejahteraan masyarakat yang menyeluruh baik kesehatan lahir
maupun batin. Hal inilah yang membedakan empat ibadah dengan organisasi sektor
publik lainnya. Oleh karena itu tempat ibadah harus dimaknai sebagai sebuah
organisasi, karena setiap organisasi memiliki tujuan yang akan dicapai. Untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan alat organisasional, seperti dalam hal pengelolaan
keuangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK TEMPAT IBADAH SEBAGAI SEBUAH ENTITAS


Entitas akuntansi memiliki keterkaitan yang sangat erat karena salah satu
asumsi dasar akuntansi terdapat asumsi entitas akuntansi. Asumsi entitas akuntansi
menetapkan bahwa semua transaksi keuangan yang dilakukan berkaitan dengan
entitas (kesatuan atau organisasi) yang dilaporkan (Halim, 2008). Pernyataan tersebut
menunjukkan bahwa agar akuntansi dapat berguna, maka tempat peribadatan harus
dimaknai sebagai sebuah entitas atau organisasi.
Organisasi tempat ibadah disebut oleh Bastian (2007) dengan organisasi
keagamaan. Secara entimologis, organisasi keagamaan dapat diartikan sebagai
organisasi yang fokus gerakannya terkait dengan agama tertentu, menyangkut
permasalahan ibadah atau menjalankan kewajiban terkait keagamaan. Mengacu
definisi tersebut, maka organisasi peribadatan mengacu pada organisasi di sebuah
tempat peribadatan seperti Masjid, Gereja, Kuil, Wihara maupun Pura. Dengan kata
lain organisasi keagamaan dijalankan dijalankan oleh lembaga atau organisasi yang
muncul atas kesadaran akan berjalannya visi dan misi agama tertentu (Bastian, 2007:
216).
Oleh karena melibatkan aspek keagamaan, beberapa pertanyaan muncul antara
lain: apakah akuntansi sesuai dengan ajaran agama?, Apakah agama mengaturnya?,
Jika memang diatur bagaimana bagm mengajarkannya?. Salah satu yang menybabkan
kurangnya kesadaran akan pentingnya akuntansi dalam pengelolaan keuangan tempat
ibadah adalah adanya anggapan bahwa akuntansi merupakan produk ilmu
pengetahuan manusia yang tidak ada cakupannya dalam ajaran agama.
Organisasi tempat ibadah merupakan organisasi nirlaba. Kebanyakan
organisasi nirlaba menggunakan parameter tunggal sebagai ukuran keberhasilannya,
seperti jumlah dana dan sumbangan yang diperoleh, pertumbuhan jumlah anggota,
jumlah pengunjung, jumlah orang yang dilayani dan biaya overhead yang mampu
diminimalisasikannya (Bastian, 2007). Pada organsasi masjid, ukuran keberhasilannya
ditentukan oleh beberapa aspek seperti aspek keberhasilan tidak hanya diukur dari
kenyamanan maupun kepuasan umat muslim yang beribadah, namun juga
kesesuaiannya dengan yang diajarkan oleh agama tentng tata cara bersuci.
Kesesuaiannya dengan ajaran agama juga mempengaruhi ukuran keberhasilan dan
standar pelayanan yang nantinya juga memengaruhi ukuran keberhasilan dan standar
pelayanan serta mempengaruhi kewajaran penggunaan dana yang dialokasikan.

