You are on page 1of 80

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa

atau kematangan. Pada masa ini terdapat banyak sekali perubahan baik

dari segi fisik,psikis,sosial maupu moral dari remaja. Menurut Monks

(Khairunnisa, 2013) membagi remaja menjadi tiga kelompok usia, yaitu:

(a) remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai 15 tahun; (b) remaja

pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18 tahun; (c) remaja akhir,

berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Penelitian ini berfokus pada remaja

yang berusia 16 samapai 18 tahun yang masuk dalam kategori remaja

tengah dengan berkembangnya kemampuan berfikir dan mampu

mengarahkan diri sendiri.

Individu yang berada pada usia remaja tidak menginginkan untuk

dianggap seperti anak kecil melainkan ingin dianggap lebih atau sama

seperti orang dewasa. Sehingga individu yang berada pada masa ini

memiliki ciri-ciri masa mencari identitas atau jati diri (Suhartanti, 2015).

Pada masa remaja, individu diharapkan mampu memenuhi tugas

tugas pengembangan, seperti mencapai kemandirian,bertanggung

jawab,mampu membina hubungan baik dengan orang lain,sera

mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan dewasa (Asrori, 2011).

Selain itu,pada masa remaja, individu lebih banyak menghabiskan

waktunya dalam kehidupan sosial diluar rumah,seperti bergaul dengan

1
2

teman sebaya, bersosialisasi dilingkungan sekolah ataupun mansyarakat.

Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan

karena ketidak sesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang dan

belum diimbangi oleh perkembangan psikis dan sosial. Upaya- upaya

untuk menemukan jati diri tersebut, tidak semua dapat berjalan sesuai

dengan harapan masyarakat (Komasari, 2000)

Untuk itu,setiap individu harus memiliki kemampuan dalam dirinya

baik yang bersifat fisik,maupun yang bersifat psikis. Kemampuan yang

bersifat psikis salah satu yang harus dimiliki remaja yaitu kemampuan

untuk mengontrol dirinya (selfcontrol) dalam segala aspek kehidupan.

Seseorang yang memiliki pengendalian diri yang baik, ia dapat

mengarahkan serta memperkirakan akibat dari perilaku yang di perbuatnya.

Pengendalian diri tersebut didefenisikan sebagai pengaturan proses

fisik,psikis dari perilaku seseorang,dengan kata lain serangkaian proses

yang membentuk dirinya sendiri. Self control merupakan suatu

kemampuan individu untuk menahan keinginan atau dorongan sesaat yang

bertentangan dengan tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial

(Gunarsa, 2009). Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu

mengarahkan dan mengatur perilaku (Herlina dan Sofia, 2004). Tangney,

Baumeister, dan Boone (Ursia, Siaputra, & Sutanto, 2013) menyarankan

bahwa self-control memiliki kapasitas besar dalam memberikan perubahan

positif pada kehidupan seseorang.


3

Namun dalam kenyatannya masih banyak remaja yang memiliki

kontrol diri lemah sehingga berprilaku menyimpang dan dapat

menghambat tugas perkembangannya, seperti malas belajar, membolos,

tawuran, pergaulan bebas, kurang mentaati peraturan,serta kurang

menghargai orang lain. Maka dalam hal ini peran guru Bk (konselor

sekolah) sangat penting dalam membantu meningkatkan selfcontrol remaja

dan mengentaskan hambatan atau permasalahan dalam masa

perkembangannya,serta menjadikan remaja sadar akan sikap atau tingkah

laku yang kurang baik. Untuk meningkatkan self control remaja serta

mengentaskan permasalahannya diperlukan dukungan semua pihak,

khususnya remaja tersebut.

Baumeister, Vohs dan Tice (Yusainy & Fitriani, 2015) mengatakan

bahwa kontrol diri dilakukan secara sengaja, sadar, dan merupakan bagian

dari usaha untuk mencapai keinginan diri. Dari sini, disimpulkan bahwa

self control training dapat mempengaruhi kecemasan sosial, terlepas dari

arah korelasinya. Upaya konselor dalam hal ini yaitu bisa diterapkan

dengan upaya pemberian layangan konseling kelompok. Layanan

konseling kelompok itu sendiri menurut prayitno (2004) adalah

“membahas masalah pribadi yang di alami oleh masing masing anggota

kelompok,masalah pribadi itu dibahas melalui suasana dinamika

kelompokyang intens dan konstruktif diikuti oleh semua anggota dibawah

bimbingan pemimpin kelompok. Selain terpecahnya masalah,anggota


4

kelompok dapat mengembangkan perasaan,pikiran,persepsi,wawasan dan

sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi.

Dapat disimpulkan bahwa dengan konseling kelompok, akan tercipta

dinamika kelompok sehingga dapat mengembang perasaan,pikiran,

wawasan, dan sikap yang terarah. Selanjutnya denagn konseling kelompok

tersebut diharapkan dapat mengubah sikap kearah positif dan

meningkatkan self control pada remaja. Dengan kemampuan pengendalian

diri (self control) yang baik pada remaja diharapkan bisa mengendalikan

dan menahan diri dari tingkah laku negatif serta dengan adanya

pengendalian diri yang baik,tugas perkembangan pada remaja dapat

terpenuhi.

Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai

suatu intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek

psikologis yang negatif dari stressor-stressor lingkungan. Dalam

pembahasan berikut, akan diuraikan secara lebih detail mengenai kontrol

diri sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini (Gunarsa, 2004)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka

penulis merumuskan upaya guru BK dalam meningkatkan self control

siswa adalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud degan self control ?

2. Faktor apa yang mempengaruhi self control pada remaja?

3. Strategi apa yang bisa digunakan untuk meningkatkan self control?


5

C. Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah,maka tujuan dari

penulisan makalah ini adalah:

1. Mendeskripsikan apa itu self control

2. Mendeskripsikan faktor yang mempengaruhi self control pada

remaja

3. Mendeskripsikan strategi yang bisa digunakan untuk meningkatkan

self control
6

BAB II

HAKIKAT SELF CONTROL (KONTROL DIRI)

A. Pengertian Self Control

Self control bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan

didapat melalui proses pembelajaran. Ketika seseorang mulai mempelajari

pengendalian diri, maka akan diawali dengan mengontrol tubuhnya sendiri,

seperti mengontrol gerakan badan, mengontrol koordinasi tangan serta

kaki. Kemampuan mengontrol diri pada masa awal kehidupan, membentuk

pengalaman awal dari self control dan reward yang diberikan membentuk

motivasi untuk meningkatkan self control. Seiring dengan semakin

berkembangnya pertumbuhan manusia, maka akan semakin banyak proses

kontrol yang dipelajari (Darmawan, 2016).

Kontrol diri terbentuk sejak masa kanak-kanak antara 2-3 tahun,

yakni ketika anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak-anak

yang lain dan berusaha mengadakan kontak sosial. Selain itu, Hurlock

mengatakan bahwa perkembangan kemampuan kontrol diri seseorang

dipengaruhi oleh faktor perkembangan fisiologis, pengenalan dan minat

sosial, serta kematangan dan faktor belajar lingkungan (Ursia, Siaputra, &

Sutanto, 2013a). Kontrol diri akan muncul pada tahun ketiga ketika anak

sudah mulai menolak segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan

menyatakan keinginannya untuk melakukan sendiri (Shinta Rizki M,

2013)

6
7

Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik

kemampuan mengontrol diri seseorang. Dengan demikian faktor ini sangat

membantu individu untuk memantau dan mencatat perilakunya sendiri

dengan pola hidup dan berfikir yang lebih baik lagi. Hal ini berkaitan

dengan faktor kognitif kemasakan kognitif yang terjadi selama masa pra

sekolah dan masa kanak-kanak secara bertahap dapat meningkatkan

kapasitas individu untuk membuat pertimbangan sosial dan mengontrol

periaku individu tersebut. Dengan demikian ketika beranjak dewasa

inidividu yang telah memasuki perguruan tinggi akan mempunyai

kemampuan berfikir yang lebih kompleks dan kemampuan intelektual

yang lebih besar (Darmawan, 2016)

Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk

menyusun, membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku

yang dapat membawa ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga

merupakan salah satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan

individu selama proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam

menghadapi kondisi yang terdapat di lingkungan yang berada disekitarnya.

Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu

intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek

psikologis yang negatif dari stressor-stressor lingkungan (Fallis, 2013)

Individu dengan kontrol diri yang rendah melakukan resiko dan

melanggar aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya. Salah

satunya adalah remaja yang melakukan agresivitas (Tarigan, 2016). Self


8

control yang baik erat kaitannya dengan secure attachment, penyesuaian

diri yang baik dan keadaan positif yang lain sedangkan self control negatif

seringkali berhubungan dengan peningkatan dan keluhan gejala

psikopatologis, peningkatan terhadap gangguan penyalahgunaan obat-

obatan, makanan, alkohol dan sebagainya (Sleman, 2010).

Kontrol diri (self control) tidak terlepas dari kesadaran diri yang

tinggi atas sikap yang dimiliki individu. Kontrol diri individu itu

ditentukan oleh berapa besar dan sejauh mana individu tersebut berusaha

mempertinggi kontrol dirinya. Tingkah laku kontrol diri, menunjukkan

pada kemampuan individu untuk mengarahkan tingkah lakunya sendiri dan

mampu membedakan mana yang baik dan yang tidak baik dalam bertindak

(Mulyasa, 2008).

Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam membaca

situasi dari dan lingkungannya. Selain itu, juga kemampuan untuk

mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan

kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan

untuk mengendalikan perilaku, kecendrungan menarik perhatian,

keinginan mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan

orang lain, selalu konfom dengan orang lain, dan menutupi perasaannya

(Gunarsa, 2004)

Self control (kontrol diri) dikatakan sebagai kemampuan manusia

untuk menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas.

Kontrol diri berkaitan erat pula dengan keterampilan emosional. Self


9

control (kontrol diri) kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri

kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah

laku impulsive (Sinaga, 2018). Menurut Zulkarnain Self control

merupakan salah satu fungsi pusat yang berada dalam diri individu. Self

control dapat dikembangkan dan digunakan individu untuk mencapai

kesuksesan dalam proses kehidupan. Pengaruh self control terhadap

timbulnya tingkah laku dianggap cukup besar, karena salah satu hasil

proses pengontrolan diri seseorang adalah tingkah laku yang tampak

(Ardilasari, 2016).

Kontrol diri menyebabkan individu mampu menahan diri dari hawa

nafsu sehingga dapat berperilaku benar berdasarkan hati dan pikiran.

Kontrol diri menyadarkan individu terhadap konsekuensi berbahaya atas

tindakan yang dilakukan sehingga dapat mengontrol emosinya (Muna &

Astuti, 2012). Menurut Averill, kemampuan kontrol diri mencakup:

mengontrol perilaku yang meliputi kemampuan mengatur pelaksanaan dan

kemampuan mengatur stimulus, mengontrol kognitif yang meliputi

kemampuan untuk memperoleh informasi dan kemampuan melakukan

penilaian, mengontrol keputusan (Aini & Mahardayani, 2011).

Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu yang ada di

lingkungan sekitar. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan

mengelola faktor- faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk

menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk

mengendalikan perilaku, kecendrungan menarik perhatian, keinginan


10

mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain,

selalu konfom dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (M. Nur

Ghufron &Rini Risnawita. S, 2010)

Self control dikatakan sebagai kemampuan manusia untuk

menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas (Aini &

Mahardayani, 2011). Sementara itu Goleman, memaknai kontrol diri

sebagai kemampuan untuk menyesuaikan diri mengendalikan tindakan

dengan pola yang sesuai dengan usia, suatu kendali batiniah. Begitupun

dengan pendapat Bandura dan Mischel, sebagaimana dikutip Carlson, yang

mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam

merespon suatu situasi. Demikian pula dengan Piaqet yang mengartikan

tingkah laku yang dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan yang

jelas tetapi dibatasi oleh situasi yang khusus sebagai kontrol diri. (M. Nur

Ghufron &Rini Risnawita. S, 2010).

kontrol diri merupakan tindakan diri dalam mengontrol variabel-

variabel luar yang menentukan tingkah laku. Dan tingkah laku dapat

dikontrol melalui berbagai cara yaitu menghindar, penjenuhan, stimuli

yang tidak disukai, dan memperkuat diri. Hal ini artinya kontrol diri

merupakan salah satu faktor dari dalam diri manusia yang mengontrol

faktor- faktor dari luar yang akan mempengaruhi tingkah laku manusia itu

sendiri (Erdina Indrawati, 2019)

Self-control merupakan fungsi utama dari diri dan kunci penting

untuk kesuksesan dalam hidup (Risnawati, 2011). Rodin mengatakan


11

bahwa kontrol diri merupakan kemampuan seseorang untuk membuat

keputusan dan mengambil langkah-langkah yang efektif untuk

mendapatkan hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang tidak

diinginkan (Priambondho, 2015). Selain itu kontrol diri juga

menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif

untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil

dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. Program Meditasi Indonesia

(2009) mengatakan, bahwa kontrol diri merupakan salah satu aspek

psikologi yang selalu berkembang sejak kanak-kanak hingga dewasa.

Seorang anak pada umumnya masih belum mempunyai kontrol diri yang

baik, sehingga apa saja yang diinginkan, apa saja yang dipikirkan, dan apa

saja yang di dalam hati, semuanya diekspresikan keluar secara spontan

(Rachdianti, 2011)

Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan

dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari

dalam dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil

tindakan yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan

harapan sosial (Priambondho, 2015).

Self control merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki

oleh siswa, karena dengan self control yang baik perilaku siswa akan lebih

terarah ke arah yang positif, akan tetapi kemampuan ini tidak serta merta

terbentuk begitu saja, tetapi harus melalui proses-proses dalam kehidupan,

termasuk dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitarnya.


