You are on page 1of 7

Nama : Priady Simatupang

Nim : 1704121760
Jurusan : Teknologi Hasil Perikanan

Fermentasi

Fermentasi diartikan sebagai fenomena bahan-bahan organic yang di hidrolisis oleh


mikroorganisme (Makinodan, 1992). Fermentasi produk perikanan merupakan teknologi yang
sudah tua. Pengolahan secara tradisional tersebut di gunakan untuk mengatasi sifat ikan yang
mudah membusuk. Darah ikan terkoagulasi secara cepat pada lingkungan kadar garam tinggi
dan secara perlahan-lahan terurai oleh enzim haloteleran dari isi perut. Setelah fermentasi
selama 9 bulan, diperoleh garum berupa cairan jernih berwarna cokelat dari tangki fermentasi.
Wikipedia (2007) mendefinisikan bahwa ikan fermentasi adalah suatu makanan orang eskimo
yang dikonsumsi mentah dan beku. Ikan fermentasi disiapkan terlebih dahulu memuat lubang
di tanah dengan kedalaman sekitar 60 cm. Selanjutnya, ikan segar dimasukan kedalam lubang
tersebut dan ditutup dengan tanah (Iriant, 2012).

 Peran Garam pada Produk Ikan Fermentasi

Terdapat berbagai tipe garam yang dapat digunakan untuk penggaraman pada proses ikan
fermentasi, yaitu garam yang di proses melalui penguapan air laut dengan sinar matahari(solar
salt), garam tambang (mined salt), dan garam yang diproses dengan menguapkan laurutan dari
deposit garam ( evaporated salt)( Wheaton dan Lawson, 1985). Solar salt yang banyak
digunakan pada pengolahan produk perikanan ternyata mengandung jumlah mikroorganisme
yang paling besar. Bakteri yang paling banyak ditemukan pada solar salt adalah bacillus 75%,
sedangkan yang lainnya adalah Micrococus dan Sarcina

Efek pengawetan utama dari garam adalah mengurangi air dari produk melalui tekanan
osmotic. Keadaan protein tergantung kadar garam. Kelarutan protein semangkin meningkat
dengan semangkin tingginya kandungan garamnya sampai konsentrasi tertentu. Umumnya
kelarutan tertinggi pada kisaran pH 7-9 dan cepat menurun di antara pH 6 dan pH 5 (Iriant,
2012).
 Mikrobiologi Produk Ikan Fermentasi

Mikroorganisme yang secara alami terdapat pada ikan sangat berpengaruh terhadap proses
fermentasi. Ikan pada lingkungan alaminya mengandung mikroorganisme pada lender di
badan, perut, dan insang. Dilaporkan oleh ICMSF (1980) bahwa bakteri yang terdapat pada
permukaan kulit sebanyak 102-107 cfu/cm2, insang 103-109 cfu/g, dan usus 103-109 cfu/g.

Mikroorganisme pada ikan hidup di dominasi oleh bakteri psikotropik gram negative yang
terdapat pada bagian permukaan luarnya. Mikroorganisme gram positif yang di temukan pada
ikan, di antaranya Micrococci, Bacilli, dan Corynefron. Sedangkan bakteri gram negatife
adalah Moraxella, Acinetobacter, Pseudomonas, Flavobacterium, dan vibrio (Ward dan Baj,
1988).

 Enzim pada Produk Ikan Fermentasi

Secara alami ikan mengandung enzim yang terdistribusi pada seluruh bagian tubuh ika.
Darah, jaringan, dan kelenjar, seperti kelenjar empedu, mengandung yang sangat aktif.
Konsentrasi enzim otolik pada perut dan kepala lebih tinggi dibandingkan jaringan yang lain.
Terdapat banyak variasi enzim proteolitik pada isi perut dan saluran pencernaan ikan. Tripsin ,
kimotripsin, dan pepsin adalah tiga jenis enzim yang di anggap lebih penting dibndingkan
lainnya. Pepsin merupakan enzim penting dalam proses pencernaan di lambung (Iriant, 2012)

PICUNGAN

Picungan adalah suatu produk unik yang hanya dapat ditemukan di provinsi Banten.

Picungan adalah produk ikan fermentasi tradisional yang di olah dengan menggunakan biji

picung (Pangium edule) yang dapat memberikan flavor spesifik terhadap produk. Tujuan utama

dari pengolahan menggunakan biji picung ini untuk pengawetan dalam rangka menciptakan

pasar produk yang lebih luas. Produk ini banyak dipasarkan didaerah kabupaten Pandeglang,

lebak dan serang. Daerah produsen utama ikan picungan adalah labuhan dan saketi di kabupaten

pandeglang dan binuangen di kabupaten lebak.

