Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
EVALUASI PENGGUNAAN TERAPI ANEMIA PADA PASIEN ASKES DENGAN GAGAL
GINJAL KRONIK YANG MENJALANI HEMODIALISIS RUTIN DI RS PKU MUHAMMADIYAH.
YOGYAKARTA
EVALUATION ON THE ANEMIA THERAPY USAGE TOWARD CHRONIC KIDNEY DISEASE ASKES
PATIENTS RECEIVING REGULAR HAEMODIALYSIS THERAPY AT PKU MUHAMMADIYAH
HOSPITAL YOGYAKARTA
Hidayati!, Agung Endro Nugroho!, dan inayat
*Fakultas Farmas Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
2RS PKU Muhammadiyah, Yogyakarta
ABSTRAK
Ania tejadi peda sebagian besar pasien gogal ginal ronik (GGK), Anemia peda pasien GGK teraditoratama
Jaarera kekuranganexitropoietin. Kadar hemoglobin yang rerdah berhubungen dengan lvaran Kinik yang jelek pada
‘pasien GGK Terapiepoetin pada pasien GGK terbuhti sara ilnik dapat meninglatkan kualtashidup.rrenurunkan
‘morbidites dan mortalita Peneltian inibertajaan untuk mengetahai prof terspi anemia, profil ekerhasilan terapi
anemia dengan epoetin, profil kepatuhan tera adjuvant per-oral anemia, dan pengeruh tingkat kepatuhan terapi
adjuvant per-oral anemia terhadap pencapaian target terap epoetin pada pasien Askes dengan GGK yang menjalant
hhemedialisis rutin dil PKU Mulammadiyeh Yogyekarto,
Fenelitan dllakukan dengan rancangen studi observasional dengan pengambilan data secara prospektif,
kemudian dilakskan analiss terhadap data yang diperoleh untuk melihat keberhasilan terapi utama anemia
rmenggunakan epostin dan terapi adjuvant percoral anemia, Penilaian keberhasilan terapi epoetin berdasarkan
‘National Kiduey Foundation Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQ)) tahun 2005, sedangkan penilaian
kepatuhan menggunakan kuesioner Modifed Monshy Scale (MINS).
Berdasarkan peneliia,jenis epostin yang digunakan dalam terapi anemia pada pasien GGK adalah epoetin
alfa dan beta, masing-masing sebesar69,05% dan 20.95%. Terapi adjuvant peroral anernia yarg digunakan adalah
Jombinasi am fole, zat bes dan vitamin B-hompicks (8205%); asam ‘olat (10264), hombines asam folat dan
vitamin B-kompleks (7.59%), Kelompok subdesis epcetin dengan target terop tidak tercapal dan dosis memenunt
poet dengan target trap tidak tercapa, masing-masing scbesar 64.29% dan 21.41%; kelompok subdosis epoetin
dengan target terapi tereapei dan dosis memenuhi epoctin dengan target terapiterupel, menurjukan Iasi yang
sama sebesar 7.14%. Kelompok pasien yang patuh dan pasien yang tidak patuh dalam menggunakan tapi agluvant
per-oral anemia, masing-masing sshesar 69.23% dan 307% Kepatuhan pasien Askes dalam mengeunakan terapi
sdjuvont peroral anemia pada penelitan ini dapat membunta tercapeinye target terepi epoctin,
‘Katahunc!: Anemia, hepatuhar, gogal ginjl hronik, hemodialiss rutin, epoctin, adjevant peroral anemia
ApsTRACT
Anemia is montly associated with chronic kidney disease (CKD) patients. Anemia in CKD patients occurs due to
the lackof erythropoietin. Low hemoglobin concentration relates to bad clinc outcome toward CKD patients Epoetin
‘therapy for CKD patients has been clinically confined to improve the qualty of life and lower the morbidity ant
mortality rte, Ths reearch was intended 1 investigate the anemia profile therapy, adjuvant perl anemia therapy
adherence profile and the effec of adjuvant peroral anemia therapy adherence toward achievement target of anemia
‘therapy using epoetin in CKD Askes patient receiving regular hemodialysis therapy at PKU Muhammadiyah Fiosptal
Yogyakarta
“The research was conducted using observational study design with prospective data collection, then the data were
analyzed in orderto now the success fener primary therapy via epoetin and adjuvant peroral anemia therapy. The
‘sucess of therapy were measured based on National Kidney Foundation-Kicney Disease Outcomes Quality Initiative
{(NKE-K/DOQH, 2006, while adherence was measured via Modified Morisky Scale (MMS) questionnaire.