12

Jika seorang guru mampu menanamkan self control yang baik kepada

siswanya tentu akan mempermudah guru dalam pelaksanaan proses belajar

mengajar, selain itu siswa akan lebih menghargai diri sendiri dan orang

lain (Al-Mighwar, 2006).

Steel mengusulkan kurangnya kendali diri (lack of self-control)

sebagai salah satu konstruksi yang mewakili dan/atau mencerminkan

tingginya sensitivity to delay. Sensitiviy to delay diartikan sebagai besarnya

kepedulian yang diberikan atau hingga taraf tertentu bahkan dapat juga

disebut ketergantungan terhadap waktu tunda penerimaan imbalan (Ursia

et al., 2013a)

Thompson mengatakan bahwa seseorang merasa memiliki kontrol

diri ketika mereka mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat

dipengaruhi lewat tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika mereka

memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol lewat tindakan pribadi,

dan ketika mereka yakin bahwa mereka memiliki kemampuan agar supaya

berperilaku dengan sukses. Self Control dapat diartikan sebagai suatu

aktivitas pengendalian tingkah laku yang mengandung makna, yaitu untuk

melakukan pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu sebelum

memutuskan sesuatu untuk bertindak. Semakin tinggi kontrol diri

seseorang, maka akan semakin intens pula orang tersebut mengadakan

pengendalian terhadap tingkah laku. Di dalam dunia pendidkan jelas

bahwa semakin tinggi control diri siswa maka semakin baik pula cara atau
13

kemampuan belajarnya dimana akan melahirkan prestasi prestasi yang

diharapkan (Darmawan, 2016)

Kemampuan pengendalian diri pada remaja berkembang seiring

dengan kematangan emosi yang dimiliki oleh remaja. Remaja dikatakan

matang emosinya ketika remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan

orang lain, melainkan menunggu pada saat dan tempat yang lebih tepat

untuk mengungkapkan emosi dengan cara-cara yang dapat diterima

(Mulyani, 2016)

Untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai

berikut (Al-Mighwar, 2006):

1. Kemampuan mengontrol perilaku

2. Kemampuan mengontrol stimulus

3. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian

4. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian

5. Kemampuan mengambil keputusan

Tangney menyatakan bahwa “Central to our concept of self control

is the ability to override or change one’s inner responses, as well as to

interrupt undesired behavioral tendencies and refrain from acting on

them”. Pusat dari konsep pengendalian diri adalah kemampuan untuk

mengesampingkan atau mengubah tanggapan batin, serta untuk menekan

kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri dari

tindakan menyimpang (Mulyani, 2016)


14

Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan

membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk

mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan

kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan

untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian,

keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai bagi orang lain,

menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, menutup

perasaannya (Fallis, 2013).

Salah satu perkembangan remaja yaitu memperkuat self control

(kemampuan mengendalikan diri). Remaja yang memiliki kontrol diri,

akan memungkinkan dapat mengendalikan perilaku-perilaku yang

melanggar hukum, aturan dan norma- norma yang ada di masyarakat

(Erdina Indrawati, 2019). Kesulitan dan gangguan perilaku seperti

kebiasaan merokok berlebihan, meminum minuman keras, dan berkelahi

atau tawuran banyak bersumber dari rendahnya kontrol diri, sebagaimana

Messina dan Messina menyatakan self-destructive bersumber dari self

control yang rendah (Mulyani, 2016)

Kontrol diri menurut Wallstons (Adeonalia, 2002) adalah

keyakinan individu bahwa tindakannya akan mempengaruhi perilakunya

dan individu sendiri yang dapat mengontrol perilaku tersebut. Individu

dengan kontrol diri yang tinggi akan melihat dirinya mampu mengontrol

segala hal yang menyangkut perilakunya, begitu juga sebaliknya apabila


15

kontrol dirinya rendah, maka individu tersebut tidak mampu untuk

mengontrol segala hal yang menyangkut dengan perilakunya.

Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang akan berusaha

menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi dirinya, yaitu

perilaku yang dapat menyelamatkan interaksi-interaksi dari akibat negatif

yang disebabkan karena respon yang dilakukannya. Kontrol diri

diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya

yang terbatas dan mengatasi berbagai hal merugikan yang mungkin terjadi

yang berasal dari luar (Adeonalia, 2002)

Pendidikan agama Islam adalah salah satu wadah untuk

meningkatkan self control siswa, pendidikan agama Islam hendaknya

dapat mewarnai kepribadian anak, sehingga agama Islam itu benar-benar

menjadi bagian dari pribadinya yang akan menjadi pengendali (controling)

dalam hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu,

maka pendidikan agama hendaknya diberikan oleh guru yang benar-benar

tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara

berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam

keseluruhan pribadinya (Al-Mighwar, 2006).

Self control sangat diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam

pelanggaran norma keluarga, sekolah dan masyarakat. Santrock (Mulyani,

2016) menyebut beberapa perilaku yang melanggar norma yang

memerlukan self control kuat meliputi dua jenis pelanggaran, yaitu tipe
16

tindakan pelanggaran ringan (status-offenses) dan pelanggaran berat

(index-offenses)

Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan

reaktif dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit).

Sedangkan orang yang tinggi kemampuan mengendalikan diri akan

cenderung proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif).

(Darmawan, 2016)

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

control diri adalah kemampuan seseorang untuk menyusun, membimbing,

mengatur, dan mengarahkan langkah-langkah atau tindakannya untuk

mencapai hasil yang diinginkan.

B. Ciri-ciri Self Control

Kontrol diri mempunyai pandangan, siswa dengan masalah kontrol

diri siswa belum mampu mengendalikan perilaku, perasaan maupun

emosinya. Gottfredson dan Hiraschi (Arumsari, 2017) menyatakan bahwa

individu yang memiliki kontrol diri rendah cenderung bertindak implusif,

lebih memilih tugas sederhana dan melibatkan kemampuan fisik, egois,

senang mengambil resiko, dan mudah kehilangan kendali emosi karena

mudah frustasi.

Individu yang memiliki self control yang baik akan menunjukkan

karakteristik khusus dalam merespon segala hal yang menghampirinya.

Logue (Mulyani, 2016) menyebutkan gambaran individu yang

menggunakan self control yakni:


17

1. Tetap bertahan mengerjakan tugas walaupun terdapat hambatan

atau gangguan. Individu akan tekun terhadap tugas yang

dikerjakannya walaupun ia merasa kesulitan karena adanya

hambatan baik dari dalam maupun dari luar dirinya.

2. Dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan norma yang berlaku

dimana ia berada. Kecenderungan individu dalam menaati aturan

dan norma yang berlaku mencerminkan kemampuannya dalam

mengendalikan diri meskipun sebenarnya individu ingin melanggar

aturan dan norma tersebut.

3. Tidak menunjukkan perilaku yang dipengaruhi kemarahan (mampu

mengendalikan emosi negatif). Kemampuan merespon stimulus

dengan emosi positif membantu individu untuk terbiasa

mengendalikan dirinya dalam berperilaku sesuai harapan

lingkungan.

4. Toleransi terhadap stimulus yang tidak diharapkan untuk

memperoleh manfaat atau keuntungan yang besar.

Menurut Calhoun dan Acocela (Fajarani, 2017) seseorang yang

memiliki kontrol diri memiliki kemampuan dalam mengendalikan dirinya

dan dapat mempertimbangkan keinginan-keinginan yang hendak dilakukan.

Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri antara lain:

1. Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan

kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara


18

mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi

dan ledakan emosi.

2. Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur

perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau

lebih diterima oleh masyarakat.

3. Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi

keadaan melalui pertimbangan secara objektif.

4. Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian

dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-

segi positif secara subjektif

5. Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini.

Sedangkan menurut (SINAGA, 2018) Ciri-ciri seseorang

mempunyai kontrol diri antara lain:

1. Kemampuan untuk mengontrol perilaku yang ditandai dengan

kemampuan menghadapi situasi yang tidak diinginkan dengan cara

mencegah atau menjauhi situasi tersebut, mampu mengatasi frustasi

dan ledakan emosi.

2. Kemampuan menunda kepuasan dengan segera untuk mengatur

perilaku agar dapat mencapai sesuatu yang lebih berharga atau

lebih diterima oleh masyarakat

3. Kemampuan mengantisipasi peristiwa dengan mengantisipasi

keadaan melalui pertimbangan secara objektif.


19

4. Kemampuan menafsirkan peristiwa dengan melakukan penilaian

dan penafsiran suatu keadaan dengan cara memperhatikan segi-segi

positif secara subjektif

5. Kemampuan mengontrol keputusan dengan cara memilih suatu

tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.

ciri-ciri kontrol diri yaitu dapat melakukan sesuatu yang dapat

diterima oleh masyarakat, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang

dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan

masyarakat dan dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya

dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut (Gunarsa, 2004)

Berdasarkan pendapat di atas pada dasarnya memiliki banyak

kesamaan mengenai ciri-ciri pengendalian diri (self control). Dapat ditarik

kesimpulan bahwa ciri-ciri (self control) adalah individu yakin pada

kemanpuan diri, optimis, mampu mengendalikan diri, berani menerima

dan menghadapi penolakan, berpikir positif serta memiliki harapan yang

realistis.

C. Jenis-jenis Self Control

Setiap individu memiliki mekanisme self control yang berbeda-

beda. Termasuk tingkat self control yang ada pada diri laki-laki alamiah

yang dimiliki individu untuk mengatur dan mengarahkan individu dalam

berperilaku, memilih untuk berbuat kesenangan atau sebaliknya (Sleman,

2010)
20

Self control yang bekerja dalam diri individu mempunyai

kemampuan yang berbeda – beda. Ada yang dapat mengendalikan dirinya

dan ada yang tidak mengendalikan dirinya. Untuk mengetahui kemampuan

yang dimiliki individu dalam mengendalikan dirinya dapat dilihat dari

jenis- jenis self control yang dimiliki oleh individu. Individu yang dapat

mengedalikan dirinya akan dapat dilihat dari sadar atau tidak terhadap

tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-harinya. Self control yang ada

pada diri setiap orang itu memiliki jenis-jenis tertentu, jenis self control

menurut Ghufron (Fajarani, 2017) adalah berikut ini:

1. Kendali kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi,

menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka

kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan.

2. Kendali emosi merupakan kemampuan individu dalam

mengendalikan emosi dalam suatu tindakan yang dilakukan.

3. Kendali tingkah laku merupakan kesiapan tersedianya suatu respon

yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi

suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

4. Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk

memilih hasil atau suatu tindkan berdasarkan pada sesuatu yang

diyakini atau disetujuinya.

Berbeda dengan pendapat Block dan Block (Mulyani, 2016)

mengemukakan tiga jenis self control yakni:


21

6. Over control merupakan kontrol diri yang dilakukan oleh individu

secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan

diri dalam bereaksi terhadap stimulus. Individu dengan over control

cenderung kesulitan mengekspresikan dirinya dalam menghadapi

segala situasi yang ia hadapi.

7. Under control merupakan suatu kecenderungan individu untuk

melepaskan impulsivitas dengan bebas tanpa perhitungan yang

masak. Under control pada diri individu akan sangat rentan

menyebabkan dirinya lepas kendali dalam berbagai hal dan

menyebabkan kesulitan untuk mempertimbangkan pengambilan

keputusan secara bijaksana.

8. Appropriate control merupakan kontrol individu dalam upaya

mengendalikan impuls secara tepat. Appropriate control sangat

dibutuhkan individu agar mampu berhubungan secara tepat dengan

diri dan lingkungannya. Jenis kontrol diri ini akan memberikan

manfaat bagi individu karena kemampuan mengendalikan impuls

cenderung menghasilkan dampak negatif yang lebih kecil.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Control

Faktor yang mempengaruhi kontrol diri menurut Ghufron &

Risnawita (Tarigan, 2016) adalah faktor internal yaitu usia dan faktor

ekternal yaitu lingkungan keluarga. Menurut Papalia faktor-faktor yang

mempengaruhi kontrol diri adalah faktor proses perhatian dan faktor

kesadaran terhadap emosi-emosi negatif. Semakin seseorang mampu


22

menyadari emosi negatif yang muncul dalam dirinya dan semakin

seseorang mampu mengendalikan perhatiannya pada sesuatu (Attentional

process) maka ia semakin mampu menahan dorongan-dorongan dan

mengendalikan tingkah lakunya.

Individu yang memiliki kontrol diri pada situasi atau stimulus

tertentu belum tentu sama pada kondisi atau situasi yang lain. Situasi-

situasi yang tidak menentu dan lingkungan yang bervariasi menjadikan

individu belum sepenuhnya dapat mengontrol dirinya, akan tetapi pada

dasarnya kontrol diri itu secara garis besar dipengaruhi oleh faktor

eksternal dan internal (Gunarsa, 2004)

Grasmick mengembangkan (Fajarani, 2017) faktor- faktor kontrol

diri yang rendah menjadi eman faktor, diantaranya:

1. Impulsif (impulsiveness)

Impulsif adalah bertindak secara mendadak tanpa

memikirkan konsekuensi yang akan dihadapinya dimasa yang akan

datang, individu tersebut tidak memikirkan masa depannya karena

lebih cenderung peduli dengan keadaannya sekarang dibandingkan

dengan keadaannnya di masa yang akan datang

2. Tugas Sederhana (Simple Task)

Individu dengan simple task yang tinggi, ia akan lebih suka

untuk melakukan hal-hal yang mudah dan membuatnya bahagia,

tetapi ia akan menghindari hal-hal yang menurutnya sulit, karena ia

mudah menyerah.
23

3. Mencari Resiko (Risk Seeking)

Seseorang dengan kontrol diri yang rendah, mereka tidak

segan-segan untuk melakukan suatu tindakan yang beresiko hanya

untuk menguji diri sendiri, bersenang-senang, ia akan tertarik untuk

melakukan hal-hal yang akan membuatnya dalam masalah, karena

menurutnya semangat dan petualangan lebih penting dari pada

keamanan.

