You are on page 1of 137

PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C

DAN MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP


STATUS GIZI, KESEHATAN, DAN FUNGSI GINJAL

FEBRINA SULISTIAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Pengaruh Suplementasi Vitamin


C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Febrina Sulistiawati
NRP. I051060071
ABSTRACT

FEBRINA SULISTIAWATI. The Effect of Vitamin C and Multivitamin


Mineral Supplementation on Nutritional Status, the Health, and Renal
Function. Under direction of RIMBAWAN and DADANG SUKANDAR.

Use of vitamin C and multivitamin mineral (MVM) supplement has grown


rapidly over the past several decades. According to several studies, supplement
users tend to have higher micronutrient intakes from their diet than nonusers.
Consequently, they have an increased intake but are also more likely to exceed the
upper level. The study was aimed to analyze the effect of vitamin C and MVM
supplementation on nutritional status, the health, and renal function through the
double blind randomized controlled trial.
Subjects were 93 of the female workers in PT Ricky Putra Globalindo Tbk,
Citeureup, Bogor who were randomly allocated to three treatments. The first
received only placebo (without vitamin C and MVM); the second received 1000
mg vitamin C; and the third received MVM supplement that contains 1000 mg
vitamin C, 45 mg vitamin E, 700 g vitamin A, 6,5 mg vitamin B6, 400 g folic
acid, 9,6 g vitamin B12, 10 g vitamin D, 10 mg Zn, 110 g Se, 0,9 mg Cu, and
5 mg Fe. The supplements were distributed and consumed daily during 10 weeks.
The effect of treatments on nutritional status based on body mass index
(BMI), the health status based on systolic and diastolic blood pressure, and the
renal function based on urea and cretainine blood serum were tested with Ancova.
The results showed the BMI, systolic and diastolic blood pressure, and urea were
not significantly different among the three treatments (p>0,05); the creatinine was
significantly different (p<0,05) on vitamin C and MVM treatments, but still on the
normal range.
The distribution of female workers based on BMI showed that more than
half of them have normal nutritional status (BMI 18,5-24,9 kg/m2). The
distribution based on systolic and diastolic blood pressure showed that most of
them were not hypertension (systolic <140 mmHg, diastolic <90 mmHg); and the
distribution based on urea and creatinine showed that most of them have normal
status (urea 8,0-25,0 mg/dl; creatinine 0,6-1,5 mg/dl).

Keywords: food supplement, nutritional status, health, renal function


RINGKASAN

FEBRINA SULISTIAWATI. Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan


Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal.
Dibimbing oleh RIMBAWAN dan DADANG SUKANDAR.

Saat ini penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan


terus menerus bertambah (NIH State of the Science Panel 2007). Pada umumnya,
konsumen mempercayai bahwa suplemen dapat membuat mereka berada dalam
kondisi yang lebih baik, memberikan tambahan energi, meningkatkan kesehatan,
serta mencegah dan mengobati penyakit. Menurut beberapa penelitian,
masyarakat yang mengkonsumsi suplemen vitamin C dan multivitamin mineral
(MVM) cenderung memiliki asupan mikronutrien dari makanan yang lebih tinggi
dibandingkan masyarakat yang tidak mengkonsumsi suplemen. Asupan tambahan
yang diperoleh dari suplemen kemungkinan dapat melebihi batas maksimum yang
diperbolehkan (tolerable upper intake level/UL). Berdasarkan hal tersebut, perlu
adanya suatu kajian mengenai keamanan suplemen vitamin C dan MVM agar
dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal yang membahayakan bagi konsumen
suplemen tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis konsumsi dan
tingkat konsumsi; (2) menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan MVM
terhadap status gizi berdasarkan indeks massa tubuh (IMT); (3) menganalisis
pengaruh suplementasi vitamin C dan MVM terhadap status kesehatan
berdasarkan keluhan, lama sakit, dan tekanan darah; (4) menganalisis pengaruh
suplementasi vitamin C dan MVM terhadap fungsi ginjal berdasarkan urea dan
kreatinin serum darah; serta (5) menganalisis perbedaan status gizi, kesehatan, dan
fungsi ginjal wanita pekerja antar perlakuan plasebo, suplemen vitamin C dan
MVM.
Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Pengaruh
Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral, Seluler, dan
Status Zat Gizi Antioksidan”, yaitu eksperimental murni teracak buta ganda
(double blind randomized controlled trial) dan telah mendapat persetujuan dari
Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Nomor
LB.03.04/KE/4294/2007. Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yakni
Februari hingga Juni 2008. Suplementasi zat gizi dilakukan di Pabrik Garmen PT
Ricky Putra Globalindo Tbk., Citeureup, Kabupaten Bogor; sedangkan analisis
serum darah dilaksanakan di Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor. Jumlah
wanita pekerja yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah 93 orang yang
selanjutnya diacak untuk mendapatkan salah satu dari tiga perlakuan (plasebo,
suplementasi vitamin C, dan MVM) sehingga tiap perlakuan terdiri dari 31 orang.
Suplemen diberikan setiap hari selama 10 minggu kepada wanita pekerja oleh
petugas dan perawat di klinik perusahaan. Suplemen yang diberikan berbentuk
tablet dan diminum langsung oleh wanita pekerja di depan petugas. Kandungan
vitamin C dalam suplemen vitamin C (tunggal) adalah 1000 mg; sedangkan
formula suplemen MVM terdiri dari 1000 mg vitamin C; 45 mg vitamin E; 700 g
vitamin A; 6,5 mg vitamin B6 ; 400 g folic acid; 9,6 g vitamin B12; 10 g
vitamin D; 10 mg Zn; 110 g Se; 0,9 mg Cu; dan 5 mg Fe. Suplemen yang
diberikan ini berasal dari perusahaan yang sama.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data
sosio demografi, konsumsi, status gizi, status kesehatan, dan fungsi ginjal. Data
sosio demografi dikumpulkan pada awal penelitian melalui wawancara. Data
konsumsi dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian dengan wawancara
menggunakan metode recall 2x24 jam dan food frequency questionnaire (FFQ).
Data status gizi meliputi berat dan tinggi badan dikumpulkan pada awal dan akhir
penelitian. Data status kesehatan dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian
melalui pengukuran tekanan darah dan pencatatan keluhan dan lama sakit. Data
fungsi ginjal dikumpulkan pada awal dan akhir penelitian meliputi kadar urea
serum darah dengan metode Berthelot dan kreatinin serum darah dengan metode
Jaffe. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik
menggunakan program SPSS 12.0 for Windows. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap variabel yang diuji digunakan analisis varian (analysis of
variance/Anova) dan analisis peragam (analysis of covariance/Ancova).
Analisis konsumsi setelah suplementasi menunjukkan bahwa rata-rata
konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan multivitamin mineral
lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata
konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Hasil uji Anova
menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata antar perlakuan hanya terdapat pada
konsumsi energi (p<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni menunjukkan
bahwa perbedaan tersebut terdapat antara perlakuan vitamin C dengan MVM.
Tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C wanita pekerja lebih tinggi pada
perlakuan multivitamin mineral dibandingkan dua perlakuan lainnya; sedangkan
tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Pengujian
dengan Anova menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C,
dan besi pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Analisis terhadap status gizi berdasarkan IMT menunjukkan bahwa baik
sebelum maupun setelah suplementasi, lebih dari separuh wanita pekerja pada
ketiga perlakuan termasuk dalam status gizi baik (nilai IMT antara 18,5 sampai
24,9 kg/m2). Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) IMT pada perlakuan plasebo
adalah 23,7±3,6 kg/m2; vitamin C adalah 22,5±3,4 kg/m2 ; dan MVM adalah
23,2±2,3 kg/m2. Setelah suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT perlakuan
plasebo adalah 23,7±3,7 kg/m2; vitamin C adalah 22,4±3,4 kg/m2 ; dan MVM
adalah 23,2±2,4 kg/m2. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi energi
sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa nilai IMT pada ketiga
perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Analisis terhadap status kesehatan menunjukkan bahwa rata-rata lama sakit
wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 4,3±4,9 hari; pada perlakuan
vitamin C adalah 2,1±2,8 hari; dan pada perlakuan multivitamin mineral adalah
2,5±3,6 hari. Hasil uji Ancova dengan usia, IMT, tekanan darah sistolik, diastolik,
konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi sebagai peubah perancu
menunjukkan bahwa lama sakit pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata
(p>0,05). Pengukuran tekanan darah baik sebelum maupun setelah suplementasi
pada ketiga perlakuan menunjukkan bahwa sebagian besar wanita pekerja
termasuk dalam kategori tidak hipertensi (sistolik <140 mmHg; diastolik <90
mmHg). Rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik wanita pekerja sebelum
suplementasi pada perlakuan plasebo adalah 100±13,1 mmHg; perlakuan vitamin
C adalah 98±8,2 mmHg; dan perlakuan MVM adalah 99±14,1 mmHg. Setelah
suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik pada perlakuan plasebo
adalah 99±11,4 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 95±6,8 mmHg; dan perlakuan
MVM adalah 97±9,5 mmHg. Pada tekanan darah diastolik sebelum suplementasi,
rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik wanita pekerja pada perlakuan plasebo
adalah 66±7,6 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; dan perlakuan
MVM adalah 66±8,4 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah
diastolik wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 66±8,0 mmHg; perlakuan
vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; sedangkan perlakuan MVM adalah 65±9,3
mmHg. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi
natrium sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa nilai tekanan
darah sistolik dan diastolik pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Analisis fungsi ginjal menunjukkan bahwa baik sebelum maupun setelah
suplementasi, sebagian besar wanita pekerja pada ketiga perlakuan termasuk
dalam kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl; kadar kreatinin
serum darah 0,6-1,5 mg/dl). Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea
serum darah wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 19,5±4,9 mg/dl;
perlakuan vitamin C adalah 19,2±5,0 mg/dl; dan perlakuan MVM adalah 22,1±6,4
mg/dl. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah pada
perlakuan plasebo adalah 21,2±5,0 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 20,8±4,6
mg/dl; dan perlakuan MVM adalah 21,4±4,2 mg/dl. Hasil uji Ancova dengan usia
dan konsumsi protein sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa
kadar urea serum darah pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05).
Pada analisis kadar kreatinin serum darah sebelum suplementasi, semua
perlakuan menunjukkan nilai rata-rata yang sama, yaitu 0,8±0,1 mg/dl. Setelah
suplementasi, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita pekerja adalah
0,8±0,1 mg/dl pada perlakuan plasebo dan MVM; sedangkan pada perlakuan
vitamin C adalah 0,9±0,1 mg/dl. Pengujian menggunakan Ancova dengan usia
sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang
nyata pada kadar kreatinin serum darah antar perlakuan (p<0,05). Uji lanjut
menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa perbedaan terdapat antara
perlakuan vitamin C dengan perlakuan MVM.
Simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) rata-rata
konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada perlakuan
MVM lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan
rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan
plasebo; (2) suplementasi vitamin C dan MVM tidak berpengaruh terhadap status
gizi wanita pekerja berdasarkan IMT; (3) suplementasi vitamin C dan MVM tidak
berpengaruh terhadap status kesehatan wanita pekerja berdasarkan lama sakit,
tekanan darah sistolik dan diastolik; (4) suplementasi vitamin C dan MVM tidak
berpengaruh terhadap kadar urea serum darah; (5) suplementasi vitamin C dan
multivitamin mineral berpengaruh terhadap kadar kreatinin serum darah, namun
kadarnya masih berada pada batas normal.

Kata kunci: suplemen makanan, status gizi, status kesehatan, fungsi ginjal
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik,
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C
DAN MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP
STATUS GIZI, KESEHATAN, DAN FUNGSI GINJAL

FEBRINA SULISTIAWATI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral
Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal
Nama : Febrina Sulistiawati
NRP : I051060071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Rimbawan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc.


Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Gizi Dekan Sekolah Pascasarjana


Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga

Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.

Tanggal Ujian: 15 Januari 2009 Tanggal Lulus:


PRAKATA

Bismillahirrohmanirrahim. Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur


penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha Segala atas limpahan rahmat,
hidayah dan karuniaNya sehingga penulisan tesis dengan judul “Pengaruh
Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Status Gizi,
Kesehatan, dan Fungsi Ginjal” ini dapat diselesaikan. Salawat serta salam tak lupa
dihaturkan kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga
dan sahabat-sahabatnya.
Tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan do‟a, dukungan, semangat, arahan,
bimbingan, dan kerjasama dengan berbagai pihak. Untuk itu, penulis ingin
menyampaikan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada yang
terhormat Bapak Dr. Rimbawan dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. selaku
komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan dan dukungannya sehingga
penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih dan penghargaan
penulis sampaikan pula kepada Ibu Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS. selaku penguji
luar komisi pada ujian tesis atas masukan dan sarannya sehingga penulisan tesis
ini dapat disempurnakan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan setulus-tulusnya penulis sampaikan
kepada Ibu Fitrah Ernawati dan keluarga atas segala bantuan dan dukungannya,
serta kepada seluruh tim penelitian Citeureup (Alia, Daus, Bu Tri, Bu Ita, Bu
Sondang dkk. dari Puslitbang Gizi Depkes Bogor, Suster Yuli, Suster Leni, Suster
Astri, dan Mbak Isha) atas segala bantuan dan kerjasamanya yang luar biasa.
Terima kasih pula kepada Manajemen PT Ricky Putra Globalindo Tbk. atas izin
yang diberikan untuk melaksanakan penelitian, dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada karyawati PT Ricky Putra Globalindo Tbk. yang bersedia
menjadi sampel dalam penelitian ini, terima kasih sebesar-besarnya atas
sumbangsih ibu-ibu bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Terima kasih tak terhingga dan penghargaan khusus penulis sampaikan
kepada ibu dan bapak tercinta, guru utama dan pertama penulis, atas segala ridho,
do‟a, dukungan, pengorbanan, dorongan semangat dan limpahan kasih sayang
yang setiap saat selalu dapat penulis rasakan, sejak penulis berada dalam
kandungan hingga saat ini dan tak kan pernah sanggup terbalaskan. Untuk kakak,
tak ada yang sulit selama ada kakak, terima kasih dan terima kasih atas
pengorbanan, do‟a, dukungan, dan segala-gala yang selalu kakak berikan dengan
tulus kepada adik. Adik-adik tercinta (Daru, Hafiz, Nia), sumber inspirasi kakak,
terima kasih atas do‟a, dukungan, dan kasih sayang yang selalu menyertai kakak.
Seluruh keluarga tercinta, bunda & bapak, semuanya takkan mungkin terjadi
tanpa ketulusan do‟a-do‟a dan kasih sayang kalian, terima kasih tak terhingga.
Kepada seluruh guru penulis, sejak taman kanak-kanak hingga perguruan
tinggi, dan seluruh guru di dunia yang dengan ketulusan, keikhlasan, dan
keridhoannya telah menebarkan ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis dan
seluruh penuntut ilmu lainnya, yang telah mengubah pasir menjadi mutiara, yang
selalu menjadi pelita penerang dalam gulita, terima kasih tak terhingga, terima
kasih dan terima kasih guru, jasamu tiada tara.
Yang tak akan pernah terlupakan, rekan merangkap ibu, kakak, dan saudara
penulis, GMK „06 (Bu Neneng, Bu Asih, Bu Mimi, Mbak Indah, Mbak Ketut,
Mbak Cica, Mbak Devi, Mbak Riska, Mbak Wiwik, Mbak Reni, Nunung, Rani,
Fahmi, Rusman), terima kasih atas segala dukungan, bantuan, dan kenangan indah
selama kuliah bersama. Adik-adik Kost Mega (Mona, Reni, Esti, Mpit, Mila,
Eno), Mbak Uci, Mbak Santi, terima kasih atas segala perhatian, bantuan, dan
kasih sayang yang selalu kalian berikan. Sahabat-saudara terbaik penulis (Tini,
Neng, Emy, Ela, Atik, Zhunk, Urul, Uji, Amri, dan semua-semuanya), terima
kasih atas persahabatan dan persaudaraan yang indah dan tulus dari kalian semua,
semua takkan ada artinya tanpa kalian.
Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu jalannya penelitian ini dan
telah memberi dukungan penuh kepada penulis, baik moral maupun material yang
tak bisa penulis tuliskan satu persatu, penulis haturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya. Semoga Allah Yang Maha Baik memberi balasan atas segala kebaikan
Bapak, Ibu, Saudara, dan Saudari dengan sebaik-baik balasan. Akhirnya, semoga
karya tulis ini memberi manfaat bagi kita semua. Amin.
Bogor, Januari 2009

Febrina Sulistiawati
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Masbagik, Lombok Timur pada tanggal 14 Februari


1983 dari Ayahanda H. Usman Fauzi dan Ibunda Hj. Sulhiah. Penulis merupakan
putri pertama dari empat bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMU
Unggulan Darul „Ulum 2 BPPT Jombang. Pendidikan Strata-1 diselesaikan pada
Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mataram
tahun 2005. Pada tahun 2006 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan
pendidikan pada Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................... 4
Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
Hipotesis Penelitian ....................................................................... 5
Manfaat Penelitian......................................................................... 5

TINJAUAN PUSTAKA
Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh ...................... 6
Bioavailabilitas Zat Gizi ............................................................... 6
Interaksi Antar Zat Gizi ................................................................ 7
Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral .......... 12
Suplemen Multivitamin Mineral ................................................... 18
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dan Tolerable Upper Intake
Level (UL).................................................................................... 19
Status Gizi.................................................................................... 22
Status Kesehatan .......................................................................... 23
Ginjal dan Fungsinya di dalam Tubuh .......................................... 24

KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................... 27

METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 29
Rancangan Percobaan................................................................... 29
Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 32
Cara Pemberian Suplemen............................................................ 32
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 34
Pengendalian Kualitas Data .......................................................... 34
Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 35
Definisi Operasional Variabel ...................................................... 43

HASIL DAN PEMBAHASAN


Karakteristik Wanita Pekerja ........................................................ 44
Konsumsi Pangan dan Zat Gizi..................................................... 45
Status Gizi.................................................................................... 51
Status Kesehatan .......................................................................... 54
Fungsi Ginjal................................................................................ 59
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...................................................................................... 63
Saran ............................................................................................ 64

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 65

LAMPIRAN ............................................................................................ 72
DAFTAR TABEL

Halaman

1 Interaksi yang melibatkan vitamin A .................................................. 10


2 Interaksi yang melibatkan vitamin E................................................... 10
3 Interaksi yang melibatkan vitamin C .................................................. 11
4 Interaksi yang melibatkan vitamin B .................................................. 11
5 Kategori suplemen multivitamin mineral dalam beberapa survey ....... 20
6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM
vitamin dan mineral yang digunakan dalam suplemen penelitian ........ 22
7 Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin
dalam periode 24 jam ......................................................................... 26
8 Formula suplemen multivitamin dan mineral ...................................... 34
9 Jenis dan cara pengumpulan data ........................................................ 35
10 Pengelompokan status gizi orang dewasa menurut IMT ..................... 37
11 Pengelompokan tekanan darah sistolik dan diastolik .......................... 38
12 Jenis dan kategori variabel ................................................................. 42
13 Sebaran wanita pekerja menurut kategori usia .................................... 44
14 Sebaran wanita pekerja menurut kategori pendidikan ......................... 45
15 Sebaran ukuran keluarga wanita pekerja ............................................. 45
16 Statistik pendapatan keluarga wanita pekerja ...................................... 45
17 Rata-rata konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan ................... 48
18 Tingkat konsumsi wanita pekerja dari makanan.................................. 49
19 Distribusi tingkat konsumsi energi dan protein wanita pekerja............ 50
20 Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja ........... 51
21 Distribusi wanita pekerja menurut kategori IMT ................................ 54
22 Keluhan dan rata-rata lama sakit wanita pekerja
selama suplementasi ........................................................................... 55
23 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah sistolik.................... 58
24 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah diastolik ................. 59
25 Distribusi wanita pekerja menurut kadar urea serum darah ................. 61
26 Distribusi wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah .......... 62
DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Hubungan antara pola konsumsi pangan, status gizi,


status kesehatan dan fungsi ginjal ....................................................... 28
2 Alur penelitian ................................................................................... 33
3 Rata-rata berat badan wanita pekerja .................................................. 52
4 Rata-rata indeks massa tubuh wanita pekerja ...................................... 53
5 Rata-rata tekanan darah sistolik wanita pekerja .................................. 56
6 Rata-rata tekanan darah diastolik wanita pekerja ................................ 57
7 Rata-rata kadar urea wanita pekerja .................................................... 60
8 Rata-rata kadar kreatinin wanita pekerja ............................................. 61
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Persetujuan etik (ethical clearance) .................................................... 73


2 Formulir persetujuan untuk mengikuti penelitian
(informed consent) ............................................................................ 74
3 Kuisioner status gizi dan kesehatan wanita pekerja ............................. 75
4 Prosedur penentuan urea serum darah ................................................. 83
5 Prosedur penentuan kreatinin serum darah.......................................... 84
6 Antropometri wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi ......... 85
7 Monitoring morbiditas wanita pekerja selama suplementasi ............... 88
8 Tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pekerja
sebelum dan setelah suplementasi ...................................................... 89
9 Kadar urea dan kreatinin wanita pekerja sebelum
dan setelah suplementasi .................................................................... 92
10 Frekuensi konsumsi wanita pekerja dari makanan
sebelum dan setelah suplementasi ...................................................... 95
11 Konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan
sebelum dan setelah suplementasi ...................................................... 101
12 Tingkat konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan
sebelum dan setelah suplementasi ...................................................... 104
13 Uji Anova konsumsi wanita pekerja sebelum
dan setelah suplementasi .................................................................... 107
14 Uji Anova tingkat konsumsi wanita pekerja sebelum
dan setelah suplementasi .................................................................... 109
15 Uji Anova antropometri, tekanan darah, urea,
dan kreatinin wanita pekerja sebelum suplementasi ............................ 111
16 Uji Ancova IMT wanita pekerja setelah suplementasi ........................ 112
17 Uji Ancova lama sakit wanita pekerja selama suplementasi ................ 113
18 Uji Ancova tekanan darah sistolik wanita pekerja
setelah suplementasi ........................................................................... 114
19 Uji Ancova tekanan darah diastolik wanita pekerja
setelah suplementasi ........................................................................... 115
20 Uji Ancova urea wanita pekerja setelah suplementasi ......................... 116
21 Uji Ancova kreatinin wanita pekerja setelah suplementasi .................. 117
22 Dokumentasi penelitian ...................................................................... 118
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, MS.
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Dalam 10 tahun terakhir, zat gizi mikro (vitamin dan mineral) mendapat
perhatian yang lebih besar dalam ilmu gizi internasional. Hal ini didorong oleh
semakin banyaknya penelitian yang mengungkapkan pentingnya peran vitamin
dan mineral bagi kesehatan manusia. Vitamin dan mineral sangat mempengaruhi
kualitas hidup manusia, diantaranya untuk mengatur fungsi otak, ketahanan tubuh
atau imunitas, fungsi kehamilan, dan pengolahan energi. Kekurangan zat gizi
mikro pada tingkat ringan sekalipun dapat mempengaruhi kemampuan belajar,
mengganggu produktivitas kerja, bahkan memperparah penyakit dan
meningkatkan kematian (Soekirman 2000).
Dalam laporan ACC/SCN Tahun 2000 disebutkan bahwa di negara
berkembang diperkirakan terdapat 3,9 milyar penduduk beresiko kekurangan zat
gizi mikro, dimana 1 milyar diantaranya sudah dalam keadaan sakit dan cacat.
Dengan beragam pangan yang tersedia, masyarakat harusnya dapat mencukupi
segala kebutuhan makro dan mikronutrien yang dibutuhkan tubuh untuk beragam
proses metabolisme. Namun sayangnya, sebagian besar penduduk dunia tidak
mampu untuk mengakses beragam pangan yang kaya akan mikronutrien. Hal ini
antara lain disebabkan oleh gaya hidup (life style) dan faktor sosial ekonomi. Oleh
karena itu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan penduduk adalah melalui pendekatan berbasis makanan berupa
fortifikasi dan suplementasi makanan (FAO/WHO 2001).
Menurut FAO/WHO (2001), fortifikasi merujuk pada penambahan zat gizi
pada makanan yang biasa dimakan. Woods (2001) menambahkan, fortifikasi
merupakan penambahan zat gizi ke dalam makanan terlepas dari apakah zat gizi
tersebut telah terdapat dalam jumlah yang cukup atau tidak di dalam makanan
dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi kekurangan satu atau beberapa
zat gizi pada suatu populasi atau kelompok khusus dalam suatu populasi.
Sedangkan suplementasi merujuk pada pemberian sediaan farmakologi zat gizi
secara periodik dalam bentuk kapsul atau tablet, atau melalui suntikan untuk
kelompok yang beresiko menderita kurang gizi yang memerlukan penanganan
secepatnya (FAO/WHO 2001). Dalam International Conference on Nutrition
2

tahun 1992, FAO/WHO menetapkan bahwa suplementasi zat gizi harus dibatasi
untuk kelompok rawan (vulnerable group) yang tidak dapat memenuhi
kebutuhannya akan zat gizi hanya melalui makanan, yaitu bayi dan anak-anak,
lansia, kelompok dengan sosial ekonomi rendah, orang terlantar, pengungsi,
penduduk yang berada dalam kondisi darurat, dan wanita usia subur (FAO/WHO
1992).
Selain kelompok-kelompok tersebut, kelompok lain yang memerlukan zat
gizi mikro dalam jumlah yang lebih tinggi adalah wanita pekerja. Kelompok ini
merupakan bagian dari wanita usia subur yang cenderung banyak terpapar stres
(Romeo et al. 2008), baik stres lingkungan (Romieu 2005) maupun stres karena
beban kerja (Nieman 2001). Selain itu, wanita pada usia ini juga mengalami
menstruasi secara berkala dan cenderung melakukan diet yang mengakibatkan
rendahnya intik vitamin dan mineral. Hal-hal ini menyebabkan wanita pekerja
rentan terkena masalah yang terkait dengan kekurangan zat gizi mikro.
Saat ini penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan
terus menerus bertambah (NIH State of the Science Panel 2007). Di Inggris, tidak
kurang dari 40% penduduk mengkonsumsi suplemen secara teratur (Read 2001).
Dalam Ransley (2001) disebutkan, pengguna suplemen di Inggris menghabiskan
dana antara 340 hingga 360 juta poundsterling setiap tahunnya. Sementara itu,
lebih dari setengah orang dewasa di Amerika dilaporkan menggunakan suplemen
makanan. Pada awal tahun 1990-an sekitar 25% wanita dewasa menggunakan
suplemen secara teratur, dan jumlah ini meningkat lebih dari 50% pada akhir
tahun 2000 (Neuhouser 2003). Pada umumnya, mereka mempercayai bahwa
suplemen dapat membuat mereka berada dalam kondisi yang lebih baik,
memberikan tambahan energi, meningkatkan kesehatan, serta mencegah dan
mengobati penyakit. Dalam Radimer (2004) disebutkan, menurut data NHANES
(National Health and Nutrition Examination Survey) tahun 1999-2000, suplemen
yang paling banyak dikonsumsi oleh orang dewasa di Amerika adalah
multivitamin mineral (35%) diikuti oleh vitamin E (12,7%) dan vitamin C
(12,4%).
Menurut beberapa penelitian, masyarakat yang mengkonsumsi suplemen
multivitamin mineral cenderung memiliki intik mikronutrien yang lebih tinggi
3

dibandingkan masyarakat yang tidak mengkonsumsi suplemen. Namun, intik


tambahan yang diperoleh dari suplemen ini kemungkinan besar dapat melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan (tolerable upper intake level/UL). UL
adalah angka paling tinggi dari suatu zat gizi yang bila dikonsumsi dalam jumlah
tersebut setiap hari tidak menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Intik
zat gizi yang melebihi UL dapat meningkatkan resiko negatif bagi kesehatan
konsumen.
Sebagian besar orang menganggap bahan-bahan yang digunakan dalam
suplemen multivitamin mineral aman. Namun terdapat beberapa hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa beberapa bahan dalam suplemen multivitamin mineral
dapat memberikan pengaruh merugikan, diantaranya bahwa kanker paru-paru
terjadi pada pekerja asbes dan perokok yang mengkonsumsi β-karoten. Selain itu,
kanker esofagus ditemukan pula pada pasien lansia di Cina yang diberikan
suplemen selenium, β-karoten, dan vitamin E dalam waktu yang lama. Pada
penelitian lain, pasien dengan antigen spesifik prostat tinggi pada awal penelitian
yang menerima intervensi multivitamin mineral memiliki resiko menderita kanker
prostat yang lebih tinggi. Suplemen vitamin D dan kalsium kemungkinan
meningkatkan resiko batu ginjal pada beberapa orang (NIH State of the Science
Panel 2007).
Sementara itu, suplemen vitamin C yang umumnya banyak pula dikonsumsi
masyarakat juga dapat menimbulkan efek negatif bila dikonsumsi dalam jumlah
yang melebihi UL. Dalam Goodman (1991) disebutkan, vitamin C memiliki efek
yang positif pada tahap penyembuhan beberapa jenis penyakit; diantaranya pilek,
asma, aterosklerosis, diabetes, jantung, berbagai jenis kanker, bahkan AIDS.
Namun, dalam jumlah yang melebihi UL vitamin C dapat menyebabkan gangguan
saluran pencernaan seperti diare (Mulholland & Benford 2007) dan batu ginjal
(Hathcock et al. 2005). Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya suatu kajian
mengenai keamanan suplemen vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis
tertentu agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi hal yang membahayakan bagi
konsumen suplemen tersebut.
4

Rumusan Masalah
Suplementasi zat gizi mikro dapat meningkatkan asupan zat gizi individu
yang berdampak pada status gizi dan kesehatan. Namun, asupan yang melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan (UL) dapat membahayakan individu
tersebut (Murphy et al. 2007). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status gizi?
2. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status kesehatan?
3. Apakah suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang
diberikan aman dilihat dari fungsi ginjal?