Based on the research, cpostin used in his research was epoctin alpha and beta, each 69 05% and 30.65% Adjuvant
[peroral anemia therapy used in this research was combined fli ac, ion and vitamin B-complex (82.05%) folic acid
(1026%); combined folic aid and vitamin B-complex (7.6%). Groups of epeetin sub dose with unachieved target and
‘peatn cemplete dose with urachioved target were 61.29% and 21.41%; Groups of opoctin mab daw with achieved
target and epoetin complete dose with achieved target showed similar resulls7:14%. The adherence profile of acjuvant
‘per-oral anemia therapy were consisted of obedient patients and discbedint patients, each 9.23% and 20.77%. Askes
[Pationt adherence in ing ~djnvant peroral anemia therapy, inthis rssarch, was abet assist the achievement of
poetin therapy target.
‘Keywords: Anemia, adherence, chrenic idney disease, regular haemodialysis, epoetin, adjuvant per-oral anemia
147Vol. 1 No. 3 / September 2011
PENDAHULUAN
Anemia terjadi pada sebagian besar
pasien gegal ginjal kronik (GGK). Anemia pada
pasion GGK terjadi terutama karena kekurangan,
eritropoietin (Esbach et al, 2000). Menurut
European Best Practice Guidelines, anemia pada
pasien GGK terbukti dapat mempengaruhi
kualitas hidup, meningkatkan morbiditas dan
mortalitas (Jacobs et al, 2000),
Anemia pada GGK, hendaknya diatasi
berdasarkan penyebab anomia _tersebut.
Penurunanproduksieritropoietinharusdilakukan
terapi_ dengan pemberian recombinant iumen
erythropoietin (epoetin). Tetapi, harga epoetin
(EPO) yang mahal menjadi kendala tersendiri di
Indonesia, Salah satu penanggulangan anemia
yang sering dilokukan karena biayanya mureh
dan mudah diperoleh adalah transfusi darah
menggunakan Packed Rei Cell (PRC). Namun,
{indakan ini mempunyai kelemahan arena dapat
menularkan berbagai macam penyakit, seperti
hepatitis B, hepatitis C, dan HIV (Anonim, 2001).
National Kidney Foundation-Kidney Disease
Ontcomes Quality Initiative (NKF-K/DOQ)) di
‘Amerika merekomendasikan pemberian EPO.
pada semua tingket pasien GGK, balk yang
bbelum atau telah menjalani terapi dialisis. Terapi
EPO pada pasien GGK telah terbuikti secara Klinik
dapat menghilangkan gejala maupun mengurangi
komplikasi ekibat anemia pada pasien GGK.
Selain itu, terapi EPO dapat mengurangi
Kebutuhan transfusi_darah, _ mengurangi
komplikasi transfusi, mengurangi efek sekunder
anemia terhadap sistem kardiovaskuler, serta
meningkatkan kualitas hidup secara umum_
(Anonim, 2001).
Pentingnya pengelolaan anemia pada
pasien GGK yang menjaleni hemodialisis
dan belum dilakukannya penelitian tentang
pengelolaan anemia pada pasien GGK
yang menjalani hemodialisis di RS PKU
Muhammadiyah Yogyakarta, mendorong untuk
Gilakukannya penelitien dengan judul “Evaluasi
penggunaan terapi anemia pada pasion Askes
cengan gagal ginjal kronik yang menjalani
hemodialisis rutin di RS PKU Muhammadiyah,
Yogyakarta.”
