Professional Documents
Culture Documents
A. PENGERTIAN HIPNOTERAPI
Hipnoterapi adalah salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari manfaat sugesti untuk
mengatasi masalah pikiran, perasaan dan perilaku. Hipnoterapi dapat juga dikatakan sebagai suatu teknik
terapi pikiran dan penyembuhan yang menggunakan metode hipnotis untuk memberi sugesti atau perintah
positif kepada pikiran bawah sadar untuk penyembuhan suatu gangguan psikologis atau untuk mengubah
pikiran, perasaan, dan perilaku menjadi lebih baik. Orang yang ahli dalam menggunakan hipnotis untuk
terapi disebut "hypnotherapist". Hipnoterapi menggunakan pengaruh kata - kata yang disampaikan dengan
teknik - teknik tertentu. Satu - satunya kekuatan dalam hipnoterapi adalah komunikasi. (Kahija YF., 2007)
Dalam ruang lingkup psikoterapi, hipnosis digunakan bukan saja dalam psikoterapi penunjang tetapi
lebih dari itu hipnosis merupakan alat yang ampuh dalam psikoterapi penghayatan dengan tujuan
membangun kembali (rekonstruktif) sehingga perlu pengkajian yang lebih mendalam agar tercapai suatu
pendekatan yang holistic eklektik, yaitu pendekatan secara terinci dan secara menyeluruh; juga
mengetrapkan prinsip-prinsip ilmu kedokteran, ilmu kedokteran jiwa (psikiatri), ilmu perilaku (psikologi)
Tujuan Hipnoterapi adalah menyelesaikan masalah atau meningkatkan kemampuan diri, yang mana
hasil dari hipnoterapi diharapkan bisa bertahan untuk selamanya. Dalam hipnoterapi, klien dan
hypnotherapist bekerja sama untuk meraih tujuan. Pasien tidak akan dibuat tidak sadar atau tidak berdaya,
melainkan akan dibimbing supaya bisa menyadari kekuatan diri sendiri sehingga dengan menggunakan
kebijaksanaan dan kekuatan Pikiran Bawah Sadar masalah yang dialami bisa diatasi sendiri. Metode
hipnoterapi modern dengan orientasi kepada pasien lebih banyak berperan untuk ‘membuka’ kesadaran
pasien untuk mengetahui masalah utamanya dan membantu pasien untuk menyembuhkan atau
menyelesaikan masalahnya oleh dia sendiri. Pasien menjadi lebih merasa nyaman dengan kondisinya dan
dapat menerima kondisinya, sehingga tidak mengganggu aktivitasnya atau kegiatannya sehari-hari. Jadi
B. DEFINISI HIPNOSIS
Kata "hypnosis" pertama kali diperkenalkan oleh James Braid, seorang dokter ternama di inggris yang
hidup antara tahun 1795 - 1860. Sebelum masa James Braid, hypnosis dikenal dengan nama Mesmerism /
Magnetism.
Hipnosis berasal dari kata "hypnos" yang merupakan nama dewa tidur orang yunani. Namun perlu dipahami
bahwa kondisi hypnosis tidaklah sama dengan tidur. Orang yang sedang tidur tidak menyadari dan tidak
bisa mendengar suara-suara disekitarnya. Sedangkan orang dalam kondisi hipnosis, meskipun tubuhnya
beristirahat (seperti tidur), ia masih bisa mendengar dengan jelas dan merespon informasi yang diterimanya.
Hipnosis merupakan satu keadaan setengah sadar yang jika dilihat penampakannya mirip dengan
tidur, disebabkan oleh suatu sugesti relaksasi dan perhatian yang terkonsentrasi pada sebuah objek tunggal.
Individu tersebut menjadi tersugesti dan responsif terhadap pengaruh orang yang menghipnosis dan dapat
mengingat kembali kejadian-kejadian yang telah dilupakan serta dapat meredakan gejala psikologis (WHO,
1994).
