You are on page 1of 6

Buletin AgroBio 4(1):33-38

Pemanfaatan Hasil Samping dari proses penyosohan, dan (3)


menir (±5%) merupakan bagian
Penggilingan Padi dalam Menunjang beras yang hancur. Apabila
produksi gabah kering giling nasio-
Sistem Agroindustri di Pedesaan nal 49,8 juta t/tahun (pada tahun
1996), maka akan diperoleh sekam
7,5-10 juta ton, dedak/bekatul 4-6
Sri Widowati juta ton, dan menir 2,5 juta ton.
Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor
Pemanfaatan hasil samping terse-
but masih terbatas, bahkan
ABSTRACT
kadang-kadang menjadi limbah
Use of Side Products of Rice Mills in Support of Agroindustry. Sri Widowati. Rice is the
most important food crop in Indonesia. Rice production, processing, and distribution activities dan men-cemari lingkungan
need more labours and may become sources of income to the farmers. The country’s rice terutama di sen-tra produksi padi
production rate is relatively low, i.e. 50% of the population growth rate. Therefore, rice saat panen musim penghujan.
production need to be imporved by increasing of the crop productivity, breeding through
conventional and modern technologies (biotechnology), extensification, as well as post harvest Hasil samping tersebut
handling and processing of side product from rice mills. Type of rice grain polish affected the sebenar-nya mempunyai nilai guna
physical quality of rice. Type of grain friction resulted in lower rice brewers (2%), glossy, but low
whiteness (41%). Type of grain abrassiveness type resulted in higher rice brewers (5%), but dan eko-nomi yang baik apabila
seem to be more whiteness (55%). Polishing rate enfluenced the yield recovery of the side ditangani dengan benar sehingga
product, especially for rice bran; the higher polishing rate, the higher of rice bran recovery. Side dapat me-ningkatkan nilai tambah
product from rice mills are rice husk (15-20%), rice bran (8-12%), and rice brewer (±5%). The
annual rice production of the country is approximately 49.8 million ton. This means that about
dalam sis-tem agroindustri padi di
7.5-10 million ton of rice husk, 4-6 million ton of rice bran, and 2.5 million ton of rice brewer pedesaan. Beberapa alternatif
were produced annually. The use of side product from rice mills were still limited. Rice brewer is pemanfaatan hasil tersebut akan
commonly used material for traditional food product, flour, and high protein rice flour. Rice husk
is used for planting media, fuel, component in brick making. Coarse bran was used as animal
dipaparkan da-lam makalah ini,
feed, while the fine bran was used in making traditional food and extrusion product. High baik dari hasil pe-nelitian,
nutrient content of stabilized rice bran can be used as raw material in food and non-food pengalaman maupun ke-biasaan
industries. masyarakat yang perlu di-
Key words: Rice, side product of rice mill, agroindustry sebarluaskan.

B eras merupakan komoditas


yang sangat penting di Indo-
nesia. Betapa pentingnya beras
perbaikan
mendorong
ekonomi
bergesernya
makan dari nonberas ke beras
yang
pola
SISTEM PENGGILINGAN PADI
DI INDONESIA

bagi kehidupan bangsa Indonesia, (Kuntowijoyo, 1991). Pada tahun Hasil penelitian yang telah dila-
dapat dikaji peranannya dalam 1992-1996 konsumsi beras sekitar kukan oleh Nurtama et al. (1996)
aspek bu-daya, sosial, ekonomi, 150 kg/kapita/tahun dan terdapat yang dimantapkan oleh Suismono
bahkan poli-tik. Produksi, sedikit penurunan sejak terjadi kri- dan Damardjati (2000) menyatakan
prosesing, dan distri-busi beras sis multidimensional tahun 1998. bahwa sistem penggilingan padi,
merupakan salah satu sumber Fakta di lapang menunjukkan bah- baik ditinjau dari kapasitas giling
pendapatan dan tenaga kerja yang wa laju peningkatan produksi beras maupun teknik penggilingan akan
besar dalam perekono-mian cenderung rendah setelah tercapai- berpengaruh terhadap mutu beras.
