You are on page 1of 18

PENGARUH AKTIVITAS FINGER PAINTING TERHADAP PENINGKATAN

KEMAMPUAN KONSENTRASI ANAK ADHD (ATTENTION DEFICIT


HIPERACTIVITY DISORDER)

(Penelitian Single Subject Research Terhadap Anak ADHD di SDN 2 Lembang)

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat Memperoleh


Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus

Oleh :

Farchatul Aola

1005822

DEPARTEMEN PENDIDIKAN KHUSUS

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2016
PENGARUH AKTIVITAS FINGER PAINTING TERHADAP
PENINGKATAN KEMAMPUAN KONSENTRASI ANAK ADHD
(ATTENTION DEFICIT HIPERACTIVITY DISORDER)
(Penelitian Single Subject Research terhadap Anak ADHD di SDN 2 Lembang)

Farchatul Aola, H. M. Umar Djani Martasuta¹, H. Dedy Kurniadi²

Departemen Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

ABSTRAK

Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah anak yang memperlihatkan ciri atau
gejala kurang konsentrasi, hiperaktif, dan implusif yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan
sebagian besar aktivitas kehidupannya. Ciri-ciri utama ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder) adalah rentang perhatian yang kurang, inplusivitas yang berlebihan, dan adanya
hiperaktivitas. Konsentrasi sangat dibutuhkan untuk menunjang proses pembelajaran. Untuk
membantu meningkatkan kemampuan konsentrasi anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity
Disorder), dibutuhkan suatu kegiatan yang dapat membantu meningkatkan kemampuan
konsentrasi. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan melukis dengan jari sebagai bentuk
intervensi. Finger painting adalah aktivitas melukis menggunakan jari secara langsung di atas
permukaan bidang gambar dengan menggunakan bahan adonan melukis yang dapat dibuat sendiri.
Salah satu manfaat kegiatan melukis dengan jari adalah dapat melatih konsentrasi. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan Single Subject
Research (SSR), dengan desain penelitian A-B-A, yang memiliki tiga fase yaitu Baseline-1 (A-1),
intervensi (B), Baseline-2 (A-2). Data yang terkumpul diolah dengan menggunakan statistik
deskriptif. Penelitian dilakukan pada siswa ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) yang
bersekolah di SDN 2 Lembang. Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengolahan data, maka
diketahui secara keseluruhan setelah diberi intervensi berupa kegiatan melukis dengan jari
memperlihatkan adanya peningkatan terhadap kemampuan konsentrasi pada anak ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Mean level subjek AYS pada kemampuan konsentrasi
mengalami peningkatan dari 30 menjadi 39 saat fase intervensi. Peningkatan tersebut menandakan
adanya pengaruh dari intervensi yang diberikan yaitu kegiatan melukis dengan jari.

Kata kunci : anak ADHD, konsentrasi, kegiatan melukis dengan jari

¹ Penulis Penanggung Jawab I


² Penulis Penanggung Jawab II
2

PENDAHULUAN

ADHD adalah istilah populer, kependekan dari attention deficit


hyperactivity disorder, (attention = perhatian, deficit = berkurang, hyperactivity =
hiperaktif, disorder = gangguan). Dalam bahasa Indonesia, ADHD berarti
gangguan pemusatan perhatian disertai hiperaktif. Sebelumnya pernah ada istilah
ADD (Attention Deficit Disorder ) yang berarti gangguan pemusatan perhatian.
Pada saat ditambah hyperactivity/hiperaktif penulisan istilahnya menjadi beragam.
Ada yang ditulis ADHD, AD-HD, ada juga yang menulis ADD/H. Tetapi, dari
tiga jenis penulisan istilah itu, maksudnya adalah sama.

Anak ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah anak yang


memperlihatkan ciri atau gejala kurang konsentrasi, hiperaktif, dan implusif yang
dapat menyebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas kehidupannya.
Anak ADHD akan sangat kesulitan mempertahankan perhatiannya pada suatu
tugas tertentu. Kesulitan ini bukan disebabkan karena adanya rangsangan-
rangsangan luar yang mengganggu mempertahankan perhatiannya. Anak ADHD
mempunyai kesulitan untuk mendorong rangsangan-rangsangan tadi menjauh dari
kesadarannya. Misalnya saja, di sekolah, anak bukan hanya mendengarkan
gurunya, tetapi anak juga mendengar bunyi mobil di luar, bunyi langkah kaki
orang yang sedang berjalan di luar, bunyi orang yang sedang mengobrol di luar.
Anak bukan hanya melihat guru yang sedang menjelaskan, tetapi juga melihat
gambar di tembok, melihat motif batik di baju gurunya. Semua ini akan
menjadikannya energi ekstra agar dapat berkonsentrasi dan untuk tidak
memperdulikan rangsangan-rangsangan yang tidak penting tadi.

