Professional Documents
Culture Documents
Pengaruh Suplementasi Vitamin C Dan Multivitamin M
Pengaruh Suplementasi Vitamin C Dan Multivitamin M
FEBRINA SULISTIAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Febrina Sulistiawati
NRP. I051060071
ABSTRACT
Kata kunci: suplemen makanan, status gizi, status kesehatan, fungsi ginjal
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
FEBRINA SULISTIAWATI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Tesis : Pengaruh Suplementasi Vitamin C dan Multivitamin Mineral
Terhadap Status Gizi, Kesehatan, dan Fungsi Ginjal
Nama : Febrina Sulistiawati
NRP : I051060071
Disetujui
Komisi Pembimbing
Diketahui
Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.
Febrina Sulistiawati
RIWAYAT HIDUP
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................... 4
Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
Hipotesis Penelitian ....................................................................... 5
Manfaat Penelitian......................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA
Metabolisme Vitamin dan Mineral di dalam Tubuh ...................... 6
Bioavailabilitas Zat Gizi ............................................................... 6
Interaksi Antar Zat Gizi ................................................................ 7
Pengaruh Kekurangan dan Kelebihan Vitamin dan Mineral .......... 12
Suplemen Multivitamin Mineral ................................................... 18
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan dan Tolerable Upper Intake
Level (UL).................................................................................... 19
Status Gizi.................................................................................... 22
Status Kesehatan .......................................................................... 23
Ginjal dan Fungsinya di dalam Tubuh .......................................... 24
METODE PENELITIAN
Desain, Waktu dan Tempat Penelitian .......................................... 29
Rancangan Percobaan................................................................... 29
Pelaksanaan Penelitian ................................................................. 32
Cara Pemberian Suplemen............................................................ 32
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ................................................ 34
Pengendalian Kualitas Data .......................................................... 34
Pengolahan dan Analisis Data ...................................................... 35
Definisi Operasional Variabel ...................................................... 43
LAMPIRAN ............................................................................................ 72
DAFTAR TABEL
Halaman
Halaman
Halaman
Latar Belakang
Dalam 10 tahun terakhir, zat gizi mikro (vitamin dan mineral) mendapat
perhatian yang lebih besar dalam ilmu gizi internasional. Hal ini didorong oleh
semakin banyaknya penelitian yang mengungkapkan pentingnya peran vitamin
dan mineral bagi kesehatan manusia. Vitamin dan mineral sangat mempengaruhi
kualitas hidup manusia, diantaranya untuk mengatur fungsi otak, ketahanan tubuh
atau imunitas, fungsi kehamilan, dan pengolahan energi. Kekurangan zat gizi
mikro pada tingkat ringan sekalipun dapat mempengaruhi kemampuan belajar,
mengganggu produktivitas kerja, bahkan memperparah penyakit dan
meningkatkan kematian (Soekirman 2000).
Dalam laporan ACC/SCN Tahun 2000 disebutkan bahwa di negara
berkembang diperkirakan terdapat 3,9 milyar penduduk beresiko kekurangan zat
gizi mikro, dimana 1 milyar diantaranya sudah dalam keadaan sakit dan cacat.
Dengan beragam pangan yang tersedia, masyarakat harusnya dapat mencukupi
segala kebutuhan makro dan mikronutrien yang dibutuhkan tubuh untuk beragam
proses metabolisme. Namun sayangnya, sebagian besar penduduk dunia tidak
mampu untuk mengakses beragam pangan yang kaya akan mikronutrien. Hal ini
antara lain disebabkan oleh gaya hidup (life style) dan faktor sosial ekonomi. Oleh
karena itu, salah satu alternatif yang dapat dilakukan pemerintah untuk memenuhi
kebutuhan penduduk adalah melalui pendekatan berbasis makanan berupa
fortifikasi dan suplementasi makanan (FAO/WHO 2001).
Menurut FAO/WHO (2001), fortifikasi merujuk pada penambahan zat gizi
pada makanan yang biasa dimakan. Woods (2001) menambahkan, fortifikasi
merupakan penambahan zat gizi ke dalam makanan terlepas dari apakah zat gizi
tersebut telah terdapat dalam jumlah yang cukup atau tidak di dalam makanan
dengan tujuan untuk mencegah atau mengurangi kekurangan satu atau beberapa
zat gizi pada suatu populasi atau kelompok khusus dalam suatu populasi.
Sedangkan suplementasi merujuk pada pemberian sediaan farmakologi zat gizi
secara periodik dalam bentuk kapsul atau tablet, atau melalui suntikan untuk
kelompok yang beresiko menderita kurang gizi yang memerlukan penanganan
secepatnya (FAO/WHO 2001). Dalam International Conference on Nutrition
2
tahun 1992, FAO/WHO menetapkan bahwa suplementasi zat gizi harus dibatasi
untuk kelompok rawan (vulnerable group) yang tidak dapat memenuhi
kebutuhannya akan zat gizi hanya melalui makanan, yaitu bayi dan anak-anak,
lansia, kelompok dengan sosial ekonomi rendah, orang terlantar, pengungsi,
penduduk yang berada dalam kondisi darurat, dan wanita usia subur (FAO/WHO
1992).
Selain kelompok-kelompok tersebut, kelompok lain yang memerlukan zat
gizi mikro dalam jumlah yang lebih tinggi adalah wanita pekerja. Kelompok ini
merupakan bagian dari wanita usia subur yang cenderung banyak terpapar stres
(Romeo et al. 2008), baik stres lingkungan (Romieu 2005) maupun stres karena
beban kerja (Nieman 2001). Selain itu, wanita pada usia ini juga mengalami
menstruasi secara berkala dan cenderung melakukan diet yang mengakibatkan
rendahnya intik vitamin dan mineral. Hal-hal ini menyebabkan wanita pekerja
rentan terkena masalah yang terkait dengan kekurangan zat gizi mikro.
Saat ini penggunaan suplemen semakin meningkat, dan sepertinya akan
terus menerus bertambah (NIH State of the Science Panel 2007). Di Inggris, tidak
kurang dari 40% penduduk mengkonsumsi suplemen secara teratur (Read 2001).
Dalam Ransley (2001) disebutkan, pengguna suplemen di Inggris menghabiskan
dana antara 340 hingga 360 juta poundsterling setiap tahunnya. Sementara itu,
lebih dari setengah orang dewasa di Amerika dilaporkan menggunakan suplemen
makanan. Pada awal tahun 1990-an sekitar 25% wanita dewasa menggunakan
suplemen secara teratur, dan jumlah ini meningkat lebih dari 50% pada akhir
tahun 2000 (Neuhouser 2003). Pada umumnya, mereka mempercayai bahwa
suplemen dapat membuat mereka berada dalam kondisi yang lebih baik,
memberikan tambahan energi, meningkatkan kesehatan, serta mencegah dan
mengobati penyakit. Dalam Radimer (2004) disebutkan, menurut data NHANES
(National Health and Nutrition Examination Survey) tahun 1999-2000, suplemen
yang paling banyak dikonsumsi oleh orang dewasa di Amerika adalah
multivitamin mineral (35%) diikuti oleh vitamin E (12,7%) dan vitamin C
(12,4%).
Menurut beberapa penelitian, masyarakat yang mengkonsumsi suplemen
multivitamin mineral cenderung memiliki intik mikronutrien yang lebih tinggi
3
Rumusan Masalah
Suplementasi zat gizi mikro dapat meningkatkan asupan zat gizi individu
yang berdampak pada status gizi dan kesehatan. Namun, asupan yang melebihi
batas maksimum yang diperbolehkan (UL) dapat membahayakan individu
tersebut (Murphy et al. 2007). Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka
dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status gizi?
2. Bagaimana pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status kesehatan?
3. Apakah suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang
diberikan aman dilihat dari fungsi ginjal?
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh suplementasi vitamin
C dan multivitamin mineral terhadap status gizi, kesehatan dan fungsi ginjal.
Tujuan Khusus
1. Mempelajari karakteristik sosio demografi (usia, pendidikan, ukuran dan
pendapatan keluarga) wanita pekerja.
2. Menganalisis konsumsi dan tingkat konsumsi wanita pekerja.
3. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status gizi (IMT) wanita pekerja.
4. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap status kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja.
5. Menganalisis pengaruh suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral
terhadap fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja.
6. Menganalisis perbedaan status gizi, kesehatan, dan fungsi ginjal wanita
pekerja antar perlakuan (pemberian plasebo, suplemen vitamin C dan
multivitamin mineral).
5
Hipotesis Penelitian
Untuk memudahkan jalannya penelitian maka diajukan hipotesis, bahwa:
1. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap
konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi wanita
pekerja.
2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status
gizi (IMT) wanita pekerja.
3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap status
kesehatan (lama sakit dan tekanan darah) wanita pekerja.
4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
fungsi ginjal (urea dan kreatinin serum darah) wanita pekerja.
5. Tidak terdapat perbedaan pada kadar urea dan kreatinin wanita pekerja yang
diberi perlakuan plasebo dibandingkan yang diberi perlakuan suplemen
vitamin C dan multivitamin mineral.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang bahaya
tidaknya suplemen vitamin C dan multivitamin mineral pada dosis yang diberikan
sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk memilih dosis suplemen yang tepat
untuk dikonsumsi. Bagi penyusun program gizi dan kesehatan, penelitian ini
diharapkan menjadi masukan dalam menentukan dosis suplemen yang tepat
sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.
6
TINJAUAN PUSTAKA
beberapa faktor yang mempengaruhi bioavailabilitas, yaitu bentuk kimia dari zat
gizi; komposisi zat gizi dalam makanan atau suplemen; interaksi antar zat gizi;
dan faktor dari dalam individu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, faktor
fisiologis, dan patologis (Krebs 2001).
Solomon et al. (2001) menambahkan, faktor fisiologis yang dapat
mempengaruhi bioavailabilitas adalah kondisi pencernaan, umur, fungsi ginjal,
jenis kelamin, aktivitas fisik, komposisi tubuh, status gizi, status kesehatan, pola
dan komposisi makan, suplemen makanan, alkohol, suku bangsa, dan tambahan
dari faktor lingkungan seperti polusi, stres, dan penggunaan obat.
Menurut Anderson (2004), berdasarkan bioavailabilitasnya zat gizi dalam
makanan dibagi menjadi tiga kelompok: zat gizi dengan bioavailabilitas rendah
(besi, kromium, mangan); zat gizi dengan bioavailabilitas sedang (kalsium dan
magnesium); dan zat gizi dengan bioavailabilitas tinggi (natrium, kalium, klorida,
iodida, dan flourida).
usus halus dan atau transpor vitamin E plasma terganggu jika terjadi kekurangan
seng.
Seng (Zn) dan Vitamin A
Kekurangan seng dapat mengganggu metabolisme vitamin A. Pada kondisi
ini, sintesis alat angkut vitamin A yaitu protein pengikat retinol (retinol-binding-
protein/RBP) terganggu dan terjadi penurunan aktivitas retina reduktase.
Menurunnya aktivitas enzim ini menyebabkan terganggunya adaptasi terhadap
gelap (Lonnerdal 1988).
