You are on page 1of 5

Contextual Teaching and Learning

Untuk memenuhi tugas matakuliah Strategi Belajar Mengajar


Diampu oleh Ibu Prof. Dr. Mimien Henie Irawati Al Muhdar, M.S.
dan Ibu Kennis Rozana, S.Pd., M.Si
Disajikan pada 28 Agustus 2019

Disusun Oleh:

Femi Mega Lestari (170341615098)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Agustus 2019
Contextual Teaching and Learning

Menurut Trianto (2012:107) konteks memberikan arti, relevansi dan manfaat penuh
terhadap belajar. Pembelajaran kontekstual merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
mengakui dan menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan
di luar kelas suatu pendekatan pembelajaran konstekstual menjadikan pengalaman lebih relevan
dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
pembelajaran seumur hidup. Konsep yang disajikan mengkaitkan materi pembelajaran yang
dipelajari siswa dengan konteks di mana materi tersebut digunakan dan berhubungan dengan
gaya ataupun cara belajar siswa. Adapun komponen utama pembelajaran kontekstual menurut
Ditjen Dikdasmen (2002:10) yakni meliputi: (1) konstruktivisme (constructivism), (2)
menemukan (inquiry), (3) bertanya (questioning), (4) masyarakat belajar (learning community),
(5) pemodelan (modelling), (6) refleksi (reflection) dan (7) penilaian yang sebenarnya (authentic
assesment). Adanya penerapan ketujuh komponen tersebut, maka dalam pelaksanaan
pembelajaran kontekstual akan menghantarkan pada kegiatan student center serta pemberdayaan
terhadap siswa.

Bandono (2008) menyebutkan bahwa CTL merupakan proses pembelajaran yang bersifat
holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi ajar dengan
mengaitkannya terhadap konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial dan
kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/ ketrampilan yang dinamis dan fleksibel untuk
mengkonstruksi sendiri secara aktif pemahamannya. CTL disebut pendekatan kontektual karena
konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat
sehingga CTL sebagai salah satu model pembelajaran dapat digunakan dapat mengefektifkan dan
menyukseskan implementasi dari kurikulum.

Secara filosofis pendekatan CTL ini mengacu pada filsafat konstruktivisme, yaitu filosofi
belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya menghafal, namun peserta didik harus
mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri. Dan bahwa pengetahuan tidak dapat
dipisah-pisahkan, melainkan pengetahuan tersebut mencerminkan keterampilan yang dapat
diterapkan.8 Menurut pandangan ini perolehan pengalaman seseorang didapat dari proses
asimilasi dan akomodasi sehingga pengalaman tersebut tertanam dalam benak yang dimiliki
seseorang.

Pembelajaran dengan menerapkan sistem CTL, mencakup delapan komponen utama yang
dijelaskan sebagai berikut:

a) Membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, CTL membuat siswa-siswi mampu


menghubungkan isi dari subjek-subjek akademik dengan konteks kehidupan keseharian
mereka untuk menemukan makna.
b) Melakukan pekerjaan yang berarti, ilmu saraf dan psikologi dengan jelas menunjukkan
betapa pentingnya pengaruh makna terhadap pembelajaran dan kemampuan mengingat,
sehingga dengan melakukan pekerjaan yang berarti akan semakin memudahkan peserta
didik untuk menanamkan konsep baru dan memungkinkan untuk terus berada dalam long
term memory nya.
c) Melakukan pembelajaran yang diatur sendiri; ketika siswa-siswi menghubungkan materi
dengan konteks keadaan pribadi mereka sendiri, maka mereka terlibat dalam kegiatan
yang mengandung prinsip pengaturan diri dan mereka akan menemukan minatnya,
keterbatasan mereka sehingga mereka akan menemukan siapa diri mereka sendiri.
d) Bekerja sama; dalam suatu kelas yang menggunakan model CTL, maka akan selalu
mengusung sistem kerja sama dalam kelompok untuk meningkatkan kehidupan sosial
dalam kelas.
e) Berpikir kritis dan kreatif
f) Membantu individu untuk tumbuh dan berkembang
g) Mencapai standar yang tinggi; standar tinggi yang dimaksud bukan hanya meliputi
standar akademis semata, melainkan pula standar tinggi dari lingkungannya secara nyata,
tugas ini menantang peserta didik untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
mereka dalam situasi dunia nyata untuk tujuan tertentu.
h) Menggunakan penilaian autentik; penilaian ini memberi kesempatan pada peserta didik
untuk memperoleh umpan balik terhadap isi pelajaran dengan lingkungannya sendiri.

Implementasi Contextual Teaching & Learning (CTL) dalam Pembelajaran Biologi


tentang perbedaan tumbuhan dikotil dan monokotil.

