You are on page 1of 10

ASSOCIATION OF ALBUMIN AND BODY MASS INDEX IN

TUBERCULOSIS PATIENTS IN MANADO, NORTH SULAWESI


Nathania N. Budiman, F. Gonie, E. Polii
Pulmonology Division, Internal Medicine Departement, Faculty of Medicine Sam Ratulangi
University Manado North Sulawesi, Indonesia

ABSTRACT

Background. Tuberculosis (TB) is infectious disease caused by Mycobacterium


Tuberculosis. TB remains a considerable major health problem in the world.
Undernutrition conditions increase the risk of tuberculosis development and vice-versa.
Hypoalbuminemia increase the frequency of hospital admission and mortality rate.

Objectives. Objectives of this study was to know the association between albumin serum
level and Body Mass Index (BMI) in Patients with Tuberculosis in Manado, North Sulawesi.
If that so, we could interfere the hypoalbuminemia to reduce the morbidity and mortality rate
of Tuberculosis.

Methods. The prospective study with cross-sectional method which held in hospital of RSUP
Prof. R. D. Kandou Manado, Wolter Mongisidi Teling Hospital, Pancaran Kasih Hospital,
Bahu Primary Health Centre, Sario Primary Health Centre in January-February 2019. Data
analysis using chi-square.

Result. From total 45 Tuberculosis patients who consume First Category Anti Tuberculosis
Drugs (ATD) intensive phase, mean age was 42,2 years old. The sample subjects consist of
28 men and 17 women. Patient with BMI ≥18,5 kg/m2 who have normal albumin serum level
≥3,5 gr/dl were 12 people, and patients with BMI <18,5 kg/m2 who have albumin serum <3,5
gr/dl were 20 people. This study shows there is association between albumin serum level and
BMI with p value=0,003.

Conclusion. There is association between albumin serum level and BMI in Patients with
Tuberculosis using First Category ATD in Manado, North Sulawesi.

Keyword. Albumin, Body Mass Index, Tuberculosis


Hubungan antara Kadar Albumin dengan Indeks Massa Tubuh pada Pasien Tuberkulosis di
Manado, Sulawesi Utara
Nathania N. Budiman, F. Gonie, E. Polii
Divisi Paru, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sam
Ratulangi Manado Sulawesi Utara

ABSTRAK

Pendahuluan. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis.Saat ini TB masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat dunia walaupun upaya dengan strategi Directly Observed Treatment Short-course
(DOTS) telah diterapkan dibanyak negara sejak tahun 1995. Buruknya kondisi penderita TB
dapat mempengaruhi status gizi sehingga terjadi malnutrisi dan sebaliknya malnutrisi dapat
meningkatkan perkembangan TB. Obat anti tuberkulosis (OAT) memiliki beberapa efek
samping salah satunya hipoalbuminemia terutama pada pasien malnutrisi. Selain itu,
diketahui bahwa hipoalbuminemia meningkatkan kekerapan masuk rumah sakit dan angka
mortalitas. Jadi atas dasar tersebut, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan
kadar albumin dengan IMT pada pasien TB kategori I.

Metode. Penelitian prospektif dengan metode cross-sectional yang dilakukan pada pasien
yang didiagnosis TB kategori I di RSUP Prof. R. D. Kandou Manado, RS Teling, RS
Pancaran Kasih, puskesmas Bahu, puskesmas Sario bulan Januari-Februari 2019. Analisis
data menggunakan chi-square.

Hasil. Dari total 45 pasien Tuberkulosis yang mengkonsumsi OAT kategori I fase intensif
sebagai sampel didapatkan rerata usia 42,2 tahun dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 28
orang dan perempuan sebanyak 17 orang. Pasien dengan IMT ≥18,5 kg/m2 dengan kadar
albumin serum ≥3,5 gr/dl didapatkan sebanyak 12 orang, sedangkan pasien dengan IMT
<18,5 kg/m2 dengan kadar albumin serum <3,5 gr/dl sebanyak 20 orang. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan antara kadar albumin terhadap IMT pasien Tuberkulosis
dimana didapatkan nilai p=0,003.

Diskusi. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kadar albumin
dengan IMT dikarenakan status nutrisi yang buruk dan usia yang semakin tua meningkatkan
risiko terhadap munculnya efek samping dari pengonsumsian OAT terutama efek samping
berupa hipoalbuminemia.