Vitamin A dan Zat Besi (Fe)
Dalam Lonnerdal (1988) disebutkan, kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya hematopoiesis. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa rendahnya retinol plasma dihubungkan dengan rendahnya hemoglobin,
besi serum, dan nilai kejenuhan transferin. Kekurangan vitamin A dapat
menyebabkan terganggunya transportasi besi dari hati dan atau penggabungan
besi ke dalam eritrosit.
Folat dan Seng (Zn)
Suplementasi folat diketahui dapat mengganggu absorpsi seng. Meskipun
pengaruh suplemen folat terhadap absorpsi seng secara langsung masih belum
pasti, jalur metabolisme yang menghubungkan antara folat dan seng telah
diketahui. Pasien yang menderita anemia megaloblastik (kekurangan folat)
memiliki kadar seng dalam eritrosit yang rendah. Terganggunya absorpsi folat
pada keadaan kekurangan seng juga dapat terjadi karena folate conjugase
(pteroilpoligammaglutamil hidrolase) yang merupakan brush border membran
enzim yang dibutuhkan untuk memecah bagian poligammaglutamat dari folat
adalah zinc-dependent enzyme (Chandler et al. 1986).
Interaksi Antar Vitamin
Vitamin dapat berinteraksi satu dengan lainnya melalui beragam cara. Satu
jenis vitamin dapat dibutuhkan untuk: (a) absorpsi atau metabolisme vitamin
lainnya; (b) melindungi vitamin lainnya dari kerusakan oksidatif; atau (c) menjaga
vitamin lainnya dari katabolisme atau ekskresi yang berlebihan. Akibat interaksi
ini, kekurangan salah satu jenis vitamin, bahkan kekurangan yang kecil dapat
memperburuk kekurangan atau meningkatkan kebutuhan vitamin lainnya.
10
Vitamin A
Vitamin A berinteraksi dengan vitamin larut lemak lainnya (D, E, K) dan
berinteraksi pula dengan vitamin C. Interaksi antar vitamin-vitamin ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 1 Interaksi yang melibatkan vitamin A
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin C Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
menyebabkan menurunnya kadar
vitamin C dalam jaringan, dan
meningkatnya jumlah vitamin C
yang keluar melalui urin
Vitamin D Pada hewan, vitamin A dosis tinggi Morgan et al. (1937);
dapat melindungi dari beberapa gejala Taylor et al. (1968);
toksisitas vitamin D Metz et al. (1984)
Vitamin E Pada anak ayam, kadar vitamin A Sklan and Donoghue
yang tinggi meningkatkan kebutuhan (1982); Frigg and
vitamin E Broz (1984)
Vitamin K Pada manusia, hipervitaminosis A Bauernfeind (1980)
dapat menyebabkan hipoprotrom- Suttie (1984)
binemia yang dapat diobati dengan
suplementasi vitamin K
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin E
Intik vitamin E yang tinggi dapat menyebabkan kekurangan vitamin larut
lemak lainnya bila vitamin-vitamin ini terdapat dalam jumlah yang terbatas dalam
makanan. Hal ini disebabkan oleh adanya kompetisi untuk absorpsi pada sel
mukosa usus halus. Interaksi yang terjadi antara vitamin E dengan vitamin lainnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 2 Interaksi yang melibatkan vitamin E
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin A Vitamin E dibutuhkan untuk metabo- Mc Laren (1959);
lisme normal vitamin A, pengganti Ames (1969); Bennett
vitamin A, dan melindungi dari bebe- et al. (1965); Arnrich
rapa gejala toksisitas vitamin A and Arthur (1980)
Vitamin B12 Vitamin E dibutuhkan untuk meng- Barness (1967);
ubah vitamin B12 menjadi bentuk Pappu et al. (1978)
koenzimnya. Pemberian vitamin E
dapat menghentikan ekskresi asam
metilmalonat, yang merupakan salah
satu indikator kekurangan vitamin B12
dari urin
Vitamin K Pada manusia, dosis tinggi vitamin E Corrigan and Marcus
(1200 IU/hari) dapat meningkatkan (1974); Helson (1984)
kebutuhan vitamin K sebagai anti-
koagulan
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
11
Vitamin C
Vitamin C berinteraksi dengan vitamin A, B6, B12, dan vitamin E. Interaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 3 Interaksi yang melibatkan vitamin C
Jenis vitamin Interaksi Referensi
Vitamin A Pada tikus, asam askorbat kurang dari Mayfield and Roehm
250 mg/kg BB dapat meningkatkan (1956)
perubahan vitamin β-karoten menjadi
vitamin A. Pada jumlah yang lebih
banyak tidak menunjukkan adanya
pengaruh atau dapat menurunkan
pemanfaatannya
Vitamin B6 Pada manusia yang mengalami keku- Shultz and Leklem;
rangan vitamin C dilaporkan terjadi (1982); Baker et al.
peningkatan ekskresi piridoksin (1971)
Vitamin B12 Kelebihan vitamin C baik dalam makanan Herbert and Jacob
atau dalam aliran darah dapat merusak (1974); Marcus et al.
vitamin B12 pada kondisi fisiologis tertentu (1980); Hogenkamp
(1980)
Vitamin E Vitamin C dan vitamin E bekerjasama Leung et al. (1981);
sebagai antioksidan. Vitamin C dapat Lambelet et al. (1985)
mengganti vitamin E dengan mengha- Chen (1981)
silkan kembali tokoferol dari radikal
tokoferoksil. Terdapat beberapa bukti
pula yang menunjukkan bahwa vitamin
E dapat menggantikan vitamin C
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
Vitamin B
Vitamin B memiliki interaksi yang kuat antara satu dengan lainnya. Vitamin
B dalam jumlah yang cukup dibutuhkan untuk fungsi yang optimal. Kekurangan
salah satu vitamin B dapat menyebabkan ketidaknormalan metabolisme vitamin B
lainnya. Beberapa interaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
Tabel 4 Interaksi yang melibatkan vitamin B
Vitamin yang Vitamin yang Interaksi Referensi
mempengaruhi terpengaruh
Vitamin B6 Vitamin C Kekurangan vit. B6 menurun- Baker et al.
kan kadar vit. C dalam plasma (1964)
Vitamin B6 Vitamin B12 Pada tikus, vit. B6 dibutuhkan Sauberlich
untuk absorpsi vit. B12 (1980)
Asam folat Vitamin B12 Pada manusia, kelebihan asam Herbert (1963)
folat dapat menutupi kekurang- Brody et al.
an vit. B12 dengan mengobati (1984)
gejala hematologi, tetapi tidak
dapat mengobati gejala neuro-
logi. Hal ini telah diamati pada
dosis 5 mg/hari
Sumber: Machlin dan Langseth (1988)
12
Vitamin B6
Kekurangan vitamin B6 jarang terjadi karena biasanya kekurangan vitamin
B6 terjadi secara bersamaan dengan kekurangan vitamin B kompleks lainnya.
Hipovitaminosis B6 sering bersamaan dengan kekurangan riboflavin karena
riboflavin dibutuhkan untuk membentuk koenzim PLP. Ketidakcukupan vitamin
B6 juga dapat menyebabkan menurunnya metabolisme glutamat di otak sehingga
terjadi ketidakberfungsian sistem saraf. Selain itu, kekurangan vitamin B 6 juga
menyebabkan kerusakan sistem imun (FAO/WHO 2001). Dalam Almatsier
(2003) disebutkan, kekurangan dapat disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti
isoniazida dan penisillamin, kecanduan alkohol, kelainan kongenital, penyakit
kronik tertentu, dan gangguan absorpsi.
Kelebihan vitamin B6 umumnya juga jarang terjadi. Vitamin B6 bersifat
toksik pada dosis 1000 kali RDA (Brody 1999). Jika dikonsumsi dalam jumlah
berlebihan selama berbulan-bulan maka akan terjadi kerusakan saraf yang tidak
dapat diperbaiki, dimulai dengan kesemutan pada kaki, kemudian mati rasa pada
tangan dan akhirnya tubuh tidak mampu bekerja (Brody 1999; Almatsier 2003).
Vitamin B12
Vitamin B12 berfungsi pada dua bentuk koenzim, yaitu adenosilkobalamin
dengan metilkalonil-CoA mutase yang berperan penting dalam metabolisme
propionat, adenosilkobalamin dengan leusin mutase yang berperan dalam
metabolisme asam amino, dan metilkobalamin dengan dengan metionin sintetase
yang berperan dalam metabolisme karbon tunggal. Kekurangan vitamin B 12 dapat
menyebabkan kerusakan pembelahan sel, khususnya sumsum tulang dan mukosa
usus halus (Gallagher 2004). Dalam Almatsier (2003) ditambahkan, kekurangan
vitamin B12 jarang terjadi karena kekurangan dalam makanan, namun sebagian
besar disebabkan oleh penyakit saluran cerna atau gangguan absorpsi dan
transportasi. Karena dibutuhkan untuk mengubah folat menjadi bentuk aktifnya,
salah satu gejala kekurangan vitamin B12 adalah anemia karena kekurangan folat.
Tidak diketahui adanya gangguan karena kelebihan vitamin B12. Dosis1000
μg dilaporkan tidak menimbulkan efek samping, namun tidak pula menunjukkan
kegunaan jika tidak terjadi malabsorpsi (Institute of Medicine 1998). Oleh karena
itu, suplementasi dengan dosis tinggi sebaiknya dihindari.
15
Vitamin C
Kekurangan vitamin C akut dapat menyebabkan skorbut. Namun, skorbut
berat saat ini jarang terjadi karena telah diketahui cara pencegahan dan
pengobatannya. Kelebihan vitamin C dari makanan jarang terjadi, dan akan terjadi
jika mengkonsumsi suplemen secara berlebihan, dimana dapat menimbulkan
hiperoksaluria dan resiko lebih tinggi terhadap batu ginjal (Almatsier 2003).
Dalam Gallagher (2004) ditambahkan, efek merugikan yang dapat timbul oleh
dosis tinggi vitamin C adalah mengganggu saluran pencernaan dan diare. Pada
penelitian yang dilakukan Johnston dan Cox (2001) dengan dosis vitamin C 75-
2000 mg/hari selama 70 hari dilaporkan terdapat sampel yang mengalami diare
(Hathcock 2005).
Asam Folat
Kekurangan folat dapat menyebabkan gangguan metabolisme DNA dan
RNA sehingga merubah morfologi inti sel terutama sel-sel yang sangat cepat
membelah. Sel-sel ini diantaranya sel darah merah, sel darah putih, sel epitel
lambung, usus, vagina, dan serviks rahim. Di dalam darah, keadaan ini dicirikan
dengan terjadinya anemia megaloblastik dan makrositik dengan eritrosit yang
membesar, tidak matang, dan berlebihnya jumlah hemoglobin. Kekurangan folat
pada wanita hamil dapat menyebabkan cacat pada janin yang disebut neural tube
defect (NTD). Sementara itu, dilaporkan bahwa belum ditemukan adanya
pengaruh merugikan dari pemberian folat dosis tinggi pada hewan poercobaan
(Gallagher 2004).
Zat Besi (Fe)
Fungsi zat besi berhubungan dengan kemampuannya dalam reaksi oksidasi
dan reduksi. Secara kimia, zat besi merupakan unsur yang sangat reaktif sehingga
mampu berinteraksi dengan oksigen. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan
dua elektron sehingga memiliki dua sisa muatan positif (Fe2+/fero). Sedangkan
dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron sehingga memiliki tiga
sisa muatan positif (Fe3+/feri). Karena dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi
berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzim-enzim yang
terlibat dalam reaksi oksidasi-reduksi.
