You are on page 1of 8
@ Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Pneumokoniosis ‘Agus Dwi Susanto Departemen Pulmonologi dan Hmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ‘Rumah Sakit Persohabatan, Jakarta Abstrak: Preumokoniosis merupakan pensakit paru akibat kerja yang disebabkan oleh deposist debu di dalam para dan reaksi jaringan para akibat pajanan debu tersebut. Reaksi utama ‘akibat pajanan debu di paru adalah fibrosis. Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah karakteristk partikel debu, jumlah, lama pajanan dan respons saluran napas terhadap partikel debu. Sitotoksisitas partikel debu terkadap makrofag alveolar ‘memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis. Mediator inflamasi yang pal- ing banyak berperan pada patogenesis pnewnokoniosis adalah Tumor Necrosis Factor (TNF, 4G, Interleukin-(IL)-6, IL-8, platelet derived growth factor dan transforming growth factor (TGF )- B Silikosis, asbestosis dan pneumokoniosis batubara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak di seluruh dunia. Ada tiga krteria mayor dalam diagnosis pneumokoniosis: pajanan yang signifikan dengan debu mineral yang dicurigai dapat menyebabkan pneumokoniosis Uisertai dengan periode laten, gambaran spesifk penyakit terutama pada kelainan radiologi ddan tidak dapat didentfikasi penyakit lain sebagai penyebab. Klasifikasi International Labour Organization (ILO) digunakan untuk interpretasi gambaran radiologi kelainan parenkim difus. Tata laksana pneumokoniosis umumnya terbatas hanya pengobatan simptomatit. Tidak ada pengobatan yang efektif untuk mengurangi kelainan ataupun menghentikan progresivitas pneumokoniosis. Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. J Indon Med Assoc. 2011;61:503-510. Kata kunci: pneumokoniosis, patogenesis, diagnosis, tata laksana J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 03 Pneumokoniosis Pneumoconiosis Agus Dwi Susanto Department of Pulmonology and Respiratory Medicine, Faculty of Medicine Universias Indonesia! Perachabaton Hospital, Jakarta Abstract: Preumoconiosisis an oceupariona lug disease caused by dust deposition in the lungs ‘and he reacion of le parenchim towards it.The major reaction caused by dust deposition in the lungs isfibross. Major factors contributing to pathogenesis of pneumoconiosis were dus particle characteristic, amount, duration of exposure and airway response to dust particle. Citotoicity of dust particle 1 alveolar macrophage has important role in pathogenesis of pneumoconiosis. The inflammatory mediators which play major role in pathogenesis of pneumoconiosis includes tumor necrosis factor (TNF - interleukin (1L)-6, 1-8, platelet derived growth factor and transforming growth factor (TGF)-B. Silicosts, asbestosis and coal worker pneumoconiosis are the most “Frequent types ef pneumoconiosis around the world. There are three major criteria in the diagno” sis of pneumoconiosis: history of exposure with mineral dust tha is possible to cause pneumoco- hiosis with laten period of exposure, specific appearance ofthe disease especially radiologic ‘abnormality and no other cause can be identified. Intemational Labour Organization (ILO) classification is used for radiologic interpretation for difuse parenchimal abnormality. Manage _ment of pneumoconiosis is symptomatic treatment. There is no effective treatment known to cause regression of abnormality or stop progressvity of pneumoconiosis, Prevention is most important action in pneumoceniasis. J Indon Med Assoc. 2011;61:503-510. Keywords: pneumoconiosis, pathogenesis, diagnosis, management Pendahluan Perkembangan teknologi dan industri berdampak pula pada kesehatan. Industri menimbulkan polusi udara baik di dalam maupun di Ivar lingkungan Kerja sehingza mempe- ‘ngarubi sistem respirasi. Berbagai kelainan saluran napas dan paru pada pekerja dapat terjadi akibat pengaruh debu, as ataupun asap yang timbul dari proses industri Pneumokoniosis merupakan salah satu penyakt utama akibat kerja, terjadi hampirdi seluruh dunia dan merupakan masalah ‘yang mengancam para pekerja. Data World Health Organi- ation (WHO) tahun 1999 menunjukkan bahwa terdapat 1,1 {uta kematian oleh penyaikit akibat kerja di seluruh dunia, 5% dari angka tersebut adalah pneumokoniosis, Pada survei yang dilakukan di Inggris secara rutin yaitu surveillance of work- related and occupational respiratory disease (SWORD) menuinjukkan pneumokoniosis.hampir selalu menduduki peringkat 3-4 setiap tahun.” Preumokoniosis sudah dikenal lama sejak manusia mengenal proses penambangan mineral. Berbagai jenis debu ‘mineral dapat menimbulkan pneumokoniosis."