Kesimpulan. Terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan kadar albumin pada pasien
TB yang mengkonsumsi OAT kategori I di Manado, Sulawesi Utara.

Kata Kunci. Albumin, Indeks Massa Tubuh, Tuberkulosis


PENDAHULUAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.1 Kuman TB paling sering menyerang paru dan merusak
jaringan serta pembuluh darah di paru.2 Saat ini TB masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat dunia walaupun upaya dengan strategi Directly Observed Treatment
Short-course (DOTS) telah diterapkan dibanyak negara sejak tahun 1995.3
Buruknya kondisi penderita TB dapat mempengaruhi status gizi sehingga terjadi
malnutrisi dan sebaliknya malnutrisi dapat meningkatkan perkembangan TB.4 Malnutrisi
terjadi pada 25-40% pasien rawat inap dan berhubungan dengan komplikasi, lama rawat inap
serta tingginya morbiditas dan mortalitas pasien.5 Masalah malnutrisi masih terabaikan
sampai saat ini dikarenakan screening dan penilaian nutrisi bukan merupakan bagian dari
perawatan medis yang rutin dilakukan.6
Pada penderita TB terjadi penurunan nafsu makan, malabsorbsi nutrien, malabsorbsi
mikronutrien dan metabolisme yang berlebihan sehingga terjadi proses penurunan massa otot
dan lemak (wasting) sebagai manifestasi malnutrisi energi protein.7,8 Terdapat peningkatan
metabolisme basal pada penderita TB sebesar 20% dan biasanya sudah terjadi sejak sebelum
penderita terdiagnosis.9
Tuberkulosis memerlukan tata laksana dengan program khusus agar efek pengobatan
dapat tercapai yaitu dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Beberapa regimen OAT
umumnya memiliki efek samping pada sistem gastrointestinal seperti anoreksia, mual dan
muntah. Status nutrisi yang buruk dan usia yang semakin tua meningkatkan risiko terhadap
munculnya efek samping dari pengonsumsian OAT terutama efek samping berupa
hepatotoksik dan hipoalbuminemia.10
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan kadar albumin dengan IMT pada
pasien TB yang mengkonsumsi OAT kategori I yang dilakukan di Manado, Sulawesi Utara.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dengan rancangan studi potong lintang
yang dilakukan pada pasien yang didiagnosis TB kategori I di RSUP Prof. R. D. Kandou
Manado, RS Wolter Monginsidi Teling, RS Pancaran Kasih, puskesmas Bahu, puskesmas
Sario bulan Januari-Februari 2019. Analisis data menggunakan chi-square.
DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional usia dan jenis kelamin ditentukan berdasarkan catatan rekam medis.
Pasien dilakukan screening melalui poli dan ruangan, dimana berdasarkan kriteria inklusi
dicari pasien Tuberkulosis yang mengkonsumsi Obat Anti Tuberkulosis kategori I yang
kemudian dilakukan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan pemeriksaan albumin serum.
Pasien yang menjalani kemoterapi dilakukan pemeriksaan berat badan menggunakan alat
pengukur berat badan digital menggunakan satuan kilogram, tinggi badan diukur
menggunakan microtoise menggunakan satuan centimeter, Index Massa Tubuh diukur
dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.
Sedangkan albumin serum pasien diukur dalam satuan gram per desiliter melalui
pengambilan darah.

ANALISIS DATA
Data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan, perhitungan, dan dilakukan analisis data
menggunakan Chi-square.

HASIL PENELITIAN
Dari total 45 pasien Tuberkulosis yang mengkonsumsi OAT kategori I fase intensif
sebagai sampel didapatkan rerata usia 42,2 tahun dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 28
orang dan perempuan sebanyak 17 orang. Pasien dengan IMT ≥18,5 kg/m2 dengan kadar
albumin serum ≥3,5 gr/dl didapatkan sebanyak 12 orang, sedangkan pasien dengan IMT
<18,5 kg/m2 dengan kadar albumin serum <3,5 gr/dl sebanyak 20 orang. Penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan antara kadar albumin terhadap IMT pasien Tuberkulosis
dimana didapatkan nilai p 0,003.

Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian.