4. Aktifitas Fisik (Physical Activity)

Individu akan cenderung suka melakukan kegiatan yang

berhubungan dengan fisik dibandingkan dengan aktivitas mental,

lebih suka untuk melakukan sesuatu secara langsung dari pada

memikirkanya, individu tersebut juga cenderung merasa paling

kuat diantara orang yang seumuran dengannya.

5. Mementingkan Diri Sendiri (self Centerendness)

Individu cenderung tidak peduli dengan keadaan orang lain,

bahkan saat orang lain mendapatkan masalah yang telah

ditimbulkannya, karena ia beranggapan urusan yang ia lakukan

lebih penting dari pada urusan orang lain, dan ia akan berusaha

untuk mendapatkan apa yang ia inginkan walaupun ada orang lain

yang lebih membutuhkannya.

6. Pemarah (Temper)

Individu mudah marah hanya karena masalah kecil, jika

individu tersebut marah ia akan meledak-ledak, sulit untuk


24

berbicara dengan tenang bahkan ia akan cenderung menyakiti

orang lain. Pada

(Fallis, 2013) Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri

seseorang biasanya disebabkan oleh banyak faktor. Orang yang memiliki

kontrol diri pada stimulus atau situasi tertentu belum tentu sama dengan

stimulus atau situasi yang lain. Namun pada dasarnya, kontrol diri itu

secara garis besar dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor-

faktor tersebut disimpulkan dari kutipan pendapat para ahli yang

mengungkapkan banyaknya pendapat mengenai kontrol diri. Adapun

faktor -faktor internal yang mempengaruhi kontrol diri menurut Buc k,

dikatakan bahwa kontrol diri berkembang secara unik pada masing-masing

individu.

Dalam hal ini dikemukakan tiga sistem yang mempengaruhi

perkembangan kontrol diri, yaitu:

1. Hirarki dasar biologi yang telah terorganisasi dan disusun melalui

pengalaman evolusi.

2. Dikemukakan oleh Mischel dkk, bahwa kontrol diri dipengaruhi

usia seseorang. Menurutnya kemampuan kontrol diri akan

meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang.

3. Masih menurut pendapat Mischel dkk, bahwa kontrol diri

dipengaruhi oleh kontrol emosi. Kontrol emosi yang sehat dapat

diperoleh bila remaja memiliki kekuatan ego, yaitu sesuatu

kemampuan untuk menahan diri dari tindakan luapan emosi.


25

Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kontrol diri

seseorang yang bersifat internal, selain dapat dipengaruhi oleh hirarki

dasar biologi yang telah terorganisasi dan tersusun melalui pengalaman

evolusi, melainkan juga bisa disebabkan oleh kontrol emosi yang sehat

diperoleh bila seorang remaja memiliki kekuatan ego, yaitu suatu

kemampuan untuk menahan diri dan tindakan luapan emosi.

Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kontrol diri

seseorang adalah kondisi sosio-emosional lingkungannya, terutama

lingkungan keluarga dan kelompok teman sebaya. Apabila lingkungan

tersebut cukup kondusif, dalam arti kondisinya diwarnai dengan hubungan

yang harmonis, saling mempercayai, saling menghargai, dan penuh

tanggung jawab, maka remaja cenderung memiliki kontrol diri yang baik.

Hal ini dikarenakan remaja mencapai kematangan emosi oleh faktor-faktor

pendukung tersebut.

Sama dengan pendapat sebelumnya, menurut Newman, Zulkarnain

(Shinta Rizki M, 2013) sebagaimana faktor psikologis lainnya kontrol diri

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besarnya faktor-faktor yang

mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam

diri individu. Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri

adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang maka, semakin

baik kemampuan mengontrol diri seseorang itu.


26

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga

terutama orangtua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol

diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (2000) menunjukkan

bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orangtua yang

semakin demokratis cenderung diikuti tingginya kemampuan

mengontrol dirinya.

Berbeda pendapat menurut Logue (Mulyani, 2016) faktor-faktor

yang mempengaruhi perkembangan self control yakni faktor genetik dan

faktor lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi self control adalah

usia. Umumnya self control berkembang sesuai bertambahnya usia. Anak-

anak cenderung berperilaku impulsif dan lebih dapat mengendalikan diri

sesuai pertambahan usianya. Namun demikian, tidak dapat dibandingkan

secara langsung self control pada anak dan pada orang dewasa. Faktor

lingkungan yang mempengaruhi perkembangan self control terutama

dipengaruhi oleh orang tua. Orang tua menjadi pembentuk pertama self

control pada anak. Cara orang tua menegakkan disiplin, cara orang tua

merespon kegagalan anak, gaya berkomunikasi, cara orang tua

mengekspresikan kemarahan (penuh emosi atau mampu menahan diri)

merupakan awal anak belajar tentang kontrol diri. Hasil penelitian Liau-bei

Wu (2004) terhadap 1000 anak sekolah menengah menguatkan peran

orang tua dalam pembentukan self control dan pengaruh self control

terhadap berbagai perilaku buruk. Kesimpulan penelitian antara lain, gaya


27

pengasuhan orang tua mempengaruhi perilaku menyimpang, ada hubungan

antara kontrol diri dengan perilaku menyimpang pada remaja.

Menurut (SINAGA, 2018) faktor yang mempengaruhi self control

ialah :

1. Kepribadian Kepribadian mempengaruhi control diri dalam konteks

bagaimana seseorang dengan tipikal tertentu bereaksi dengan

tekanan yang dihadapinya dan berpengaruh pada hasil yang akan

diperolehnya. Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda

(unik) dan hal inilah yang akan membedakan pola reaksi terhadap

situasi yang dihadapi. Ada seseorang yang cenderung reaktif

terhadap situasi yang dihadapi, khususnya yang menekan secara

psikologis, tetapi ada juga seseorang yang lamban memberikan

reaksi.

2. Situasi. Situasi merupakan faktor yang berperan penting dalam

proses kontrol diri. Setiap orang mempunyai strategi yang berbeda

pada situasi tertentu, dimana strategi tersebut memiliki karakteristik

yang unik. Situasi yang dihadapi akan dipersepsi berbeda oleh

setiap orang, bahkan terkadang situasi yang sama dapat dipersepsi

yang berbeda pula sehingga akan mempengaruhi cara memberikan

reaksi terhadap situasi tersebut. Setiap situasi mempunyai

karakteristik tertentu yang dapat mempengaruhi pola reaksi yang

akan dilakukan oleh seseorang.


28

3. Etnis Etnis atau budaya mempengaruhi kontrol diri dalam bentuk

keyakinan atau pemikiran, dimana setiap kebudayaan tertentu

memiliki keyakinan atau nilai yang membentuk cara seseorang

berhubungan atau bereaksi dengan lingkungan. Budaya telah

mengajarkan nilai-nilai yang akan menjadi salah satu penentu

terbentuknya perilaku seseorang, sehingga seseorang yang hidup

dalam budaya yang berbeda akan menampilkan reaksi yang

berbeda dalam menghadapi situasi yang menekan, begitu pula

strategi yang digunakan.

4. Pengalaman Pengalaman akan membentuk proses pembelajaran

pada diri seseorang. Pengalaman yang diperoleh dari proses

pembelajaran lingkungan keluarga juga memegang peran penting

dalan kontrol diri seseorang, khususnya pada masa anak-anak. Pada

masa selanjutnya seseorang bereaksi dengan menggunakan pola

fikir yang lebih kompleks dan pengalaman terhadap situasi

sebelumnya untuk melakukan tindakan, sehingga pengalaman yang

positif akan mendorong seseorang untuk bertindak yang sama,

sedangkan pengalaman negatif akan dapat merubah pola reaksi

terhadap situasi tersebut.

5. Usia Bertambahnya usia pada dasarnya akan diikuti dengan

bertambahnya kematangan dalam berpikir dan bertindak. Hal ini

dikarenakan pengalaman hidup yang telah dilalui lebih banyak dan

bervariasi, sehingga akan sangat membantu dalam memberikan


29

reaksi terhadap situasi yang dihadapi. Orang yang lebih tua

cenderung memiliki control diri yang lebih baik dibanding orang

yang lebih muda

Sedangkan menurut (Al-Mighwar, 2006) Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kontrol diri, antara lain:

1. Religiusitas

Religiusitas memiliki hubungan yang positif dengan kontrol

diri, karena seseorang yang memiliki tingkat religius yang tinggi

percaya bahwa setiap tingkah laku yang mereka lakukan selalu

diawasi oleh Tuhan, sehingga mereka cenderung memiliki self

monitoring yang tinggi dan pada akhirnya memunculkan kontrol

diri dalam dirinya.

2. Kesejahteraan Psikologis

Individu dengan tingkat kesejahteraan yang tinggi merasa

memiliki kontrol atas hidup mereka dan mengatasi tekanan hidup

secara efektif dan menetapkan diri pada tujuan hidup yang

mengacu pada kontrol diri.

3. Usia

Pada awalnya kontrol diri yang ada pada anak-anak adalah

kontrol eksternal, dimana orang tua, menjadi model dalam

pembentukan kontrol diri pada anak. Cara orang tua

menegakkan disiplin, cara orang tua merespon kegagalan anak,

gaya berkomunikasi, cara orang tua mengekspresikan


30

kemarahan (penuh emosi atau mampu menahan diri)

merupakan awal anak belajar tentang kontrol diri. Seiring

dengan bertambahnya usia anak, bertambah pula komunitas

yang mempengaruhinya, serta banyak pengalaman sosial yang

dialaminya, anak belajar merespon kekecewaan, ketidak sukaan,

kegagalan, dan belajar untuk mengendalikannya, sehingga

lama-kelamaan kontrol tersebut muncul dari dalam dirinya

sendiri.

Menurut (Muharsih, 2008) ada beberapa faktor yang

mempengaruhi kemampuan mengontrol diri yaitu orientasi religius, pola

asuh orang tua, dan faktor kognitif, sebagai penjelasannya adalah sebagai

berikut :

1. Orientasi religious

Orientasi religius dapat memilahkan beberapa konsekuensi

positif termasuk variabel kepribadian seperti kecemasan, kontrol

diri, keyakinan irasional, depresi dan sifat kepribadian lain. Hasil

penelitian Mc Clain menunjukkan bahwa orientasi religius

berkorelasi positif dengan kontrol diri, disamping adanya

hubungan antara orientasi religius dan kepribadian positif. Menurut

Daradjat agama yang ditanamkan sejak kecil kepada anak-anak

akan mempengaruhi kepribadiannya, akan bertindak sebagai

pengontrol dalam menghadapi segala keinginan dan dorongan yang


31

timbul. Keyakinan terhadap agama tersebut akan mengatur sikap

dan tingkah laku secara otomatis dari dalam diri seseorang.

2. Pengaruh pola asuh orang tua

Banyak ahli mengatakan bahwa terdapat hubungan antara

orang tua terhadap kontrol diri anak. Kecuali itu Hurlock

menyatakan bahwa disiplin yang diterapkan orang tua merupakan

hal yang penting dalam kehidupan karena dapat mengembangkan

self control dan self direction sehingga seseorang dapat

menunjukkan dengan baik segala tindakan yang dilakukannya.

3. Faktor kognitif

Elkind&Weiner mengemukakan bahwa individu tidak

dilahirkan dalam konsep benar dan salah atau dalam suatu

pemahaman tentang diperbolehkan atau dilarang. Kemasakan

kognitif terjadi selama masa prasekolah dan masa kanak-kanak,

secara bertahap dapat meningkatkan kapasitas individu untuk

membuat pertimbangan-pertimbangan sosial:dan mengontrol

perilakunya.

Beberapa pendapat diatas dapat simpulkan bahwa faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi pengendalian diri (self control) adalah faktor

internal dan eksternal. Faktor internal lebih dominan dengan kemampuan

dan usaha, sedangkan faktor eksternal kegagalan atau kesukaran. Oleh

karena itu faktor internal dan eksternal terdapat pada setiap individu,

hanya saja ada kecenderungan untuk lebih memiliki salah satu tipe tertentu.
32

Disamping itu pengendalian diri dari luar dan dari dalam tidak bersifat

statis tapi juga dapat berubah, hal tersebut disebabkan karena situasi dan

kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering melakukan

aktivitasnya (Fajarani, 2017)

3. Aspek-aspek Pengendalian Diri

Untuk mengukur kontrol diri aspek-aspek yang digunakan menurut

Averill (Tarigan, 2016) sebagai berikut:

1. mengendalikan perilaku

2. memodifikasi stimulus

3. mengantisipasi peristiwa

4. menafsirkan peristiwa

5. memilih tindakan. Thomas

Aspek pengendalian diri yang digunakan Rotter memiliki empat

aspek dasar yaitu, (SINAGA, 2018):

1. Potensi perilaku ialah setiap kemungkinan yang secara relatif

muncul pada situasi tertentu, berkaitan dengan hasil yang diinginka

dalam kehidupan seseorang.

2. Harapan, merupakan suatu kemungkinan dari berbagai kejadian

yang akan muncul dan dialami oleh seseorang.