* Deby asbes| dan silika serta batubara merupakan penyebab utama pneumokoniosis. Debu mineral lainnya dapat jusa me- ryebabkan pneumokoniosis. Peumokoniosis baru tampak secara klinis dan radiologis setelah pajanan debu ber- langsung 20-30 tahun, * Definist Istilah pneumokoniosis berasal dari balasa yunaniyaitu *pnewno” berarti paru dan “konis” berati debu. Terminologi pneumokoniosis pertama kali digunakan untuk mengeam- barkan penyakit paru yang berhubungan dengan inhalasi debu mineral.’ Pheumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan ber 1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika (silikosis), asbes (asbestosis) dan timah (stannosis) ‘Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumoko- niosis batubara Kelainan yang ditimbutkan oleh debu organik seperti ‘apas (bisinosis) 2 Istilah pneumokoniosis seringkali hanya dihubungkan dengan inhalasi debu anorganik. Definisi pneumokoniosis| adalah deposisi debu di dalam paru dan terjadinya reaksi Jaringan paru akibat deposisi debu tersebut** International ‘Labour Organization (ILO) mendefinisikan pneumokonio- sis sebagai suatu Kelainan yang terjadi akibat penumpukan 1000 kasus ‘pneumokoniosis tendiriatas 56% asbestosis, 38% silikosis| ddan 6% pneumokoniosis batubara. Prevalensi pneumoko- niosis batubara di berbaga pertambangan di Amerika Serikat dan Inggris bervariasi (2,5-30%) tergantung besarnya kandungan batubara pada daerah pertambangan tersebut, Studi surveilans yang dilakukan di Michigan, Amerika Serika, antara tahun 1987 hingga 1995 menunjukkan bahwa (60% lebih dari 577 pekerja pabrik/ perambangan yang telah bekerja selama minimal 20 tahun menderitasiikosis. Tahun 1996 silikosisdilaporkan terjai pada 60 orang dari 1072 pekerja pabrik mobil. Risiko penyakit ini meningkat seiring dengan Jama pajanan terhadap partikelsilika, Sebanyak 12% pekerja dengan masa kerja lebih dari 30 tahun menderitasilikosis.” ‘Data prevaensi pneumokoniosis nasional di Indonesia, ‘belum ada. Data yang ada adalah penetitian-penclitan berskata ec pada berbagai industri yang berisikoterjai pneumoko- niosis. Dar beberapa penelitian tersebut dtemukan prevatensi pneumokoniosis bervariasi0.5-9.8% (gambar 1). Penelitian Darmanio eal. di tambang batubara tahun 1989 menemukan prevalensi pneumokoniosis batubara sebesar 1,15%." Data penelitian di Bandung tahun 1990 pada pekerja tambang batu ‘menemukan kasus pneu-mokoniosis sebesar 3,19. Penelitian ‘oleh Bangun et al, tahun 1998 pada pertambangan batw di Bandung menemukan kasus pneumokoniosis sebesar 9,8%."* Kasmara (1998) pada pekerja semen menemukan kecurigaan pneumokoniosis 1,7%. Penelitian OSH center tahun 2000 pada pekerja keramik menemukan silikosis sebesar 1,5%."" Penelitian Pandu et ai. di pabrik pisau baja tahun 2002 ‘menemukan 5% gambaran radiologis yang diduga pneumioko- niosis. Damayanti et al. pada pabrik semen menemukan -Kecurigaan pneumokoniosis secara radiologis sebesar 0,54!" Sifat Debu dan Hubungannya dengan Penyakit Para Deby adalah aerosol yang tersusun dari partikel-patikel padat yang bukan termasuk benda hidup. Respons jaringan tubuh seseorang terhadap debu yang terinhalasi dipengaruhi ‘leh beberapa faktor antara lan sifat sik, kimia dan faktor 10 9 ‘sekasus pneumokoniosis J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 0s Pneumokoniosis pejame.*”"” Efek debu terhadap paru dipengaruhi oleh tingkat Pajanan debu, Tingkat pajanan debu ditentukan oteh kadar dobu rata-rata di udara dan waktu pajanan tertadap debu tersebut.'4" Sifat fisik Beberapa sifa! fisik agen/bahan yang terinhalasi sangat mempengaruhi respons jaringan paru. Keadaan fisik seperti bentuk partikel uap atau gas, ukuran dan densitas partikel, bbentuk dan kemampuan penetrasi mempengaruhi sifal migrasi dan reaksi tubuh Sifat kelarutan partikel juga berpengaruh, ccontohnya partikel tidak Tarut seperti asbestos dan sitika ‘meayebabkan reaksi lokal sedangkan zat yang larut seperti mangan dan berrylivm mempunyai efek sistemik. Gas