Professional Documents
Culture Documents
Nim : 1704121760
Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan
Fermentasi
Terdapat berbagai tipe garam yang dapat digunakan untuk penggaraman pada proses ikan
fermentasi, yaitu garam yang di proses melalui penguapan air laut dengan sinar matahari(solar
salt), garam tambang (mined salt), dan garam yang diproses dengan menguapkan laurutan dari
deposit garam ( evaporated salt)( Wheaton dan Lawson, 1985). Solar salt yang banyak
digunakan pada pengolahan produk perikanan ternyata mengandung jumlah mikroorganisme
yang paling besar. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada solar salt adalah bacillus 75%,
sedangkan yang lainnya adalah Micrococus dan Sarcina
Efek pengawetan utama dari garam adalah mengurangi air dari produk melalui tekanan
osmotic. Keadaan protein tergantung kadar garam. Kelarutan protein semangkin meningkat
dengan semangkin tingginya kandungan garamnya sampai konsentrasi tertentu. Umumnya
kelarutan tertinggi pada kisaran pH 7-9 dan cepat menurun di antara pH 6 dan pH 5 (Iriant,
2012).
Mikrobiologi Produk Ikan Fermentasi
Mikroorganisme yang secara alami terdapat pada ikan sangat berpengaruh terhadap proses
fermentasi. Ikan pada lingkungan alaminya mengandung mikroorganisme pada lender di
badan, perut, dan insang. Dilaporkan oleh ICMSF (1980) bahwa bakteri yang terdapat pada
permukaan kulit sebanyak 102-107 cfu/cm2, insang 103-109 cfu/g, dan usus 103-109 cfu/g.
Mikroorganisme pada ikan hidup di dominasi oleh bakteri psikotropik gram negative yang
terdapat pada bagian permukaan luarnya. Mikroorganisme gram positif yang di temukan pada
ikan, di antaranya Micrococci, Bacilli, dan Corynefron. Sedangkan bakteri gram negatife
adalah Moraxella, Acinetobacter, Pseudomonas, Flavobacterium, dan vibrio (Ward dan Baj,
1988).
Secara alami ikan mengandung enzim yang terdistribusi pada seluruh bagian tubuh ika.
Darah, jaringan, dan kelenjar, seperti kelenjar empedu, mengandung yang sangat aktif.
Konsentrasi enzim otolik pada perut dan kepala lebih tinggi dibandingkan jaringan yang lain.
Terdapat banyak variasi enzim proteolitik pada isi perut dan saluran pencernaan ikan. Tripsin ,
kimotripsin, dan pepsin adalah tiga jenis enzim yang di anggap lebih penting dibndingkan
lainnya. Pepsin merupakan enzim penting dalam proses pencernaan di lambung (Iriant, 2012)
PICUNGAN
Picungan adalah suatu produk unik yang hanya dapat ditemukan di provinsi Banten.
Picungan adalah produk ikan fermentasi tradisional yang di olah dengan menggunakan biji
picung (Pangium edule) yang dapat memberikan flavor spesifik terhadap produk. Tujuan utama
dari pengolahan menggunakan biji picung ini untuk pengawetan dalam rangka menciptakan
pasar produk yang lebih luas. Produk ini banyak dipasarkan didaerah kabupaten Pandeglang,
lebak dan serang. Daerah produsen utama ikan picungan adalah labuhan dan saketi di kabupaten
tampaknya masih tetap diandalkan oleh negara-negara berkembang dan peranannya masih tetap
menduduki yang terpenting dalam pengolahan tradisional. Keampuhan daya pengawet dari
garam yang murah dan 19 aman bagi kesehatan dan tersedia dimana-mana barangkali merupakan
faktor – faktor penting yang menentukan pilihan terhadap pemakaian garam. Garam merupakan
salah satu bahan pokok yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu, bahan
pengawet pada ikan, telur, daging dan buah serta untuk industri kimia. Penggunaan garam dalam
proses pengolahan bertujuan untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan
dalam tubuh ikan, serta menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan organisme lainnya.