Indonesia. Beras dikonsumsi oleh nya swasembada beras tahun 1984, Sistem penggilingan padi secara ti-
lebih dari 40% penduduk Indo- bahkan mulai tahun 1994 negara dak langsung juga menentukan
nesia (Damardjati, 1997). Konsumsi kita menjadi pengimpor beras lagi. jumlah dan mutu hasil sampingnya,
beras per kapita meningkat tajam Saat ini, laju peningkatan produksi terutama bekatul dan menir.
dari 110 kg pada tahun 1968 menja- beras hanya 50% dari laju pertam- Penggilingan dengan kapasitas
di 146 kg pada tahun 1983 dan ke- bahan penduduk (Swastika et al., besar dan kontinu, umumnya
naikan tampak lamban setelah ter- 2000). menghasilkan beras dengan mutu
capai swasembada beras. Bebera- Dalam proses penggilingan bagus dan rendemen beras keselu-
pa hal yang memacu peningkatan padi menjadi beras giling, ruhan tinggi (63-67%). Penggilingan
kebutuhan beras, yaitu diperoleh ha-sil samping berupa kapasitas besar biasanya
peningkatan konsumsi per kapita, (1) sekam (15-20%), yaitu bagian dilengkapi dengan grader, sehingga
peningkatan populasi dan pembungkus/ku-lit luar biji, (2) menir langsung dipisahkan dari
dedak/bekatul (8-12%) yang beras ke-pala. Ditinjau dari menir
merupakan kulit ari, di-hasilkan yang terpi-sahkan, maka dari
Hak Cipta  2001, Balitbio
34 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 1

sistem penggi-lingan ini diperoleh gunakan tenaga manusia untuk penyosohannya masih manual.
menir bermutu baik dengan jumlah me-mindahkan dari satu tahapan Umumnya sistem ini terdapat pada
yang banyak (3-5%). Bekatul yang pro-ses ke tahapan lain. PPS. Pada sistem diskontinu selu-
dihasilkan dari sistem penggilingan Penggilingan padi skala sedang ruh proses dilakukan secara ma-
ini mutunya ku-rang baik, karena menggunakan tenaga penggerak nual, umumnya digunakan pada
masih tercampur dengan dedak 40-60 HP, dengan kapasitas pro- PPK.
dan serpihan sekam. Penggilingan duksi 700-1000 kg/j. Umumnya PPS MUTU BERAS HUBUNGANNYA
padi skala sedang, de-ngan sistem terdiri dari dua unit mesin DENGAN RENDEMEN HASIL
semi kontinu maupun diskontinu pemecah kulit dan dua unit mesin SAMPING PENGGILINGAN
akan menghasilkan be-katul penyosoh. PPS ini menggunakan
dengan jumlah cukup banyak dan Sistem penggilingan padi ber-
sistem semi kontinu, yaitu mesin
mutu baik. Hal ini karena beka-tul, pengaruh terhadap mutu beras
pecah kulitnya kontinu, sedangkan
yang dihasilkan dari mesin so-soh mesin sosoh-nya masih manual. maupun hasil sampingnya. Mesin
kedua, terpisah dengan dedak, pemecah kulit menggunakan
Penggilingan padi skala kecil rubber roll yang berputar berlawan-
yang dihasilkan dari mesin sosoh ialah penggilingan padi yang meng-
pertama. Apabila bekatul akan di- an arah, masing-masing ke arah da-
gunakan tenaga penggerak 20-40 lam. Jarak antarrol dan kecepatan
gunakan sebagai bahan pangan, HP, dengan kapasitas produksi 300-
maka sebaiknya hanya diambil dari putar akan berpengaruh terhadap
700 kg/j. Penggilingan padi manual tingkat kesempurnaan pengupasan
hasil mesin sosoh kedua, karena yang terdiri dari dua unit mesin pe-
tidak lagi tercampur dengan dedak sekam dan keretakan beras pecah
mecah kulit dan dua unit mesin pe- kulit. Tipe mesin penyosoh berpe-
(bekatul kasar) dan serpihan se- nyosoh ini sering disebut Rice
kam. Penggilingan padi skala kecil, ngaruh terhadap mutu fisik beras.