3. Nilai unsur penguat adalah pilihan terhadap berbagai kemungkinan

penguatan atas hasil dari beberapa penguat hasil-hasil lainnya yang

dapat muncul internal maupun eksternal yang diterima seseorang


33

pada suatu saat tertentu, yang meningkatkan atau menurunkan

harapan terhadap munculnya hasil yang sangat diharapkan

Averill, (Shinta Rizki M, 2013) menyebut kontrol diri dengan

sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavior control), kontrol

kognitif (cognitive control), dan mengontrol keputusan (decisional control).

Aspek – aspek tersebut secara rinci adalah sebagai berikut :

1. Kontrol Perilaku ( Behavior Control)

Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu

respons yang dapat secara langsung memengaruhi atau

memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.

Kemampuan mengontrol perilaku ini dapat diperinci menjadi dua

komponen, yaitu pelaksanaan (regulated administration) dan

kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus modifiability).

Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan

individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau

keadaan. Apakah dirinya sendiri atau perilaku dengan

menggunakan sumber eksternal. Kemampuan mengatur stimulus

merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan

suatu stimulus yang tidak menghendaki dihadapi. Ada beberapa

cara yang dapat di gunakan, yaitu mencegah atau menjauhi

stimulus, menempatkan tenggang waktu di antara rangkaian

stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus

sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.


34

2. Kontrol Kognitif (Cognitive Control)

Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam

mengolah informasi yang tidak di inginkan dengan cara

menginterpretasikan, menilai, atau memadukan suatu kejadian

dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau

untuk mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponaen,

yaitu memperoleh informasi (information again) dan melakukan

penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu

mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat

mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan.

Melakukan penilaian berarti individu berusaha menilai dan

menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa dengan cara

memperhatikan segi – segi positif secara subyektif.

3. Mengontrol Keputusan (Decesional Control)

Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang

untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu

yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan

pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan,

kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih

berbagai kemungkinan tindakan.

Sama dengan penjelasan dari (Risnawati, 2011) kontrol diri dengan

sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku (behavioral control),


35

kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol kepuasan (decisional

control) :

a. Behavioral control

Merupakan kesiapan atau tersedianya suatu respon yang

dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu

keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol

perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu mengatur

pelaksanaan (regulated administrion) dan kemampuan

memodifikasi stimulus (stimulis modifiability). Kemampuan

mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan individu untuk

menentukan siapa yang mengendalikan keadaan, dirinya sendiri

atau sesuatu yang ada di luar dirinya. Kemampuan mengatur

stimulus merupakan kemampuan untuk mengatahui bagaimana dan

kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki di hadapi.

b. Cognitive control Merupakan

Merupakan kemampuan individu dalam mengelola

informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi,

menilai atau menggabungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka

kognitif sebagai adaptasi psikologis atau untuk mengurangi

tekanan. Aspek ini terdiri dari dua komponen, yaitu memperoleh

informasi dan melakukan penilaian. Dengan informasi yang

dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak

menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut


36

dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti

individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau

peristiwa dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara

subjektif.

c. Decisional control

Merupakan kemampuan seseorang untuk memilih atau

suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau

disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan

berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau

kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai

kemungkinan tindakan.

Berbeda dari penjelasan-penjelasan sebelumnya Tangney,

Baumeister, dan Boone (Ursia et al., 2013a) mengusulkan bahwa self-

control terdiri atas lima aspek berikut ini:

a. Self-discipline, yaitu mengacu pada kemampuan individu dalam

melakukan disiplin diri. Hal ini berarti individu mampu memfokuskan

diri saat melakukan tugas. Individu dengan self-discipline mampu

menahan dirinya dari hal-hal lain yang dapat mengganggu

konsentrasinya

b. Deliberate/nonimpulsive, yaitu kecenderungan individu untuk

melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati,

dan tidak tergesa-gesa. Ketika individu sedang bekerja, ia cenderung


37

tidak mudah teralihkan. Individu yang tergolong nonimpulsive mampu

bersifat tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak.

c. Healthy habits, yaitu kemampuan mengatur pola perilaku menjadi

kebiasaan yang menyehatkan bagi individu. Oleh karena itu, individu

dengan healthy habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan

dampak buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan.

Individu dengan healthy habits akan mengutamakan hal-hal yang

memberikan dampak positif bagi dirinya meski dampak tersebut tidak

diterima secara langsung.

d. Work ethic yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap regulasi

diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu

menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal

di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan.

Individu dengan work ethic mampu memberikan perhatiannya pada

pekerjaan yang sedang dilakukan.

e. Reliability, yaitu dimensi yang terkait dengan penilaian individu

terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka

panjang untuk pencapaian tertentu. Individu ini secara konsisten akan

mengatur perilakunya untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

Terdapat enam aspek self control menurut Tangney (Sleman, 2010)

yaitu achievement and task performance, impulse control, adjustment,

interpersonal relationship, moral emotions serta related personality

features. Thomas (Tarigan, 2016) yang menyatakan bahwa ketika


38

dorongan untuk berbuat menyimpang maupun agresi sedang mencapai

puncaknya, kontrol diri dapat membantu individu menurunkan agresi

dengan mempertimbangkan aspek aturan dan norma sosial yang berlaku.

4. Fungsi Self Control

fungsi pengendalian diri adalah untuk menyelaraskan antara

keinginan pribadi self interest dengan godaan (temptation). Kemampuan

seseorang mengendalikan keinginan-keinginan diri dan menghindari

godaan ini sangat berperan dalam pembentukan perilaku yang baik. Ada

kecenderungan manusiawi dalam diri anak untuk berperilaku semaunya,

ada kecenderungan anak untuk menentang aturan, tidak patuh pada orang

tua serta menuruti kemauan sendiri. Malas belajar, menyontek, tidak

mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR), menonton TV/film berjam-jam,

bermain game, pulang larut malam, minuman keras adalah godaan-godaan

yang mengganggu anak. Godaan tersebut dapat ditangkal dengan self

control yang baik (Sriyanti, 2012)

Messina dan Messina (Sriyanti, 2012) mengemukakan fungsi dari

self control sebagaimana tercantum di bawah ini:

1. membatasi perhatian individu pada orang lain

2. membatasi keinginan untuk mengendalikan orang lain di

lingkungannya

3. membatasi untuk bertingkah laku negatif d. membantu memenuhi

kebutuhan hidup secara seimbang Surya


39

Surya menambahkan fungsi self control adalah mengatur kekuatan

dorongan yang menjadi inti tingkat kesanggupan, keinginan, keyakinan,

keberanian dan emosi yang ada dalam diri seseorang. Pengendalian diri

dipengaruhi oleh emotion regulation antara lain: active distraction, pasive

waiting, information gathering, comfort seeking, focus on dealy object,

peach anger (Sriyanti, 2012)

(Gunarsa, 2004) menyatakan bahwa pengendalian diri memiliki

beberapa fungsi:

1. Membatasi perhatian individu terhadap orang lain. Dengan adanya

pengendalian diri, individu akan memberkan perhatian pada

kebutuhan pribadinya pula, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan-

kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain dilingkunganya.

Perhatian yang terlalu banyak pada kebutuhan, kepentingan, atau

keinginan orang lain, cenderung akan menyebabkan individu

mengabaikan bahwa melupakan kebutuhan pribadinya.

2. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di

lingkungannya. Dengan adanya pengendalian diri, individu akan

membatasi ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi

aspirasi orang lain supaya dapat terkondisi secara bersama-sama.

Individu akan membatasi keinginannya atas keinginan orang lain,

memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berada dalam

ruang aspirasinya masing-masing, atau bahkan menerima aspirasi

orang lain tersebut secara penuh.


40

3. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang

memiliki pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah

laku negatif. Pengendalian diri memiliki arti sebgai kemampuan

individu menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku

negatif yang tidak sesuai dengan norma sosial. Tingkah laku

negatif yang tidak sesuai dengan norma sosial tersebut meliputi

ketergantungan pada obat atau zat kimia, rokok, alkohol dan lain

sebagainya.

4. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan individu secara

seimbang Pemenuhan kebutuhan individu untuk hidup menjadi

motif bagi setiap individu dalam bertingkah laku. Pada saat

individu bertingkah laku untuk memenuhi kebutuhan hidupnya,

boleh jadi individu memiliki ukuran melebihi kebutuhan yang

harus dipenuhinya. Individu yang memiliki pengndalian diri yang

baik, akan berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran

yang sesuai dengan kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam hal

ini, pengendalian diri membantu individu untuk menyeimbangkan

pemenuhan kebutuhan hidup, seperti tidak memakan makanan

secara berlebihan, tidak melakukan hubungan seks berlebihan

berdasarkan nafsu semata-mata, atau tidak melakukan kegiatan

berbelanja secara berlebihan melampaui batas kemampuan

keuangan.

Menurut (SINAGA, 2018) control diri memiliki beberapa peran :


41

1. Kontrol diri berperan dalam hubungan seseorang dengan orang lain.

Hal ini tidak lepas dari kenyataan bahwa kita tidak hidup sendirian,

melainkan di dalam kelompok, di dalam masyarakat. Padahal, kita

memiliki kebutuhan pribadi seperti makanan, minuman,

kehangatan, dan sebagainya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut

kita perlu mengendalikan diri sedemikian rupa, supaya tidak

mengganggu orang lain.

2. Kontrol diri berperan dalam pencapaian tujuan pribadi. Setiap

orang, dari budaya mana pun, selalu berharap mencapai tujuan

tertentu dalam hidupnya. Contohnya, tujuan untuk memiliki

kompetensi tertentu, mencapai kematangan pribadi, dan sebagainya,

sesuai dengan standar yang ada dalam masyarakat. Dalam rangka

mencapai tujuan tersebut kita perlu belajar dan berusaha terus-

menerus, dan mengendalikan diri dengan menunda pemuasan

kebutuhan-kebutuhan sesaat demi mencapai tujuan jangka panjang.

Dengan mengembangkan kemampuan mengendalikan diri sebaik-

baiknya, kita akan menjadi pribadi yang efektif, sehingga dapat

secara konsisten merasa bahagia, bebas dari rasa bersalah, hidup

lebih konstruktif, dapat menerima diri sendiri, dan juga diterima

oleh masyarakat

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi

kontrol diri sebenarnya hanya ingin menjadikan diri lebih positif. Kita

dituntut untuk membatasi perilaku terhadap orang lain, membatasi


42

keinginan, jangan bertingkah laku negative dan usahakan kita dalam

memenuhi kebutuhan jangan terlalu isrof (berlebihan). Karena dalam

Islam manusia dlarang bersifat berlebihan karena akan mendatangkan

kemudharatan bagi dirinya (Gunarsa, 2004)


43

BAB III
PERANAN GURU BK

A. Peranan Guru Bk di Sekolah

Guru BK juga berperan aktif di sekolah yaitu merencanakan

kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya

dimasa yang akan datang. Dan juga guru BK membantu siswa untuk

mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal

mungkin, menyelesaikan diri dengan lingkungan sekolah, lingkungan

masyarakat. Agar siswa mampu mengendalikan diri nya sewaktu mereka

di tempatkan dimana saja (SINAGA, 2018)

Saat ini keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah

tampak lebih baik di banding era sebelumnya. Pengakuan kearah layanan

bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi sudah semakin

mengakristal terutama dari pemerintah dan kalangan profesi lainnya

Penyelenggaraan bimbingan konseling sangat memiliki peran yang

penting dalam tercapainya tujuan pendidikan. Dengan layanan bimbingan

konseling, diharapkan sebuah lembaga pendidikan dapat membentuk

karakter siswa yang baik dan mewujudkan nilai-nilai edukatif yang

membangun. Selain itu bimbingan konseling juga tempat mencurahkan

segala keluh kesah yang mungkin begitu rumit dialami suatu individu

(Tohirin, 2014).

43
44

Bimbingan dan konseling mengembangkan beberapa peran

utamanya sebagai sebuah layanan. Bimbingan dan konseling juga

memiliki potensi yang mengarah ke pembentukan karakter kebangsaan

yang sesuai dengan cita-cita bangsa. Begitu pentingnya layanan bimbingan

konseling yang mampu ikut mewujudkan generasi penerus yang berkarater.

6. Bimbingan konseling mendampingi siswa dalam

perkembanganbelajar di sekolah

7. Bimbingan konseling membantu mereka mengenali diri mereka

8. Menentukan cita-cita dan tujuan hidupnya serta menyususn

kerangkatujuan-tujuan tersebut

9. Membantu menyelesaikan masalah yang mengganggu proses

belajar di sekolah

Guru pembimbing ataupun juga yang di sebut dengan konselor

sekolah adalah personil atau seseorang mempunyai tugas, tanggung jawab,

wewnang dan hak secara penuh dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan

konseling terhadap sejumlah peserta didik atau siswa. Berdasarkan uraian

yang mengacu pada undang dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah

dapat dipahami bahwa seorang konselor juga merupakan pendidik, yaitu,

tenaga profesional yang bertugas (Hasibuan, 2013):

1. merencanakan dan menyelenggarakan proses pembelajaran,

2. menilai hasil pembelajaran

3. melakukkanpembimbing dan pelatihan


45

Guru pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk

dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada

keahliannya atau wewenangnya. Oleh karena itu, pembimbing jangan

sampai mencampuri wewenang dan tanggung jawab yang bukan

wewenang tau tanggung jawabnya. Pekerjaan pembimbing berhubungan

langsung dengan kehidupan pribadi orang maka seorang pembimbing

harus:

1. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-

baiknya

2. Menunjukkan sikap hormatkepada klien.

3. Menghargai bermacam-macam klien. Jadi, dalam mengahadapi

klien, pembimbing harus menghadapi klien dalam derajat yang

sama. (Tohirin, 2014).

Peran bimbingan dan konseling dianggap sebagai polisi sekolah.