 Garam Sebagai Pengawet Makanan


Penggunaan garam sebagai bahan pengawet makanan khususnya untuk produk perikanan

tampaknya masih tetap diandalkan oleh negara-negara berkembang dan peranannya masih tetap

menduduki yang terpenting dalam pengolahan tradisional. Keampuhan daya pengawet dari

garam yang murah dan 19 aman bagi kesehatan dan tersedia dimana-mana barangkali merupakan

faktor – faktor penting yang menentukan pilihan terhadap pemakaian garam. Garam merupakan

salah satu bahan pokok yang digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bumbu, bahan

pengawet pada ikan, telur, daging dan buah serta untuk industri kimia. Penggunaan garam dalam

proses pengolahan bertujuan untuk memberikan rasa gurih pada ikan, menurunkan kadar cairan

dalam tubuh ikan, serta menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan organisme lainnya.

Sedangkan Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk melarutkan sisa-sisa darah,

memberikan rasa dan memperbaiki tekstur ikan. Selain dapat menarik air, garam juga mencegah

terjadinya proses autolisis oleh enzim sebab kebanyakan enzim tersebut akan musnah atau

ditahan aktifitasnya. Selama proses penggaraman akan terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh

ikan yang diikuti dengan keluarnya cairan dalam tubuh ikan. Hal ini terjadi karena adanya

perbedaan konsentrasi antara larutan garam di sekitar tubuh ikan dengan cairan yang ada dalam

tubuh ikan. Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam. Bersamaan dengan keluarnya

cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam memasuki tubuh ikan. Lama-kelamaan kecepatan

proses pertukaran garam dan cairan semakin lambat dengan menurunnya konsentrasi garam di

luar tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan, bahkan akhirnya

pertukaran garam dan cairan tersebut terhenti setelah terjadi keseimbangan. Larutan garam dapur

yang encer mempunyai tekanan uap yang sedikit lebih rendah bila dibandingkan dengan air

murni, demikian juga titik bekunya menjadi lebih rendah. Masing-masing molekul garam

bergabung sedemikian rupa dengan molekul air sehingga tidak lagi menunjukkan sifat-sifat
normalnya. Perendaman dalam air garam (brine) merupakan salah satu usaha untuk mengurangi

drip pada produk-produk seperti fillet ikan, jadi sebaiknya fillet direndam dulu dalam brine

sebelum dibekukan. Penyebab perendaman dalam brine dapat mengurangi drip masih belum

diketahui. Adanya ion-ion Na+ dan K+ 20 yang diserap myosin dan penambahan muatan listrik

pada protein serta akibat penambahan NaCl & KCl, secara sederhana merupakan pengisapan air

(hydration) yang bertambah dari bagian-bagian protein yang muatan listriknya makin besar. Di

samping memberikan rasa gurih pada ikan yang diolah, garam dapat menarik cairan dari dalam

tubuh ikan maupun bakteri. Proses ini akan menghambat aktivitas biologis bakteri bahkan dapat

menyebabkan kematiannya. Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh mikroorganisma

(germicidal). Ingram dan Kitchel (1967) telah memberikan indikasi berbagai mikroorganisma,

khususnya bakteri patogen yang mungkin dapat tumbuh pada produk-produk yang diawet

dengan garam. Dalam konsentrasi rendah (1-3%) justru garam membantu pertumbuhan bakteri.

Ada bakteri yang dapat tumbuh pada garam konsentasi tinggi misalnya : red halophilic bacteria

(merah). Aktomiosin tak larut dalam air tetapi larut dalam larutan garam NaCl + 1,0 % .

 Mutu Mikrobiologis

Mutu mikrobiologis dari produk pangan ditentukan oleh tingkat pertumbuhan mikroba dan

mikroba spesifik yang terdapat dalam bahan pangan tersebut. Sebagai akibat dari pertumbuhan

tersebut akan terjadi perubahan sifat fisik dan kimianya yang akan mempengaruhi tingkat

penerimaan konsumen. Apabila perubahan tersebut diterima oleh konsumen berarti produk

tersebut baik dan apabila konsumen menolak berarti produk tersebut dinyatakan telah mengalami

penurunan mutu atau telah mengalami kerusakan. Upaya standarisasi mutu ikan segar telah

dilakukan, dimana kriteria mutu mikrobilogis ikan segar adalah jumlah mikroba yang tumbuh

pada ikan segar. Persyaratan mutu ikan segar menurut Standar Perikanan Indonesia secara
organoleptic Menurut ketetapan dari Standar Nasional Indonesia (1992) batas maksimum

jumlah mikroba pada ikan segar tiap gramnya adalah 5 x 105 sel mikroba.

