Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 2.II.B
‘BEDAH’
Nama Kelompok :
ASRA HUSNI
WINA WANDASARI
Segala puji bagi Allah, Sang Maha Pencipta dan Pengatur Alam Semesta, berkat Ridho Nya, penulis
akhirnya mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN PERITONITIS”.
Dalam menyusun makalah ini, tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang penulis alami, namun berkat
dukungan, dorongan dan semangat dari orang terdekat, sehingga penulis mampu menyelesaikannya.
Oleh karena itu segala kritikan dan saran yang membangun akan penulis terima dengan baik. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
KELOMPOK 2
A. Latar Belakang.
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya
timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan
segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, perdarahan intraabdomen, infeksi,
obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi
rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis. Peradangan peritoneum merupakan
komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen
(misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi kecil-
kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya
benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan terjadinya
peritonitis. Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.
B. Tujuan Penulisan.
1) Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan peritonitis
2) Untuk mengetahui jenis atau klasifikasi peritonitis
3) Untuk mengetahui patofisiologi peritonitis
4) Untuk mengetahui tanda dan gejala peritonitis
5) Untuk mengetahui komplikasi dari peritonitis
6) Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic dari peritonitis
7) Untuk mengetahui penatalaksanaan atau pengobatan peritonitis
C. Sistematika Penulisan
Pada makalah Peritonitis ini dimulai dengan bab 1 Pendahuluan, yang berisi latar belakang, tujuan
penulisan dan sitematika penulisan. Bab 2 Tinjauan Pustaka berisi konsep dasar yang terdiri dari definisi
atau pengertian, jenis/klasifikasi/stadium, patofisiologi, tanda dan gejala, komplikasi, pemeriksaan
diagnostik dan penatalaksanaan atau pengobatan serta Asuhan Keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, discharge planing, dan evaluasi. Bab III Penutup berisi kesimpulan
dan saran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Dasar
1. Defenisi dan Pengertian Peritonitis.
Peritonitis adalah inflamasi dari peritoneum yang biasanya di akibatkan oleh infeksi bakteri, organisme
yang berasal dari penyakit saluran pencernaan atau pada organ-organ reproduktif internal wanita
(Baugman dan Hackley, 2000).
Peritonitis adalah peradangan pada semua bagian peritonium. Ini berarti baik perritoneum parietal,
yaitu membran yang melapisi dinding abdomen, mauoun peritoneum viseral, yang terletak di atas
visera atau organ-organ internal, meradang. ( WHO.2002:63)
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen dan meliputi visera
merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis / kumpulan tanda
dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular, dan tanda-tanda
umum inflamasi. Pada permulaan, mesoderm merupakan dinding dari sepasang rongga yaitu coelm.
Diantara kedua rongga terdapat entoderm yang merupakan dinding enteron. Peritonitis adalah
peradangan pada peritonitis yang merupakan pembungkus visera dalam rongga perut. Peritonitis adalah
suatu respon inflamasi atau supuratif dari peritoneum yang disebabkan oleh iritasi kimiawi atau invasi
bakteri.
Kedua rongga mesoderm, dorsal, dan ventral usus saling mendekat, sehingga mesoderm tersebut
menjadi peritonium. Lapisan peritoneum dibagi menjadi 3, yaitu :
a. Lembaran yang menutupi dinding usus, disebut lamina visceralis (tunika serosa)
b. Lembaran yang melapisi dinding dalam abdomen disebut lamina parietalis
c. Lembaran yang menghubungkan lamina visceralis dan lamina parietalis Peritonitis dapat
berasal dari penyebaran melalui pembuluh limfe uterus, para metritis yang meluas ke
peritoneum, salpingo-ooforitis meluas ke peritoneum atau langsung sewaktu tindakan
perabdominal
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan intraabdomen,
imunosupresi dan splenektomi.Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal
ginjal kronik, lupus eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau tractus
urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme
dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob, khususnya spesies
Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi. Selain itu luas
dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu peritonitis.
1) Luka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum peritoneal.
2) Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan kimia,
perforasi usus sehingga feces keluar dari usus.
3) Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, Peritonitis tersier, misalnya:
Peritonitis yang disebabkan oleh jamur, seperti Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat
ditemukan.Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, seperti misalnya
empedu, getah lambung, getah pankreas, dan urine.