Memanggil, memarahi, menghukum adalah lebel yang dianggap muncul

dari bimbingan konseling, dengan kata lain, bimbingan konseling

diposisikan sebagai musuh bagi siswa yang bermasalah. Faktor lain adalah

fungsi dan peran guru BK belum dipahami secara tepat baik oleh pejabat

maupun guru BK itu sendiri. Di beberapa persepsi guru BK sebagai

polisissekolah, perlu adanya kerjasama dengan guru BK, guru mata

pelajaran, kepala sekolah, serta dinas yang terkait, antara lain:

1. Pihak sekolah memberikan sarana dan prasarana BK yang memadai


46

2. Bk harus masuk dalam kurikulum sekolah dan diberi jam masuk

kelas agar guru BK dapat menjelaskan kepada siswa tentang

program-program yang ada dalam BK

3. Guru BK harus lebih inovatif

4. Guru BK sehatusnya berkompeten dibidangnya bukan dari gruru

mata pelajaran yang merangkap sebagai guru BK, guru BK

sebaiknya bersikap lebih sabar, murah senyum, dapat menjadi

teladan dan bersikap lebih bersahabat (Luddin, 2009)

B. Tugas Guru BK di Sekolah

Menurut Camicall dan Calvin kegiatan bimbingan dan konseling di

sekolah pengumpulan sata siswa, layanan informasi, konseling,

penempatanan dan layanan tindak lanjut. (Luddin, 2009) mengemukakan

bahwa tugas konselor sekolah yaitu:

1. Memberikan siswa kesempatan untuk berbicara tentang masalah-

masalahnya.

2. Melakukan konseling dengan keputusan yang optimal

3. Melakukan konseling dengan siswa yang mengalami kegagalan

akademis

4. Melakukan konseling dengan siswa dalam mengevaluasi

kemampuan pribadi dan keterbatasan.

5. Melakukan konseling dengan siswa tentang kesulitan belajar.

(Luddin, 2009)
47

Mulyasa (2008) mengatakan bahwa Guru pembimbing sebagai

pendidik bertanggung jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-

norma kepada generasi berikutnya sehingga terjadu proses konservasi nilai,

karena melalui proses pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.

Tugas guru pembimbing secara umum ada dua: “memberi layanan

bimbingan dan konseling dan mangasuh siswa”. Dalam melaksankan

layanan berpedoman kepada BK tujuh belas plus yang terdiri dari delapan

bidang bimbingan, sepuluh jenis layanan dan enam kegiatan pendukung.

Secara terperinci dijelaskan tersebut: bidang bimbingan pribadi, sosial,

belajar, karir, agama, keluarga, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan

bernegara. Jenis layanan: layanan orientasi, informasi, penempatan dan

penyaluran, penguasaan konten, konseling perorangan, bimbingan

kelompok, konseling kelompok, konsultasi, mediasi, dan layanan advokasi.

Jenis kegiatan pendukung adalah aplikasi instrumentasi, himpunan data,

konferensi kasus, kunjungan rumah, tampilan kepustakaan, dan alih tangan

kasus (Hasibuan, 2013).

Guru pembimbing adalah fitur seorang pemimpin. Guru

pembimbing mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun

kepribadian anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa

dan bangsa. Guru pembimbing bertugas mempersiapkan manusia susila

yang cakap yang dapat diharapkan membangun dirinya dan membangun

bangsa dan negara dengan baik (SINAGA, 2018).


48

Guru pembimbing berkewajiban memberi bantuan kepada siswa

tentang apa yang harus dipelajari, sebagimanna siswa mempelajari serta

hasil-hasil apa yang diharapkan diperolehnya dari media yang di

ungkapkannya. Harus diingat, bahwa media adalah salah satu alat untuk

menunjang pencapaian suatu tujuan (Luddin, 2009).

C. Strategi Guru BK dalam Pengendalian Diri Siwa

Synder dan Gangestad mengatakan bahwa konsep mengenai

kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara

pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat

yang sesuai isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang

efektif (Gunarsa, 2004). self control dapat ditingkatkan dengan konseling

kelompok teknik modeling karena melalui modeling siswa dapat

mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati model dan mempelajari

keterampilan yang dimiliki oleh sang model dan proses belajar melalui

pengamatan menunjukkan terjadinya proses belajar setelah mengamati

perilaku pada orang lain. Tujuan konseling kelompok adalah menciptakan

suasana yang kondusif bagi siswa untuk eksplorasi diri sehingga dapat

mengenal hambatan pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari

sebelumnya terganggu (Fajarani, 2017)

Konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan

konseling di sekolah. Konseling kelompok merupakan upaya bantuan

untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan dinamika


49

kelompok. Menurut Prayitno (2004) tujuan konseling kelompok terdiri

dari dua, yaitu:

1. Tujuan Umum

Tujuan umum konseling kelompok adalah berkembangnya

kemampuan sosialisasi siswa, khususnya kemampuan komunikasi

peserta layanan. Konseling juga bermaksud mengentaskan masalah

klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus konseling kelompok pada dasarnya terletak

pada pembahasan masalah pribadi individu. Melalui konseling

kelompok dalam upaya pemecahan masalah tersebut para siswa

memperoleh dua tujuan sekaligus:

a. Berkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan

sikap terarah kepada tingkah laku khususnya dalam

bersosialisasi atau komunikasi.

b. Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan

diperolehnya imbalan pemecahan masalah tersebut bagi

individu- individu lain.

Berdasarkan pendapat diatas tujuan khusus konseling kelompok

dalam upaya pemecahan masalahnya siswa memperoleh dua tujuan yaitu

berkembangnya perasaan, pemikiran, persepsi wawasan dan sikap terarah

pada tingkah laku dalam bersosialisasi dan terpecahnya masalah individu


50

yang bersangkutan dan memperoleh imbalan pemecahan masalah tersebut

bagi individu (Fajarani, 2017)

Dalam konseling kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin

kelompok dan peserta atau anggota kelompok (Prayitno,2004):

1. Pemimpin kelompok

Pemimpin kelompok adalah komponen yang penting dalam

konseling kelompok. Dalam kegiatan konseling kelompok,

pemimpin kelompok memiliki peranan. Peranan pemimpin

kelompok adalah memberikan bantuan, pengarahan ataupun

campur tangan langsung terhadap kegiatan konseling kelompok,

memusatkan perhatian pada suasana perasaan yang berkembang

dalam kelompok, memberikan tanggapan (umpan balik) tentang

berbagai hal yang terjadi dalam kelompok, baik yang bersifat isi

maupun proses kegiatan kelompok, dan sifat kerahasian dari

kegiatan kelompok.

2. Anggota kelompok

Keanggotaan merupakan salah satu unsur pokok dalam

kehidupan kelompok. Tanpa anggota tidaklah mungkin ada

kelompok, tidak semua kumpulan orang atau individu dapat

dijadikan anggota konseling kelompok. Maka terselenggaranya

konseling kelompok seorang konselor perlu membentuk kumpulan

individu menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan

sebagaimana seharusnya. Besarnya kelompok (jumlah anggota


51

kelompok), dan anggota kelompok dapat mempengaruhi kinerja

kelompok. Sebaiknya jumlah anggota kelompok tidak terlalu besar

dan juga tidak terlalu kecil.

3. Dinamika kelompok

Selain pemimpin kelompok dan anggota kelompok,

komponen konseling kelompok yang tak kalah penting adalah

dinamika kelompok. Kegiatan konseling kelompok dinamika

konseling kelompok sengaja ditumbuhkembangkan, karena

dinamika kelompok adalah ditandai dengan semangat, kerja sama

antar anggota kelompok, saling berbagi pengetahuan, pengalaman

dan mencapai tujuan kelompok. Dinamika kelompok inilah yang

nantinya akan mewujudkan rasa kebersamaan di antara anggota

kelompok, menyatukan kelompok untuk dapat lebih menerima satu

sama lain, lebih saling mendukung dan cenderung untuk

membentuk dinamika yang berarti dan bermakna di dalam

kelompok.

Adapun asas yang dijalankan selama konseling keolmpok, kegiatan

konseling kelompok menerapkan asas kerahasian, kesukarelaan, dan asas

lainnya yang merupakan etika dasar konseling (Prayitno, 2004) :

1. Asas kerahasian

Segala sesuatu yang dibahas dan muncul dalam kegiatan

kelompok hendaknya menjadi rahasia kelompok yang hanya boleh

diketahui oleh anggota kelompok dan tidak disebarluaskan ke luar


52

kelompok. Seluruh anggota kelompok hendaknya menyadari benar

hal ini bertekad untuk melaksanakannya.

2. Asas kesukarelaan

Kesukarelaan anggota kelompok dimulai sejak awal

rencana pembentukan kelompok oleh pemimpin kelompok.

Kesukarelaan terus-menerus dibina melalui upaya pemimpin

kelompok mengembangkan syarat-syarat kelompok yang efektif

dan penstrukturan tentang layanan konseling kelompok. Dengan

kesukarelaan anggota kelompok akan dapat mewujudkan peran

aktif diri mereka masing-masing untuk mencapai tujuan layanan.

3. Asas kenormatifan

Asas kenormatifan dipraktikkan berkenaan dengan cara-

cara berkomunikasi dan bertatakrama dalam kegiatan kelompok,

dan dalam mengemas isi bahasan. Sedangkan asas keahlian

diperlihatkan oleh pemimpin kelompok dalam menelola kegiatan

kelompok dalam mengembangkan proses dan isi pembahasan

secara keseluruhan.

4. Asas kegiatan

Pemimpin kelompok hendaknya menimbulkan suasana

nyaman agar klien yang dibimbing mampu menyelenggarakan

kegiatan dalam menyelesaikan masalah.

5. Asas keterbukaan
53

Dinamika kelompok dalam konseling kelompok semakin

intensif dan efektif apabila semua anggota kelompok secara penuh

menerapkan asas kegiatan dan keterbukaan. Mereka secara aktif

dan terbuka menampilkan diri tanpa rasa takut, malu dan ragu.

Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil

belajar” yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang

diperoleh para peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan

pribadi klien dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna. Dalam

konseling kelompok, penilaian hasil kegiatan dapat diarahkan secara

khusus kepada peserta yang masalahnya dibahas. Peserta tersebut diminta

mengungkapkan sampai seberapa jauh kegiatan kelompok telah

membantunya memecahkan masalah yang dialaminya (Fajarani, 2017)

Bimbingan dan konseling merupakan layanan ahli oleh konselor

(guru bimbingan dan konseling), keprofesionalan guru pembimbing harus

terwujud baik dalam penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan

dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan

konseling (Kamaluddin, 2018).

Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara

konselor dengan klien (siswa) yang berusaha memcahkan sebuah masalah

dengan mempertimbangkannya bersama-sama sehingga klien dapat

memecahkan masalahnya berdasarkan penentuan sendiri. Pengertian ini

menunjukkan bahwa konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka

antara konselor dengan klien dimana konselor berusaha menolong klien


54

memecahkan masalah yang dihadapi klien (siswa) berdasarkan

pertimbangan bersama-sama, tetapi penentuan pemecahan masalah

dilakukan oleh klien sendiri (SINAGA, 2018)

Strategi Self Control adalah bagaimana cara seseorang dalam

menerapkan self control baik dalam dirinya sendiri maupun kepada orang

lain Menurut Michele Borba, Ed. D, setidaknya ada tiga langkah penting

dalam membangun atau meningkatkan self control pada anak diantaranya

adalah sebagai berikut (Darmawan, 2016) :

1. Perbaikilah perilaku anda sendiri , sehingga dengan begitu dapat

memberi contoh control diri yang baik tentunya bagi anak dan

menunjukan bahwa hal tersebut merupakan perioritas atau sesuatu

yang diutamakan.

2. Mendorong agar seorang anak memotivasi diri sendiri dalam artian

bahwa bagaimana seseorang membantu anak menumbuhkan sistem

regulasi internal sehingga menjadi motivator untuk diri mereka

sendiri.

3. Ajarkan cara mengontrol diri kepada anak sehingga mereka selelau

berfikir sebelum bertindak. Dalam hal ini bagaimana peran

seseorang dalam membantu anak menggunakan control diri ketika

misalnya menghadapi godaan dan stress, mengajarkan berfikir

sebelum bertindak sehingga mereka akan memilih sesuatu yang

aman dan baik.


55

Pelatihan kontrol diri bisa bermanfaat dan berimbas pada banyak

pengaruh yang diinginkan, ketika individu juga memiliki keinginan yang

kuat di dalam dirinya untuk mengontrol diri mereka (Yusainy & Fitriani,

2015).

Frederic Skinner (Gunarsa, 2004) telah menguraikan sejumlah

tehnik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku, yang kemudian

banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theorist. Tehnik tersebut

adalah sebagai berikut:

1. Pengekangan Fisik (physical restrains). Individu yang

mengendalikan diri melalui pengekangan terhadap fisik, misalnya

menutup mulut untuk menghindari diri dari mentertawakan orang

lain.

2. Bantuan fisik (physical aids). Menurut Skinner bantuan fisik dapat

digunakan untuk mengendalikan perilaku. Seseorang meminum

obat untuk mengendalikan perilaku yang tidak diinginkan.

Misalnya seorang pengendara mobil minum obat perangsang

supaya terhindar dari ketiduran pada waktu mengemudi sewaktu

perjalanan jauh. Bantuan fisik dapat juga digunakan untuk

memudahkan perilaku tertentu, yang bisa dilihat pada situasi

dimana seseorang memiliki masalah penglihatan dengan memakai

kaca mata.

3. Mengubah kondisi stimulus (changing the stimulus condition).

Dengan kata lain yaitu mengubah stimulus yang bertanggung jawab,


56

tidak menyingkirkan dan tidak mendatangkan stimulus agar

melakukan suatu perilaku tertentu, misalnya orang yang

mempunyai kelebihan berat badan menyisihkan sekotak permen

dari hadapannya untuk mengekang diri sendiri.