16
mineral, tumbuhan obat atau tumbuh-tumbuhan lainnya, dan asam amino; bahan
makanan yang digunakan untuk menambahkan makanan dengan meningkatkan
jumlah intik makanan; konsentrat, metabolit, dan ekstrak; atau kombinasi dari satu
atau lebih bahan-bahan ini (US Food and Drug Administration 2001). Pada Tabel
5 dapat dilihat beberapa contoh kategori suplemen multivitamin mineral yang
digunakan dalam beberapa survey (Yetley 2007).
Multivitamin
Multivitamin, gabungan Tidak didefinisikan NHANES I, II, III;
beberapa vitamin NHIS 1987, 1992,
2000; CSFII
≥ 2 vitamin NHANES 1999-2000
Tanpa mineral, NHIS 1986
dengan vit. A, D, E, C,
B6, B12, B1, B2, asam
folat, dan niasin
Multivitamin dengan vit. C Harus mengandung NHANES III
vit. C, B1, B2, niasin,
vit. A, dan vit. D
Multimineral
Multimineral Tidak didefinisikan NHANES III,
NHANES 2001-2002
≥ 2 mineral tanpa NHANES 1999-2000
vitamin
Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin dan Ca, P, I,
Fe, dan Mg
Kombinasi mineral Tidak mengandung NHIS 1986
vitamin, Ca, P, I, Fe, Mg,
mengandung ≥ 2 mineral
Sumber: Yetley (2007) dari beragam sumber
Ket.: CSFII, Continuing Survey of Food Intakes by Individuals; NHANES, National Health and
Nutrition Examination Survey; NHIS, National Health Interview Survey
21
Tabel 6 Kecukupan gizi, UL, dan batas maksimum BPOM vitamin dan mineral
yang digunakan dalam suplemen penelitian
Zat gizi Satuan AKG* RDA* UL* Batas maks.
19-29 th 30-49 th 19-30 th 31-50 th 19-30 th 31-50 th BPOM*
Vitamin
C mg 75 75 75 75 2000 2000 1000
E mg 15 15 15 15 1000 1000 400 UI
A g RE 500 500 700 700 3000 3000 1500
B6 mg - - 1,3 1,3 100 100 100
Asam folat g 400 400 400 400 1000 1000 800
B12 g 2,4 2,4 2,4 2,4 ND ND 200
D g 5 5 5+ 5+ 50 50 400 UI
Mineral
Zn mg 9,3 9,8 8 8 40 40 30
Se g 30 30 55 55 400 400 200
Cu g - - 900 900 10000 10000 3000
Fe mg 26 26 18 18 45 45 30
Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004); Institute of Medicine (1997, 1998, 2000,
2001); Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (2004)
Ket.: *AKG: Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, RDA: Recommended Dietary Allowance,
UL: Tolerable Upper Intake Levels, BPOM: Badan Pengawas Obat dan Makanan, ND: not
determined
+
AI: Adequate Intake
Dalam Hathcock et al. (2005), menurut Food and Nutrition Board (2000)
safety (aman) didefinisikan sebagai tidak adanya resiko kesakitan atau kepastian
tidak adanya bahaya. Batas aman intik tidak sama pada semua kelompok umur.
Zat gizi yang pada batas tertentu masih aman dikonsumsi oleh suatu kelompok
umur belum tentu aman bagi kelompok lainnya. Selain itu, adanya kemungkinan
bahaya dari mengkonsumsi suplemen multivitamin-mineral yang telah sesuai
dengan AKG bergantung pada keseluruhan konsumsi makanan (Mulholland &
Benford 2007).
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok
orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan
(utilization) zat gizi makanan (Riyadi 2001). Metode penilaian status gizi
dibedakan menjadi dua pengukuran, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak
langsung. Pengukuran secara langsung meliputi antropometri, biokimia, klinik,
dan fisik. Sedangkan pengukuran secara tidak langsung meliputi survei konsumsi,
statistik vital, dan faktor ekologi (Jelliffe DB & Jelliffe EFP 1989).
23
Status Kesehatan
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang.
Salah satu pengukuran yang dapat digunakan untuk menilai situasi kesehatan
seseorang adalah dengan pengukuran tekanan darah. Tekanan darah dibedakan
menjadi dua, yaitu sistolik dan diastolik. Tekanan darah sistolik menunjukkan
besarnya tekanan pada dinding pembuluh darah pada saat jantung berkontraksi
(berdenyut), atau besarnya tekanan tertinggi pembuluh darah pada satu waktu
tertentu. Sedangkan tekanan darah diastolik menunjukkan besarnya tekanan pada
dinding pembuluh darah pada saat otot jantung rileks diantara dua denyutan.
24
Tekanan darah diastolik merupakan tekanan terkecil dalam pembuluh darah pada
satu waktu tertentu (Purwati et al. 2002).
Budiman (1999) menyatakan, tinggi rendahnya tekanan darah ditentukan
oleh dua faktor, yaitu curah jantung dan tekanan resistensi pembuluh darah.
Tingginya tekanan sistolik dihubungkan dengan besarnya curahan jantung,
sedangkan tingginya tekanan diastolik berhubungan dengan besarnya resistensi
perifer. Tekanan darah selalu berubah tergantung waktu dan keadaan seseorang.
Tekanan darah dapat meningkat secara tiba-tiba ketika seseorang berada dalam
keadaan emosi atau sakit, gelisah, temperatur dingin, dan tertekan mental.
Tekanan darah tinggi atau hipertensi secara luas didefinisikan dalam dua
kategori, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sejauh ini, hipertensi
primer merupakan jenis hipertensi yang paling umum ditemukan. Hipertensi
primer merupakan kecenderungan genetik yang dicirikan oleh rendahnya
pengaturan tekanan darah, sedangkan hipertensi sekunder merupakan keadaan
yang diakibatkan oleh adanya penyakit tertentu yang menyebabkan meningkatnya
tekanan darah sebagai gejala penyakit atau efek samping. Penyebab utama
hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal yang menyebabkan ketidakberfungsian
ginjal dan mengakibatkan rendahnya pengaturan tekanan darah. Faktor lain yang
mempengaruhi hipertensi primer ataupun sekunder adalah merokok, makanan,
tingkah laku yang menetap, dan obesitas (Wildman & Medeiros 2000).
Tabel 7 Kandungan zat-zat kimia dalam plasma, filtrat, dan urin dalam periode
24 jama
Zat kimia Plasmab Filtrat (segera Diserap kembali Urin
setelah melalui dari filtratd
kapsul glomerular c
Air 180.000 ml 180.000 ml 178.500 ml 1.500 ml
Protein 7.000-9.000 10-20 10-20 0e
Klorida (Cl-) 630 630 625 5
Sodium (Na+) 540 540 537 3
Bikarbonat 300 300 299,7 0,3
Glukosa 180 180 180 0
Urea 53 53 28 25
Potassium (K+) 28 28 24 4
Asam urat 8,5 8,5 7,7 0,8
Kreatinin 1,5 1,5 0 1,5
Sumber: Tortora dan Anagnostakos (2002)
Ket.: aSemua nilai, kecuali air dinyatakan dalam gram. Zat-zat kimia disusun secara berurutan dari
konsentrasi tertinggi ke konsentrasi terendah dalam plasma
b
Zat-zat ini sebelum difiltrasi terdapat dalam glomerular plasma darah
c
Zat-zat ini meninggalkan plasma darah glomerular melalui membran endotelial capsular
sebelum direabsorpsi
d
Zat-zat ini telah difiltrasi
e
Meskipun protein dalam jumlah sedikit (170-250 g) terdapat di dalam urin, dianggap
semuanya direabsorpsi dari filtrat
Fungsi ginjal dapat terganggu oleh adanya penyakit atau keadaan patologis.
Untuk melihat kenormalan fungsi ginjal, salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah dengan melihat kadar urea dan kreatinin dalam darah. Urea merupakan zat
sisa dari katabolisme protein. Di dalam darah, kadar urea bervariasi tergantung
pada beberapa faktor, seperti intik protein dalam diet, katabolisme protein, dan
kemampuan hati mensintesa urea. Sedangkan kreatinin adalah salah satu produk
akhir metabolisme kreatin otot. Kadar kreatinin darah lebih tetap bila
dibandingkan dengan kadar urea karena sedikit sekali dipengaruhi oleh intik
protein dalam diet. Kadar kreatinin hanya dipengaruhi oleh faktor endogen, yaitu
pemecahan kreatin di otot (Suryaatmadja & Sosro 1990).
27
KERANGKA PEMIKIRAN
Gambar 1 Hubungan antara pola konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan
dan fungsi ginjal.
29
METODE PENELITIAN
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan adalah suatu uji yang bertujuan untuk mengubah
peubah input menjadi suatu output yang merupakan respon dari percobaan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 jenis
suplemen sehingga tidak memungkinkan terjadinya interaksi. Pemberian
perlakuan untuk setiap wanita pekerja dilakukan berdasarkan hasil pengacakan,
dimana setiap wanita pekerja hanya mendapat 1 perlakuan sesuai dengan hasil
pengacakan.
Unit percobaan. Unit percobaan adalah unit terkecil dalam suatu penelitian
yang diberi suatu perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Unit percobaan yang
30
digunakan dalam penelitian ini adalah wanita pekerja berusia 20-45 tahun dengan
kriteria inklusi sebagai berikut: sehat, tidak menderita penyakit kronis, tidak
sedang melakukan diet, tidak sedang mengandung, tidak sedang menyusui, tidak
merokok, tidak minum alkohol, tidak sedang menstruasi pada saat pengambilan
darah, dan bersedia menandatangani formulir persetujuan etik informed consent
(Lampiran 2).
Faktor. Faktor adalah peubah bebas yang dicobakan dalam percobaan
sebagai penyusun struktur perlakuan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah bebas
yang dicobakan dapat bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Dalam penelitian ini
terdapat 1 faktor, yaitu suplementasi zat gizi yang merupakan peubah kualitatif.
Taraf. Taraf adalah nilai-nilai faktor (peubah bebas) yang dicobakan dalam
percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam penelitian ini digunakan 3 taraf,
yaitu suplementasi vitamin C, suplementasi multivitamin mineral, dan plasebo
(tanpa vitamin C dan multivitamin mineral).
Perlakuan. Perlakuan merupakan suatu prosedur atau metode yang
diterapkan pada unit percobaan (Mattjik & Sumertajaya 2002). Dalam Steel and
Torrie (1995) disebutkan, perlakuan adalah prosedur yang pengaruhnya hendak
diukur dan dibandingkan dengan perlakuan lain. Dalam penelitian ini, perlakuan
yang diberikan adalah:
1. Pemberian suplemen vitamin C
2. Pemberian suplemen multivitamin mineral
3. Pemberian plasebo (tanpa vitamin C dan multivitamin mineral)
Peubah respon. Peubah respon atau peubah tidak bebas (dependen)
merupakan peubah yang nilainya tergantung dari nilai faktor (peubah bebas)
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah respon yang akan diamati dalam penelitian
ini adalah status gizi (IMT), status kesehatan (keluhan dan lama sakit, tekanan
darah sistolik dan diastolik), serta fungsi ginjal (kadar urea dan kreatinin serum
darah).
