You are on page 1of 28

MAKALAH

ANALISIS LOKASI DAN POLA KERUANGAN

Fenomena Urban Sprawl dan Pola Struktur Internal Kota Batam

Tahun 2004-2014

Dosen Pengajar: Firsta Rekayasa H, ST, MT

Disusun Oleh:

Siti Kamaria (D1091181004) Leni Kurniawati (D1091181026)

Sy. Muhamad Rizal (D1091181005) M. Iqbal Saifullah (D1091181029)

Yudistiro Prayoga (D1091181009) Enif Ega Wilaga (D1091181033)

Windasari (D1091181019) Asri Dian Utami (D1091181036)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK

2019

1
Kata Pengantar

Dengan mengucapkan Puji Syukur atas Kehadirat Allah Yang


Maha Kuasa karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan judul “Fenomena Urban Sprawl dan Pola Struktur
Internal Kota Batam”. Dan juga kami berterima kasih pada Ibu Firsta Rekayasa H,
ST, MT, selaku Dosen mata kuliah Analisis Lokasi dan Pola Keruangan yang
telah memberikan tugas ini kepada kami dan juga kepada semua pihak atau
sumber yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai bagaimana perkembangan urban
sprawl di Kota Batam. Studi kasus tersebut memberikan sebuah gambaran kepada
kami dan para pembaca pada umumnya untuk dapat melihat serta mengetahui
bagaimana melihat perkembangan atas fenomena urban sprawl yang terjadi.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat


kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya
kritik, saran dan usulan yang membangun demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya dan menjembatani untuk meraih ilmu.

Pontianak, Maret 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................

Daftar Isi ........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................


B. Rumusan Masalah .........................................................................
C. Tujuan ...........................................................................................
D. Sasaran ..........................................................................................

BAB II LANDASAN TEORI

A. Kebijakan Perundang-undangan Kota Batam ...............................


B. Rencana Tata Ruang Wilayah Batam ...........................................

BAB III PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Wilayah Batam ................................................


B. Studi Kasus Kota Batam ................................................................

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................
B. Rekomendasi .................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................

JOBDESK ANGGOTA KELOMPOK .......................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kota merupakan suatu daerah atau kawasan yang memiliki tingkat keramaian
dan kepadatan penduduk yang tinggi, jadi tingkat keramaian dan kepadatan
penduduk tersebut terjadi akibat banyaknya dan lengkapnya fasilitas publik yang
berhubungan dengan sarana dan prasarana kota, antara lain seperti pasar, sekolah,
rumah sakit, taman, tempat hiburan, dan masih banyak lainnya. Sehingga kota di
identikkan suatu daerah yang mampu mencakupi kebutuhan secara mandiri.

Perkembangan suatu kota tidak dapat terlepas dari pengaruh dari kota-kota
besar lainnya yang lebih maju dan berkembang sebelumnya. Proses densifikasi
yang terjadi di daerah pinggiran kota maupun realisasi dan meningkatnya
kebutuhan akan ruang di daerah perkotaan. Peningkatan kebutuhan akan ruang
didaerah perkotaan akan mendorong terjadinya perkembangan di daerah pinggiran
kota (Urban Fringe) dan perkembangan daerah secara acak (Urban Sprawl).
Urban sprawl merupakan fenomena kota yang sering terjadi di kota-kota besar
yang tingkat kepadatan penduduknya semakin tinggi sejalan dengan pertumbuhan
jumlah penduduk dan peningkatan aktifitas ekonomi. Adapun dampak yang
ditimbulkan oleh Urban Sprawl antara lain dampak ekonomi, dampak lingkungan,
dan dampak sosial.

Kota Batam sendiri merupakan kota yang berada di Provinsi Kepulauan Riau
yang juga merupakan salah satu kota dengan potensi pertumbuhan terpesat di
Indonesia. Letaknya yang sangat strategis, berdekatan dengan Singapura,
menjadikan Kota Batam sebagai salah satu destinasi utama bisnis, perdagangan,
dan perpindahan penduduk.

