You are on page 1of 2

Kakak-kakak sekalian.

Dalam nuansa keheningan malam ini, Diantara lirihnya hembusan sang angin dan kemilau
cahaya bintang, Ada jiwa-jiwa kita Yang kembali meniti detak waktu, yang telah terlampaui.
Sejenak mari kita menundukkan kepala, menjernihkan hati, dalam kepasrahan kepada yang
Maha Kuasa.
Kakak-kakak sekita, pada malam ini di bawah kaki langit yang diciptakan Sang Maha Kuasa
dengan begitu megahnya, saya ingin mengajak kakak-kakak memejamkan mata, merenung
kembali perjalanan kehidupan ini, sejak kakak-kakak dapat membedakan antara yang benar dan
yang salah hingga saat ini, renungkan perjalanan kehidupan yang telah kakak-kakak lalui, saya
yakin kakak-kakak akan menemui jalan yang terbaik untuk mengenal diri sendiri dan menjadi
Pramuka sejati.

Mari kita mulai perenungan ini dengan mengetahui hakikat tiga sosok yang menjadikan kita
mengerti, bahwa mata adalah anugerah untuk melihat, bahwa telinga adalah karunia untuk
mendengar, bahwa hati adalah pemberian untuk merasa dan membedakan kebajikan dan
kekejian. Sosok-sosok tersebut, adalah mereka yang kita sebut ibu, bapak, dan sang guru.

Kakak-kakak sekalian.
Ada dua malaikat terlihat dan tak bersayap yang menyejukkan kita dalam hidup yang fana ini.
Kita menyebutnya ibu dan ayah. Ibu dan ayah kita adalah lambang pengorbanan tanpa
mengharap pembalasan. Ibu dan aya adalah simbol perlawanan terhadap sikap putus asa terhadap
cobaan hidup kita. Mereka adalah sosok yang bersusah payah membesarkan kita, membanting
tulang hingga remuk tanpa peduli, bahwa siang sudah ditelan malam, dan malam sudah berganti
siang. Hujan adalah sahabat mereka, panas adalah kawan karib mereka, pakaian mereka basah
kuyup dengan kaki berlumuran lumpur, terkadang pula cucuran air mata mereka menahan
kepedihan dan penderitaan hidup. Seringkali mereka tertawa dalam kesedihan, mereka tegar
dalam kesakitan, mereka tegap dalam kegetiran. Semuanya, hanya demi membersarkan bidadari-
bidadari kecil mereka, yaitu kita.

Lantas sudahkan kita merenung itu semua?


Merenung semua kesakitan dan tangisan ibu dan ayah kita? Sudahkah kita merindui mereka yang
merindukan kita sepanjang waktu? Sudahkah kita menimbang setiap doa yang mereka panjatkan
pada Sang Maha Kuasa? Sudahkan kita mengerti setiap keinginan mereka agar anak-anaknya
menjadi yang terbaik? Menjadi orang yang tidak merasakan kesakitan dan penderitaan layaknya
mereka?

kakak-kakak sekalian.
Ibu adalah sosok wanita yang sangat tegar dan penuh pengorbanan. Di saat kita masih di dalam
kandungan seorang ibu, kita sudah diberi kasih sayang yang begitu besar olehnya. Selama 9
bulan seorang ibu mengandung anaknya tanpa ada rasa pamrih. Dan dengan perjuangan seorang
ibu, kita dapat lahir di dunia ini dengan taruhan hidup atau mati. Bayangkan, bahwa saat
melahirkan kita, batas antara hidup dan mati hanya setipis helai rambut. Setelah kita dilahirkan
ibu merawat dan membesarkannya dengan ikhlas. Di saat kita menangis di tengah malam ibu
bangun dan menimang kita dengan penuh kasih sayang. Di saat kita berlatih berjalan, namun
kita terjatuh dan menangis, Ia mengendong dan menenangkan kita. Apakah kita teringat saat kita
diajak oleh ibu kita pergi ke suatu tempat, dan kita menginginkan sesuatu. Kita tak pernah
perdulikan seberapa uang ibu kita. Dan ibu pun, tak akan mengeluh, dan tak akan
menceritakannya kepada kita bahwa uangnya terbatas. Dia tetap membelikan kita, sesuai yang
kita minta. Di saat kita melakukan kesalahan, ibu hanya tersenyum, lalu lirih berkata; “sudah,
tidak apa-apa nak”. Pernah, suatu ketika ibu menahan lapar setengah mati, hanya demi anaknya
tetap kenyang. Demikian cinta yang paling tinggi antara manusia.