Sebagai contoh pembelajaran biologi tentang perbedaan tumbuhan dikotil dan monokotil.
Seorang guru harus mengingat tujuh komponen yang harus ada dalam menerapkan pembelajaran
kontekstual dalam kegiatan pembelajaran yaitu :
1) Konstruktivisme (constructivism)
Siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam
proses belajar mengajar, siswa yang menjadi pusat kegiatan, bukan guru (student center).
Contoh kontekstual dapat diberikan di tengah maupun di awal pelajaran pada saat
melakukan apersepsi, misalnya siswa diminta menyebutkan ciri-ciri tumbuhan dikotil dan
monokotil, dan hal itu bisa diberi stimulus terlebih dahulu, misalkan dengan
menunjukkan tumbuhan dikotil dan monokotil di sekitar sekolah, dimana hal ini terkait
dengan keseharian peserta didik.

2) Menemukan (inquiry)
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis
kontekstual, dimana pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta tetapi hasil menemukan sendiri. Guru diharapkan
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang
diajarkan. Proses menemukan suatu konsep yang sudah ada atau yang dikenal dengan
inquiry diwujudkan dalam bentuk kegiatan melengkapi Lembar Kerja Siswa yang sengaja
disusun dengan alur yang membantu siswa menemukan sebuah konsep mengenai materi
tumbuhan dikotil dan monokotil. Guru tidak begitu memberikan konsep tersebut secara
langsung melainkan melalui stimulus cerita kepada siswa-siswi. Kegiatan inquiry
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) merumuskan masalah,
b) mengamati/melakukan observasi,
c) menganalisis dan menyajikan hasil, dan
d) mengkomunikasikan kepada orang lain.

3) Bertanya (questioning)
Guru menggunakan pertanyaan untuk menuntun siswa berpikir, bukannya
penjejalan berbagai informasi penting yang harus dipelajari siswa. Bertanya adalah suatu
strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi
gagasan-gagasan. Pertanyaan-pertanyaan spontan yang diajukan siswa dapat digunakan
untuk merangsang siswa berpikir, berdiskusi, dan berspekulasi. Sistem bertanya ini bisa
diterapkan saat proses belajar berlangsung, agar peserta didik terbiasa berpikir kreatif dan
spontan. Contoh pertanyaan dari materi ini yaitu “bagaimana perbedaan morfologi pada
batang monokotil dan dikotil?”

4) Masyarakat belajar (learning community)


Konsep “masyarakat belajar” menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari
kerja sama dengan orang lain, sharing antara teman, antara kelompok, dan antara yang
tahu dengan yang belum tahu. Dalam masyarakat belajar terjadi proses komunikasi dua
arah, dua kelompok belajar (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran.
Dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain, teman,
antara kelompok, sumber lain dan bukan hanya guru. Dalam kelas CTL biasanya
dibentuk kelompok-kelompok belajar sebagai penerapan dari learning community. Dalam
pembelajaran materi tumbuhan dikotil dan monokotil bisa dibentuk kelompok diskusi
saat mengerjakan LKS untuk memupuk kemampuan siswa dalam bekerjasama. Namun
learning comunity tidak sebatas pada pembentukan kelompok yang terdiri dari 4 sampai 5
siswa, dapat pula berupa pasangan belajar dalam satu bangku. Selain itu learning
comunity dapat dilakukan dengan presentasi hasil diskusi oleh siswa yang kemudian
diikuti dengan tanya jawab terbuka untuk siswa.

5) Pemodelan (modelling)
Pemodelan merupakan proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu
sebagai contoh yang dapat ditiru oleh semua siswa. Pemodelan pada dasarnya
membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaimana guru
menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar
siswa-siswinya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh
tentang konsep atau aktivitas belajar. Dalam pembelajaran konstekstual, guru bukan satu-
satunya model, model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Misalkan dalam
pembelajaran biologi ini, siswa diajak untuk mengamati tumbuhan dikotil dan monokotil
di sekitar sekolah maupun di rumahnya.

6) Refleksi (reflection)
Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke
belakang tentang apa-apa yang sudah dilakukan di masa lalu. Siswa mengendapkan apa
yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan
pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Realisasinya berupa : a) Pernyataan
langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu; b) Catatan atau jurnal di buku
siswa; c) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu; d) Diskusi; dan e) Hasil
karya.

7) Penilaian yang sebenarnya (authentic assesment).


Dengan Authentic assesment, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara.
Tugas karya bentuk refleksi akhir materi juga merupakan salah satu wujud Authentic
assesment , karena dalam CTL penilaian tidak hanya berasal dari satu sumber atau hasil
tes tulis. Penilaian prestasi siswa dalam materi ini adalah kemampuan kinerja kelompok
melengkapi tugas, kemudian inisiatif dalam kelas, tes akhir pertemuan, tugas rumah, dan
ulangan akhir. Namun yang lebih penting penilaian dalam pendekatan kontekstual ini
bukan hanya didasarkan pada hasil melainkan pada proses perolehan pengetahuan anak
juga.

You might also like