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi vitamin
C dan multivitamin mineral terhadap status gizi, kesehatan dan fungsi ginjal.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik sosio demografi (usia, pendidikan, ukuran dan
pendapatan keluarga) wanita pekerja.
2. Menganalisis konsumsi dan tingkat konsumsi wanita pekerja.
3. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status gizi (IMT) wanita pekerja.
4. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja.
5. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja.
6. Menganalisis perbedaan status gizi, kesehatan, dan fungsi ginjal wanita
pekerja antar perlakuan (pemberian plasebo, suplemen vitamin C dan
multivitamin mineral).
5

Hipotesis Penelitian
Untuk memudahkan jalannya penelitian maka diajukan hipotesis, bahwa:
1. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap
konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi wanita
pekerja.
2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status
gizi (IMT) wanita pekerja.
3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status
kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja.
4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja.
5. Tidak terdapat perbedaan pada kadar urea dan kreatinin wanita pekerja yang
diberi perlakuan plasebo dibandingkan yang diberi perlakuan suplemen
vitamin C dan multivitamin mineral.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang bahaya
tidaknya suplemen vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang diberikan
sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih dosis suplemen yang tepat
untuk dikonsumsi. Bagi penyusun program gizi dan kesehatan, penelitian ini
diharapkan menjadi masukan dalam menentukan dosis suplemen yang tepat
sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
6

TINJAUAN PUSTAKA

Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh


Metabolisme merupakan semua proses baik fisik maupun kimia yang terjadi
di dalam tubuh dan diperlukan untuk mempertahankan kehidupan. Proses-proses
ini berupa pemecahan zat-zat gizi untuk menghasilkan energi atau membentuk
struktur tubuh. Reaksi kimia yang terjadi memungkinkan tubuh mengeluarkan dan
menggunakan energi yang berasal dari makanan, mengubah suatu zat menjadi zat
lain, dan menyiapkan sisa-sisa zat untuk diekskresi. Terdapat sekitar seribu
macam reaksi yang kimia yang terjadi di dalam suatu sel tubuh (Almatsier 2003).
Vitamin, mineral, dan cairan di dalam tubuh diserap secara bersamaan
melalui mukosa usus halus. Beragam faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitas
vitamin dan mineral dalam proses ini. Setiap hari, sekitar 8 hingga 9 liter cairan
dari tubuh mengalir terus menerus melewati membran usus agar zat-zat gizi
berada dalam larutan. Sebagian besar vitamin dan air bergerak dari usus halus
menuju darah dengan difusi pasif.
Sementara itu, penyerapan mineral bersifat lebih kompleks dan berjalan
melalui tiga tahap. Pada tahap pertama, yaitu intraluminal stage, terjadi reaksi
kimia dan interaksi yang terjadi di dalam lambung dan usus halus. Reaksi ini
sebagian besar ditentukan oleh pH dan komposisi makanan yang memasuki
lambung, terutama mempengaruhi kation. Anion yang kecil seperti florida tidak
dipengaruhi baik oleh pH maupun oleh komposisi makanan dan diserap dengan
bebas. Tahap kedua adalah translocation stage, yang melewati membran menuju
sel mukosa usus halus. Transpor anion yang kecil kemungkinan terjadi hanya
melalui difusi. Untuk sebagian besar unsur kation, mekanisme dapat terjadi
melalui difusi fasilitatif atau transpor aktif. Selama tahap ketiga, yaitu
mobilization stage, mineral dapat diangkut melalui permukaan serosal usus
menuju aliran darah atau dipisahkan di dalam sel (Beyer 2004).

Bioavailabilitas Zat Gizi


Istilah bioavailabilitas secara umum didefinisikan sebagai penyerapan dan
pemanfaatan zat gizi (Fairweather-Tait 1997). Secara tidak langsung, penyerapan
dalam definisi tersebut mencakup pula ekskresi dan penyimpanan. Terdapat
7

beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, yaitu bentuk kimia dari zat
gizi; komposisi zat gizi dalam makanan atau suplemen; interaksi antar zat gizi;
dan faktor dari dalam individu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor
fisiologis, dan patologis (Krebs 2001).
Solomon et al. (2001) menambahkan, faktor fisiologis yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitas adalah kondisi pencernaan, umur, fungsi ginjal,
jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi tubuh, status gizi, status kesehatan, pola
dan komposisi makan, suplemen makanan, alkohol, suku bangsa, dan tambahan
dari faktor lingkungan seperti polusi, stres, dan penggunaan obat.
Menurut Anderson (2004), berdasarkan bioavailabilitasnya zat gizi dalam
makanan dibagi menjadi tiga kelompok: zat gizi dengan bioavailabilitas rendah
(besi, kromium, mangan); zat gizi dengan bioavailabilitas sedang (kalsium dan
magnesium); dan zat gizi dengan bioavailabilitas tinggi (natrium, kalium, klorida,
iodida, dan flourida).

Interaksi Antar Zat Gizi


Interaksi antar zat gizi, khususnya mikronutrien dapat terjadi melalui dua
mekanisme, yaitu: (1) satu jenis mikronutrien secara langsung mempengaruhi
absorpsi mikronutrien lainnya, dan (2) defisiensi atau kelebihan satu jenis
mikronutrien dalam organisme mempengaruhi metabolisme mikronutrien lainnya
(Lonnerdal 1988).
Interaksi Antar Mineral
Zat besi (Fe) dan Seng (Zn)
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa konsumsi Fe dalam dosis yang
tinggi akan mengurangi efisiensi absorpsi Zn (Solomons 1988). Kapasitas
absorpsi usus halus dan pengaturannya dalam reaksinya terhadap status Fe
individu paling bagus terlihat ketika seseorang mengkonsumsi Fe dalam dosis
tinggi selama beberapa periode dan tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung Zn. Dalam Almatsier (2003) disebutkan, sebagian Zn menggunakan
alat transpor transferin yang juga merupakan alat transpor Fe. Bila perbandingan
antara Fe dengan Zn lebih dari 2 : 1, transferin yang tersedia untuk Zn berkurang
8

sehingga menghambat absorpsi Zn. Dan sebaliknya, dosis tinggi Zn juga


menghambat absorpsi Fe.
Seng (Zn) dan Tembaga (Cu)
Interaksi antara Zn dan Cu dapat terjadi baik dalam keadaan gizi yang baik
maupun dalam keadaan gizi kurang. Sejumlah penelitian dengan hewan percobaan
menunjukkan bahwa intik Zn yang tinggi dapat mengurangi absorpsi Cu. Hal ini
disebabkan karena intik Zn yang tinggi akan meningkatkan kandungan tionein
dalam mukosa, dimana molekul ini mampu mengikat logam-logam yang serupa
termasuk Zn2+, Cu2+, Hg2+, dan Cd2+ (Solomons 1988).
Interaksi Antara Vitamin dengan Mineral
Asam Askorbat dan Zat Besi (Fe)
Asam askorbat dapat meningkatkan absorpsi besi non-heme. Hal ini
kemungkinan terjadi melalui dua cara, yakni melalui kemampuan mereduksi asam
askorbat sehingga Fe selalu berada dalam bentuk yang lebih mudah diserap, yaitu
Fe2+; dan sifat mengkelat asam askorbat yang membuat Fe selalu dalam bentuk
dapat larut dan dapat diserap. Dengan demikian, pada defisiensi asam askorbat
penyimpanan Fe rusak; demikian pula pada kelebihan asam askorbat, perpindahan
Fe dari pasien hemokromatosis dengan desferioksamin meningkat (Lonnerdal
1988).
Asam Askorbat dan Tembaga (Cu)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa intik asam askorbat yang tinggi
memiliki efek negatif terhadap metabolisme Cu. Asam askorbat yang tinggi
diyakini dapat merubah Cu2+ menjadi Cu1+ yang lebih sulit untuk diserap
(Lonnerdal 1988).
Seng (Zn) dan Vitamin E
Mekanisme interaksi antara seng dan vitamin E terjadi pada tingkat
membran. Seng dan vitamin E bekerjasama melindungi integritas membran sel.
Seng berperan dalam sistem enzim yang mencegah terjadinya radikal bebas
dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E
menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Dengan demikian,
konsumsi seng dalam jumlah cukup dapat menghemat penggunaan vitamin E
(Lonnerdal 1988; Almatsier 2003). Bunk et al. (1987) melaporkan bahwa absorpsi
9

usus halus dan atau transpor vitamin E plasma terganggu jika terjadi kekurangan
seng.
Seng (Zn) dan Vitamin A
Kekurangan seng dapat mengganggu metabolisme vitamin A. Pada kondisi
ini, sintesis alat angkut vitamin A yaitu protein pengikat retinol (retinol-binding-
protein/RBP) terganggu dan terjadi penurunan aktivitas retina reduktase.
Menurunnya aktivitas enzim ini menyebabkan terganggunya adaptasi terhadap
gelap (Lonnerdal 1988).
Vitamin A dan Zat Besi (Fe)
Dalam Lonnerdal (1988) disebutkan, kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya hematopoiesis. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa rendahnya retinol plasma dihubungkan dengan rendahnya hemoglobin,
besi serum, dan nilai kejenuhan transferin. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya transportasi besi dari hati dan atau penggabungan
besi ke dalam eritrosit.
Folat dan Seng (Zn)
Suplementasi folat diketahui dapat mengganggu absorpsi seng. Meskipun
pengaruh suplemen folat terhadap absorpsi seng secara langsung masih belum
pasti, jalur metabolisme yang menghubungkan antara folat dan seng telah
diketahui. Pasien yang menderita anemia megaloblastik (kekurangan folat)
memiliki kadar seng dalam eritrosit yang rendah. Terganggunya absorpsi folat
pada keadaan kekurangan seng juga dapat terjadi karena folate conjugase
(pteroilpoligammaglutamil hidrolase) yang merupakan brush border membran
enzim yang dibutuhkan untuk memecah bagian poligammaglutamat dari folat
adalah zinc-dependent enzyme (Chandler et al. 1986).
Interaksi Antar Vitamin
Vitamin dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui beragam cara. Satu
jenis vitamin dapat dibutuhkan untuk: (a) absorpsi atau metabolisme vitamin
lainnya; (b) melindungi vitamin lainnya dari kerusakan oksidatif; atau (c) menjaga
vitamin lainnya dari katabolisme atau ekskresi yang berlebihan. Akibat interaksi
ini, kekurangan salah satu jenis vitamin, bahkan kekurangan yang kecil dapat
memperburuk kekurangan atau meningkatkan kebutuhan vitamin lainnya.
10

Vitamin A
Vitamin A berinteraksi dengan vitamin larut lemak lainnya (D, E, K) dan
berinteraksi pula dengan vitamin C. Interaksi antar vitamin-vitamin ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Interaksi yang melibatkan vitamin A
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin C Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
menyebabkan menurunnya kadar
vitamin C dalam jaringan, dan
meningkatnya jumlah vitamin C
yang keluar melalui urin
Vitamin D Pada hewan, vitamin A dosis tinggi Morgan et al. (1937);
dapat melindungi dari beberapa gejala Taylor et al. (1968);
toksisitas vitamin D Metz et al. (1984)
Vitamin E Pada anak ayam, kadar vitamin A Sklan and Donoghue
yang tinggi meningkatkan kebutuhan (1982); Frigg and
vitamin E Broz (1984)
Vitamin K Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
dapat menyebabkan hipoprotrom- Suttie (1984)
binemia yang dapat diobati dengan
suplementasi vitamin K
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)

Vitamin E
Intik vitamin E yang tinggi dapat menyebabkan kekurangan vitamin larut
lemak lainnya bila vitamin-vitamin ini terdapat dalam jumlah yang terbatas dalam
makanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi untuk absorpsi pada sel
mukosa usus halus. Interaksi yang terjadi antara vitamin E dengan vitamin lainnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Interaksi yang melibatkan vitamin E
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin A Vitamin E dibutuhkan untuk metabo- Mc Laren (1959);
lisme normal vitamin A, pengganti Ames (1969); Bennett
vitamin A, dan melindungi dari bebe- et al. (1965); Arnrich
rapa gejala toksisitas vitamin A and Arthur (1980)
Vitamin B12 Vitamin E dibutuhkan untuk meng- Barness (1967);
ubah vitamin B12 menjadi bentuk Pappu et al. (1978)
koenzimnya. Pemberian vitamin E
dapat menghentikan ekskresi asam
metilmalonat, yang merupakan salah
satu indikator kekurangan vitamin B12
dari urin
Vitamin K Pada manusia, dosis tinggi vitamin E Corrigan and Marcus
(1200 IU/hari) dapat meningkatkan (1974); Helson (1984)
kebutuhan vitamin K sebagai anti-
koagulan
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
11

Vitamin C
Vitamin C berinteraksi dengan vitamin A, B6, B12, dan vitamin E. Interaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Interaksi yang melibatkan vitamin C
Jenis vitamin Interaksi Referensi

Vitamin A Pada tikus, asam askorbat kurang dari Mayfield and Roehm
250 mg/kg BB dapat meningkatkan (1956)
perubahan vitamin β-karoten menjadi
vitamin A. Pada jumlah yang lebih
banyak tidak menunjukkan adanya
pengaruh atau dapat menurunkan
pemanfaatannya
Vitamin B6 Pada manusia yang mengalami keku- Shultz and Leklem;
rangan vitamin C dilaporkan terjadi (1982); Baker et al.
peningkatan ekskresi piridoksin (1971)
Vitamin B12 Kelebihan vitamin C baik dalam makanan Herbert and Jacob
atau dalam aliran darah dapat merusak (1974); Marcus et al.
vitamin B12 pada kondisi fisiologis tertentu (1980); Hogenkamp
(1980)
Vitamin E Vitamin C dan vitamin E bekerjasama Leung et al. (1981);
sebagai antioksidan. Vitamin C dapat Lambelet et al. (1985)
mengganti vitamin E dengan mengha- Chen (1981)
silkan kembali tokoferol dari radikal
tokoferoksil. Terdapat beberapa bukti
pula yang menunjukkan bahwa vitamin
E dapat menggantikan vitamin C
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)

Vitamin B
Vitamin B memiliki interaksi yang kuat antara satu dengan lainnya. Vitamin
B dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk fungsi yang optimal. Kekurangan
salah satu vitamin B dapat menyebabkan ketidaknormalan metabolisme vitamin B
lainnya. Beberapa interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Interaksi yang melibatkan vitamin B
Vitamin yang Vitamin yang Interaksi Referensi
mempengaruhi terpengaruh
Vitamin B6 Vitamin C Kekurangan vit. B6 menurun- Baker et al.
kan kadar vit. C dalam plasma (1964)
Vitamin B6 Vitamin B12 Pada tikus, vit. B6 dibutuhkan Sauberlich
untuk absorpsi vit. B12 (1980)
Asam folat Vitamin B12 Pada manusia, kelebihan asam Herbert (1963)
folat dapat menutupi kekurang- Brody et al.
an vit. B12 dengan mengobati (1984)
gejala hematologi, tetapi tidak
dapat mengobati gejala neuro-
logi. Hal ini telah diamati pada
dosis 5 mg/hari
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
12

Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral


Vitamin A
Vitamin A memiliki beragam fungsi penting untuk tubuh, diantaranya untuk
fungsi normal pada sistem penglihatan, pertumbuhan dan perkembangan,
diferensiasi sel epitel, fungsi imun, reproduksi, dan anti kanker. Kekurangan
vitamin A (KVA) terjadi ketika simpanan tubuh habis terpakai sehingga
mengganggu fungsi fisiologis. Kekurangan ini dapat merupakan kekurangan
primer yang disebabkan oleh kurangnya konsumsi vitamin A atau kekurangan
sekunder karena adanya gangguan penyerapan dan penggunaannya di dalam
tubuh, kebutuhan meningkat, dan karena gangguan pada konversi karoten menjadi
vitamin A. Pada tahap awal, terjadi gangguan pada integritas sel epitel dan sistem
imun, kemudian diikuti pada sistem penglihatan. Akibatnya, terjadi peningkatan
keparahan penyakit infeksi dan resiko kematian khususnya pada anak-anak
(ACC/SCN 2000). Wanita usia subur juga rawan menderita KVA selama masa
kehamilan dan menyusui (Bloem et al. 1994).
Kelebihan vitamin A dapat terjadi jika mengkonsumsi vitamin A dengan
jumlah yang berlebihan dalam jangka waktu lama. Kelebihan dapat menyebabkan
kerusakan hati, sakit pada tulang dan sendi, alopecia, sakit kepala, muntah, dan
kulit mengering (FAO/WHO 2001). Konsumsi vitamin A lebih dari 7500 μg
(25.000 IU) setiap hari pada wanita di awal masa kehamilan dapat menyebabkan
kelainan pada janin (Hathcock 1997). Dalam Brody (1999) disebutkan, wanita
hamil yang mengkonsumsi vitamin A 10 kali atau lebih dari kecukupan yang
dianjurkan dapat menyebabkan kerusakan otak pada bayi. Oleh karena itu, wanita
dianjurkan untuk mengkonsumsi vitamin A dalam dosis rendah yakni <10.000
IU/hari atau 25.000 IU/minggu (WHO 1998). Namun, kelebihan ini hanya terjadi
bila dimakan dalam bentuk vitamin A. Karoten tidak dapat menimbulkan gejala
kelebihan karena absorpsi karoten menurun bila konsumsi tinggi. Selain itu
sebagian dari karoten yang diserap tidak diubah menjadi vitamin A, tetapi
disimpan di dalam lemak.
Vitamin D
Vitamin D khususnya kalsitriol (1,25 dihidroksivitamin D3) terutama
berfungsi seperti hormon steroid. Vitamin D menjaga homeostasis kalsium dan
13

fosfor, dan bersama vitamin C, A, hormon-hormon paratiroid dan kalsitonin,


protein, dan beberapa mineral membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang
(Almatsier 2003). Gallagher (2004) menambahkan, kalsitriol memegang peranan
penting dalam diferensiasi sel, proliferasi sel, dan pertumbuhan banyak jaringan
tubuh termasuk kulit, tulang, pankreas, sel saraf, kelenjar paratiroid, dan sistem
imun.
Kekurangan vitamin D dapat menyebabkan kelainan tulang, yang pada
anak-anak dinamakan ricketsia dan pada orang dewasa disebut osteomalasia.
Selain itu, kekurangan vitamin D pada orang dewasa dapat pula menyebabkan
osteoporosis. Sedangkan konsumsi vitamin D dalam jumlah berlebihan mencapai
5 kali AKG akan menyebabkan keracunan dengan gejala kelebihan absorpsi
vitamin D yang akhirnya menyebabkan kalsifikasi berlebihan pada tulang dan
jaringan tubuh seperti ginjal, paru-paru, dan organ tubuh lain (Almatsier 2003;
Gallagher 2004).
Vitamin E
Fungsi utama vitamin E adalah sebagai antioksidan yang melindungi
kerusakan membran sel dan asam lemak jenuh ganda dari oksidasi radikal bebas.
Selain itu, vitamin E berperan dalam memelihara integritas membran sel, sintesis
DNA, sistem imun, mencegah penyakit jantung koroner, mencegah keguguran
dan sterilisasi, serta mencegah gangguan menstruasi. Namun, fungsi-fungsi ini
masih perlu membutuhkan penelitian lebih lanjut (Almatsier 2003).
Kekurangan vitamin E jarang terjadi karena terdapat secara luas dalam
bahan makanan. Bila terjadi, kekurangan vitamin E umumnya menyerang sistem
saraf dan otot, pembuluh darah, dan sistem reproduksi. Kekurangan biasanya
terjadi karena adanya gangguan absorpsi lemak dan gangguan transpor lipida
(Gallagher 2004; Almatsier 2003). Vitamin E adalah salah satu vitamin yang tidak
toksik. Manusia masih mampu untuk mengkonsumsi vitamin E dalam dosis tinggi
hingga 100 kali dari kebutuhan. Namun, pada dosis yang sangat tinggi vitamin E
dapat menurunkan kemampuan tubuh untuk menggunakan vitamin larut lemak
lainnya (A, D, dan K). Pada penelitian yang dilakukan Meydani et al. (1998)
dilaporkan bahwa konsumsi vitamin E sebanyak 60-800 IU/hari selama 4 bulan
tidak menimbulkan efek merugikan.
14

Vitamin B6
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya kekurangan vitamin
B6 terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin B kompleks lainnya.
Hipovitaminosis B6 sering bersamaan dengan kekurangan riboflavin karena
riboflavin dibutuhkan untuk membentuk koenzim PLP. Ketidakcukupan vitamin
B6 juga dapat menyebabkan menurunnya metabolisme glutamat di otak sehingga
terjadi ketidakberfungsian sistem saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B 6 juga
menyebabkan kerusakan sistem imun (FAO/WHO 2001). Dalam Almatsier
(2003) disebutkan, kekurangan dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti
isoniazida dan penisillamin, kecanduan alkohol, kelainan kongenital, penyakit
kronik tertentu, dan gangguan absorpsi.
Kelebihan vitamin B6 umumnya juga jarang terjadi. Vitamin B6 bersifat
toksik pada dosis 1000 kali RDA (Brody 1999). Jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebihan selama berbulan-bulan maka akan terjadi kerusakan saraf yang tidak
dapat diperbaiki, dimulai dengan kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada
tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Brody 1999; Almatsier 2003).
Vitamin B12
Vitamin B12 berfungsi pada dua bentuk koenzim, yaitu adenosilkobalamin
dengan metilkalonil-CoA mutase yang berperan penting dalam metabolisme
propionat, adenosilkobalamin dengan leusin mutase yang berperan dalam
metabolisme asam amino, dan metilkobalamin dengan dengan metionin sintetase
yang berperan dalam metabolisme karbon tunggal. Kekurangan vitamin B 12 dapat
menyebabkan kerusakan pembelahan sel, khususnya sumsum tulang dan mukosa
usus halus (Gallagher 2004). Dalam Almatsier (2003) ditambahkan, kekurangan
vitamin B12 jarang terjadi karena kekurangan dalam makanan, namun sebagian
besar disebabkan oleh penyakit saluran cerna atau gangguan absorpsi dan
transportasi. Karena dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya,
salah satu gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat.
Tidak diketahui adanya gangguan karena kelebihan vitamin B12. Dosis1000
μg dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun tidak pula menunjukkan
kegunaan jika tidak terjadi malabsorpsi (Institute of Medicine 1998). Oleh karena
itu, suplementasi dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari.
15

Vitamin C
Kekurangan vitamin C akut dapat menyebabkan skorbut. Namun, skorbut
berat saat ini jarang terjadi karena telah diketahui cara pencegahan dan
pengobatannya. Kelebihan vitamin C dari makanan jarang terjadi, dan akan terjadi
jika mengkonsumsi suplemen secara berlebihan, dimana dapat menimbulkan
hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2003).
Dalam Gallagher (2004) ditambahkan, efek merugikan yang dapat timbul oleh
dosis tinggi vitamin C adalah mengganggu saluran pencernaan dan diare. Pada
penelitian yang dilakukan Johnston dan Cox (2001) dengan dosis vitamin C 75-
2000 mg/hari selama 70 hari dilaporkan terdapat sampel yang mengalami diare
(Hathcock 2005).
Asam Folat
Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA dan
RNA sehingga merubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat
membelah. Sel-sel ini diantaranya sel darah merah, sel darah putih, sel epitel
lambung, usus, vagina, dan serviks rahim. Di dalam darah, keadaan ini dicirikan
dengan terjadinya anemia megaloblastik dan makrositik dengan eritrosit yang
membesar, tidak matang, dan berlebihnya jumlah hemoglobin. Kekurangan folat
pada wanita hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang disebut neural tube
defect (NTD). Sementara itu, dilaporkan bahwa belum ditemukan adanya
pengaruh merugikan dari pemberian folat dosis tinggi pada hewan poercobaan
(Gallagher 2004).
Zat Besi (Fe)
Fungsi zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi
dan reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga
mampu berinteraksi dengan oksigen. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan
dua elektron sehingga memiliki dua sisa muatan positif (Fe2+/fero). Sedangkan
dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron sehingga memiliki tiga
sisa muatan positif (Fe3+/feri). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi
berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang
terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
16