1) Aseptik/steril peritonitis.
2) Granulomatous peritonitis.
3) Hiperlipidemik peritonitis.
4) Talkum peritonitis.
Etiologi Peritonitis
Etiologi peritonitis dapat dibagi menjadi primer, sekunder, dan tersier. Peritonitis dapat
diklasifikasikan sebagai primer bila terjadi infeksi yang berasal dari diseminasi hematogen
sumber infeksi yang jauh atau inokulasi langsung. Peritonitis sekunder dapat diasosiasikan
dengan sebuah proses patologis di organ viseral, seperti perforasi atau trauma. Peritonitis
tersier adalah adanya infeksi intra abdominal yang persisten atau rekuren walaupun sudah
dilakukan tatalaksana adekuat.
Peritonitis Primer (Spontan)
Peritonitis primer pada dewasa seringkali terdapat pada pasien yang memiliki banyak cairan di
dalam rongga peritoneum, terutama akibat asites, juga pada pasien dengan gagal ginjal yang
menggunakan dialisis peritoneum. Penyakit ini juga dapat ditemukan pada pasien dengan kanker
yang metastasis, sirosis pasca nekrosis, hepatitis kronis aktif, hepatitis virus akut, penyakit
jantung kongestif, lupus eritematosus sistemik, dan limfedema. Infeksi pada peritonitis primer
seringkali hanya disebabkan oleh satu jenis mikroba seperti E. coli, K. pneumoniae, atau
Pneumococcus.
Peritonitis Sekunder
Peritonitis sekunder seringkali disebabkan oleh kontaminasi isi organ intra abdominal ke dalam
kavum peritoneum. Kontaminasi ini dapat berasal dari perforasi atau inflamasi berat dan infeksi
di organ intraperitoneal. Contohnya, appendicitis, perforasi ulkus gaster, tifoid, atau
divertikulitis.
Peritonitis sekunder juga dapat disebabkan adanya instrumen medis yang dimasukkan ke dalam
rongga peritoneum, misalnya continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD). Selain itu,
adanya bakteremia, misalnya pada sepsis, juga dapat menyebabkan keadaan ini.
Peritonitis Tersier
Kegagalan terapi pada peritonitis dapat berkembang menjadi peritonitis tersier atau peritonitis
persisten. Peritonitis tersier merupakan kondisi yang lebih sering ditemukan pada pasien dengan
sistem imun yang lemah atau kombinasi regimen antibiotik yang tidak efektif, di mana mikroba
tidak terbunuh sepenuhnya. Contoh mikroba dan kombinasi mikroba yang dapat ditemukan pada
kondisi ini adalah Enterococcus faecalis dan faecium, Staphylococcus epidermidis, Candida
albicans, dan Pseudomonas aeruginosa.
3. Patofisiologi Peritonitis.
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-
kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan
permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi
menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi
usus. Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran.
Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel.
Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius,
sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena terjebaknya
cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen,
membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang
menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul
peritonitis umum.
Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus,
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara
lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan
mengakibatkan obstruksi usus. Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan
ileus karena adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan.
Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh
darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi
perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga abdomen sehingga dapat terjadi peritonitis.
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S. Typhi yang masuk
tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh
asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum
terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat
terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2
minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans
muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena toksemia.
Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di epigastrium dan
meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan duodenum bagian
depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat
seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena
rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar
keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria,
kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi keluhan untuk
sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.
4. Tanda dan Gejala Peritonitis
a. Kemerahan
b. Edema
c. Dehidrasi
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau pasien yang sepsis
bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri abdomen yang hebat
biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi. Dinding perut akan
terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya
yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina
bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru disease.
Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam keadaan imunosupresi
(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita dengan
penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan
analgesic), penderita dengan paraplegia dan penderita geriatric. Tanda gejala yang lain juga terjadi :
5.Komplikasi Peritonitis
Menurut Chushieri komplikasi dapat terjadi pada peritonitis bakterial akut sekunder, dimana komplikasi
tersebut dapat dibagi menjadi komplikasi dini dan lanjut, yaitu :
A)Komplikasi dini
B)Komplikasi lanjut
a) 1)Adhesi
b) 2)Obstruksi intestinal rekuren
1) Penggantian cairan, koloid dan elektrolit merupakan focus utama dari penatalaksanaan medik.