B. TUJUAN ORGANISASI PERIBADATAN


Menurut Bastian (2007) menyatakan bahwa tujuan utama dari organisasi
peribadatan atau keagamaan adalah untuk memberikan pelayanan dan
menyelenggarakan seluruh aktivitas yang dibutuhkan maupun yang telah menjadi
ritual ibadah rutin dalam organisasi keagamaan yang bersangkutan. Dikarenakan
organisasi keagamaan merupakan organisasi nirlaba, maka tujuannya tidak untuk
mencari laba sebagaimana organisasi privat atau swasta. Oleh karena itu tujuan inti
dari organisasi keagamaan adalah untuk melayani umat atau pengikut agamanya.
Pelayanan bagi umat dapat dimaknai secara sempit dan secara luas. Secara
sempit, pelayanan yang dilakukan organisasi keagamaan kepada umatnya bertujuan
agar proses peribadatan dapat berjalan dengan sebaik mungkin. Semua kebutuhan
umat terkait proses ritual peribadatan harus tersdia dan terjaga selama waktu yang
tidak terbatas Bastian, 2007). Dalam konteks pelayanan secara luas dapat dimaknai
sebagai pelayanan kepada umat secara menyeluruh menyangkut berbagai aspek
kehidupan beragama dan bermasyarakat dari umat beragama tersebut. Hal tersebut
tergantung bagaimana masyarakat setempat dalam memposisikan peran dan fungsi
tempat ibadah tersebut. Sebagai contoh, apabila masjid difungsikan sebagai pusat
aktivitas masyarakat sekitar maka masjid tidak hanya sebagai tempat shalat dan
berdzikir saja melainkan dapat difungsikan sebagai fasilitator untuk membahas
permasalahan sosial kemasyarakatan seperti upaya peningkatan kualitas hidup dengan
mendirikan baitul maal. Di bidang pendidikan dapat menyelenggarakan pendidikan
agama untuk anak-anak samai orang tua.
Meskipun tujuan utamanya adalah pelayanan umat, bukan berarti organisasi
keagamaan tidak memiliki tujuan keuangan (Bastian, 2007). Tujuan keuangan pada
organisasi ini ditujukan untuk mendukung terlaksananya tujuan pelayanan
peribadahan yang memadai sesuai standar sesuai dengan aturan ajaran agama tersebut
(Shari’a), serta menunjang tujuan lainna seperti sosial kemasyarakatan maupun
pendidikan. Tujuan keuangan ini bukan untuk mencari profit melainkan untuk
membiayai kebutuhan beribadah umat dalam tempat ibadah dan fungsi sosial
keagamaan lain.
Seperti organisasi atau lembaga publik lain, orgnisasi keagamaan juga
mengalami tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomis dan biaya
sosial, serta damak positif dan negatif dari aktivitas yang dilakukannya (Bastian,
2007). Semestinya, dengan adana beberapa tuntutan tersebut dapat menyebabkan
akuntansi diterima dengan cepat dan diakui sebagai ilmu yang dibutuhkan untuk
mengelola urusan-urusan ublik, termasuk lembaga atau organisasi di lingkup
organisasi keagamaan. Namun kenyataannya yang ada kebanyakan pengelola dan
pengurus organisasi keagamaan belum menyadari pentingnya menciptakan tata kelola
yan baik. Salah satu usaha untuk menciptakan tata kelola yang baik adalah dengan
mnciptakan akuntabilitas yang baik dengan menyelenggaakan praktik akuntansi.

C. FUNGSI DAN PERAN ORGANISASI PERIBADATAN


Masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, melainkan berfungsi
sebagai tempat melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan. Di era sekarang,
masjid tidak lagi menjadi pusat keagamaan seperti di era Nabi Muhammad saw.
Namun masjid sebagai pusat pendidikan, budaya islam, pusat soaial kemasyarakatan
dan pusat ekonomi masih mungkin dijalankan. Dalam konteks ini, organisasi
peribadatan yang dicontohkan masjid dalam konteks ini berfungsi sebagai:
a. Tempat beribadat dan mendekatkan diri kepada Allah swt.
b. Tempat pembinaan kesadaran dalam beragama bagi umat agama tesebut.
c. Tempat bermusyawarah untuk memecahkan permasalahan umat muslim.
d. Tempat berkumpulnya umat muslimin (silaturahim).
e. Tempat membina kerukunan dan gotong-royong antar umat muslim dengan
memperkokoh ikatan batin dan rasa sepersaudaraan seiman sehingga mewujudkan
kesejahteraan bersama.
f. Pusat pendidikan dan pengajaran agama islam bagi umat muslim disekitarnya.
g. Tempat mengumpulkan dana, menyimpan dan mengelola.
h. Tempst melaksanakan pengaturan dan pengawasan sosial.
Sementara berdasarkan tujuan dan fungsi organisasi masjid, paling tidak
masjid memiliki dua peranan besar yaitu sebagai pusat ibadah dan sebagai pusat
pembinaan umat (politik, ekonomi, sosial, pendidikan dan budaya).
D. MANAJEMEN ORGANISASI PERIBADATAN
Pengelolaan dan pengurusan atau manajemen tempat peribadatan biasanya berada
pada satu tokoh agama yang disegani. Tokoh atau kelompok yang berpengaruh ini
biasanya mengarahkan semua kebijakan dan pengelolaan organisasi. Misalkan dalam
masjid di desa-desa tokoh tersebut, biasanya seorang ulama dapat saja menjalankan
beberapa peran, seperti merangkap menjadi imam, khatib, panitia zakat, dan
penyelenggara jenasah.