METODOLOGI
Subyek penelitian adalah pasien Askes
dengan GGK yang menjalani hemodialisis rutin
dengan terapi epoetindi RSPKU Muhammadiyah
‘Yogyakarta selama periode 1 Februari ~31 Maret,
2011 yang memenuhi kriteria inklusi
Kriteria inklusi pasien pada penelitian
ini, antara lain pasien Askes yang menjalani
hemodialisis rutin selama periode penelitian
dengan frekuensi hemodialisis 23 kali seminggu,
pasien usia® 18 tahun dan <65 tahun, pasien yang
telah mendapatkan terapi epoetin rutin minimal
1 balan, dan masih mendapatkan terapi epoetin
rutin pada saat periode penelitian. Sedangkan
Ikriteria eksklusi pasien, antara lain pasien Askes
dengan transplantasi ginjal, pasien Askes yang
‘mendapatkan tranfusi PRC selama_periode
penelitian, pasion Askes dengan kemoterapi,
asien Askes dengan HIV/AIDS, dan pasien
‘Askes rawat inap.
Fenclitian dilakukan dengan rancangan
studi observasional dengan _pengambilan
data secara prospektif, Kemudian dilakukan
analisis teshadap data yang diperoleh untuk
melihat keberhasilan terapi_utama anemia
‘menggunakan epoetin dan terapi adjuvant per-
oral anemia. Penilaian keberhasilan terapi epoctin
berdasarkan National Kidney Foundation-Kidney
Disease Outcomes Quality Initiative (NKF-KIDOQ))
tahun 2006, sedangkan penilaian kepatuhan
menggunakan kuesioner Modified Morisky Scale
(MMS).
HASIL DAN PEMBAHASAN
‘Tabel L Karaldristik pasion berdasarkan jenis
‘postin yang digunakan
Jenis Epoetin _Jumlah Fasien —_Persentase
alfa 2 03
Beta 2 3085
Total 2 100,00
148Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi
Pada penelitian ini, jenis epoetin yang
digunakan adalah epoetin alfa dan beta masing-
masing sebesar 69.05% dan 30.95%. Hal ini
disebabkan Karena epoetin alfa lebih dikenal
oleh sebagian besar pasien dan pasien merasa
lebih cocok menggunakan epostin alfa daripada
epoetinbeta. Terapi adjuvant per-oralanemiayang
digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi
asam folat, zat besi, dan vitamin B-kompleks
(62.05%); asam folat (10.26%): kombinasi asam.
folat dan vitamin B-kompleks (7,69%).
‘Untuk terapi epoetin, persentase kelompok
subdosis epoetin dengan target terapi tidak
tercapai dan dosis memenuhi epoetin dengan
target terapi tidak tereapai, masing-masing,
sebesar 64,29% dan 21,41%, sedangkan persentase
kelompok subdosis epoetin dengan target terapi
tercapal dan dosis memenuhi epoetin dengan
target terapi tercapai, menunjukkan hasil yang
sama sebesar 7,14%. Hal ini terjadi karena faktor
‘ekonomi, sehingga pasien hanya mendapatkan
terapi epoctin sesuai dengan buku DPHO (Daftar
Plafon dan Harga Obat) Askes berdasarkan kadar
‘hemoglobin pasien, meskipun dosis epoetin yang
diterima pasien kurang. Jika kader hemoglobin
<< 10 g/dl, pasien mendapatkan terapi epoetin 2
kali seminggu (4.000-6.000 unit/minggu) dan jika
kadar hemoglobin 2 10 g/dl, pasien mendapatkan
terapi epoetin 1 kali seminggu (2.000-3.000 unit/
minggu). Selain itu, pemberian terapi epoetin
ada penelitian ini, belum pernah dilakukan
titrasi dosis epoetin. Pencapaian target terapi
epoetin juga dipengaruhi oleh kondisi Klinis
‘masing-masing pasien, diet, dan modifikasi gaya
hidup pasien.
Penilaian kepatuhan pasien Askes dalam
menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia
menggunakan kuesioner Modified Morisky Scale
(MMS). Pada penelitian ini, terdapat 39 pasien
‘Askes yang mendapatkan terapi adjuvant per-oral
anemia, dengan 27 pasien (6923%) yang, patuh.
minum obat terapi adjuvant per-oral anemia dan.
12 pasien (30.77%) yang tidak patuh minum obat
terapi adjuvant per-oral anemia.
Adapun — pengaruh epoetin
terhadap pencapaian target terapi epoetin yang
ditubungkan dengan tingkat . epatuhan terapi
adjuvant per-oral anemia pade penelitian ini
‘menunjukkan hasil bahwa dari 27 pasien Askes
dengan subdosis epoetin, diperoleh jumlah
dosis
pasien terbanyak sebesar 15 pasien (38,46%)
pada kelompok subdosis epoetin dengan target
terapi tidak tercapai dan pasien patuh dalam
menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia.