Peubah perancu. Peubah perancu adalah peubah yang keberadaannya dapat
mempengaruhi hasil peubah respon selain pengaruh dari perlakuan yang diberikan
(Mattjik & Sumertajaya 2002). Peubah perancu pada IMT adalah usia dan
konsumsi energi; pada lama sakit adalah usia, IMT, tekanan darah sistolik dan
31
diastolik, konsumsi energi, protein, vitamin C, dan besi; pada tekanan darah
adalah usia, berat badan, dan konsumsi natrium; pada kadar urea adalah usia dan
konsumsi protein, sedangkan pada kadar kreatinin adalah usia.
Pengulangan. Pengulangan merupakan salah satu prinsip dasar percobaan.
Ulangan merupakan pengalokasian perlakuan tertentu terhadap beberapa unit
percobaan pada kondisi yang seragam (Mattjik & Sumertajaya 2002). Penentuan
jumlah ulangan dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analogi penelitian
Jenkins et al. (2001) dengan asumsi bahwa α = 5% (Zα = 1,96); power of test =
90% (Zβ = 1,28) menggunakan rumus:
2
2 [Z Z ]2
n 2
Keterangan:
n = besar unit percobaan
ζ = 5,8 (perkiraan standar deviasi serum urea berdasarkan penelitian
Jenkins et al. (2001))
Zα = 1,96
Zβ = 1,28
δ = 5 (peningkatan kadar urea serum yang diharapkan setelah intervensi)
Dari perhitungan di atas, diperoleh besar unit percobaan (n) = 28,2 = 28 unit
percobaan untuk setiap perlakuan. Untuk mengantisipasi terjadinya drop out,
maka jumlah unit percobaan ditambah 10% sehingga jumlah unit percobaan pada
setiap perlakuan menjadi 28 + (10% x 28) = 28 + 2,8 = 30,8 = 31 unit percobaan
atau ulangan.
Pengacakan. Pengacakan bertujuan agar setiap unit percobaan memiliki
peluang yang sama untuk memperoleh suatu perlakuan tertentu. Pengacakan
perlakuan pada unit percobaan dapat menggunakan tabel bilangan acak, sistem
lotere secara manual atau menggunakan komputer (Mattjik & Sumertajaya 2002).
Pengacakan perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan
tabel bilangan acak.
32
Pelaksanaan penelitian
Pada tahap awal sebelum penelitian dilakukan screening terhadap populasi
untuk memilih wanita pekerja yang akan diikutkan dalam penelitian. Jumlah
seluruh karyawan pabrik adalah 2600 orang, dengan jumlah karyawan wanita
yang berusia antara 20–45 tahun adalah 1300 orang. Dari jumlah tersebut, yang
merupakan karyawan tetap sebanyak 60% (780 orang) yang kemudian dipilih
sebagai responden karena mobilitasnya dianggap tidak terlalu tinggi jika
dibandingkan dengan karyawan kontrak. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
klinis terhadap responden. Responden yang memenuhi kriteria inklusi dan
bersedia menandatangani informed consent resmi menjadi target penelitian.
Selanjutnya dilakukan penentuan besar unit percobaan menggunakan analogi
penelitian Jenkins et al. (2001) sehingga diperoleh besar unit percobaan 31 orang
per perlakuan. Kemudian dilakukan random alokasi untuk menentukan
perlakuan/intervensi. Sebelum suplementasi dilakukan, unit percobaan (wanita
pekerja) diberi obat cacing dengan maksud agar terbebas dari penyakit cacingan
yang dapat mengganggu penyerapan zat gizi dalam saluran pencernaan. Untuk
lebih jelasnya, alur penelitian digambarkan pada Gambar 2.
n = 93
n = 31 n = 31 n = 31
Suplementasi 10 minggu
Ket.: *) AKG, Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi Tahun 2004
+
) % AKG untuk wanita usia 30-49 tahun
keluarga. Kriteria ukuran keluarga menurut BPS dibedakan atas keluarga kecil
jika jumlah anggota keluarga ≤4 orang, sedang jika jumlah anggota 5 sampai 7
orang, dan besar jika jumlah anggota keluarga >7 orang.
Data konsumsi pangan yang didapatkan dengan metode recall 2x24 jam
meliputi jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selama dua hari. Pengukuran
dilakukan dengan menghitung konsumsi pangan dari satuan ukuran rumah tangga
(URT) kedalam satuan berat (gram). Dari satuan berat yang diperoleh selanjutnya
dihitung asupan zat gizi dari setiap bahan pangan berdasarkan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM). Jumlah zat gizi dari setiap bahan pangan yang
dikonsumsi dihitung dengan rumus (Hardinsyah & Briawan 1994):
Keterangan:
KGij = Kandungan zat gizi bahan pangan yang dikonsumsi
Bj = Berat bahan pangan yang dikonsumsi (gram)
Gij = Kandungan zat gizi yang dikonsumsi dalam 100 gram BDD
BDD = Bagian bahan pangan yang dapat dimakan (% BDD)
Selanjutnya, dihitung angka kecukupan energi dan protein yang dikoreksi
dengan berat badan aktual (nyata) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
AKGi = Angka kecukupan energi atau protein individu
Ba = Berat badan aktual nyata (kg)
Bs = Berat badan standar menurut WNPG 2004
AKG = Angka kecukupan energi atau protein menurut WNPG 2004
Sedangkan untuk mengukur kecukupan vitamin dan mineral tidak dilakukan
koreksi terhadap berat badan aktual, namun langsung digunakan AKG untuk
masing-masing zat gizi. Untuk mengetahui tingkat konsumsi zat gizi, konsumsi
zat gizi aktual dibandingkan dengan kecukupan gizi yang dinyatakan dalam
persen sesuai dengan rumus:
Keterangan:
TKGi = Tingkat konsumsi zat gizi individu
Ki = Konsumsi zat gizi individu
AKG = Angka Kecukupan Gizi
Tingkat konsumsi energi dan protein selanjutnya dikategorikan menjadi
empat kategori, yaitu defisit tingkat berat jika tingkat konsumsi <70%, defisit
tingkat ringan jika tingkat konsumsi 70-80%, cukup jika tingkat konsumsi 80-
90%, dan normal jika tingkat konsumsi >90% (Depkes 1990). Sedangkan tingkat
konsumsi zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral dibagi menjadi dua
kategori, yaitu kurang jika tingkat konsumsi <77% dan cukup jika tingkat
konsumsi ≥77% (Gibson 2005). Sedangkan frekuensi konsumsi bahan pangan
yang diperoleh melalui food frequency questionnaire (FFQ) ditabulasi secara
deskriptif.
Penilaian status gizi dilakukan melalui antropometri menggunakan indikator
indeks massa tubuh (IMT). Nilai IMT dihitung dengan rumus sebagai berikut:
BB
IMT
TB 2
Keterangan:
IMT = indeks massa tubuh
BB = berat badan (kg)
TB = tinggi badan (m)
Status gizi berdasarkan nilai IMT tersebut selanjutnya dikelompokkan
berdasarkan Depkes RI (1996) sebagaimana ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel 10 Pengelompokan status gizi orang dewasa menurut IMT
Keterangan:
Yij = nilai IMT pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
39
β2 = koefisien dari X2
X1 = usia (tahun)
X2 = konsumsi energi (kkal)
εij = galat
Lama sakit
Yij = μ + ηi + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + εij
Keterangan:
Yij = lama sakit pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
βk = koefisien dari Xk
X1 = usia (tahun)
X2 = IMT (kg/m2)
X3 = tekanan darah sistolik (mmHg)
X4 = tekanan darah diastolik (mmHg)
X5 = konsumsi energi (kkal)
X6 = konsumsi protein (g)
X7 = konsumsi vitamin C (mg)
X8 = konsumsi besi (mg)
εij = galat
Tekanan darah (sistolik dan diastolik)
Keterangan:
Yij = nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik) pada wanita pekerja ke-j
karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
40
Keterangan:
Yij = nilai urea serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan ke-i
i1 = plasebo
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
β2 = koefisien dari X2
X1 = usia (tahun)
X2 = konsumsi protein (g)
εij = galat
Kadar kreatinin serum darah
Keterangan:
Yij = nilai kreatinin serum darah pada wanita pekerja ke-j karena perlakuan
ke-i
i1 = plasebo
41
i2 = suplemen vitamin C
i3 = suplemen multivitamin mineral
µ = efek rata-rata sebenarnya
ηi = efek yang sebenarnya dari suplemen ke-i
β1 = koefisien dari X1
X1 = usia (tahun)
εij = galat
42
Untuk lebih jelasnya, pada tabel berikut dapat dilihat jenis dan kategori
variabel yang digunakan dalam penelitian.
Tabel 12 Jenis dan kategori variabel
Variabel Kategori variabel
Usia 20-29 tahun
30-39 tahun
≥40 tahun
Pendidikan Tidak sekolah
Tidak tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMU
Tamat PT/akademi
Pendapatan keluarga Rupiah (Rp/kap/bln)
Wanita pekerja adalah wanita yang berusia antara 20–45 tahun dan masih aktif
bekerja
Suplementasi adalah pemberian sediaan farmakologi vitamin C dan multivitamin
mineral dalam bentuk tablet setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja
Suplemen vitamin C adalah suplemen yang mengandung 1000 mg vitamin C;
yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada wanita pekerja
Suplemen multivitamin mineral adalah suplemen yang mengandung 1000 mg
vitamin C; 45 mg vitamin E; 700 g vitamin A; 6,5 mg vitamin B6; 400 g
asam folat; 9,6 g vitamin B12; 10 g vitamin D; 10 mg Zn; 110 g Se; 0,9
mg Cu; dan 5 mg Fe; yang diberikan setiap hari selama 10 minggu pada
wanita pekerja
Konsumsi makan adalah jumlah, jenis, dan waktu mengkonsumsi pangan
seseorang yang diukur dengan metode recall 2x 24 jam secara berturut-turut;
dan kebiasaan makan seseorang yang diukur dengan metode food frequency
questionaire (FFQ)
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan,
yang dapat terlihat melalui parameter indeks massa tubuh (IMT)
IMT adalah hasil perbandingan antara berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi
badan (m) berdasarkan hasil pengukuran secara antropometri dan
dikelompokkan menurut Depkes RI (1996)
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami wanita pekerja dan diukur
dari tekanan darah dan keluhan kesehatan yang dirasakannya
Keluhan penyakit adalah gejala/gangguan kesehatan yang dirasakan oleh wanita
pekerja selama suplementasi (10 minggu)
Lama sakit adalah jumlah hari sakit wanita pekerja selama suplementasi (10
minggu)
Tekanan darah adalah kondisi kesehatan wanita pekerja yang dinyatakan dalam
tekanan darah sistolik dan diastolik, diukur dengan sphygnomanometer dan
dikelompokkan menurut American Heart Association (2000)
Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya
(mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi
unsur cairan tubuh) dengan baik, dan dapat dilihat melalui parameter urea dan
kreatinin
Urea adalah salah satu produk akhir metabolisme protein. Kadar urea normal
dalam darah adalah 8,0-25,0 mg/dl (Kumar & Clark 2005)
Kreatinin adalah salah satu produk akhir metabolisme kreatin otot, dengan jumlah
normal antara 0,6–1,5 mg/dl (Kumar & Clark 2005)
44
Wanita pekerja yang berusia antara 20-29 tahun sebanyak 39,8%; sedangkan yang
berusia ≥40 tahun sebanyak 7,5%. Usia terendah wanita pekerja adalah 24 tahun,
sedangkan usia tertinggi adalah 45 tahun.