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan beragam masalah, diantaranya


anemia, menurunnya produktivitas kerja, menurunnya fungsi kognitif,
terganggunya kemampuan pengaturan tubuh pada lingkungan yang dingin,
menurunnya imunitas dan ketahanan terhadap penyakit infeksi, keracunan, dan
beragam masalah pada bayi baru lahir seperti bayi lahir prematur, bayi berat lahir
rendah, dan kematian janin (Yip 2001).
Masalah kurang gizi besi dan anemia gizi besi merupakan masalah zat gizi
mikro terbesar dan tersulit diatasi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Masalah
ini terutama terjadi pada bayi, anak pra sekolah, dan wanita usia subur (Soekirman
2000). Pada wanita usia subur, dua faktor yang menyebabkan terjadinya anemia
adalah menorrhagia (berlebihnya kehilangan darah selama menstruasi) dan
kehamilan. Pada kehamilan, anemia disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan ibu
akan zat besi dan meningkat tajamnya pertumbuhan fetus dan plasenta (Yip
2001).
Sementara itu, masalah kelebihan zat besi jarang terjadi. Salah satu penyakit
yang dapat terjadi pada kelebihan zat besi adalah hemokromatosis, yaitu
berlebihnya simpanan zat besi dalam hepatosit dan di sel-sel hati, pankreas, dan
tulang sendi. Simpanan ini dapat berasal dari konsumsi zat besi yang berlebihan,
transfusi darah berulang kali, atau penyakit keturunan hematokromatosis (Brody
1999; Anderson 2004).
Seng (Zn)
Seng memiliki beragam peran penting dalam fungsi tubuh. Seng merupakan
bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari 300 enzim yang
berperan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (Anderson
2004). Peran penting seng lainnya adalah dalam sintesis DNA dan RNA, sintesis
dan degradasi kolagen, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki, dan
pembentukan sperma. Selain itu, seng juga berperan dalam fungsi kekebalan.
Karena perannya yang sangat luas dalam beragam reaksi tubuh, kekurangan seng
akan berpengaruh banyak terhadap jaringan tubuh terutama pada saat
pertumbuhan (Almatsier 2003).
Kekurangan seng pada manusia pertama kali ditemukan pada anak laki-laki
di Iran dan Mesir pada tahun 1963. Keadaan ini disebabkan oleh makanan utama
17

penduduk yang berupa serealia tumbuk dan kacang-kacangan, dimana makanan


ini tinggi serat dan fitat yang dapat menghambat penyerapan seng. Gejala-gejala
kekurangan seng diantaranya menurunnya ketajaman indera perasa, melambatnya
penyembuhan luka, gangguan pertumbuhan, menurunnya kematangan seksual,
terganggunya sistem imun, terganggunya fungsi kelenjar tiroid dan laju
metabolisme (Anderson 2004). Sementara itu, kelebihan seng telah lama
dilaporkan dapat mengganggu penyerapan tembaga. Fosmire (1990) melaporkan
bahwa suplementasi seng dalam waktu yang lama dan dengan dosis tinggi (300
mg/hari) dapat menurunkan sistem imun dan kadar HDL (high density
lipoprotein).
Selenium (Se)
Kekurangan selenium karena makanan yang dikonsumsi belum banyak
diketahui. Pada manusia, kekurangan selenium dikenal sebagai penyakit Keshan.
Penyakit ini pernah terjadi di Cina pada daerah berbukit dan pegunungan dengan
kandungan selenium yang rendah pada tanahnya, dimana terjadi kardiomiopati
atau degenerasi otot jantung yang menyerang anak-anak dan wanita. Penyakit ini
berhasil diatasi dengan suplementasi selenium (Sunde 2001). Indikator kelebihan
selenium adalah selenosis, termasuk perubahan kulit dan kuku, kerusakan gigi,
gangguan sistem pencernaan dan sistem saraf (Anderson 2004).
Tembaga (Cu)
Tembaga adalah komponen dari banyak enzim. Enzim-enzim yang
mengandung tembaga memiliki berbagai peran dalam reaksi yang menggunakan
oksigen atau radikal oksigen. Tembaga merupakan bagian dari enzim
metaloprotein yang terlibat dalam fungsi rantai sitokrom dalam oksidasi di
mitokondria, sintesis protein-protein kompleks jaringan kolagen di dalam
kerangka tubuh dan pembuluh darah, serta dalam sintesis pembawa rangsangan
saraf. Di dalam sel darah merah, sebagian besar tembaga terdapat sebagai
metaloenzim superoksida dismutase yang terlibat sebagai antioksidan dalam
memusnahkan radikal bebas. Selain itu, tembaga memegang peranan penting
dalam mencegah anemia melalui membantu penyerapan besi, merangsang sintesis
hemoglobin, dan melepas simpanan besi dari feritin dalam hati (Almatsier 2003;
Anderson 2004).
18

Suplemen Multivitamin Mineral


Dewasa ini, penggunaan suplemen semakin meningkat di seluruh dunia.
Konsumen suplemen terbesar adalah wanita dan anaknya, orang tua, masyarakat
dengan pendidikan dan pendapatan tinggi, masyarakat dengan gaya hidup dan
makanan sehat, dan penderita penyakit berat seperti kanker. Banyak dari mereka
merasa lebih baik setelah mengkonsumsi suplemen. Namun sayangnya, populasi
yang beresiko tinggi mengalami ketidakcukupan intik zat gizi yang kemungkinan
akan memperoleh lebih banyak manfaat dari konsumsi suplemen multivitamin
mineral sangat sedikit mengkonsumsi suplemen (NIH State of the Science Panel
2007).
Surat Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (saat ini
Badan Pengawas Obat dan Makanan) tentang Suplemen Makanan Nomor
HK.00.063.02360 Tahun 1996 mendefinisikan suplemen makanan sebagai produk
yang digunakan untuk melengkapi makanan, yang mengandung satu atau
kombinasi bahan, yaitu vitamin, mineral, tumbuhan atau bahan yang berasal dari
tumbuhan, asam amino, bahan yang digunakan untuk meningkatkan angka
kecukupan gizi (AKG), konsentrat, metabolit, konstituen, dan ekstrak. Definisi ini
direvisi dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor
HK.00.05.23.3644 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa suplemen makanan
adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi makanan,
mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino atau
bahan lain (berasal dari tumbuhan atau bukan tumbuhan) yang mempunyai nilai
gizi dan atau efek fisiologis dalam jumlah terkonsentrasi. Sementara itu, The
European Commission mengusulkan definisi suplemen sebagai sumber zat gizi
padat (terutama vitamin dan mineral) yang dipasarkan dalam bentuk obat (seperti
kapsul, tablet, serbuk, dan lain-lain) untuk menambah intik zat gizi pada makanan
normal (Official Journal of the European Communities 2002).
Meskipun telah banyak digunakan, suplemen multivitamin mineral belum
memiliki standar atau definisi dan masih merujuk kepada produk-produk dengan
beragam komposisi dan karakteristik yang berbeda-beda. Selain itu, belum ada
juga aturan yang dibuat untuk multivitamin mineral (Yetley 2007). Di Amerika,
suplemen makanan dapat mengandung beragam bahan, termasuk vitamin,
19

mineral, tumbuhan obat atau tumbuh-tumbuhan lainnya, dan asam amino; bahan
makanan yang digunakan untuk menambahkan makanan dengan meningkatkan
jumlah intik makanan; konsentrat, metabolit, dan ekstrak; atau kombinasi dari satu
atau lebih bahan-bahan ini (US Food and Drug Administration 2001). Pada Tabel
5 dapat dilihat beberapa contoh kategori suplemen multivitamin mineral yang
digunakan dalam beberapa survey (Yetley 2007).

Kecukupan Gizi yang Dianjurkan


dan Tolerable Upper Intake Level (UL)
Istilah yang dipakai untuk angka kecukupan gizi berbeda-beda antar negara.
Indonesia menggunakan istilah angka kecukupan gizi yang dianjurkan sebagai
terjemahan dari Recommended Dietary Allowance (RDA). RDA adalah nilai yang
menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari
bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dan kondisi
fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui (Muhilal & Hardinsyah 2004).
Sementara itu, di Filipina digunakan istilah Recommended Energy and
Nutrient Intakes (RENI). Sedangkan di Amerika Serikat sejak Tahun 2000
digunakan istilah Dietary Reference Intake (DRI). Pertimbangan penting dalam
aplikasi DRI meliputi dua hal yaitu: 1) kebutuhan zat gizi didefinisikan sebagai
level intik terendah yang akan mempertahankan taraf gizi tertentu pada seseorang,
dan 2) kriteria kecukupan gizi untuk menetapkan kebutuhan zat gizi tersebut
berbeda antar zat gizi dan juga dapat berbeda pada suatu zat gizi tertentu antar
kelompok umur.
20

Tabel 5 Kategori suplemen multivitamin mineral dalam beberapa survey


Kategori Definisi Survey
Multivitamin mineral
Gabungan beberapa vitamin Tidak didefinisikan NHANES I, II; NHIS
dan mineral; multivitamin- 1987, 1992, 2000,
multimineral 2002; CSFII
≥ 3 vitamin dengan NHANES 1999-2000
atau tanpa mineral
(tidak merujuk pada
vitamin dan mineral
tertentu
Minimal mengandung NHANES III
vit. B1, B2, niasin, vit. A,
B12, B6, C, dan D; Ca,
Fe, tanpa flourida
Mengandung vit. A, D, NHIS 1986
E, C, B6, B12, B1, B2,
niasin, asam folat, Ca,
P, I, Fe, dan Mg
Kombinasi antara beberapa Tidak didefinisikan NHANES 1999-2000,
vitamin dan mineral dengan NHANES 2001-2002
produk lain Minimal mengandung NHIS 1986
1 vitamin dan 1 mineral
ditambah bahan lain

Multivitamin
Multivitamin, gabungan Tidak didefinisikan NHANES I, II, III;
beberapa vitamin NHIS 1987, 1992,
2000; CSFII
≥ 2 vitamin NHANES 1999-2000
Tanpa mineral, NHIS 1986
dengan vit. A, D, E, C,
B6, B12, B1, B2, asam
folat, dan niasin
Multivitamin dengan vit. C Harus mengandung NHANES III
vit. C, B1, B2, niasin,
vit. A, dan vit. D

Multimineral
Multimineral Tidak didefinisikan NHANES III,
NHANES 2001-2002
≥ 2 mineral tanpa NHANES 1999-2000
vitamin
Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin dan Ca, P, I,
Fe, dan Mg
Kombinasi mineral Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin, Ca, P, I, Fe, Mg,
mengandung ≥ 2 mineral
Sumber: Yetley (2007) dari beragam sumber
Ket.: CSFII, Continuing Survey of Food Intakes by Individuals; NHANES, National Health and
Nutrition Examination Survey; NHIS, National Health Interview Survey
21

DRI terdiri atas empat komponen, yaitu (Institute of Medicine 2000):


1. Estimated Average Requirement (EAR)
EAR adalah rata-rata level intik zat gizi harian yang diduga memenuhi
kebutuhan zat gizi dari setengah populasi sehat pada kelompok umur dan jenis
kelamin tertentu
2. Recommended Dietary Intake (RDA)
RDA (di Indonesia disebut angka kecukupan gizi yang dianjurkan/AKG)
adalah level intik zat gizi harian yang cukup (sufficient) untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi bagi hampir semua (97-98%) penduduk sehat pada
kelompok umur dan jenis kelamin tertentu
3. Adequate Intake (AI)
AI adalah rekomendasi intik zat gizi harian yang didasarkan pada berbagai
pendekatan atau pendugaan yang diperoleh melalui pengamatan atau
eksperimen tentang intik zat gizi kelompok penduduk sehat tertentu yang
diasumsikan telah mencukupi kebutuhan gizinya
4. Tolerable Upper Intake Level (UL)
UL adalah suatu angka paling tinggi dari suatu zat gizi yang bila dikonsumsi
dalam jumlah tersebut setiap hari tidak menimbulkan efek yang
membahayakan kesehatan. Namun, UL bukan level intik zat gizi yang
dianjurkan karena tidak ditemukan manfaat yang dapat diperoleh seseorang
yang tampak sehat jika mengkonsumsi zat gizi melebihi RDA atau AI. Jika
intik meningkat di atas UL, maka potensi resiko efek negatif terhadap
kesehatan akan meningkat.
Kecukupan gizi (AKG dan RDA) serta UL zat gizi dalam suplemen yang
digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 6.
22

Tabel 6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral
yang digunakan dalam suplemen penelitian
Zat gizi Satuan AKG* RDA* UL* Batas maks.
19-29 th 30-49 th 19-30 th 31-50 th 19-30 th 31-50 th BPOM*
Vitamin
C mg 75 75 75 75 2000 2000 1000
E mg 15 15 15 15 1000 1000 400 UI
A g RE 500 500 700 700 3000 3000 1500
B6 mg - - 1,3 1,3 100 100 100
Asam folat g 400 400 400 400 1000 1000 800
B12 g 2,4 2,4 2,4 2,4 ND ND 200
D g 5 5 5+ 5+ 50 50 400 UI
Mineral
Zn mg 9,3 9,8 8 8 40 40 30
Se g 30 30 55 55 400 400 200
Cu g - - 900 900 10000 10000 3000
Fe mg 26 26 18 18 45 45 30
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004); Institute of Medicine (1997, 1998, 2000,
2001); Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004)
Ket.: *AKG: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, RDA: Recommended Dietary Allowance,
UL: Tolerable Upper Intake Levels, BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan, ND: not
determined
+
AI: Adequate Intake

Dalam Hathcock et al. (2005), menurut Food and Nutrition Board (2000)
safety (aman) didefinisikan sebagai tidak adanya resiko kesakitan atau kepastian
tidak adanya bahaya. Batas aman intik tidak sama pada semua kelompok umur.
Zat gizi yang pada batas tertentu masih aman dikonsumsi oleh suatu kelompok
umur belum tentu aman bagi kelompok lainnya. Selain itu, adanya kemungkinan
bahaya dari mengkonsumsi suplemen multivitamin-mineral yang telah sesuai
dengan AKG bergantung pada keseluruhan konsumsi makanan (Mulholland &
Benford 2007).

Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
(utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Metode penilaian status gizi
dibedakan menjadi dua pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinik,
dan fisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung meliputi survei konsumsi,
statistik vital, dan faktor ekologi (Jelliffe DB & Jelliffe EFP 1989).
23

Supariasa et al. (2002) menyatakan, pengukuran status gizi yang paling


sering digunakan dalam masyarakat adalah antropometri. Gibson (2005)
menambahkan, pengukuran antropometri sering digunakan dalam penilaian status
gizi terutama bila terjadi ketidakseimbangan kronik antara asupan energi dan
protein.
Pengukuran antropometri semakin banyak digunakan karena memiliki
beberapa keunggulan yaitu: prosedurnya sederhana, aman, dapat digunakan pada
ukuran sampel yang besar; alat yang digunakan tidak mahal, dapat dibawa
kemanapun dengan mudah, dan tahan lama; pengukuran dapat dilakukan oleh
petugas yang relatif tidak ahli; ketepatan data yang diperoleh cukup tinggi (jika
prosedur pengukuran sesuai dan diukur oleh tenaga terlatih); dapat memberikan
informasi riwayat gizi pada masa lalu; dapat digunakan untuk mengidentifikasi
semua tingkatan kurang gizi; dapat dipakai untuk mengevaluasi perubahan status
gizi dari waktu ke waktu atau dari satu generasi ke generasi berikutnya; dan dapat
digunakan untuk tes screening pada seseorang yang beresiko tinggi menderita gizi
kurang ataupun gizi lebih (Gibson 2005).
Pada orang dewasa, penilaian status gizi dengan antropometri dapat
ditentukan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Penggunaan metode ini
didasarkan karena tinggi badan orang dewasa relatif tetap, tidak terpengaruh oleh
keadaan kesehatan dan relatif tidak berpengaruh pada kebutuhan energi dan
protein (FAO/WHO/UNU 1985).

Status Kesehatan
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang.
Salah satu pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai situasi kesehatan
seseorang adalah dengan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah dibedakan
menjadi dua, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan
besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi
(berdenyut), atau besarnya tekanan tertinggi pembuluh darah pada satu waktu
tertentu. Sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada
dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan.
24

Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil dalam pembuluh darah pada
satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002).
Budiman (1999) menyatakan, tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan
oleh dua faktor, yaitu curah jantung dan tekanan resistensi pembuluh darah.
Tingginya tekanan sistolik dihubungkan dengan besarnya curahan jantung,
sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi
perifer. Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu dan keadaan seseorang.
Tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba ketika seseorang berada dalam
keadaan emosi atau sakit, gelisah, temperatur dingin, dan tertekan mental.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara luas didefinisikan dalam dua
kategori, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sejauh ini, hipertensi
primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum ditemukan. Hipertensi
primer merupakan kecenderungan genetik yang dicirikan oleh rendahnya
pengaturan tekanan darah, sedangkan hipertensi sekunder merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh adanya penyakit tertentu yang menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sebagai gejala penyakit atau efek samping. Penyebab utama
hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal yang menyebabkan ketidakberfungsian
ginjal dan mengakibatkan rendahnya pengaturan tekanan darah. Faktor lain yang
mempengaruhi hipertensi primer ataupun sekunder adalah merokok, makanan,
tingkah laku yang menetap, dan obesitas (Wildman & Medeiros 2000).

Ginjal dan Fungsinya di Dalam Tubuh


Manusia memiliki sepasang ginjal yang berwarna kemerah-merahan dan
bentuknya menyerupai kacang merah. Sepasang ginjal ini terletak di atas
pinggang, diantara parietal peritonium dan dinding posterior abdomen. Rata-rata
ginjal orang dewasa memiliki panjang 10-12 cm, lebar 5-7,5 cm, dan tebal 2,5 cm
(Tortora & Anagnostakos 2002). Ginjal memiliki beragam fungsi penting, dimana
fungsi yang terpenting adalah mengatur konsentrasi air dan keseimbangan ion-ion
anorganik dalam tubuh. Fungsi lainnya adalah mengeluarkan produk sisa
metabolisme serta zat-zat kimia asing dari darah dan mengekskresikannya melalui
urin. Selain itu, ginjal juga berperan dalam glukoneogenesis yang terjadi selama
periode puasa yang panjang, dimana ginjal mensintesis glukosa dari asam amino
25

dan prekursor lainnya. Ginjal juga mensekresikan beberapa hormon, diantaranya


eritropoietin yang mengatur produksi eritrosit, renin yang mengatur pembentukan
angiotensin (mempengaruhi tekanan darah dan keseimbangan natrium), dan 1,25-
dihidroksivitamin D3 yang mempengaruhi keseimbangan kalsium (Vander et al.
2001).
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron, dimana kedua ginjal
bersama-sama mengandung sekitar 2.400.000 nefron. Pada dasarnya, nefron
terdiri dari dua bagian, yaitu (1) suatu glomerulus, tempat cairan difiltrasikan; dan
(2) suatu tubulus panjang, tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah
menjadi urina dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. Fungsi dasar nefron adalah
untuk membersihkan atau menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak
dikehendaki ketika mengalir melalui ginjal. Zat-zat yang harus dikeluarkan
terutama adalah produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam urat.
Selain itu, banyak zat lain seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan ion
hidrogen yang terdapat dalam jumlah berlebihan di dalam tubuh yang harus
dikeluarkan; nefron inilah yang juga berfungsi untuk membersihkan plasma dari
kelebihan zat-zat tersebut (Guyton 1995).
Mekanisme utama nefron membersihkan plasma dari zat-zat yang tidak
dikehendaki adalah: (1) menyaring sebagian besar plasma yang biasanya kira-kira
seperlima dari jumlah plasma melalui membran glomerolus ke dalam tubulus
nefron; (2) ketika cairan yang difiltrasi ini mengalir melalui tubulus tersebut, zat-
zat yang tidak dikehendaki tidak direabsorpsi, sedangkan zat yang dikehendaki
terutama air dan banyak elektrolit direabsorpsi kembali ke dalam plasma kapiler
peritubulus. Jadi, bagian yang dikehendaki dari cairan tubulus dikembalikan ke
dalam darah, sedangkan bagian yang tidak dikehendaki keluar ke dalam urina
(Guyton 1995). Pada Tabel 7 dapat dilihat kandungan zat-zat kimia di dalam
plasma, filtrat, dan urin dalam periode 24 jam.
26

Tabel 7 Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode
24 jama
Zat kimia Plasmab Filtrat (segera Diserap kembali Urin
setelah melalui dari filtratd
kapsul glomerular c
Air 180.000 ml 180.000 ml 178.500 ml 1.500 ml
Protein 7.000-9.000 10-20 10-20 0e
Klorida (Cl-) 630 630 625 5
Sodium (Na+) 540 540 537 3
Bikarbonat 300 300 299,7 0,3
Glukosa 180 180 180 0
Urea 53 53 28 25
Potassium (K+) 28 28 24 4
Asam urat 8,5 8,5 7,7 0,8
Kreatinin 1,5 1,5 0 1,5
Sumber: Tortora dan Anagnostakos (2002)
Ket.: aSemua nilai, kecuali air dinyatakan dalam gram. Zat-zat kimia disusun secara berurutan dari
konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dalam plasma
b
Zat-zat ini sebelum difiltrasi terdapat dalam glomerular plasma darah
c
Zat-zat ini meninggalkan plasma darah glomerular melalui membran endotelial capsular
sebelum direabsorpsi
d
Zat-zat ini telah difiltrasi
e
Meskipun protein dalam jumlah sedikit (170-250 g) terdapat di dalam urin, dianggap
semuanya direabsorpsi dari filtrat

Fungsi ginjal dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis.
Untuk melihat kenormalan fungsi ginjal, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan zat
sisa dari katabolisme protein. Di dalam darah, kadar urea bervariasi tergantung
pada beberapa faktor, seperti intik protein dalam diet, katabolisme protein, dan
kemampuan hati mensintesa urea. Sedangkan kreatinin adalah salah satu produk
akhir metabolisme kreatin otot. Kadar kreatinin darah lebih tetap bila
dibandingkan dengan kadar urea karena sedikit sekali dipengaruhi oleh intik
protein dalam diet. Kadar kreatinin hanya dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu
pemecahan kreatin di otot (Suryaatmadja & Sosro 1990).
27

KERANGKA PEMIKIRAN

Fungsi ginjal merupakan kemampuan ginjal untuk melakukan fungsi-


fungsinya dengan baik. Salah satu fungsi ginjal adalah mengeluarkan produk sisa
metabolisme serta zat-zat kimia asing dari darah. Fungsi ini dapat terganggu oleh
adanya penyakit atau keadaan patologis tertentu, dan dapat pula disebabkan oleh
ketidakseimbangan zat-zat gizi di dalam tubuh. Kurang gizi dan wasting
umumnya terjadi pada penderita gagal ginjal (Blumenkrantz et al. 1980), namun
zat-zat lain seperti ion natrium, kalium, klorida, dan hidrogen yang terdapat dalam
jumlah berlebihan dapat pula mengganggu fungsi ginjal. Oleh karena itu, jumlah
zat-zat gizi dalam tubuh harus dijaga keseimbangannya agar tidak kekurangan
maupun tidak berlebihan.
Karakteristik individu sangat menentukan bagaimana individu tersebut
mengatur pola konsumsi pangannya, baik frekuensi maupun jenisnya. Pola ini
dapat menentukan tingkat konsumsi zat gizi yang akhirnya dapat mempengaruhi
status gizi, kesehatan, maupun fungsi ginjal. Namun, saat ini sangat sulit untuk
dapat memenuhi seluruh kebutuhan tubuh akan zat gizi. Masyarakat cenderung
untuk mengkonsumsi jenis-jenis makanan yang tidak berubah (tidak beragam)
dari waktu ke waktu. Selain itu, banyak hal lain menyebabkan mereka tidak
mampu memenuhi kebutuhan zat-zat gizi ini, diantaranya keadaan ekonomi dan
aktivitas yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan
tubuh akan zat gizi terutama vitamin dan mineral.
Dalam laporan ACC/SCN Tahun 2000 disebutkan bahwa di negara
berkembang diperkirakan sekitar 3,9 milyar penduduk beresiko kekurangan zat
gizi mikro (vitamin dan mineral). Hal ini terutama terjadi pada kelompok-
kelompok yang rawan menderita kurang gizi (vulnerable groups) diantaranya bayi
dan balita, ibu hamil dan menyusui, lansia, dan wanita pekerja. Hal ini
menyebabkan FAO menganjurkan pemerintah untuk mempertimbangkan
pemenuhan kebutuhan gizi mikro penduduknya dengan pendekatan berbasis
makanan melalui fortifikasi maupun suplementasi.
Dengan adanya keterbatasan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan zat
gizi seluruh penduduknya, masyarakat yang semakin menyadari pentingnya zat
gizi mikro untuk kesehatan mulai mengkonsumsi suplemen-suplemen yang
28

dengan mudah dapat ditemui di berbagai apotek maupun toko. Dengan


mengkonsumsi suplemen mereka merasa kondisinya lebih baik, mendapat
tambahan energi, dan kesehatannya meningkat. Namun tidak selamanya suplemen
yang dikonsumsi tersebut mendatangkan efek menguntungkan bagi konsumen.
Bila kandungan zat-zat gizi dalam suplemen tersebut melebihi batas maksimum
yang dapat membahayakan konsumen (melebihi UL) maka dikhawatirkan akan
timbul pengaruh merugikan bagi konsumen. Dosis zat-zat gizi dalam suplemen
harus dipertimbangkan untuk tidak melebihi UL, karena selain dari suplemen,
intik zat gizi diperoleh pula dari konsumsi makanan sehari-hari. Berdasarkan
kerangka pemikiran tersebut, disusun suatu bagan yang menggambarkan
hubungan antar peubah (Gambar 1).

Karakteristik wanita pekerja


Usia
Pendidikan
Ukuran keluarga
Pendapatan keluarga

Pola konsumsi pangan


Frekuensi
Jenis

Konsumsi makanan Konsumsi suplemen

Tingkat konsumsi zat gizi


Energi
Protein
Vitamin C
Fe

Fungsi ginjal Status kesehatan Status gizi


Urea serum darah Tekanan darah (Indeks Massa
Kreatinin serum darah Keluhan & lama sakit Tubuh)

Gambar 1 Hubungan antara pola konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan
dan fungsi ginjal.
29

METODE PENELITIAN

Desain, Waktu dan Tempat Penelitian


Desain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Pengaruh
Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral,
Seluler, dan Status Zat Gizi Antioksidan”, yaitu eksperimental murni teracak buta
ganda (double blind randomized controlled trial) dan telah mendapat persetujuan
dari Komisi Etik Penelitian Kesehatan Badan Litbang Kesehatan Nomor
LB.03.04/KE/4294/2007 (Lampiran 1). Penelitian ini dimulai pada bulan Februari
hingga Juni 2008. Suplementasi zat gizi dilakukan di Pabrik Garmen PT Ricky
Putra Globalindo Tbk., Citeureup, Bogor; sedangkan analisis serum darah
dilaksanakan di Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor. Pemilihan lokasi
penelitian didasarkan atas beberapa alasan, yaitu:
1. Sebagian besar penguna suplemen adalah wanita (Slesinski et al. 1996; Foote
et al. 2003; Radimer et al. 2004), dan pabrik ini memiliki karyawati terbanyak
di Jabotabek.
2. Karyawati pabrik merupakan kelompok wanita pekerja yang banyak terpapar
stres baik stres lingkungan maupun stres karena beban kerja.
3. Tingkat sosial ekonomi serta aktivitas karyawati yang hampir sama.
4. Mudah mendistribusikan bahan suplemen dan mudah mengontrol kepatuhan
mengkonsumsi suplemen.

Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan adalah suatu uji yang bertujuan untuk mengubah
peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 jenis
suplemen sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi. Pemberian
perlakuan untuk setiap wanita pekerja dilakukan berdasarkan hasil pengacakan,
dimana setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 perlakuan sesuai dengan hasil
pengacakan.
Unit percobaan. Unit percobaan adalah unit terkecil dalam suatu penelitian
yang diberi suatu perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Unit percobaan yang
30

digunakan dalam penelitian ini adalah wanita pekerja berusia 20-45 tahun dengan
kriteria inklusi sebagai berikut: sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak
sedang melakukan diet, tidak sedang mengandung, tidak sedang menyusui, tidak
merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menstruasi pada saat pengambilan
darah, dan bersedia menandatangani formulir persetujuan etik informed consent
(Lampiran 2).
Faktor. Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan
sebagai penyusun struktur perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah bebas
yang dicobakan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini
terdapat 1 faktor, yaitu suplementasi zat gizi yang merupakan peubah kualitatif.
Taraf. Taraf adalah nilai-nilai faktor (peubah bebas) yang dicobakan dalam
percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam penelitian ini digunakan 3 taraf,
yaitu suplementasi vitamin C, suplementasi multivitamin mineral, dan plasebo
(tanpa vitamin C dan multivitamin mineral).
Perlakuan. Perlakuan merupakan suatu prosedur atau metode yang
diterapkan pada unit percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam Steel and
Torrie (1995) disebutkan, perlakuan adalah prosedur yang pengaruhnya hendak
diukur dan dibandingkan dengan perlakuan lain. Dalam penelitian ini, perlakuan
yang diberikan adalah:
1. Pemberian suplemen vitamin C
2. Pemberian suplemen multivitamin mineral
3. Pemberian plasebo (tanpa vitamin C dan multivitamin mineral)
Peubah respon. Peubah respon atau peubah tidak bebas (dependen)
merupakan peubah yang nilainya tergantung dari nilai faktor (peubah bebas)
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah respon yang akan diamati dalam penelitian
ini adalah status gizi (IMT), status kesehatan (keluhan dan lama sakit, tekanan
darah sistolik dan diastolik), serta fungsi ginjal (kadar urea dan kreatinin serum
darah).
Peubah perancu. Peubah perancu adalah peubah yang keberadaannya dapat
mempengaruhi hasil peubah respon selain pengaruh dari perlakuan yang diberikan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah perancu pada IMT adalah usia dan
konsumsi energi; pada lama sakit adalah usia, IMT, tekanan darah sistolik dan
31

diastolik, konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi; pada tekanan darah
adalah usia, berat badan, dan konsumsi natrium; pada kadar urea adalah usia dan
konsumsi protein, sedangkan pada kadar kreatinin adalah usia.
Pengulangan. Pengulangan merupakan salah satu prinsip dasar percobaan.
Ulangan merupakan pengalokasian perlakuan tertentu terhadap beberapa unit
percobaan pada kondisi yang seragam (Mattjik & Sumertajaya 2002). Penentuan
jumlah ulangan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analogi penelitian
Jenkins et al. (2001) dengan asumsi bahwa α = 5% (Zα = 1,96); power of test =
90% (Zβ = 1,28) menggunakan rumus:

2
2 [Z Z ]2
n 2

Keterangan:
n = besar unit percobaan
ζ = 5,8 (perkiraan standar deviasi serum urea berdasarkan penelitian
Jenkins et al. (2001))
Zα = 1,96
Zβ = 1,28
δ = 5 (peningkatan kadar urea serum yang diharapkan setelah intervensi)

Dari perhitungan di atas, diperoleh besar unit percobaan (n) = 28,2 = 28 unit
percobaan untuk setiap perlakuan. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out,
maka jumlah unit percobaan ditambah 10% sehingga jumlah unit percobaan pada
setiap perlakuan menjadi 28 + (10% x 28) = 28 + 2,8 = 30,8 = 31 unit percobaan
atau ulangan.
Pengacakan. Pengacakan bertujuan agar setiap unit percobaan memiliki
peluang yang sama untuk memperoleh suatu perlakuan tertentu. Pengacakan
perlakuan pada unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem
lotere secara manual atau menggunakan komputer (Mattjik & Sumertajaya 2002).
Pengacakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan
tabel bilangan acak.
32

Pelaksanaan penelitian
Pada tahap awal sebelum penelitian dilakukan screening terhadap populasi
untuk memilih wanita pekerja yang akan diikutkan dalam penelitian. Jumlah
seluruh karyawan pabrik adalah 2600 orang, dengan jumlah karyawan wanita
yang berusia antara 20–45 tahun adalah 1300 orang. Dari jumlah tersebut, yang
merupakan karyawan tetap sebanyak 60% (780 orang) yang kemudian dipilih
sebagai responden karena mobilitasnya dianggap tidak terlalu tinggi jika
dibandingkan dengan karyawan kontrak. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
klinis terhadap responden. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan
bersedia menandatangani informed consent resmi menjadi target penelitian.
Selanjutnya dilakukan penentuan besar unit percobaan menggunakan analogi
penelitian Jenkins et al. (2001) sehingga diperoleh besar unit percobaan 31 orang
per perlakuan. Kemudian dilakukan random alokasi untuk menentukan
perlakuan/intervensi. Sebelum suplementasi dilakukan, unit percobaan (wanita
pekerja) diberi obat cacing dengan maksud agar terbebas dari penyakit cacingan
yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi dalam saluran pencernaan. Untuk
lebih jelasnya, alur penelitian digambarkan pada Gambar 2.

Cara Pemberian Suplemen


Suplemen diberikan setiap hari selama 10 minggu kepada wanita pekerja
oleh petugas dan perawat di klinik perusahaan. Suplemen yang diberikan
berbentuk tablet dan diminum langsung oleh wanita pekerja di depan petugas.
Jenis suplemen yang diberikan tidak diketahui baik oleh peneliti, petugas, maupun
wanita pekerja. Pengacakan unit percobaan maupun perlakuan hanya diketahui
oleh petugas khusus yang tidak terlibat dalam penelitian. Kandungan vitamin C
dalam suplemen vitamin C (tunggal) adalah 1000 mg, sedangkan formula
suplemen multivitamin mineral dapat dilihat pada Tabel 8. Kedua jenis suplemen
ini berasal dari perusahaan yang sama.
33

Penentuan unit percobaan


(wanita pekerja)

n = 93

n = 31 n = 31 n = 31

Plasebo Vit. C MVM

Penilaian status gizi Pengambilan darah Penilaian status kesehatan


(IMT) awal (baseline) (tek. darah, keluhan
dan lama sakit)

Pengujian serum darah


(urea, kreatinin)

Suplementasi 10 minggu

Penilaian status gizi Pengambilan darah Penilaian status kesehatan


(IMT) akhir (endline) (tek. darah, keluhan
dan lama sakit)

Pengujian serum darah


(urea, kreatinin)

Gambar 2 Alur penelitian.


34

Tabel 8 Formula suplemen multivitamin mineral


Zat gizi Satuan Kandungan AKG* % AKG
19-29 th 30-49 th
Vitamin
C mg 1000 75 75 1333
E mg 45 15 15 300
A g 700 500 500 140
B6 mg 6,5 - - -
Asam folat g 400 400 400 100
B12 g 9,6 2,4 2,4 685
D g 10 5 5 200
Mineral
Zn mg 10 9,3 9,8 102+
Se g 110 30 30 366
Cu mg 0,9 - - -
Fe mg 5 26 26 19,2

Ket.: *) AKG, Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi Tahun 2004
+
) % AKG untuk wanita usia 30-49 tahun

Jenis dan Cara Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa data
sosio demografi, konsumsi, status gizi, status kesehatan, dan fungsi ginjal wanita
pekerja. Secara lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 9.

Pengendalian Kualitas Data


Pengendalian kualitas data dilakukan dengan beberapa langkah sebagai
berikut:
1. Suplemen diharuskan untuk diminum di depan petugas
2. Pengambilan data antropometri dilakukan oleh tenaga terlatih
3. Alat ukur timbangan, tinggi badan, dan alat analisis darah yang digunakan
telah dikalibrasi sebelum digunakan
4. Pengambilan darah dilakukan oleh tenaga ahli kesehatan dari Puslitbang Gizi
dan Makanan Depkes Bogor
5. Analisis sampel darah dilakukan oleh tenaga ahli di Laboratorium Biokimia
Puslitbang Gizi dan Makanan Depkes Bogor
6. Verifikasi data melalui pemantauan faktor bias penelitian antara lain konsumsi
suplemen wanita pekerja selain suplemen yang diberikan dalam penelitian
35

Tabel 9 Jenis dan cara pengumpulan data


Data Frekuensi Waktu Metode pengukuran/
pengumpulan parameter
Sosio demografi 1 kali Awal Wawancara
- usia
- pendidikan
- pendapatan keluarga
- ukuran keluarga
Konsumsi Awal dan akhir Wawancara
4 kali - recall 2x24 jam
2 kali - food frequency
questionnaire (FFQ)
Status gizi 2 kali Awal dan akhir Pengukuran BB dengan
timbangan digital SECA
dengan ketelitian 0,1 kg
Pengukuran TB dengan
microtoice dengan
ketelitian 0,1 cm
Status kesehatan 2 kali Awal dan akhir Pemeriksaan tekanan
darah oleh dokter
menggunakan
sphygmomanometer
Pencatatan keluhan dan
lama sakit oleh petugas
Fungsi ginjal 2 kali Awal dan akhir Analisis urea serum darah
dengan metode Berthelot
(Biocon® Diagnostik,
Jerman) menggunakan
spektrofotometer
Analisis kreatinin serum
darah dengan metode Jaffe
(Biocon® Diagnostik,
Jerman) menggunakan
spektrofotometer

Pengolahan dan Analisis Data


Pengolahan data dilakukan secara bertahap, mulai data yang terkumpul di
lapangan hingga data siap untuk dianalisis. Terhadap data hasil pengumpulan di
lapangan dilakukan pengeditan (editing), pengkodean (coding), dan pemasukan
data ke dalam komputer (entry data). Kemudian dilakukan pembersihan data
(cleaning) dengan cara melihat distribusi frekuensi setiap peubah.
Usia wanita pekerja dibedakan menurut kelompok usia 20-29 tahun, 30-39
tahun, dan ≥40 tahun. Pendidikan wanita pekerja diukur berdasarkan jenjang
pendidikan, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat
SLTA, dan tamat PT/akademi. Data pendapatan per kapita per bulan keluarga
wanita pekerja diperoleh dari total pendapatan keluarga per bulan dibagi jumlah
anggota keluarga (Rp./kap/bulan). Ukuran keluarga diukur dari jumlah anggota
36

keluarga. Kriteria ukuran keluarga menurut BPS dibedakan atas keluarga kecil
jika jumlah anggota keluarga ≤4 orang, sedang jika jumlah anggota 5 sampai 7
orang, dan besar jika jumlah anggota keluarga >7 orang.
Data konsumsi pangan yang didapatkan dengan metode recall 2x24 jam
meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama dua hari. Pengukuran
dilakukan dengan menghitung konsumsi pangan dari satuan ukuran rumah tangga
(URT) kedalam satuan berat (gram). Dari satuan berat yang diperoleh selanjutnya
dihitung asupan zat gizi dari setiap bahan pangan berdasarkan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM). Jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang
dikonsumsi dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)

Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi
Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi (gram)
Gij = Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD
BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)
Selanjutnya, dihitung angka kecukupan energi dan protein yang dikoreksi
dengan berat badan aktual (nyata) dengan rumus sebagai berikut:

AKGi = (Ba/Bs) x AKG

Keterangan:
AKGi = Angka kecukupan energi atau protein individu
Ba = Berat badan aktual nyata (kg)
Bs = Berat badan standar menurut WNPG 2004
AKG = Angka kecukupan energi atau protein menurut WNPG 2004
Sedangkan untuk mengukur kecukupan vitamin dan mineral tidak dilakukan
koreksi terhadap berat badan aktual, namun langsung digunakan AKG untuk
masing-masing zat gizi. Untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi, konsumsi
zat gizi aktual dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dinyatakan dalam
persen sesuai dengan rumus:

TKGi = (Ki/AKG) x 100%


37

Keterangan:
TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu
Ki = Konsumsi zat gizi individu
AKG = Angka Kecukupan Gizi
Tingkat konsumsi energi dan protein selanjutnya dikategorikan menjadi
empat kategori, yaitu defisit tingkat berat jika tingkat konsumsi <70%, defisit
tingkat ringan jika tingkat konsumsi 70-80%, cukup jika tingkat konsumsi 80-
90%, dan normal jika tingkat konsumsi >90% (Depkes 1990). Sedangkan tingkat
konsumsi zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral dibagi menjadi dua
kategori, yaitu kurang jika tingkat konsumsi <77% dan cukup jika tingkat
konsumsi ≥77% (Gibson 2005). Sedangkan frekuensi konsumsi bahan pangan
yang diperoleh melalui food frequency questionnaire (FFQ) ditabulasi secara
deskriptif.
Penilaian status gizi dilakukan melalui antropometri menggunakan indikator
indeks massa tubuh (IMT). Nilai IMT dihitung dengan rumus sebagai berikut:

BB
IMT
TB 2

Keterangan:
IMT = indeks massa tubuh
BB = berat badan (kg)
TB = tinggi badan (m)
Status gizi berdasarkan nilai IMT tersebut selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan Depkes RI (1996) sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 10 Pengelompokan status gizi orang dewasa menurut IMT

Status gizi IMT (kg/m2)

Gizi buruk < 17,0


Gizi kurang 17,0 – 18,4
Gizi baik 18,5 – 24,9
Gizi lebih (overweight) 25,0 – 27,0
Obesitas > 27,0

Sumber: Depkes RI (1996)


Penilaian status kesehatan dilihat dari tekanan darah, keluhan dan lama sakit
selama suplementasi. Keluhan sakit dianalisis secara deskriptif, lama sakit
38

dihitung berdasarkan jumlah hari sakit. Tekanan darah dikelompokkan menurut


American Heart Association (2000), sebagaimana terlihat pada Tabel 11.
Tabel 11 Pengelompokan tekanan darah sistolik dan diastolik
Klasifikasi hipertensi Sistolik Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal Optimal <120 <80
Normal <130 <85
High normal 130-139 85-89
Hypertension Borderline 140-149 90-94
Grade 1 140-159 90-99
Grade 2 160-179 100-109
Grade 3 ≥180 ≥110
Isolated Systolic Hypertension (ISH) ISH ≥140 ≥90
Borderline ISH 140-149 ≥90
Sumber: American Heart Association (2000)
Fungsi ginjal diukur dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam serum
darah (Lampiran 4 dan 5). Kadar urea normal berkisar antara 8,0-25,0 mg/dl (2,5-
6,7 mmol/l), sedangkan kadar kreatinin normal berkisar antara 0,6-1,5 mg/dl (79-
118 μmol/l) (Kumar & Clark 2005).
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik
menggunakan program SPSS 12.0 for Windows. Untuk mengetahui pengaruh
perlakuan terhadap variabel yang diuji digunakan analisis varian (analysis of
variance/Anova) dan analisis peragam (covariance analysis/Ancova) untuk
mengkoreksi (adjusted) peubah yang potensial menjadi peubah perancu
(confounder). Model Ancova untuk masing-masing peubah respon adalah sebagai
berikut:
Indeks Massa Tubuh (IMT)

Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + εij

Keterangan:
Yij = nilai IMT pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
39

β2 = koefisien dari X2
X1 = usia (tahun)
X2 = konsumsi energi (kkal)
εij = galat
Lama sakit

Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + εij

Keterangan:
Yij = lama sakit pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
βk = koefisien dari Xk
X1 = usia (tahun)
X2 = IMT (kg/m2)
X3 = tekanan darah sistolik (mmHg)
X4 = tekanan darah diastolik (mmHg)
X5 = konsumsi energi (kkal)
X6 = konsumsi protein (g)
X7 = konsumsi vitamin C (mg)
X8 = konsumsi besi (mg)
εij = galat
Tekanan darah (sistolik dan diastolik)

Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + β3X3 + εij

Keterangan:
Yij = nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada wanita pekerja ke-j
karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
40

i3 = suplemen multivitamin mineral


µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
β2 = koefisien dari X2
β3 = koefisien dari X3
X1 = usia (tahun)
X2 = berat badan (kg)
X3 = konsumsi natrium (mg)
εij = galat
Kadar urea serum darah

Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + εij

Keterangan:
Yij = nilai urea serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
β2 = koefisien dari X2
X1 = usia (tahun)
X2 = konsumsi protein (g)
εij = galat
Kadar kreatinin serum darah

Yij = μ + ηi + β1X1 + εij

Keterangan:
Yij = nilai kreatinin serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan
ke-i
i1 = plasebo
41

i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
X1 = usia (tahun)
εij = galat
42

Untuk lebih jelasnya, pada tabel berikut dapat dilihat jenis dan kategori
variabel yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 12 Jenis dan kategori variabel
Variabel Kategori variabel
Usia 20-29 tahun
30-39 tahun
≥40 tahun
Pendidikan Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
Tamat PT/akademi
Pendapatan keluarga Rupiah (Rp/kap/bln)

Ukuran keluarga Kecil (≤4 orang)


Sedang (5-7 orang)
Besar (>7 orang)
Tingkat konsumsi >90% AKG (normal)
energi dan protein 80-90% AKG (cukup)
70-80% AKG (defisit tingkat ringan)
<70% AKG (defisit tingkat berat)
Tingkat konsumsi ≥77% AKG (cukup)
vitamin dan mineral <77% AKG (kurang)
Indeks Massa Tubuh (IMT) >27,0 (obesitas)
25,0-27,0 (gizi lebih/overweight)
18,5-24,9 (gizi baik)
17,0-18,4 (gizi kurang)
<17,0 (gizi buruk)
Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg (hipertensi)
<140 mmHg (tidak hipertensi)
Tekanan darah diastolik ≥90 mmHg (hipertensi)
<90 mmHg (tidak hipertensi)
Urea 8,0-25,0 mg/dl (normal)

Kreatinin 0,6-1,5 mg/dl (normal)


43

Definisi Operasional Variabel

Wanita pekerja adalah wanita yang berusia antara 20–45 tahun dan masih aktif
bekerja
Suplementasi adalah pemberian sediaan farmakologi vitamin C dan multivitamin
mineral dalam bentuk tablet setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja
Suplemen vitamin C adalah suplemen yang mengandung 1000 mg vitamin C;
yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja
Suplemen multivitamin mineral adalah suplemen yang mengandung 1000 mg
vitamin C; 45 mg vitamin E; 700 g vitamin A; 6,5 mg vitamin B6; 400 g
asam folat; 9,6 g vitamin B12; 10 g vitamin D; 10 mg Zn; 110 g Se; 0,9
mg Cu; dan 5 mg Fe; yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada
wanita pekerja
Konsumsi makan adalah jumlah, jenis, dan waktu mengkonsumsi pangan
seseorang yang diukur dengan metode recall 2x 24 jam secara berturut-turut;
dan kebiasaan makan seseorang yang diukur dengan metode food frequency
questionaire (FFQ)
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan,
yang dapat terlihat melalui parameter indeks massa tubuh (IMT)
IMT adalah hasil perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi
badan (m) berdasarkan hasil pengukuran secara antropometri dan
dikelompokkan menurut Depkes RI (1996)
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami wanita pekerja dan diukur
dari tekanan darah dan keluhan kesehatan yang dirasakannya
Keluhan penyakit adalah gejala/gangguan kesehatan yang dirasakan oleh wanita
pekerja selama suplementasi (10 minggu)
Lama sakit adalah jumlah hari sakit wanita pekerja selama suplementasi (10
minggu)
Tekanan darah adalah kondisi kesehatan wanita pekerja yang dinyatakan dalam
tekanan darah sistolik dan diastolik, diukur dengan sphygnomanometer dan
dikelompokkan menurut American Heart Association (2000)
Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya
(mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi
unsur cairan tubuh) dengan baik, dan dapat dilihat melalui parameter urea dan
kreatinin
Urea adalah salah satu produk akhir metabolisme protein. Kadar urea normal
dalam darah adalah 8,0-25,0 mg/dl (Kumar & Clark 2005)
Kreatinin adalah salah satu produk akhir metabolisme kreatin otot, dengan jumlah
normal antara 0,6–1,5 mg/dl (Kumar & Clark 2005)
44

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wanita Pekerja


Unit percobaan dalam penelitian ini adalah 93 orang wanita pekerja berusia
antara 20-45 tahun yang bekerja di pabrik garmen PT Ricky Putra Globalindo,
Tbk. yang terletak di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. Pabrik ini
beroperasi 24 jam sehari dengan pembagian tiga shift, sehingga setiap harinya
masing-masing pekerja mendapat jatah 8 jam kerja. Seluruh wanita pekerja
tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan satu perlakuan dari
tiga perlakuan yang akan diteliti, yaitu pemberian plasebo (tanpa vitamin C dan
multivitamin mineral), pemberian suplemen vitamin C, dan pemberian suplemen
multivitamin mineral. Karakteristik wanita pekerja yang diamati dalam penelitian
ini meliputi usia, pendidikan, ukuran keluarga, dan pendapatan
keluarga/kapita/bulan.
Usia
Pada tabel berikut dapat dilihat sebaran wanita pekerja berdasarkan kategori
usia, dimana lebih dari separuh wanita pekerja berusia antara 30-39 tahun
(52,7%).
Tabel 13 Sebaran wanita pekerja menurut kategori usia
Usia n Persentase (%)
20-29 tahun 37 39,8
30-39 tahun 49 52,7
≥40 tahun 7 7,5
Total 93 100,0

Wanita pekerja yang berusia antara 20-29 tahun sebanyak 39,8%; sedangkan yang
berusia ≥40 tahun sebanyak 7,5%. Usia terendah wanita pekerja adalah 24 tahun,
sedangkan usia tertinggi adalah 45 tahun.

Pendidikan
Sebaran wanita pekerja berdasarkan kategori pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 14. Persentase terbesar tingkat pendidikan wanita pekerja adalah tamat
SLTP (36,6%). Persentase terbesar kedua adalah tamat SD (31,2%) diikuti oleh
tamat SLTA sebanyak 24,7%.
45

Tabel 14 Sebaran wanita pekerja menurut kategori pendidikan


Pendidikan n Persentase (%)
Tidak sekolah 1 1,1
Tidak tamat SD 5 5,4
Tamat SD 29 31,2
Tamat SLTP 34 36,6
Tamat SLTA 23 24,7
Tamat PT/akademi 1 1,1
Total 93 100,0

Ukuran Keluarga
Sebagian besar keluarga wanita pekerja termasuk dalam kategori keluarga
kecil (93,5%); dan sisanya termasuk dalam keluarga sedang (6,5%).
Tabel 15 Sebaran ukuran keluarga wanita pekerja
Ukuran keluarga n Persentase (%)
Kecil (≤4 orang) 87 93,5
Sedang (5-7 orang) 6 6,5
Besar (>7 orang) 0 0,0
Total 93 100,0

Pendapatan keluarga
Kategori pendapatan keluarga dalam penelitian ini dilihat dari nilai
minimum, maksimum, dan rata-rata ± standar deviasi (rata-rata±SD) sebagaimana
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 16 Statistik pendapatan keluarga wanita pekerja
Pendapatan Nilai (Rp./kap/bln)
Minimum 216.000
Maksimum 1.450.000
Rata-rata 591.426
Standar Deviasi (SD) 241.833

Pendapatan minimum keluarga wanita pekerja sebesar Rp. 216.000,-/kapita/bulan;


sedangkan pendapatan maksimum keluarga wanita pekerja sebesar Rp.
1.450.000,-/kapita/bulan.

Konsumsi Pangan dan Zat Gizi


Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi
kebutuhan bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja, dan pergantian jaringan tubuh
46

yang rusak. Pangan akan sangat menentukan kesehatan fisik dan psikologis
individu (Bender 2002).
Frekuensi dan Jenis Pangan
Frekuensi dan jenis pangan dalam penelitian ini diperoleh melalui food
frequency questionnaire/FFQ (Lampiran 10). Pada awal suplementasi, jenis
makanan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja
adalah nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari dan persentase 100% pada perlakuan
plasebo; 96,8% masing-masing pada perlakuan vitamin C dan multivitamin
mineral. Pada akhir suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi
nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari meningkat menjadi 100% pada semua
perlakuan. Jenis makanan sumber karbohidrat lain yang sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun
akhir suplementasi adalah mie dan roti dengan frekuensi 1-2 kali seminggu.
Jenis makanan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada awal suplementasi adalah tahu dengan
frekuensi 3-5 kali seminggu dan persentase 51,6% pada semua perlakuan. Pada
akhir suplementasi, persentasenya menjadi 54,8% pada perlakuan plasebo; 51,6%
pada perlakuan vitamin C; dan 35,5% pada perlakuan multivitamin mineral. Jenis
makanan lain yang sering dikonsumsi adalah tempe dengan frekuensi yang sama
(3-5 kali seminggu) namun persentase berbeda. Untuk kacang-kacangan, jenis
yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja adalah kacang hijau dan melinjo
baik pada awal maupun akhir suplementasi pada semua perlakuan.
Jenis makanan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun
akhir suplementasi adalah telur dengan frekuensi 3-5 kali seminggu. Pada awal
suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi telur pada perlakuan
plasebo adalah 45,2% dan meningkat menjadi 61,2% pada akhir suplementasi;
pada perlakuan vitamin C persentasenya tidak berubah yaitu 48,4%; dan pada
perlakuan multivitamin mineral dari 48,4% menjadi 51,6% pada akhir
suplementasi. Jenis sumber protein hewani lain yang sering dikonsumsi wanita
pekerja adalah ayam, hati ayam dan ikan segar masing-masing dengan frekuensi
1-2 kali seminggu.
47

Konsumsi wanita pekerja untuk sayur-sayuran terlihat beragam. Pada awal


maupun akhir suplementasi terlihat bahwa sebagian besar wanita pekerja
mengkonsumsi sayur bayam, kangkung, daun singkong, kacang panjang dan sawi
dengan frekuensi 1-2 kali seminggu. Mereka menyatakan bahwa mereka
mengkonsumsi jenis-jenis sayuran ini secara bergantian 1-2 kali dalam seminggu.
Demikian pula untuk buah-buahan, baik pada awal maupun setelah suplementasi,
sebagian besar wanita pekerja mengkonsumsi buah jambu biji, pepaya, dan jeruk
dengan frekuensi 1-2 kali seminggu secara bergiliran. Ketiga jenis buah ini
merupakan buah yang dominan dikonsumsi wanita pekerja karena dapat diperoleh
dengan mudah di warung-warung sekitar pabrik. Sedangkan untuk susu bubuk,
hampir seluruh wanita pekerja tidak pernah mengkonsumsinya.
Dalam Lyle et al. (1998) disebutkan, pengguna suplemen cenderung
mengkonsumsi makanan yang merupakan sumber penting antioksidan. Jika
dibandingkan dengan orang yang tidak mengkonsumsi suplemen, pengguna
suplemen umumnya memiliki asupan makanan sumber vitamin C dan karotenoid
yang lebih tinggi (seperti buah dan sayur). McNaughton et al. (2005)
menambahkan, konsumsi makanan pengguna suplemen lebih baik dibandingkan
orang yang tidak menggunakan suplemen. Kondisi ini cenderung sejalan dengan
hasil yang didapatkan dalam penelitian, namun pada beberapa jenis makanan hal
ini tidak sesuai karena berbagai alasan, diantaranya karena perubahan musim
sehingga sulit mendapatkan jenis makanan tertentu dan kondisi keuangan dimana
pada akhir bulan biasanya jenis dan jumlah konsumsi sebagian besar wanita
pekerja cenderung menurun.