dan uuap yang reatif tidak larut seperti nitrogen oksida teinhalasi Sampai saluran napas kecil sedangkan yang larut seperti amonia dan sulfur dioksida seringkali mengendap di hidung ddan nasofaring. Sifat higroskopis partikel meningkatkan ukurannya bila melalui saluran napas bawah, Silat elek- triksitas partikel juga menentukan letak deposisi di saluran napas. Sifat Kimia Beberapa sifat kimia yang penting adalah sifat asam atau basa, interaksiataa ikatan dengan substansi lain, sifat fibrogenisitas dan sifat antigenisitas. Sifat asa atau basa suatu bahan berhubungan dengan efek toksik pada silia, sel-sel dan enzim. Beberapa bahan mempunyai kecen- dorungan berinteraksi dengan substanst dalam paru dan jaringan, Karbonmonoksida dan asam sianida mempunyai efek sistemik sedangkan Komponen fluorin mungkin ‘mempunyai efek lokal dan sistemik. Sifat fibrogenisitas merupakan sifat suatu bahan menimbutkan fibrosis jaringan. DDebu fibrogenik adalah debu yang dapat menimbuTkan reaksi jaringan par (fibrosis) seperti batubara,silika bebas dan ashes. Contoh debu nonfibrogenik adalah debu besi, kapur, Karbon dan timah Sifatantigenisitas merupakan sifat bahan untuk dapat merangsang antibodi, contohnya spora jamur bila terinhalasi dapat merangsang respons imunologi Faktor Pejamu (host) Faktor pejamu (host) berperan penting pada respons {jaringan terhadap agen/bahan terinhalasi. Gangguan sistem pertahanan paru alami seperti kelainan genetik akan menggangeu kerja sitia, kecepatan bersihan dan fungsi ‘makrofag. Kecepatan dan reratabersihan adalah Karakteristik bawaan. Gangguan sistem pertahanan paru didapat contohnya karena obat-obatan, asap rokok, temperatur dan alkoliol mempengaruhi fungsi siia dan fungsi makrofag. Kondisi anatomi dan fisiologi saluran napas dan paru mempengaruhi pola pernapasan yang pada ak! ‘mempengaruhi deposisi agen/bahan terinhalasi. Keadaa imunologi contohnya alergi atau atopi: mempengarul respons terhadap suatu agen, “Mekanisme Deposisi Partikel di Saluran Napas ‘Tingkat deposisi partikel seperti debu di saluran napas. ‘dan paru dipengaruhi oleh konsentrasi debu, ukuran debu, wwaklu pajanan, rerata pernapasan dan volume tidal. Kon- sentrasi debu yang berhubungan dengan pneumokoniosis, iperkirakan >S000/ee udara.* Debu yang mudah dihirup berukuran 0,1 sampai 10 mikron.” Deposisi partikel debu di saluran napas dan paru terjadi melalui mekanisme impaksi, sedimentasi dan difusi atau gerak Brown, Impaksi ‘Mekanisme impaksi adalah kecenderungan partikel tidak ‘dapat berubah arah pada percabangan saluran napas. Akibat hal tersebut banyak partikel tertahan di mukosa hidung, far- ing ataupun percabangan saluran napas besar. Sebagian besar partikel berukuran lebih besar dari S mm tertahan di nasofaring. Mekanisme impaksi juga terjadi bila partikel tertahan di porcabangan bronkus karena tidak bisa berubah ara" Sedimentast Sodimentasi adalah doposisi partikel secara bertahap sesuai dengan berat partikel terutama berlaku untuk partikel, Derukuran sedang (1-5 mm). Umumaya partikel tertahan di saluran napas kecl seperti bronkiolus terminal dan bronkiolus, ‘espiralorius.°" Debu ukuran 3-5 mikron akan menempel pada mukosa bronkioli sedangkan ukuran 1-3 mikron (debu respirabel) akan langsung ke permukaan alveoli paru. Mekanisme terjadi karena kecepatan aliran udara sangat berkurang pada saluran napas tengah.*’ Sekitar 90% dari konsentrasi 1000 partikel perce akan dikeluarkan dari alveoli 10% sisanya diretensi dan secara lambat dapat menyebabkan pneumokoniosis.”"" Difusi Difusi adalah gerakan acak partikel akibat kecepatan aliran udara. Terjadi hanya pada partikel dengan ukuran kecil Debu dengan ukuran 0,1 mm sampai 0,5 mm keluar masuk alveoli, membentur alveoli sehinggs akan tertimbun di dinding alveoli (gerak Brown) ** “Mekanisme Pertabanan Paru terhadap Partikel Terinhalast Sebagian besar debu yang terinhatasi akan difiltrasioteh saluran napas atas atau dibersihkan oleh silia di saluran napas, Desar Pada prinsipnya sistem pertahanan tubuh terhadap partikel atau debu yang terinhalasi terdiri atas tiga sistem, pertahanan yang saling berkaitan dan bekerja sama yaitu: © Garis pertahanan pertama adalah filtrasi mekanik udara inspirasi di saluran napas atas dan bawah*” Filter saluran mapas alas terdiriatas rambut-rambut dan tipatan ‘mukosa (konka) yang menimbulkan turbulensi udara sehingga partikel tertahan di saluran napas atas.