Martin Orne mendefinisikan hipnosis sebagai keadaan atau kondisi dimana orang mampu berespon
terhadap sugesti yang sesuai dengan mengalami perubahan persepsi daya ingat atau mood. Ciri penting dari
untuk mengalami pengalaman imajinatif yang melibatkan perubahan kognisi tindakan yang diasadari
berdasarkan sugesti dari seseorang yang disebut juru hipnosis (Kilhistrom, 1997)
Saat ini, definisi yang paling banyak digunakan dan diterima berbagai lembaga / asosiasi hipnosis dan
hipnoterapi di dunia adalah definisi yang dikeluarkan oleh U.S. Dept. of Education, Human Services
Division: "hypnosis is the by-pass of the critical factor of the conscious mind followed by the establishment
acceptable selective thinking" atau "hipnosis adalah penembusan faktor kiritis pikiran sadar diikuti dengan
Hipnotis kedokteran kini terbagi atas hipnopromosi (meningkatkan kesehatan dengan hipnotis bagi
orang sehat), hipnoprevensi (mencegah gangguan kesehatan dengan hipnotis bagi orang sehat), hipnoterapi
(penyehatan dengan hinotis bagi orang sakit), serta masih ada hipnotis untuk rehabilitasi bagi orang
C. SEJARAH HIPNOTERAPI
Penggunaan hipnotis sudah ada sebelum sejarah itu sendiri tercatat, sejak awal mula peradaban
manusia. Tentu saja waktu itu hipnotis belum dikenal dengan nama “hipnotis”. Hipnotis pada masa dulu
dipraktekkan dalam ritual agama maupun ritual penyembuhan. Catatan sejarah tertua tentang hipnotis yang
diketahui saat ini berasal dari Ebers Papyrus yang menjelaskan teori dan praktek pengobatan bangsa Mesir
Kuno pada tahun 1552 SM. Hipnosis telah dipraktekkan di tempat yang berbeda dengan berbagai istilah
sejak dahulu. Sejarah hipnosis modern dimulai pada abad ke 18. ( Kroger, 2007)
Mesmer dinobatkan sebagai bapak hipnotisme modern. Dia seorang dokter dari Wina yang pertama
kali mengembangkan metoda penyembuhan dengan hipnotis secara ilmiah. Mesmer mengembangkan teori
yang disebut dengan ”teori animal magnetism” yaitu adanya pengaruh medan magnet bumi terhadap tubuh
manusia. Di dalam tubuh setiap manusia terdapat cairan universal yang berfungsi untuk menjaga
keseimbangan tubuh. Jika cairan dalam tubuh ini kurang banyak, tidak mengalir dengan lancar atau
tersumbat, maka akan menyebabkan seseorang menjadi tidak sehat secara mental dan fisik. Timbulnya
suatu penyakit dapat dikarenakan adanya ketidak seimbangan komposisi magnet pada tubuhnya. Mesmer
terus melakukan penyembuhan dan eksperimental-nya terhadap pasien-pasiennya yaitu dengan merangsang
tubuh pasien tersebut dengan cara menempelkan lempengan-lempengan magnet ke beberapa bagian tubuh
yang dianggap membutuhkan kekuatan magnet, hingga seiring dengan perkembangan waktu, Mesmer
tubuh Mesmer sendiri yang diyakini memiliki daya magnetis/kekuatan magnet. Sejak penyembuhan ala
Mesmer Inilah metode Hypnosis mulai diteliti dan menjadi bahan perdebatan dari berbagai ilmuwan barat.
Inilah cikal bakal Metode Hypnosis dijadikan sebagai sebuah keilmuan yang dapat dirasakan manfaatnya
Seorang dokter dari Paris dan salah seorang dari murid Mesmer. Pertama kali memperlihatkan efek
“Sugesti Post Hipnotik” dengan menggunakan “Pohon Puysegur”nya yang terkenal, dimana orang yang
memegang pohon tersebut akan menjadi histeris, lupa ingatan atau tangannya akan menempel di pohon dan
tidak bisa dilepaskan, dia juga pertama kali menggunakan istilah somnambulisme untuk kondisi trance
yang dalam, dan istilah tersebut masih dipakai hingga sekarang. ( Kroger, 2007)
John Elliotson adalah seorang dokter dari Inggeris, juga menggunakan hipnotis dalam praktek nya
untuk menyembuhkan sakit gila, epilepsi, gagap, rematik, sakit kepala dan untuk operasi tanpa obat bius. (
Kroger, 2007)
4. James Braid (1795-1860)
Seorang dokter bedah dari Inggeris. Dalam bukunya “Neuro Hypnotism” untuk pertama kalinya James
Braid memakai kata Hypnosis yang diambil dari bahasa Yunani “Hypnos = Dewa Tidur”, karena James
Braid berpendapat bahwa kondisi dalam hipnotis itu sama dengan tidur syaraf. James Braid juga adalah
orang yang pertama kali menggunakan teknik induksi dengan fiksasi mata dimana pasien diminta untuk
melihat dan konsentrasi pada sebuah bandul yang diayunkan didepan pasien, pada waktu itu induksi dengan
fiksasi mata masih membutuhkan waktu ½ jam dan bahkan lebih. ( Kroger, 2007)
Seorang dokter bedah Irlandia yang bertugas di India dan merupakan dokter yang paling banyak
melakukan bedah tanpa obat bius dalam sejarah hipnotis, dengan menggunakan hypnosis, Esdaile
melakukan 1000 operasi tanpa obat bius, 300 diantaranya bedah mayor (membuka perut) dan 19 amputasi,
sebelum izin prakteknya dicabut oleh “Medical Association of England”. Pada saat itu chloroform dan obat
bius lain masih belum ditemukan, sehingga tingkat kematian pasien dalam operasi sangat tinggi, yaitu
hampir 50% dari pasien meninggal dalam operasi karena shock dan rasa takut, dan dengan hypnosis dr.
