You are on page 1of 3

Memahami Konflik Suriah, Tragedi

Kemanusiaan Terbesar Abad 21


Jakarta - Sampai detik ini, saya tidak pernah lupa peristiwa di tanggal 27 Februari 2011. Itu
adalah bulan kedelapan saya di Suriah. Di hari itu, terjadi penangkapan 15 siswa secara kasar
di kawasan Hawran Provinsi Dar'a Suriah oleh polisi Suriah, karena membuat grafiti yang
menyerang Presiden Basyar al-Assad; sebuah fenomena yang kemudian mengubah kondisi
sosial, politik, keamanan, dan apalagi ekonomi di Suriah secara keseluruhan.

Tindakan blunder polisi yang represif ini kemudian membuat masyarakat yang mudah tersulut
untuk turun ke jalan pada Selasa dan Jumat (15 dan 18 Maret 2011), menuntut Presiden
Basyar al-Assad untuk mundur. Aksi dilakukan di ibukota Damaskus dan secara sporadis
merambah ke kota-kota lainnya. Aksi lanjutannya dilakukan biasanya setiap hari Jumat dan
dengan mempolitisasi masjid sebagai titik kumpul, berkembang menjadi perang sipil.

Dan di tahun yang keenam ini, kisruh yang merupakan rentetan musim Semi Arab (al-Rabi' al-
Arabi/Arab Spring) dan awalnya mengusung slogan perubahan, demokrasi, dan pembebasan
rakyat dari thaghut, serta penerapan syariat (kadang-kadang: khilafah), nyatanya telah menjadi
musim musibah bagi Suriah, dan rakyat Arab secara keseluruhan.

Akibat krisis ini lebih dari 470 ribu jiwa tewas, dan lebih dari satu juta terluka.
Sementara 85% mereka yang masih hidup harus kehilangan pekerjaannya dan
seperlima angkatan kerjanya terpaksa mencari uang dari perang, seperti dengan
menjarah dan menculik. Kondisi ini diperparah dengan langkanya bahan makanan, jika
ada pun harganya selangit. Di dunia pendidikan, jutaan anak tidak bisa menikmati
kebutuhan sekolah mereka, sementara ibu mereka harus menghadapi kerasnya hidup
menjanda. Sebelas jutaan pengungsi dari Suriah menyebar ke seluruh penjuru, jumlah
yang menurut UNHCR terbesar setelah Perang Dunia ke II.

Yang saya tulis di atas adalah sebuah fenomena yang amat menyakitkan, dan yang
terjadi di balik fenomena atau nomenanya jauh lebih rumit, bahkan amat rumit. Bisa jadi
fenomena penangkapan 15 siswa itu sekadar momentum mewujudkan sebuah
konspirasi yang telah disusun jauh-jauh hari. Tetapi sekompleks apa pun kita perlu
memahaminya. Dibutuhkan sebuah perspektif yang utuh agar kita tidak hanya fokus
dan terjebak pada fenomena. Untuk itu dibutuhkan pikiran yang terbuka, dan
pembacaan yang jeli atas sejarah dan geopolitik, serta sumber daya alam negeri
berjuluk "the cradle of civilization" ini, termasuk kebijakan luar negerinya terhadap Israel
dan negara-negara teluk.

Saking kompleksnya, jika ingin memahami dengan benar tentang Konflik Suriah, Anda
harus lebih jeli dan menyeluruh dalam melakukan pembacaan dari beragam sumber.
Karena pemberitaan seputar konflik Suriah selama ini sudah jauh dari kata obyektif dan
berimbang. Fabrikasi berperan sedemikian besar. Al-Jazeera dan al-Arabiya dalam satu
kasus, pernah memberitakan secara manipulatif bahwa telah terjadi penembakan
demonstran di Distrik Rukn al-Dien Ibukota Damaskus, padahal saya yang tinggal di
distrik kecil tersebut tidak pernah melihat apa-apa.

Parahnya, hal ini dilakukan pula oleh media besar semisal BBC, Reuters, Guardian dan
CNN. Di Indonesia pun demikian, media massa umum, sebagian, untuk tidak menyebut
rata-rata, men-quote berita dari kantor berita besar dunia yang juga melakukan
pemberitaan serupa. Pemberitaan yang tidak obyektif dan berimbang tentu
menimbulkan dampak yang merugikan. Tapi apa daya, media telah turut menjadi alat
perang.

Faktor Konflik Suriah

Ada banyak perspektif mengenai apa saja faktor yang melatarbelakangi pecahnya
konflik Suriah. Sebuah konflik memang terjadi tidak disebabkan oleh sebab tunggal.
Konflik selalu lahir dari sebab yang kompleks dan diliputi oleh banyak faktor dan
kepentingan. Dan jika melihat peta konflik Suriah yang terjadi, terlalu sederhana
(simplikatif) untuk menyatakan bahwa konflik tersebut tirani versus demokrasi, atau
apalagi berlatar belakang teologis: perseteruan antara Sunni dan Syiah. Karena sejarah
Suriah adalah harmoni antar sekte dan umat beragama. Itu pula yang saya rasakan
selama hidup di sana.

Ada empat faktor yang terlibat dalam sebuah konflik, yaitu triggers (pemicu), pivotal
(akar), mobilizing (peran pemimpin) dan aggravating (faktor yang memperburuk atau
memperuncing situasi konflik). Untuk mengetahui keempat faktor tersebut diperlukan
sebuah analisis berupa kajian sistematis terhadap profil, sebab-sebab, aktor, dan
dinamika konflik. Klasifikasi faktor juga bisa dilakukan dengan melihat yang primer,
sekunder dan tersier.

Intinya, secara global faktor penyebab konflik Suriah bisa dipetakan dalam dua hal:

1. Masalah internal (dalam negeri) Suriah, berupa terbatasnya kesempatan


pergerakan/mobilitas sosial dan politik, kesenjangan, korupsi, dan represi aparat
keamanan, serta tuntutan reformasi atas rezim klan Assad yang telah berkuasa selama
40 tahun. Anehnya, tuntutan reformasi ini tidak terjadi di delapan negara monarki yang
juga tergabung dalam liga Arab yang tidak lebih demokratis. Jadi sejatinya yang terakhir
ini tidak cukup kuat.

2. Masalah eksternal (luar negeri), berupa kepentingan politik, keamanan, dan ekonomi.
Ini tidak lepas dari fakta bahwa Suriah adalah negara yang kuat secara militer dan
selalu menunjukkan sikap perlawanan dan ancaman terhadap Israel sejak awal
sejarahnya, termasuk dengan bersekutu bersama Iran, Hamas dan Hizbullah. Kondisi
demikian membuat Israel, Amerika, NATO dan sekutunya di Timur Tengah turut
berkepentingan mereformasi dan menumbangkan Assad. Demikian ringkasnya
kebutuhan politik dan keamanan negara sekeliling Suriah.

Sementara dari sisi ekonomi, di balik koalisi Barat dan sekutu Arab, serta Turki terdapat
kepentingan untuk mengeksploitasi cadangan minyak, di samping gas, dengan
ketebalan sekitar 350 meter, berkali lipat rata-rata ketebalan kandungan minyak dunia
yang hanya sekitar 10-20 meter di tanah milik Suriah. Sumber ini berisi miliaran barel
yang kandungannya dapat membuat negara mana pun menjadi pemain minyak penting.

Dengan demikian, mengacu pada penjelasan singkat tersebut, di balik kompleksitas


masalah domestik Suriah, kita bisa mengetahui adanya eksistensi negara-negara yang
berkepentingan mengobarkan api peperangan di Suriah.

You might also like