Proses pembelajaran disekolah membutuhkan konsentrasi. Oleh karena itu,


setiap anak di sekolah diharapakan dapat berkosentrasi dengan baik. Kemampuan
anak dalam berkonsentrasi akan mempengaruhi kecepatan dalam menangkap
materi yang diberikan guru. Arti kata konsentrasi dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) adalah pemusatan perhatian atau pikiran dalam suatu hal.
Menurut Zeviere, F (2007, hlm.27) memandang bahwa anak yang mengalami
gangguan konsentrasi ditandai dengan: sering sulit memusatkan perhatian secara
terus-menerus dalam suatu aktivitas, sering tampak tidak mendengarkan kalau
3

diajak bicara, sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas,
sering sulit mengatur kegiatan maupun tugas, sering mudah beralih perhatian oleh
rangsang dari luar, sering lupa dalam mengerjakan kegiatan sehari-hari.

Hasil observasi awal pada anak ADHD di SD Negeri 2 Lembang, bahwa


anak tersebut memperlihatkan hambatan dalam memusatkan perhatian
(konsentrasi) serta menunjukkan impulsifitas dan hiperaktif yang mempengaruhi
pada kemampuan menyelesaikan tugas dalam proses pembelajaran di sekolah.
Anak tidak mampu duduk dengan tenang dan perhatiaannya tidak dapat bertahan
dalam jangka waktu lima menit dalam proses pembelajaran di kelas. Perhatiannya
selalu tertuju pada benda-benda yang terdapat didalam kelas, pada pakaian yang
dikenakan guru, serta pada suara-suara yang terdapat di luar kelas. Selain
mengalami hambatan dalam memusatkan perhatian dan hiperaktif, anak juga
sangat impulsif. Ia berdiri begitu saja diatas kursinya, naik keberbagai tempat
tanpa rasa takut, dan memukul anak lain tanpa sebab.

Guru yang menangani anak ADHD tersebut menyampaikan tentang perilaku


anak di sekolah. Di sekolah anak mengalami kesulitan dalam mengikuti proses
kegiatan pembelajaran, mengalami kesulitan dalam mengerjakan serta
menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Ketika guru memberi tugas kepada
anak untuk mewarnai gambar, maka anak mewarnai sebagian gambar tersebut dan
perhatiannya beralih pada benda lain. Ketika guru sedang menjelaskan materi
pembelajaran, anak ADHD bukan hanya mendengarkan gurunya, tetapi anak juga
mendengarkan bunyi-bunyi lain yang terdapat di luar kelas. Anak bukan hanya
melihat guru yang sedang menjelaskan materi, anak juga melihat gambar yang ada
ditembok kelas. Selain mengalami hambatan dalam kegiatan pembelajaran di
kelas. Anak juga mengalami hambatan komunuikasi dan interaksi bersama teman-
temannya di sekolah. Dikarenakan impulsifitas yang dimilikinya, anak ADHD
dapat tiba-tiba memukul teman disebelahnya tanpa alasan yang jelas. Karena
sikapnya tersebut, maka anak ADHD akan dijauhi teman-temannya di sekolah.

Kondisi siswa yang demikian, membuat guru sangat susah mengatur dan
mendidiknya. Disamping karena perilaku anak yang sulit bersikap tenang, juga
karena anak ADHD sering mengganggu teman, dan mengalami kesulitan dalam
4

memahami sesuatu serta menyelesaikan tugasnnya. Untuk itulah dibutuhkan suatu


pendekatan untuk membantu anak ADHD supaya dapat memaksimalkan potensi
diri dan meningkatkan prestasinya.bentuk pendekatan tersebut yaitu dengan
adanya bimbingan konseling berupa layanan atau treatment yang sesuai dengan
kebutuhannya.