James Esdaile mampu menekan tingkat kematian pasien operasi hingga 5 – 7 % dan sebagai penghargaan
atas jasanya, level trance yang paling dalam dimana bisa dilakukan operasi tanpa obat bius di sebut juga
Seorang Psikolog dan Psikoterapis dari Perancis. Menurut Janet, hipnotis adalah sebuah proses
disosiasi atau pemecahan/pemisahan kesadaran dari pikiran dan perasaan. Sampai saat ini teknik
pemecahan kesadaran dan pikiran tersebut masih tetap digunakan dalam hipnoterapi, terutama untuk
Seorang dokter saraf di Paris mengemukakan teori bahwa hipnotis adalah akibat kerentanan secara
psikis, dan menurutnya perempuan itu lebih rentan terhadap hipnotis dari pada pria. ( Kroger, 2007)
Seorang profesor ilmu penyakit dalam yang membantah teori Charcot bahwa hipnosis itu terjadi
karena kerentanan secara psikis dari seseorang. Menurutnya hipnotis bisa terjadi karena tingkat
sugestibilitas seseorang (suyet bisa terhipnotis karena bereaksi terhadap sugesti dari juru hipnotisnya). (
Kroger, 2007)
Seorang dokter saraf dari Wina yang merupakan pelopor dari teori psikoanalisa yang masih dipakai
saat ini. Belajar dari Charcot dan Bernheim, Freud mulai menggunakan hipnotis dalam prakteknya
meskipun tidak mengerti cara kerjanya secara mendalam. Tapi semenjak kejadian abreaksi dimana seorang
pasien terbangun dan mencekiknya, Freud meninggalkan hipnotis sebagai salah satu metoda psikoterapi.
Akibatnya perkembangan hipnotis mengalami kemunduran sejak saat itu. ( Kroger, 2007)
Seorang dokter dan psikiater dari Amerika dan merupakan pelopor hipnoterapi klinis modern.
Berbeda dengan pendapat pendahulunya, Milton Erickson menyatakan bahwa kemampuan dihipnotis
seseorang adalah sebuah keterampilan yang bisa dilatih, oleh karena itu semua orang bisa dihipnotis. Faktor
terpenting yang menentukan bisa tidaknya seseorang dihipnotis bukanlah bakat hipnotis/tingkat
sugestibilitas, akan tetapi kualitas hubungan dan tingkat kepercayaan yang timbul antara Juru Hipnotis dan
sang pasien. Milton Erickson adalah orang pertama yang mengembangkan teknik hipnoterapi yang lebih
permisif dengan menggunakan pola bahasa hipnotis, analogi dan metafora. Dan teknik permisif ini disebut
dengan “Ericksonian Hypnosis” dan terkadang disebut juga “Conversational Hypnosis” ( Kroger, 2007)
Dia mengembangkan teknik menghipnotis cepat yang dikenal dengan “Dave Elman Induction”.
Dengan teknik Induksi Elman ini, seorang suyet bisa dibimbing untuk mencapai trance yang sangat dalam
(somnambulisme) hanya dalam waktu kurang dari 4 menit, dan hal ini membuka pintu bagi aplikasi
hypnosis dalam dunia medis, terutama untuk mengatasi rasa nyeri pada pasien. Coma State adalah kondisi
trance yang sangat dalam, dimana sudah terjadi anestesi secara alami sehingga Coma State banyak
digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri yang tidak spesifik (Intractable Pain) pada pasien kanker dan
juga pada pembedahan tanpa obat bius. Sesudah Dave Elman, masih banyak lagi tokoh tokoh yang berperan
dalam perkembangan hipnotis aliran barat, beberapa diantaranya adalah Ormond McGill yang diberi
julukan “The Dean of Modern Stage Hypnosis” , kemudian Richard Bandler dan John Grinder. ( Kroger,
2007)
Pada tahun 1970an, muncul sebuah lonjakan besar di area pengembangan diri. Richard Bandler,
seorang ahli komputer, dan John Grinder, profesor bahasa, bekerjasama mempelajari dan mengembangkan
metode-metode yang terdapat dibalik aksi hipnotisme dan terapi Erickson. Berkat kerja keras mereka,
lahirkan gerakan terapi baru bernama Neuro-Linguistic Programming. NLP memanfaatkan prinsip waking
hypnosis untuk menciptakan efek tranformasi dalam waktu yang sangat cepat dibandingkan hipnosis
modern, apalagi hipnosis klasik. Seperti halnya dengan Hipnotis, sekarang NLP juga dipakai untuk
motivasi, pengembangan diri, bisnis, olah raga, pendidikan dll. ( Kroger, 2007). NLP diambil dari kata
“Neuro” yang mengacu pada otak, dan “Linguistic” yang mengacu pada Bahasa. Programming artinya
pemasangan sebuah Rencana atau Prosedur. NLP adalah studi tentang bagaimana bahasa, baik lisan
maupun nonlisan, mempengaruhi sistem syaraf kita. Kemampuan kita untuk melakukan apapun dalam
kehidupan ini adalah didasarkan kepada kemampuan untuk mengarahkan sistem syaraf kita sendiri. Mereka
yang mampu menghasilkan hasil luar biasa melakukannya dengan menghasilkan komunikasi yang spesifik
kepada dan lewat sistim syarafnya. NLP mempelajari bagaimana orang berkomunikasi dengan diri sendiri
dengan cara-cara yang menghasilkan kondisi-kondisi banyak akal yang optimal dan oleh karenanya
Setelah mengalami berbagai pasang surut dan penolakkan selama berabad abad lamanya oleh
kalangan ilmuwan dan kedokteran, akhirnya hipnotis diakui sebagai salah satu alat terapeutik yang sah oleh
BMA (British Medical Association) pada tahun 1955, oleh AMA (American Medical Association) pada
tahun 1958, oleh APA (American Psychological Association) pada tahun 1960 dan sampai sekarang profesi
sebagai seorang Hipnoterapis diluar negeri diakui sebagai sebuah profesi sah menurut undang
undang. (Elias.,2009)
TEORI HIPNOSIS
Telah banyak penulis yang mencoba memberi keterangan mengenai fenomena hipnosis dan banyak
sekali teori yang diungkapkan. Teori-teori yang diajukan antara lain: : Teori immobilisasi, teori hipnosis
sebagai suatu status hysteria, teori yang didasari perubahan fisiologis serebral, teori hipnosis sebagai suatu
proses menuju tidur yang dikondisikan, teori aktifitas dan inhibisi ideomotor, teori disosial, teori
psikosomatik.