Biasanya struktur organisasi pada organisasi peribadatan, termasuk masjid, tidak


terlalu formal dan sederhana. Biasanya pada organisasi masjid dikenal pengurusnya
dengan sebutan ta’mir masjid yang terdiri dari pelindung, ketua, wakil ketua,
sekertaris dan wakilnya, bendahara dan wakilnya, seksi-seksi dan pembantu umum.
Pelindung biasanya dijabat oleh kepala desa atau dusun dan seorang tokoh agama,
ketua dan wakilnya biasanya dari kalangan tokoh agama atau tokoh masyarakat
setempat. Sementara untuk posisi lain biasanya dari kalangan pemuda setempat.
Selain kepengurusan masjid, juga ada satu atau lebih organisasi diluar pengurus inti
ta’mir masjid, namun masih memiliki hubungan koordinatif atau berada dibawah
ketua ta’mir. Badan organisasi tersebut biasanya disebut dengan “Badan
Kesejahteraan Masjid (BKM)” atau “Remaja Masjid” yang memiliki struktur
organisasi sendiri, namun masih menjadi bagian dari organisasi masjid secara
keseluruhan.

E. MANAJEMEN KEUANGAN ORGANISASI PERIBADATAN


Pada umumnya manajemen keuangan didefinisikan sebagai pengorganisasi
kekayaan yang ada pada suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai
organisasi tersebut. Dalam konteks organisasi peribadatan, manajemen keuangan
organisasi peribadatan adalah usaha yang dilakukan pengelola tempat peribadatan
dalam menggunakan dana umat sesuai dengan ketentuan dalam ajaran agama dan
kepentingan umat beragama, serta bagaimana memperoleh dana dari umat dengan
cara-cara yang dibenarkan ajaran agama. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
dalam manajemen keuangan terdapat dua fungsi yaitu :

a) Fungsi Mendapatkan Dana


Dalam fungsi pertama adalah bagaimana cara pengelola organisasi
peribadatan dalam mendapatkan dana yang sesuai dengan ajaran agama dan
tidak memberatkan umat.
b) Fungsi Menggunakan Dana
Dari fungsi ini adalah bagaimana menggunakan dana secara efektif dan
efisien. Dalam fungsi ini juga mencakup pertanggungajawaban pengelolaan
dana. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan oleh Ayub (1996) dalam
konteks organisasi masjid, bahwa keuangan masjid meliputi cara
mengumpulkan dana, sumber pendanaan, pengelolaan dan
pertanggungjawaban dana masjid.

Akuntansi yang diterapkan pada organisasi keagamaan memiliki kaitan erat


dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik yang
dimaksud adalah para anggota, umat, atau pengikut agama di organisasi keagamaan
yang bersangkutan. Domain publik dari organisasi masjid adalah umat muslim secara
keseluruhan pada umumnya, dan masyarakat sekitar pada khususnya.