PARAMETER LAKI-LAKI PEREMPUAN MIN. MAX. TOTAL
(n=28) (n=17) (n=45)
Umur (th) 44,10 39,05 18 80 41,57
Berat Badan (kg) 52,4 45,8 36 73 49,1
Tinggi Badan (m) 1,66 1,57 1,52 1,76 3,23

IMT (kg/m2) 18,8 18,4 13,8 23,8 18,6


Albumin serum 2,95 3,04 1,9 4,4 2,99
Jenis Kelamin

Laki-laki
Perempuan

Gambar 1. Jenis Kelamin Subjek Penelitian

Indeks Massa Tubuh

IMT kurang lMT cukup

Gambar 2. Indeks Massa Tubuh Subjek Penelitian


Kadar Albumin

Albumin cukup
Albumin kurang

Gambar 3. Kadar Albumin Subjek Penelitian

Tabel 2. Hubungan antara kadar albumin dengan IMT pada Subjek Penelitian
PEMBAHASAN
Distribusi jenis kelamin pasien TB paru kategori I pada penelitian ini didapatkan lebih
banyak laki-laki yaitu berjumlah 28 orang (62,2%). Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Indah Mahfuzhah tahun 2014 mengenai gambaran faktor risiko penderita TB Paru
berdasarkan status gizi dan pendidikan di Poli Paru RSUD dr. Soedarso Pontianak didapatkan
159 (64,1%) penderita TB Paru adalah laki-laki.11 Penelitian lain yang dilakukan oleh
Arsunan Arsin dkk. tahun 2012 terhadap penderita TB Paru BTA positif yang berobat di
Pelayanan Kesehatan BBKPM Makassar didapatkan penderita TB Paru berjenis kelamin laki-
laki sebanyak 73 (64,6%) orang.12
Banyaknya jumlah kasus yang terjadi pada laki-laki disebabkan karena laki-laki
memiliki mobilitas yang tinggi daripada perempuan sehingga kemungkinan terpajan oleh
kuman tuberkulosis lebih tinggi. Gaya hidup seperti merokok dan risiko pekerjaan yang
berasal dari polutan udara dari luar ruangan khususnya yang berhubungan dengan paparan
industri juga meningkatkan risiko terinfeksi TB Paru.13 Laki-laki sebagai kepala keluarga
memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari sehingga lebih banyak
menghabiskan waktu diluar rumah untuk bekerja dan berinteraksi dengan banyak orang yang
dapat meningkatkan risiko terinfeksi TB.
Dari total 45 pasien Tuberkulosis yang mengkonsumsi OAT kategori I fase intensif
sebagai sampel didapatkan rerata usia 42,2 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fajar Hidayatul dkk. tahun 2014 mengenai gambaran
karakteristik tuberkulosis paru dan ekstra paru di BBKPM Bandung didapatkan penderita TB
paru terbanyak adalah kelompok usia 20 – 50 tahun (usia produktif) sebanyak 157 (59,5%)
orang.14 Penelitian lain yang dilakukan oleh Ruth Haryanti dkk. tahun 2012 di Manado
didapatkan kelompok usia penderita TB paru mayoritas usia produkrif yaitu 25 – 49 tahun
sebanyak 28 (48,28%) orang dan penelitian oleh Nofriyanda tahun 2009 di Padang juga
didapatkan mayoritas penderita TB paru adalah kelompok usia produktif 20 – 59 tahun
sebanyak 284 (76,55%) orang.15,16
Hasil penelitian ini sesuai dengan pedoman nasional pengendalian tuberkulosis dimana
diungkapkan bahwa sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif
secara ekonomis (15 – 50 tahun), hal ini disebabkan oleh perubahan demografik karena
meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan.17
Pasien dengan IMT ≥18,5 kg/m2 dengan kadar albumin serum ≥3,5 gr/dl didapatkan
sebanyak 12 orang, sedangkan pasien dengan IMT <18,5 kg/m2 dengan kadar albumin serum
<3,5 gr/dl sebanyak 20 orang. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Arsunan Arsin dkk. Pada tahun 2012 terhadap penderita TB Paru BTA positif yang
berobat di Pelayanan Kesehatan BBKPM Makassar didapatkan sebanyak 51,3% penderita TB
Paru memiliki status gizi kurang.12
Status nutrisi yang buruk dan usia yang semakin tua meningkatkan risiko terhadap
munculnya efek samping dari pengonsumsian OAT terutama efek samping berupa
hepatotoksik dan hipoalbuminemia.10 Hal ini sesuai dengan penelitian ini karena
menunjukkan adanya hubungan antara kadar albumin terhadap IMT pasien Tuberkulosis
dimana didapatkan nilai p=0,003.