Secara umum teori-teori mengenai hipnosis tersebut dibagi dalam 2 kategori besar, yaitu :
1. Teori berdasarkan neuropsiko-fisiologis yang menerangkan hipnosis sebagai suatu keadaan dimana
kondisi otak berubah dan oleh karena itu faal otakpun juga berubah. Teori berdasarkan psikologis yang
memandang sebagai hubungan antar manusia yang khas (termasuk teori sugesti, disosiasi, psikoanalitik,
2. Teori psikofisiologis. Beberapa peneliti menerapkan formasi retikulare, hipokampus, dan struktur
subkortikal yang memerantarai komunikasi. Hingga teori teori yang lain termasuk inhibisi sel
ganglion otak, eksitasi dan inhibisi dari neuron-neuron, fokus eksitasi sentral yang mengelilingi area non
eksitasi, anemia serebral, pergeseran energi saraf dari sistem saraf pusat menuju sistem vasomotor,
perlambatan vasomotor mengakibatkan anemia lobus frontal “synaptic ablation” dimana impuls-impuls
saraf langsung masuk ke dalam sejumlah canel-canel yang lebih kecil (perhatian selektif) juga
dipertimbangkan.
Data psichofisiologik menggagalkan substasi dari teori-teori ini. Terutama pendapat bahwa
anemia dari otak atau sebuah pergeseran dari jumlah impuls-impuls saraf untuk hipnosis. Jika hipnotis
adalah karena sebuah pergeseran dari satu kelompok fungsi saraf, apa yang memproduksinya? Jika ini
adalah karena anemia maka orang-orang yang menderita anemia sebaiknya siap sedia untuk dihipnotis.
Akhirnya jika aliran darah serebral diturunkan selama hipnosis, tak sadarkan diri; maka somnambulisme
sebaiknya dihasilkan. Banyak formulasi yang bersifat spekulasi menyatakan bahwa hipnosis adalah
dikarenakan factor-faktor psikofisiologis. Kekuatan area psikokinetik dan area sekitar elektromagnetik.
Pavlov percaya bahwa hipnosis adalah keadaan“ setengah tidur ” Dalam klasifikasinya stimulus-
stimulus itu berefek langsung “sense organs constitute” pada sistem sinyal primer baik pada hewan maupun
manusia. Simbol-simbol atau kata-kata memiliki sistem sinyal sekunder dan karakteristik tersendiri untuk
manusia. Mereka mengupayakan efek kondisi mereka melalui sistem sinyal primer. Sehingga kata-kata
bertindak sebagai stimulus kondisi yang mungkin bisa menghasilkan reaksi fisiologis. Sebuah kata (tanda
atau isarat) menjadi stimulus untuk reflek-reflek kondisi yang menjadi involunter untuk kehidupan. Pavlov
mengobservasi bahwa bermacam-macam variasi gradasi dari hipnosis membedakan secara kuat fisiologi
dari status kondisi bangun dan bahwa fluktuasi alami dari hipnosis tergantung variasi yang tidak signifikan
dari stimulus lingkungan. Dia mengisaratkan propeticaly bahwa mekanisme lower brain stem dimasuki
dalam kondisi hipnosis. Beberapa penelitian modern melanjutkan untuk menerangkan teori Pavlov, namun
demikian kebanyakan ahli tidak percaya bahwa ada kesamaan antara tidur dan hipnosis, jikalaupun ada itu
akan menjadi lebih baik untuk memulai sebuah prosedur induksi dengan orang yang sedang tidur. Namun
demikian beberapa peneliti mampu untuk mengubah tidur dangkal menjadi kondisi hipnosis. Ini tidak
membuktikan bahwa keduanya adalah identik. Hipnosis adalah bukan kondisi perubahan antara tidur dan
bangun, data eksperimental menunjukkan perubahan yang cepat pada reflek dan respon motor selama tidur.