Hal ini disebebkan karena terpenuhinya dosis
epostin sebagai terapi utama anemia pasien
GGK pada penelitian ini, sangat mempengaruhi
tercapainya target terapi epoetin pada pasien
Askes yang patuh dalam menggunakan terapi
adjuvant per-oral anemia. Selain itu, terdapat 3
pasien (7,69%) pada kelompok subdosis epoetin
dengan target terapi tercapai dan pasien patuh
dalam menggunakan terapi adjuvant per-oral
anemia, Hal ini terjadi karena tercapainya target
terapi epoetin dipengaruhi oleh kondisi Klis
masing-masing pasien, diet, dan modifikasi gaya
hidup pasien.
Dari 12 pasien Askes dengan dosis
‘memenuhi epoetin, diperoleh jumlah pasien
terbanyak sebesar 7 pasien (17.95%) pada
kelompok dosis memenuhi epoetin dengan
target terapi tidak tercapai dan pasien patuh
dalam menggunakan terapi_ adjuvant per-oral
anemia. Selain itu, terdapat 2 pasien (5,13%)
peda kelompok dosis memenuhi epoetin dengan
target terapi tidak tercapai dan pasien tidak
patuh dalam menggunakan terapi adjuvant
per-oral anemia, Tidak tercapainya target terapi
epoetin pada kelompok dosis memenuhi epoctin,
kemungkinan disebabkan karena dialisis yang
tidak adekuat, tidak adanya titrasi dosis epoetin,
hiperparatiroid, penyakit hati, inflamasi kronik,
dan malnutrisi
‘Terdapat 1 pasien (2,56%) pada kelompok
‘memenuhi epoetin dengan target
terapi tercapai dan pasien tidak patuh dalam
menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia.
Hal ini terjadi karena tercapainya target terapi
epoetin dipengaruhi oleh terpenuhinya dosis,
epoetin, dan kemungkinan pasien tersebut tidak
mengalami defisiensi asam folat dan vitamin B,,
Jumlah pasien pada kelompok subdosis
epoetin dengan target terapi tercapai dan pasien
patuh dalam menggunakan terapi adjuvant per-
oral anemia (3 pasien atau 7,69%) lebih besar
daripada jumlah pasion pada kelompok dosis
‘memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai
dan pasien patuh dalam menggunakan terapi
adjuvant per-oral anemia (2 pasion atau 5,13%).
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan
desis
149Vol. 1 No. 3 / September 2011
pasien dalam menggunakan adjuvant per-oral
anemia dapat membantu tercapainya target
terapi epoetin.
Adapun kemungkinan penyebab lain tidak
tercapainya target terapi epoetin pada penelitian
ini, antara lain karena dialisis yang tidak adekut,
tidakadanyatitrasi dosis epoetin, hiperparatiroid,
penyakit hati, inflamasi kronik, dan malnutrisi.
Dialisis yang tidak adekuat dapat
menyebabkan toksin uremia yang masih
ada akibat dialisis yang tidak adekuat dapat
menghambat produksiritropoietin, menurunkan
respon sumsum tulang terhadap epoetin, dan
menghambat sintesis heme. Selain itu, keedaan
‘uremia juga dapat memperpendek umur sol
darah merah. Umur sel darah merah normal
adalah 120 han, sedangkan umur sel darah merah
pada pasien ESRD adalah 60 hari (Himmelfarb,
2008).
Keadaan uremia pada pasien dialisis dapat
menyebabkan mual, muntah, dan penurunan
nafsu_makan pasien (Pai dan Conner, 2009).
Anoreksia dan malnutrisi merupakan salah satu
komplikasi GGK (Chicella dan Chow, 2009).
Malnutrisi protein menyebabkan rendahnya
kadar transferin, dimana transferin sebagai
protein pembawa zat besi sampai ke sumsum
tulang sangat sensitif terhadap perubahan status
nutrisi pasien, sebagai akibainya eritropoiesis
akan terganggi jika pasien mengalami malnutrisi
protein (Chicella dan Chow, 2009; Hudson, 2008).