Berdasarkan berbagai hambatan yang telah di uraikan di atas maka, anak


tersebut memiliki hambatan konsentrasi atau kesulitan dalam memusatkan
perhatian. Untuk itu dalam permasalahan-permasalahan yang muncul di lapangan
dengan didukung oleh teori-teori tentang ADHD, maka penulis tertarik
mengengkat permasalahan konsentrasi anak ADHD untuk dijadikan sebagai
bahan penelitian.

Cara melatih dan meningkatkan kemampuan konsentrasi anak ADHD


adalah dengan cara memberikan kegiatan yang kreatif dan menyenangkan. Salah
satunya adalah aktivitas finger painting. Finger painting adalah suatu kegiatan
melukis menggunakan jari tangan secara langsung diatas kertas kosong. “ Melukis
dengan jari merupakan aktivitas yang baik secara khusus untuk anak-anak kecil,
karena kegiatan ini dapat dilakukan berulang-ulang. Pengulangan ini ditekankan
pada proses bukan produk”. (Mayesky, M, 2011, hlm.XV). Manfaat finger
painting bagi tumbuh kembang anak, yaitu: melatih motorik halus, melatih
konsentrasi anak, sebagai media ekspresi emosi anak dan melatih kreativitas anak.
Mayesky, M (2011, hlm.9) mengemukakan tujuan dari finger painting adalah :
mengembangkan kreativitas, perkembangan motorik kecil, koordinasi mata dan
tangan, serta mengeksplorasi bahan-bahan baru untuk melukis.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini yaitu “terdapat pengaruh aktivitas


finger painting terhadap peningkatan kemampuan konsentrasi anak ADHD di
SDN 2 Lembang”.

METODE PENELITIAN

“Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data


dengan tujuan dan kegunaan tertentu” ( Sugiyono, 2011, hlm. 3). Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Menurut Sugiyono
5

(2014, hlm. 107) “ Penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode


penelitian yang dapat digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Penelitian ini bermaksud
untuk membuktikan bahwa aktivitas finger painting (melukis dengan jari) dapat
meningkatkan konsentrasi anak ADHD (Attention Deficit Hiperavtivity Disorder)
dengan menggunakan metode eksperimen.

Penelitian eksperimen dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan


Single Subject Researh (SSR) yang bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh
dari suatu perlakuan/intervensi yang diberikan kepada individu secara berulang-
ulang dalam waktu tertentu.

Seperti yang dikemukakan oleh Sunanto, Jet al. (2006, hlm.41) bahwa
“Pada desain subjek tunggal pengukuran variabel terikat atau perilaku sasaran
(target behaviour) dilakukan berulang-ulang dalam waktu tertentu”.

Desain penelitian menggunakan pendekatan Single Subject Research (SSR).


Single Subject Research (SSR) merupakan pendekatan eksperimen yang
digunakan dengan tujuan untuk mengidentifikasi perubahan perilaku yang terjadi
pada seseorang setelah dilakukan penanganan/intervensi secara berulang-ulang.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan


desain A-B-A. Sunanto, J et al (2005, hlm. 59) mengemukakan bahwa: “Desain
A-BA merupakan salah satu pengembangan dari desain dasar A-B, desain A-B-A
ini telah menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara variabel terikat dan
variabel bebas”.
6

100
90
80
presentase (%) 70
60 A1 B A2
50
40
30
20
10
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
sesi

Grafik Desain A-B-A

Desain A-B-A memiliki tiga tahap, yaitu: baseline-1 (A1), intervensi (B),
dan juga baseline-2 (A2). Dalam penelitian ini baseline-1 (A1) adalah kondisi
awal anak dalam kemampuan konsentrasi sebelum diberikan perlakuan atau
intervensi. Pengukuran pada fase baseline-1 (A1) dilakukan sebanyak empat sesi,
dengan durasi yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Intervensi (B) yang diberikan adalah berupa aktivitas finger painting


(melukis dengan jari), selama diberikan perlakuan anak dilatih secara terus-
menerus. Kegiatan intervensi ini dilakukan sebanyak delapan sesi.