Selama tidur dalam kondisi, reflek atau respon fisiologi diberikan sebuah stimulus berulang-
Teori imobilisasi. Hypnosis suatu waktu mungkin diperlukan oleh manusia sebagai mekanisme
pertahanan perlindungan menghadapi ketakutan atau bahaya. Teori ini berdasarkan pada pengamatan
Pavlov bahwa satu-satunya kesempatan seekor hewan bertahan hidup adalah untuk tetap imobile (tidak
bergerak) agar terlepas dari pengamatan. (Kroger, 2007). Walaupun diinduksi berbeda-beda pd hewan, RI
(Reaksi imobilisasi) ditimbulkan terutama oleh faktor fisik dan insting. Pada manusia diakibatkan dari
interaksi faktor-faktor ini dengan pengalaman arti dari simbul dan kata-kata. Dan lagi hipnosis manusia dan
hewan tidak mirip, induksi berulang pada hewan dengan penurunan kerentanan hipnotik, sedangkan pada
”membeku”. Konsep ini berlanjut pada teori hipnosis “pingsan-mati”. Akan tetapi teori ini tidak
menjelaskan bagaimana hipnosis terjadi pd manusia. Bersamaan itu , hipnosis dijelaskan sebagai ” suatu
keadaan kesiapan tindakan emosi yang makin bertambah menghubungkan ke bawah pada pengaruh kortek
sbg satu filogeni keatas, namun demikian secara konsisten muncul pada organisme hewan dlm berbagai
Hipnosis sbg suatu status hysteria. Pada suatu waktu, hipnosis dianggap sebagai suatu gejala
histeria; hanya individu histeris yg diyakini dapat dihipnotis. Kesimpulan ini diambil oleh Charcot dg dasar
hanya beberapa kasus dalam keadaan patologis. Hipotesis seperti ini untenable (tak dapat dipertahankan),
seberapa besar kerentanan terhadap hipnosis adalah tidak patognomonik pada neurosis : individu normal,
nyatanya, dengan mudah dihipnotis. Walaupun orang histeri lebih mudah disugesti dari pada individu
normal, tidak perlu untuk mengikuti bahwa peningkatan sugestibilitas adalah tanda histeria. (Kroger, 2007)
Teori tidur yang dikondisikan. Teori Keadaan Alfa dan Theta. Melalui data yang dikumpulkan
dari Electroencephalography (EEG), diidentifikasikan dari impuls elektrik yang dipancarkan oleh otak ada
empat macam frekuensi pola gelombang otak yang pokok. Keadaan Beta (waspada/bekerja) didefinisikan
sebagai 14-32 putaran per detik / cycles per second (CPS), keadaan Alfa (santai/relax) sebagai 7-14 CPS,
keadaan Theta (mengantuk) sebagai 4-7 CPS, dan keadaan Delta (tidur/bermimpi/tidur pulas) kira-kira 3-5
Satu definisi fisiologis dari keadaan hipnotis adalah bahwa tingkat gelombang otak yang diperlukan untuk
mengatasi masalah seperti berhenti merokok, penanganan masalah berat badan, pengurangan fobia,
peningkatan kemampuan olah raga, dll adalah keadaan alfa. Keadaan alfa pada umumnya diasosiasikan
Definisi fisiologis lain menyebutkan bahwa keadaan theta diperlukan untuk perubahan therapeutic
(berhubungan dengan pengobatan). Keadaan theta dikaitkan dengan hipnosis untuk pembedahan,
hipnoanestesia (penggunaan hipnotis untuk mematirasakan rasa sakit), dan hipnoanalgesia (penggunaan
hipnotis untuk mengurangi kepekaan terhadap rasa sakit), di mana pembedahan lebih siap dilakukan dalam
keadaan theta dan delta. Obat bius (anestetik), zat penenang (sedatif) dan hipnotis mengacaukan keselarasan
syaraf, yang dianggap mendasari terjadinya gelombang theta, baik pada manusia maupun binatang.
(Kroger.,2007)
Teori Inhibisi dan aktivitas ideomotor. Hal itu dianggap oleh beberapa penulis bahwa efek
sugestibilitas adalah hasil dari inhibisi dan tindakan ideomotor, dan sugestibilitas hanya sebuah pengalaman
dari imaginasi yang diaktualisasikan hingga aktivitas ideomotor. Meskipun teori ini
memperkirakan/menjelaskan, kepada sebuah tingkat, untuk reaksi fisik dan sama tinggi untuk beberapa
reaksi fisiologis mencatat selama hipnosis, itu gagal untuk menjelaskan reaksi fisiologis yang rumit yang
Teori Neodisosiasi dan disosiasi. Selama beberapa tahun diduga bahwa seseorang yang dihipnotis
berada dalam kondisi disosiasi, area-area tertentu dari perilaku terbelah dari aliran utama kesadaran, oleh
karena itu hipnosis menghapus control kehendak dan sebagai hasilnya seseorang merespon hanya dengan
perilaku otonomik pada tingkat reflek. Jika teori disosiasi adalah valid, maka amnesia dapat dihilangkan