4
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana keterkaitan Kota Batam sebagai Kota Baru?
2. Bagaimana jalur transportasi terhadap wilayah Kota Batam?
3. Bagaimana karakteristik perembetan areal perkotaan yang terjadi?
4. Bagaimana perkembangan Urban Sprawl Kota Batam pada wilayah
sekitarnya?
5. Bagaimana struktur tata ruang dan pola internal kota batam?
6. Dampak positif dan negatif apa saja yang terjadi terhadap wilayah yang
mengalami Urban Sprawl?
C. Tujuan

Tujuan dari analisis ini adalah untuk mengidentifikasi fenomena Urban


Sprawl dan pola struktur internal kota pada wilayah Batam.

D. Sasaran

Untuk dapat mengetahui bagaimana transformasi perkembangan kota dari


tahun ke tahun, dan untuk dapat mengetahui dampak positif dan negatif Urban
Sprawl terhadap daerah Batam beserta perubahan pola internal kota yang
disebabkan Urban Sprawl disekitarnya.

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kebijakan Perundang-Undangan di Kota Batam

B. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batam

6
BAB III

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kota Batam


1. Kondisi Administrasi

Kota Batam secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu
di jalur pelayaran dunia internasional. Luas wilayah Kota Batam yakni 426,563.28
Ha, terdiri dari luas wilayah darat 108,265 Ha dan luas wilayah perairan/laut
318,298.28 Ha. Kota Batam meliputi lebih dari 400 pulau, 329 di antaranya telah
bernama, termasuk di dalamnya pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan negara,
meliputi 12 Kecamatan dan 64 Kelurahan. Secara administrasi Kota Batam
berbatasan dengan:
- Sebelah Utara :Selat Singapura
- Sebelah Selatan :Kecamatan Senayang, Kabupaten Lingga
- Sebelah Barat :Kecamatan Karimun dan Moro Kabupaten
Karimun
- Sebelah Timur :Kecamatan Bintan Utara, Kabupaten Bintan
Gambar
Peta Wilayah Administrasi Kota Batam

Sumber :Peta Ranperda RTRW Kota Batam 2011-2031

7
Tabel Nama, luas wilayah perkecamatan dan jumlah kelurahan

LUAS WILAYAH
NAMA JUMLAH LUAS TERBANGUN
ADMINISTRASI
NO KECAM KELURA
Ha % Thd
ATAN HAN Ha % Thd Total
Total
Belakang
1 6 4,402 8.9665
Padang 76,778.44 18.00
Batu
2 Ampar 4 4,541.63 1.06 632 1.2873

3 Bengkong 4 1,942.48 0.46 938 1.9106


Lubuk
4 Baja 5 3,960.61 0.93 450 0.9166
Batam
5 Kota 6 4,629.53 1.09 2,352 4.7908

6 Sei Beduk 4 12,098.78 2.84 1,739 3.5422

7 Nongsa 4 32,589.55 7.64 5,554 11.3130

8 Sekupang 7 10,721.42 2.51 2,113 4.3040

9 Sagulung 6 6,429.99 1.51 3,579 7.2901

10 Batu Aji 6 6,236.77 1.46 2,119 4.3162

11 Bulang 4 46,029.11 10.79 8,967 18.2650

12 Galang 8 220,604.97 51.72 16,249 33.0977

Total 64 426,563.28 100.00 49,094 100


Sumber :Peta Ranperda RTRW Kota Batam 2011-2031

2. Kondisi Geografis, Topografi, dan Geologis


Pada kondisi Geografis, letak wilayah Kota Batam mempunyai letak yang
sangat strategis, yaitu di jalur pelayaran dunia internasional yang terletak antara:
0˚.25'29″ LU - 1˚15'00″ LU dan 103˚.34'35” BT - 104˚26'04″BT .
Sementara itu pada kondisi geologisnya terutama pada keadaan topografi,
wilayah permukaan tanahnya, Kota Batam pada umumnya dapat digolongkan
datar dengan variasi disana-sini berbukit-bukit dengan ketinggian maksimum 160
m diatas permukaan laut. Sungai-sungai kecil banyak mengalir dengan aliran
pelan dan dikelilingi hutan-hutan serta semak belukar yang lebat. Permukaan
dengan elevasi 0 – 5 m diatas permukaan laut banyak terdapat di pantai utara dan
selatan dan pada umumnya berupa kawasan hutan bakau (mangrove).
Sekitar 51% dari luas pulau memiliki elevasi 5 – 25 m diatas permukaan
laut. Daerah ini sebagian besar berbentuk medan daratan aluvial dan sesuai untuk