Pendidikan
Sebaran wanita pekerja berdasarkan kategori pendidikan dapat dilihat pada
Tabel 14. Persentase terbesar tingkat pendidikan wanita pekerja adalah tamat
SLTP (36,6%). Persentase terbesar kedua adalah tamat SD (31,2%) diikuti oleh
tamat SLTA sebanyak 24,7%.
45
Ukuran Keluarga
Sebagian besar keluarga wanita pekerja termasuk dalam kategori keluarga
kecil (93,5%); dan sisanya termasuk dalam keluarga sedang (6,5%).
Tabel 15 Sebaran ukuran keluarga wanita pekerja
Ukuran keluarga n Persentase (%)
Kecil (≤4 orang) 87 93,5
Sedang (5-7 orang) 6 6,5
Besar (>7 orang) 0 0,0
Total 93 100,0
Pendapatan keluarga
Kategori pendapatan keluarga dalam penelitian ini dilihat dari nilai
minimum, maksimum, dan rata-rata ± standar deviasi (rata-rata±SD) sebagaimana
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 16 Statistik pendapatan keluarga wanita pekerja
Pendapatan Nilai (Rp./kap/bln)
Minimum 216.000
Maksimum 1.450.000
Rata-rata 591.426
Standar Deviasi (SD) 241.833
yang rusak. Pangan akan sangat menentukan kesehatan fisik dan psikologis
individu (Bender 2002).
Frekuensi dan Jenis Pangan
Frekuensi dan jenis pangan dalam penelitian ini diperoleh melalui food
frequency questionnaire/FFQ (Lampiran 10). Pada awal suplementasi, jenis
makanan sumber karbohidrat yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja
adalah nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari dan persentase 100% pada perlakuan
plasebo; 96,8% masing-masing pada perlakuan vitamin C dan multivitamin
mineral. Pada akhir suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi
nasi dengan frekuensi 2-3 kali sehari meningkat menjadi 100% pada semua
perlakuan. Jenis makanan sumber karbohidrat lain yang sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun
akhir suplementasi adalah mie dan roti dengan frekuensi 1-2 kali seminggu.
Jenis makanan sumber protein nabati yang paling sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada awal suplementasi adalah tahu dengan
frekuensi 3-5 kali seminggu dan persentase 51,6% pada semua perlakuan. Pada
akhir suplementasi, persentasenya menjadi 54,8% pada perlakuan plasebo; 51,6%
pada perlakuan vitamin C; dan 35,5% pada perlakuan multivitamin mineral. Jenis
makanan lain yang sering dikonsumsi adalah tempe dengan frekuensi yang sama
(3-5 kali seminggu) namun persentase berbeda. Untuk kacang-kacangan, jenis
yang paling sering dikonsumsi wanita pekerja adalah kacang hijau dan melinjo
baik pada awal maupun akhir suplementasi pada semua perlakuan.
Jenis makanan sumber protein hewani yang paling sering dikonsumsi
sebagian besar wanita pekerja pada semua perlakuan baik pada awal maupun
akhir suplementasi adalah telur dengan frekuensi 3-5 kali seminggu. Pada awal
suplementasi, persentase wanita pekerja yang mengkonsumsi telur pada perlakuan
plasebo adalah 45,2% dan meningkat menjadi 61,2% pada akhir suplementasi;
pada perlakuan vitamin C persentasenya tidak berubah yaitu 48,4%; dan pada
perlakuan multivitamin mineral dari 48,4% menjadi 51,6% pada akhir
suplementasi. Jenis sumber protein hewani lain yang sering dikonsumsi wanita
pekerja adalah ayam, hati ayam dan ikan segar masing-masing dengan frekuensi
1-2 kali seminggu.
47
Analisis Konsumsi
Konsumsi energi dan zat gizi lainnya diperoleh dengan mengkonversikan
semua jenis bahan makanan yang dikonsumsi wanita pekerja ke dalam bentuk
energi, protein, vitamin C, dan besi. Rata-rata konsumsi zat gizi dapat dilihat pada
Tabel 17.
48
protein, vitamin C, dan besi setelah suplementasi pada ketiga perlakuan tidak
berbeda nyata (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemenuhan zat gizi dari
makanan pada semua perlakuan relatif sama. Data tingkat konsumsi ini
selanjutnya dikategorikan sebagaimana terlihat pada Tabel 19 dan 20.
Tabel 19 Distribusi tingkat konsumsi energi dan protein wanita pekerja
Tingkat Konsumsi Energi Tingkat Konsumsi Protein
Kategori Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
Sebelum suplementasi
Defisiensi tkt berat 18 (58,1%) 17 (54,8%) 21 (67,7%) 14 (45,2%) 7 (22,6%) 13 (41,9%)
Defisiensi tkt ringan 6 (19,4%) 4 (12,9%) 4 (12,9%) 1 (3,2%) 2 (6,5%) 3 (9,7%)
Cukup 1 (3,2%) 5 (16,1%) 5 (16,1%) 3 (9,7%) 8 (25,8%) 4 (12,9%)
Normal 6 (19,4%) 5 (16,1%) 1 (3,2%) 13 (41,9%) 14 (45,2%) 11 (35,5%)
Total 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%)
Setelah suplementasi
Defisiensi tkt berat 18 (58,1%) 20 (64,5%) 15 (48,4%) 11 (35,5%) 8 (25,8%) 5 (16,1%)
Defisiensi tkt ringan 6 (19,4%) 5 (16,1%) 4 (12,9%) 4 (12,9%) 3 (9,7%) 5 (16,1%)
Cukup 4 (12,9%) 2 (6,5%) 7 (22,6%) 3 (9,7%) 6 (19,4%) 8 (25,8%)
Normal 3 (9,7%) 4 (12,9) 5 (16,1%) 13 (41,9%) 14 (45,2%) 13 (41,9%)
Total 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%) 31 (100%)
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi energi, lebih
dari separuh wanita pekerja sebelum suplementasi mengalami defisiensi energi
tingkat berat. Setelah suplementasi, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo,
meningkat pada perlakuan vitamin C, dan menurun pada perlakuan multivitamin
mineral. Jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsi energinya termasuk dalam
kategori normal menurun pada perlakuan plasebo dan vitamin C, namun
meningkat pada perlakuan multivitamin mineral. Pada tingkat konsumsi protein,
jumlah wanita pekerja yang mengalami defisiensi tingkat berat menurun pada
perlakuan plasebo dan multivitamin mineral namun meningkat pada perlakuan
vitamin C. Untuk kategori normal, jumlahnya tetap sama pada perlakuan plasebo
dan vitamin C, sedangkan pada perlakuan multivitamin mineral jumlahnya
meningkat.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pada perlakuan multivitamin mineral
terjadi peningkatan jumlah wanita pekerja yang tingkat konsumsinya termasuk
dalam kategori normal dan penurunan jumlah wanita pekerja yang tingkat
konsumsinya termasuk dalam kategori defisiensi tingkat berat. Hal ini diduga
karena vitamin dan mineral yang terdapat dalam suplemen membantu memenuhi
kebutuhan tubuh akan zat gizi mikro sehingga metabolisme zat-zat gizi dalam
51
tubuh dapat berlangsung dengan lebih baik dan menyebabkan konsumsi energi
dan protein wanita pekerja meningkat. Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan
besi wanita pekerja dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 20 Distribusi tingkat konsumsi vitamin C dan besi wanita pekerja
Tingkat Konsumsi Vitamin C Tingkat Konsumsi Besi
Kategori Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
Sebelum suplementasi
Kurang 25 (80,6%) 24 (77,4%) 27 (87,1%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 31 (100,0%)
Cukup 6 (19,4%) 7 (22,6%) 4 (12,9%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 0 (0,0%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)
Setelah suplementasi
Kurang 20 (64,5%) 28 (90,3%) 25 (80,6%) 30 (96,8%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)
Cukup 11 (35,5%) 3 (9,7%) 6 (19,4%) 1 (3,2%) 0 (0,0%) 0 (0,0%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada tingkat konsumsi vitamin C
sebelum suplementasi, tingkat konsumsi sebagian besar wanita pekerja pada
semua perlakuan termasuk dalam kategori kurang. Setelah suplementasi,
jumlahnya menurun pada perlakuan plasebo dan multivitamin mineral, dan
meningkat pada perlakuan vitamin C. Demikian pula pada tingkat konsumsi besi
sebelum suplementasi, tingkat konsumsi hampir seluruh wanita pekerja termasuk
dalam kategori kurang. Setelah suplementasi, jumlahnya menurun pada perlakuan
plasebo, meningkat pada perlakuan vitamin C, dan tetap pada perlakuan
multivitamin mineral. Hal ini diduga karena kurangnya konsumsi buah dan sayur
pada wanita pekerja. Meskipun mereka mengkonsumsi beraneka ragam sayur dan
buah, namun jumlah yang dikonsumsi belum sesuai dengan porsi yang seharusnya
dipenuhi untuk mencukupi kebutuhan tubuh akan vitamin dan mineral.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang yang diakibatkan oleh
konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan.
Gambaran status gizi wanita pekerja dilihat berdasarkan berat badan (BB) dan
indeks massa tubuh (IMT). Pada Gambar 3 dapat dilihat status gizi wanita pekerja
sebelum dan setelah suplementasi.
52
60 54.5 54.5
51.1 50.6 52.3 52.0
50
40
BB Sebelum
30
(kg) Setelah
20
10
0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
20
15
IMT Sebelum
(kg/m2) Setelah
10
0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
Hal ini sesuai dengan laporan Radimer et al. (2004) yang menyatakan
bahwa berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey tahun
1999-2000 di Amerika ditemukan bahwa pengguna suplemen multivitamin
mineral lebih banyak berstatus gizi baik. Hal senada disampaikan Foote et al.
(2003) dan menambahkan bahwa pengguna suplemen lebih sedikit pada obesitas.
Status Kesehatan
Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami individu. Status
kesehatan wanita pekerja dalam penelitian ini diketahui berdasarkan keluhan dan
lama sakit selama suplementasi serta pengukuran tekanan darah (sistolik dan
diastolik).
Keluhan dan Lama Sakit
Keluhan dan lama sakit selama suplementasi didapatkan melalui wawancara
yang ditanyakan sekali dalam seminggu. Beberapa keluhan penyakit dan rata-rata
lama sakit yang dilaporkan oleh wanita pekerja dapat dilihat pada Tabel 22.