F. AKUNTABILITAS PADA ORGANISASI PERIBADATAN, PENTINGKAH ?


Dalam konteks organisasi masjid, pengelolaan keuangan dan administrasi
merupakan hal yang penting dalam mengelola masjid (Ayub, 1996). Kalau
pengelolaan keuangan masjid dapat dilaksanakan dengan baik, itu pertanda pengurus
masjid adalah orang yang dapat dipercaya dan bertanggung jawab. Sebaliknya, jika
pengelolaan keuangan dilaksanakan dengan tidak baik, maka akan berakibat
timbulnya fitnah dan pengurusnya akan dinilai sebagai orang yang tidak dapat
dipercaya dan tidak bertanggung jawab. Pola pertanggungjawaban di organisasi
keagamaan dapat bersifat vertikal maupun horizontal. Pertanggungjawaban vertikal
adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi,
seperti kepada pembina apabila organisasi keagamaan memakai sistem
struktural.msedangkan pertanggungjawaban horizontal adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas, khususnya pengguna atau penerima layanan organisasi
keagamaan yang bersangkutan. Apabila seseorang mengabaikan pola
pertanggungjawaban horizontal ini akan berdampak pada tidak percayanya
masyarakat terhadap engurus dan timbulnya fitnah di masyarakat.
G. PERAN STRATEGIS AKUNTANSI DALAM ORGANISASI PERIBADATAN
Bahwa akuntanbilitas penting bagi organisasi masjid dan harus dijalankan
dengan baik. Untuk menciptakan akuntanbilitas yang baik diperluklan sistem
pencatatan yang baik dan tertib. Akuntansi merupakan aktivitas mencatat,
mengidentifikasi, mengklasifikasi, dan mengeloh transasksi dari suatu organisasi yang
dapat menhasilkan informasi keuangan yang menggambarkan kondisi organisasi
tersebut. Sehingga untuk menciptakan akuntabilitas yang baik diperlukan sistem
akuntansi yang baik pula. selain untuk akuntabilitas, akuntansi juga bertujuan untuk
pengendalian manajemen, dari mulai tahap perencanaan sampai ke tahap pelaksanaan,
serta bermanfaat untuk penyediaan infromasi yang andal dan relevan.
Sistem akuntansi dapat menghasilkan informasi yang berguna, baik bagi
manajemen maupun pihak eksternal. Bagi manajemen, informasi akuntansi dapat
digunakan sebagai dasar mengalokasikan dana yang diperoleh dan menentukan nilai
ekonomis aktivitas-aktivitas yang ada dalam organiasi peribadatan. Sedangkan, bagi
pihak eksternal, akuntansi dapat dijadikan sarana untuk menilai pertanggungjawaban
atas dana yang dikelola oleh pengurus masjid.
Manfaat yang dihasilkan oleh informasi akuntansi akan memengaruhi seberapa
strategisnya peranan akuntansi dalam pengelolaan organisasi masjid. Sebagiamana
telah dijelaskan bahwa organisasi keagamaan selain bertujuaan untuk melayani
peribadatan umat, juga memiliki tujuan keuangan. Tujuan keuangan akan menjadi
pendukung dan penunjang tercapainya tujuan utama organisasi keagamaan yaitu
melayani ritual ibadah umat di dalam tempat ibadah, dan tujuan lainnya, seperti tujuan
untuk mencerdaskan umat. Untuk mencapai tujuan tersebut pasti diperlukannya