Milling Unit (RMU). Di pedesaan Tipe friksi menghasilkan mutu gi-
yang hanya menggunakan satu unit masih terdapat Huller, yaitu peng-
mesin pemecah kulit dan satu unit ling yang baik, yaitu menir rendah
gilingan padi yang menggunakan (±2%), mengkilap tetapi derajat
mesin sosoh umumnya menghasil- tenaga penggerak kurang dari 20
kan bekatul dengan mutu kurang putihnya relatif rendah (41%). Tipe
HP dan kapasitasnya kurang dari abrasive memberikan kenampakan
baik dan jumlah sedikit. 300 kg/j. Huller terdiri dari satu unit beras yang lebih putih (derajat
Kapasitas Giling mesin pemecah kulit dan satu unit putih 55%) namun menirnya lebih
penyosoh. Beras yang dihasilkan tinggi (±5%). Tipe friksi bekerja de-
Berdasarkan kapasitas giling, mutu gilingnya kurang baik, umum- ngan cara gesekan antar butiran
penggilingan padi dikelompokkan nya untuk dikonsumsi sendiri di be-ras, sedangkan tipe abrasive
menjadi tiga, yaitu penggilingan pa- pedesaan. beker-ja dengan cara pengikisan
di skala besar (PPB), penggilingan
Teknik Penggilingan kulit ari/ aleuron beras dengan batu
padi skala sedang/menengah
gerinda.
(PPS), dan penggilingan padi skala Berdasarkan teknik penggiling-
kecil (PPK). Derajat sosoh merupakan salah
annya, penggilingan padi dikelom- satu kriteria mutu beras BULOG.
Penggilingan padi skala besar, pokkan menjadi tiga, yaitu peng- Derajat sosoh minimal persyaratan
yaitu penggilingan padi yang meng- gilingan kontinu, semi kontinu, dan BULOG ialah 90% karena tujuannya
gunakan tenaga penggerak lebih diskontinu. Sistem penggilingan untuk menyimpan. Semakin tinggi
dari 60 HP (Horse Power) dan ka- kontinu ialah sistem penggilingan derajat sosoh, beras semakin awet
pasitas produksi lebih dari 1000 di mana seluruh tahapan proses disimpan, karena kandungan beka-
kg/j, baik menggunakan sistem ber-jalan langsung/ban berjalan. tul yang tersisa semakin sedikit.
kontinu maupun diskontinu. PPB Mesin ini sangat lengkap, terdiri Pengembangan metode penetapan
sistem kontinu terdiri dari satu unit dari mesin pembersih gabah, derajat telah dilakukan oleh
penggiling padi lengkap, semua pemecah kulit, pengayak beras Damar-djati (1989), baik secara
mesin pecah kulit, ayakan, dan pe- pecah kulit (paddy separation),
nyosoh berjalan secara kontinu, fisik (mem-bandingkan dengan
penyosoh (polisher), dan ayakan contoh) mau-pun secara kimia
dengan kata lain masuk gabah ke- beras (grader).
luar beras giling. PBB diskontinu (dengan methylen blue).
Sistem semi kontinu, yaitu sis- Derajat sosoh menunjukkan
minimal terdiri dari empat unit me-
tem penggilingan padi di mana me- persentase penghilangan bekatul.
sin pemecah kulit dan empat unit
sin pemecah kulitnya dioperasikan Derajat sosoh 90%, berarti 90% la-
mesin penyosoh yang dioperasikan
secara kontinu, namun mesin pisan bekatul disosoh atau
tidak sinambung atau masih meng-
2001 S. WIDOWATI: Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi 35

dibuang. Jadi dalam sistem diproses lebih lanjut sehingga sehingga pembuatan tepung beras
penggilingan pa-di, semakin tinggi dapat diguna-kan sebagai bahan dari bahan baku me-nir akan
derajat sosoh be-ras, semakin baku produk pa-ngan. Masyarakat mengurangi biaya produk-si, tanpa
banyak bekatul yang dibuang. mempunyai ang-gapan bahwa mengurangi mutunya. Da-lam
Dengan kata lain rende-men menir merupakan be-ras bermutu bentuk tepung, pemanfaatan-nya
bekatul makin tinggi. Ditinjau dari rendah, sehingga ha-nya lebih luas.
nilai gizinya, semakin tinggi de-rajat dikonsumsi oleh masyarakat strata
sosoh semakin rendah nilai gizi, sosial rendah. Namun, jika di- Tepung Komposit
terutama proteinnya (Widowati et proses, misalnya menjadi tepung Untuk meningkatkan jumlah
al., 1988). dan diolah lebih lanjut menjadi pro- dan mutu protein tepung dapat
Komposisi gizi hasil samping duk makanan, maka status sosial- dila-kukan dengan membuat
penggilingan padi bervariasi. Menu- nya meningkat karena produk ter- komposit dengan kacang-
rut Hermanianto et al. (1997), yang sebut dikonsumsi oleh segala lapis- kacangan. Protein dalam menu
telah melakukan survei mutu hasil an masyarakat. Pengolahan menir makanan yang dapat dimanfaatkan
samping penggilingan padi di bebe- menjadi produk lanjutan akan me- oleh tubuh disajikan pada Tabel 2.