Kakak-kakak sekalian.
Kemudian ada ayah kita yang menjelma menjadi laki-laki paling tegar di alam semesta ini. Dia
memang tidak mengandung dan melahirkan kita, tetapi percayalah, bahwa di setiap darah kita
mengalir tetesan keringat dan lelahnya membesarkan kita. Bahkan dia berdarah-darah di
persawahan sana, hanya demi semangkuk nasi dan sesuap kasih, demi kita yang kita yang kini
beranjak remaja dan dewasa. Ayah adalah jelmaan malaikat lain yang akan mati-matian menahan
air mata kita jatuh, dia pula yang akan mati-matian melawan kesedihan menghampiri kita.
Pernah juga, suatu ketika ayah kita hampir menyerah pada cobaan hidupnya, namun kemudian
tersadar, bahwa ada kita yang harus dia perjuangkan, kemudian dia kembali pada ketabahan dan
kekuatan hati, lalu meski tertatih-tatih, terus membesarkan kita dalam kecukupan.
Kakak-kakak sekalian.
Untuk semua jasa dan pengorbanan mereka, untuk semua cucuran keringat dan ceceran darah
mereka, sudahkah kita berterimakasih? Atau kita terlalu gengsi menyampaikan meski satu
kalimat saja, sebagai ungkapan terimakasih kita kepada mereka? Sudahkah kita hargai setiap
jengkal lelah mereka? Sudahkan kita hormati setiap detik waktu mereka membesarkan kita?
Sudah sempatkah kita basuh keringat mereka? Sudah sempatkah kita hapus sedih mereka? Sudah
sempatkah kita pangku mereka jika sudah terlalu renta? Sudah sempatkan kita suapkan mereka
jika mereka sakit? Sudah sempatkah kita berdoa untuk keselamatan mereka jika mereka sudah
tiada?

Kakak-kakak sekalian.
Bersyukurlah bagi mereka yang ibu-ayahnya masih tersenyum di sisi mereka. Sayangi mereka.
Basuh luka mereka dengan kasih segenap kasih, dengan sayang segala sayang, dengan cinta yang
tiada tandingannya. Mohonlah ampun kepada mereka, maafkan mereka, lalu bersimpuhlah tepat
di kaki mereka, sebab segala karunia Tuhanmu adalah bermula dari berkat dan restu ibu ayah
kita. Mohon ampun atas setiap bentakan kita kepada mereka, atas setiap bantahan terhadap
mereka, atas setiap penolakan terhadap mereka, bahkan atas setiap perlawanan terhadap mereka.

Kakak-kakak sekalian.
Jikapun ibu ayah kita sudah tiada, tunduklah setunduk-tunduknya di hadapan Tuhan. Mohon
kepadanya, “ampunkan orangtua kami Tuhan, sebab hanya permohonan ini yang bisa kami pinta,
tempatkan mereka pada ruang terbaik di sisi-Mu, hempaskan mereka dari segala siksa-Mu,
jangan dekatkan mereka dengan nerakamu, meski hanya satu inci”.
Jikapun ibu ayah kita sudah tiada, berbuatlah sebaik mungkin, berbaktilah dalam kebajikan,
senangkan mereka yang di atas sana, sebab kebajikan kita adalah bukti kita berbakti kepada ibu
dan ayah kita. Sampaikan, “ibu ayah, aku merindukan kehadiran kalian dalam setiap sedih dan
senangku saat ini”.

Kakak-kakak sekalian.
Kemudian ada sosok seorang guru dalam hidup ini. Mereka sering bilang, “Guru adalah wujud
pengabdian tanpa pamrih”. Benar memang, sebab guru kita adalah sosok yang dengan sabar
membimbing kita menuju pengetahuan dan pemahaman. Dengan sabar dia mengajarkan kita
tentang angka satu, dua, tiga, dan seterusnya. Dengan tabah pula dia mengajarkan kita tentang A,
B, C, dan seterusnya. Ketahuilah kakak-kakak sekalian, ilmu pengetahuan yang mereka
ajarkanlah yang membuat kita menjelma seperti sekarang, lalu kita mampu membedakan mana
hitam dan mana putih. Maka berterimakasihlah kepada mereka, mohon ampun untuk setiap
teriakan dan bantahan kita kepada mereka. Tunduklah setunduk-tunduknya, maka kita akan
menjadi sosok yang paling berbahagia, sebab guru kita merestui kita sepanjang hidup kita.

Kemudian kakak-kakak sekalian.


Tengoklah ke kanan dan kiri kita. Ada saudara-saudara kita yang pernah kita sakiti, ada saudara-
saudara kita yang pernah kita lukai. Sampaikan permohonan maaf untuk setiap iri kita kepada
mereka, ucapkan kalimat maaf untuk setiap dengki kita kepada mereka. Sebab kita harus suci
dalam pikiran, perkataan dan perbuatan.

Kakak-kakak sekalian.
Lalu di atas semua itu, mohon ampunlah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk setiap khilaf
dan bentuk congkak kita kepada-Nya, untuk setiap jenis dosa dan sombong kita di hadapan-Nya.
Sebab kita hanyalah debu yang tanpa petunjuk-Nya terbang tanpa arah. Mohonkan kepada-Nya,
“Ampuni kami ya Tuhaaaaan, ampuni setiap jengkal dosa dan salah ibu ayah kami dan guru-guru
kami. Lalu jauhkan kami dari segala jenis amarah dan murka-Mu. Kemudian hiasi kehidupan
kami dengan segala karunia terbaik-Mu. Amin.”

You might also like