° Efektivitas filtrasi tersebut menentukan deposit partikel J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 12, Desember 2011 Pneumokoniosis pada saluran napas. Reseptor saluran napas berperan dalam menimbulkan konstriksi otot polos bronkus {ethadap irtasi kimia dan fisik, menurunkan penetr partikel dan gas berbahaya serta mencetuskan bersin ddan batuk.*" © Garis pertahanan ke-2 yaitu cairan yang metapisi saluran napas dan alveoli serta mekanisme bersilian silia a ‘mukositiar). Cairan tersebut berfungsi sebagai pertahanan fisik dan kimia berisi balan yang mempunyai sifat bakterisidal dan detoksifikasi.*"” Mekanisme bersihan mukosiliar (mukus disekresi oleh sel goblet dan kelenjar submukosa) membuat partikel dikeluarkan Kembali ke laring dan akhirnya ditelan.* © Garis pertalvanan ke-3 adalah pestahanan spesifik paru yang terbagi atas 2 sistem utama yaitu imunitas humoral (produksi antibodi) dan imunitas setuler (imfosit T).4” Makrofag merupakan sistem pertahanan seluler yang ‘membersibkan semua partikel kecil, Makrofag alveolar 'membersihkan partikel yang terdeposit dengan meka- nisme Fagositosis.* Patogenesis Pneumokoniosis, Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneu- mokoniosis adalah partikel debu dan respons tubuh Khususnya saluran napas terhadap partikel debu tersebut Komposisi kimia, sifat fisis, dosis dan lama pajanan ‘menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi pneumoko- niosis. Sitotoksisitas partikel debu terhadap makrofag alveo- lar memegang peranan penting dalam patogenesis pneu- imokoniosis. Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit tarut, Sifat kimiawi permukaan parikel debu yaitu aktivitas radikal bebas dan kandungan besi juga merupakan hal yang terpenting pada patogenesis ppneumokoniosis? Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respons smakrolag alveolar terhudap debu yang masuk ke unit respirasi paru, Terjadi fagositosis debu oleh makrofag dan proses selanjutnya sangattergantung pada sifa toksistas partikel debu.? Reaksi jaringan techadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika pajanan terhadap debu anorganik ccukup Tama maka timbul reaksiinflamasi awal. Gambaran tama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah. Alveofitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena dapat menimbutkan Tuka dan fi- brosis pada unit alveolar yang secaraklinis tidak diketalui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak rela inert ddan menumpak dalam jumiah relat banyak i paru dengan reaksijaringan yang minimal*7Debu imerrakan tetap berada di makrofag sampai terjadi kematian oleh makrofag karena umurnya, selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis, lagi oleh makrofag Iainnya, makrofag dengan debu di dalamnya dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melauisaturan mapas. Pada debu J Indon Med Assoe, Volum: 61, Nomo 2, Desember 2011 yang bersifat sitoktoksik, partikel debu yang difagositos makrofag akan menyebabkan kehancuran makrofag tersebut ‘yang diikuti dengan fibrositosis.® Menurut Lipscomb.” partikel debu akan merangsang makrofag. alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respons peradangan dan memulai proses proliferasi fibro- blast dan deposisi kolagen. Mediator yang paling banyak berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah Timor Necrosis Factor (TNF)-t, Interleukin (L)-6, IL-8, platelet derived growth factor dan transforming growth factor (TGP}-P. Sebagian besar mediator tersebut sangat penting untuk proses fibrogenesis.” Mediator makrofag penting yang bertanggung jawab terhadap kerusakan jaringan, pengum- plan sel dan stimutasi pertumbuhan fibroblast adalah: © Radikal oksizen/spesies oksigen reaktf dan protease. © Leukotrien LTB dan IL-8 yang bersifat kemotaksis techadap leukost © Sitokin IL-1, TNE-«, fibronektin, PDGF dan IGF- yang berperan dalam fibrogenesis. Sitokin telah terbukti berperan dalam patogenesis pneuimokoniosis. Pappas* merangkum sitokin yang diha- sitkan oleh makrofag alveotar dalam merespons partkel debu yang masuk ke paru yang selanjutnya menyebabkan fibro- sis pada jringan interstitial para. Sitokin in teri atasfaktor fibrogenesis seperti TNF-

You might also like