Analisis Konsumsi
Konsumsi energi dan zat gizi lainnya diperoleh dengan mengkonversikan
semua jenis bahan makanan yang dikonsumsi wanita pekerja ke dalam bentuk
energi, protein, vitamin C, dan besi. Rata-rata konsumsi zat gizi dapat dilihat pada
Tabel 17.
48

Tabel 17 Rata-rata konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan *


Zat Gizi Perlakuan
Plasebo Vit. C MVM
Sebelum
Energi (kkal) 1253±402a 1199±388ab 1019±311b
Protein (g) 42,8±12,6a 40,5±13,2a 36,5±12,7a
Vitamin C (mg) 44,7±53,0ab 53,1±50,1a 31,4±49,1b
Besi (mg) 6,1±2,6a 7,5±4,6a 4,6±1,6a
Setelah
Energi (kkal) 1252±295ab 1131±271a 1373±368b
Protein (g) 40,5±12,4a 38,8±9,9a 44,9±13,9a
Vitamin C (mg) 57,2±55,8a 33,8±50,7a 60,5±78,2a
Besi (mg) 8,3±6,4a 5,8±2,5a 7,4±3,0a
Ket: * Rata-rata±SD
Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat
perbedaan yang nyata (uji Anova; p>0,05)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum suplementasi, rata-rata


konsumsi energi dan protein pada perlakuan plasebo lebih tinggi dibandingkan
dua perlakuan lainnya; sedangkan rata-rata konsumsi vitamin C dan besi lebih
tinggi pada perlakuan vitamin C. Setelah suplementasi, rata-rata konsumsi energi,
protein, dan vitamin C pada perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi
dibandingkan perlakuan plasebo dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi
besi tertinggi adalah pada perlakuan plasebo. Jika dilihat dari perubahan konsumsi
zat gizi sebelum dan setelah suplementasi, pada suplementasi zat gizi tunggal
(vitamin C) cenderung terjadi penurunan konsumsi zat gizi dari makanan,
sedangkan pada suplementasi multivitamin mineral terjadi peningkatan konsumsi
semua zat gizi. Lyle et al. (1998) menyatakan, pengguna suplemen memiliki
konsumsi zat gizi mikro yang lebih tinggi dari makanan dibandingkan orang yang
tidak menggunakan suplemen. Slesinski et al. (1996) menambahkan bahwa
asupan vitamin C, A, dan E dari makanan pengguna suplemen vitamin lebih tinggi
dibandingkan orang yang tidak menggunakan suplemen.
Pengujian dengan Anova menunjukkan bahwa perbedaan yang nyata
(p<0,05) sebelum suplementasi terdapat pada konsumsi energi dan besi,
sedangkan setelah suplementasi hanya terdapat pada konsumsi energi. Uji lanjut
menggunakan uji Bonferroni menunjukkan bahwa sebelum suplementasi,
perbedaan konsumsi energi terdapat antara perlakuan plasebo dengan
49

multivitamin mineral, dan perbedaan konsumsi besi terdapat antara perlakuan


vitamin C dengan multivitamin mineral. Setelah suplementasi, perbedaan
konsumsi energi terdapat antara perlakuan vitamin C dengan multivitamin mineral
(Lampiran 13).
Hasil ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian Singh et al. (1992) yang
menyatakan bahwa total asupan energi, protein, vitamin, dan mineral dari
makanan baik sebelum maupun setelah suplementasi pada perlakuan plasebo
maupun perlakuan suplemen tidak berbeda nyata. Murphy et al. (2007)
menyatakan, kecukupan zat gizi hanya dari asupan makanan pada pengguna
suplemen maupun orang yang tidak menggunakan suplemen tidak berbeda.
Radimer et al. (2004) dan Park et al. (2006) menambahkan bahwa suplemen
memiliki kontribusi yang besar terhadap asupan zat gizi.
Berdasarkan data konsumsi tersebut, dianalisis tingkat konsumsi wanita
pekerja dengan membandingkan data konsumsi dengan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan. Rata-rata tingkat konsumsi wanita pekerja dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel 18 Tingkat konsumsi wanita pekerja dari makanan
Zat Gizi Perlakuan
Plasebo Vit. C MVM
Sebelum (%)
Energi 69,6a 70,6a 58,5a
a a
Protein 87,6 87,0 76,5a
Vitamin C 59,6a 70,8a 41,8a
Besi 23,6ab 28,7a 17,6b
Setelah (%)
Energi 68,9a 67,0a 78,4a
Protein 81,8a 84,4a 93,6a
Vitamin C 76,3a 45,1a 80,6a
Besi 31,9a 22,5a 28,4a
Ket: Pada baris yang sama, angka dengan huruf yang sama menunjukkan tidak terdapat perbedaan
yang nyata (uji Anova; p>0,05)

Dari tabel di atas terlihat bahwa setelah suplementasi, tingkat konsumsi


energi, protein, dan vitamin C wanita pekerja lebih tinggi pada perlakuan
multivitamin mineral dibandingkan dua perlakuan lainnya; sedangkan tingkat
konsumsi besi tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo. Namun, pengujian
dengan Anova (Lampiran 14) menunjukkan bahwa tingkat konsumsi energi,
50

protein, vitamin C, dan besi setelah suplementasi pada ketiga perlakuan tidak
berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan zat gizi dari
makanan pada semua perlakuan relatif sama. Data tingkat konsumsi ini
selanjutnya dikategorikan sebagaimana terlihat pada Tabel 19 dan 20.
Tabel 19 Distribusi tingkat konsumsi energi dan protein wanita pekerja
Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein
Kategori Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
Sebelum suplementasi
Defisiensi tkt berat 18 (58,1%) 17 (54,8%) 21 (67,7%) 14 (45,2%) 7 (22,6%) 13 (41,9%)
Defisiensi tkt ringan 6 (19,4%) 4 (12,9%) 4 (12,9%) 1 (3,2%) 2 (6,5%) 3 (9,7%)
Cukup 1 (3,2%) 5 (16,1%) 5 (16,1%) 3 (9,7%) 8 (25,8%) 4 (12,9%)
Normal 6 (19,4%) 5 (16,1%) 1 (3,2%) 13 (41,9%) 14 (45,2%) 11 (35,5%)
Total 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%)
Setelah suplementasi
Defisiensi tkt berat 18 (58,1%) 20 (64,5%) 15 (48,4%) 11 (35,5%) 8 (25,8%) 5 (16,1%)
Defisiensi tkt ringan 6 (19,4%) 5 (16,1%) 4 (12,9%) 4 (12,9%) 3 (9,7%) 5 (16,1%)
Cukup 4 (12,9%) 2 (6,5%) 7 (22,6%) 3 (9,7%) 6 (19,4%) 8 (25,8%)
Normal 3 (9,7%) 4 (12,9) 5 (16,1%) 13 (41,9%) 14 (45,2%) 13 (41,9%)
Total 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%)

Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi energi, lebih
dari separuh wanita pekerja sebelum suplementasi mengalami defisiensi energi
tingkat berat. Setelah suplementasi, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo,
meningkat pada perlakuan vitamin C, dan menurun pada perlakuan multivitamin
mineral. Jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsi energinya termasuk dalam
kategori normal menurun pada perlakuan plasebo dan vitamin C, namun
meningkat pada perlakuan multivitamin mineral. Pada tingkat konsumsi protein,
jumlah wanita pekerja yang mengalami defisiensi tingkat berat menurun pada
perlakuan plasebo dan multivitamin mineral namun meningkat pada perlakuan
vitamin C. Untuk kategori normal, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo
dan vitamin C, sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral jumlahnya
meningkat.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada perlakuan multivitamin mineral
terjadi peningkatan jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsinya termasuk
dalam kategori normal dan penurunan jumlah wanita pekerja yang tingkat
konsumsinya termasuk dalam kategori defisiensi tingkat berat. Hal ini diduga
karena vitamin dan mineral yang terdapat dalam suplemen membantu memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat gizi mikro sehingga metabolisme zat-zat gizi dalam
51

tubuh dapat berlangsung dengan lebih baik dan menyebabkan konsumsi energi
dan protein wanita pekerja meningkat. Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan
besi wanita pekerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 20 Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja
Tingkat Konsumsi Vitamin C Tingkat Konsumsi Besi
Kategori Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
Sebelum suplementasi
Kurang 25 (80,6%) 24 (77,4%) 27 (87,1%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 31 (100,0%)
Cukup 6 (19,4%) 7 (22,6%) 4 (12,9%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 0 (0,0%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)
Setelah suplementasi
Kurang 20 (64,5%) 28 (90,3%) 25 (80,6%) 30 (96,8%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)
Cukup 11 (35,5%) 3 (9,7%) 6 (19,4%) 1 (3,2%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi vitamin C
sebelum suplementasi, tingkat konsumsi sebagian besar wanita pekerja pada
semua perlakuan termasuk dalam kategori kurang. Setelah suplementasi,
jumlahnya menurun pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral, dan
meningkat pada perlakuan vitamin C. Demikian pula pada tingkat konsumsi besi
sebelum suplementasi, tingkat konsumsi hampir seluruh wanita pekerja termasuk
dalam kategori kurang. Setelah suplementasi, jumlahnya menurun pada perlakuan
plasebo, meningkat pada perlakuan vitamin C, dan tetap pada perlakuan
multivitamin mineral. Hal ini diduga karena kurangnya konsumsi buah dan sayur
pada wanita pekerja. Meskipun mereka mengkonsumsi beraneka ragam sayur dan
buah, namun jumlah yang dikonsumsi belum sesuai dengan porsi yang seharusnya
dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin dan mineral.

Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan.
Gambaran status gizi wanita pekerja dilihat berdasarkan berat badan (BB) dan
indeks massa tubuh (IMT). Pada Gambar 3 dapat dilihat status gizi wanita pekerja
sebelum dan setelah suplementasi.
52

60 54.5 54.5
51.1 50.6 52.3 52.0
50

40
BB Sebelum
30
(kg) Setelah
20

10

0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 3 Rata-rata berat badan wanita pekerja.


Sebelum suplementasi, rata-rata (±SD) BB perlakuan plasebo adalah
54,5±9,6 kg; perlakuan vitamin C adalah 51,1±8,3 kg; dan perlakuan multivitamin
mineral adalah 52,3±6,9 kg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) BB perlakuan
plasebo adalah 54,5±9,6 kg; perlakuan vitamin C 50,6±7,9 kg; dan perlakuan
multivitamin mineral 52,0±6,7 kg. Data ini menunjukkan terdapat penurunan
rata-rata berat BB pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral, sedangkan
pada perlakuan plasebo tidak terdapat perbedaan rata-rata BB. Namun setelah
diuji dengan Anova (Lampiran 15), perbedaan tersebut tidak nyata (p>0,05).
Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Singh et al. (1992) serta Bunout et
al. (2001) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata terhadap
BB perlakuan plasebo maupun perlakuan suplementasi sebelum dan setelah
suplementasi. Hasil survei Perkin et al. (2002) menyebutkan bahwa 36%
pengguna suplemen menggunakan suplemen untuk tujuan membakar lemak
(mengurangi berat badan). Hal ini didukung oleh Neuhouser (2003) yang
menyatakan bahwa dibandingkan dengan wanita yang tidak mengkonsumsi
suplemen, pengguna suplemen cenderung memiliki berat badan yang lebih
rendah.
Rata-rata IMT wanita pekerja dapat dilihat pada Gambar 4. Sebelum
suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT pada perlakuan plasebo adalah 23,7±3,6
kg/m2; perlakuan vitamin C 22,5±3,4 kg/m2; dan perlakuan multivitamin mineral
23,2±2,3 kg/m2. Setelah suplementasi, nilai rata-rata (±SD) IMT perlakuan
plasebo adalah 23,7±3,7 kg/m2 ; perlakuan vitamin C 22,4±3,4 kg/m2 ; dan
perlakuan multivitamin mineral adalah 23,2±2,4 kg/m2.
53

Penelitian Radimer et al. (2004) menunjukkan bahwa peningkatan IMT


dihubungkan dengan rendahnya penggunaan suplemen multivitamin atau
multimineral. Mc Naughton et al. (2005) menambahkan, pengguna suplemen
cenderung memiliki IMT yang lebih rendah dibandingkan orang yang tidak
menggunakan suplemen.

25 23.7 23.7 23.2 23.2


22.5 22.4

20

15
IMT Sebelum
(kg/m2) Setelah
10

0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 4 Rata-rata indeks massa tubuh wanita pekerja.


Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi energi sebagai peubah perancu
menunjukkan bahwa nilai IMT pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata
(p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa IMT (adjusted) secara nyata
dipengaruhi oleh usia, namun tidak nyata dipengaruhi oleh konsumsi energi
(Lampiran 16).
Distribusi wanita pekerja berdasarkan kategori IMT menunjukkan bahwa
lebih dari separuh wanita pekerja pada setiap perlakuan, baik sebelum maupun
setelah suplementasi tergolong dalam status gizi baik (Tabel 21). Sebelum
suplementasi, wanita pekerja yang berstatus gizi baik pada perlakuan plasebo
sebesar 58,1%; perlakuan vitamin C 61,3%; dan perlakuan multivitamin mineral
77,4%. Persentase status gizi terbanyak kedua pada perlakuan plasebo adalah
obesitas sebesar 22,6%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin
mineral adalah gizi lebih masing-masing sebesar 16,1%.
Setelah suplementasi, tidak terlihat adanya perbedaan yang nyata pada
distribusi wanita pekerja berdasarkan kategori IMT. Pada perlakuan plasebo,
persentase wanita pekerja yang berstatus gizi baik sebesar 58,1%; perlakuan
54

vitamin C 64,5%; sedangkan perlakuan multivitamin mineral sebesar 71,0%.


Persentase status gizi terbesar kedua pada perlakuan plasebo adalah obesitas,
yakni sebesar 29,0%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin
mineral adalah gizi lebih dengan persentase masing-masing secara berturut-turut
12,9% dan 22,6%.
Tabel 21 Distribusi wanita pekerja menurut kategori IMT
Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Gizi buruk 0 (0,0%) 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (1,1%)
Gizi kurang 1 (3,2%) 3 (9,7%) 1 (3,2%) 5 (5,4%)
Gizi baik 18 (58,1%) 19 (61,3%) 24 (77,4%) 61 (65,6%)
Gizi lebih 5 (16,1%) 5 (16,1%) 5 (16,1%) 15 (16,1%)
Obesitas 7 (22,6%) 3 (9,7%) 1 (3,2%) 11 (11,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Gizi buruk 0 (0,0%) 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (1,1%)
Gizi kurang 1 (3,2%) 3 (9,7%) 1 (3,2%) 5 (5,4%)
Gizi baik 18 (58,1%) 20 (64,5%) 22 (71,0%) 60 (64,5%)
Gizi lebih 3 (9,7%) 4 (12,9) 7 (22,6%) 14 (15,1%)
Obesitas 9 (29,0%) 3 (9,7%) 1 (3,2%) 13 (14,0%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)

Hal ini sesuai dengan laporan Radimer et al. (2004) yang menyatakan
bahwa berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey tahun
1999-2000 di Amerika ditemukan bahwa pengguna suplemen multivitamin
mineral lebih banyak berstatus gizi baik. Hal senada disampaikan Foote et al.
(2003) dan menambahkan bahwa pengguna suplemen lebih sedikit pada obesitas.

Status Kesehatan
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami individu. Status
kesehatan wanita pekerja dalam penelitian ini diketahui berdasarkan keluhan dan
lama sakit selama suplementasi serta pengukuran tekanan darah (sistolik dan
diastolik).
Keluhan dan Lama Sakit
Keluhan dan lama sakit selama suplementasi didapatkan melalui wawancara
yang ditanyakan sekali dalam seminggu. Beberapa keluhan penyakit dan rata-rata
lama sakit yang dilaporkan oleh wanita pekerja dapat dilihat pada Tabel 22.
55

Tabel 22 Keluhan dan rata-rata lama sakit wanita pekerja selama suplementasi
Perlakuan
Keluhan penyakit
Plasebo (hari) Vit. C (hari) MVM (hari)
Pusing 2,3 1,9 3,7
Pilek 4,0 5,0 4,2
Demam 3,4 2,0 0,0
Batuk 4,8 3,8 4,1
Radang tenggorokan 1,0 0,0 0,0
Diare 2,0 0,0 0,0
Sariawan 8,5 0,0 4,0
Masuk angin 1,0 2,0 2,0
Sakit kepala 3,0 5,0 0,0
Alergi 0,0 1,0 0,0
Pegal 0,0 1,0 1,0
Sakit mata 0,0 0,0 4,5
Asma 0,0 0,0 2,0
Migrain 2,0 0,0 3,0
Maag 0,0 2,0 0,0

Rata-rata lama sakit wanita pekerja selama 10 minggu suplementasi dengan


berbagai keluhan penyakit bervariasi antara 1 hingga 8,5 hari. Pada perlakuan
plasebo, keluhan penyakit yang paling lama adalah sariawan dengan rata-rata
lama sakit 8,5 hari diikuti oleh batuk (4,8 hari). Pada perlakuan vitamin C,
keluhan penyakit yang paling lama adalah pilek dan sakit kepala (5,0 hari) diikuti
oleh batuk (3,8 hari). Sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral, keluhan
penyakit yang paling lama adalah sakit mata dengan rata-rata lama sakit 4,5 hari
diikuti oleh pilek (4,2 hari).
Secara keseluruhan, rata-rata lama sakit wanita pekerja pada perlakuan
plasebo adalah 4,3±4,9 hari; pada perlakuan vitamin C adalah 2,1±2,8 hari; dan
pada perlakuan multivitamin mineral adalah 2,5±3,6 hari. Hasil uji Ancova
dengan usia, IMT, tekanan darah sistolik, diastolik, konsumsi energi, protein,
vitamin C, dan besi sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa lama sakit pada
ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa
lama sakit tidak dipengaruhi oleh semua peubah perancu (Lampiran 17). Dalam
NIH State of the Science Panel (2007) disebutkan bahwa sebagian besar penelitian
tidak menunjukkan bukti yang kuat tentang pengaruh positif dari suplementasi
satu, dua, atau kombinasi tiga atau lebih zat gizi.
56

Berdasarkan tempat berobat ketika sakit, sebagian besar wanita pekerja


memilih mengobati sendiri dengan cara membeli obat yang tersedia di warung
(Lampiran 7). Pada perlakuan plasebo, persentase wanita pekerja yang berobat
sendiri adalah 69,6%; perlakuan vitamin C adalah 89,5%; dan perlakuan
multivitamin mineral adalah 71,4%. Alternatif tempat berobat lainnya yang paling
sering dikunjungi wanita pekerja adalah klinik di perusahaan dengan persentase
pada perlakuan plasebo adalah 21,7%; perlakuan vitamin C adalah 10,5%; dan
perlakuan multivitamin mineral adalah 21,4%.

Tekanan Darah
Tekanan darah arterial merupakan kekuatan tekanan darah ke dinding
pembuluh darah yang menampungnya, dimana tekanan ini berubah-ubah pada
setiap tahap siklus jantung. Tekanan darah mengalami sedikit perubahan
bersamaan dengan perubahan-perubahan gerakan yang fisiologik seperti ketika
sedang berolah raga, ketika terjadi perubahan mental karena cemas dan emosi,
ketika tidur, dan ketika makan. Oleh karena itu, tekanan darah sebaiknya diukur
ketika seseorang berada dalam kondisi tenang, istirahat, dan sebaiknya dalam
sikap rebahan (Pearce 2006). Dalam penelitian ini, tekanan darah diukur pada pagi
hari sebelum wanita pekerja mulai bekerja. Rata-rata tekanan darah wanita pekerja
dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.

105 100 99 98 99 97
95

90

75

Sistolik 60 Sebelum
(mmHg) 45 Setelah

30

15

0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 5 Rata-rata tekanan darah sistolik wanita pekerja.


57

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum suplementasi, pada


perlakuan plasebo rata-rata (±SD) tekanan darah sistolik wanita pekerja adalah
100±13,1 mmHg; perlakuan vitamin C adalah 98±8,2 mmHg; dan perlakuan
multivitamin mineral adalah 99±14,1 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata
(±SD) tekanan darah sistolik pada perlakuan plasebo adalah 99±11,4 mmHg;
perlakuan vitamin C adalah 95±6,8 mmHg; dan perlakuan multivitamin mineral
adalah 97±9,5 mmHg.
Hasil uji Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi natrium sebagai
peubah perancu menunjukkan bahwa nilai tekanan darah sistolik pada ketiga
perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula bahwa
tekanan darah sistolik (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia dan berat
badan, namun tidak dipengaruhi oleh konsumsi natrium (Lampiran 18).
Pada tekanan darah diastolik wanita pekerja sebelum suplementasi, rata-rata
(±SD) tekanan darah diastolik perlakuan plasebo adalah 66±7,6 mmHg; perlakuan
vitamin C adalah 65±5,1 mmHg; dan perlakuan multivitamin mineral adalah
66±8,4 mmHg. Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) tekanan darah diastolik
wanita pekerja pada perlakuan plasebo adalah 66±8,0 mmHg; perlakuan vitamin
C adalah 65±5,1 mmHg; sedangkan perlakuan multivitamin mineral adalah
65±9,3 mmHg.

70 66 66 65 65 66 65

60

50

Diastolik 40 Sebelum
(mmHg) 30 Setelah

20

10

0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 6 Rata-rata tekanan darah diastolik wanita pekerja.


Pengujian menggunakan Ancova dengan usia, berat badan, dan konsumsi
natrium sebagai peubah perancu menunjukkan bahwa nilai tekanan darah diastolik
58

pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula
bahwa tekanan darah diastolik (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia dan
berat badan, namun tidak dipengaruhi oleh konsumsi natrium (Lampiran 19).
Kotchen TA dan Kotchen JM (2006) menyebutkan bahwa perubahan berat badan
sebanyak ± 9,2 kg dihubungkan dengan perubahan 6,3 mmHg tekanan darah
sistolik dan 3,1 mmHg tekanan darah diastolik. Tidak berpengaruhnya konsumsi
natrium terhadap tekanan darah dalam penelitian ini diduga karena rendahnya
asupan natrium wanita pekerja.
Berdasarkan pengelompokan dengan kategori hipertensi (tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg) dan tidak hipertensi (tekanan darah sistolik <140 mmHg)
yang mengacu pada American Heart Association (2000), distribusi wanita pekerja
adalah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 23 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah sistolik
Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum suplementasi, sebagian besar
wanita pekerja pada ketiga perlakuan tidak mengalami hipertensi (97,8%).
Demikian pula setelah suplementasi dilakukan, tekanan darah sistolik sebagian
besar wanita pekerja masih berada pada batas normal (tidak hipertensi) dengan
persentase yang sama yaitu sebesar 97,8%. Sementara itu, distribusi wanita
pekerja berdasarkan tekanan darah diastolik (hipertensi ≥90 mmHg dan tidak
hipertensi <90 mmHg yang mengacu pada American Heart Association (2000))
menunjukkan hasil yang sama sebagaimana terlihat dalam Tabel 24.
59

Tabel 24 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah diastolik


Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)

Pada semua perlakuan baik sebelum maupun setelah suplementasi, sebagian


besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak hipertensi. Sebelum dan
setelah suplementasi dilakukan, persentase wanita pekerja yang tidak mengalami
hipertensi adalah 97,8%. Hal ini menunjukkan bahwa suplementasi vitamin C dan
multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap tekanan darah sistolik maupun
diastolik wanita pekerja. Dalam penelitian ini, rendahnya tekanan darah (sistolik
<120 mmHg dan diastolik <80 mmHg) wanita pekerja diduga karena tingkat
konsumsi wanita pekerja yang rendah terutama konsumsi energi. Selain itu,
kondisi ini kemungkinan disebabkan pula oleh waktu istirahat yang kurang dan
beban kerja wanita pekerja yang berat, dimana pada saat-saat tertentu wanita
pekerja harus bekerja lembur 2 shift (2 x 8 jam) sehari.

Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya
(mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi
unsur cairan tubuh) dengan baik. Gambaran fungsi ginjal wanita pekerja dalam
penelitian ini dilihat dari kadar urea dan kreatinin serum darah. Pada Gambar 7
dan 8 dapat dilihat rata-rata kadar urea dan kreatinin serum darah wanita pekerja
sebelum dan setelah suplementasi.
60

25
22.1 21.4
21.2 20.8
19.5 19.2
20

15
Urea Sebelum
(mg/dl) Setelah
10

0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 7 Rata-rata kadar urea wanita pekerja.


Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebelum suplementasi,
secara keseluruhan rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja adalah
20,2±5,6 mg/dl. Pada perlakuan plasebo, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah
wanita pekerja adalah 19,5±4,9 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 19,2±5,0
mg/dl; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 22,1±6,4 mg/dl.
Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah pada
perlakuan plasebo adalah 21,2±5,0 mg/dl; perlakuan vitamin C adalah 20,8±4,6
mg/dl; dan perlakuan multivitamin mineral adalah 21,4±4,2 mg/dl. Sedangkan
secara keseluruhan, rata-rata (±SD) kadar urea serum darah wanita pekerja setelah
suplementasi adalah 21,1±4,6 mg/dl. Hasil uji Ancova dengan usia dan konsumsi
protein sebagai kovariat (peubah perancu) menunjukkan bahwa kadar urea serum
darah pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan
pula bahwa kadar urea serum darah (adjusted) tidak nyata dipengaruhi oleh usia
dan konsumsi protein (Lampiran 20).
Secara keseluruhan, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita
pekerja sebelum suplementasi adalah 0,8±0,1 mg/dl. Pada semua perlakuan, kadar
kreatinin serum darah menunjukkan nilai rata-rata yang sama (0,8±0,1 mg/dl).
Setelah suplementasi, rata-rata (±SD) kadar kreatinin serum darah wanita pekerja
pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral adalah 0,8±0,1 mg/dl;
sedangkan pada perlakuan vitamin C adalah 0,9±0,1 mg/dl.
61

1.0
0.8 0.9
0.9 0.8 0.8 0.8
0.8
0.8
0.7
0.6
Kreatinin Sebelum
0.5
(mg/dl) Setelah
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan

Gambar 8 Rata-rata kadar kreatinin wanita pekerja.