Pasien Askes yang menjalani hemodialisis
dan mendapatkan terapi_epoetin, serta
mendapatkan desis epoetin yang memenuhi pada
penclitian ini, tidak mendapatkan titrasi dosis
epoetin, meskipun target terapi epoetin tidak
tercapai. Bahkan, frekuensi pemberian epoetin
akan dikurangi jika kadar hemoglobin mencapai
10 g/Al, yaitu dari 2x/minggu (4.000-6.000 unit/
minggu) menjadi Ix/minggu (2.000-3.000 unit/
minggu) dengan dosis yang sama pada tiap Keli
pemberian (sesuai buku: DPHO Askes), schingga
dosis epoetin yang diberikan berkurang.
Pada gagal ginjal kronik _terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulis yang akan
‘mengurangi ekskresi fosiat dan mengakibatkan
hiperfosfatemia. Keadaan _“iperfosfatemia
menycbabkan hipokalsemia, yang akan
meningkatkan sekresi hormon paratiroid (PTH)
(Fukagawa et al, 2006; Pai dan Conner, 2008).
Ketidaknormalan metabolisme kalsium dan
fosfat, umumnya terjadi pada GGK tahap 3
sampai 5 (Martinez et al. 1997) dan memburuk
pada penurunan GFR yang lebih lanjut (Levin
et al, 2007). Hiperfosfatemia yang persistent
akan mengakibatkan peningkatan sekresi PTH
yang berlebihan (hiperparatiroid). Keadaan
hiperfosfatemia juga akan —menghambat
perubahan 25-hidroksi vitamin D menjadi
1,25-dihidroksivitamin D_(Kalsitriol) oleh enzim
T-a-hidrotsilase. Akibatnya, terjadi penurunan
sintesis kalsitriol Karena pengurangan massa
ginjal dan keadaan hiperfosfatemia (Llach, 1995;
Levin et al,, 2007).
Defisiensi kalsitriol ditemukan lebih dari
60% terjadi pada GFR kurang dari30ml/menit/1.73
sm, dan persentase inf lebih tinggilagi pada pasien
ESRD (Eknoyan ¢! al,, 2003). Fenurunan sinte
kalsitriol menimbulkan hiperparatiroid. Hal
disebabkan Karena penurunan kadar kalsitriol
pada GGK menyebebkan peningkatan kadar
PTH, gangguan absorpsi kalsium dari saluran
pencernaan, yang menimbulkan hipokalsemia,
dan selanjuinya meningkatkan produksi dan
sekresi PTH (Llach, 1995; Pai dan Conner, 2009).
Hiperparatiroid dapat mengurangi respon
sumsum tulang terhadap epoetin (Kamaludin,
2010). Schingga, dibutuhkan dosis epoetin yang
lebih tinggi pada keadaan hiperparatircid untuk
dapat mencapai target terapi epoetin (Johny et a,
2407).
Inflamasi kronik menycbabkan lepasnya
berbagai macam sitokin sebagai respon injuri
seluler (Wibawa dan Bakte, 2008). Sitokin
inflamasi, seperti interferon-a (IFN-a, interferon B
(IEN-B),interferon-y (IEN-y), tumor necrosis factor-a
(INF-a), interleukin-1 (IL-1), dan interieukin-6
(IL-6), diperkirakan berperan penting dalam
perkembangan patogenesis anemia penyakit
kronik melalui mekanisme yang kompleks (Weiss
dan Goodnough, 2005). IFN-a, IFN-f, IFN-y,
TNF-a, dan IL-1 menghambat proliferasi dan
diferensiasi burst-forming unit erythroid (BFUe)
dan colony-forming unit erythroid (CFUe) (Ganz,
2006). IL-6 meningkatkan feritin dalam sol-sel
makrofag dan menginduksi pelepasan hepsidin
(suatu peptida protein fase akut yang dihasilkan
hepatosit) (Ganz, 2006; Wibawa dan Bakta, 2008).
Hepsidin mengubah hemostasis zat besi dengan
penurunan absorpsi zat besi pada duodenum
150Jurnal Manojemen dan Pelayanan Farmasi
dan menghambat pelepasan cadangan zat
Desi retikuloendotelial yang menyebabkan
hipoferemia, schingga menghambat produksi
eritrosit pada sumsum tulang (Wibawa dan Bakta,
2008; O'Bryant dan Utz, 2008) dan menyebabkan
‘tidak tercapainya target terapi cpoetin.