Sedangkan Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk melarutkan sisa-sisa darah,
memberikan rasa dan memperbaiki tekstur ikan. Selain dapat menarik air, garam juga mencegah
terjadinya proses autolisis oleh enzim sebab kebanyakan enzim tersebut akan musnah atau
ditahan aktifitasnya. Selama proses penggaraman akan terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh
ikan yang diikuti dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi antara larutan garam di sekitar tubuh ikan dengan cairan yang ada dalam
tubuh ikan. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluarnya
cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama-kelamaan kecepatan
proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di
luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhirnya
pertukaran garam dan cairan tersebut terhenti setelah terjadi keseimbangan. Larutan garam dapur
yang encer mempunyai tekanan uap yang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan air
murni, demikian juga titik bekunya menjadi lebih rendah. Masing-masing molekul garam
bergabung sedemikian rupa dengan molekul air sehingga tidak lagi menunjukkan sifat-sifat
normalnya. Perendaman dalam air garam (brine) merupakan salah satu usaha untuk mengurangi
drip pada produk-produk seperti fillet ikan, jadi sebaiknya fillet direndam dulu dalam brine
sebelum dibekukan. Penyebab perendaman dalam brine dapat mengurangi drip masih belum
diketahui. Adanya ion-ion Na+ dan K+ 20 yang diserap myosin dan penambahan muatan listrik
pada protein serta akibat penambahan NaCl & KCl, secara sederhana merupakan pengisapan air
(hydration) yang bertambah dari bagian-bagian protein yang muatan listriknya makin besar. Di
samping memberikan rasa gurih pada ikan yang diolah, garam dapat menarik cairan dari dalam
tubuh ikan maupun bakteri. Proses ini akan menghambat aktivitas biologis bakteri bahkan dapat
(germicidal). Ingram dan Kitchel (1967) telah memberikan indikasi berbagai mikroorganisma,
khususnya bakteri patogen yang mungkin dapat tumbuh pada produk-produk yang diawet
dengan garam. Dalam konsentrasi rendah (1-3%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri.
Ada bakteri yang dapat tumbuh pada garam konsentasi tinggi misalnya : red halophilic bacteria
(merah). Aktomiosin tak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam NaCl + 1,0 % .
Mutu Mikrobiologis
Mutu mikrobiologis dari produk pangan ditentukan oleh tingkat pertumbuhan mikroba dan
mikroba spesifik yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Sebagai akibat dari pertumbuhan
tersebut akan terjadi perubahan sifat fisik dan kimianya yang akan mempengaruhi tingkat
penerimaan konsumen. Apabila perubahan tersebut diterima oleh konsumen berarti produk
tersebut baik dan apabila konsumen menolak berarti produk tersebut dinyatakan telah mengalami
penurunan mutu atau telah mengalami kerusakan. Upaya standarisasi mutu ikan segar telah
dilakukan, dimana kriteria mutu mikrobilogis ikan segar adalah jumlah mikroba yang tumbuh
pada ikan segar. Persyaratan mutu ikan segar menurut Standar Perikanan Indonesia secara
organoleptic Menurut ketetapan dari Standar Nasional Indonesia (1992) batas maksimum
jumlah mikroba pada ikan segar tiap gramnya adalah 5 x 105 sel mikroba.
Salah satu tujuan dari pengawetan ikan segar dengan menggunakan bahan bioaktif alami biji
picung (Pangium edule Reinw) adalah untuk meningkatkan umur simpan (daya awet) dari ikan
segar. Peningkatan umur simpan ikan segar terutama dipengaruhi oleh faktor suhu dingin (0-5o
C). Secara umum aw ikan segar adalah 6,8 sedangkan kerusakan ikan segar ditandai dengan
a) Escherichia coli
E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam
famili Enterobacteriaceae. E. coli disebut juga koliform fecal karena ditemukan dalam
saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator
kontaminasi kotoran (Fardiaz 1992). Kisaran suhu pertumbuhan bakteri E. coli adalah
antara 10 - 40o C dengan suhu optimum 37o C. Kisaran pH antara 4 - 9 dengan nilai
pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,0 – 7,5 dan nilai aw minimum untuk
pertumbuhan adalah 0,96. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga inaktif
b) Salmonella typhimurium
Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobactericeae, merupakan bakteri gram negatif
yang berbentuk batang. Salmonella sp. tidak membentuk spora, bersifat aerobik atau
anaerobik fakultatif, motil dengan flagela peritrikat (Salle 1978 dalam Fardiaz 1983).
Salmonella typhimurium dapat tumbuh pada suhu antara 5-47o C dengan suhu
optimum 35-37o C. Nilai pH optimim untuk pertumbuhannya berkisar 6,5-7,5
c) Staphylococcus aureus
membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. Sifat koagulase positif dari
Pada prinsipnya, proses penambahan kombinasi campuran picung dan garam pada ikan segar
meliputi tahap persiapan bahan ; pengupasan biji picung, pencongkelan dan pencacahan serta
pencampuran daging biji picung dengan garam dan pembuangan isi perut ikan kembung.
Kemudian pencampuran bahan yang terdiri dari pelumuran campuran picung dan garam pada
ikan kembung segar dan pengemasannya. Tahap pencampuran picung dan garam memegang
peranan yang sangat penting. Perbandingan campuran bahan harus diatur agar memudahkan
dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir ditentukan oleh perbandingan campuran
bahan dan proses yang dilakukan. Seluruh tahap pelumuran campuran picung dan garam pada
ikan kembung segar tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap kenampakan dan mutu
produk akhir. Mutu ikan kembung segar secara organoleptik, kimia dan mikrobiologis