You are on page 1of 7
Artikel Penelitian Koresponden: 170 Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia: Telaah Riskesdas 2007 dan 2013 Sri l ni,* Sri Prihatini,* Indri Yunita Suryaputri,** Lely Indrawati** **Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta-Indonesia **Pusat Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Rl, Jakarta-Indonesia Abstrak Pendahuluan: Riset kesehatan dasar (Riskesdas) telah dilaksanakan dua kali yaitu tahun 2007 dan 2013. Tujuan telaah ini adalah untuk menggambarkan pola gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia melalui berbagai faktor sosiodemografik yang menyertai dan membandingkan berbagai gejala gangguan mental emosional berdasarkan hasil kedua survei. ‘Metode: Penelitian ini merupakan bagian dari Rikesdas tahun 2013. Subjek penelitian berjumlah 703.946 orang berumur >15 tahun. Untuk menilai kondisi kesehatan jiwa digunakan self reporting questionnaire (SRQ) yang berisi 20 butir pertanyaan. Subjek dinilai mengalami gangguan mental emosional apabila menjawab minimal 6 pertanyaan dengan jawaban “ya”. Analisis data dilakukan menggunakan program statistik SPSS 21.0 untuk sampel yang kompleks. Hasil: Gejala terbanyak pada populasi umum adalah sakit kepala, mudah lelah, sult tidw, dan tidak nafsu makan, Gejala terbanyak pada orang yang mengalami gangguan mental emosional adalah gejala-gejala depresi. Pendidikan rendah merupakan faktor yang paling erat Iubungannya dengan gangguan mental emosional. Kesimpulan: Berdasarkan Riskesdas 2007 dan 2013, pola gejala terbanyak pada populasi umum dan yang mengalami gangguan mental emosional hampir seluruhnya sama. Kata kunci: gangguan mental emosional, SRO, Riskesdas 2013. sian Email: sriidaiani@gmail.com J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 4, April 2014 Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia Mental Emotional Disorder Pattern of Indonesian Population: A Study of National Basic Health Research 2007 and 2013 Sri Idaiani,* Sri Prihatini,* Indri Yunita Suryaputri,** Lely Indrawati** ‘Center for Applied Health Technology and Clinical Epidemiology- National Institute of Health Research and Development Minisiry of Health of Republic of Indonesia Jakarta **Center for Public Health Technology Intervention-National Institute of Health Research and Development Ministry of Health of Republic of Ind@nesia Jakarta Abstract Introduction: The national basic health research (Riskesdas) had been conducted twice in 2007 and 2013. The objectives of this analysis were to describe mental emotional pattern among Indonesian by sociodemographic factors accompanied and to compare the symptoms based on both surveys. ‘Method: This study was a part of the Riskesdas 2013. A total 703.946 subjects were enrolled with inclusion criteria > 15 years old. The selfreporting questionnaire (SRO) consisted of 20 questions and subject was categorized as mental emotional disorder if they have “yes” answer minimum in Gitems. A statistical program SPSS 21.0 with complex samples method was used to analyze data. Results: Headache, easy to tired, sleep difficulty, and poor appetite were the most symptoms in general population. People who have a mental emotional disorder have depression symptoms. Low education was a strong factor associated with mental emotional disorder Conclusion: Based on Riskesdas 2007 and 2013, general population and people with mental ‘emotional disorder had a similar pattern in symptoms. Keywords: mental emotional disorder, SRO. Riskesdas 2013. Pendabuluan Pada tahun 2007 dilakukan riset kesehatan dasar (Riskesdas) pada penduduk Indonesia oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia (Balitbangkes RI). Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari beberapa indikator kesehatan yang dinilai. Pada saat itu didapatkan prevalensi penduduk Indonesia yang mengalami gangguan mental emosional adalah sebesar 11,6%. Faktor yang sangat berperan pada gangguan mental emosional pada saat itu adalah umur tua yaitu lebih atau minimal sama dengan 65 (65) tabun.! Pada dasarnya Riskesdas adalah sebuah survei besar ‘yang melibatkan berbagai institusi dan lembaga, antara lain adalah: Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Dalam Negeri, serta berbagai universitas dan politeknik kesehatan (Poltekes). Survei ini dilakukan secara berkala setiap 6 tahun. Pada tahun 2013, Riskesdas kembali dilaksanakan dengan metode yang sama.* Berdasarkan laporan hasil Riskesdas 2013, diketahui bahwa prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia adalah sebesar 6,0%,* Dengan perbe- daan prevalensi pada survei tahun 2007 dan 2013, perlu dilakukan telaah mengenai pola gangguan mental emosional penduduk Indonesia pada kedua survei tersebut. J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 4, April 2014 Tujuan umum analisis ini adalah untuk menggambarkan pola gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia melalui berbagai faktor sosiodemografik yang menyertai Tyjuan lainnya adalah untuk membandingkan pola gejala gangguan mental emosional berdasarkan hasil kedua survei. Gangguan mental emosional adalah suatu kondisi yang mengindikasikan seseorang mengalami perubahan psikologis yang mungkin merupakan sebuah kondisi normal, tetapi dapat juga merupakan kondisi patologis. Istilah gangguan mental emosional mengacu pada istilah yang digunakan pada survei keschatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995, Pada saat itu, survei keschatan jiwa penduduk Indonesia dilakukan untuk pertama kalinya menggunakan self reporting questionnaire (SRQ). Jumlah penduduk yang mengikuti survei pada saat itu tidak sebanyak jumlah subjek Riskesdas pada tahun 2007 dan 2013. Prevalensi gangguan mental emosional ber- dasarkan SKRT 1995 adalah 140 per 1000 penduduk? Istilah yang lebih tepat untuk gangguan mental emosional sebenarnya adalah distres psikologik. Beberapa survei di negara lain yang menggunakan SRQ sebagai alat ukur lebih banyak menggunakan istilah distres psikologik atau mental distress.** Penggunaan istilah gangguan mental emosional sebagai salah satu indikator kondisi keschatan in Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia jiwa penduduk Indonesia lebih banyak bertujuan agar ‘masyarakat serta para akademisi mengerti bahwa alat ukur yang digunakan adalah sama dengan survei sebelumnya? Kuesioner SRQ yang terdiri atas 20 butir pertanyaan dipilih karena kuesioner ini merupakan kuesioner yang pal- ing mudah dipahami serta layak digunakan untuk survei besar di Indonesia dan hanya memerlukan jawaban “ya” atau “tidak”. Kuesioner ini dapat dijawab langsung oleh responden atau, pada negara berkembang yang masih terdapat penduduk yang tidak mampu membaca, dapat dibacakan oleh petugas.