8
pemukiman, industri dan pariwisata. Lahan dengan elevasi 25 – 100 m diatas
permukaan laut meliputi 32% dari seluruh luas pulau. Kawasan ini sesuai untuk
pemukiman, industri dan pariwisata serta hutan lindung untuk daerah dengan
elevasi mendekati 100 m diatas permukaan laut. Sedangkan ketinggian diatas 100
m memiliki luasan sekitar 1%.
Sementara itu, pola struktur geologi pulau ini mengikuti kecenderungan
arah regional mulai dari Semenanjung Malaysia ke jajaran Kepulauan Riau di
sebelah tenggara.

3. Kondisi Demografi
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau disekitarnya dikembangkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia menjadi daerah industri, perdagangan, alih kapal
dan pariwisata serta dengan terbentuknya Kotamadya Batam tanggal 24 Desember
1983, laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dimana dari hasil
sensus penduduk rata-rata per tahunnya selama periode 2000-2013 laju
pertumbuhan penduduk Batam rata-rata sebesar 8%.

4. Kondisi Klimatologi
Kota Batam mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum berkisar
antara 21,2 C – 24,0 C dan suhu maksimum berkisar antara 29,6 C-34,1 C,
sedangkan suhu rata rata sepanjang tahun adalah 25,6 C - 27,8 C. Keadaan
tekanan udara rata rata minimum 1.006,14 MBS dan maksimum 1.014,1 MBS.
Kelembaban udara di Kota Batam rata-rata antara 79 – 86 % . Kecepatan angin
maksimum 14 - 23 knot atau rata rata kecepatan angin maksimal sebesar 4,5 knot.
Banyaknya hari hujan selama setahun di Kota Batam pada tahun 2010 adalah 193
hari

5. Kondisi Perekonomian

Dengan adanya perubahan secara Nasional perhitungan tahun dasar PDRB


1993 ke tahun dasar 2000, maka laju pertumbuhan ekonomi mengalami
perbaikan. Laju pertumbuhan ekonomi Kota Batam pada tahun 2011 mengalami
penurunan bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 2011

9
pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 7,20%, sedangkan pada tahun 2010,
pertumbuhan ekonomi Kota Batam mencapai 7,77%. Sedangkan bila kita
melihat distribusi masing-masing sektor pendapatan regional pada tahun 2011
masih sangat dominan berasal dari sektor industri pengolahan sebesar 57,85%.
Sedangkan sektor lainnya yang juga cukup dominan adalah sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 27,54%; dan sektor keuangan, persewaan
dan jasa perusahaan sebesar 5,58%. Pendapatan regional per kapita berdasarkan
harga berlaku, pada tahun 2011 mencapai Rp 39,096 juta dan berdasarkan harga
konstan 2000 mencapai Rp 28,171 juta.

B. Studi Kasus
1. Keterkaitan Kota Batam Sebagai Kota Baru

Pada awalnya Batam merupakan sebuah Kotamadya yang diputuskan


melalui PP No 34 tahun 1983, kemudian pada tahun 1999 dengan semakin
meningkatnya produktivitas daerah tersebut, pemerintah kemudian
menerbitkan UU No22 tahun 1999 dan UU No53 tahun 1999, yang dimana
Kotamadya Administratif Batam berubah menjadi Daerah Kota Otonom. Kala
itu, wilayah administratif pemerintah juga mengalami pengembangan dari 3
kecamatan menjadi 8 kecamatan dan 51 kelurahan. Dan hingga kini Batam
memiliki 12 kecamatan dan 64 kelurahan.