Baseline-2 (A2) merupakan pengulangan kondisi baseline sebagai evaluasi


sejauh mana intervensi yang dilakukan memberikan pengaruh terhadap anak. Pada
fase ini peneliti melakukan tes kembali seperti pada fase baseline-1 (A1)
sebanyak empat kali sesi.

Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aktivitas finger
painting (melukis dengan jari) dan yang menjadi variabel terikat adalah
kemampuan konsentrasi.

Satuan ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah durasi, yang
berguna untuk mengukur sejauh mana perkembangan kemampuan anak sebelum
dan setelah dilakukan intervensi.
7

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa tes


kinerja/perbuatan yang sesuai dengan target behavior yang ingin dicapai.
Penggunaan instrumen dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat
pencapaian dan kemampuan anak dalam berkonsentrasi atau memfokuskan
perhatian untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Tugas yang diberikan
kepada anak berupa tugas untuk mewarnai gambar.

Mewarnai gambar digunakan sebagai instrumen dalam penelitian ini


dikarenakan mewarnai adalah kegiatan yang disukai anak. Didalam kegiatan
mewarnai dibutuhkan konsentrasi atau fokus perhatian untuk dapat menyelesaikan
kegiatan tersebut.

Setelah membuat instrumen, selanjutnya adalah melakukan uji validitas


instrumen. Uji validitas dilakukan dengan menyusun soal tes yang akan diberikan
kepada anak, dengan cara memecahkan variabel menjadi sub-variabel dan
indikator setelah itu dituangkan dalam butir soal kemudian diminta penilaian
(judgement). Penilaian (judgement) dilakukan kepada tiga orang ahli, yang terdiri
dari dua orang guru SDN 2 Lembang, dan seorang dosen Pkh UPI.

Setelah instrumen dinyatakan valid oleh para penguji, selanjutnya adalah


melakukan penelitian. Berikut adalah penjelasan prosedur penelitian, sebagai
berikut:

1. Baseline – 1 (A-1)
Pada fase ini, pengukuran dilakukan sebanyak empat sesi, dimana setiap
sesi dilakukan pada hari yang berbeda, adalah sebagai berikut :
a. Pertama, mengkondisikan siswa dalam kondisi dan situasi yang
memungkinkan untuk dilakukan tes. Agar siswa lebih berkonsentrasi
dan dalam keadaan yang nyaman
b. Kedua, melakukan tes kinerja/perbuatan dengan memberikan instrumen
berupa tugas mewarnai gambar.
c. Mengamati siswa saat melakukan tes mewarnai gambar.
d. Setelah tes dilakukan, selanjutnya peneliti memasukkan data yang
diperoleh kedalam format pencatatan data.
8

2. Intervensi (B)
Pada tahap intervensi ini, dilakukan melalui aktivitas finger painting
(melukis dengan jari). Dalam melakukan intervensi, fase yang dilakukan sebanyak
delapan sesi. Adapun langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Peneliti mengkondisikan anak, agar anak siapmenerima materi
intervensi dari peneliti. Setelah anak dirasa siap, peneliti memberikan
langkah-langkah dalam melukis dengan jari.
b. Peneliti memberikan arahan kepada anak dalam melakukan kegiatan
melukis dengan jari. Kemudian peneliti menyiapkan alat dan bahan
yang akan digunakan untuk melukis dengan jari.
c. Anak melakukan kegiatan melukis dengan jari sesuai arahan dari
peneliti.
d. Setelah selesai melaksanakan intervensi, kemudian anak diberikan tes
berupa mewarnai gambar.
3. Baseline – 2 (A2)
Peneliti memberikan tes kinerja/perbuatan kembali kepada subjek, yaitu
berupa tes mewarnai gambar. Pada tahap ini dilakukan sebanyak empat sesi sama
seperti pada sesi baseline – 1. Dengan menggunakan format tes melalui prosedur
yang sama, diharapkan dapat ditarik kesimpulan dari hasil keseluruhan penelitian
yang telah dilakukan.

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu


menggunakan tes. Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah memberikan
kinerja pada anak yang berhubungan dengan kemampuan konsentrasi anak
ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Disorder). Satuan ukur yang digunakan
dalam penelitian ini adalah durasi, yang berguna untuk mengukur sejauh mana
perkembangan kemampuan anak sebelum dan setelah dilakukan intervensi.

Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis dengan perhitungan


tertentu, perhitungan ini didalamnya dilakukan dengan cara menganalisis data
dalam kondisi dan antar kondisi. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam
menganalisis data tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menskor hasil pengukuran kondisi baseline – 1 (A-1) pada setiap sesi.


9

b. Menskor hasil pengukuran kondisi intervensi (B) pada setiap sesi.


c. Menskor hasil pengukuran kondisi baseline – 2 (A-2) pada setiap sesi.
d. Menjumlahkan tabel penilaian untuk skor yang telah diperoleh pada
baseline – 1 (A-1), intervensi (B), baseline -2 (A-2) dari setiap sesi.
e. Menjumlahkan skor pada kondisi baseline – 1 (A-1), intervensi (B),
baseline -2 (A-2) dari setiap sesi.
f. Membandingkan hasil skor pada kondisi baseline – 1 (A-1), intervensi
(B), baseline -2 (A-2) .
g. Membuat analisis dalam bentuk grafik garis, sehingga dapat terlihat
secara langsung perubahan pada fase tersebut.
h. Grafik yang digunakan untuk mengolah data adalah grafik desain A – B
– A.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Hasil Baseline – 1 (A-1)


Dalam penelitian ini baseline-1 (A-1) adalah kondisi awal anak dalam
kemampuan konsentrasi sebelum diberikan perlakuan atau intervensi. Pengukuran
pada fase baseline-1 (A-1) dilakukan sebanyak empat sesi. Pengukuran yang
diberikan berupa tes perbuatan yaitu mewarnai gambar, satu gambar pada setiap
sesi. Hasil baseline – 1 (A-1) dapat dilihat pada tabel dan grafik berikut ini :

Tabel 4.1
Data kemampuan konsentrasi fase baseline – 1 (A-1)

Sesi Waktu Durasi


Mulai Selesai (Detik)
1 12.14.00 12.14.22 28
2 12.16.10 12.16.34 29
3 12.10.00 12.10.28 31
4 12.15.00 12.15.31 32
10

Grafik 4.1
Kondisi kemampuan konsentrasi fase baseline – 1 (A1)

33

32

31

30
Durasi
29
(detik)
28

27

26
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4

Dari tabel 4.1 dan grafik 4.1 di atas, maka dapat diperoleh informasi hasil
pengamatan penelitian terhadap kemampuan konsentrasi pada subjek AYS yang
dilakukan sebanyak empat sesi. Pada fase ini, kemampuan konsentrasi subjek
paling lama adalah 32 detik yaitu pada sesi ke-4.

2. Hasil Intervensi (B)


Setelah melakukan pengukuran fase baseline-1 (A1) maka langkah
selanjutnya adalah mengukur fase intervensi (B) atau fase pemberian perlakuan
terhadap target behavior yaitu kemampuan konsentrasi. Pada fase ini, intervensi
yang diberikan sebanyak delapan sesi. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel
dan grafik berikut ini:
Tabel 4.2
Data kemampuan konsentrasi fase intervensi (B)
Sesi Waktu Durasi
Mulai Selesai (Detik)
1 12.40.00 12.40.30 33
2 12.42.00 12.42.33 33
3 12.45.00 12.45.35 35
4 12.42.00 12.42.36 36
5 15.33.00 15.33.40 40
11

6 15.35.00 15.35.42 42
7 15.35.00 15.35.45 45
8 15.36.00 15.36.49 48

Grafik 4.2
Kondisi kemampuan konsentrasi fase intervensi (B)

60

50

40

Durasi 30
(detik)
20

10

0
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4 sesi 5 sesi 6 sesi 7 sesi 8

Dari tabel 4.2 dan grafik 4.2 di atas, maka dapat diperoleh informasi hasil
pengamatan penelitian terhadap kemampuan konsentrasi pada subjek AYS yang
dilakukan sebanyak delapan sesi. Pada fase ini, kemampuan konsentrasi subjek
paling lama adalah 48 detik yaitu pada sesi ke-8.