4) Terapi oksigen dengan nasal kanul atau masker untuk memperbaiki fungsi ventilasi.
5) Kadang dilakukan intubasi jalan napas dan bantuan ventilator juga diperlukan.
6) Therapi antibiotik masif (sepsis merupakan penyebab kematian utama).
7) Tujuan utama tindakan bedah adalah untuk membuang materi penginfeksi dan diarahkan pada eksisi,
reseksi, perbaikan, dan drainase.
b.Pengobatan Peritonitis.
Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Adanya antibiotika
sangat merubah prognosa infeksi puerperalis dan pengobatan dengan obat-obat lain merupakan usaha
yang terpenting. Dalam memilih satu antibiotik untuk mengobati infeksi, terutama infeksi yang berat
harus menyandarkan diri atas hasil test sensitivitas dari kuman penyebab. Tapi sambil menunggu hasil
test tersebut sebaiknya segera memberi dulu salah satu antibiotik supaya tidak membuang waktu dalam
keadaan yang begitu gawat. Pada saat yang sekarang peniciline G atau peniciline setengah syntesis
(ampisilin) merupakan pilihan yang paling tepat karena peniciline bersifat baktericide (bukan
bakteriostatis) dan bersifat atoxis. Sebaiknya diberikan peniciline G sebanyak 5 juta S tiap 4 jam jadi 20
juta S setiap hari. Dapat diberikan sebagai iv atau infus pendek selama 5-10 menit. Dapat juga diberikan
ampiciilin 3-4 gr mula-mula iv atau im. Staphylococ yang peniciline resisten, tahan terhadap penicilin
karena mengeluarkan penicilinase ialah oxacilin, dicloxacilin dan melbiciline. Di samping pemberian
antibiotic dalam pengobatannya masih diperlukan tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan
infeksi tersebut. Karena peritonitis berpotensi mengancam kehidupan. Penderita disarankan mendapat
perawatan di rumah sakit.
Therapi (Instruksi Dokter) dan asuhan(dikerjakan bidan) yang diberikan antara lain: Penggantian cairan,
koloid dan elektrolit adalah fokus utama. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetik dapat
diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan
meningkatkan okesigenasi secara adekuat, tetapi kadang- kadang inkubasi jalan napas dan bentuk
ventilasi diperlukan.Tetapi medikamentosa non- operatif dengan terapi antibiotik, terapi hemodinamik
untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolik dan terapi modulasi respon peradangan.
Jika pasien harus dilakukan operasi maka, asuhan keperawatan/kebidanan selama masa pra, intra, post
operatif maka tindakan bidan atau perawat harus memahami tahapan- tahapan yang dilakukan pada
seorang pasien, tahapan tersebut, mencakup tiga fase yaitu :
a). Fase pra-operatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi
bedah dibuat dan berakhir ketika pasien digiring ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama
waktu tersebut dapat mencakup penetapan pengkajian data dasar pasien yang datang di klinik, rumah
sakit atau di rumah, menjalani wawancara pra-operatif dan menyiapkan pasien untuk anastesi yang
diberikan dan pembedahan. Bagaimanapun, aktivitas keperawatan mungkin dibatasi hingga melakukan
pengkajian pasien pra-operatif ditempat ruang operasi
b). Fase intra-operatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah
kebagian atau keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan dapat meliputi :
memasang infus (IV), memberikan medikasi melalui intervena sesuai Instruksi Dokter, melakukan
pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahandan menjaga keselamatan pasien.
Pada beberapa contoh, aktivitas keperawatan terbatas hanya pada menggemban tangan pasien selama
induksi anastesia umum, bertindak dalam peranannya sebagai perawat scub, atau membantu dalam
mengatur posisi pasien diatas meja operasi dengan menggunakan prinsip- prinsip dasar kesejajaran
tubuh
c). Fase pasca-operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan
evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang
aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase pasca-operatif langsung, fokus terhadap mengkaji efek
dari agen anastesia dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan
kemudian berfokus pada penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan B.
Asuhan Keperawatan.