55
Tabel 22 Keluhan dan rata-rata lama sakit wanita pekerja selama suplementasi
Perlakuan
Keluhan penyakit
Plasebo (hari) Vit. C (hari) MVM (hari)
Pusing 2,3 1,9 3,7
Pilek 4,0 5,0 4,2
Demam 3,4 2,0 0,0
Batuk 4,8 3,8 4,1
Radang tenggorokan 1,0 0,0 0,0
Diare 2,0 0,0 0,0
Sariawan 8,5 0,0 4,0
Masuk angin 1,0 2,0 2,0
Sakit kepala 3,0 5,0 0,0
Alergi 0,0 1,0 0,0
Pegal 0,0 1,0 1,0
Sakit mata 0,0 0,0 4,5
Asma 0,0 0,0 2,0
Migrain 2,0 0,0 3,0
Maag 0,0 2,0 0,0
Tekanan Darah
Tekanan darah arterial merupakan kekuatan tekanan darah ke dinding
pembuluh darah yang menampungnya, dimana tekanan ini berubah-ubah pada
setiap tahap siklus jantung. Tekanan darah mengalami sedikit perubahan
bersamaan dengan perubahan-perubahan gerakan yang fisiologik seperti ketika
sedang berolah raga, ketika terjadi perubahan mental karena cemas dan emosi,
ketika tidur, dan ketika makan. Oleh karena itu, tekanan darah sebaiknya diukur
ketika seseorang berada dalam kondisi tenang, istirahat, dan sebaiknya dalam
sikap rebahan (Pearce 2006). Dalam penelitian ini, tekanan darah diukur pada pagi
hari sebelum wanita pekerja mulai bekerja. Rata-rata tekanan darah wanita pekerja
dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6.
105 100 99 98 99 97
95
90
75
Sistolik 60 Sebelum
(mmHg) 45 Setelah
30
15
0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
70 66 66 65 65 66 65
60
50
Diastolik 40 Sebelum
(mmHg) 30 Setelah
20
10
0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
pada ketiga perlakuan tidak berbeda nyata (p>0,05). Hasil uji menunjukkan pula
bahwa tekanan darah diastolik (adjusted) secara nyata dipengaruhi oleh usia dan
berat badan, namun tidak dipengaruhi oleh konsumsi natrium (Lampiran 19).
Kotchen TA dan Kotchen JM (2006) menyebutkan bahwa perubahan berat badan
sebanyak ± 9,2 kg dihubungkan dengan perubahan 6,3 mmHg tekanan darah
sistolik dan 3,1 mmHg tekanan darah diastolik. Tidak berpengaruhnya konsumsi
natrium terhadap tekanan darah dalam penelitian ini diduga karena rendahnya
asupan natrium wanita pekerja.
Berdasarkan pengelompokan dengan kategori hipertensi (tekanan darah
sistolik ≥140 mmHg) dan tidak hipertensi (tekanan darah sistolik <140 mmHg)
yang mengacu pada American Heart Association (2000), distribusi wanita pekerja
adalah sebagaimana terlihat dalam tabel berikut:
Tabel 23 Distribusi wanita pekerja menurut tekanan darah sistolik
Perlakuan
Kategori Plasebo Vit. C MVM Total
Sebelum suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Setelah suplementasi
Hipertensi 1 (3,2%) 0 (0,0%) 1 (3,2%) 2 (2,2%)
Tidak hipertensi 30 (96,8%) 31 (100,0%) 30 (96,8%) 91 (97,8%)
Total 31 (100,0%) 31 (100,0%) 31 (100,0%) 93 (100,0%)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebelum suplementasi, sebagian besar
wanita pekerja pada ketiga perlakuan tidak mengalami hipertensi (97,8%).
Demikian pula setelah suplementasi dilakukan, tekanan darah sistolik sebagian
besar wanita pekerja masih berada pada batas normal (tidak hipertensi) dengan
persentase yang sama yaitu sebesar 97,8%. Sementara itu, distribusi wanita
pekerja berdasarkan tekanan darah diastolik (hipertensi ≥90 mmHg dan tidak
hipertensi <90 mmHg yang mengacu pada American Heart Association (2000))
menunjukkan hasil yang sama sebagaimana terlihat dalam Tabel 24.
59
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal adalah kemampuan ginjal untuk melakukan fungsinya
(mengekskresikan produk akhir metabolisme tubuh dan mengatur konsentrasi
unsur cairan tubuh) dengan baik. Gambaran fungsi ginjal wanita pekerja dalam
penelitian ini dilihat dari kadar urea dan kreatinin serum darah. Pada Gambar 7
dan 8 dapat dilihat rata-rata kadar urea dan kreatinin serum darah wanita pekerja
sebelum dan setelah suplementasi.
60
25
22.1 21.4
21.2 20.8
19.5 19.2
20
15
Urea Sebelum
(mg/dl) Setelah
10
0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
1.0
0.8 0.9
0.9 0.8 0.8 0.8
0.8
0.8
0.7
0.6
Kreatinin Sebelum
0.5
(mg/dl) Setelah
0.4
0.3
0.2
0.1
0.0
Plasebo Vit. C MVM
Perlakuan
Simpulan
1. Rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi energi, protein, dan vitamin C pada
perlakuan multivitamin mineral lebih tinggi dibandingkan perlakuan plasebo
dan vitamin C; sedangkan rata-rata konsumsi dan tingkat konsumsi besi
tertinggi terdapat pada perlakuan plasebo.
2. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
status gizi wanita pekerja berdasarkan indeks massa tubuh (IMT). Lebih dari
separuh wanita pekerja termasuk dalam status gizi baik (IMT antara 18,5
sampai 24,9 kg/m2); dengan persentase sebesar 58,1% pada perlakuan
plasebo; 64,5% pada perlakuan vitamin C; dan 71,0% perlakuan multivitamin
mineral.
3. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
status kesehatan wanita pekerja berdasarkan lama sakit, tekanan darah sistolik
dan diastolik. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam kategori tidak
hipertensi (sistolik <140 mmHg; diastolik <90 mmHg). Pada perlakuan
plasebo dan multivitamin mineral, persentase wanita pekerja yang termasuk
dalam kategori tidak hipertensi sebesar 96,8%; sedangkan pada perlakuan
vitamin C sebesar 100,0%.
4. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral tidak berpengaruh terhadap
kadar urea serum darah. Sebagian besar wanita pekerja termasuk dalam
kategori normal (kadar urea serum darah 8,0-25,0 mg/dl). Persentase wanita
pekerja yang termasuk dalam kategori normal pada perlakuan plasebo sebesar
87,1%; sedangkan pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral
masing-masing sebesar 83,9%.
5. Suplementasi vitamin C dan multivitamin mineral berpengaruh terhadap kadar
kreatinin serum darah, namun kadarnya masih berada pada batas normal (0,6-
1,5 mg/dl). Persentase wanita pekerja yang termasuk dalam kategori normal
pada perlakuan vitamin C dan multivitamin mineral masing-masing sebesar
100,0%; sedangkan pada perlakuan plasebo sebesar 96,8%.
64
Saran
1. Suplemen hendaknya dikonsumsi jika kebutuhan zat gizi dari makanan tidak
mencukupi.
2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan waktu suplementasi yang lebih
lama (lebih dari 10 minggu) untuk mengetahui keamanan suplemen pada dosis
tertentu.
65
DAFTAR PUSTAKA
Bender DA. 2002. Introduction to Nutrition and Metabolism. 3rd ed. New York:
Taylor & Francis Inc.
Blumenkrantz MJ, Kopple JD, Gutman RA, Chan YK, Barbour GL, Roberts C,
Shen FH, Gandhi VC, Tucker CT, Curtis FK, Coburn JW. 1980. Methods
for assessing nutritional status of patients with renal failure. Am J Clin
Nutr 33:1567-1585.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.23.3644 Tahun 2004
tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan. Jakarta:
BPOM.
Brody T. 1999. Nutritional Biochemistry. 2nd ed. San Diego: Academic Press.
Bunk MJ, Dnistrian A, Schwartz MK, Rivlin RS. 1987. Dietary zinc deficiency
impairs plasma transport of vitamin E. Am J Clin Nutr 45:865.
Chandler CJ, Wang TY, Halsted CH. 1986. Pteroylpolyglutamate hydrolase from
human jejunal brush border: purification and characterization. J Biol
Chem 261:928.
_________. 1996. Pedoman Praktis Menilai Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta:
Depkes.
[Dirjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1996. Surat
Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan tentang
Suplemen Makanan Nomor HK.00.063.02360 Tahun 1996. Jakarta:
Dirjen POM.
Foote JA, Murphy SP, Wilkens LR, Hankin JH, Henderson BE, Kolonel LN.
2003. Factors associated with dietary supplement use among healthy
adults of five ethnicities. Am J Epidemiol 157(10):888-897.
Hathcock JN. 1997. Vitamins and minerals: efficacy and safety. Am J Clin Nutr
66:427-437.
Jelliffe DB, Jelliffe EFP. 1989. Community Nutritional Assessment. New York:
Oxford University Press.
Jenkins DJA, Kendall CWC, Vidgen E, Augustin LSA, van Erk M, Geelen A,
Parker T, Faulkner D, Vuksan V, Josse RG, Leiter LA, Connelly PW.
2001. High-protein diets in hyperlipidemia: effect of wheat gluten on
serum lipids, uric acid, and renal function. Am J Clin Nutr 74:57-63.
Kotchen TA, Kotchen JM. 2006. Nutrition, Diet, and Hypertension. Di dalam:
Shils ME, Shike M, Ross C, Caballero B, Cousins RJ, editor. Modern
Nutrition in Health and Disease. Ed ke-10. Baltimore: Lippincot Williams
& Wilkins.
Linder MC. 2006. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Parakkasi A, penerjemah. Jakarta: UI-Press. Terjemahan dari:
Nutritional Biochemistry and Metabolism with Clinical Application.
Lyle BJ, Mares-Perlman JA, Klein BEK, Klein R, Greger JL. 1998. Supplement
users differ from nonusers in demographic, lifestyle, dietary and health
characteristics. J Nutr 128:2355-2362.
McNaughton SA, Mishra GD, Paul AA, Prynne CJ, Wadsworth MEJ. 2005.
Supplement use is associated with health status and health-related
behaviors in the 1946 British birth cohort. J Nutr 135:1782-1789.
Mulholland CA, Benford DJ. 2007. What is known about the safety of
multivitamin-multimineral supplements for the generally healthy
population? Theoretical basis for harm. Am J Clin Nutr 85:318S-322S.
Nieman DC. 2001. Does exercise alter immune function and respiratory
infections? President’s Council on Physical Fitness and Sports. Research
Digest 3(13).
69
NIH State of the Science Panel. 2007. National Institute of Health State-of-the
Science Conference Statement: Multivitamin/mineral supplements and
chronic disease prevention. Am J Clin Nutr 85:257S-264S.
Park Song-Yi, Murphy SP, Wilkens LR, Yamamoto JF, Kolonel LN. 2006.
Allowing for variations in multivitamin supplement composition improves
nutrient intake estimates for epidemiologic studies. J Nutr 136:1359-1364.
Ransley JK. 2001. The Rise and Rise of Food and Nutritional Supplements-an
Overview of the Market. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW,
editor. Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and
Disease. Jerman: Springer.
Read NW. 2001. Placebo and Panacea: The Healing Effect of Nutritional
Supplements. Di dalam: Ransley JK, Donnelly JK, Read NW, editor.
Food and Nutritional Supplements Their Role in Health and Disease.
Jerman: Springer.
Romieu T. 2005. Nutrition and lung health. Int J Tuberc Lung Dis 9:362-374.
Singh A, Moses FM, Deuster PA. 1992. Vitamin and mineral status in physically
active men: effects of a high-potency supplement. Am J Clin Nutr 55:1-7.