pembiayaan atau pendanaan untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang dapat
mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Tujuan utama didirikan masjid adalah untuk menjadi pusat ritual ibadah umay
muslim seperti solat berjamaah, sholat jumat, pengajian dan rutinitas dan berzikir.
Untuk mendukung tujuan tersebut aspek kebersihan harus diperhatikan. Kebersihan
menurut islam adalah yang suci dari najis dan bagi orang yang beribadah, selain suci
dari najis, juga suci dari hadats besar dan kecil. Setiap masjid pasti memiliki fasilitas
untuk bersuci, yaitu tempat wudlu dan kamar mandi diantaranya pengunjung laki-laki
dan perempuan harus dipisah. Untuk menjamin kebersihan masjid dan fasilitas
lainnya yang juga memenuhi syariat islam, perlu kiranya pengurus membuat standar
pelayanan untuk kebersihan dan kesucian masjid. Standar pelayanan tersebut
mensyaratkan adanya standar belanja atau standar biaya.
Akuntansi dapat juga dijadikan sebagai alat untuk mengembangkan fungsi dan
peran masjid selain untuk tempat peribadatan. Misalnya, untuk peran mencerdasakan
umat.Pengurus masjid dapat menyelenggarakan p[endidikan agama bagi masyarakat
sekitarnya. Untuk mewujudkan hal itu diperlukan dana yang tidak sedikit. Dengan
akuntansi, maka dapat ditentukan secara akurat berapa dana yang diperlukan untuk
membiayai kegiatan ibadah rutin masjid, dan berapa sisa dana yang dapat
dimanfaatkan untuk melaksanakan tujuan dan fungsi masjid selain untuk ibadah ritual
yang rutin. Dengan infromasi akuntansi dapat dijadikan dasar untuk mengembangkan
fungsi masjid yang lainnya, seperti kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya. Akuntansi
bermanfaat untuk menyusun perencanaan yang baik. Perencanaan yang baik akan
mampu menyinergikan antara tujuan dengan sumber daya organisasi, sehingga dapat
disusun prioritas dan target kinerjanya.
Dengan peraturan yang cepat, dana masjid tidak terbuang dengan percuma,
bahkan deposit dana yang ada sedapat mungkin diusahakan berkembang. Dana itu
dimanfaatkan sesuai dengan prioritas dan rencana yang disusun. Dari dana yang
tersedia, kegiatan ibadaha dapat disemarakan dengan kegiatan memakmurkan masjid
dan muamalah. Akuntansi juga dapat sebagai alat pengendali manajemen.
Pengendalian manajemen dimaksudkan untuk menjamin aktivitas organisasi sesuai
dengan tujuan oraganisasi yang hendak dicapai. Maksudnya akuntansi tidak hanya
sebagai pengendali dalam tahap perencanaan saja, melainkan juga pengendalian pada
tahap pelaksanaan.
Dengan menerapkan sistem akuntansi yang baik, diharapkan akan tercapainya
pengendalian internal yang baik pula. Sehingga, pengurus masjid tidak mudah untuk
melakukan penyimpangan, dari tujuan organisasi maupun penyimpangan karena
adanya faktor moral hazard. Selain itu, akuntansi dapat membantu pengelola untuk
mengelola dana masjid secara lebih akuntabel, lebih transparan, lebih amanah, dan
lebih terarah (efektif dan efisien).