Perubahan Batam yang sebelumnya merupakan kotamadya menjadi kota


otonom menjadikan Kota Batam merupakan salah satu contoh bentuk kota
baru, yang dimana sebelumnya daerah ini merupakan kawasan imbas dari
strategisnya lokasi wilayah yang berada pada jalur perdagangan terpadat
Internasional yang mendorong para pengembang tingkat nasional, regional,
maupun lokal memilih Batam menjadi lokasi yang cocok untuk dijadikan
suatu target pengembangan industri dan sektor lainnya yang potensial.

Kota baru dapat diklasifikasin menjadi 4 kategori, yaitu kota satelit, kota
penunjang, kota mandiri, dan kota baru di dalam kota. Kota Batam dapat
diklasifikasikan menjadi kota baru yang mandiri, dikarenakan Kota Batam

10
merupakan daerah yang awalnya tumbuh dari suatu permukiman atau kota
kecil yang kemudian dikembangkan sehingga memiliki suatu kelengkapan
sebagai suatu kota, selain itu hal yang mendorong Kota Batam menjadi
kelompok kota baru mandiri yaitu dapat dilihat pada kebutuhan secara
ekonomis dan sosialnya, dimana kota batam dapat memenuhi sebutuhannya
sendiri atau paling tidak sebagian besar penduduknya. Kota-kota yang masuk
dalam kota baru mandiri ini dapat dirancang secara khusus menjadi suatu kota
dengan fungsi tertentu, dan Kota Batam sendiri merupakan kota yang
berorientasi pada fungsi Industri.

2. Pola Jalur Transportasi

Fenomena Urban Sprawl biasanya selalu kerap kali terjadi pada setiap
kota-kota terhadap daerah pinggiran kota tersebut, baik pinggiran dalam kota
maupun pinggiran luar kota yang sudah masuk dalam daerah administrasi
yang berbeda. Sebuah perkembangan atau perluasan daerah secara acak tidak
lepas dari kegiatan transportasi yang merupakan jaringan penghubung suatu
peradaban. Kota Batam merupakan salah satu kota yang memungkinkan
segala macam bentuk jaringan transportasi untuk dapat dilalui, baik air, udara,
maupun darat.

Kawasan Pemukiman Batam Centre, Pulau Batam, Kota Batam terlihat bentuknya
teratur

Pada setiap kota, pola transportasinya selalu berbeda, termasuk juga di


Kota Batam. Kota Batam memiliki pola jalan (layout of street) yang lebih

11
cenderung kedalam pola jalan yang teratur dengan bentuk grid, pembentukan
model grid pada Kota Batam ini didorong karena Batam sendiri merupakan
tempat yang cocok untuk pembagian lahannya dikarenakan masih banyaknya
ketersediaan lahan kosong di areal dalam perkotaan maupun areal luar
perkotaannya, yang dapat disusun dari dasarnya untuk menjadi salah satu kota
grid, selain itu, adanya perusahaan-perusahaan juga mendorong kenapa Batam
cenderung mengadopsi pola grid.

Peta pola jalan Kota Batam yang cenderung teratur dalam bentuk grid

3. Karakteristik Perembetan Areal Perkotaan

Dari waktu ke waktu, sejalan dengan selalu meningkatnya jumlah


penduduk suatu perkotaan serta meningkatnya tuntutan kebutuhan kehidupan
dalam segala aspek mengakibatkan meningkatnya kegiatan penduduk
perkotaan. Oleh karena ketersediaan ruang didalam kota tetap dan terbatas,
maka meningkatnya kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan kedudukan
fungsi-fungsi selalu akan mengambil ruang didaerah pinggiran dalam kota
maupun pinggiran luar kota, hal inilah yang akan menunjukkan bagaimana
karakter perembetan suatu areal perkotaan tersebut.

12
Pada Kota Batam, karakteristik perembetan areal perkotaan yang tampak
yaitu cenderung pada perembetan yang bersifat linear, hal ini dapat dilihat
dengan pola perembetan yang dapat diketahui melalui citra satelit history
google earth dari tahun 1984 hingga 2014.