Slesinski MJ, Subar AF, Kahle LL. 1996. Dietary intake of fat, fiber, and other
nutrients is related to the use of vitamin and mineral supplements in the
United States: The 1992 National Health Interview Survey. J Nutr
126:3001-3008.
Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Sumantri B,
penerjemah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Terjemahan dari:
Principles and Procedures of Statistics.
Sunde RA. 2001. Selenium. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present
Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press.
Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.
Suryaatmadja M, Sosro R. 1990. Tes faal ginjal dan manfaatnya di klinik. Cermin
Dunia Kedokteran 30:39-44.
Tortora GJ, Anagnostakos NP. 2002. Principles of Anatomy and Physiology. 10th
ed. New York: John Wiley & Sons. Ltd.
US Food and Drug Administration, Center for Food Safety and Applied Nutrition.
2001. Overview of dietary supplements. http://www.cfsan.fda.gov/~dms
/ds-oview.html#what [20 Mei 2008].
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di
Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia.
Wildman REC, Medeiros DM. 2000. Advanced Human Nutrition. Florida: CRC
Press.
Woods HF. 2001. The Addition of Micronutrients to Food. Di dalam: Ransley JK,
Donnelly JK, Read NW, editor. Food and Nutritional Supplements Their
Role in Health and Disease. Jerman: Springer.
Yip R. 2001. Iron. Di dalam: Bowman BA, Russell RM, editor. Present
Knowledge in Nutrition. Ed ke-8. Washington DC: ILSI Press.
73
Nama :
Umur :
Alamat :
____________________ __________________
75
I. IDENTITAS RESPONDEN
1. Nama : ……………………………………………..
2. Tanggal lahir/ Umur : ................................/ tahun
3. Status perkawinan : 1. Menikah 2. Janda
4. Pendidikan terakhir : 1. Tidak sekolah 2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD 4.. Tamat SLTP
5. Tamat SLTA 6. Tamat D1/D3
7. Tamat S1
5. Jenis pekerjaan : 1. Pekerja tetap 2.. Tidak tetap
6. Devisi pekerjaan : …………………………..
7. Merokok : 1. ya 2. tidak
8. Minum alkohol : 1. ya 2. tidak
9. Sedang berdiit : 1. ya 2. tidak
10. Berapa kali ibu pernah melahirkan :
1. ................. kali
2. Jumlah anak hidup : ..................
3. Jumlah anak meninggal: ..................
4. Jumlah anak keguguran : .................
11. Jumlah Anggota Keluarga : …. orang
12. Ikut serta KB : 1. ya 2. tidak
Bila ya, lanjut no 13, bila tidak lanjut ke no.14
13. Jenis KB : 1. Pil 2. suntik (......bln/x, tgl.….)
3. IUD 4. Spiral
5. Steril 6. Kondom
7. Implant/susuk
76
3. LILA : ..................cm
3. Apakah dalam 1 bulan terakhir hingga saat ini Ibu menderita sakit :
V. PEMERIKSAAN KLINIS
Pemeriksaan Fisik
----------------------------------------------------------------------------------------
----------------------------------------------------------------------------------------
79
2. Siang
3. Malam
80
Bahan
Frekuensi konsumsi makanan
makanan
1x 2-3x 3-5x 1-2x 2-3x 1x Tidak
/hr /hr /mg /mg /bln /bl pernah
Nasi
Mie
Roti
Jagung
Biskuit
Kacang Ijo
Kacang Merah
Melinjo
Ubi Jalar
Tempe
Tahu
Telur
Oncom
Ayam
Daging Sapi
Hati sapi
Hati ayam
Ikan segar
Bayam
Kangkung
Daun singkong
Kac.Panjang
Selada air
Sawi
Daun katuk
Jambu Biji
Pepaya
Jeruk
Salak
Susu bubuk
Keju
Lainnya
81
II VII
III VIII
IV IX
V X
82
Reagen-reagen ini dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit
lalu ditambahkan R3 200 μl untuk reagen blanko, 200 μl untuk standar, dan 200 μl
untuk sampel. Dicampurkan, lalu diinkubasi pada suhu 37 oC selama 5 menit
kemudian dibaca absorbansi sampel dan standar terhadap reagen blanko (∆A).
Perhitungan
Konsentrasi urea (mg/dl) = (∆A sampel/∆A standar) x konsentrasi standar
84
Lampiran 8 Tekanan darah sistolik dan diastolik wanita pekerja sebelum dan
setelah suplementasi
Lampiran 9 Kadar urea dan kreatinin wanita pekerja sebelum dan setelah
suplementasi
95
2a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein nabati sebelum suplementasi (%)
96
3a Frekuensi konsumsi makanan sumber protein hewani sebelum suplementasi (%)
Telur Ayam Daging sapi Hati sapi Hati ayam Ikan segar
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 25.8 19.4 19.4 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0
3-5x/mg 45.2 48.4 48.4 16.1 9.7 16.1 6.5 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 12.9 9.7 3.2 12.9 9.7 3.2
1-2x/mg 25.8 29.0 19.4 45.2 67.7 71.0 9.7 6.5 3.2 3.2 0.0 3.2 25.8 32.3 25.8 25.8 32.3 25.8
2-3x/bln 0.0 0.0 3.2 25.8 19.4 6.5 12.9 6.5 6.5 3.2 6.5 3.2 16.1 12.9 19.4 16.1 12.9 19.4
1x/bln 0.0 0.0 3.2 9.7 3.2 3.2 6.5 32.3 29.0 3.2 19.4 6.5 22.6 25.8 19.4 22.6 25.8 19.4
Tidak pernah 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 0.0 64.5 54.8 61.3 87.1 74.2 87.1 19.4 19.4 32.3 19.4 19.4 32.3
Telur Ayam Daging sapi Hati sapi Hati ayam Ikan segar
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 12.9 12.9 9.7 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2
3-5x/mg 61.3 48.4 51.6 16.1 22.6 19.4 3.2 6.5 3.2 0.0 0.0 0.0 3.2 6.5 3.2 19.4 22.6 0.0
1-2x/mg 25.8 32.3 35.5 64.5 67.7 67.7 6.5 6.5 9.7 0.0 3.2 6.5 51.6 41.9 32.3 51.6 54.8 64.5
2-3x/bln 0.0 3.2 3.2 12.9 3.2 12.9 19.4 3.2 3.2 0.0 3.2 0.0 9.7 12.9 12.9 9.7 0.0 12.9
1x/bln 0.0 3.2 0.0 3.2 3.2 0.0 16.1 29.0 29.0 9.7 16.1 9.7 9.7 12.9 19.4 12.9 16.1 6.5
Tidak pernah 0.0 0.0 0.0 3.2 3.2 0.0 54.8 54.8 54.8 90.3 77.4 83.9 22.6 25.8 32.3 6.5 6.5 12.9
97
4a Frekuensi konsumsi sayur-sayuran sebelum suplementasi (%)
Bayam Kangkung Daun singkong Kacang panjang Selada air Sawi Daun katuk
Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit.
Frekuensi Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 25.8 29.0 19.4 19.4 25.8 12.9 29.0 12.9 6.5 32.3 9.7 3.2 3.2 0.0 0.0 32.3 19.4 19.4 3.2 0.0 0.0
1-2x/mg 48.4 38.7 45.2 51.6 41.9 48.4 32.3 38.7 51.6 41.9 67.7 64.5 6.5 9.7 6.5 41.9 64.5 45.2 19.4 6.5 3.2
2-3x/bln 0.0 9.7 9.7 0.0 9.7 6.5 6.5 16.1 12.9 3.2 6.5 12.9 3.2 0.0 6.5 9.7 0.0 6.5 0.0 0.0 3.2
1x/bln 3.2 9.7 9.7 6.5 19.4 16.1 12.9 22.6 9.7 12.9 12.9 3.2 3.2 6.5 9.7 3.2 6.5 12.9 3.2 9.7 9.7
Tidak pernah 22.6 12.9 16.1 22.6 3.2 16.1 19.4 6.5 19.4 9.7 3.2 16.1 83.9 83.9 77.4 12.9 9.7 12.9 74.2 83.9 83.9
Bayam Kangkung Daun singkong Kacang panjang Selada air Sawi Daun katuk
Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit. Vit.