H. IMPLEMENTASI AKUNTANSI PADA ORGANISASI TEMPAT IBADAH


Organisasi keagamaan atau organisasi peribadatan atau organisasi tempat
ibadah termasuk dalam kategori organisasi nirlaba. Untuk itu perlakuan
akuntansinya dan pelaporan keuangannya mengacu pada PSAK No 45 tentang
standar Akuntansi untuk entitas Nirlaba. Ayub (1996) menyatakan bahwa faktanya
laporan keuangan masjid masih dibuat dalam bentuk dua lajut, yaitu lajur
pemasukan dan pengeluara. Laporan keuangan masjid memuat dari mana saja
sumber dan diperoleh dan untuk apa saja dana tersebut dikeluarkan. Pada setiap
minggu atau akhir bulan kedua lajur tersebut kemudian dijumlah dan ditandingkan
sehingga menghasilkan selisih. Seringkali terjadi selisish plus, dan jarang sekali
yang minus. Namun kenyataannya ada saldo dana masjid semakin besar dan sering
kali masih banyak yang tidak dipergunakan. Bila digunakan atau dimanfaatkan dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kesejahteraan umat. Agar pemanfaatan benar,
efektif dan efisien diperlukan alat untuk menghasilkan informasi yang akurat dan
relevan yaitu sistem akuntansi.
Pada praktik pembukuan atau akuntansi yang ada masih menggunakan sistem
tata buku tunggal (singel entry) dan berbasis kas. Ritonga (2010) menyebutkan
singel entrymemiliki kelemahan yaitu informasi yang dihasilkan tidak komprehensif
dan tidak integral. Sehingga informasi yang parsial (sepotong-potong) tidak
memadai untuk pengambilan keputusan yang berguna. Kelemahan basis kas adalah
1. Informasi yang lebih kompleks tidak dapat dihasilkan
2. Hanya terfokus pada aliran kas dan mengabaikan aliran sumber daya lain
3. Pertanggungjawaban kepada umat jadi terbatas hanya pada penggunaan kas
dan tidak pada sumber daya yang lain.
Untuk itu sistem pembukuan yang diterapkan selama ini harus dirubah
menjadi sistem akuntansi berbasis akrual dan menggunakan double entry. Dengan
begitu informasi yang dihasilkan dapat lebih berguna bagi pengambilan keputusan
manajemen dan pertanggungjawaban manajemen.
Perbedaan utama yang mendasar dengan organisasi swasta atau bisnis adalah
pada cara organisasi memperoleh sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
berbagai aktivitas operasionalnya. Organisasi yang memperolehsumber daya dari
sumbangan para anggota-dalam hal ini umat dan para penyumbang lainnya tidak
mengharapkan imbalan apa pun dari organisasi tersebut. Menurut kondisi ini,
transaksi yang jarang atau tidak akan pernah terjadi dalam organisasi bisnis mana
pun.
Siklus akuntansi pada suatu entitas nirlaba :
Siklus akuntansi pada organisasi nirlaba termasuk organisasi masjid, dikelompokkan
dalam tiga tahap.
1. Tahap pencatatan, terdiri dari kegiatan pengidentifikasian dan pengukuran
dalam bentuk transaksi dan buku pencatatan, kegiatan pencatatan buktu
transaksi ke dalam buku jurnal, dan memindah bukukan (posting) dari jurnal
berdasarkan kelompok atau jenisnya ke dalam akun buku besar.
2. Tahap pengikhtisaran, terdiri dari penyusunan neraca saldo berdasarkan akun-
akun buku besar, pembuatan ayat jurnal penyesuaian, penyusunan kertas kerja,
pembuatab ayat jurnal penutup, membuat neraca saldo setelah penutupan,
membuat ayat jurnal pembalik.
3. Tahap pelaporan, yang terdiri dari laporan surplus-defisit, laporan arus kas,
neraca, dan catatan atas laporan keuangan.

I. LEMBAGA AMIL ZAKAT


Lembaga adalah badan (organisasi) yang tujuannya melakukan penyelidikan
suatu keilmuan atau melakukan suatu usaha. Menurut Undang-undang No 23 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 1 ayat (8) disebutkan bahwa Lembaga Amil
Zakat yang disingkat LAZ adalah lembaga yang dibentuk masyarakat yang memiliki
tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat. Jadi,
lembaga amil zakat adalah lembaga atau institusi atau badan yang didalamnya
terdapat sekelompok orang yang disahkan pemerintah, baik dibentuk oleh pemerintah
maupun masyarakat, bertugas membantu pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat demi kemaslahatan umat.

Dasar Hukum

1. Undang-undang No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat


2. Peraturan Presiden No 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
3. Keputusan Menteri Agama No 373 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Undang-
undang No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat
4. Keputusan Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No
291/D Tahun 2000 tentang pedoman teknis Pengelolaan Zakat
5. Insruksi Presiden RI No 3 Tahun 2014
6. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional No 1 Tahun 2014
7. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional No 2 Tahun 2014
8. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional No 1 Tahun 2016
9. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional No 1 Tahun 2016

Prinsip, Azas dan Tujuan

Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi islam, karena zakat merupakan
salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi Islam. Zakat memiliki
enam prinsip yaitu :

1. Prinsip keyakinan keagamaan, yaitu bahwa orang yang membayar zakat


merupakan salah satu maniestasi dari keyakinan agamanya.
2. Prinsip pemerataan dan keadilan, merupakan tujuan sosial zakat yaitu membagi
kekayaan yang diberikan Allah lebih merata dan adil kepada manusia.
3. Prinsip produktivitas, yaitu menekankan bahwa zakat memang harus dibayar
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka
waktu.
4. Prinsip nalar, yaitu sangat rasional bahwa zakat harta yang menghasilkan harus
dikeluarkan.
5. Prinsip kebebasan, yaitu bahwa zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas atau
merdeka.
6. Prinsip etika dan kewajaran, yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena, tapi
melalui aturan yang disyariatkan.