13
Dapat diketahu sebelumnya, bahwa tipe perembetan ini menunjukkan
ketidakmerataan perembetan areal perkotaan disemua bagian sisi-sisi luar dari

pada daerah kota utama. Perembetan paling cepat terlihat disepanjang jalur
transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari dari pusat kota. Daerah
disepanjang rute transportasi utama merupakan tekanan paling berat dari
perkembangan. Hal ini didorong juga dengan banyaknya konversi lahan
pertanian ke lahan non pertanian, makin banyaknya penduduk, makin
banyaknya kegiatan non agraris, makin padatnya bangunan didaerah Kota
Batam, dan berada pada garis perdagangan Internasional, telah sangat
mempengaruhi kegiatan kota yang awalnya didominasi oleh pertanian menjadi
industri. Hal ini kemudian berakibat makin banyaknya orang terutama para

14
pengembang yang mau membeli telah memperkuat dorongan pemilik lahan
pertanian yang bersangkutan untuk meninggalkan kegiatan pertanian dan
menjualnya, kemudian bagi masyarakat petani yang berhasil menjual lahannya
dapat diinvestasikan pada lahan pertanian lain ditempat yang lebih jauh dari
kota.

4. Perkembangan Urban Sprawl Pada Wilayah Sekitarnya


 Kota Batam – Kabupaten Bintan
Sejak Pulau Batam dan beberapa pulau disekitarnya dikembangkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia menjadi daerah industri, perdagangan, dan
alih kapal. Laju pertumbuhan penduduk terus mengalami peningkatan dimana
dari hasil sensus penduduk rata-rata per tahun selama periode 2000-2013 laju
pertumbuhan penduduk Batam rata-rata 8%. Kota Batam khususnya
Kabupaten Bintan merupakan wilayah perdagangan dan kepelabuhan bebas
yang dipersiapkan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi utama Kepulauan
Riau. Kawasan Industri yang ada di Kota Batam juga terus berkembang dalam
kurun waktu sejak 1970 s.d 2014, total berjumlah 22 Kawasan Industri yang
berkembang. Pertumbuhan kawasan industri ini sendiri diikuti dengan
pertumbuhan penduduk yang mengalami pertumbuhan rata-rata 9%
pertahunnya. Dengan adanya daya tarik Batam sebagai kawasan industri,
membuat Kota Batam terus berkembang dengan pesat namun keterbatasan
lahan dan kurangnya akses ke wilayah hinterland menjadi masalah dalam
perkembangannya.
Oleh karena itu untuk menjawab masalah tersebut, direncanakan
pembangunan jembatan Batam-Bintan dengan tujuan pemerataan
pembangunan antara wilayah Kota Batam dan Kabupaten Bintan. Tingkat
kepadatan penduduk yang cukup tinggi ini jika terus dibiarkan akan memicu
meningkatnya harga lahan, sehingga melemahkan daya saing Batam sebagai
kawasan Free Trade Zone (FTZ).

15
Peta Rancangan Jembatan Batam-Bintan (garis putih yang memanjang)

Perkembangan kegiatan industri di Batam lebih mengarah ke Bintan,


terlihat dengan arus penumpang rata-rata 1.124.491 jiwa pada tahun 2006 atau
lebih kurang 3.081 jiwa per hari dengan laju pertumbuhan 24% per tahun
(BPS Kota Batam, 2007). Sedangkan jumlah armada kapal yang melayani
jalur Batam-Bintan ini lebih kurang 56 kapal per hari (penumpang dan
barang) (BPS Kota Batam, 2007) . Dari beberapa fakta yang dikemukakan
sebelumnya terlihat bahwa permasalahan pembangunan di Batam dan Bintan
adalah masih tertinggalnya pembangunan di Pulau Bintan untuk menjadi
wilayah perdagangan dan kepelabuhanan bebas serta kurangnya akses Pulau
Batam untuk memberikan bangkitan kegiatan ekonomi ke wilayah hinterland,
salah satunya adalah Pulau Bintan karena kurangnya akses antara kedua pulau
tersebut.
Oleh karena itu, salah satu kebijakan untuk menjawab masalah ini adalah
pembangunan infrastruktur penghubung kedua pulau yang berskala
internasional, yaitu jembatan Batam-Bintan. Jika menggunakan jembatan
sebagai penghubung transportasi antar pulau, diharapkan terjadi penurunan
biaya transportasi yang seblumnya menggunakan kapal, sehingga volume
perdagangan antar pulau meningkat. Dengan peningkatan perdagangan akan
memberikan keuntungan pada kedua pulau tersebut dan mengurangi