rapa daerah di Jawa Barat, variasi ningkatkan nilai guna dan Dari serealia yang di-uji, beras
tersebut diduga dipengaruhi oleh ekonomi-nya. mempunyai kandungan protein
varietas dan teknik penggilingan. yang tidak tinggi (6,9%) te-tapi
Tepung
Tabel 1 menunjukkan rata-rata protein yang dapat dimanfaat-kan
hasil analisis makro nutrien. Data Bentuk antara (intermediate) relatif tinggi (4,01%). Kacang-
terse-but menunjukkan bahwa yang paling cocok untuk menir kacangan merupakan sumber pro-
kandung-an, protein, serat, dan ialah tepung. Mutu tepung beras tein nabati, oleh sebab itu
lemak ter-tinggi pada bekatul, asal menir tidak kalah nilai gizinya pembuat-an tepung komposit
disusul dedak dan menir. dibandingkan dengan tepung beras dengan ka-cang-kacangan dapat
dari bahan beras kepala. Harga me- meningkat-kan mutu gizinya
PEMANFAATAN HASIL SAMPING nir relatif lebih murah (Winarno, 2000).
PENGGILINGAN PADI dibandingkan dengan beras kepala
(setengah dari harga beras), Tepung Beras Kaya Protein
Menir
Dalam mutu giling beras, dike- Tabel 1. Data analisis hasil samping penggilingan padi dari beberapa daerah di Jawa Barat
nal tiga tingkatan ukuran beras,
yaitu (1) beras kepala, mempunyai Daerah Jenis bahan Kandungan komponen mutu (%)
ukuran lebih besar atau sama de- Kadar air Protein Abu Serat Lemak ALB
ngan 2/3 panjang beras, (2) beras Indramayu/Subang Bekatul 8,04 10,24 6,50 11,32 11,99 0,11
patah 1/3-2/3 panjang beras, dan Menir 12,26 8,02 3,00 4,16 2,66 0,009
(3) menir, yaitu patahan beras Dedak 8,24 9,56 5,25 6,91 9,85 0,181
Karawang/Bekasi Bekatul 9,05 10,54 5,4 9,82 12,76 0,26
berukur-an kurang dari 1/3 bagian. Menir 13,11 8,27 3,02 3,90 1,73 0,003
Di Kara-wang dan Bekasi dikenal Dedak 7,64 9,02 5,43 6,74 10,71 0,112
dua ma-cam menir, yaitu menir ALB = asam lemak bebas
kasar (ba-gian dari beras giling) Sumber: Hermanianto et al. (1997)
dan menir halus atau disebut jitai,
yaitu bagian beras dengan ukuran Tabel 2. Persentase protein yang dapat dimanfaatkan dari komposit biji-bijian 90% dan 10%
sangat kecil, yang ikut tersosoh dan kacang-kacangan black beans (Phaseolus vulgaris)
keluar ber-sama-sama bekatul. Jitai Protein dalam menu Protein yang dapat dimanfaatkan
Sumber protein
dipisah-kan dari bekatul dengan (%) (%)
cara di-ayak dan dimanfaatkan 100% beras (nasi) 6,9 4,01
sebagai pa-kan bebek/ayam 90% beras + 10% kacang-kacangan 7,9 4,96
(Nurtama et al., 1996). 100% jagung 8,5 2,41
90% jagung + 10% kacang-kacangan 10,3 4,10
Menir kasar juga dimanfaatkan 100% sorgum 7,7 2,23
sebagai pakan unggas dan bahan 90% sorgum + 10% kacang-kacangan 8,6 3,93
100% whole wheat 11,0 4,26
baku makanan tradisional. Agar ni-
90% whole wheat + 10% kacang- 12,0 5,94
lai sosial ekonomi dan gunanya kacangan
me-ningkat maka menir harus Sumber: Winarno (2000)
36 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 1

Peningkatan gizi tepung beras harus sese-gera mungkin. Di pengawetan bekatul, tetapi biaya
selain dengan penambahan tepung pedesaan, bekatul segar diayak proses cukup besar. Pemanasan
kacang-kacangan juga dapat dila- untuk memisahkan potongan- yang tinggi (≥121oC) berpotensi
kukan dengan cara enzimatis, yaitu potongan sekam yang terikut me-rusak vitamin dan protein.