oleh sugesti dari pelaksana. Selain itu amnesia akan selalu terjadi secara spontan. Hipnosis telah dijelaskan
sebagai disosiasi kesadaran dari sebagian besar sensori meski dengan tegas peristiwa yang berhubungan
dengan saraf disimpan. Sementara ini sebagian besar, itu tidak membantu kita untuk memahami jenis
sesungguhnya dari hipnosis. Golongan disosiasi tidak hanya hipnosis tetapi juga banyak kondisi
siaga/waspada lain dari kesadaran seperti mimpi-mimpi, kondisi hipnagogik, “highway hypnosis’, kondisi
melamun, pemisahan atau depersonalisasi dilihat pada beberapa tipe pemujaan agama/ ritual agama dan
Teori Disosiasi. Teori lama ini tidak mempunyai nama baik lagi/ jatuh ke dalam lembah
kehinaan/ketika diperagakan lebih sering sebagai ganti dari amnesia atau disosiasi, disana ada hyperacuity
dan pengaturan yang lebih baik dari seluruh makna selama hipnosis. Oleh karena itu, meskipun beberapa
tingkat dari disosiasi terjadi ketika amnesia muncul, itu bukan berarti indikasi bahwa disosiasi
menghasilkan hipnosis atau serupa untuknya. Hilgard menemukan teori disosiasi Janet menarik, dan
menerima sebagai dalil teori neodisosiasi. Meskipun teori ini tidak diselesaikan, hilgard menunjukkan
bahwa kontrol ego normal adalah memperhatikan kebutuhan kami, .memperbolehkan perilaku yang dapat
diterima masyarakat dan pilihan yang masuk akal. Namun demikian dia mencatat bahwa proses lain dibawa
di sisi luar kontrol normal dimana pada saatnya dapat berfungsi simultan dengan mereka. (Kroger.,2007)
Teori memainkan peran. Teori ini beranggapan bahwa individu yang dihipnotis memainkan peran
dan membiarkan penghipnotis menciptakan realitas untuk mereka. Umumnya, selama proses hipnotis orang
menjadi lebih reseptif (mudah menerima) sugesti, menyebabkan mereka berubah dalam cara merasakan,
berpikir, dan berperilaku. Beberapa psikolog seperti Robert Baker mengklaim bahwa apa yang kita sebut
dengan hipnotis sebenarnya adalah bentuk dari perilaku sosial yang dipelajari. Sementara psikolog seperti
Sarbin dan Spanos beranggapan bahwa subjek bermain peran dengan pengharapan sosial yang kuat, subjek
percaya bahwa mereka dalam keadaan terhipnotis, kemudian mereka berperilaku dengan cara yang mereka
Teori regresi. Konsep psikoanalisis. Sebuah tiruan diantara psikoanalisis dan teori fisiologi Pavlov
dicoba oleh Kubic dan Margolin. Peneliti-peneliti ini merasa bahwa subyek menuju sebuah regresi infantile
dengan hipnosis penuh berisi sebuah peran permainan dahulu oleh orangtua. Gill dan Brenman beranggapan
bahwa “hipnosis adalah sebuah regresi pelayanan dari ego, transferensi (sebuah transfer/pemindahan oleh
pasien kepada pelaksana dari perasaan emosi terhadap orang lain) adalah sebuah elemen penting dari
hipnosis. Untuk Kubic, ini hanya sebuah fenomena sekunder yang boleh ada atau boleh tidak ada. Baginya
tidak ada seting psikofisiologis khusus yang merupakan penyimpanana proses hipnosis. Kubic percaya
motivasi lebih bermakna daripada konsep regresi dalam memahami respon hipnosis. Hodge menekankan
konsep kontraktual dari hipnosis. Sebagai sebuah ilustrasi dari konsep ketidakpatuhan yang lebih besar, .
(Kroger.,2007)
Pikiran bawah sadar manusia menyimpan misteri yang luar biasa. Banyak hal yang menyangkut
manusia bersumber dari berbagai data dan nilai yang tersimpan di pikiran bawah sadar. Pikiran bawah sadar
tidak saja terkait dengan perilaku dan mental, tetapi lebih jauh lagi pikiran bawah sadar dapat merubah
metabolisme, mempercepat penyembuhan, atau bahkan memperburuk suatu kondisi penyakit. (Rusli SI,
Wijaya SA.,2009).
A. Subconcious Programming.
Pada hipnosis dikenal istilah Subconcious Programming dimana rangsang yang diterima seseorang
melalui panca indera (visual, auditorik, kinesetik, gustatorik dan olfaktorik) akan mempengaruhi belief
system maupun self image yang ditentukan oleh kira-kira 12 % produk concious dan 88 % subconscious.
Dengan dasar inilah konsep hipnosis bekerja untuk memberikan nilai-nilai baru pada seseorang yang
akhirnya akan berdampak pada perubahan pola pikir maupun tindakan seseorang yang telah menjalani