3. Hasil Baseline - 2 (A-2)


Pada fase ini pengukuran dilakukan sama seperti pada fase baseline – 1 (A-
1) yaitu sebanyak empat sesi. Kemampuan konsentrasi subjek pada fase ini dapat
dilihat pada tabel dan grafik berikut ini:
Tabel 4.3
Data kemampuan konsentrasi fase baseline – 2 (A-2)
Sesi Waktu Durasi
Mulai Selesai (Detik)
1 12.10.00 12.10.48 49
2 12.20.10 12.20.51 51
3 12.10.00 12.10.55 55
4 12.15.00 12.15.59 59
12

Grafik 4.3
Kondisi kemampuan konsentrasi fase baseline – 2 (A-2)

70

60

50

40
Durasi
30
(detik)
20

10

0
sesi 1 sesi 2 sesi 3 sesi 4

Dari tabel 4.3 dan grafik 4.3 di atas, maka dapat diperoleh informasi hasil
pengamatan penelitian terhadap kemampuan konsentrasi pada subjek AYS yang
dilakukan sebanyak empat sesi. Pada fase ini, kemampuan konsentrasi subjek
paling lama adalah 59 detik yaitu pada sesi ke-4.

Analisis data merupakan tahap akhir sebelum penarikan kesimpulan.


Analisis data dalam modifikasi perilaku dilakukan untuk mengetahui efek atau
pengaruh intervensi terhadap perilaku sasaran yang dirubah yaitu kemampuan
konsentrasi. Komponen-komponen yang dianalisis pada penelitian dengan subjek
tunggal yaitu analisis dalam kondisi dan antar kondisi.
Komponen analisis dalam kondisi meliputi: panjang kondisi, kecenderungan
arah, kecenderungan stabilitas, jejak data, level stabilitas, dan perubahan level.
Berikut ini adalah tabel yang merangkum hasil analisis visual dalam kondisi pada
kemampuan konsentrasi subjek AYS.

Tabel 4.10 Rangkuman hasil analisis visual dalam kondisi subjek AYS

Kondisi Baseline – 1 (A-1) Intervensi (B) Baseline – 2 (A-2)


Panjang kondisi 4 8 4
Estimasi
Kecenderungan
(+) (+) (+)
13

arah
Kecenderungan Stabil Stabil Stabil
stabilitas (100%) (100%) (100%)

Jejak data

(+) (+) (+)

Level stabilitas Stabil Stabil Stabil


dan rentang 28 detik – 32 detik 33 detik – 48 detik 49 detik – 59 detik

Perubahan level 32 – 28 48 - 33 59 - 49
(+4) (+15) (+10)

Penjelasan kondisi atau banyaknya sesi yang dilakukan pada kondisi


kemampuan konsentrasi adalah sebagai berikut :

1) Panjang kondisi atau banyaknya sesi yang dilakukan pada kondisi


baseline –1 (A-1) dilakukan sebanyak empat sesi, intervensi (B)
sebanyak delapan sesi, dan ibaseline – 2 (A-2) dilakukan sebanyak
empat sesi.
2) Garis kecenderungan arah pada kondisi baseline – 1 (A-1), intervensi
(B), dan baseline – 2 (A-2) arahnya dalah naik yang menunjukkan
kemampuan konsentrasi subjek AYS meningkat.
3) Hasil perhitungan stabilitas fase baseline – 1 (A-1) yaitu 100%,
intervensi (B) yaitu 100%, dan baseline – 2 (A-2) 100% yang berarti
data yang diperoleh meningkat secara stabil.
4) Garis kecenderungan jejak data pada kondisi baseline – 1 (A-1),
intervensi (B), dan baseline – 2 (A-2) arahnya dalah naik yang
menunjukkan kemampuan konsentrasi subjek AYS meningkat.
5) Data pada kondisi baseline – 1 (A-1) cenderung meningkat secara stabil
dengan rentang 28 – 32, pada kondisi intervensi (B) meningkat dengan
14

rentang 33 – 48, dan pada kondisi baseline – 2 (A-2) meningkat dengan


rentang 49 – 59.
6) Perubahan level pada fase baseline – 1 (A-1), fase intervensi (B), dan
fase baseline – 2 (A-2) menunjukkan makna menaik, hal ini sesuai
dengan tujuan intervensi.