memanfaatkan amilase. Prinsip maupun menir halus dan kotoran. Peman-faatan bekatul dan menir
proses pembuatan tepung beras Selanjutnya bekatul halus tersebut dalam pembuatan sereal sarapan
ka-ya protein (BKP) ialah suspensi diolah langsung menjadi telah di-teliti oleh Hermanianto et
te-pung beras yang telah bubur/jenang. Selain bubur/jenang al. (1999). Hasil penelitian tersebut
tergelatinasi dihidrolisis dengan beras merah, bubur bekatul dikon- menunjuk-kan bahwa bekatul yang
amilase, disa-ring, residunya sumsi untuk anak batita (bawah digunakan sebagai bahan formulasi
dikeringkan dengan menggunakan tiga tahun) dan untuk pasien dalam (dengan jagung) harus segar.
drum dryer. Dengan cara ini tepung penyembuhan. Di daerah tertentu Apabila me-lampaui ambang batas
BKP mengandung protein ±15%, juga ada makanan tradisional spe- kesegaran akan mengurangi cita
meningkat dari tepung beras awal sifik dari bekatul, misalnya bangket rasa produk yang dihasilkan. Uji
(6-8%). Tepung BKP ini dapat bekatul dari Sukabumi. pengembangan volume dan
dimanfaatkan sebagai makan-an organoleptik menun-jukkan bahwa
bayi. Tepung BKP komposit dapat Sangrai produk dengan for-mula 30%
meningkatkan sumbangan protein Salah satu cara untuk mening- bekatul tidak berpenga-ruh nyata
60-70% (Damardjati dan Purwani, katkan ketahanan simpan bekatul, pada cita rasa dan pe-ngembangan
1995). yaitu dengan teknik penyangraian. volume.
Cara ini sangat mudah, yaitu beka- Hermanianto et al. (1999), telah
Bekatul
tul diayak halus, kemudian ditem- melakukan penelitian produk eks-
Di daerah tertentu misalnya di patkan pada penggorengan, lalu di- trusi yang dihasilkan dari berbagai
Jawa Barat, dedak dan bekatul di- panaskan langsung (tanpa minyak formula menir dan bekatul. Tabel 3
samakan pengertiannya, yaitu ba- goreng), sambil diaduk sekitar 10 menunjukkan bahwa komposisi
gian kulit ari beras yang terpisah se- menit. Kelemahan cara ini, adalah gizi utama yang menonjol ialah
lama penyosohan. Di daerah Jawa bekatul menjadi berwarna coklat kan-dungan lemak (18,5-27% bk).
Tengah dan Jawa Timur keduanya tua dan kadang-kadang terasa ha- Peng-gunaan bekatul akan
dibedakan, yaitu dedak merupakan ngus. Bekatul sangrai ini digunakan meningkatkan serat makanan.
hasil penyosohan pertama (ukuran untuk makanan kecil, kue kering Menurut Fardiaz (1994), serat
relatif kasar dan kadang-kadang atau makanan lain yang tidak me- makanan merupakan komponen
masih tercampur dengan potongan merlukan pengembangan volume yang mempunyai fungsi penting.
sekam) umumnya digunakan seba- pada produk akhirnya. Pertama, serat makanan berfungsi
gai pakan. Bekatul merupakan sebagai carier dari ingre-dient lain,
Ekstrusi
hasil penyosohan kedua (ukuran seperti protein, lipida, dan
halus) sering digunakan sebagai Teknologi ekstrusi merupakan karbohidrat. Kedua, serat ma-
bahan pa-ngan. Pemanfaatan salah satu cara pengawetan/peng- kanan berfungsi sebagai pemben-
dedak/bekatul masih terbatas, olahan bekatul dengan sistem high tuk struktur dan tekstur pada pro-
karena hambatan sifat komoditas temperature short time (HTST). duk pangan olahan. Ketiga, serat
ini yang mudah ru-sak/tengik. Oleh Teknologi ini cukup efektif untuk makanan dalam jumlah cukup
sebab itu, peman-faatan bekatul
sebagai bahan pa-ngan harus segar
Tabel 3. Hasil analisis kandungan gizi produk ekstrusi
(tidak lebih 24 jam setelah digiling).
Beberapa usa-ha pengawetan dan Formula
Abu Air Lemak Protein Karbohidrat Total serat Serat Serat kasar
(% bk) (% bk) (% bk) (% bk) (% bk) (% bk) makanan larut (% bk)
pemanfaatan bekatul, selain untuk
(% bk)
pakan, diurai-kan di bawah ini.