16
ketimpangan antar pulau. Selain aliran barang dan jasa (perdagangan),
penurunan ongkos transportasi dengan pembangunan jembatan antar pulau
juga memperbesar pergerakan penduduk antar dua pulau tersebut.
Pembangunan jembatan antar pulau ini juga memperbesar peluang terjadinya
commutting oleh tenaga kerja dan commutters.

 Kota Batam – Pulau Galang dan Pulau Rampang

Pulau Rempang dan Pulau Galang sendiri merupakan sebuah pulau yang
dulunya berada pada administrasi yang bernama Kabupaten Kepulauan Riau.
Pada tahun 1999 kota batam melakukan pemekaran wilayah dimana yang
semula hanya 1.647,83 km2 menjadi 1.882,61 km2 yang dimana Pulau
Rempang dan Pulau Galang juga masuk kedalamnya. Semenjak pembangunan
jembatan Barelang beserta jalan trans Barelang yang menghubungkan Pulau
Batam, Rempang, dan Galang, situasi kedua pulau tersebut mulai
menampakkan gejala Urban Sprawl akibat dari pembangunan jembatan
tersebut, hal itu dikarenakan adanya perpindahan para petani atau pemilik
lahan yang sebelumnya tinggal di Pulau Batam berhasil menjual tanah atau
lahannya kepada pengembang, hal ini dilakukan karena para pemilik lahan
ingin mencari tempat yang jauh dari perkotaan yang masih terdoktrin dalam
masyarakat akan hiruk pikuk dan suasana keindustriannya.

Selain itu, hal lain yang membuat Pulau Rampang dan Pulau Galang
menjadi imbas Urban Sprawl yaitu para pengembang yang ingin mencari
lahan baru yang lebih luas namun masih bisa terkoneksi dengan kota utama,
yaitu Kota Batam, hal ini dilakukan dikarenakan di Pulau Batam sendiri lahan
yang tersedia sudah menipis. Peta berikut yang menunjukkan adanya suatu
imbas Urban Sprawl pada kedua pulau tersebut.

17
Peta pulau Rempang dan Galang yang baru masuk menjadi bagian Batam serta ketika baru
dibentuk jalan trans balerang beserta jembatannya.

Peta Pulau Rempang dan Galang yang sudah dipadati penduduk.

18
5. Struktur Tata Ruang dan Pola Internal Kota

Struktur morfologi Kota Batam termasuk salah satu morfologi dalam


bentuk kompak dengan jenis bentuk yang tidak berpola (Unpatterned Cities),
hal ini dikarenakan Kota
Batam merupakan kota pulau
yang terbentuk pada suatu
daerah dengan kondisi
geografis yang khusus dan
membentuk kota yang sesuai
dengan bentuk pulau yang ada,
dimana kota tersebut berada, telah menciptakan latar belakang khusus dengan
kendala-kendala pertumbuhan sendiri. Walaupun Kota Batam sendiri bisa
memiliki kecenderungan dalam kota yang berbentuk bintang (Star Shaped
Cities) dengan memiliki beberapa jalur transportasi yang mengarah ke luar
kota, namun hal ini tidak dapat diklaim karena Batam sendiri merupakan
sebuah kota yang terpisah dengan daerah luar kota nya atau kabupaten
terdekat dengan halangan fisik berupa laut.