Pengujian menggunakan Ancova dengan usia sebagai kovariat (peubah
perancu) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar kreatinin
serum darah antar perlakuan (p<0,05). Uji lanjut menggunakan uji Bonferroni
menunjukkan bahwa perbedaan terdapat antara perlakuan vitamin C dengan
perlakuan multivitamin mineral. Hasil uji menunjukkan pula bahwa kadar
kreatinin serum darah (adjusted) tidak nyata dipengaruhi oleh usia (Lampiran 21).
Berdasarkan pengelompokan dengan kategori normal (kadar urea serum
darah 8,0-25,0 mg/dl) dan tidak normal yang mengacu pada Kumar dan Clark
(2005), distribusi wanita pekerja adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 25 dan
26.
Tabel 25 Distribusi wanita pekerja menurut kadar urea serum darah
Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Normal 27 (87,1%) 26 (83,9%) 23 (74,2%) 76 (81,7%)
Tidak normal 4 (12,9%) 5 (16,1%) 8 (25,8%) 17 (18,3%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Normal 27 (87,1%) 26 (83,9%) 26 (83,9%) 79 (84,9%)
Tidak normal 4 (12,9%) 5 (16,1%) 5 (16,1%) 14 (15,1%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)

Secara keseluruhan, sebelum suplementasi persentase wanita pekerja yang


termasuk dalam kategori normal adalah 81,7%. Setelah suplementasi, jumlahnya
meningkat menjadi 84,9%. Pada perlakuan plasebo dan vitamin C, persentase
wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi yang termasuk dalam kategori
62

normal tetap sama, sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral jumlahnya


meningkat. Hal ini diduga karena dengan adanya tambahan vitamin dan mineral
dari suplemen terjadi keseimbangan zat-zat gizi dalam tubuh sehingga fungsi
ginjal menjadi lebih baik.
Persentase wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah tidak
menunjukkan adanya perbedaan pada semua perlakuan baik sebelum maupun
setelah suplementasi. Mengacu pada Kumar dan Clark (2005), kadar normal
kreatinin dalam serum darah adalah 0,6-1,5 mg/dl.
Tabel 26 Distribusi wanita pekerja menurut kadar kreatinin serum darah
Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Normal 30 (96,8%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 92 (98,9%)
Tidak normal 1 (3,2%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 1 (1,1%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Normal 30 (96,8%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 92 (98,9%)
Tidak normal 1 (3,2%) 0 (0,0%) 0 (0,0%) 1 (1,1%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)

Secara keseluruhan, persentase wanita pekerja yang termasuk dalam


kategori normal pada sebelum maupun setelah suplementasi adalah 98,9%.
Meskipun pengujian dengan Ancova menunjukkan bahwa perlakuan vitamin C
dan multivitamin mineral mempengaruhi kadar kreatinin, namun kadarnya masih
dalam batas normal. Dalam Hathcock et al. (2005) disebutkan, suplemen vitamin
C ≤2000 mg/hari aman untuk sebagian besar orang dewasa. Mulholland dan
Benford (2007) menambahkan, beberapa zat gizi seperti vitamin A dan mangan
sangat berbahaya bila dikonsumsi dalam jumlah yang besar, sedangkan zat gizi
lainnya seperti vitamin C dan besi memiliki efek berbahaya yang lebih kecil.
Disebutkan pula bahwa resiko bahaya mengkonsumsi suplemen makanan
bergantung pada 3 faktor, yaitu batas aman zat gizi, kerentanan individu, dan
kemungkinan asupan zat gizi yang sama dari suplemen lainnya atau dari makanan.
63

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
1. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada
perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo
dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi besi
tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo.
2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
status gizi wanita pekerja berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Lebih dari
separuh wanita pekerja termasuk dalam status gizi baik (IMT antara 18,5
sampai 24,9 kg/m2); dengan persentase sebesar 58,1% pada perlakuan
plasebo; 64,5% pada perlakuan vitamin C; dan 71,0% perlakuan multivitamin
mineral.
3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
status kesehatan wanita pekerja berdasarkan lama sakit, tekanan darah sistolik
dan diastolik. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak
hipertensi (sistolik <140 mmHg; diastolik <90 mmHg). Pada perlakuan
plasebo dan multivitamin mineral, persentase wanita pekerja yang termasuk
dalam kategori tidak hipertensi sebesar 96,8%; sedangkan pada perlakuan
vitamin C sebesar 100,0%.
4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
kadar urea serum darah. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam
kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl). Persentase wanita
pekerja yang termasuk dalam kategori normal pada perlakuan plasebo sebesar
87,1%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral
masing-masing sebesar 83,9%.
5. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap kadar
kreatinin serum darah, namun kadarnya masih berada pada batas normal (0,6-
1,5 mg/dl). Persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal
pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral masing-masing sebesar
100,0%; sedangkan pada perlakuan plasebo sebesar 96,8%.
64

Saran
1. Suplemen hendaknya dikonsumsi jika kebutuhan zat gizi dari makanan tidak
mencukupi.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu suplementasi yang lebih
lama (lebih dari 10 minggu) untuk mengetahui keamanan suplemen pada dosis
tertentu.
65

DAFTAR PUSTAKA

[ACC/SCN] Administrative Committee on Coordination/Sub-Committee on


Nutrition. 2000. Fourth Report on the World Nutrition Situation. Geneva:
ACC/SCN.

[AHA] American Heart Association. 2000. About blood pressure.


http://www.americanheart.org/highbloodpressure [7 Juli 2008].

Almatsier S. 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.

Anderson JJB. 2004. Minerals. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor.


Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier.

Bender DA. 2002. Introduction to Nutrition and Metabolism. 3rd ed. New York:
Taylor & Francis Inc.

Beyer PL. 2004. Digestion, absorption, transport, and excretion of nutrients. Di


dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor. Krause’s Food, Nutrition, &
Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier.

Bloem MW, Matzger H, Huq N. 1994. Vitamin A deficiency among women in


the reproductive years: an ignored problem. Proceedings of the 16th
IVACG Meeting. 24-28 Oktober 1994. Chiang Rai. Thailand.

Blumenkrantz MJ, Kopple JD, Gutman RA, Chan YK, Barbour GL, Roberts C,
Shen FH, Gandhi VC, Tucker CT, Curtis FK, Coburn JW. 1980. Methods
for assessing nutritional status of patients with renal failure. Am J Clin
Nutr 33:1567-1585.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004
tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta:
BPOM.

Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. 2nd ed. San Diego: Academic Press.

Budiman H. 1999. Peranan gizi pada pencegahan dan penanggulangan hipertensi.


Jurnal Kedokteran dan Farmasi 12:784-788.

Bunk MJ, Dnistrian A, Schwartz MK, Rivlin RS. 1987. Dietary zinc deficiency
impairs plasma transport of vitamin E. Am J Clin Nutr 45:865.

Bunout D, Barrera G, de la Maza P, Avendano M, Gattas V, Petermann M, Hirsch


S. 2001. The impact of nutritional supplementation and resistance training
on the health functioning of free-living Chilean elders: results of 18
months of follow-up. J Nutr 131:2441S-2446S.
66

Chandler CJ, Wang TY, Halsted CH. 1986. Pteroylpolyglutamate hydrolase from
human jejunal brush border: purification and characterization. J Biol
Chem 261:928.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1990. Komposisi Zat


Gizi Pangan Indonesia. Jakarta: Depkes.

_________. 1996. Pedoman Praktis Menilai Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta:
Depkes.

[Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan tentang
Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360 Tahun 1996. Jakarta:
Dirjen POM.

Fairweather-Tait SJ. 1997. From absorption and excretion of minerals to the


importance of bioavailability and adaptation. J Nutr 130(S):95(S)-100(S).

[FAO/WHO] Food and Agriculture Organization/World Health Organization.


1992. International Conference on Nutrition. World Declaration and Plan
of Action for Nutrition. Roma: FAO.

_________. 2001. Human Vitamin and Mineral Requirement. Report of a joint


FAO/WHO expert consultation. Bangkok, Thailand. Roma: Food and
Nutrition Division.

FAO/WHO/UNU. 1985. Energy and Protein Requirements. Geneva.

Foote JA, Murphy SP, Wilkens LR, Hankin JH, Henderson BE, Kolonel LN.
2003. Factors associated with dietary supplement use among healthy
adults of five ethnicities. Am J Epidemiol 157(10):888-897.

Fosmire G. 1990. Zinc toxicity. Am J Clin Nutr 51:225-227.

Gallagher ML. 2004. Vitamins. Di dalam: Mahan LK, Escott-Stump S, editor.


Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy. Ed ke-11. USA: Elsevier.

Gibson RS. 2005. Principles of Nutritional Assessment. Ed ke-2. New York:


Oxford University Press.

Goodman S. 1991. Vitamin C The Master Nutrient. Connecticut: Keats Publishing


Inc.

Guyton AC. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Andrianto P,


penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Human Physiology and
Mechanisms of Disease.
67

Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan.


Bogor: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas
Pertanian IPB.

Hathcock JN. 1997. Vitamins and minerals: efficacy and safety. Am J Clin Nutr
66:427-437.

________, Azzi A, Blumberg J, Bray T, Dickinson A, Frei B, Jialal I, Johnston


CS, Kelly FJ, Kraemer K, Packer L, Parthasarathy S, Sies H, Traber MG.
2005. Vitamins E and C are safe across a broad range of intakes. Am J
Clin Nutr 81:736-745.

[IOM] Institute of Medicine. 1997. Dietary Reference Intakes For Calcium,


Phosphorus, Magnesium, Vitamin D, and Fluoride. Washington DC:
National Academy Press.

_________. 1998. Dietary Reference Intakes For Thiamin, Riboflavin, Niacin,


Vitamin B6, Folate, Vitamin B12, Pantothenic Acid, Biotin, and Choline.
Washington DC: National Academy Press.

_________. 2000. Dietary Reference Intakes For Vitamin C, Vitamin E, Selenium,


and Carotenoids. Washington DC: National Academy Press.

_________. 2000. Dietary Reference Intakes. Applications in Dietary Assessment.


Washington DC: National Academy Press.

_________. 2001. Dietary Reference Intakes For Vitamin A, Vitamin K, Arsenic,


Boron, Chromium, Copper, Iodine, Iron, Manganese, Molybdenum,
Nickel, Silicon, Vanadium, and Zinc. Washington DC: National Academy
Press.

Jelliffe DB, Jelliffe EFP. 1989. Community Nutritional Assessment. New York:
Oxford University Press.

Jenkins DJA, Kendall CWC, Vidgen E, Augustin LSA, van Erk M, Geelen A,
Parker T, Faulkner D, Vuksan V, Josse RG, Leiter LA, Connelly PW.
2001. High-protein diets in hyperlipidemia: effect of wheat gluten on
serum lipids, uric acid, and renal function. Am J Clin Nutr 74:57-63.

Kotchen TA, Kotchen JM. 2006. Nutrition, Diet, and Hypertension. Di dalam:
Shils ME, Shike M, Ross C, Caballero B, Cousins RJ, editor. Modern
Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10. Baltimore: Lippincot Williams
& Wilkins.

Krebs NF. 2001. Bioavailability of dietary supplements and impact of physiologic


state: infants, children and adolescents. J Nutr 131:1351(S)-1354(S).
68

Kumar P, Clark M. 2005. Clinical Medicine. Ed ke-6. Edinburgh: Elsevier


Saunders.

Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari:
Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application.

Lonnerdal B. 1988. Vitamin mineral interaction. Di dalam: Bodwell CE, Erdman


JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker Inc.

Lyle BJ, Mares-Perlman JA, Klein BEK, Klein R, Greger JL. 1998. Supplement
users differ from nonusers in demographic, lifestyle, dietary and health
characteristics. J Nutr 128:2355-2362.

Machlin LJ, Langseth L. 1988. Vitamin-vitamin interaction. Di dalam: Bodwell


CE and Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel
Dekker Inc.

Mattjik AA, Sumertajaya M. 2002. Perancangan Percobaan. Ed ke-2. Bogor: IPB


Press.

McNaughton SA, Mishra GD, Paul AA, Prynne CJ, Wadsworth MEJ. 2005.
Supplement use is associated with health status and health-related
behaviors in the 1946 British birth cohort. J Nutr 135:1782-1789.

Meydani SN, Meydani M, Blumberg JB, Leka LS, Pedrosa M, Diamond R,


Schaefer EJ. 1998. Assessment of the safety of supplementation with
different amount of vitamin E in healthy older adults. Am J Clin Nutr
63:311-318.

Muhilal, Hardinsyah. 2004. Penentuan kebutuhan gizi dan kesepakatan


harmonisasi di Asia Tenggara. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Murphy SP, White KK, Park Song-Yi, Sharma S. 2007. Multivitamin-


multimineral supplements’ effect on total nutrient intake. Am J Clin Nutr
85:280S-284S.

Mulholland CA, Benford DJ. 2007. What is known about the safety of
multivitamin-multimineral supplements for the generally healthy
population? Theoretical basis for harm. Am J Clin Nutr 85:318S-322S.

Neuhouser ML. 2003. Dietary supplement use by American women: challenges in


assessing patterns of use, motives and costs. J Nutr 133:1992S-1996S.

Nieman DC. 2001. Does exercise alter immune function and respiratory
infections? President’s Council on Physical Fitness and Sports. Research
Digest 3(13).
69

NIH State of the Science Panel. 2007. National Institute of Health State-of-the
Science Conference Statement: Multivitamin/mineral supplements and
chronic disease prevention. Am J Clin Nutr 85:257S-264S.

Official Journal of the European Communities. 2002. Directive 2002/46/EC of the


European Parliament and of the Council of 10 June 2002 on the
approximation of the laws of the Member States relating to food
supplements. http://europa.eu.int/eur-lex/pri/en/oj/dat/2002/I_183/I_183
20020712en00510057.pdf [20 Mei 2008].

Park Song-Yi, Murphy SP, Wilkens LR, Yamamoto JF, Kolonel LN. 2006.
Allowing for variations in multivitamin supplement composition improves
nutrient intake estimates for epidemiologic studies. J Nutr 136:1359-1364.

Pearce E. 2006. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Handoyo SY,


penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Anatomy and Physiology for Nurses.

Purwati S, Salimar, Rahayu S. 2002. Perencanaan Menu Untuk Penderita


Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Radimer K, Bindewald B, Hughes J, Ervin B, Swanson C, Picciano MF. 2004.


Dietary supplement use by US adults: data from the National Health and
Nutrition Examination Survey, 1999-2000. Am J Epidemiol 160:339-349.

Ransley JK. 2001. The Rise and Rise of Food and Nutritional Supplements-an
Overview of the Market. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW,
editor. Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and
Disease. Jerman: Springer.

Read NW. 2001. Placebo and Panacea: The Healing Effect of Nutritional
Supplements. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW, editor.
Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and Disease.
Jerman: Springer.

Riyadi H. 2001. Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor:


Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga Fakultas Pertanian
IPB.

Romeo J, Wärnberg J, Gomez-Martínez S, Díaz LE, Marcos A. 2008.


Neuroimmunomodulation by nutrition in stress situations [abstrak].
Neuroimmunomodulation 15:165.

Romieu T. 2005. Nutrition and lung health. Int J Tuberc Lung Dis 9:362-374.

Sastroasmoro S, Ismael S. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta: Sagung Seto.
70

Singh A, Moses FM, Deuster PA. 1992. Vitamin and mineral status in physically
active men: effects of a high-potency supplement. Am J Clin Nutr 55:1-7.

Slesinski MJ, Subar AF, Kahle LL. 1996. Dietary intake of fat, fiber, and other
nutrients is related to the use of vitamin and mineral supplements in the
United States: The 1992 National Health Interview Survey. J Nutr
126:3001-3008.

Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.

Solomons NW. 1988. Physiological interactions of minerals. Di dalam: Bodwell


CE, Erdman JW, editor. Nutrient Interactions. New York: Marcel Dekker
Inc.

__________. 2001. What impact does stage of physiological development and/or


physiological state have on bioavailability of dietary supplements?
Summary of Workhsop Discussion. J Nutr 131:1392S-1395S.

Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B,
penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Principles and Procedures of Statistics.

Suharno D, Muhilal. 1996. Vitamin A and nutritional anaemia. Food and


Nutrition Bulletin 17(1):7-10.

Sunde RA. 2001. Selenium. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present
Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Suryaatmadja M, Sosro R. 1990. Tes faal ginjal dan manfaatnya di klinik. Cermin
Dunia Kedokteran 30:39-44.

Tortora GJ, Anagnostakos NP. 2002. Principles of Anatomy and Physiology. 10th
ed. New York: John Wiley & Sons. Ltd.

US Food and Drug Administration, Center for Food Safety and Applied Nutrition.
2001. Overview of dietary supplements. http://www.cfsan.fda.gov/~dms
/ds-oview.html#what [20 Mei 2008].

Vander A, Sherman J, Luciano D. 2001. Human Physiology: The Mechanisms of


Body Function. Ed ke-8. New York: Mc-Graw Hill.

[WHO] World Health Organization. 1998. Safe vitamin A dosage during


pregnancy and lactation. Recommendations and report from a
consultation. Micronutrient series. Geneva: WHO.
71

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.

Wildman REC, Medeiros DM. 2000. Advanced Human Nutrition. Florida: CRC
Press.

Woods HF. 2001. The Addition of Micronutrients to Food. Di dalam: Ransley JK,
Donnelly JK, Read NW, editor. Food and Nutritional Supplements Their
Role in Health and Disease. Jerman: Springer.

Yetley EA. 2007. Multivitamin and mineral dietary supplements: definitions,


characterization, bioavailability, and drug interactions. Am J Clin Nutr
85:269S-276S.

Yip R. 2001. Iron. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present
Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press.
73

Lampiran 1 Persetujuan etik (ethical clearance)


74

Lampiran 2 Formulir persetujuan untuk mengikuti penelitian (informed consent)

SURAT PERSETUJUAN UNTUK MENGIKUTI PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :
Umur :
Alamat :

telah mendapat penjelasan dan mengerti tentang penelitian “Pengaruh


Suplementasi Multivitamin Mineral Terhadap Imunitas Humoral, Seluler, dan
Status Zat Gizi Antioksidan“ dan setuju untuk ikut dalam penelitian ini, dengan
catatan bahwa bila suatu waktu merasa dirugikan dalam bentuk apapun kami
berhak untuk membatalkan persetujuan ini.

Bogor, ............................ 2008


Mengetahui,
Manager Perusahaan Yang menyetujui,

____________________ __________________
75

Lampiran 3 Kuisioner status gizi dan kesehatan wanita pekerja

PENGARUH SUPLEMENTASI VITAMIN C DAN


MULTIVITAMIN MINERAL TERHADAP IMUNITAS HUMORAL,
SELULER, DAN STATUS ZAT GIZI ANTIOKSIDAN

Tanggal Wawancara : …................... Kode : A/B/C


Enumerator : ....................... No. :

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : ……………………………………………..
2. Tanggal lahir/ Umur : ................................/ tahun
3. Status perkawinan : 1. Menikah 2. Janda
4. Pendidikan terakhir : 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD 4.. Tamat SLTP
5. Tamat SLTA 6. Tamat D1/D3
7. Tamat S1
5. Jenis pekerjaan : 1. Pekerja tetap 2.. Tidak tetap
6. Devisi pekerjaan : …………………………..
7. Merokok : 1. ya 2. tidak
8. Minum alkohol : 1. ya 2. tidak
9. Sedang berdiit : 1. ya 2. tidak
10. Berapa kali ibu pernah melahirkan :
1. ................. kali
2. Jumlah anak hidup : ..................
3. Jumlah anak meninggal: ..................
4. Jumlah anak keguguran : .................
11. Jumlah Anggota Keluarga : …. orang
12. Ikut serta KB : 1. ya 2. tidak
Bila ya, lanjut no 13, bila tidak lanjut ke no.14
13. Jenis KB : 1. Pil 2. suntik (......bln/x, tgl.….)
3. IUD 4. Spiral
5. Steril 6. Kondom
7. Implant/susuk
76

14. Apakah ibu melakukan olah raga?


1. ya 2. tidak
Bila ya, lanjut ke no.15, bila tidak stop
15. Jenis olah raga yang biasa dilakukan :
a. Jogging
b. Senam
c. Badminton
d. Lainnya…………………
16. Lama tiap kali olah raga………..menit
17. Berapa kali melakukan olah raga dalam 1 minggu? (……..kali/minggu)

II. ANTROPOMETRI RESPONDEN

1. Berat badan : ..................kg

2. Tinggi badan : ..................cm

3. LILA : ..................cm

III. SOSIAL EKONOMI


1. Penghasilan istri per bulan Rp............................
2. Penghasilan suami per bulan Rp.............................
3. Penghasilan tambahan istri per bulan Rp.............................
4. Penghasilan tambahan suami per bulan Rp.............................
77

IV. PEMERIKSAAN KESEHATAN

Data Dasar Morbiditas

1. Apakah ibu sedang mendapat menstruasi ?


1. Ya 2. Tidak

2. Apakah dalam 2 bulan terakhir Ibu menderita sakit :

Jenis penyakit Ya/tidak Jika ya, berapa Dibawa kemana*


hari
Panas/demam
Batuk
Pilek
Diare
Lainnya
* : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri

3. Apakah dalam 1 bulan terakhir hingga saat ini Ibu menderita sakit :

Jenis penyakit Ya/tidak Jika ya, berapa Dibawa kemana*


hari
Panas/demam
Batuk
Pilek
Diare
Lainnya
* : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri
78

V. PEMERIKSAAN KLINIS

Pemeriksaan Fisik

Vital sign: TD:......... Suhu: N/…………. Nadi: N/…........ Pernafasan: N/............

1. Keadaan umum: 1. tampak sehat 2. tampak sakit


2. Wajah 1. normal 2. .............
3. Mata: a. Conjungtiva mata 1. normal 2. pucat
b. Sklera mata 1. normal 2. ikterik
c. Lainnya. ............... ...............
4. Telinga 1.normal 2. tuli
5. Hidung 1. normal 2. ..............
6. Tenggorokan 1. normal 2. ……......
7. Mulut 1. normal 2. .……….
8. Gigi 1. normal 2. ……….
9. Leher 1. normal 2...............
10. a. Jantung 1. normal 2...............
b. Thorax/paru-paru 1. normal 2. ..............
11. Abdomen: a. Hati 1. normal 2. ..............
b. Limpa 1. normal 2. ..............
12. Genital 1. normal 2. ..............

13. Ekstremitas atas 1. normal 2. ..............

14. Ekstremitas bawah 1. normal 2. ..............

15. Kulit 1. normal 2. ..............

Diagnosis kerja/kesimpulan: 1. Sehat


2. Tidak sehat, sebutkan......................

Anamnese penyakit yang pernah diderita sebelumnya/penyakit dahulu

----------------------------------------------------------------------------------------

----------------------------------------------------------------------------------------
79

VI. KONSUMSI PANGAN


Recall 2 X 24 jam Hari Ke :
Nama Responden : ............................. Petugas: .....................
Tanggal : .............................

Waktu Nama Nama Jumlah


Makanan/minuman Bahan URT Gram
Makanan
1. Pagi

2. Siang

3. Malam
80

Food Frequencies Questionare

Nama Responden : ..................... Petugas : .................


Tanggal : ......................

Bahan
Frekuensi konsumsi makanan
makanan
1x 2-3x 3-5x 1-2x 2-3x 1x Tidak
/hr /hr /mg /mg /bln /bl pernah
Nasi
Mie
Roti
Jagung
Biskuit
Kacang Ijo
Kacang Merah
Melinjo
Ubi Jalar
Tempe
Tahu
Telur
Oncom
Ayam
Daging Sapi
Hati sapi
Hati ayam
Ikan segar
Bayam
Kangkung
Daun singkong
Kac.Panjang
Selada air
Sawi
Daun katuk
Jambu Biji
Pepaya
Jeruk
Salak
Susu bubuk
Keju
Lainnya
81

VII. FORMULIR MONITORING INTERVENSI

Kode : A/B/C Nama Responden :


No. : Petugas :

Minggu ke Tgl Minum Minggu ke Tgl Minum


Suplemen Suplemen
Hari Ya Tidak Hari Ya Tidak
I VI

II VII

III VIII

IV IX

V X
82

VIII. DATA MONITORING MORBIDITAS


Apakah dalam 1 minggu terakhir hingga saat ini Ibu menderita sakit :

Jenis penyakit Ya/tidak Jika ya, berapa Dibawa


hari kemana*
Panas/demam
Batuk
Pilek
Diare
Lainnya
* : 1 = Puskesmas, 2= Rumah sakit, 3= Klinik, 4= Diobati sendiri
83

Lampiran 4 Prosedur penentuan urea serum darah


Analisis urea serum ditentukan dengan kit Fluitest ® Urea col. Biocon Jerman
berdasarkan metode Berthelot.
Prinsip uji
Pemisahan urea secara enzimatik berdasarkan reaksi berikut:
Urease
+
Urea + H2O + 2 H 2 NH4 + CO2
Ion natrium yang terbentuk bereaksi dengan salisilat dan hipoklorida hingga
berwarna hijau (2.2 dikarboksilindofenol).
Reagen
Reagen 1 (R1) mengandung buffer fosfat dengan pH 6.7, EDTA, natrium salisilat,
dan natrium nitroprusida. R2 mengandung urease, R3 mengandung natrium
hipoklorida dan natrium hidroksida, sedangkan R4 (standar) mengandung urea.
Prosedur
Panjang gelombang : 580-600 nm
Suhu : +37oC
Kuvet kaca : 1 cm
Pengukuran terhadap reagen blanko (RB) dilakukan satu kali untuk satu seri
pemeriksaan.

Dipipet ke dalam kuvet Reagen blanko Standar Sampel


Working solution 1000 μl 1000 μl 1000 μl
Standar (R4) -- 10 μl --
Sampel -- -- 10 μl

Reagen-reagen ini dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit
lalu ditambahkan R3 200 μl untuk reagen blanko, 200 μl untuk standar, dan 200 μl
untuk sampel. Dicampurkan, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 menit
kemudian dibaca absorbansi sampel dan standar terhadap reagen blanko (∆A).
Perhitungan
Konsentrasi urea (mg/dl) = (∆A sampel/∆A standar) x konsentrasi standar
84

Lampiran 5 Prosedur penentuan kreatinin serum darah


Analisis kreatinin serum ditentukan dengan kit Fluitest ® Crea Kinetic
Biocon Jerman berdasarkan metode Jaffe.
Prinsip uji
Pengujian berdasarkan uji kinetik kolorimetrik dengan reaksi:
larutan alkali
kreatinin + asam pikrik kompleks kreatinin-asam
pikrik

Pada larutan alkali, kreatinin membentuk kompleks kuning-oranye dengan pikrat.