A 0,60 1,47 27,8 9,8 61,8 6,56 0,89 5,79
Tradisional B 0,71 1,59 21,5 8,5 69,3 5,75 1,89 6,04
C 1,05 2,15 24,0 7,8 67,2 8,07 2,39 6,15
Bekatul merupakan bahan D 1,52 1,65 27,5 7,9 63,1 10,07 4,57 6,02
E 2,19 1,41 18,7 8,9 70,2 10,00 3,06 6,27
sum-ber gizi yang telah diketahui F 2,43 0,51 23,2 9,0 65,4 10,48 2,47 6,30
masya-rakat secara turun temurun.
A = jagung 100%, D = menir : bekatul (80 : 20), B = menir 100%, E = menir : bekatul (70 : 30), C
Bahan ini cepat rusak, sehingga = menir : bekatul (90 : 10), F = menir : bekatul : jagung (33,3 : 33,3 : 33,3)
peman-faatan sebagai pangan Sumber: Hermanianto et al. (1999)
2001 S. WIDOWATI: Pemanfaatan Hasil Samping Penggilingan Padi 37

mempunyai peran positif pada kondisi optimumnya dan dalam konsumsi selama dua hari. Bekatul
metabolisme fisiologis. jangka waktu tertentu untuk menu- enzimatis ini berpotensi sebagai
runkan kadar asam fitat pada be- ba-han baku pangan, maupun
Enzimatis katul. Fitase bekerja pada suhu nonpa-ngan, antara lain kosmetika
Menurut Hammond (1994), se- yang relatif rendah, dan tidak bera- dan obat-obatan.
cara umum bekatul mengandung cun. Metode penambahan enzim
secara ekstraseluler dianggap mem- Sekam
protein 14%, lemak 18%, karbohi-
drat 36%, serat 12%, serta berbagai punyai keuntungan, ditinjau dari Sekam merupakan hasil sam-
mineral dan vitamin. Kandungan segi gizi dan keamanan pangan. ping penggilingan padi tertinggi
le-mak yang cukup tinggi pada Serangkaian penelitian biopro- (15-20%), bersifat bulky sehingga
beka-tul merupakan indikator mutu ses enzimatis untuk meningkatkan me-merlukan ruang yang luas.
yang baik, sekaligus sebagai daya simpan dan mutu gizi bekatul Peman-faatan sekam sampai saat
kendala da-lam penyimpanan telah dilakukan di Balitbio. Peneli- ini antara lain sebagai media tanam
karena deteriora-si lemak terjadi tian diawali dengan isolasi dan skri- untuk ja-mur dan tanaman hias,
secara cepat sete-lah proses ning bakteri lokal penghasil fitase sebagai ba-han bakar, abu gosok,
penyosohan. Lemak di-hidrolisis dan protease spesifik antilipase. dan campur-an bahan pembuat
oleh lipase menjadi asam lemak Bacillus coagulans E.1.4.4. merupa- genting. APESSI merupakan salah
bebas dan gliserol, akibatnya kan bakteri lokal penghasil fitase satu contoh pe-ngering multiguna
terjadi penurunan mutu bekatul (Rosmimik et al., 1998), sedangkan yang dikembang-kan oleh Sutrisno
yang ditandai dengan flavor tengik bakteri penghasil protease spesifik et al. (1992). Alat pengering ini
dan struktur menggumpal (Sayre et antilipase yang dihasilkan dari pe- merupakan bagian dari paket
al., 1982). nelitian tersebut ialah Bacillus peralatan produksi te-pung kasava
Di samping memiliki berbagai coagulans 9b3 (Salma et al., 1998). tingkat pedesaan, yang
jenis zat gizi, pada bekatul juga ter- Aplikasi tunggal enzim tersebut un- menggunakan sekam sebagai ba-
kandung zat antigizi berupa asam tuk meningkatkan daya simpan be- han bakar. Akhir-akhir, ini sekam
fitat, yang mampu mengikat mine- katul (Azizah et al., 1999) dan juga dimanfaatkan sebagai
ral-mineral bervalensi dua atau tiga mem-perbaiki gizi bekatul campur-an dalam pembuatan bata
(kalsium, besi, seng, dan lain-lain) (Widowati et. al., 2000) telah merah dan batako di daerah
untuk membentuk kompleks yang diteliti, hasilnya ke-mudian Bekasi.