Penyakit hati dapat meningkatkan risiko
terjadinya perdarahan, Perdarahan terjadi karena
beberapa sebab, yaitu salah satu fungsi hati
dalam membentuk faktor-faktor yang berperan
dalam proses Koagulasi _darah__terganggu
(Guyton dan Hall, 2007; Kujovich, 2005), adanya
kkegagalan penyckresian empedu ke dalam
saluran pencernaan, dan adanya hipertensi portal
(Abraldes et al., 2005; Defranchis, 2005; Guyton
dan Hall, 2007). Sehingga, dapat menyebabkan
penurunan kadar hemoglobin dan tidak
tercapainya target terapi epoetin. Pada penelitian
ini, kemungkinan pasien tidak mengalami
defisiensi zat besi, asam —_folat, dan vitamin
B,, Karena pasien sudah pernah mendapatkan
transfusi darah dan sudah mendapatkan terapi
er-oral asam folat dan vitamin B.,. Selain itu,
defisiensi kadar asam folat sel darah merah jarang
terjadi pada pasien hemodialisis dengan terapi
epoetin (Bamonti ct al, 1999),
KESIMPULAN
Jenis epoetin yang digunakan dalam terapi
anemia pada pasien GGK adalah epoetin alfa
dan beta, masing-masing sebesar 69,05% dan
90,95%, Terapi adjuvant per-oral anemia yang
digunakan adalah kombinasi asam folat, zat
besi, dan vitamin B-kompleks (62.05%); asam
folat (10,26%); kombinasi asam folat dan vitamin
Bekompleks (7,69%).
Profil keberhasilan terapi anemia dengan
epoetin terdiri dari kelompok subdosis epoetin
dengan target terapi tidak tercapai dan kelompok
dosis memenuhi epoetin dengan target terapi
tidak tercapai, masing-masing sebesar 64,29%
dan 21,41%; kelompok subdosis epoetin dengan
target terapi tercapai dan kelompok dosis
memenuhi epoetin dengan target terapi tercapai,
menunjukkan hasil yang sama sebesar 7,14%,
Profil kepatuhan terapi adjuvant per-oral
anemia terdiri dari kelompok j 1sien yang patuh
dan pasien yang tidak patuh, masing-masing
sebosar 69,23% dan 30,77%.
Kepatuhan _pasien
Askes dalam
‘menggunakan terapi adjuvant per-oral anemia
pada perelitian ini, dapat membantu tercapainya
target terapi epoctin
DAFTAR PUSTAKA
Abraldes, J.G., Angermayr, B, Bosch, J, 2005, The
Management of Portal Hypertension, Clin
Lip. Dis, 9 (4) : 685-713.
Anonim, 2001, Konsensis manajemen anemia pada
penderita gagcl ginjal kronik, Perhimpunan
Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Jakarta.
Bamonti-Catena, F, Buccianti, G, Porcella,
Valenti, G., Como, G., Finazzi, S., Maiolo,
ATT, 1999, Folate Measurements in Patients
on Regular Hemodialysis Treatment, Am. J.
Kidney Dis, 33 @): 492-497.
Chicella, MF. and Chow, J.W. 2009, Pediatric
Nutrition, in Koda-Kimble, M.A,, Young,
LY, Alldredge, BK, Corelli, RL,
Guglielmo, BJ, Kradjan, W.A., Williams,
BAR. : Applied Therapeutics The Clinicel Use
of Drugs, Sedition, Lippincott Williams &
Wilkins, United States of America,
Defranchis, R., 2005, Evolving Concensus in
Portal Hypertension. Report of The Baveno
IV Consensus Workshop on Methodology
of Diagnosis and Therapy in Portal
Hypertension, |. Hepatol, 43 (1) : 167-176.
Eknoyan, G, Levin, A., Levin, N.W, 2003, Bone
Metabolism and Disease in Chronic Kidney
Disease, Am. J. Kidney Dis., 42 (Suppl 3) :
+201.
Esbach J W., 2000, Anemia in chronicrenal failure,
in Johnson RJ, Feehally J., Comprehensive
Clinical Nepirology, 71 :1-6.