4. Memanipulasi kondisi emosional (manipulating emotional

conditions). Skinner mengatakan bahwa terkadang seseorang

mengadakan perubahan emosional dalam diri untuk mengendalikan

dirinya, misalnya beberapa orang menggunakan tehnik meditasi

untuk menghadapi stres.

5. Melakukan respon-respon lain (performing alternative responses).

Menahan diri dari perilaku yang membawa hukuman dengan

melakukan hal lain, misalnya untuk menahan diri agar tidak

menyerang orang yang sangat tidak disukai, seseorang mungkin

melakukan tindakan yang tidak berhubungan dengan pendapat kita

tentang mereka.

6. Menguatkan diri secara positif (positif self reinforcement). Individu

yang menghadiahkan diri sendiri atas perilaku yang patut dihargai,

misalnya seorang pelajar menghadiahkan diri sendiri karena telah

belajar keras dan dapat mengerjakan ujian dengan baik, dengan

makan makanan lezat, atau menonton film yang bagus.

7. Menghukum diri sendiri (self punishment). Menghukum diri

sendiri karena gagal melakukan pekerjaan, misalnya karena gagal


57

mendapatkan nilai yang bagus, seseorang menghukum diri dengan

berdiam diri didalam kamar.

Dalam psikologi perkembangan dijelaskan, masa remaja adalah

masa transisi. Oleh karena itu, banyak orang mengatakan bahwa pada

masa ini remaja menghadapi krisis dimana emosional mereka meningkat

dan menjadi lebih sensitif. Ini menjadi tugas psikologi perkembangan

untuk membimbingan dan mengarahkan remaja supaya bisa menghadapi

masa krisis. Esensinya faktor usia menjadi tolak ukur kemampuan individu

untuk mengontrol dirinya, semakin tua umur individu tersebut diharapkan

semakin dewasa pula dalam mengontrol dirinya (Gunarsa, 2004)


58

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa

control diri adalah kemampuan seseorang untuk menyusun, membimbing,

mengatur, dan mengarahkan langkah-langkah atau tindakannya untuk

mencapai hasil yang diinginkan. faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

pengendalian diri (self control) adalah faktor internal dan eksternal. Faktor

internal lebih dominan dengan kemampuan dan usaha, sedangkan faktor

eksternal kegagalan atau kesukaran. Oleh karena itu faktor internal dan

eksternal terdapat pada setiap individu, hanya saja ada kecenderungan

untuk lebih memiliki salah satu tipe tertentu.

Disamping itu pengendalian diri dari luar dan dari dalam tidak

bersifat statis tapi juga dapat berubah, hal tersebut disebabkan karena

situasi dan kondisi yang menyertainya yaitu dimana ia tinggal dan sering

melakukan aktivitasnya. Self control dapat ditingkatkan dengan konseling

kelompok teknik modeling karena melalui modeling siswa dapat

mempelajari tingkah laku baru dengan mengamati model dan mempelajari

keterampilan yang dimiliki oleh sang model dan proses belajar melalui

pengamatan menunjukkan terjadinya proses belajar setelah mengamati

perilaku pada orang lain.

57
59

Tujuan konseling kelompok adalah menciptakan suasana yang

kondusif bagi siswa untuk eksplorasi diri sehingga dapat mengenal

hambatan pertumbuhannya dan dapat mengalami aspek dari sebelumnya

terganggu

B. Penutup

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan

dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut

dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat

dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan

saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas


60

DAFTAR PUSTAKA

Adeonalia, G. (2002). Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kecanduan Internet.


Skripsi.
Aini, A. N., & Mahardayani, I. H. (2011). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan.
Jurnal Psikologi Pitutur, I(2), 65–71.
Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja; Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua.
Bandung: Pustaka Setia.
Ardilasari, N. (2016). HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN PERILAKU
CYBERLOAFING PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL. Skripsi.
https://doi.org/https://doi.org/10.3929/ethz-b-000238666
Arumsari, C. (2017). Konseling Individual Dengan Teknik Modeling Simbolis
Terhadap Peningkatan Kemampuan Kontrol Diri. Jurnal Konseling
Gusjigang, 2(1), 1–11. https://doi.org/10.24176/jkg.v2i1.549
Darmawan, M. . S. (2016). Strategi Guru dalam meningkatkan Self Control Siswa
Secara. Kendari: (tidak diterbitkan).
Erdina Indrawati, S. R. (2019). Fungsi keluarga dan self control terhadap
kenakalan remaja. Ikraith-Humaniora, 3(2), 86–93.
Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Layanan bimbingan dan konseling kelompok.
Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang.
Fajarani, S. (2017). Peningkatan Self Control Melalui Konseling Kelompok.
Skripsi.
Fallis, A. . (2013). Kontrol Diri. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Gunarsa, S. (2004). Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi
perkembangan (Edisi 5). Jakarta: BPK Gunung Muliarlangga.
Gunarsa, D. Dan Gunarsa, D. 2009. Psikologi Untuk Pembimbing. Jakarta: PT
BPK Gunung Mulia.
Hasibuan, A. D. (2013), Manajemen Bimbimbingan Dan Konseling, Universitas
Negeri Padang: Program Pascasarjana
Herlina Siwi Widiana, Sofia Retnowati, R. H. (2004). Kontrol Diri dan
Kecenderungan Kecanduan Internet. 1(1), 6–16.
Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.
Kamaluddin, H. (2018). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan
61

Dan Kebudayaan, 17(4), 447. https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.40


Khairunnisa, A. (2013). Hubungan Religiusitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku
Seksual Pranikah Remaja di Man 1 Samarinda. EJournal Psikologi, 1(2),
220–229. Retrieved from http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/10/ejournal pdf (10-03-13-10-14-57).pdf
Komasari, D. (2000). Faktor Penyebab Prilaku Merokok Pada Remaja. (1), 37–47.
M. Nur Ghufron &Rini Risnawita. S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta:
Ar-Ruz Media.
Muharsih, L. (2008). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan
Perilaku Konsumtif Pada Siswa Siswi Kelas XI SMAN 68 Jakarta Pusat.
Skripsi. (Tidak Diterbitka). 9–28. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia.
Mulyani. (2016). RANCANGAN HIPOTETIK BIMBINGAN KELOMPOK
TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL. (2004).
Muna, R. F., & Astuti, T. P. (2012). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan
Kecenderungan Kecanduan Media Sosial Pada Remaja Akhir Correlation
Between Self Control With a Tendency of Social Media Addiction in Late
Adolescence.
PRIAMBODHO, S. S. (2015). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Itensi
Penyimpangan Perilaku Organisasi Menembak di Kota Salatiga. 151.
https://doi.org/10.1145/3132847.3132886
Rachdianti, Y. (2011). Intensitas Penggunaan Internet Remaja. Skripsi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatulah.
Risnawati, N. G. & R. (2011). Teori Self Control. Jakarta: Rineka Cipta.
Shinta Rizki M. (2013). Studi Deskriptif Kontrol Diri. Fakultas Psikologi.
SINAGA, I. A. W. (2018). PERAN GURU BK DALAM MENGEMBANGKAN
SELF CONTROL SKRIPSI DiajukanuntukMelengkapiTugas-
tugasdanMemenuhiSyarat-Syarat untukMemperolehGelarSarjanaPendidikan
( S . Pd ) dalamIlmuTarbiyahdanKeguruan Oleh : INDAH AYU WAHYUNI
SINAGA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATE. Skripsi.
Sleman, D. I. (2010). Perbedaan tingkat. 2(03), 86–115.
Sriyanti, L. (2012). Pembentukan Self Control dalam Perspektif Nilai
Multikultural. MUDARRISA: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 4(1).
https://doi.org/10.18326/MDR.V4I1.%P
Suhartanti, L. (2015). Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Narcissistic Personality
Disorder Pada Pengguna Instagram Di Sma N 1 Seyegan The Influence Of
62

Self-Control Towards Narcissistic Personality To. 184–195.


Tarigan, M. A. (2016). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan
Agresivitas Pada Remaja di SMK Negeri 3 Yogyakarta.
Ursia, N. R., Siaputra, I. B., & Sutanto, N. (2013a). Academic Procrastination and
Self-Control in Thesis Writing Students of Faculty of Psychology,
Universitas Surabaya. Makara Human Behavior Studies in Asia, 17(1), 1.
https://doi.org/10.7454/mssh.v17i1.1798
Ursia, N. R., Siaputra, I. B., & Sutanto, N. (2013b). Prokrastinasi Akademik dan
Self-Control pada Mahasiswa Skripsi Fakultas Psikologi Universitas
Surabaya Faculty of Psychology , Universitas Surabaya. 17(1), 1–18.
https://doi.org/10.7454/mssh.v17i1.1798
Yusainy, C. Al, & Fitriani, A. (2015). Pengaruh Self Control Training Terhadap
Kecemasan Sosial Pada Remaja.
63

LAMPIRAN

KARTU KUTIPAN

Aini, A. N., & Mahardayani, I. H. (2011). Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan.
Jurnal Psikologi Pitutur, I(2), 65–71.

1. Menurut Averill, kemampuan kontrol diri mencakup: mengontrol perilaku


yang meliputi kemampuan mengatur pelaksanaan dan kemampuan
mengatur stimulus, mengontrol kognitif yang meliputi kemampuan untuk
memperoleh informasi dan kemampuan melakukan penilaian, mengontrol
keputusan (hal. 9)
2. Self-control dikatakan sebagai kemampuan manusia untuk menahan dan
mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas (hal. 10)

Adeonalia, G. (2002). Hubungan antara Kontrol Diri dengan Kecanduan Internet.


Skripsi. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata

3. Ketika berinteraksi dengan orang lain, seseorang akan berusaha


menampilkan perilaku yang dianggap paling tepat bagi dirinya, yaitu
perilaku yang dapat menyelamatkan interaksi-interaksi dari akibat negatif
yang disebabkan karena respon yang dilakukannya. Kontrol diri
diperlukan guna membantu individu dalam mengatasi kemampuannya
yang terbatas dan mengatasi berbagai hal merugikan yang mungkin terjadi
yang berasal dari luar (14)
4. Kontrol diri menurut Wallstons adalah keyakinan individu bahwa

tindakannya akan mempengaruhi perilakunya dan individu sendiri yang

dapat mengontrol perilaku tersebut. Individu dengan kontrol diri yang

tinggi akan melihat dirinya mampu mengontrol segala hal yang

menyangkut perilakunya, begitu juga sebaliknya apabila kontrol dirinya


64

rendah, maka individu tersebut tidak mampu untuk mengontrol segala hal

yang menyangkut dengan perilakunya.(15)

Al-Mighwar, M. (2006). Psikologi Remaja; Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua.
Bandung: Pustaka Setia.

5. Self control merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh
siswa, karena dengan self control yang baik perilaku siswa akan lebih
terarah ke arah yang positif, akan tetapi kemampuan ini tidak serta merta
terbentuk begitu saja, tetapi harus melalui proses-proses dalam kehidupan,
termasuk dalam menghadapi kondisi yang ada di lingkungan sekitarnya.
Jika seorang guru mampu menanamkan self control yang baik kepada
siswanya tentu akan mempermudah guru dalam pelaksanaan proses belajar
mengajar, selain itu siswa akan lebih menghargai diri sendiri dan orang
lain (12)
6. Pendidikan agama Islam adalah salah satu wadah untuk meningkatkan self
control siswa, pendidikan agama Islam hendaknya dapat mewarnai
kepribadian anak, sehingga agama Islam itu benar-benar menjadi bagian
dari pribadinya yang akan menjadi pengendali (controling) dalam
hidupnya di kemudian hari. Untuk tujuan pembinaan pribadi itu, maka
pendidikan agama hendaknya diberikan oleh guru yang benar-benar
tercermin agama itu dalam sikap, tingkah laku, gerak-gerik, cara
berpakaian, cara berbicara, cara menghadapi persoalan dan dalam
keseluruhan pribadinya (15)
7. Untuk mengukur kontrol diri digunakan aspek-aspek sebagai berikut: (13)

a. Kemampuan mengontrol perilaku

b. Kemampuan mengontrol stimulus

c. Kemampuan mengantisipasi suatu peristiwa atau kejadian

d. Kemampuan menafsirkan peristiwa atau kejadian

e. Kemampuan mengambil keputusan


65

8. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol diri. (29)

Ali, M. dan Asrori, M.. 2011. Psikologi Remaja dan Perkembangan Peserta Didik.
(Jakarta: Bumi Aksara).

9. Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa atau
kematangan. Pada masa ini terdapat banyak sekali perubahan baik dari
segi fisik, psikis, sosial maupu moral dari remaja. Pada masa
remaja,individu diharapkan mampu memenuhi tugas tugas
pengembangan,seperti mencapai kemandirian,bertanggung jawab,mampu
membina hubungan baik dengan orang lain,sera mempersiapkan diri untuk
memasuki kehidupan dewasa (hal. 1)

Ardilasari, N. (2016). HUBUNGAN SELF CONTROL DENGAN PERILAKU


CYBERLOAFING PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL. Skripsi.
https://doi.org/https://doi.org/10.3929/ethz-b-000238666

10. Menurut Zulkarnain Self control merupakan salah satu fungsi pusat yang
berada dalam diri individu. Self control dapat dikembangkan dan
digunakan individu untuk mencapai kesuksesan dalam proses kehidupan.
Pengaruh self control terhadap timbulnya tingkah laku dianggap cukup
besar, karena salah satu hasil proses pengontrolan diri seseorang adalah
tingkah laku yang tampak (9)

Arumsari, C. (2017). Konseling Individual Dengan Teknik Modeling Simbolis


Terhadap Peningkatan Kemampuan Kontrol Diri. Jurnal Konseling
Gusjigang, 2(1), 1–11. https://doi.org/10.24176/jkg.v2i1.549
11. Kontrol diri mempunyai pandangan, siswa dengan masalah kontrol diri
siswa belum mampu mengendalikan perilaku, perasaan maupun emosinya.
(16)

Amti, Erman dan Prayitno. 2004. Layanan bimbingan dan konseling kelompok.
Padang: Jurusan Bimbingan dan Konseling Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Padang.
66

12. Upaya konselor dalam hal ini yaitu bisa diterapkan dengan upaya
pemberian layangan konseling kelompok. Layanan konseling kelompok
itu sendiri adalah “membahas masalah pribadi yang di alami oleh masing
masing anggota kelompok,masalah pribadi itu dibahas melalui suasana
dinamika kelompokyang intens dan konstruktif diikuti oleh semua anggota
dibawah bimbingan pemimpin kelompok. Selain terpecahnya
masalah,anggota kelompok dapat mengembangkan
perasaan,pikiran,persepsi,wawasan dan sikap terarah kepada tingkah laku
khususnya dalam bersosialisasi. (3)
13. tujuan konseling kelompok terdiri dari dua, yaitu tujuan umum dan khusus
(49)
14. Dalam konseling kelompok berperan dua pihak, yaitu pemimpin kelompok
dan peserta atau anggota kelompok (49)
15. asas yang dijalankan selama konseling keolmpok (51)

Darmawan, M. . S. (2016). Strategi Guru dalam meningkatkan Self Control Siswa


Secara. Kendari: (tidak diterbitkan).
16. Strategi Self Control adalah bagaimana cara seseorang dalam menerapkan
self control baik dalam dirinya sendiri maupun kepada orang lain Menurut
Michele Borba, Ed. D, setidaknya ada tiga langkah penting dalam
membangun atau meningkatkan self control pada anak diantaranya adalah
sebagai berikut (54)
17. Self Control dapat diartikan sebagai suatu aktivitas pengendalian tingkah
laku yang mengandung makna, yaitu untuk melakukan pertimbangan-
pertimbangan terlebih dahulu sebelum memutuskan sesuatu untuk
bertindak. (12-13)
18. Self control bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir, melainkan didapat
melalui proses pembelajaran. (6)
19. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan
mengontrol diri seseorang. (7)
67

20. Orang yang rendah kemampuan mengontrol diri cenderung akan reaktif
dan terus reaktif (terbawa hanyut ke dalam situasi yang sulit). Sedangkan
orang yang tinggi kemampuan mengendalikan diri akan cenderung
proaktif (punya kesadaran untuk memilih yang positif). (16)

Erdina Indrawati, S. R. (2019). Fungsi keluarga dan self control terhadap


kenakalan remaja. Ikraith-Humaniora, 3(2), 86–93.
21. kontrol diri merupakan tindakan diri dalam mengontrol variabel-variabel
luar yang menentukan tingkah laku. Dan tingkah laku dapat dikontrol
melalui berbagai cara yaitu menghindar, penjenuhan, stimuli yang tidak
disukai, dan memperkuat diri. Hal ini artinya kontrol diri merupakan salah
satu faktor dari dalam diri manusia yang mengontrol faktor- faktor dari
luar yang akan mempengaruhi tingkah laku manusia itu sendiri (10)

Gunarsa, D. Dan Gunarsa, D. 2009. Psikologi Untuk Pembimbing. Jakarta: PT


BPK Gunung Mulia.
22. Self control merupakan suatu kemampuan individu untuk meenahan
keinginan atau dorongan sesaat yang bertentangan dengan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan norma sosial (hal. 2)

Gunarsa, S. (2004). Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi
perkembangan (Edisi 5). Jakarta: BPK Gunung Muliarlangga
23. Fungsi Pengendalian diri (19)
24. bahwa fungsi kontrol diri sebenarnya hanya ingin menjadikan diri lebih
positif. Kita dituntut untuk membatasi perilaku terhadap orang lain,
membatasi keinginan, jangan bertingkah laku negative dan usahakan kita
dalam memenuhi kebutuhan jangan terlalu isrof (berlebihan). Karena
dalam Islam manusia dlarang bersifat berlebihan karena akan
mendatangkan kemudharatan bagi dirinya (39)
25. tehnik yang digunakan untuk mengendalikan perilaku, yang kemudian
banyak diantaranya dipelajari oleh social-learning theorist. (55)
68

26. Para ahli berpendapat bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu
intervensi yang bersifat preventif selain dapat mereduksi efek-efek
psikologis yang negatif dari stressor-stressor lingkungan. Dalam
pembahasan berikut, akan diuraikan secara lebih detail mengenai kontrol
diri sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini (49)
27. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam membaca situasi
dari dan lingkungannya. (8)
28. Synder dan Gangestad mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri
secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara pribadi
dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang
sesuai isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif
(48)
29. Dalam psikologi perkembangan dijelaskan, masa remaja adalah masa
transisi. Oleh karena itu, banyak orang mengatakan bahwa pada masa ini
remaja menghadapi krisis dimana emosional mereka meningkat dan
menjadi lebih sensitif. Ini menjadi tugas psikologi perkembangan untuk
membimbingan dan mengarahkan remaja supaya bisa menghadapi masa
krisis. (57)
30. Individu yang memiliki kontrol diri pada situasi atau stimulus tertentu
belum tentu sama pada kondisi atau situasi yang lain (22)

Fallis, A. (2013). Kontrol Diri. Journal of Chemical Information and Modeling,


53(9), 1689–1699. https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

31. Kontrol diri seringkali diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun,


membimbing, mengatur dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat
membawa ke arah konsekuensi positif. Kontrol diri juga merupakan salah
satu potensi yang dapat dikembangkan dan digunakan individu selama
proses-proses dalam kehidupan, termasuk dalam menghadapi kondisi yang
terdapat di lingkungan yang berada disekitarnya. Para ahli berpendapat
bahwa kontrol diri dapat digunakan sebagai suatu intervensi yang bersifat
69

preventif selain dapat mereduksi efek-efek psikologis yang negatif dari


stressor-stressor lingkungan ()
32. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu dalam kepekaan
membaca situasi diri dan lingkungannya serta kemampuan untuk
mengontrol dan mengelola faktor-faktor perilaku sesuai dengan situasi dan
kondisi untuk menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan
untuk mengendalikan perilaku, kecenderungan untuk menarik perhatian,
keinginan untuk mengubah perilaku agar sesuai bagi orang lain,
menyenangkan orang lain, selalu konform dengan orang lain, menutup
perasaannya (14)
33. Faktor-faktor yang turut mempengaruhi kontrol diri seseorang biasanya
disebabkan oleh banyak faktor (24)

Herlina S. W, Sofia R. (2004). Kontrol Diri dan Kecenderungan Kecanduan


Internet. 1(1), 6–16.
34. Individu yang kontrol dirinya rendah tidak mampu mengarahkan dan
mengatur perilaku (2)

Fajarani, S. (2017). Peningkatan Self Control Melalui Konseling Kelompok.


Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung
35. Ciri-ciri seseorang mempunyai kontrol diri ()
36. jenis self control menurut Ghufron (20)
37. faktor- faktor kontrol diri yang rendah menjadi eman faktor (22)
38. self control dapat ditingkatkan dengan konseling kelompok teknik
modeling (48)
39. faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengendalian diri (self control)
adalah faktor internal dan eksternal (31)
40. Tujuan khusus konseling kelompok dalam upaya pemecahan masalahnya
siswa memperoleh dua tujuan yaitu berkembangnya perasaan, pemikiran,
persepsi wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku dalam bersosialisasi
dan terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan memperoleh
imbalan pemecahan masalah tersebut bagi individu (49)
70

41. Penilaian kegiatan konseling kelompok tidak ditujukan pada “hasil belajar”
yang berupa penguasaan pengetahuan ataupun keterampilan yang
diperoleh para peserta, melainkan diorientasikan pada pengembangan
pribadi klien dan hal-hal yang dirasakan oleh mereka berguna (53)

Hasibuan, A. D. (2013), Manajemen Bimbimbingan Dan Konseling, Universitas


Negeri Padang: Program Pascasarjana
42. Guru pembimbing ataupun juga yang di sebut dengan konselor sekolah
adalah personil atau seseorang mempunyai tugas, tanggung jawab,
wewnang dan hak secara penuh dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik atau siswa (44)
43. Tugas guru pembimbing secara umum (47)

Hurlock, E. B. (1999). Psikologi Perkembangan (Edisi 5). Jakarta: Erlangga.


44. ciri-ciri kontrol diri yaitu dapat melakukan sesuatu yang dapat diterima
oleh masyarakat, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang
dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan
masyarakat dan dapat menilai situasi secara kritis sebelum meresponnya
dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut

Kamaluddin, H. (2018). Bimbingan dan Konseling Sekolah. Jurnal Pendidikan


Dan Kebudayaan, 17(4), 447. https://doi.org/10.24832/jpnk.v17i4.40
45. bimbingan dan konseling merupakan layanan ahli oleh konselor (guru
bimbingan dan konseling) Keprofesionalan guru pembimbing harus
terwujud baik dalam penye- lenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan
dan konseling maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan
konseling (53)

Khairunnisa, A. (2013). Hubungan Religiusitas dan Kontrol Diri dengan Perilaku


Seksual Pranikah Remaja di Man 1 Samarinda. EJournal Psikologi, 1(2),
220–229. Retrieved from http://ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id/site/wp-
content/uploads/2013/10/ejournal pdf (10-03-13-10-14-57).pdf
71

46. Menurut Monks (Khairunnisa, 2013) membagi remaja menjadi tiga

kelompok usia, yaitu: (a) remaja awal, berada pada rentang usia 12 sampai

15 tahun; (b) remaja pertengahan, dengan rentang usia 15 sampai 18

tahun; (c) remaja akhir, berkisar pada usia 18 sampai 21 tahun. Penelitian

ini berfokus pada remaja yang berusia 16 samapai 18 tahun yang masuk

dalam kategori remaja tengah dengan berkembangnya kemampuan berfikir

dan mampu mengarahkan diri sendiri. (1)

Luddin, A. B. M. ( 2009 ) Kinerja Kepala Sekolah dalam Kegiatan Bimbingan


dan Konseling, Bandung:Cita Pustaka Media Perintis
47. Di beberapa persepsi guru BK sebagai polisissekolah, perlu adanya
kerjasama dengan guru BK, guru mata pelajaran, kepala sekolah, serta
dinas yang terkait (45)
48. Tugas-tugas konselor (46)
49. Guru pembimbing berkewajiban memberi bantuan kepada siswa tentang
apa yang harus dipelajari, sebagimanna siswa mempelajari serta hasil-hasil
apa yang diharapkan diperolehnya dari media yang di ungkapkannya (48)

Muharsih, L. (2008). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan


Perilaku Konsumtif Pada Siswa Siswi Kelas XI SMAN 68 Jakarta Pusat.
Skripsi. (Tidak Diterbitka). 9–28. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas
Pendidikan Indonesia.
50. Menurut (Muharsih, 2008) ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kemampuan mengontrol diri yaitu orientasi religius, pola asuh orang tua,
dan faktor kognitif, (30)

M. Nur Ghufron &Rini Risnawita. S. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta:


Ar-Ruz Media.

51. Sementara itu Goleman, memaknai kontrol diri sebagai kemampuan untuk
72

menyesuaikan diri mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai


dengan usia, suatu kendali batiniah. Begitupun dengan pendapat Bandura
dan Mischel, sebagaimana dikutip Carlson, yang mengatakan bahwa
kontrol diri merupakan kemampuan individu dalam merespon suatu situasi.
Demikian pula dengan Piaqet yang mengartikan tingkah laku yang
dilakukan dengan sengaja dan mempunyai tujuan yang jelas tetapi dibatasi
oleh situasi yang khusus sebagai kontrol diri (10)
52. Kontrol diri merupakan suatu kecakapan individu yang ada di lingkungan
sekitar. Selain itu, juga kemampuan untuk mengontrol dan mengelola
faktor- faktor perilaku sesuai dengan situasi dan kondisi untuk
menampilkan diri dalam melakukan sosialisasi kemampuan untuk
mengendalikan perilaku, kecendrungan menarik perhatian, keinginan
mengubah perilaku agar sesuai untuk orang lain, menyenangkan orang lain,
selalu konfom dengan orang lain, dan menutupi perasaannya (9-10)

Mulyani. (2016). RANCANGAN HIPOTETIK BIMBINGAN KELOMPOK


TEKNIK MODELING UNTUK MENINGKATKAN SELF CONTROL. (2004).
53. Tangney menyatakan bahwa “Central to our concept of self control is the
ability to override or change one’s inner responses, as well as to interrupt
undesired behavioral tendencies and refrain from acting on them”. Pusat
dari konsep pengendalian diri adalah kemampuan untuk
mengesampingkan atau mengubah tanggapan batin, serta untuk menekan
kecenderungan perilaku yang tidak diinginkan dan menahan diri dari
tindakan menyimpang (13)
54. Kesulitan dan gangguan perilaku seperti kebiasaan merokok berlebihan,
meminum minuman keras, dan berkelahi atau tawuran banyak bersumber
dari rendahnya kontrol diri, sebagaimana Messina dan Messina
menyatakan self-destructive bersumber dari self control yang rendah (34)
55. Self control sangat diperlukan agar seseorang tidak terlibat dalam

pelanggaran norma keluarga, sekolah dan masyarakat. Santrock menyebut


73

beberapa perilaku yang melanggar norma yang memerlukan self control

kuat meliputi dua jenis pelanggaran, yaitu tipe tindakan pelanggaran

ringan (status-offenses) dan pelanggaran berat (index-offenses)

56. Individu yang memiliki self control yang baik akan menunjukkan

karakteristik khusus dalam merespon segala hal yang menghampirinya.