sukar diserap oleh tubuh (Nayini diformulasikan hingga di-peroleh
dan Markakis, 1983). Umumnya, teknologi proses pembuat-an KESIMPULAN
metode penurunan asam fitat di- bekatul awet bergizi skala labo-
ratorium. Prinsip proses pengawet- Tipe mesin penyosoh
kembangkan berdasarkan pada pe-
an dan perbaikan mutu bekatul se- berpenga-ruh terhadap mutu dan
manasan serta hidrolisis dengan
cara enzimatis, yaitu bekatul segar rendemen beras serta hasil
ka-talis asam/basa. Namun,
(tidak lebih 24 jam setelah diso- sampingnya. Tipe friksi
mengingat komposisi kimia
soh), ditambah air hangat dan pro- menghasilkan menir ±2%, be-ras
bekatul, pemanas-an
tease 0,01-0,1% kemudian mengkilap, namun derajat putih
dikhawatirkan dapat mendena- relatif rendah (41%). Tipe abrasive
turasi protein serta merusak diinkuba-sikan selama ±8 jam dan
dikering-kan sampai kadar air di menghasilkan beras putih (derajat
vitamin yang terdapat dalam putih 55%), namun menirnya lebih
bekatul. Cara lain yang dapat bawah 10%. Untuk mengetahui
mutu sim-pan bekatul awet tinggi, yaitu ±5%. Semakin tinggi
dilakukan ialah de-ngan derajat sosoh beras, berarti sema-
mengaktifkan enzim fitase yang enzimatis telah dilakukan studi
kin tinggi rendemen bekatul yang
terdapat dalam bahan makan-an pendugaan daya simpan bekatul
dihasilkan.
tersebut. Enzim fitase yang ter- enzimatis dengan metode
akselerasi (Widowati et al., 2000). Pemanfaatan hasil samping
dapat pada kacang-kacangan dan
Hasil penelitian menunjuk-kan penggilingan padi yang beragam
serealia hanya dalam jumlah yang
bahwa dengan penambahan enzim akan meningkatkan nilai ekonomi
sangat sedikit dan dalam kondisi
(fitase dan protease spesifik dan sosial. Nilai guna dan sosial
terinhibisi oleh substratnya (asam
antilipase 0,01%) dapat memper- menir dapat ditingkatkan melalui
fitat) sendiri. Untuk mengatasi ma-
panjang umur simpan bekatul se- teknologi pengolahan tepung, se-
salah tersebut, dapat dilakukan de-
kitar 90 hari. Bekatul yang tidak dangkan bekatul dengan teknologi
ngan menambahkan fitase secara
mendapat perlakuan, hanya layak ekstrusi dan enzimatis, serta sekam
ekstraseluler yang diaktifkan pada
38 BULETIN AGROBIO VOL 4, NO. 1

sebagai bahan campuran industri Laporan Hasil Penelitian. Lembaga Suismono dan D.S. Damardjati. 2000.
gerabah. Potensi manfaat hasil Peneliian Institut Pertanian Bogor. Teknologi produksi beras kristal dan
hlm. 25-26. beras instan. Majalah Pangan No.
samping penggilingan padi ini da-
35/x/Juli 2000. BULOG. Jakarta.
pat memberi peluang nilai tambah Hermanianto, J., S. Widowati, dan U.
dalam agroindustri padi. Keuntung- Cahyono. 1999. Karakteristik mutu Sutrisno, S. Widowati, dan E. Ananto.
an yang relatif rendah dari beras, fisiko-kimia dan organoleptik produk 1992. Penerapan paket peralatan
dapat ditingkatkan melalui usaha sereal sarapan dengan teknologi produksi tepung kasava buatan
ekstrusi ulir tunggal dari hasil sam- Balittan Sukamandi untuk menyang-
pemanfaatan hasil samping peng- ping penggilingan padi (menir dan ga agroindustri pedesaan di Jakarta
gilingan padi tersebut. bekatul). Dalam Zakaria, F.R., M. Selatan. Laporan Balittan Suka-
Astawan, S. Koswara, dan M.T. mandi. 17 hlm.
DAFTAR PUSTAKA Suhartono (Eds.). Prosiding Seminar
Nasional Teknologi Pangan. PATPI Swastika, D.K.S., P.U Hadi, dan N.
Azizah, N., S. Widowati, Misgiyarta, dan Kantor Menpangan Jakarta. Ilham. 2000. Proyeksi penawaran
dan Nurlaela. 1999. Produksi pro- hlm. 208-219. dan permintaan komoditas tanaman
tease dari Bacillus circulans 9b3 dan pangan 2000-2010. Pusat Peneliti-
aplikasinya pada bekatul. Da-lam Kuntowijoyo. 1991. Bergesernya pola an Sosial Ekonomi Pertanian Bogor.