Frekuensi Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM Plasebo C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0
3-5x/mg 16.1 12.9 19.4 12.9 9.7 16.1 12.9 6.5 6.5 25.8 16.1 3.2 3.2 0.0 0.0 12.9 25.8 12.9 0.0 0.0 0.0
1-2x/mg 51.6 45.2 61.3 48.4 58.1 61.3 38.7 58.1 51.6 54.8 64.5 61.3 12.9 3.2 3.2 64.5 45.2 64.5 12.9 6.5 0.0
2-3x/bln 12.9 16.1 0.0 6.5 6.5 0.0 12.9 9.7 9.7 6.5 0.0 12.9 3.2 0.0 3.2 3.2 3.2 6.5 0.0 0.0 6.5
1x/bln 6.5 12.9 3.2 12.9 16.1 0.0 12.9 9.7 6.5 3.2 9.7 9.7 12.9 9.7 6.5 12.9 6.5 3.2 9.7 9.7 16.1
Tidak pernah 12.9 12.9 16.1 19.4 9.7 22.6 22.6 16.1 25.8 9.7 9.7 12.9 67.7 87.1 87.1 6.5 19.4 9.7 77.4 83.9 77.4
98
5a Frekuensi konsumsi buah-buahan sebelum suplementasi (%)
99
100
Sebelum Setelah
Frekuensi Plasebo Vit. C MVM Plasebo Vit. C MVM
2-3x/hari 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/hari 6.5 6.5 3.2 3.2 0.0 3.2
3-5x/mg 0.0 9.7 9.7 0.0 3.2 6.5
1-2x/mg 3.2 6.5 9.7 6.5 12.9 3.2
2-3x/bln 0.0 3.2 0.0 0.0 0.0 0.0
1x/bln 0.0 3.2 3.2 0.0 6.5 0.0
Tidak pernah 90.3 71.0 74.2 90.3 77.4 87.1
101
Lampiran 11 Konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum dan setelah
suplementasi
Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1665.5 51.9 21.5 11.8 1283.0 37.0 156.5 6.7
2 1010.0 40.0 42.5 5.8 1340.5 55.9 8.5 6.0
3 910.5 40.5 38.0 7.4 1060.0 28.7 10.0 12.5
4 954.5 29.0 42.0 3.1 1377.0 45.4 140.0 11.4
5 1432.0 44.1 12.0 10.2 1034.5 30.2 27.0 3.8
6 1375.0 48.8 12.0 6.3 1059.5 22.0 12.5 6.8
7 1165.0 46.9 20.0 5.2 811.0 33.5 40.5 4.9
8 954.0 41.9 10.0 3.2 1053.5 35.2 253.0 4.5
9 1619.0 32.0 16.0 3.9 1201.0 45.9 58.5 8.0
10 2244.0 52.0 27.0 13.4 546.5 16.1 10.0 3.8
11 1210.0 59.4 2.0 5.9 1019.5 49.7 94.0 39.4
12 641.0 28.3 9.0 5.3 933.5 31.1 12.5 4.5
13 2589.0 79.1 65.0 10.0 1109.0 30.3 44.0 5.3
14 1388.5 45.4 20.0 4.9 1052.5 29.2 11.0 3.8
15 1045.0 34.5 36.0 6.4 1237.5 36.3 26.5 8.2
16 1451.5 49.0 124.5 5.6 1676.5 62.5 17.5 10.4
17 621.0 23.6 9.0 3.1 1885.0 65.3 62.5 10.0
18 938.5 30.2 11.5 3.1 1211.0 31.7 28.5 6.4
19 1397.5 63.1 30.5 7.6 1312.5 45.6 43.5 6.6
20 1308.0 36.3 19.5 3.8 1354.0 44.4 96.5 6.2
21 1141.0 43.5 45.5 6.2 1402.0 35.1 24.5 8.9
22 1190.5 33.8 26.0 5.3 1567.5 44.5 127.5 10.2
23 1030.0 41.7 11.5 4.1 1791.5 54.0 33.5 14.1
24 1061.0 33.5 23.5 5.2 1390.0 55.2 59.5 8.1
25 1635.0 69.3 33.0 7.6 955.5 27.7 35.0 4.2
26 952.5 33.7 14.0 7.7 1646.5 64.5 113.5 9.5
27 1163.0 53.7 198.0 5.3 957.5 35.1 28.5 8.0
28 1180.5 36.3 112.0 8.3 1315.5 31.5 42.5 6.1
29 1209.5 39.4 121.5 4.2 1220.0 44.2 25.0 5.1
30 1239.0 33.7 210.0 6.6 1404.5 51.1 116.5 7.8
31 1127.5 31.1 23.0 3.4 1602.5 37.1 15.0 5.9
102
Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1202.5 39.1 130.5 5.0 1334.0 45.2 40.0 7.3
2 743.0 30.5 39.5 25.4 985.5 33.4 111.5 4.2
3 842.5 29.0 29.5 6.3 1822.0 59.9 34.5 9.3
4 1118.5 41.9 46.5 4.2 831.0 23.5 21.5 4.1
5 1105.5 39.0 243.5 4.6 1474.5 43.0 11.0 7.1
6 1403.5 57.2 21.5 9.0 1235.0 47.2 13.5 10.1
7 1114.5 30.8 23.5 4.3 801.5 30.3 30.5 4.2
8 1149.0 38.5 28.5 7.7 724.5 25.2 3.5 4.1
9 556.0 20.2 43.0 6.8 831.0 26.8 21.5 3.4
10 1205.5 42.6 29.5 5.3 1149.5 38.1 42.5 4.8
11 1191.0 28.1 38.5 10.1 1114.0 47.0 6.5 5.5
12 1402.0 53.1 14.0 5.1 863.0 20.9 13.0 2.5
13 2519.0 75.2 142.5 12.7 1637.0 59.1 7.5 14.7
14 884.0 34.1 21.5 4.8 1433.0 49.1 43.5 8.2
15 1187.0 47.0 42.5 8.2 975.0 47.7 0.0 3.8
16 979.0 35.9 63.0 19.9 1144.5 39.5 27.5 6.6
17 1354.5 46.1 95.0 6.5 1435.5 41.4 10.0 6.0
18 1301.0 52.0 42.0 8.1 1071.5 38.4 30.5 4.6
19 1671.5 58.7 41.0 8.3 1074.5 39.0 18.0 5.4
20 1700.5 43.4 17.0 6.6 1074.0 40.9 15.5 5.5
21 1551.5 47.9 117.5 5.9 1274.0 38.9 3.0 3.7
22 1323.5 56.1 39.5 5.6 1387.5 44.3 23.5 6.7
23 1042.5 40.4 18.0 6.1 1148.5 38.0 4.5 3.2
24 1002.5 46.4 16.5 5.8 770.0 23.0 29.5 6.7
25 1503.5 48.7 22.0 7.8 1230.5 36.7 13.5 4.5
26 1187.0 30.2 50.5 5.1 805.5 28.6 32.5 5.2
27 293.0 7.0 8.0 3.8 1053.0 46.9 10.0 7.2
28 1308.0 47.2 115.0 7.9 918.5 36.2 221.0 6.2
29 885.0 24.7 35.0 3.4 1407.5 50.4 10.5 5.8
30 1099.0 28.9 45.5 3.6 862.0 27.8 5.0 2.3
31 1345.0 34.5 25.0 7.4 1178.0 36.9 192.5 8.6
103
Sebelum Setelah
Wanita
pekerja Energi Protein Vit. C Besi Energi Protein Vit. C Besi
(kkal) (g) (mg) (mg) (kkal) (g) (mg) (mg)
1 1008.5 47.1 24.0 4.8 1183.5 38.2 49.5 7.1
2 1212.0 39.2 9.5 4.2 1072.0 35.9 7.0 7.0
3 811.0 25.8 14.0 4.8 1701.5 61.9 43.5 9.1
4 1162.5 38.7 192.5 3.5 1149.5 39.0 15.5 5.7
5 1625.0 62.0 10.0 6.2 1318.5 56.4 50.0 8.6
6 1225.0 47.9 77.0 4.0 2088.0 74.3 76.5 8.4
7 554.0 28.8 3.5 2.1 1288.5 59.0 21.5 7.1
8 1156.0 35.9 21.0 4.2 1023.0 23.5 30.0 5.6
9 1401.0 56.5 204.0 7.5 802.0 32.2 46.5 5.1
10 981.0 42.4 24.5 7.2 1247.5 35.3 26.0 4.4
11 1347.0 54.5 25.5 5.0 1198.5 49.9 60.0 5.1
12 934.0 39.9 26.5 4.2 1186.0 33.9 16.0 9.1
13 1115.5 38.6 24.5 4.9 1075.5 41.8 44.0 8.6
14 1560.5 51.0 5.0 7.1 1388.0 41.4 130.0 9.4
15 1464.5 51.4 3.5 6.7 1186.0 45.1 51.5 5.7
16 1279.5 43.7 12.5 6.8 1280.5 43.0 40.0 5.4
17 1266.0 45.6 7.0 6.4 1608.5 35.6 54.5 9.1
18 631.0 21.2 0.0 2.0 1271.0 34.5 33.0 5.1
19 1220.5 46.0 16.0 3.7 1135.0 35.0 24.0 4.9
20 422.0 12.8 6.0 1.6 2295.0 70.4 33.5 7.6
21 1036.5 42.7 19.0 3.7 1168.5 42.6 47.5 4.7
22 958.0 27.8 100.5 5.6 1141.5 35.8 39.5 6.1
23 571.0 24.2 14.0 3.4 1432.5 39.7 22.5 7.2
24 623.5 19.1 3.5 1.9 1581.5 38.5 257.5 5.9
25 962.0 30.2 16.0 3.8 2499.0 75.9 36.5 13.6
26 1054.5 28.1 21.5 5.9 958.0 23.2 35.0 3.3
27 778.0 15.3 26.5 3.9 1435.5 51.1 34.5 8.7
28 619.0 24.3 2.0 4.1 1416.0 42.9 80.5 8.0
29 701.0 25.8 21.5 4.5 1461.5 34.5 22.5 4.9
30 841.5 25.9 29.5 3.7 1531.0 54.3 41.0 9.0
31 1062.5 39.6 11.5 4.7 1431.0 66.2 405.0 19.2
104
Lampiran 12 Tingkat konsumsi zat gizi wanita pekerja dari makanan sebelum
dan setelah suplementasi
ANOVA
Lampiran 14 Uji Anova tingkat konsumsi wanita pekerja sebelum dan setelah
suplementasi
ANOVA
Jumlah Kuadrat
Variabel kuadrat db tengah F Sig.
Sebelum
Tkt. kons. energi Antar perlakuan 2778.212 2 1389.106 2.288 0.107
Dalam perlakuan 54645.150 90 607.168
Total 57423.362 92
Tkt. kons. protein Antar perlakuan 2413.967 2 1206.984 1.321 0.272
Dalam perlakuan 82204.118 90 913.379
Total 84618.085 92
Tkt. kons. vit. C Antar perlakuan 13216.841 2 6608.421 1.444 0.241
Dalam perlakuan 411929.520 90 4576.995
Total 425146.361 92
Tkt. kons. besi Antar perlakuan 1896.451 2 948.225 6.367 0.003
Dalam perlakuan 13403.938 90 148.933
Total 15300.388 92
Setelah
Tkt. kons. energi Antar perlakuan 2288.487 2 1144.244 2.636 0.077
Dalam perlakuan 39061.942 90 434.022
Total 41350.429 92
Tkt. kons. protein Antar perlakuan 2368.936 2 1184.468 1.615 0.205
Dalam perlakuan 65998.833 90 733.320
Total 68367.768 92
Tkt. kons. vit. C Antar perlakuan 23356.397 2 11678.198 1.669 0.194
Dalam perlakuan 629681.376 90 6996.460
Total 653037.773 92
Tkt. kons. besi Antar perlakuan 1391.161 2 695.581 2.519 0.086
Dalam perlakuan 24852.559 90 276.140
Total 26243.720 92
*Perbedaan rata-rata bermakna pada taraf 0,05
110
Lampiran 15 Uji Anova antropometri, tekanan darah, urea, dan kreatinin wanita
pekerja
Jumlah Kuadrat
Variabel kuadrat db tengah F Sig.
Berat badan Antar perlakuan 186.971 2 93.485 1.344 0.266
sebelum Dalam perlakuan 6261.892 90 69.577
Total 6448.863 92
Berat badan Antar perlakuan 245.107 2 122.554 1.840 0.165
setelah Dalam perlakuan 5994.986 90 66.611
Total 6240.093 92
IMT sebelum Antar perlakuan 21.988 2 10.994 1.091 0.340
Dalam perlakuan 907.128 90 10.079
Total 929.116 92
Tek. darah Antar perlakuan 36.022 2 18.011 0.124 0.884
sistolik sebelum Dalam perlakuan 13091.935 90 145.466
Total 13127.957 92
Tek. darah Antar perlakuan 8.602 2 4.301 0.083 0.920
diastolik sebelum Dalam perlakuan 4638.710 90 51.541
Total 4647.312 92
Urea sebelum Antar perlakuan 159.758 2 79.879 2.677 0.074
Dalam perlakuan 2685.694 90 29.841
Total 2845.452 92
Kreatinin sebelum Antar perlakuan 0.006 2 0.003 0.229 0.796
Dalam perlakuan 1.184 90 0.013
Total 1.190 92
112
Estimasi
Variabel dependen: IMT
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 23.877a 0.555 22.775 24.981
a
Vit. C 22.390 0.568 21.262 23.519
a
MVM 23.080 0.568 21.952 24.208
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
konsumsi energi = 1251.7204
113
Estimasi
Estimasi
Estimasi
Estimasi
Variabel dependen: urea
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
a
Plasebo 21.174 0.842 19.501 22.846
Vit. C 20.866a 0.846 19.185 22.547
MVM 21.389a 0.850 19.699 23.079
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75,
konsumsi protein_2 = 41.3968.
117
Estimasi
Variabel dependen: kreatinin
Perlakuan Rata-rata Std. Error Selang Kepercayaan 95%
Batas bawah Batas atas
Plasebo 0.800a 0.023 0.753 0.846
Vit. C 0.873a 0.023 0.826 0.919
MVM 0.786a 0.023 0.739 0.832
a Covariates appearing in the model are evaluated at the following values: Usia = 31.75.
Lokasi penelitian
Pengukuran antropometri
Pengambilan darah