* Metode Hasil yang dipaparkan pada artikel ini merupakan analisis lanjut data Riskesdas tahun 2013. Survei_tersebut dilaksanakan mulai bulan Mei hingga Juni 2013 di 33 provinsi yang terdiri atas 497 kabupaten/kota di Indonesia. Survei di lapangan dilakukan bersama-sama oleh peneliti dari Balitbangkes RI, Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Poltekes, Pada setiap provinsi terdapat 1-3 orang penanggung jawab teknis, serta pada setiap kabupaten/kota, ditetapkan 1 orang penanggung jawab teknis, yaitu peneliti Balitbangkes atau Poltekes.* Pemilihan sampel Riskesdas 2013 dilakukan oleh BPS dengan menggunakan kerangka sampe! survei penduduk tahun 2010, Pemilihan sampel rumah tangga dilakukan secara bertahap, yaitu: (1) menentukan primary sampling unit (PSU); (2) menentukan blok sensus secara probability pro- portional to size (PPS); (3) menentukan bangunan sensus secara sistematik; dan (4) menentukan rumah tangga terpilih secara acak? Petugas yang melakukan wawancara telah mendapatkan pelatihan sebelum survei dan minimal memiliki pendidikan tamat diploma 3 keschatan, Petugas melakukan wawancara kepada subjek dengan mengeunakan kuesioner berisi 20 butir pertanyaan yang bersumber dari SRQ. Subjek yang menjawab minimal 6 butir dengan jawaban “ya” dinyatakan mengalami ‘gangguan mental emosional atau distres psikologik. Ambang nilai ini disesuaikan dengan pengujian yang telah dilakukan pada tahun 1995.” Validasi kuesioner meliputi proses dan isi dilakukan oleh tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, dan Universitas Hasanudin sebagai upaya penjaminan mutu (quality assurance) Analisis statistik menggunakan program SPSS 21.0 untuk sampel kompleks (complex samples) yang dilakukan ‘menggunakan metode analisis yang sama dengan Riskesdas pada tahun 2007, yaitu analisis univariat dan bivariat, serta dilanjutkan dengan analisis multivariat untuk variabel yang ‘memenuhi syarat dengan derajat kemaknaan <0,25. Pada analisis multivariat, variabel dinyatakan memiliki hubungan tethadap distres psikologik bila memiliki derajat kemaknaan 0,05. Hasil Blok sensus (BS) yang dikunjungi sebanyak 11.986, yaitu 99,9% dari 12.000 BS yang ditetapkan. Tiga BS yang tidak dikunjungi berlokasi di Papua dan Papua Barat dengan alasan letak geografis yang tidak dapat dijangkau, serta 1 BS i DKI Jakarta dengan alasan penolakan warga. Pada setiap BS dipilih 25 bangunen sensus dan setiap bangunan sensus diambil 1 rumah tangga, Jumlah rumah tangga (RT) yang berhasil diperolch adalah sebanyak 294.959 RT atau 98,3% dari 30.000 RT yang diharapkan. Wawancara dan pemeriksaan dilakukan pada selurch anggota RT yang terpilih. Khusus kesehatan jiwa, wawancara hanya dilakukan pada penduduk berusia 15 tahun atau lebih. Jumlah penduduk berusia lebih dari 15 tahun yang ‘menjadi subjek penelitian Riskesdas pada tahun 2013 adalah sebanyak 722.329 orang. Analisis dilakukan pada 703.946 subjek yang menjawab langsung pertanyaan yang diberikan oleh petugas wawancara. Subjek yang didampingi atau diwakili selama wawancara dikeluarkan pada saat analisis data. Subjek dikelompokkan ke dalam kategori pendidikan rendah apabila tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, sampai tamat SLTP. Subjek yang tamat SMA dikategorikan ke dalam pendidikan sedang, dan apabila ‘menempuh pendidikan di perguruan tinggi atau yang setara dikategorikan ke dalam pendidikan tinggi. Status perkawinan dikelompokkan menjadi betum kawin, kawin, dan cerai (cerai mati atau cerai hidup). Pekerjaan dikelompokkan menjadi pegawai atau sekolah, yaitu pegawai negeri sipil, BUMN, TNI, Polti, pekerja swsta, dan pekerja tetap lainnya termasuk pensiunan yang mendapatkan uang pensiun setiap bulan. Subjek yang belum bekerja karena sedang menempuh pendidikan