Moeljopawiro, S., T. Purwada-ria, M. pangan pokok di Madura. Majalah 24 hlm.
Herman, A. Rukyani, Sutris-no, dan Pangan II(9):20-25.
Widowati, S., W. Sumantra, dan D.S.
H. Kasim (Eds.). Prosiding Ekspose Nayini, N.R. and P. Markakis. 1983. Damardjati. 1988. Distribusi fraksi
Hasil Penelitian Biotekno-logi Effect of fermentation time on the protein beras pada pemanfaatan
Pertanian. Badan Litbang Perta- inositol phosphatase of bread. J. berbagai tahap penyosohan. Prosi-
nian. hlm. 396-403. Food Sci. Vol. 48. ding Seminar Penelitian Pasca
Damardjati, D.S. 1989. Evaluasi dan Panen Pertanian I:24-32.
Nurtama, B., S. Widowati, Suismono,
pengembangan metode penetapan dan Nugraha. 1996. Alternatif Widowati, S., N. Azizah, L. Sukarno,
derajat sosoh beras giling. Ringkas- pengembangan model agroindustri dan D.S. Damardjati. 2000. Pro-
an Laporan Penelitian Balittan padi tepat guna di pedesaan. duksi fitase dari Bacillus coagulans
Sukamandi. Laporan Hasil Penelitian. Lembaga E.1.4.4. dan aplikasinya untuk mem-
Damardjati, D.S. 1997. Masalah dan Penelitian Institut Pertanian Bogor. perbaiki gizi bekatul. Jurnal Agrobio-
upaya peningkatan kualitas beras hlm. 10-14. tek I(1):16-21.
ditinjau dari aspek pra dan pasca
panen dalam menghadapi era Rosmimik, S. Widowati, E. Siregar Winarno, F.G. 2000. Potensi dan peran
globalisasi. Makalah pada seminar. dan D.S. Damardjati. 1998. Skri- tepung-tepungan bagi industri
HUT BULOG ke-30: Pasca Panen, ning mikroba proteolitik dalam inak- pangan dan program perbaikan gizi.
Peningkatan Kualitas, dan Pelayan- tivasi lipase pada bekatul. Dalam Makalah pada Seminar Nasional
an Masyarakat. Jakarta, 6 Mei 1997. Moeljopawiro, S., M. Machmud, L. Interaktif Penganekaragaman Ma-
46 hlm. Gunarto, I. Mariska, dan H. Kasim kanan untuk Memantapkan Terse-
(Eds.). Prosiding Temu Ilmiah dianya Pangan. Jakarta, 17 Oktober
Damardjati, D.S. dan E.Y. Purwani. Bioteknologi Pertanian. hlm. 43-48. 2000. hlm. 4-10.
1995. Pengembangan tepung keras
kaya protein mendukung agroindus- Salma, S., S. Widowati, E. Siregar,
tri. Dalam Syam, M., Hermanto, A. dan D.S. Damardjati. 1998. Skri-
Musaddad, dan Sunihardi (Eds.). ning mikroba proteolitik dalam inak-
Prosiding Simposium Penelitian tivasi lipase pada bekatul. Dalam
Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor, Moeljopawiro, S., M. Machmud, L.
23-25 Agustus 1993. Kinerja Pene- Gunarto, I. Mariska, dan H. Kasim
litian Tanaman Pangan 3:883-892. (Eds.). Prosiding Temu Ilmiah Bio-
teknologi Pertanian. hlm. 36-42.
Fardiaz, D. 1994. Benefit and soluble
fiber for heal. Bul. Tekn. dan Industri Sayre, R.H., R.M. Sunders, R.V.
Pangan 5(2):43-46. Erochian, W.G. Schultz, and E.C.
Beagle. 1982. Review of rice bran
Hammond, N. 1994. Functional and stabilization system with emphasis
nutritional characteristic of rice bran on extrution cooking. Cereal Food
extracts. American Assoc. Cereal World 30:342-348.
Chem. Inc. 39(10):752-753.
Hermanianto, J., B. Nurtama, P. Hari-
yadi, S. Widowati, dan L. Sukarno.
1997. Proses ekstrusi untuk peng-
olahan dan pengawetan hasil sam-
ping industri penggilingan padi.

You might also like