Intensitas warna secara langsung proporsional dengan konsentrasi kreatinin dan
dapat diukur secara fotometrik.
Reagen
Reagen 1 (R1) mengandung asam pikrik, R2 mengandung natrium hidroksida,
sedangkan R4 mengandung kreatinin.
Prosedur
Panjang gelombang : 492 nm (480-520 nm)
Suhu : +37oC
Kuvet kaca : 1 cm

Dipipet ke dalam kuvet Semi mikro


Working solution 1000 μl 1000 μl
Standar (R4) 100 μl --
Sampel -- 100 μl

Reagen-reagen ini dicampur, kemudian segera dituangkan ke dalam kuvet. Setelah


20 detik baca A1 sampel dan standar, kemudian 80 detik setelah pembacaan
pertama segera baca A2 sampel dan standar.
85

Lampiran 6 Antropometri wanita pekerja sebelum dan setelah suplementasi


a. Antropometri perlakuan plasebo
Sebelum Setelah
Wanita pekerja BB TB IMT BB TB IMT
(kg) (cm) (kg/m2) (kg) (cm) (kg/m2)
1 39.5 149.2 17.7 40.5 149.1 18.2
2 66.3 154.7 27.7 65.6 155.7 27.1
3 68.4 159.4 26.9 68.1 160.8 26.3
4 48.4 146.1 22.7 48.0 146.8 22.3
5 66.2 153.8 28.0 67.2 154.8 28.0
6 57.8 149.5 25.9 60.0 148.8 27.1
7 50.9 153.0 21.7 50.3 153.6 21.3
8 43.2 145.7 20.4 43.6 146.5 20.3
9 52.4 151.0 23.0 50.5 151.0 22.1
10 57.6 152.1 24.9 57.8 152.0 25.0
11 49.0 160.8 19.0 50.8 160.8 19.6
12 49.9 156.0 20.5 50.4 156.6 20.6
13 42.8 151.1 18.7 43.5 151.3 19.0
14 43.6 144.9 20.8 43.8 145.7 20.6
15 44.1 148.5 20.0 43.5 148.9 19.6
16 46.1 144.0 22.2 45.2 143.9 21.8
17 68.0 150.0 30.2 66.7 149.0 30.0
18 50.9 159.1 20.1 51.2 159.0 20.3
19 47.0 143.0 23.0 47.2 143.2 23.0
20 59.2 151.5 25.8 60.0 152.0 26.0
21 56.1 153.8 23.7 54.0 154.0 22.8
22 42.3 148.9 19.1 43.1 149.2 19.4
23 42.2 145.5 19.9 41.3 145.3 19.6
24 64.4 152.3 27.8 65.5 150.5 28.9
25 64.7 150.9 28.4 64.1 149.5 28.7
26 64.0 151.0 28.1 64.3 151.5 28.0
27 55.9 154.5 23.4 54.8 152.0 23.7
28 65.1 156.9 26.4 65.7 155.0 27.3
29 55.8 149.0 25.1 53.9 148.0 24.6
30 75.1 156.4 30.7 75.3 157.0 30.5
31 53.9 150.6 23.8 54.5 149.5 24.4
86

b. Antropometri perlakuan vitamin C


Sebelum Setelah
Wanita
BB TB IMT BB TB IMT
pekerja
(kg) (cm) (kg/m2) (kg) (cm) (kg/m2)
1 51.3 146.7 23.8 51.8 147.7 23.7
2 39.6 145.7 18.7 39.2 146.9 18.2
3 39.3 151.6 17.1 39.6 151.6 17.2
4 53.7 153.7 22.7 52.4 154.6 21.9
5 48.3 150.8 21.2 50.1 153.6 21.2
6 63.3 157.6 25.5 62.0 157.4 25.0
7 35.1 145.0 16.7 34.6 145.3 16.4
8 44.1 155.1 18.3 44.3 155.2 18.4
9 54.0 151.8 23.4 53.7 152.7 23.0
10 53.1 150.8 23.4 51.4 150.8 22.6
11 66.4 149.5 29.7 66.6 149.8 29.7
12 45.9 142.8 22.5 45.8 141.4 22.9
13 52.8 151.0 23.2 51.9 149.0 23.4
14 61.1 158.8 24.2 60.5 157.9 24.3
15 50.1 151.8 21.7 48.9 149.5 21.9
16 44.5 155.4 18.4 44.7 153.3 19.0
17 45.1 150.6 19.9 47.6 150.4 21.0
18 47.2 147.5 21.7 46.8 147.4 21.5
19 45.5 153.5 19.3 44.1 152.0 19.1
20 49.6 150.0 22.0 49.9 149.9 22.2
21 65.2 161.5 25.0 54.0 157.0 21.9
22 58.7 150.5 25.9 59.4 151.3 25.9
23 45.5 147.5 20.9 45.8 147.3 21.1
24 64.9 151.0 28.5 64.5 152.6 27.7
25 57.0 150.2 25.3 57.8 148.9 26.1
26 55.6 157.4 22.4 55.9 157.0 22.7
27 59.8 140.3 30.4 60.8 141.0 30.6
28 44.1 146.5 20.5 42.7 147.0 19.8
29 44.8 147.6 20.6 44.6 147.6 20.5
30 56.7 147.2 26.2 55.4 146.0 26.0
31 42.4 146.7 19.7 42.1 147.2 19.4
87

c. Antropometri perlakuan multivitamin mineral


Sebelum Setelah
Wanita
BB TB IMT BB TB IMT
pekerja
(kg) (cm) (kg/m2) (kg) (cm) (kg/m2)
1 54.7 152.5 23.5 54.0 152.5 23.2
2 50.8 140.6 25.7 48.5 141.0 24.4
3 44.2 143.3 21.5 44.9 143.5 21.8
4 42.0 145.5 19.8 42.2 146.1 19.8
5 48.0 145.6 22.6 48.3 147.0 22.4
6 43.5 145.0 20.7 43.1 146.1 20.2
7 58.5 147.4 26.9 58.9 147.8 27.0
8 41.4 142.7 20.3 42.4 142.5 20.9
9 52.8 154.8 22.0 53.0 155.2 22.0
10 58.9 151.4 25.7 59.0 151.8 25.6
11 66.2 153.0 28.3 64.3 151.2 28.1
12 48.0 144.7 22.9 48.4 145.5 22.9
13 54.8 147.2 25.3 54.4 147.0 25.2
14 55.4 149.1 24.9 55.6 149.0 25.0
15 48.7 150.5 21.5 49.7 150.7 21.9
16 58.7 155.7 24.2 57.6 156.0 23.7
17 47.7 153.0 20.4 46.3 153.7 19.6
18 45.9 148.5 20.8 44.9 150.0 20.0
19 54.5 152.5 23.4 52.7 152.6 22.6
20 58.4 153.6 24.8 59.9 151.7 26.0
21 55.2 153.2 23.5 53.9 152.5 23.2
22 36.9 144.4 17.7 37.0 145.0 17.6
23 47.8 143.2 23.3 47.1 143.1 23.0
24 62.7 161.8 24.0 62.6 160.7 24.2
25 56.3 155.0 23.4 56.6 153.0 24.2
26 51.7 143.0 25.3 52.7 142.5 26.0
27 52.5 155.4 21.7 52.1 152.7 22.3
28 50.0 150.2 22.2 48.7 148.5 22.1
29 54.9 150.7 24.2 53.5 148.2 24.4
30 57.0 152.0 24.7 56.5 149.0 25.4
31 63.8 161.2 24.6 62.8 159.4 24.7
88

Lampiran 7 Monitoring morbiditas wanita pekerja selama suplementasi

a. Rata-rata lama sakit


Perlakuan Rata-rata lama sakit (hari)
Plasebo 4,3±4,9
Vit. C 2,1±2,8
MVM 2,5±3,6

b. Tempat berobat ketika sakit


Tempat berobat Perlakuan
Plasebo Vit. C MVM
Diobati sendiri 16 (69,6%) 17 (89,5%) 10 (71,4%)
Klinik 5 (21,7%) 2 (10,5%) 3 (21,4%)
Rumah sakit 1 (4,3%) 0 (0,0%) 1 (7,2%)
Puskesmas 1 (4,3%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Total 23 (100,0%) 19 (100,0%) 14 (100,0%)
89

Lampiran 8 Tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pekerja sebelum dan
setelah suplementasi

a. Tekanan darah perlakuan plasebo


Sebelum Setelah
Wanita pekerja
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
1 90 60 100 70
2 90 60 90 60
3 90 60 100 70
4 145 90 140 90
5 120 80 110 70
6 110 70 110 70
7 90 60 90 60
8 90 60 100 70
9 90 60 110 70
10 100 70 100 70
11 90 60 90 60
12 90 60 90 60
13 90 60 90 60
14 120 80 130 80
15 100 70 110 70
16 110 70 100 70
17 110 70 100 70
18 100 70 90 60
19 100 70 100 70
20 110 70 100 70
21 110 70 110 70
22 90 60 90 60
23 90 60 110 70
24 100 70 90 60
25 110 70 90 60
26 90 60 90 60
27 90 60 90 60
28 110 70 90 60
29 90 60 90 60
30 90 60 90 60
31 90 60 90 60
90

b. Tekanan darah perlakuan vitamin C


Sebelum Setelah
Wanita pekerja
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
1 90 60 110 70
2 90 60 90 60
3 100 70 100 70
4 100 60 90 60
5 90 60 90 60
6 110 70 90 60
7 110 70 100 70
8 100 70 100 70
9 110 70 90 60
10 90 60 100 70
11 90 60 90 60
12 110 70 90 60
13 100 70 100 70
14 90 60 90 60
15 110 70 110 70
16 90 60 90 60
17 100 70 100 70
18 110 70 100 70
19 90 60 90 60
20 90 60 90 60
21 100 70 100 70
22 100 70 90 60
23 100 70 110 70
24 110 70 90 60
25 100 70 90 60
26 90 60 100 70
27 110 70 100 70
28 90 60 90 60
29 90 60 90 60
30 90 60 100 70
31 100 70 90 60
91

c. Tekanan darah perlakuan multivitamin mineral


Sebelum Setelah
Wanita pekerja
Sistolik Diastolik Sistolik Diastolik
1 90 60 90 60
2 100 70 90 60
3 100 70 90 60
4 160 100 140 100
5 110 70 110 70
6 90 60 90 60
7 100 70 110 70
8 90 60 90 60
9 100 70 100 70
10 100 70 90 60
11 110 70 100 70
12 90 60 90 60
13 90 60 90 60
14 100 70 100 70
15 90 60 90 60
16 90 60 90 60
17 90 60 90 60
18 90 60 90 60
19 90 60 90 60
20 90 60 100 70
21 90 60 90 60
22 90 60 90 60
23 110 70 100 70
24 90 60 90 60
25 120 80 130 80
26 100 70 90 60
27 90 60 90 60
28 90 60 110 70
29 100 70 100 70
30 100 70 90 60
31 110 70 110 70
92

Lampiran 9 Kadar urea dan kreatinin wanita pekerja sebelum dan setelah
suplementasi

a. Kadar urea dan kreatinin perlakuan plasebo


Urea Kreatinin
Wanita pekerja
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1 21.9 25.9 0.9 0.7
2 18.6 23.8 0.6 0.6
3 22.5 25.0 1.0 0.7
4 17.9 24.1 0.9 0.7
5 16.9 19.3 0.8 0.6
6 13.3 22.4 0.9 1.0
7 18.7 24.3 0.9 0.7
8 21.6 16.7 1.0 0.7
9 10.2 23.3 0.8 1.0
10 17.1 15.4 0.9 0.9
11 11.4 14.0 0.9 0.8
12 15.5 10.7 1.0 0.9
13 21.6 15.9 0.7 1.0
14 27.9 30.6 0.5 0.4
15 26.6 12.6 0.9 0.8
16 18.9 25.0 0.9 0.9
17 16.0 24.3 0.8 0.8
18 18.5 16.8 0.8 0.8
19 24.0 22.5 0.8 0.8
20 23.0 14.9 0.8 0.8
21 25.0 25.6 0.8 0.7
22 28.8 18.3 0.9 0.7
23 13.7 18.7 1.0 0.9
24 16.5 24.1 0.6 0.8
25 14.8 22.7 0.9 1.0
26 20.3 20.0 0.7 1.0
27 19.9 17.9 1.0 0.8
28 19.5 21.7 0.9 0.8
29 29.7 32.5 1.0 0.8
30 19.3 22.1 0.8 1.0
31 14.8 24.6 0.8 0.8
93

b. Kadar urea dan kreatinin perlakuan vitamin C


Urea Kreatinin
Wanita pekerja
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
1 16.2 18.7 1.0 1.0
2 25.5 27.8 0.8 0.8
3 23.3 22.7 0.9 0.8
4 18.7 18.8 0.8 0.8
5 22.3 15.7 0.8 0.6
6 17.2 20.7 0.9 0.9
7 13.7 18.6 0.9 0.9
8 16.0 20.0 0.8 0.9
9 14.3 18.0 0.8 0.9
10 20.2 12.8 0.7 0.6
11 20.1 18.1 0.8 0.8
12 21.6 26.2 0.7 0.8
13 17.4 18.6 0.7 0.9
14 17.3 18.3 0.8 0.9
15 16.1 22.7 0.9 0.9
16 23.2 25.0 0.9 0.9
17 26.8 30.1 0.7 1.0
18 28.3 31.4 0.7 0.9
19 21.8 25.0 0.8 0.8
20 8.0 21.8 0.7 1.0
21 15.0 16.7 0.9 1.0
22 20.8 24.0 0.8 0.9
23 22.6 18.8 0.9 0.8
24 18.1 17.1 0.8 0.9
25 25.7 16.4 0.8 0.6
26 20.3 17.2 1.0 0.8
27 27.5 28.6 0.7 0.9
28 17.3 15.3 0.6 0.8
29 10.4 19.2 1.0 1.1
30 14.7 24.2 1.0 1.1
31 13.4 17.7 1.0 1.0
94

c. Kadar urea dan kreatinin perlakuan multivitamin mineral


Urea Kreatinin
Wanita pekerja
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
1 15.1 22.3 0.8 0.9
2 20.8 14.5 1.0 0.6
3 14.7 13.4 0.7 0.6
4 21.6 21.4 1.0 0.7
5 18.7 27.4 0.9 1.0
6 11.1 11.2 0.7 0.7
7 18.0 22.9 0.7 0.9
8 19.3 20.6 0.7 0.8
9 21.2 23.6 0.9 0.7
10 16.8 19.7 0.9 0.6
11 19.3 18.2 0.7 0.6
12 33.6 22.3 0.9 0.9
13 18.0 19.4 0.8 0.8
14 37.4 25.3 0.9 0.7
15 19.8 21.5 0.9 1.0
16 23.5 15.1 0.7 0.7
17 12.9 19.2 0.6 0.7
18 18.2 20.0 0.9 0.9
19 25.0 30.6 0.9 0.8
20 24.3 22.4 0.9 0.8
21 26.8 18.5 0.8 0.9
22 30.8 22.0 0.8 0.9
23 19.3 23.6 0.8 0.9
24 11.4 19.4 0.8 0.9
25 23.9 24.3 0.7 0.8
26 28.7 23.1 0.8 0.6
27 29.2 23.0 1.0 0.7
28 30.4 23.4 0.9 0.8
29 24.0 26.5 1.0 1.0
30 23.2 26.8 0.9 0.8
31 27.8 22.8 0.8 0.6
Lampiran 10 Frekuensi konsumsi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah suplementasi

1a Frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat sebelum suplementasi (%)

Nasi Mie Roti Jagung Biskuit Ubijalar


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 100.0 96.8 96.8 3.2 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 3.2 3.2 3.2 9.7 6.5 6.5 6.5 9.7 3.2 0.0 0.0 0.0 12.9 0.0 0.0 3.2 0.0
3-5x/mg 0.0 0.0 0.0 19.4 38.7 35.5 29.0 22.6 25.8 3.2 6.5 6.5 9.7 12.9 32.3 0.0 9.7 3.2
1-2x/mg 0.0 0.0 0.0 61.3 29.0 48.4 41.9 54.8 48.4 51.6 25.8 19.4 35.5 25.8 32.3 25.8 25.8 29.0
2-3x/bln 0.0 0.0 0.0 6.5 9.7 0.0 12.9 9.7 6.5 6.5 12.9 19.4 16.1 6.5 9.7 19.4 16.1 0.0
1x/bln 0.0 0.0 0.0 3.2 12.9 9.7 3.2 3.2 3.2 16.1 32.3 22.6 9.7 22.6 12.9 29.0 25.8 29.0
Tidak pernah 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 3.2 6.5 19.4 22.6 32.3 29.0 19.4 12.9 25.8 19.4 38.7

1b Frekuensi konsumsi makanan sumber karbohidrat setelah suplementasi (%)

Nasi Mie Roti Jagung Biskuit Ubijalar


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 100.0 100.0 100.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 6.5 9.7 6.5 12.9 3.2 0.0 3.2 0.0 6.5 16.1 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 0.0 0.0 0.0 29.0 45.2 35.5 25.8 19.4 19.4 3.2 16.1 3.2 9.7 6.5 6.5 0.0 3.2 0.0
1-2x/mg 0.0 0.0 0.0 54.8 41.9 48.4 48.4 54.8 58.1 58.1 32.3 45.2 51.6 35.5 35.5 19.4 25.8 16.1
2-3x/bln 0.0 0.0 0.0 9.7 9.7 0.0 3.2 3.2 3.2 12.9 12.9 6.5 6.5 9.7 9.7 19.4 3.2 9.7
1x/bln 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 6.5 6.5 9.7 6.5 12.9 29.0 29.0 19.4 12.9 22.6 32.3 29.0 25.8
Tidak pernah 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 3.2 6.5 6.5 0.0 9.7 9.7 12.9 9.7 25.8 9.7 29.0 38.7 48.4

95
2a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati sebelum suplementasi (%)

Kc. Hijau Kc. Merah Melinjo Tempe Tahu Oncom


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 6.5 9.7 0.0 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 29.0 32.3 9.7 22.6 16.1 16.1 3.2 0.0 0.0
3-5x/mg 3.2 6.5 0.0 3.2 0.0 3.2 3.2 3.2 3.2 41.9 38.7 51.6 51.6 51.6 51.6 3.2 6.5 0.0
1-2x/mg 29.0 25.8 29.0 6.5 9.7 16.1 41.9 32.3 12.9 22.6 19.4 25.8 25.8 19.4 25.8 16.1 29.0 32.3
2-3x/bln 9.7 9.7 12.9 3.2 0.0 6.5 9.7 3.2 9.7 0.0 0.0 3.2 0.0 6.5 3.2 16.1 16.1 6.5
1x/bln 29.0 19.4 12.9 9.7 9.7 9.7 12.9 16.1 22.6 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 22.6 22.6 16.1
Tidak pernah 29.0 35.5 45.2 77.4 80.6 64.5 29.0 45.2 48.4 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 38.7 25.8 45.2

2b Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati setelah suplementasi (%)

Kc. Hijau Kc. Merah Melinjo Tempe Tahu Oncom


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.4 12.9 29.0 16.1 6.5 19.4 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 3.2 3.2 45.2 51.6 35.5 54.8 51.6 35.5 3.2 0.0 6.5
1-2x/mg 41.9 29.0 19.4 16.1 9.7 9.7 48.4 45.2 22.6 22.6 32.3 22.6 29.0 38.7 38.7 22.6 35.5 16.1
2-3x/bln 6.5 0.0 12.9 0.0 0.0 6.5 19.4 6.5 9.7 6.5 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 3.2 9.7
1x/bln 25.8 29.0 29.0 9.7 12.9 12.9 3.2 19.4 12.9 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 41.9 29.0 25.8
Tidak pernah 22.6 38.7 38.7 71.0 77.4 71.0 25.8 25.8 51.6 3.2 0.0 3.2 0.0 3.2 3.2 29.0 32.3 41.9

96
3a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani sebelum suplementasi (%)

Telur Ayam Daging sapi Hati sapi Hati ayam Ikan segar
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 25.8 19.4 19.4 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0
3-5x/mg 45.2 48.4 48.4 16.1 9.7 16.1 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12.9 9.7 3.2 12.9 9.7 3.2
1-2x/mg 25.8 29.0 19.4 45.2 67.7 71.0 9.7 6.5 3.2 3.2 0.0 3.2 25.8 32.3 25.8 25.8 32.3 25.8
2-3x/bln 0.0 0.0 3.2 25.8 19.4 6.5 12.9 6.5 6.5 3.2 6.5 3.2 16.1 12.9 19.4 16.1 12.9 19.4
1x/bln 0.0 0.0 3.2 9.7 3.2 3.2 6.5 32.3 29.0 3.2 19.4 6.5 22.6 25.8 19.4 22.6 25.8 19.4
Tidak pernah 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 0.0 64.5 54.8 61.3 87.1 74.2 87.1 19.4 19.4 32.3 19.4 19.4 32.3

3b Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani setelah suplementasi (%)

Telur Ayam Daging sapi Hati sapi Hati ayam Ikan segar
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 12.9 12.9 9.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2
3-5x/mg 61.3 48.4 51.6 16.1 22.6 19.4 3.2 6.5 3.2 0.0 0.0 0.0 3.2 6.5 3.2 19.4 22.6 0.0
1-2x/mg 25.8 32.3 35.5 64.5 67.7 67.7 6.5 6.5 9.7 0.0 3.2 6.5 51.6 41.9 32.3 51.6 54.8 64.5
2-3x/bln 0.0 3.2 3.2 12.9 3.2 12.9 19.4 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 9.7 12.9 12.9 9.7 0.0 12.9
1x/bln 0.0 3.2 0.0 3.2 3.2 0.0 16.1 29.0 29.0 9.7 16.1 9.7 9.7 12.9 19.4 12.9 16.1 6.5
Tidak pernah 0.0 0.0 0.0 3.2 3.2 0.0 54.8 54.8 54.8 90.3 77.4 83.9 22.6 25.8 32.3 6.5 6.5 12.9

97
4a Frekuensi konsumsi sayur-sayuran sebelum suplementasi (%)

Bayam Kangkung Daun singkong Kacang panjang Selada air Sawi Daun katuk
Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit.
Frekuensi Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 25.8 29.0 19.4 19.4 25.8 12.9 29.0 12.9 6.5 32.3 9.7 3.2 3.2 0.0 0.0 32.3 19.4 19.4 3.2 0.0 0.0
1-2x/mg 48.4 38.7 45.2 51.6 41.9 48.4 32.3 38.7 51.6 41.9 67.7 64.5 6.5 9.7 6.5 41.9 64.5 45.2 19.4 6.5 3.2
2-3x/bln 0.0 9.7 9.7 0.0 9.7 6.5 6.5 16.1 12.9 3.2 6.5 12.9 3.2 0.0 6.5 9.7 0.0 6.5 0.0 0.0 3.2
1x/bln 3.2 9.7 9.7 6.5 19.4 16.1 12.9 22.6 9.7 12.9 12.9 3.2 3.2 6.5 9.7 3.2 6.5 12.9 3.2 9.7 9.7
Tidak pernah 22.6 12.9 16.1 22.6 3.2 16.1 19.4 6.5 19.4 9.7 3.2 16.1 83.9 83.9 77.4 12.9 9.7 12.9 74.2 83.9 83.9

4b Frekuensi konsumsi sayur-sayuran setelah suplementasi (%)

Bayam Kangkung Daun singkong Kacang panjang Selada air Sawi Daun katuk
Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit.
Frekuensi Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 16.1 12.9 19.4 12.9 9.7 16.1 12.9 6.5 6.5 25.8 16.1 3.2 3.2 0.0 0.0 12.9 25.8 12.9 0.0 0.0 0.0
1-2x/mg 51.6 45.2 61.3 48.4 58.1 61.3 38.7 58.1 51.6 54.8 64.5 61.3 12.9 3.2 3.2 64.5 45.2 64.5 12.9 6.5 0.0
2-3x/bln 12.9 16.1 0.0 6.5 6.5 0.0 12.9 9.7 9.7 6.5 0.0 12.9 3.2 0.0 3.2 3.2 3.2 6.5 0.0 0.0 6.5
1x/bln 6.5 12.9 3.2 12.9 16.1 0.0 12.9 9.7 6.5 3.2 9.7 9.7 12.9 9.7 6.5 12.9 6.5 3.2 9.7 9.7 16.1
Tidak pernah 12.9 12.9 16.1 19.4 9.7 22.6 22.6 16.1 25.8 9.7 9.7 12.9 67.7 87.1 87.1 6.5 19.4 9.7 77.4 83.9 77.4

98
5a Frekuensi konsumsi buah-buahan sebelum suplementasi (%)

Jambu biji Pepaya Jeruk Salak


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0
1x/hari 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 0.0 9.7 3.2 3.2 3.2 0.0 0.0
3-5x/mg 19.4 19.4 16.1 9.7 12.9 12.9 35.5 35.5 48.4 22.6 22.6 3.2
1-2x/mg 45.2 41.9 45.2 45.2 29.0 35.5 35.5 58.1 35.5 22.6 25.8 41.9
2-3x/bln 3.2 3.2 6.5 3.2 9.7 12.9 9.7 3.2 6.5 3.2 3.2 12.9
1x/bln 3.2 9.7 6.5 6.5 19.4 9.7 3.2 0.0 0.0 16.1 16.1 12.9
Tidak pernah 25.8 22.6 25.8 32.3 29.0 29.0 3.2 0.0 3.2 32.3 32.3 29.0

5b Frekuensi konsumsi buah-buahan setelah suplementasi (%)

Jambu biji Pepaya Jeruk Salak


Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 9.7 0.0 0.0 0.0 0.0 6.5 9.7 12.9 3.2 0.0 0.0
3-5x/mg 16.1 12.9 22.6 12.9 12.9 3.2 45.2 32.3 58.1 0.0 0.0 9.7
1-2x/mg 38.7 25.8 38.7 48.4 45.2 54.8 41.9 54.8 29.0 35.5 38.7 29.0
2-3x/bln 6.5 6.5 3.2 6.5 3.2 6.5 6.5 3.2 0.0 12.9 3.2 9.7
1x/bln 9.7 19.4 9.7 9.7 12.9 12.9 0.0 0.0 0.0 16.1 19.4 6.5
Tidak pernah 29.0 25.8 25.8 22.6 25.8 22.6 0.0 0.0 0.0 32.3 38.7 45.2

99
100

6 Frekuensi konsumsi susu bubuk sebelum dan setelah suplementasi (%)

Sebelum Setelah
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 6.5 6.5 3.2 3.2 0.0 3.2
3-5x/mg 0.0 9.7 9.7 0.0 3.2 6.5
1-2x/mg 3.2 6.5 9.7 6.5 12.9 3.2
2-3x/bln 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/bln 0.0 3.2 3.2 0.0 6.5 0.0
Tidak pernah 90.3 71.0 74.2 90.3 77.4 87.1
101

Lampiran 11 Konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah
suplementasi

a. Konsumsi zat gizi pada perlakuan plasebo (%)

Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1665.5 51.9 21.5 11.8 1283.0 37.0 156.5 6.7
2 1010.0 40.0 42.5 5.8 1340.5 55.9 8.5 6.0
3 910.5 40.5 38.0 7.4 1060.0 28.7 10.0 12.5
4 954.5 29.0 42.0 3.1 1377.0 45.4 140.0 11.4
5 1432.0 44.1 12.0 10.2 1034.5 30.2 27.0 3.8
6 1375.0 48.8 12.0 6.3 1059.5 22.0 12.5 6.8
7 1165.0 46.9 20.0 5.2 811.0 33.5 40.5 4.9
8 954.0 41.9 10.0 3.2 1053.5 35.2 253.0 4.5
9 1619.0 32.0 16.0 3.9 1201.0 45.9 58.5 8.0
10 2244.0 52.0 27.0 13.4 546.5 16.1 10.0 3.8
11 1210.0 59.4 2.0 5.9 1019.5 49.7 94.0 39.4
12 641.0 28.3 9.0 5.3 933.5 31.1 12.5 4.5
13 2589.0 79.1 65.0 10.0 1109.0 30.3 44.0 5.3
14 1388.5 45.4 20.0 4.9 1052.5 29.2 11.0 3.8
15 1045.0 34.5 36.0 6.4 1237.5 36.3 26.5 8.2
16 1451.5 49.0 124.5 5.6 1676.5 62.5 17.5 10.4
17 621.0 23.6 9.0 3.1 1885.0 65.3 62.5 10.0
18 938.5 30.2 11.5 3.1 1211.0 31.7 28.5 6.4
19 1397.5 63.1 30.5 7.6 1312.5 45.6 43.5 6.6
20 1308.0 36.3 19.5 3.8 1354.0 44.4 96.5 6.2
21 1141.0 43.5 45.5 6.2 1402.0 35.1 24.5 8.9
22 1190.5 33.8 26.0 5.3 1567.5 44.5 127.5 10.2
23 1030.0 41.7 11.5 4.1 1791.5 54.0 33.5 14.1
24 1061.0 33.5 23.5 5.2 1390.0 55.2 59.5 8.1
25 1635.0 69.3 33.0 7.6 955.5 27.7 35.0 4.2
26 952.5 33.7 14.0 7.7 1646.5 64.5 113.5 9.5
27 1163.0 53.7 198.0 5.3 957.5 35.1 28.5 8.0
28 1180.5 36.3 112.0 8.3 1315.5 31.5 42.5 6.1
29 1209.5 39.4 121.5 4.2 1220.0 44.2 25.0 5.1
30 1239.0 33.7 210.0 6.6 1404.5 51.1 116.5 7.8
31 1127.5 31.1 23.0 3.4 1602.5 37.1 15.0 5.9
102

b. Konsumsi zat gizi pada perlakuan vitamin C (%)

Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1202.5 39.1 130.5 5.0 1334.0 45.2 40.0 7.3
2 743.0 30.5 39.5 25.4 985.5 33.4 111.5 4.2
3 842.5 29.0 29.5 6.3 1822.0 59.9 34.5 9.3
4 1118.5 41.9 46.5 4.2 831.0 23.5 21.5 4.1
5 1105.5 39.0 243.5 4.6 1474.5 43.0 11.0 7.1
6 1403.5 57.2 21.5 9.0 1235.0 47.2 13.5 10.1
7 1114.5 30.8 23.5 4.3 801.5 30.3 30.5 4.2
8 1149.0 38.5 28.5 7.7 724.5 25.2 3.5 4.1
9 556.0 20.2 43.0 6.8 831.0 26.8 21.5 3.4
10 1205.5 42.6 29.5 5.3 1149.5 38.1 42.5 4.8
11 1191.0 28.1 38.5 10.1 1114.0 47.0 6.5 5.5
12 1402.0 53.1 14.0 5.1 863.0 20.9 13.0 2.5
13 2519.0 75.2 142.5 12.7 1637.0 59.1 7.5 14.7
14 884.0 34.1 21.5 4.8 1433.0 49.1 43.5 8.2
15 1187.0 47.0 42.5 8.2 975.0 47.7 0.0 3.8
16 979.0 35.9 63.0 19.9 1144.5 39.5 27.5 6.6
17 1354.5 46.1 95.0 6.5 1435.5 41.4 10.0 6.0
18 1301.0 52.0 42.0 8.1 1071.5 38.4 30.5 4.6
19 1671.5 58.7 41.0 8.3 1074.5 39.0 18.0 5.4
20 1700.5 43.4 17.0 6.6 1074.0 40.9 15.5 5.5
21 1551.5 47.9 117.5 5.9 1274.0 38.9 3.0 3.7
22 1323.5 56.1 39.5 5.6 1387.5 44.3 23.5 6.7
23 1042.5 40.4 18.0 6.1 1148.5 38.0 4.5 3.2
24 1002.5 46.4 16.5 5.8 770.0 23.0 29.5 6.7
25 1503.5 48.7 22.0 7.8 1230.5 36.7 13.5 4.5
26 1187.0 30.2 50.5 5.1 805.5 28.6 32.5 5.2
27 293.0 7.0 8.0 3.8 1053.0 46.9 10.0 7.2
28 1308.0 47.2 115.0 7.9 918.5 36.2 221.0 6.2
29 885.0 24.7 35.0 3.4 1407.5 50.4 10.5 5.8
30 1099.0 28.9 45.5 3.6 862.0 27.8 5.0 2.3
31 1345.0 34.5 25.0 7.4 1178.0 36.9 192.5 8.6
103

c. Konsumsi zat gizi pada perlakuan multivitamin mineral

Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1008.5 47.1 24.0 4.8 1183.5 38.2 49.5 7.1
2 1212.0 39.2 9.5 4.2 1072.0 35.9 7.0 7.0
3 811.0 25.8 14.0 4.8 1701.5 61.9 43.5 9.1
4 1162.5 38.7 192.5 3.5 1149.5 39.0 15.5 5.7
5 1625.0 62.0 10.0 6.2 1318.5 56.4 50.0 8.6
6 1225.0 47.9 77.0 4.0 2088.0 74.3 76.5 8.4
7 554.0 28.8 3.5 2.1 1288.5 59.0 21.5 7.1
8 1156.0 35.9 21.0 4.2 1023.0 23.5 30.0 5.6
9 1401.0 56.5 204.0 7.5 802.0 32.2 46.5 5.1
10 981.0 42.4 24.5 7.2 1247.5 35.3 26.0 4.4
11 1347.0 54.5 25.5 5.0 1198.5 49.9 60.0 5.1
12 934.0 39.9 26.5 4.2 1186.0 33.9 16.0 9.1
13 1115.5 38.6 24.5 4.9 1075.5 41.8 44.0 8.6
14 1560.5 51.0 5.0 7.1 1388.0 41.4 130.0 9.4
15 1464.5 51.4 3.5 6.7 1186.0 45.1 51.5 5.7
16 1279.5 43.7 12.5 6.8 1280.5 43.0 40.0 5.4
17 1266.0 45.6 7.0 6.4 1608.5 35.6 54.5 9.1
18 631.0 21.2 0.0 2.0 1271.0 34.5 33.0 5.1
19 1220.5 46.0 16.0 3.7 1135.0 35.0 24.0 4.9
20 422.0 12.8 6.0 1.6 2295.0 70.4 33.5 7.6
21 1036.5 42.7 19.0 3.7 1168.5 42.6 47.5 4.7
22 958.0 27.8 100.5 5.6 1141.5 35.8 39.5 6.1
23 571.0 24.2 14.0 3.4 1432.5 39.7 22.5 7.2
24 623.5 19.1 3.5 1.9 1581.5 38.5 257.5 5.9
25 962.0 30.2 16.0 3.8 2499.0 75.9 36.5 13.6
26 1054.5 28.1 21.5 5.9 958.0 23.2 35.0 3.3
27 778.0 15.3 26.5 3.9 1435.5 51.1 34.5 8.7
28 619.0 24.3 2.0 4.1 1416.0 42.9 80.5 8.0
29 701.0 25.8 21.5 4.5 1461.5 34.5 22.5 4.9
30 841.5 25.9 29.5 3.7 1531.0 54.3 41.0 9.0
31 1062.5 39.6 11.5 4.7 1431.0 66.2 405.0 19.2
104

Lampiran 12 Tingkat konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum
dan setelah suplementasi

a. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan plasebo (%)

Wanita Sebelum Setelah


pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
1 115.4 136.6 28.7 45.4 86.7 95.0 208.7 25.6
2 46.6 66.4 56.7 22.4 62.4 93.7 11.3 23.0
3 40.7 65.2 50.7 28.5 47.6 46.4 13.3 48.0
4 54.0 62.3 56.0 11.7 78.5 98.4 186.7 43.9
5 59.2 69.2 16.0 39.4 42.1 46.8 36.0 14.6
6 72.7 92.9 16.0 24.1 54.0 40.2 16.7 26.2
7 62.6 95.9 26.7 20.1 44.1 69.3 54.0 18.9
8 60.4 100.9 13.3 12.5 66.1 83.9 337.3 17.3
9 94.4 67.1 21.3 15.1 72.7 99.9 78.0 30.9
10 119.0 99.4 36.0 51.4 28.9 30.7 13.3 14.6
11 75.5 133.3 2.7 22.7 61.3 107.5 125.3 151.6
12 35.2 58.9 12.0 20.4 50.7 64.1 16.7 17.2
13 165.6 192.3 86.7 38.4 69.8 72.5 58.7 20.5
14 97.3 114.5 26.7 18.9 73.4 73.4 14.7 14.6
15 72.4 86.0 48.0 24.6 86.9 91.9 35.3 31.4
16 96.2 117.0 166.0 21.5 113.3 152.1 23.3 40.0
17 27.9 38.2 12.0 11.9 86.4 107.7 83.3 38.4
18 50.5 61.6 15.3 12.0 64.7 64.4 38.0 24.7
19 81.4 139.7 40.7 29.4 76.1 100.5 58.0 25.5
20 67.5 67.4 26.0 14.6 69.0 81.4 128.7 23.7
21 55.7 80.6 60.7 23.9 71.1 67.7 32.7 34.1
22 77.0 83.2 34.7 20.5 99.5 107.4 170.0 39.2
23 74.6 108.6 15.3 15.6 132.5 143.8 44.7 54.4
24 45.1 54.1 31.3 19.9 58.1 87.7 79.3 31.0
25 77.2 117.9 44.0 29.3 45.6 47.5 46.7 16.1
26 40.7 54.7 18.7 29.5 70.1 104.2 151.3 36.7
27 56.9 99.9 264.0 20.3 47.8 66.5 38.0 30.6
28 55.4 61.4 149.3 32.0 61.2 52.8 56.7 23.5
29 66.2 77.6 162.0 16.2 69.2 90.3 33.3 19.4
30 50.4 49.4 280.0 25.3 57.0 74.6 155.3 30.0
31 63.9 63.4 30.7 13.2 89.8 74.8 20.0 22.7
105

b. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan vitamin C (%)

Wanita Sebelum Setelah


pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
1 71.6 83.9 174.0 19.2 78.7 96.0 53.3 28.1
2 51.4 80.1 52.7 97.7 68.8 88.7 148.7 16.3
3 58.7 76.7 39.3 24.1 125.9 157.4 46.0 35.8
4 63.6 85.9 62.0 16.3 48.5 49.4 28.7 15.6
5 69.9 88.9 324.7 17.6 89.9 94.3 14.7 27.3
6 67.8 99.5 28.7 34.5 60.9 83.8 18.0 38.9
7 86.9 91.4 31.3 16.4 63.4 91.1 40.7 16.2
8 79.6 96.1 38.0 29.5 50.0 62.5 4.7 15.6
9 28.2 38.9 57.3 26.1 42.4 51.8 28.7 13.2
10 69.4 88.3 39.3 20.5 68.3 81.6 56.7 18.5
11 54.8 46.5 51.3 38.7 51.1 77.6 8.7 21.3
12 83.6 120.2 18.7 19.6 51.6 47.5 17.3 9.8
13 145.8 156.8 190.0 49.0 96.4 125.3 10.0 56.5
14 39.6 58.1 28.7 18.4 64.8 84.4 58.0 31.5
15 64.8 97.5 56.7 31.6 54.6 101.3 0.0 14.6
16 60.2 83.9 84.0 76.6 70.1 92.0 36.7 25.2
17 91.8 112.4 126.7 25.0 92.2 95.8 13.3 23.1
18 84.2 121.1 56.0 31.3 70.0 90.3 40.7 17.8
19 112.3 141.8 54.7 31.9 74.5 97.4 24.0 20.7
20 104.8 96.2 22.7 25.3 65.8 90.2 20.7 21.2
21 72.7 80.8 156.7 22.6 72.1 79.3 4.0 14.0
22 61.7 99.4 52.7 21.6 63.9 77.6 31.3 25.7
23 70.0 97.7 24.0 23.6 76.6 91.4 6.0 12.2
24 42.3 74.3 22.0 22.4 32.7 37.1 39.3 25.6
25 80.6 94.0 29.3 29.9 65.1 69.9 18.0 17.1
26 65.2 59.7 67.3 19.5 44.0 56.3 43.3 19.9
27 15.0 12.8 10.7 14.8 52.9 84.8 13.3 27.6
28 81.2 111.4 153.3 30.6 58.9 88.1 294.7 24.0
29 60.4 60.7 46.7 13.0 96.4 124.2 14.0 22.3
30 53.1 53.1 60.7 13.7 42.6 52.2 6.7 8.9
31 96.9 89.5 33.3 28.5 85.5 96.5 256.7 33.1
106

c. Tingkat konsumsi zat gizi pada perlakuan multivitamin mineral (%)

Wanita Sebelum Setelah


pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
1 50.5 89.5 32.0 18.5 60.0 73.5 66.0 27.3
2 72.9 84.9 12.7 16.2 67.5 81.3 9.3 26.8
3 50.2 60.7 18.7 18.4 103.7 143.4 58.0 35.0
4 84.6 101.4 256.7 13.4 83.2 101.6 20.7 21.9
5 103.4 142.0 13.3 23.7 83.4 128.3 66.7 33.0
6 77.1 114.5 102.7 15.5 132.6 179.3 102.0 32.2
7 28.9 54.1 4.7 8.1 66.8 110.2 28.7 27.4
8 76.4 90.2 28.0 16.3 66.0 57.6 40.0 21.7
9 81.1 117.7 272.0 28.9 46.2 66.8 62.0 19.4
10 50.9 79.2 32.7 27.7 64.6 65.8 34.7 16.9
11 62.2 90.6 34.0 19.2 57.0 85.4 80.0 19.8
12 59.5 91.5 35.3 16.3 74.9 77.1 21.3 35.0
13 55.7 73.3 32.7 18.9 54.1 79.9 58.7 33.1
14 86.1 101.2 6.7 27.3 76.3 81.8 173.3 36.0
15 82.3 109.8 4.7 25.8 65.3 94.3 68.7 21.9
16 66.6 81.8 16.7 26.2 67.9 82.1 53.3 20.8
17 81.1 105.2 9.3 24.5 106.2 84.5 72.7 35.1
18 42.0 50.9 0.0 7.8 86.5 84.4 44.0 19.7
19 68.4 92.9 21.3 14.2 65.8 73.1 32.0 18.7
20 22.1 24.1 8.0 6.3 117.1 129.3 44.7 29.3
21 57.4 85.1 25.3 14.1 66.2 86.9 63.3 18.1
22 71.1 78.2 134.0 21.5 84.4 100.7 52.7 23.3
23 32.7 52.6 18.7 13.1 83.2 87.7 30.0 27.7
24 27.2 31.8 4.7 7.2 69.1 64.0 343.3 22.6
25 52.2 59.0 21.3 14.5 134.9 147.5 48.7 52.2
26 62.3 59.8 28.7 22.6 55.6 48.4 46.7 12.9
27 45.3 32.0 35.3 15.0 84.2 107.9 46.0 33.5
28 33.9 50.5 2.7 15.9 79.6 91.5 107.3 30.7
29 39.0 51.8 28.7 17.3 83.5 70.8 30.0 18.8
30 40.4 47.3 39.3 14.4 74.2 99.9 54.7 34.7
31 50.9 68.2 15.3 18.3 69.6 116.0 540.0 73.7
107

Lampiran 13 Uji Anova konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah


suplementasi

ANOVA

Variabel Jumlah kuadrat db Kuadrat tengah F Sig.


Sebelum
Energi Antar perlakuan 933403.973 2 466701.987 3.424 0.037
Dalam perlakuan 12268841.710 90 136320.463
Total 13202245.683 92
Protein Antar perlakuan 618.743 2 309.371 1.873 0.160
Dalam perlakuan 14863.184 90 165.146
Total 15481.927 92
Vitamin C Antar perlakuan 7434.473 2 3717.237 1.444 0.241
Dalam perlakuan 231710.355 90 2574.559
Total 239144.828 92
Besi Antar perlakuan 128.200 2 64.100 6.367 0.003
Dalam perlakuan 906.106 90 10.068
Total 1034.306 92
Setelah
Energi Antar perlakuan 909318.167 2 454659.083 4.611 0.012
Dalam perlakuan 8875111.065 90 98612.345
Total 9784429.231 92
Protein Antar perlakuan 602.524 2 301.262 2.032 0.137
Dalam perlakuan 13343.725 90 148.264
Total 13946.249 92
Vitamin C Antar perlakuan 13137.973 2 6568.987 1.669 0.194
Dalam perlakuan 354195.774 90 3935.509
Total 367333.747 92
Besi Antar perlakuan 94.043 2 47.021 2.519 0.086
Dalam perlakuan 1680.033 90 18.667
Total 1774.075 92
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
108

Uji Post Hoc


Perbandingan Ganda
Bonferroni

Variabel Perlakuan Perlakuan Beda Std. Selang kepercayaan


tergantung (I) (J) rata-rata Error Sig. 95%
Batas Batas
(I-J) bawah atas
Energi Plasebo Vit. C 54.145 93.781 1.000 -174.638 282.928
(sebelum MVM 234.355* 93.781 0.043 5.572 463.138
supl.) Vit. C Plasebo -54.145 93.781 1.000 -282.928 174.638
MVM 180.210 93.781 0.173 -48.574 408.993
MVM Plasebo -234.355* 93.781 0.043 -463.138 -5.572
Vit. C -180.210 93.781 0.173 -408.993 48.574
Besi Plasebo Vit. C -1.333 0.806 0.305 -3.299 0.633
(sebelum MVM 1.541 0.806 0.177 -0.425 3.507
supl.) Vit. C Plasebo 1.333 0.806 0.305 -0.633 3.299
MVM 2.873* 0.806 0.002 0.907 4.840
MVM Plasebo -1.541 0.806 0.177 -3.507 0.425
Vit. C -2.873* 0.806 0.002 -4.840 -0.907
Energi Plasebo Vit. C 121.452 79.763 0.394 -73.133 316.037
(setelah MVM -120.758 79.763 0.401 -315.343 73.827
supl.) Vit. C Plasebo -121.452 79.763 0.394 -316.037 73.133
MVM -242.210* 79.763 0.009 -436.795 -47.625
MVM Plasebo 120.758 79.763 0.401 -73.827 315.343
Vit. C 242.210* 79.763 0.009 47.625 436.795
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
109

Lampiran 14 Uji Anova tingkat konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah
suplementasi

ANOVA

Jumlah Kuadrat
Variabel kuadrat db tengah F Sig.
Sebelum
Tkt. kons. energi Antar perlakuan 2778.212 2 1389.106 2.288 0.107
Dalam perlakuan 54645.150 90 607.168
Total 57423.362 92
Tkt. kons. protein Antar perlakuan 2413.967 2 1206.984 1.321 0.272
Dalam perlakuan 82204.118 90 913.379
Total 84618.085 92
Tkt. kons. vit. C Antar perlakuan 13216.841 2 6608.421 1.444 0.241
Dalam perlakuan 411929.520 90 4576.995
Total 425146.361 92
Tkt. kons. besi Antar perlakuan 1896.451 2 948.225 6.367 0.003
Dalam perlakuan 13403.938 90 148.933
Total 15300.388 92
Setelah
Tkt. kons. energi Antar perlakuan 2288.487 2 1144.244 2.636 0.077
Dalam perlakuan 39061.942 90 434.022
Total 41350.429 92
Tkt. kons. protein Antar perlakuan 2368.936 2 1184.468 1.615 0.205
Dalam perlakuan 65998.833 90 733.320
Total 68367.768 92
Tkt. kons. vit. C Antar perlakuan 23356.397 2 11678.198 1.669 0.194
Dalam perlakuan 629681.376 90 6996.460
Total 653037.773 92
Tkt. kons. besi Antar perlakuan 1391.161 2 695.581 2.519 0.086
Dalam perlakuan 24852.559 90 276.140
Total 26243.720 92
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
110

Uji Post Hoc


Perbandingan Ganda
Bonferroni
Variabel Perlakuan Perlakuan Beda Std. Selang kepercayaan
tergantung (I) (J) rata-rata Error Sig. 95%
Batas Batas
(I-J) bawah atas
Tkt. kons. besi Plasebo Vit. C -5.126 3.100 0.305 -12.688 2.436
(sebelum supl.) MVM 5.926 3.100 0.177 -1.636 13.488
Vit. C Plasebo 5.126 3.100 0.305 -2.436 12.688
MVM 11.052* 3.100 0.002 3.490 18.614
MVM Plasebo -5.926 3.100 0.177 -13.488 1.636
Vit. C -11.052* 3.100 0.002 -18.614 -3.490
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
111

Lampiran 15 Uji Anova antropometri, tekanan darah, urea, dan kreatinin wanita
pekerja

Jumlah Kuadrat
Variabel kuadrat db tengah F Sig.
Berat badan Antar perlakuan 186.971 2 93.485 1.344 0.266
sebelum Dalam perlakuan 6261.892 90 69.577
Total 6448.863 92
Berat badan Antar perlakuan 245.107 2 122.554 1.840 0.165
setelah Dalam perlakuan 5994.986 90 66.611
Total 6240.093 92
IMT sebelum Antar perlakuan 21.988 2 10.994 1.091 0.340
Dalam perlakuan 907.128 90 10.079
Total 929.116 92
Tek. darah Antar perlakuan 36.022 2 18.011 0.124 0.884
sistolik sebelum Dalam perlakuan 13091.935 90 145.466
Total 13127.957 92
Tek. darah Antar perlakuan 8.602 2 4.301 0.083 0.920
diastolik sebelum Dalam perlakuan 4638.710 90 51.541
Total 4647.312 92
Urea sebelum Antar perlakuan 159.758 2 79.879 2.677 0.074
Dalam perlakuan 2685.694 90 29.841
Total 2845.452 92
Kreatinin sebelum Antar perlakuan 0.006 2 0.003 0.229 0.796
Dalam perlakuan 1.184 90 0.013
Total 1.190 92
112

Lampiran 16 Uji Ancova IMT wanita pekerja setelah suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: IMT


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 112.684 4 28.171 2.968 0.024
Intercept 380.975 1 380.975 40.142 0.000
Perlakuan 33.391 2 16.695 1.759 0.178
Usia 81.587 1 81.587 8.597 0.004
Konsumsi energi 1.935 1 1.935 0.204 0.653
Galat 835.182 88 9.491
Total 50642.920 93
Total terkoreksi 947.866 92
a R Squared = .119 (Adjusted R Squared = .079)

Estimasi
Variabel dependen: IMT
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 23.877a 0.555 22.775 24.981
a
Vit. C 22.390 0.568 21.262 23.519
a
MVM 23.080 0.568 21.952 24.208
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
konsumsi energi = 1251.7204
113

Lampiran 17 Uji Ancova lama sakit wanita pekerja selama suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: lama sakit


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 214.299 10 21.430 1.448 0.174
Intercept 0.865 1 0.865 0.058 0.810
Perlakuan 77.477 2 38.738 2.618 0.079
Usia 9.978 1 9.978 0.674 0.414
IMT 9.878 1 9.878 0.668 0.416
Tek. darah sistolik 4.356 1 4.356 0.294 0.589
Tek. darah diastolik 20.209 1 20.209 1.366 0.246
Konsumsi energi 1.474 1 1.474 0.100 0.753
Konsumsi protein 1.537 1 1.537 0.104 0.748
Konsumsi vit. C 22.273 1 22.273 1.505 0.223
Konsumsi besi 21.923 1 21.923 1.482 0.227
Galat 1213.314 82 14.797
Total 2229.000 93
Total terkoreksi 1427.613 92
a R Squared = .150 (Adjusted R Squared = .046)

Estimasi

Variabel dependen: lama sakit


Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 4.329 0.732 2.873 5.785
Vit. C 2.008 0.744 0.527 3.488
MVM 2.470 0.714 1.049 3.890
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
IMT = 23.116, sistolik = 97.42, diastolik = 65.27, konsumsi energi = 1251.7204, konsumsi
protein = 41.3968, konsumsi vit. C = 50.4946, konsumsi besi = 7.1695.
114

Lampiran 18 Uji Ancova tekanan darah sistolik wanita pekerja setelah


suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: tekanan darah sistolik


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 1485.405a 5 297.081 2.781 0.022
Intercept 11310.049 1 11310.049 105.858 0.000
Perlakuan 515.542 2 257.771 2.413 0.096
Usia 1025.084 1 1025.084 9.594 0.003
Berat badan 621.693 1 621.693 5.819 0.018
Konsumsi natrium 0.250 1 0.250 0.002 0.962
Galat 9295.240 87 106.842
Total 893400.000 93
Total terkoreksi 10780.645 92
a R Squared = .138 (Adjusted R Squared = .088)

Estimasi

Variabel dependen: tekanan darah sistolik


Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 100.593a 1.897 96.822 104.364
Vit. C 94.653a 1.895 90.886 98.420
a
MVM 97.012 1.876 93.283 100.741
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
berat badan = 52.375, konsumsi natrium = 283.8333.
115

Lampiran 19 Uji Ancova tekanan darah diastolik wanita pekerja setelah


suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: tekanan darah diastolik


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 784.927a 5 156.985 3.658 0.005
Intercept 4713.614 1 4713.614 109.843 0.000
Perlakuan 144.866 2 72.433 1.688 0.191
Usia 627.332 1 627.332 14.619 0.000
Berat badan 325.277 1 325.277 7.580 0.007
Konsumsi natrium 15.634 1 15.634 0.364 0.548
Galat 3733.353 87 42.912
Total 400700.000 93
Total terkoreksi 4518.280 92
a R Squared = .174 (Adjusted R Squared = .126)

Estimasi

Variabel dependen: tekanan darah diastolik


Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 67.043a 1.202 64.653 69.432
a
Vit. C 63.996 1.201 61.609 66.384
MVM 64.768a 1.189 62.405 67.131
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
berat badan = 52.375, konsumsi natrium = 283.8333.
116

Lampiran 20 Uji Ancova urea wanita pekerja setelah suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: urea


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 7.697a 4 1.924 0.088 0.986
Intercept 656.483 1 656.483 30.130 0.000
Perlakuan 4.119 2 2.059 0.095 0.910
Usia 0.744 1 0.744 0.034 0.854
Konsumsi protein 1.462 1 1.462 0.067 0.796
Galat 1917.351 88 21.788
Total 43498.550 93
Total terkoreksi 1925.048 92
a R Squared = .004 (Adjusted R Squared = -.041)

Estimasi
Variabel dependen: urea
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
a
Plasebo 21.174 0.842 19.501 22.846
Vit. C 20.866a 0.846 19.185 22.547
MVM 21.389a 0.850 19.699 23.079
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
konsumsi protein_2 = 41.3968.
117

Lampiran 21 Uji Ancova kreatinin wanita pekerja setelah suplementasi

Uji Efek Antar Subjek

Variabel dependen: kreatinin


Sumber Jumlah Kuadrat Tipe III db Kuadrat Tengah F Sig.
Model terkoreksi 0.189a 3 0.063 3.756 0.014
Intercept 1.908 1 1.908 113.515 0.000
Perlakuan 0.135 2 0.068 4.017 0.021
Usia 0.060 1 0.060 3.552 0.063
Galat 1.496 89 0.017
Total 64.120 93
Total terkoreksi 1.685 92
a R Squared = .112 (Adjusted R Squared = .082)

Estimasi
Variabel dependen: kreatinin
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 0.800a 0.023 0.753 0.846
Vit. C 0.873a 0.023 0.826 0.919
MVM 0.786a 0.023 0.739 0.832
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75.

Uji Post Hoc

Variabel dependen: kreatinin


Bonferroni
Perlakuan Perlakuan Beda rata-rata Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
(I) (J) (I-J) Batas bawah Batas atas
Plasebo Vit. C -0.073 0.033 0.089 -0.154 0.008
MVM 0.014 0.033 1.000 -0.067 0.095
Vit. C Plasebo 0.073 0.033 0.089 -0.008 0.154
MVM 0.087* 0.033 0.029 0.007 0.167
MVM Plasebo -0.014 0.033 1.000 -0.095 0.067
Vit. C -0.087* 0.033 0.029 -0.167 -0.007
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
118

Lampiran 22 Dokumentasi penelitian

Lokasi penelitian

Karyawati pabrik yang menjadi unit percobaan dalam penelitian


119

Pengukuran antropometri

Pengukuran tekanan darah


120

Pengambilan darah

Wawancara data frekuensi dan konsumsi pangan

You might also like