Asas-asas Lembaga Pengelolaan Zakat adalah :

1. Syariat Islam
2. Amanah
3. Kemanfaatan
4. Keadilan
5. Kepastian hukum
6. Terintegrasi
7. Akuntabilitas

Berdasarkan Pasal 3 UU No 23 Tahun 2011, tujuan pengelolaan zakat adalah :

1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.


2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan
penanggulangan kemiskinan.

Akuntansi Zakat
Akuntansi zakat memiliki fungsi penting dalam pengelolaan keuangan lembaga
pengelola zakat, infak dan sedekah, amil zakat, lembaga zakat, lembaga amil zakat,
atau badan amil zakat, seperti badan amil zakat nasional (Baznas). Kredibilitas badan
amil zakat di mata masyarakat, khususnya bagi para donatur sangat mempengaruhi
masa depan sebuah lembaga pengelola zakat, infak dan sedekah. Cara lembaga
pengelola zakat dalam membuktikan kredibilitasnya dalam pengelolaan zakat
dibuktikan dengan menyajikan laporan keuanagan sesuai dengan standar akuntansi,
yaitu sesuai dengn PSAK 109 tentang Akuntansi Zakat, Infak dan Sedekah. Menurut
PSAK 109, terdapat 5 komponen laporan keuangan bagi lembaga zakat yang terdiri
dari:
1. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
2. Laporan Perubahan Dana
3. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
4. Laporan Arus Kas
5. Catatan Atas Laporan Keuangan

Contoh laporan keuangan:


1. Laporan Posisi Keuangan
2. Laporan Perubahan Dana
3. Laporan Arus Kas
4. Laporan Perubahan Aset Kelolaan
BAB III

KESIMPULAN

Tempat ibadah sebenarnya tidak hanya bertujuan untuk menjadi tempat beribadah ritual
umat beragama yang sifatnya rutin. Namun, apbila tempat ibadah dapat dikelola dengan
konsep organisasi yang moderan dapat berkembang menjadi organisasi yang berperan dan
berfungsi melebihi tujuan utamanya, yaitu melayani peribadatan umat. Tujuan-tujuan yang
sifatnya sosial kemasyarakatan, pendidikan dan pengembangan budaya dapat dikembangkan
melalui organisasi tempat ibadah atau organisasi peribadatan atau organisasi
keagamanan.Keberadaan asjid tidak bisa dilepaskan dari pengelolaan dana yang berasal dari
amal atau sumbangan umat yang tidak mengharapkan imbalan apapun dari organisasi
tersebut. Nama demikian, tidak berarti masyarakat tidak mementingkan pertanggungjawaban
dari pengurus organisasi keagaman, misalnya takmir mesjid, terkait pengelolaan dana amal
masjid, untuk itu, akuntabilitas tetap penting di organisasi keagamaan.
Pola pertanggungjawaban diorganisasi keagamaan dapat bersifat vertikal dan
horizontal. Pertanggungjawaban vertikal adalah pertanggungjawaban atas pengelolaan dana
ke otoritas yang lebih tinggi. Pertanggungjawaban horizontal adalah pertanggungjawaban
kepada masyarakat luas. Ada tiga manfaat akuntansi adalah:
1. Penyediaan informasi yang akurat dan andal.
2. Menciptakan akuntabilitas publik.
3. Untuk pengendalian manajemen.
DAFTAR PUSTAKA

Halim, Abdul dan Muhammad Syam Kusufi. (2014). Teori, Konsep dan Aplikasi Akuntansi
Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

You might also like