KESIMPULAN
Terdapat hubungan bermakna antara IMT dengan kadar albumin pada pasien
Tuberkulosis yang mengkonsumsi OAT kategori I di Manado, Sulawesi Utara.
DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit / Sylvia
Anderson Price, Lorraine McCarty Wilson ; alih bahasa, Brahm U. Pendit .. [et. al] ;
editor edisi bahasa indonesia, Huriawati Hartanto ... [et. al.]. –Ed.6 – Jakarta : EGC,
2005.
2. Girsang, merryani. Mycobacterium Penyebab Penyakit Tuberkulosis serta Mengenal
Sifat-sifat Pertumbuhannya di Laboratorium. Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar
Kesehatan Badan Litbang Kesehatan. Jakarta. [diakses tanggal 12 Maret 2019]
3. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pengendalian
Tuberkulosis.Jakarta;2014.
4. Papathakis P, Piwoz E, editors. Nutrition aud Tuberculosis: A Revierv of the
Literature and Considerations for TB Control Programs. Chapter 3, Malnutrition,
Immunity, and TB. Washington: United States Agency lbr International
Development;2008:11.
5. E Leistra, JAE Langius, AM Evers, MAE van Bokhourst-de vander Schueren, M
Visser, HCW de vet. Validity of nutritional screening with MUST and SNAQ in
hospital outpatients. European Journal of Clinical Nutrition;2013:1.
6. Nancy E, Hafer, MS, RD, LD. Hospital malnutrition : Assessment and intervention
methods. Abbott Nutrition Health Institute;2011:1-3.
7. Gupta KB, Gupta R, Atreja A, Verma M, Vishukarma S. Tuberculosis and Nutrition.
Lung India;2009;26(1):9-16.
8. Irandi Putra P, Erlina B, Victor T. Malnutrisi dan Tuberkulosis. J Indon Med
Assoc;2012 Juni;62(6):231.
9. Edo Putra P, Abdul Salam, Agustina Arundina. Gambaran Indeks Massa Tubuh
(IMT) pada Pasien Tuberkulosis Paru Aktif yang Menjalani Terapi Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) di Unit Pengobatan Penyakit Paru Paru (UP4) Pontianak.
Universitas Tanjungpura; 2014.
10. Singla R, Sharma SK, Mohan A, Makharia G, Sreenivas V, Jha B, et al. Evaluation of
risk factors for antituberculosis treatment induced hepatotoxicity. Department of
Medicine. All India Institute of Medical Sciences. Indian J Med Res;2010.
11. Indah Mahfuzhah. Gambaran faktor risiko penderita TB paru berdasarkan status gizi
dan pendidikan di RSUD Dr.Soedarso. Pontianak:Universitas Tanjung Pura;2014
12. Arsunan A, Wahiddudin, Jumriani A. Gambaran asupan zat gizi dan status gizi
penderita TB Paru di Kota Makassar. Makassar:Universitas Hasanudin;2012.
13. Allotey P, Gyapong M. Gender in tuberculosis research. Int J Tuberculosis Lung
Disease.2008;12:831-6.
14. Fajar Hidayatul A, Usep Abdullah H, Tinni R. Gambaran karakteristik TB paru dan
ekstra paru di BBKPM Bandung tahun 2014. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Bandung;2014.
15. Ruth Haryanti S, B.Lampus, A.J Pandelaki. Gambaran penderita TB paru yang
berobat menggunakan DOTS di Puskesmas Bahu Malalayang I periode Januari-
Desember 2012. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Tropik. 2013;1(1):71.
16. Nofriyanda. Gambaran hasil pengobatan penderita TB paru di Poliklinik paru RS
DR.M.Djamil Padang periode 1 Januari 2007 – 31 Desember 2008. Padang: Fakultas
Kedokteran Universitas Andalas;2010.
17. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional pengendalian
tuberkulosis. Jakarta;2009.

You might also like