juga dimasukkan ke dalam kelompok ini. Pekerjaan non-pegawai adalah pekerjaan selain yang disebutkan diatas, yaitu petani, nelayan, buruh, atau pekerjaan tidak tetap lainnya. Tidak bekerja adalah orang yang tidak memiliki pekerjaan pada sebagian besar aktivitas hariannya. Pada Riskesdas tahun 2013, ibu rumah tangga dikelompokkan menjadi tidak bekerja. Tempat tinggal kota atau desa ditentukan sesuai kriteria yang digunakan oleh BPS. Kondisi sosial ekonomi ditentukan berdasarkan kuintil indeks kepemilikan rumah tangga, Kuintil tertinggi adalah 5 dan terendah adalah 1. Kuintil 1-3 digolongkan ke dalam kelompok sosial ekonomi rendah, sedangkan kuintil 4 dan 5 digolongkan ke dalam kelompok sosial ekonomi tinggi Penilaian sosial ekonomi Riskesdas 2013 berbeda dengan Riskesdas 2007. Perbedaan penilaian terletak pada pertanyaan yang diajukan, yaitu mengunakan kepemilikan barang yang ada pada rumah tangga sebagai representasi status ekonomi keluarga, Pertanyaan yang diajukan telah divji menggunakan principal component analysis pada butir pertanyaan survei sosial ekonomi nasional (Susenas) tahun 2010 yang dilaksanakan oleh BPS dan pertanyaan sosial ekonomi yang J Indon Med Assoc, Volu 64, Nomor: 4, April 2014 Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia ‘Tabel 1. Scbaran Subjek Berdasarkan Karakteristik Sosiode- mografik, Riskesdas 2013 Karakteristik responden 703.946 % o Kelompok umur (tahun) ‘Umur muda (15-34) 283.395 40.3 Umur sedang (35-64) 370.353 52.6 Unur tua 65) 50, 198, 7 Jenis kelamin ki 339.345 48.2 Perempuan 364.601 518 Pendidikan Pendidikan tinggi 50.243 1 Pendidikan sedang 173.818 24.3 Pendidikan rendah 479.885 68.2 Pekerjaan Pegawai/sekolah 137.748 19.2 Non-pegawai 344.955 49.1 Tidak bekerja 221.243 314 Status perkawinan, Belum kawin 157.833, 22.4 Kawin 494.139 70.2 Cerai 51.974 14 ‘Tempat tinggal Kote 325.424 46.2 Desa 378.522, 53.8 Sosial ekonomi Tinggi 296.362 4241 Rendah 407.584 579 digunakan pada Riskesdas tahun 2007. Karakteristik subjek yang dinilai diperlihatkan pada tabel 1. Subjek terbanyak berumur sedang (35-64 tahun) dengan komposisi yang cukup seimbang antara laki-laki dan perempuan, berpendidikan rendah, non pegawai, sudah kawin, tinggal di desa, dan berlatar belakang sosial ekonomi rendah, Tabel 2. Hubungan Bivari Analisis hubungan gangguan mental emosional dan karakteristik penduduk yang dinilai diperlihatkan pada tabel ay Faktor yang berhubungan paling tinggi pada analisis ini adalah pendidikan rendah disusul dengan status perkawinan cerai, umur>65 tahun, dan tidak bekerja, Seluruh variabel memiliki kemaknaan <0,25 sehingga seluruh faktor yang dihubungkan dengan gangguan mental emosional dilanjutkan ke tahap analisis multivariat Pada analisis akhir, masih terdapat beberapa variabel kkarakteristik subjek yang berhubungan dengan gangguan ‘mental emosional seperti diperlihatkan pada tabel 3 Pada tahap analisis multivariat, pendidikan rendah tetap ‘merupakan faktor yang memiliki hubungan tertinggi terhadap ‘gangguan mental emosional, Penduduk berpendidikan rendah ‘memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan mental emosional dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang berpendidikan tinggi. Selain itu, umur "65 tahun memiliki kecenderungan untuk mengalami gangguan mental emosional satu setengah kali lipat lebih besar dibandingkan dengan penduduk yang lebih muda. Status ‘kawin dan tinggal di desa merupakan faktor yang menurunkan kecenderungan untuk mengalami gangguan ini, Pada