Fukagawa, M, Nakanishi, S, Kazama, JJ, 2006,
Basic and Clinical Aspects of Parathyroid
Hyperplasia in Chronic Kidney Disease,
Kidney. Int.,70 (Suppl 102): $3-S7.
Ganz. T.,2006, Hepcidin and ItsRole in Regulating
‘Systemic Iron Metabolism, American Society
Hematology, 507 : 29-35.
Guyton dan Hall, 2007, Buku Ajer Fisiclogi
Kedokteran, Buku Kedokteran EGG, Jakarta.
Himmelfarb, J, 2005, Hematologic Manifestations
of Ronal Failure, in Greenberg, A., Primer
on Kidney Diseases, 4 edition, Elsevier
Saunders, Philadelphia, 465.
Hudson, JQ, 2008, Chronic Kidney Disease :
‘Therapeutic Approach for Management of
151Vol. 1 No. 3 / September 2011
Complications, in Dipiro, JT, Talbert, R.L.,
Yee, GC. Matzke, GR, Wells, B.G., Posey,
L.M.: Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approsch, 7 edition, The McGraw-Hill
Companies Inc, USA.
Jacobs, C, Horl, W.H, Yalderrabano, F,,
Macdougall, LC, Parrondo, L, Cremers,S.,
Abraham, LL, 2000, European Best Practice
Guidelines 1-4 ; Evaluating Treatment
Anaemia and Initiang Treatment, Nephrol.
Dial. Transplant, 15 (Suppl) : 8-14.
Johny, K,, Puliyclil, MA, Al-Hilali, N, Al
Humoud, H, Ninan, V.T, Nampoory,
MRN,, 2007, Does Parathyroid Hormone
Affect Erythropoietin Therapy in Dialysis
Patients ?, Med. Princ. Pract, 16 (1):
63.67.
Kamaludin, A., 2010, Laporan Kasus Gagal Ginjal
Kronik, Kepanitrean Klinik Imu Penyakit
Dalam RS Marinir Cilandak, FKUPH,
Jakarta.
Kujovich, J.L., 2005, Hemostatic Defects in End
Stage Liver Disease, Crit. Care Clin, 24 (3)
563-587,
Levin, A., Bakris, G.L., Molitch, M, Smulders, M.,
Tian, J, Williams, L.A., Andress, DL, 2007,
Prevalence of Abnormal Serum Vitamin D,
PTH, Calduum and Phosphorus in Patients
with Chronic Kidney Disease ; Results
of The Study to Evaluate Early Kidney
Disease, Kidney Int, 71 (1): 31.
Liach, F., 1995, Secondary Hyperparathyroidsm
in Renal Failure : The Trade-off Hypothesis
Revisited, Am. J. Kidney Di., 25 (5) :663-79.
Martinez, I, Saracho, R, Montenegro, J. Llach, F,
1997, The Importance of Dietary Calcium
and Phosphorous in The Secondary
Hyperparathyroidism of Patients with
Early Renal Failure, Am. J. Kidney, 29 (4) :
496-502.
OBryant, CL. and Uw, KJ, 2009, Anemias,
in KodaKimble, M.A. Young LY,
Alldredge, BK, Corelli, RL., Guglielmo,
BJ, Kradjan, W.A., Williams, B.R. : Applied
‘Therapeutics The Clinical Use of Drugs, 9
edition, Lippincott Williams é Wilkins,
United States of America.
Pai, AB, and Conner, T.A, 2009, Chronic
Kidney Disease, in Koda-Kimble, MA,
Young, L.Y., Alldredge, B.K,, Corelli, R.L.,
Guglielmo, BJ., Kradjan, W.A,, Williams,
BR. : Applied Therapeutics The Clinical Use
of Drugs, 9*edition, Lippincott Williams &
Wilkins, United States of America
Weiss, G, and Goodnough, LT, 2005, Anemia of
Chronic Disease, _N. Engl. J. Med, 352
(10 : 1011-23,
Wibawa, LP.B. dan Bakta, IM, 2008, Hubungan
Kadar Interleukin-6 dengan Kadar Besi Serum
Penderita Anemia pada Penyakit Kronik,
Bagian/SMF Umu Penyekit Dalam FK
‘Unud, RS Sanglah Denpasar, Bali.
152