Komponen analisis antar kondisi antara lain meliputi : jumlah variabel yang
diubah, perubahan kecenderungan arah dan efeknya, perubahan kecenderungan
stabilitas, perubahan level, dan presentase overlap. Berikut adalah penjelasan
analisis antar kondisi. Untuk memperjelas analisis visual antar kondisi dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, maka seluruh analisis tersebut dirangkum dalam
sebuah tabel sebagai berikut :

Tabel 4.16

Rangkuman hasil analisis visual antar kondisi

Perubahan kondisi 𝐁 𝐀−𝟐


𝐀−𝟏 𝐁
Jumlah variabel yang 1 1
diubah
Perubahan
kecenderungan arah dan
(-) (+) (+) (+)
efeknya
Perubahan Stabil Stabil
kecenderungan stabilitas Ke Ke
Stabil Stabil
Perubahan level 33 – 32 49 – 48
(+1) (+1)
Presentase overlap 0 : 8 x 100% 2 : 4 x 100%
0% 50 %

Penjelasan tabel rangkuman hasil analisis antar kondisi kemampuan


konsentrasi adalah sebagai berikut :
15

1) Jumlah variabel yang akan diubah adalah satu, yaitu kondisi baseline –
1 (A-1) ke intervensi (B).
2) Perubahan kecenderungan arah antar kondisi baseline – 1 (A-1) ke
intervensi (B) adalah menurun ke meningkat setelah diberikan
intervensi. Hal ini berarti kemampuan konsentrasi subjek AYS
meningkat setelah diberikan intervensi berupa kativitas finger painting
(melukis dengan jari). Pada kondisi intervensi (B) ke baseline -2 (A-2)
yaitu meningkat ke meningkat, artinya kondisi konsentrasi subjek AYS
meningkat.
3) Perubahan kecenderungan stabilitas antara baseline – 1 (A-1) ke
intervensi (B) dan intervensi (B) ke baseline – 2 (A-2) adalah stabil ke
stabil.
4) Kemampuan konsentrasi subjek AYS pada kondisi baseline – 1 (A-1)
ke intervensi (B) mengalami peningkatan sebanyak 1 detik. Pada sesi
intervensi (B) ke baseline – 2 (A-2) mengalami peningkatan sebanyak 1
detik.
5) Data yang tumpang tindih pada baseline – 1 (A-1) ke intervensi (B)
yaitu 0%, dan data yang tumpang tindih pada intervensi (B) ke baseline
– 2 (A-2) yaitu 50%. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian intervensi
berupa aktivitas finger painting (melukis dengan jari) berpengaruh
terhadap target behavior, dengan kata lain aktivitas finger painting
dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi subjek AYS.

Mean level pada masing-masimh fase yaitu baseline – 1 (A-1), intervensi


(B), dan baseline – 2 (A-2) digambarkan dalam grafik berikut :

Grafik 4.11 Mean level subjek AYS

60

40

20

0
A-1 B A-2
16

Adanya peningkatan pada mean level kemampuan konsentrasi dengan


diberikan aktivitas finger painting (melukis dengan jari) pada subjek AYS. Hal ini
terlihat dari mean level pada fase baseline – 1 (A-1) adalah 30, fase intervensi (B)
meningkat menjadi 39, begitupun pada fase baseline – 2 (A-2) meningkat menjadi
43,5. Baseline – 2 merupakan fase evaluasi, dimana fase ini menjadi suatu
jawaban apakah terjadi peningkatan pada kemampuan konsentrasi setelah
diberikan intervensi.Berdasarkan hasil yang diperoleh subjek AYS yang telah
dijabarkan di atas, terdapat pengaruh dari aktivitas finger painting (melukis
dengan jari).

Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan, hasil penelitian ini


menunjukkan bahwa aktivitas finger painting (melukis dengan jari) dapat
digunakan untuk melatih meningkatkan kemampuan konsentrasi anak ADHD
(Attention Deficit Hiperactivity Disorder) sebagai subjeknya. Dengan begitu,
penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh aktivitas finger painting
(melukis dengan jari) terhadap peningkatan kemampuan konsentrasi anak ADHD
(Attention Deficit Hiperactivity Disorder).

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT.


Rineka Cipta.

Mayesky, M. (2011). Aktivitas-Aktivitas Seni Kreatif Melukis. Jakarta: PT. Indeks.

Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R & D. Bandung : CV. Alfabeta.

Sunanto, J dkk. (2006). Penelitian Dengan Subjek Tunggal. Bandung : UPI Press.
17

You might also like