penduduk yang mengalami gangguan mental emosional, dilakukan analisis terhadap satu persatu gejala seperti yang terdapat pada kuesioner SRQ. Jumlah dan persentase subjek yang mengalami gejala tersebut dipaparkan pada tabel 4. Gejala terbanyak yang berkaitan dengan gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia, antara lain adalah sakit kepala, sult tidur, mudah lelah, tidak nafsu makan, dan merasa cemas, tegang atau khawatir. Gejala tersebut ‘merupakan gejala somatik (fisik), meskipun pada kelompok ‘ara Gangguan Mental dan Karakteristik Subjek, Riskesdas 2007 ‘Ada gangguan Tidak ada ‘mental = gamgguan mental = OR,,,,95%CT 266.218 ne37.728 (%) i) Kelompok umur (tahun) _Umur muda (15-34) 416 4241 Referens 0.001 Umur tua (>65) 38 10.9 213 1,76-2,01 Jenis kelamin Lakilaki 30.6 37.7 Referens 0.001 Perempuan 49.4 623 1,70 1,64-1,76 Pendidikan Pendidikan tinggi 68 30 Referens 0.001 Pendidikan sedang 26.5 19,7 1,69 1,52-1,87 Pendidikan rendah 66.0 773 2.64 2,38-2,93, Pekerjaan Pegawai/sekolah 21.0 145 Referens 0.001 Non-pegawai 47 aus 1,26 1,181.34 Tidak bekerja 313 44.0 2.04 1,92-2,16 ‘Status perkawinan Belum kawin 23.6 20.6 Referens 0,001 Kawin 699 67.3 Mu 1,05-1,17 Cer 64 121 216 203-230 Tempat tinggal Kota 50,8 35.0 Referens 0,001 Desa 49.2 45.0 0.84 0,79-0,90 Sosial ekonomi Tinggi 45.6 38.0 Referens 0.001 Rendah 544 62.0 137 1,30-1,45 J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 4, April 2014 173 Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia Mental dan OR ae 95%CI Nila p Kelompok umur (tabun) ‘Umur muda (15-34) Referens 0,001 Umur sedang (35-64) 1,14 1,08-1,19 Umur tua (>65) uss 1,47-1,70 Jenis kelamin Laki-laki Referens 0,001 Perempuan 14g 138-149 Pendidikan Pendidikan tinggi Referens 0,001 Pendidikan sedang 1,38 Pendidikan rendah 2224 Pegawai/sekolah Referens 0,001 Non-pegawai 1,04 Tidak bekerja 142 ‘Status perkawinan Belum kawin Referens 0,001 Kawin 0,79 Cerai Lis ‘Tempat tinggal Kota Referens 0,001 Desa 0,69 0,65-0,75 yang mengalami gangguan mental emosional lebih banyak mengalami gejala-gejala depresi antara lain mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak mampu melakukan hal bermanfaat, tidak berharga, dan pekerjaaan sehari-hari menjadi terganggu. Perbandingan hasil survei pada tahun 2007 dan 2013 dalam hal uraian gejala terbanyak yang dialami oleh penduduk secara umum serta penduduk yang mengalami ‘gangguan mental emosional diperlihatkan pada tabel berikut. Dari tabel di aias terlihat bahwa 4 dari 5 gejala yang banyak dialami oleh penduduk Indonesia adalah sama pada tahun 2007 dan 2013, Sakit kepala menempati posisi tertinggi, mudah lelah dan sulittidur menempati urutan kedua atau ketiga, sedangkan tidak nafsu makan selalu menempati urutan kcempat. Namun, jumlah (persentase) yang didapatkan berbeda, yaitu menjadi lebih rendah pada tahun 2013. Gejala terbanyak pada penduduk yang mengalami gangguan mental emosional ditampilkan pada tabel 6, Berbagai gejala depresi mendominasi kelompok penduduk yang mengalami gangguan mental emosional. Lima gcjala terbanyak pada tahun 2007 tidak berbeda dengan tahun 2013. Perbedaan terletak pada gejala mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup yang berubah peringkat dari urutan kedua Tabel 5. Lima Gejala Terbany: pada Populasi Umum No ‘Tahun 2007 No “Tahun 2013 Gejala % % 1 Sering sakit kepala 46.8 1 —‘Sering sakit kepala 29.4 2° Mudah Jelah 26.3 2 Sulit tidur 14.4 3° Sulit tidur 220 3 Mudah lelah 6 4° Tidak nafsu makan 17,2 4 Tidak nafsu