B. Proses hipnosis.
Adalah proses untuk merubah kondisi normal state ke kondisi hipnotic state. Hipnotic State adalah
suatu kondisi dimana seseorang cenderung lebih sugestif sehingga dapat menerima saran-saran yang dapat
berubah menjadi nilai-nilai baru. Dengan mengistirahatkan pikiran sadar (conscious mind) melalui
hipnosis, seseorang dapat diberikan memori, saran, atau sugesti yang dapat memprogram ulang pikiran
bawah sadarnya untuk berbagai tujuan positif. Hipnotic State bervariasi untuk setiap situasi dan kondisi
dari mulai tingkatan sugestif ringan sampai dengan sugestif ekstrim. Proses hipnosis dilakukan dengan cara
merubah konsentrasi dari fokus eksternal ke fokus internal yang dapat dilakukan sendiri (Self Hipnosis)
atau dengan bantuan orang lain. Mereka yang memiliki kondisi kejiwaan yang relatif tenang atau terbiasa
berkonsentrasi ke internal (meditasi, doa, dsb) cenderung untuk lebih mudah memasuki Hipnotic State
(IBH, 2002). Termination adalah suatu tahapan untuk mengakhiri proses hipnosis dengan konsep dasar
memberikan sugesti agar subjek tidak mengalami kejutan psikologis ketika terbangun dari tidur hypnosis,
biasanya dengan membangun sugesti yang positif yang akan membuat tubuh subjek lebih segar dan rileks
kemudian diikuti beberapa regresi selama beberapa detik untuk membawa subjek ke keadaan normal
kembali. (IBH, 2002). Saat proses hypnosis yang terjadi adalah pengaktifkan sistem saraf parasimpatik
sehingga subjek menjadi sangat rileks dan nyaman. Hal ini sangat bermanfaat dalam melakukan terapi
karena subjek akan tetap rileks, meskipun fobia atau trauma sedang ditangani. (IBH, 2002).
Terdapat dua sistem saraf, yaitu sistem saraf otonom dan sistem saraf pusat. Sistem saraf otonom
mengatur sistem internal, yang biasanya merupakan gerak yang di luar kendali pikiran sadar. Yang
termasuk dalam kendali sistem saraf otonom, antara lain adalah detak jantung, sistem pencernaan, dan
aktivitas kelenjar. Sistem saraf pusat mengatur respons motorik hingga impresi sensori melalui otak dan
Sistem saraf otonom terbagi menjadi dua bagian, yang cara kerjanya saling bertolak belakang.
1. Sistem saraf simpatik, yang bertanggung jawab terhadap mobilisasi energi tubuh untuk kebutuhan yang
bersifat darurat. misalnya, jantung berdetak lebih cepat dan lebih kuat, tekanan darah meningkat, atau
pernapasan menjadi lebih cepat. Saat mengalami ketakutan secara fisik yang terjadi adalah: lutut dan
tangan gemetar, telapak tangan dan wajah berkeringat, jantung berdebar lebih kencang dan keras, tarikan
napas lebih cepat, dan perut terasa tidak enak atau mungkin mual. Semua itu disebabkan karena sistem saraf
simpatik sedang in-action sebagai respons dari perasaan takut dan tegang.
2. Sistem saraf parasimpatik mengakibatkan detak jantung melambat, tekanan darah turun, dan respons
insting dari kondisi istirahat dan relaksasi. Respons parasimpatik mengakibatkan seseorang menjadi lebih
tenang dan nyaman. Semua itu bertujuan untuk menghemat energi tubuh.
Kedua sistem saraf, simpatik dan parasimpatik, tidak bisa aktif bersamaan. (IBH, 2002)
IV. NYERI
A. Definisi
Pada tahun 1979, International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri sebagai : Suatu
pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan jaringan. Rasa nyeri selalu merupakan sesuatu
yang bersifat subjektif. Setiap individu mempelajari nyeri melalui pengalaman yang berhubungan langsung
dengan luka (injury), yang terjadi pada masa awal kehidupannya. Secara klinis, nyeri adalah apapun yang
diungkapkan oleh pasien mengonai sesuatu yang dirasakannya sebagai suatu hal yang tidak menyenangkan
B. Klasifikasi Nyeri
1. Nyeri Fisiologi
2. Nyeri Inflamasi
3. Nyeri Neuropati
4. Nyeri Psikogenik
modalitas fisik serta strategi kognitif-perilaku. Terapi fisik untuk meredakan nyeri mencakup beragam
bentuk stimulasi kulit (pijat, stimulasi saraf dengan listrik transkutis, akupungtur,, aplikasi panas atau
dingin, olahraga). Sedangkan, startegi kognitif-prilaku bermanfaat dalam mengubah persepsi pasien
terhadap nyeri, dan member pasien perasaan yang lebih mampu untuk mengendalikan nyeri. Strategi ini
mencakup relaksasi, penciptaan khayalan (imagery), hypnosis, dan biofeedback. (Goldmann, 2003)
Laporan klinis mengenai efikasi hipnosis untuk mengontrol nyeri telah ditemukan oleh Esdaile
(1846), seorang ahli bedah yang mengembangkan hipnosis sebagai anestesi untuk amputasi di India, dimana
Terdapat 3 prinsip umum yang mendasari penggunaan hipnosis dalam penanganan nyeri yaitu : (Spiegel,
1985)
1. Menyaring ekspresi nyeri, Pasien dapat memahami bahwa tidak terdapat korelasi antara intensitas
2. Tidak bertarung melawan nyeri. Berjuanglah bersama dengan nyeri, berdialoglah dengannya atau
menjadi marah hanya membuatnya menjadi lebih parah. Pada kenyataannya ketegangan reaktif
otot-otot di sekitar area nyeri akan benar-benar meningkatkan sensasi nyeri. Pasien dapat belajar
bahwa dengan relaksasi fisik yang sederhana mereka dapat meredakan nyeri itu sendiri.