 Mutu dan Daya Awet Ikan Segar

Salah satu tujuan dari pengawetan ikan segar dengan menggunakan bahan bioaktif alami biji

picung (Pangium edule Reinw) adalah untuk meningkatkan umur simpan (daya awet) dari ikan

segar. Peningkatan umur simpan ikan segar terutama dipengaruhi oleh faktor suhu dingin (0-5o

C). Secara umum aw ikan segar adalah 6,8 sedangkan kerusakan ikan segar ditandai dengan

timbulnya bau busuk dan lendir di permukaan tubuh ikan.

 Karakteristik Bakteri Patogen dan Perusak Makanan

a) Escherichia coli

E. coli merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk batang, termasuk dalam

famili Enterobacteriaceae. E. coli disebut juga koliform fecal karena ditemukan dalam

saluran usus hewan dan manusia. Bakteri ini sering digunakan sebagai indikator

kontaminasi kotoran (Fardiaz 1992). Kisaran suhu pertumbuhan bakteri E. coli adalah

antara 10 - 40o C dengan suhu optimum 37o C. Kisaran pH antara 4 - 9 dengan nilai

pH optimum untuk pertumbuhan adalah 7,0 – 7,5 dan nilai aw minimum untuk

pertumbuhan adalah 0,96. Bakteri ini sangat sensitif terhadap panas sehingga inaktif

pada suhu pasteurisasi.

b) Salmonella typhimurium

Bakteri ini termasuk dalam famili Enterobactericeae, merupakan bakteri gram negatif

yang berbentuk batang. Salmonella sp. tidak membentuk spora, bersifat aerobik atau

anaerobik fakultatif, motil dengan flagela peritrikat (Salle 1978 dalam Fardiaz 1983).

Salmonella typhimurium dapat tumbuh pada suhu antara 5-47o C dengan suhu
optimum 35-37o C. Nilai pH optimim untuk pertumbuhannya berkisar 6,5-7,5

sedangkan aw optimum untuk pertumbuhannya adalah 0,945-0,999.

c) Staphylococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, berbentuk kokus dan

termasuk famili Micrococcaceae. Bakteri ini tumbuh secara anaerobik fakultatif

dengan membentuk kumpulan sel-sel seperti buah anggur. Beberapa galur

membentuk pigmen kuning keemasan dan tidak larut air. Sifat koagulase positif dari

galur bakteri ini dapat memproduksi bermacam-macam toksin sehingga mempunyai

potensi patogenik tinggi dan dapat menyebabkan keracunan makanan

 Proses Penambahan Campuran Picung dan Garam pada Ikan Segar

Pada prinsipnya, proses penambahan kombinasi campuran picung dan garam pada ikan segar

meliputi tahap persiapan bahan ; pengupasan biji picung, pencongkelan dan pencacahan serta

pencampuran daging biji picung dengan garam dan pembuangan isi perut ikan kembung.

Kemudian pencampuran bahan yang terdiri dari pelumuran campuran picung dan garam pada

ikan kembung segar dan pengemasannya. Tahap pencampuran picung dan garam memegang

peranan yang sangat penting. Perbandingan campuran bahan harus diatur agar memudahkan

dalam penanganannya, sebab karakteristik produk akhir ditentukan oleh perbandingan campuran

bahan dan proses yang dilakukan. Seluruh tahap pelumuran campuran picung dan garam pada

ikan kembung segar tersebut diharapkan dapat berpengaruh terhadap kenampakan dan mutu

produk akhir. Mutu ikan kembung segar secara organoleptik, kimia dan mikrobiologis

diharapkan dapat diterima dengan baik oleh konsumen/panelis (Widyasari, 2006).


DAFTAR PUSTAKA

Emi Widyasari Hangesti.2006.Pengaruh Pengawetan Menggunakan Biji Picung. Sekolah

Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Irianto, H E. 2012. Produk Fermentasi Ikan. Penebar Swadaya. Depok

You might also like