makan 10,0 3 Mengalami rasa «16,3 S$ Merasa tegang, = 63, tidak enak di perut ‘cemas atau kuat Tabel 4. Distribusi Penduduk Secara Umum dan Kelompok yang Mengalami Gangguan Mental Emosional Berdasarkan jk Gejala yang Ba No Butir pertanyaan mental emosional 95C1% P 1. Sering sakit kepala 2. Tidak nafsu maken 3. Sulit tidur 4. Muda takut 5. Merasa tegang, cemas atau kuatir 6. Tangan gemet 7. Pencemaaan terganggu/buruk 8. Sulit untuk berpikir jemnih 9. Merasa tidak bahagia 10. Menangis lebih sering 11 Merasa sulit untuk menikmati kegiatan scharichari 12° Sulit mengambil keputusan 13. Pekerjaan schari-hari tergangeu 14 Tidak mampu melakukan hal-hal bermanfaat dalam hidup fa berbagai hal 16 Merasa tidak berharga 17. Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup 18 Merasa telah sepanjang waktu 19° Mengalami rasa tidak enak di perut 20 Mudah Ielah 206.684 m4 166-176 0,001 70.146 35.6 34,8364 0,001 101.203 29,8 29.1305 0,001 30.120 59,5 $8,5-60,5 0,001 44.502 54.6 $3,8-55,5 0,001 34.354 54,3 $3,3-55,3 0,001 3435 30,1 49,0-51.1 0,001 23.228 70,6 69,6-71.6 0,001 16.548 149 73,9-76.0 0,001 15.245 743 -73,2-75.5 0,001 18.009 78,1 -77,1-79.1 0,001 23.043, 66,6 65,5-67.7 0,001 16.15 78,2 -17,2-79: 0,001 9.026 87,5 86,3-88.6 0,001 10.901 83,0 B1,8-84, 0,001 9.126 85.4 -84,1-86.6 0,001 4.608 88,0 86,2-89.6 0,001 29,360 43 64.2 63,0-65.3 0,001 42614 61 47,7 46,7-48,8 0,001 81.822 11,6 36,3-38,0 0,001 ‘Jumlah populasi umum dan persentase yang menjawab “ya” pada butir sesuai nomor *Persentase subjek yang posiif gangguan mental emosional (skor e6) dan menjawab 174 anyaan 1” pada butir sesuai nomor pertanyaan J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 4, April 2014 Tabel 6. Lima Gejala Terbanyak pada Penduduk ya Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia No Tabi Geil 2007 1 Tidak mampu melakukan hal-hal bermanfaat dalam hidup 2 Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup 3. Merasa tidak berharga 4 Kehilangan minat pada berbagai hal 5. Pekerjaan schari-hari terganggu No Tahun 2013 % Gejala %* Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup 88,0 89,6 2 Tidak mampu melakukan hal-hal bermanfaat 87,5 dalam hidup 89,3 3. Merasa tidak betharga 85,4 86,4 4 Kehilangan minat pada berbagsi hal 83,0 85,8 5 Pekerjaan schari-hari terganggu 78.2 es — pada tahun 2007 menjadi urutan pertama pada tahun 2013, diikuti olch gejala tidak mampu melakukan hal-hal bermanfaat dalam hidup. Diskusi Salah satu tujuan survei keschatan Riskesdas adalah untuk mengukur status kesehatan jiwa penduduk Indone- sia, Hasil kedua survei (tahun 2007 dan 2013) memperlihatkan penurunan prevalensi gangguan mental emosional atau distres psikologik, namun tidak ditemukan perbedaan pola pada sebagian besar faktor sosiodemografik yang mempe- ngaruhinya. Perbedaan hasil kedua Riskesdas terletak pada faktor pendidikan rendah dan bertempat tinggal di desa. Pada tahun 2007, faktor yang dominan terhadap gangguan mental emosional adalah usia tua, yaitu >65 tahun.’ Hasil yang berbeda diperoleh pada tahun 2013 dengan faktor yang pal- ing dominan adalah pendidikan rendah. Pada survei terakhit juga menunjukkan bahwa bertempat tinggal di desa menjadi faktor pencegah terjadinya gangguan mental emosional. Berbeda dengan hasil survei tahun 2007, pada saat ini tinggal di dacrah perkotaan berisiko lebih besaruntuk memicu ‘masalah kesehatan jiwa dibandingkan tinggal di pedesaan.’ Pendidikan rendah adalah faktor yang banyak berperan terhadap timbulnya gangguan jiwa atau masalah berkaitan kejiwaan lainnya, hal ini banyak diungkap pada berbagai penelitian atau survei meskipun dilakukan pada populasi yang ‘memiliki latar belakang berbeda dan menggunakan alat ukur penilaian stres atau gangguan jiwa yang berbeda-beda.** Perempuan selalu memiliki kecenderungan lebih tinggi ‘mengalami gangguan mental emosional dibandingkan dengan pria.*"” Pada hasil survei ini odds untuk mengalami ‘gangguan mental emosional sebesar 1,4, angka ini hampir sama dengan Riskesdas sebelumnya yang menyebutkan odds untuk perempuan sekitar 1,4.!"° Usia tua juga selalu berpeluang lebih tinggi mengalami ‘masalah emosional dibandingkan dengan usia lebih muda. Pada survei di Indonesia maupun di berbagai negara lain selalu menunjukkan hasil yang sama," Gejala terbanyak yang dialami oleh penduduk Indone- sia pada tahun 2013 adalah sering sakit kepala. Di Uni Emirat ‘Arab, khususnya pada penduduk Al Ain, gejala terbanyak adalah merasa tegang, cemas, dan khawatir. Di Indonesia, J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 4, April 2014 gejala terbanyak adalah gejala yang berkaitan dengan keluhan somatik, sedangkan pada penduduk Al Ain gejala yang dialami adalah seimbang antara gejala somatik dan psikologis lainnya, Selain sakit kepala, mudah leah, suit idur, gejala yang banyak dialami penduduk Al Ain antara lain sulit ‘mengambil keputusan dan sulit berpikir jernib." Pada tabel 6 terlihat bahwa populasi yang mengalami ‘gangguan mental emosional memiliki gejala terbanyak yang berkaitan dengan depresi, bukan gejala somatik seperti yang banyak dialami oleh populasi umum. Yang sangat menarik ‘adalah lima gejala terbanyak pada populasi yang mengalami gangguan mental emosional berdasarkan Riskesdas tahun 2007 dan 2013 masih sama, yaitu mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, tidak mampu melakukan hal bermanfaat dalam hidup, merasa tidak berharga, kehilangan minat pada berbagai hal, dan pekerjaan schari-hari terganggu.'Peringkat ketiga sampai kelima masih sama, namun peringkat pertama dan kedua saling bertukar, ‘Survei ini menggunakan SRQ-20 sebagai alat ukur. Meski hanya dapat mengungkap distres secara umum dan tidak dapat memberikan informasi spesifik jenis gangguan yang dialami, SRQ sering digunakan pada survei dan peni keschatan jiwa karena penggunaannya yang mudah, Penelitian di negara lain biasanya menggunakan SRQ sebagai alat skrining, dan apabila subjek yang dinilai dengan SRQ mempunyai skor positif untuk distres, dapat dilanjutkan dengan penilaian menggunakan alat ukur yang lebih spesifik atau wawancara psikiatri."!= Dalam pemakaian SRQ sebaiknya digunakan nilai ambang yang berbeda untuk laki-laki dan perempuan. Nilai ambang perempuan biasanya lebih tinggi dibandingkan ‘dengan pria. Kelemahan lain dari SRQ adalah seringkali terjadi misklasifikasi pada wanita dan populasi lanjut usia,"*"* Kesimpulan dan Saran Secara umum prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia berbeda pada tahun 2007 dibandingkan dengan tahun 2013, yaitu terdapat penurunan prevalensi dari 11,6% menjadi 6,0%. Pada analisis lanjutan ini terlihat bahwa meskipun prevalensi berbeda, pola gejala terbanyak pada populasi umum dan yang mengalami gangguan mental emosional hampir seluruhnya sama, Perbedaan lain terdapat pada faktor pendidikan rendah yang, 178 Pola Gangguan Mental Emosional Penduduk Indonesia ‘menjadi faktor terbesar yang berhubungan dengan gangguan ‘mental emosional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk me- ningkatkan kondisi mental emosional penduduk adalah dengan melaksanakan upaya pendidikan masyarakat ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu tamat pendidikan menengah atas. Diperlukan pemeriksaan lanjutan terutama bagi orang, yang sering mengalami keluhan-keluhan psikologis mengarah depresi oleh karena keluhan-keluhan ini mengindikasikan seseorang mengalami masalah mental emosional. Bagi orang yang sering mengalami keluhan fisik seperti sakit kepala, ‘mudah lelah, sulit tidur, dan rasa tidak enak di perut perlu diberikan terapiuntuk mengurangi gejala agar tidak berlanjut menjadi gangguan mental emosional yang menetap dan bahkan bertambah berat. ‘Ucapan Terima Kasih ara penulis mengucapkan terima kasih kepada tim ‘manajemen data Badan Litbang Kementerian Keschatan RI, tim manajemen, dan penanggung jawab blok yang telah bersama-sama menyumbangkan pikiran dan tenaga dari awal sampai akhir Riskesdas 2013. Daftar Pustaka 1. Mdaiani S, Suhardi, Kristianto AY. Gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia. Maj Kedokt Indon, 2009;59:473-9, 2. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Badan Litbangkes Kemenkes RI; 2013, 3. Survei Kesehatan Rumah Tange 1995, Jakarta: Badan Litbangkes Kemenkes RI; 1995 4. Abo C, Ekblad S. Waako P. Okello E, Muhwezi W, Musisi S. Psychological distress and associated factors among the attend- 176 ces of traditional hesling practices in Jinja and Iganga districts, Eastem Uganda: a cross-sectional study. Int} Ment Health Syst 2008:2:16 Gclaye B, Lemma A, Deyassa N, Babretibeb Y, Tesfaye M, Berkanne Y, et al. Prevalence and correlatesof mental distress ‘among working adults in Ethiopia. Clin Pract Epidemiol Ment Health. 2012; 8: 126-33, ‘A.user’s puide to the self report questionnaire. Geneve: Division ‘of Mental Health WHO; 1994 Hartono 1G. Psychiatric morbidity among patients attending the ‘Bangetayu community health centre in Indonesia (Thesis). Perth University of Westem Australia; 1995. Caron J, Fleury M-J, Perreault M, Crocker A, Tremblay J, ‘Tousignant M, et al. Prevalence of psychological distress and mental disorders, ané use of mental health services in the epide~ iological catchment area of Montreal South-West. BMC Psy- chiatry. 2012;12:183 TTalala K, Huurre T, Aro H, Martelin T. Pra‘tta"la R. Socio demographic Differences in Self-reported Psychological Distress ‘Among 25- to 64-Year-Old Finns. Soc Indic Res. 2008;86:323- 35. Idsiani S. Elderiy people and women were more risk to mental emotional disorder. Health Science Indones.2010:1:1:8-13. ‘Abou-Saleh MT, Ghabash R, Daradkeh TK. Al Ain community psychiatric survey I. Prevalence and sociodemographic corre- lates. Soc Psychiatr Epidemiol. 2001;36:20-8. Scanifra M. Menezes PR, Vallada H. Allaya R. Validity ofthe self reporting questionnaire-20 in epidemiological studies with older adults. Soe Psychiatry Psychiatr. 2009:42:44-57, ‘Ventevogel P, Vries GD. Scholte WF, Shinwari NR, Faiz H, Nassery R, et al. Properties of the Hopkins Symptom Checklist 25 (HSCL-25) and the Self Reporting Questionnaire (SRQ-20) as Screening insirumen's used in primary care in Afganistan. Soe Psychiatry Psychiatr Epidemiol. 2007:42:328-35 Ludermir AB, Lewis G. Investigating the effect of demographic and socioeconomic variables on misclassification by the SRQ-20 compared with 1 psychiatric imterview. Soe Psychiatry Psychitr Epidemiol. 2008;40:36-41 @ J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor 4, April 2014

You might also like