Logue menyebutkan gambaran individu yang menggunakan self control

(16)

57. pendapat Block dan Block Self control memiliki mengemukakan tiga

jenis self control (20)

58. faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan self control yakni faktor

genetik dan faktor lingkungan (26)

59. Kemampuan pengendalian diri pada remaja berkembang seiring dengan

kematangan emosi yang dimiliki oleh remaja. Remaja dikatakan matang

emosinya ketika remaja tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain,

melainkan menunggu pada saat dan tempat yang lebih tepat untuk

mengungkapkan emosi dengan cara-cara yang dapat diterima

Mulyasa, E. (2008). Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Jakarta : Rineka


cipta
60. Mengatakan bahwa Guru pembimbing sebagai pendidik bertanggung

jawab untuk mewariskan nilai-nilai dan norma-norma kepada generasi

berikutnya sehingga terjadu proses konservasi nilai, karena melalui proses

pendidikan diusahakan terciptanya nilai-nilai baru. (48)

61. Kontrol diri (self control) tidak terlepas dari kesadaran diri yang tinggi atas
74

sikap yang dimiliki individu. Kontrol diri individu itu ditentukan oleh
berapa besar dan sejauh mana individu tersebut berusaha mempertinggi
kontrol dirinya. (8)

PRIAMBODHO, S. S. (2015). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Itensi


Penyimpangan Perilaku Organisasi Menembak di Kota Salatiga. 151.
https://doi.org/10.1145/3132847.3132886
62. Rodin mengatakan bahwa kontrol diri merupakan kemampuan seseorang
untuk membuat keputusan dan mengambil langkah-langkah yang efektif
untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dan menghindari hasil yang
tidak diinginkan (10-11)
63. Thompson mengatakan bahwa seseorang merasa memiliki kontrol diri
ketika mereka mampu mengenal apa yang dapat dan tidak dapat
dipengaruhi lewat tindakan pribadi dalam sebuah situasi, ketika mereka
memfokuskan pada bagian yang dapat dikontrol lewat tindakan pribadi,
dan ketika mereka yakin bahwa mereka memiliki kemampuan agar supaya
berperilaku dengan sukses
64. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa self-control berkaitan dengan
bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan dari dalam
dirinya sehingga mampu membuat keputusan dan mengambil tindakan
yang efektif sesuai dengan standar ideal, nilai-nilai moral dan harapan
sosial (11)

Risnawati, N. G. & R. (2011). Teori Self Control. Jakarta: Rineka Cipta.


65. Selain itu kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang
melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah
disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang
diinginkan
66. Self-control merupakan fungsi utama dari diri dan kunci penting untuk
kesuksesan dalam hidup (10)
67. kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku
(behavioral control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol
75

kepuasan (decisional control)

Rachdianti, Y. (2011). Intensitas Penggunaan Internet Remaja. Skripsi Universitas


Islam Negeri Syarif Hidayatulah.
68. Program Meditasi Indonesia (2009) mengatakan, bahwa kontrol diri
merupakan salah satu aspek psikologi yang selalu berkembang sejak
kanak-kanak hingga dewasa. Seorang anak pada umumnya masih belum
mempunyai kontrol diri yang baik, sehingga apa saja yang diinginkan, apa
saja yang dipikirkan, dan apa saja yang di dalam hati, semuanya
diekspresikan keluar secara spontan (11)

Komasari, D. (2000). Faktor Penyebab Prilaku Merokok Pada Remaja. (1), 37–47.
69. Dalam masa remaja ini, sering dilukiskan sebagai masa badai dan topan
karena ketidak sesuaian antara perkembangan fisik yang sudah matang dan
belum diimbangi oleh perkembangan psikis dan sosial. (1-2)

Shinta Rizki M. (2013). Studi Deskriptif Kontrol Diri. Fakultas Psikologi.


70. Kontrol diri akan muncul pada tahun ketiga ketika anak sudah mulai
menolak segala sesuatu yang dilakukan untuknya dan menyatakan
keinginannya untuk melakukan sendiri (6)
71. faktor-faktor yang mempengaruhi kontrol diri terdiri dari faktor internal
dan faktor eksternal (25)
72. kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu kontrol perilaku
(behavior control), kontrol kognitif (cognitive control), dan mengontrol
keputusan (decisional control). (33)

SINAGA, I. A. W. (2018). PERAN GURU BK DALAM MENGEMBANGKAN


SELF CONTROL SKRIPSI DiajukanuntukMelengkapiTugas-
tugasdanMemenuhiSyarat-Syarat untukMemperolehGelarSarjanaPendidikan
( S . Pd ) dalamIlmuTarbiyahdanKeguruan. Skripsi.

73. Self control (kontrol diri) dikatakan sebagai kemampuan manusia untuk
menahan dan mengendalikan perilaku sosial yang tidak pantas. Kontrol
76

diri berkaitan erat pula dengan keterampilan emosional. Self control


(kontrol diri) kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri
kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah
laku impulsive (9)
74. Peran kontrol diri (40)
75. Ciri-ciri kontrol diri (18)
76. Faktor yang mempengaruhi self control (22)
77. Aspek-aspek pengendalian diri (32)
78. Guru BK juga berperan aktif di sekolah yaitu merencanakan kegiatan
penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya dimasa yang
akan datang (43)
79. Guru pembimbing adalah fitur seorang pemimpin. Guru pembimbing
mempunyai kekuasaan untuk membentuk dan membangun kepribadian
anak didik menjadi seorang yang berguna bagi agama, nusa dan bangsa.
(47)
80. Konseling merupakan situasi pertemuan tatap muka antara konselor
dengan klien (siswa) yang berusaha memcahkan sebuah masalah dengan
mempertimbangkannya bersama-sama sehingga klien dapat memecahkan
masalahnya berdasarkan penentuan sendiri (53-54)

Sleman, D. I. (2010). Perbedaan tingkat. 2(03), 86–115.

81. Self control yang baik erat kaitannya dengan secure attachment,
penyesuaian diri yang baik dan keadaan positif yang lain sedangkan self
control negatif seringkali berhubungan dengan peningkatan dan keluhan
gejala psikopatologis, peningkatan terhadap gangguan penyalahgunaan
obat- obatan, makanan, alkohol dan sebagainya (7-8)
82. Setiap individu memiliki mekanisme self control yang berbeda-beda. (19)
83. Terdapat enam aspek self control menurut Tangney (Sleman, 2010) yaitu
achievement and task performance, impulse control, adjustment,
interpersonal relationship, moral emotions serta related personality
features (37)
77

Tohirin, (2014)Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis


Integrasi), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

84. Saat ini keberadaan layanan bimbingan dan konseling di sekolah tampak
lebih baik di banding era sebelumnya. Pengakuan kearah layanan
bimbingan dan konseling sebagai suatu profesi sudah semakin
mengakristal terutama dari pemerintah dan kalangan profesi lainnya
Penyelenggaraan bimbingan konseling sangat memiliki peran yang
penting dalam tercapainya tujuan pendidikan. (43)
85. Pekerjaan pembimbing berhubungan langsung dengan kehidupan pribadi
orang (45)

Tarigan, M. A. (2016). Hubungan Antara Kontrol Diri dengan Kecenderungan


Agresivitas Pada Remaja di SMK Negeri 3 Yogyakarta.
86. Faktor yang mempengaruhi kontrol diri menurut Ghufron & Risnawita
(Tarigan, 2016) adalah faktor internal yaitu usia dan faktor ekternal yaitu
lingkungan keluarga (21)
87. mengukur kontrol diri aspek-aspek yang digunakan menurut Averill (32)
88. Thomas yang menyatakan bahwa ketika dorongan untuk berbuat
menyimpang maupun agresi sedang mencapai puncaknya, kontrol diri
dapat membantu individu menurunkan agresi dengan mempertimbangkan
aspek aturan dan norma sosial yang berlaku. (37-38)
89. Individu dengan kontrol diri yang rendah melakukan resiko dan melanggar
aturan tanpa memikirkan efek jangka panjangnya. Salah satunya adalah
remaja yang melakukan agresivitas ()

Sriyanti, L. (2012). Pembentukan Self Control dalam Perspektif Nilai


Multikultural. MUDARRISA: Jurnal Kajian Pendidikan Islam, 4(1).
https://doi.org/10.18326/MDR.V4I1.%P
90. fungsi pengendalian diri adalah untuk menyelaraskan antara keinginan
pribadi self interest dengan godaan (temptation). (38)
91. Messina dan Messina mengemukakan fungsi dari self control (38)
78

92. Pengendalian diri dipengaruhi oleh emotion regulation antara lain: active
distraction, pasive waiting, information gathering, comfort seeking, focus
on dealy object, peach anger (39)

Surya D. (2009). Manajemen Kinerja: Falsafah Teori dan Penerapannya. Jakarta:


Pustaka Pelajar.
93. menambahkan fungsi self control adalah mengatur kekuatan dorongan
yang menjadi inti tingkat kesanggupan, keinginan, keyakinan, keberanian
dan emosi yang ada dalam diri seseorang. (40)

Suhartanti, L. (2015). Pengaruh Kontrol Diri Terhadap Narcissistic Personality


Disorder Pada Pengguna Instagram Di Sma N 1 Seyegan The Influence Of
Self-Control Towards Narcissistic Personality To. 184–195.
94. Individu yang berada pada usia remaja tidak menginginkan untuk
dianggap seperti anak kecil melainkan ingin dianggap lebih atau sama
seperti orang dewasa. Sehingga individu yang berada pada masa ini
memiliki ciri-ciri masa mencari identitas atau jati diri (1)

Ursia, N. R., Siaputra, I. B., & Sutanto, N. (2013). Academic Procrastination and
Self-Control in Thesis Writing Students of Faculty of Psychology,
Universitas Surabaya. Makara Human Behavior Studies in Asia, 17(1), 1.
https://doi.org/10.7454/mssh.v17i1.1798
95. Steel mengusulkan kurangnya kendali diri (lack of self-control) sebagai
salah satu konstruksi yang mewakili dan/atau mencerminkan tingginya
sensitivity to delay. Sensitiviy to delay diartikan sebagai besarnya
kepedulian yang diberikan atau hingga taraf tertentu bahkan dapat juga
disebut ketergantungan terhadap waktu tunda penerimaan imbalan (12)
96. Kontrol diri terbentuk sejak masa kanak- kanak antara 2-3 tahun, yakni
ketika anak menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak-anak yang
lain dan berusaha mengadakan kontak sosial. Selain itu, Hurlock
mengatakan bahwa perkembangan kemampuan kontrol diri seseorang
79

dipengaruhi oleh faktor perkem- bangan fisiologis, pengenalan dan minat


sosial, serta kematangan dan faktor belajar lingkungan (6)
97. Tangney, Baumeister, dan Boone menyarankan bahwa self-control
memiliki kapasitas besar dalam memberikan perubahan positif pada
kehidupan seseorang.
98. Tangney, Baumeister, dan Boone mengusulkan bahwa self-control terdiri
atas lima aspek berikut ini: (36)
a. Self-discipline, yaitu mengacu pada kemampuan individu dalam
melakukan disiplin diri. Hal ini berarti individu mampu memfokuskan
diri saat melakukan tugas. Individu dengan self-discipline mampu
menahan dirinya dari hal-hal lain yang dapat mengganggu
konsentrasinya
b. Deliberate/nonimpulsive, yaitu kecenderungan individu untuk
melakukan sesuatu dengan pertimbangan tertentu, bersifat hati-hati,
dan tidak tergesa-gesa. Ketika individu sedang bekerja, ia cenderung
tidak mudah teralihkan. Individu yang tergolong nonimpulsive mampu
bersifat tenang dalam mengambil keputusan dan bertindak.
c. Healthy habits, yaitu kemampuan mengatur pola perilaku menjadi
kebiasaan yang menyehatkan bagi individu. Oleh karena itu, individu
dengan healthy habits akan menolak sesuatu yang dapat menimbulkan
dampak buruk bagi dirinya meskipun hal tersebut menyenangkan.
Individu dengan healthy habits akan mengutamakan hal-hal yang
memberikan dampak positif bagi dirinya meski dampak tersebut tidak
diterima secara langsung.
d. Work ethic yang berkaitan dengan penilaian individu terhadap
regulasi diri mereka di dalam layanan etika kerja. Individu mampu
menyelesaikan pekerjaan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh hal-hal
di luar tugasnya meskipun hal tersebut bersifat menyenangkan.
Individu dengan work ethic mampu memberikan perhatiannya pada
pekerjaan yang sedang dilakukan.
80

e. Reliability, yaitu dimensi yang terkait dengan penilaian individu


terhadap kemampuan dirinya dalam pelaksanaan rancangan jangka
panjang untuk pencapaian tertentu. Individu ini secara konsisten akan
mengatur perilakunya untuk mewujudkan setiap perencanaannya.

Yusainy, C. Al, & Fitriani, A. (2015). Pengaruh Self Control Training Terhadap
Kecemasan Sosial Pada Remaja.
99. Pelatihan kontrol diri bisa bermanfaat dan berimbas pada banyak pengaruh
yang diinginkan, ketika individu juga memiliki keinginan yang kuat di
dalam dirinya untuk mengontrol diri mereka (55)
100. bahwa kontrol diri dilakukan secara sengaja, sadar, dan merupakan
bagian dari usaha untuk mencapai keinginan diri. (3)

You might also like