1.Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
A.Identitas Klien
Meliputi nama, usia, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan dan pendidikan peritonitis biasanya lebih
sering terjadi pada usia dewasa.
B.Riwayat Kesehatan.
a) Keluhan utama: Klien dengan Peritonitis biasanya mengeluhkan perut kembung, disertai mual dan
muntah serta demam.
b) Riwayat penyakit sekarang: Sebagian besar atau penyebab terbanyak peritonitis adalah infeksi
sekunder dari apendisitis perforasi, perforasi ulkus peptikum, typhus abdominalis, klien biasanya
nampak lemah dengan disertai demam dan mual, muntah.
c) Riwayat penyakit dahulu: Klien dengan peritonitis sering terdapat riwayat penyakit saluran cerna atau
organ dalam pencernaan.
d) Riwayat penyakit keluarga : Tidak terdapat korelasi kasus pada anggota keluarga terhadap kejadian
peritonitis.
C. Pemeriksaan fisik
B1 (Breath)
Klien dengan peritonitis bisanya menampakkan gejala dispneu, nafas dangkal dan cepat, Ronchi (-),
whezing (-), perkusi sonor, taktil fremitus tidak ada gerakan tertinggal.
B2 (Blood) Biasanya menampakkan adanya peningkatan nadi, penurunan tekanan darah (pre syok),
perfusi dingin kering, suara jantung normal, S1/S2 tunggal, perkusi pekak pada lapang paru kiri ICS 3-5,
iktus kordis ICS 4-5, balance cairan deficit.
B3 (Brain) Klien nampak lemah, biasanya mengalami penurunan kesadaran, convulsion (-), pupil isokor,
lateralisasi (-).
B4(Bladder) Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan dan minum, oliguri,distensi/retensi (-).
B5 (Bowel) Klien nampak mengalami penurunan nafsu makan, abdomen nampak distended, bising usus
dan peristaltik usus menurun, perubahan pola BAB, klien nampak mual dan muntah.
B6 (Bone) Klien dengan peritonitis biasanya nampak letih dan lesu, klien nampak bedrest, mengalami
penurunan masa dan kekuatan otot.
D. Pemeriksaan Penunjang
3.) posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan : Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada
peritonitis, usus halus dan usus besar dilatasi, udara bebas (air fluid level) dalam rongga abdomen
terlihat pada kasus perforasi.
2. Diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17). Diagnosa keperawatan yang timbul
pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :
1) 1)Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur
invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
2) 2)Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler.
3) Nyeri berhubungan dengan iritasi kimia peritonium perifer, trauma jaringan, akumulasi cairan
dalam rongga abdomen/distensi abdomen.
4) 4)Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi yang tidak adekwat akibat mual dan nafsu makan yang menurun.
5) 5)Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian/perubahan status kesehatan,
faktor fisiologis, status hipermetabolik.
6) Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan prosedur pengobatan berhubungan
dengan kurang terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber
informasi.
intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk
menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20) Implementasi
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap
perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :
1) Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi,
kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit. Tujuan : infeksi tidak terjadi /
terkontrol. Kriteria:
a. tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
b. luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
3) Nyeri berhubungan dengan iritasi kimia peritonium perifer, trauma jaringan, akumulasi cairan
dalam rongga abdomen/distensi abdomen, Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria :
Kriteria :
Kriteria :
a. klien mampu merencanakan strategi koping untuk situasi-situasi yang membuat stress.
b. klien mampu mempertahankan penampilan peran.
c. klien melaporkan tidak ada gangguan persepsi sensori.
d. klien melaporkan tidak ada manifestasi kecemasan secara fisik.
e. tidak ada manifestasi perilaku akibat kecemasan.
5.Evaluasi.
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan
keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001). Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan peritonitis (Doenges, 1999) adalah :
PENUTUP
Kesimpulan
Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera dalam rongga
perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut
sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut pelvioperitonitis.
Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi, penyakit radang
panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari rahim dan saluran telur,
kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, dialisa peritoneal
(pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.
Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan fibrinosa, yang menempel
menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya
menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa, yang kelak dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi usus. Prinsip umum terapi ini dapat dilakukan, yaitu :
1)Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena
2)Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas.
Keperawatan Medikal-Bedah,Edisi 8,Vol.2. Jakarta: EGC Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, ECG ; Jakarta