3. Gunakan self hipnosis. Hal ini akan memberikan sense of control dan penguasaan yang lebih besar
Impuls nyeri merupakan impuls darurat yang melalui jalur sensorik menuju thalamus. Sinyal tersebut
seharusnya menuju ke korteks sensorik, tetapi sebagian besar sinyal tersebut mengalami pembajakan dan
dibelokkan menuju amigdala dan sebagian kecil menuju korteks sensorik untukproses kognitif dan berlanjut
ke korteks transisional untuk proses kognitif selanjutnya (Mulyata, 2005). Amigdala yang merupakan pusat
perubahan emosi belum siap menerima sinyal yang bersifat darurat dan mengirimkannya ke hipotalamus
terutama nukleus paraventrikularis. Nukleus hipothalami merespon sinyal darurat tersebut dengan melepas
corticotropin releasing factor (CRF) yang juga bersifat darurat yang selanjutnya mengaktifkan hipofise dan
sistem saraf otonom (Kaplan, 1995., Cit. Mulyata, 2005). Impuls nyeri berjalan menuju thalamus direspon
dengan melepas CRF dari hipotalamus, sinyal darurat dari CRF akan mengaktifkan serabut preganglioner
simpatis kemudian memicu adrenal melepas kortisol berlebihan, CRF juga mengaktifkan pituitaria untuk
melepas ACTH yang juga akan memicu kortisol berlebihan dan menekan sistim imun, sementara
pengeluaran β-endorfin ditekan sehingga akan memicu pengeluaran sitokin proinflamasi, dimana sitokin
dan mediator proinflamasi mengaktifkan reseptor nyeri perifer yang selanjutnya membawa signal nyeri ke
thalamus dan korteks somatosensorik, sehingga meningkatkan rasa nyeri (Raison & Miller, 2003.,
Mulyata, 2005)
Dengan hipnoterapi, sinyal kognitif berjalan ke otak melalui jalur sensorik, auditorik dan visual.
Sinyal ini sifatnya tidak darurat, sesudah mencapai thalamus kemudian ke korteks sensorik tanpa
mengalami pembajakan, terus berlanjut ke korteks transisional untuk proses kontrol kognitif. Selanjutnya
diproyeksikan ke hippokampus untuk disimpan sebagai memori, selain itu sebagian sinyal diproyeksikan
ke amigdala serta organ lain yang terkait untuk diekspresikan ke luar. Sinyal kognitif tersebut memiliki
kemampuan untuk menghentikan arus pembajakan sinyal darurat dari korteks menuju amigdala dan dari
Dengan demikian sinyal yang berasal dari pemberian psikoterapi sesudah mencapai korteks untuk
proses kognisi, saat diproyeksikan ke hippokampus dan ke amigdala sudah merupakan sinyal yang tertata
baik, sedang sinyal darurat yang menimbulkan nyeri sudah terhambat dan hilang (Le Doux, 1988.,
Cit.Mulyata, 2005)
E. Konsep hipnoterapi pada Analgesia
Pada umumnya hipnoterapi untuk analgesia menggunakan tehnik pendekatan psikologis dimana
bekerjanya dengan cara meningkatkan daya coping pasien. Daya coping ini terbentuk sejak masa kanak-
kanak, tetapi daya coping ini juga dapat dibentuk dan dikembangkan dengan cara pendidikan dan latihan,
yang mana akan dihasilkan perubahan persepsi nyeri pada pasien. (Folkman & Lazarus, 1988., Cit.
Mulyata, 2005)
DAFTAR PUSTAKA
Ellias., 2009. Hipnosis & Hipnoterapi, Transpersonal / NLP, Pustaka Pelajar, Jogjakarta
Fachry HA., 2008. The Real Art of Hipnosis : Kolaborasi Seni Hipnosis Timur-Barat, Gagas
Media, Jakarta.
Gunawan AW., 2005. Hipnosis : Meraih Sukses dengan Kekuatan Pikiran, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Gunawan AW., 2008. The Secret of Mindset, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Goldmann B. Easing the Ouch: Relieving Short-Term Pain. [on line]. 2003 [cited 2008 February 11]
: available from
URL:http://www.stacommunications.com/journals/diagnosis/2003/10_October/drgoldmanpain.pdf
IBH (Indonesian Board of Hipnotherapi).,2002. Buku Panduan Resmi Pelatihan Hipnosis, IBH
ver.1.00
Utama. Jakarta.
Kaplan, H.I., Saddock, B.J., Hipnosis, in Comprehenssif Textbook of Psychiatry, 8 th Ed., 2004.
Kaplan dan Sadock., 2004. Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi
Kroger, 2008. Clinical & Eksperimental Hypnosis, Revised Second Edition. Lippincott Williams
& Wilkins.
URL:http://www.dexamedica.com/images/publication_upload071203937713001196646105okt-
nov2007%20new.pdf
Mulyata Stephanus, 2005. Paket Penyuluhan dan Senam Hamil Mengurangi Stres dan Nyeri Serta
Mempercepat Penyembuhan lika persalinan, Pidato Pengukuhan Guru Besar; Universitas sebelas
Maret, surakarta.
Rusli SI, Wijaya JA.,2009. The Secret of Hypnosis, penebar Plus, Jakarta
Spiegel D, 1985.The Use Of Hypnosis In Controlling Cancer Pain. CA-A Cancer Journal for