Bentuk strukur ruang Kota Batam sebagian besar banyak dimanfaatkan


sebagai kawasan terbangun. Pemanfaatan ruang Kota Batam pada bagian utara
banyak dimanfaatkan sebagai kawasan perdagangan, permukiman dan jasa,
pariwisata, pengembangan pantai, perlindungan terumbu karang, kawasan
strategis, kawasan ekowisata dan sebagian kecil kawasan perindustrian.
Bagian barat dan timurnya sebagian besar dimanfaatkan sebagai kawasan
perindustrian, permukiman, kawasan pariwisata, kawasan strategis, agrobisnis,
dan budidaya tambak. Bagian selatan Kota Batam banyak dimanfaatkan
sebagai kawasan taman nasional laut, permukiman, kawasan terumbu karang,
perlindungan mangrove, pariwisata dan kawasan strategis. Pada bagian tengah
Kota Batam sebagian besar banyak dimanfaatkan sebagai kawasan hutan
lindung, ruang hijau kota, permukiman, perdagangan dan jasa dan kawasan
perindustrian.

19
Pada bentuk struktur Kota Batam, pembagian kawasan terbangun untuk
kawasan industri, pemukiman, perdagangan dan jasa ditempatkan secara
menyebar namun cukup teratur, hal ini dilakukan untuk menumbuhkan
perkembangan akftifitas perekonomian penduduk kawasan setempat dan untuk
mengurangi tingkat kepadatan yang terpusat pada satu kawasan saja.

Peta Kawasan-kawasan industri Batam

Kota Batam telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai daerah perdagangan


bebas (Free Trade Zone), kawasan industri yang terletak sebagian besar berada
di pinggir pantai yang menghadap selat Singapura yang menjadikan kawasan
industri ini sangat berpotensi menjadi industri galangan kapal dan pelabuhan
peti kemas bertaraf internasional seperti: kawasan industri Tanjung Uncang,
kawasan industri Batu ampar, kawasan industri Sekupang, dan kawasan
industri Kabil.

Struktur tata ruang dan pola internal kota Batam sendiri relatif sangat
berubah, Pada awal tahun 1980-an pola ruang yang ada tidak begitu terlihat
jelas karena wilayah kota Batam masih belum berkembang, dan pola ruangnya
hanya berupa pemukiman yang berada disekitar garis pantai, di wilayah utara
pulau Batam dan Barat pulau ini. Selain itu juga berupa hutan. jadi pola
ruangnya berada di sekitar garis pantai.

20
Gambar Peta Kota Batam 1984

Gambar Peta Kota Bata 2014

Sedangkan pada saat ini pola ruang cukup terlihat, dapat dilihat pola nnya
yaitu pemukiman menyebar di seluruh area, di daerah selatan, utara dan
sebagian barat. Mengikuti seluruh jalan yang ada di kota. Tidak terdapat
wilayah persawahan, namun yang ada wilayah hutan ditengah pulau ini yang
merupakan sebagai ruang hijau kota. Hal ini dapat kita amati pada peta.
Kemudian pada pulau Rempang dan Galang yang diprediksi akan menjadi

21
sasaran perserakan kota kedepannya, mengingat Pulau Batam, Pulau Rempang
dan Pulau Galang terkoneksi oleh jembatan Barelang.

6. Dampak Positif dan Negatif Terhadap Wilayah Urban Sprawl

Ada beberapa dampak, baik itu dampak positif mengenai fenomena Urban
Sprawl ini. Berikut merupakan dampak positif adanya Urban Sprawl di
wilayah Batam :

1. Semakin berkembangnya wilayah disekitar kota Batam yang terkena


dampak, baik perdesaan maupun perkotaan. Karena akibat semakin
banyak penduduk yang bermukim disana, maka semakin banyak pula
aktivitas yang terjadi yang akan meningkatkan perekonomian wilayah.
2. Bertambahnya infrastruktur diwilayah sekitar Batam yang terkena
dampak, sebagai supply dari pemerintah setempat akan kebutuhan
masyarakatnya.
3. Perkembangan Pulau Batam sebagai daerah industri dapat meningkatkan
kualitas hidup masyarakatnya.
4. Bertambahnya jumlah penduduk karena adanya urbanisasi merupakan
faktor penting dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi secara
keseluruhan. Perkembangan ekonomi di suatu kota akan menimbulkan
multi efek terhadap bidang lainnya, seperti tumbuhnya industri
pendukung, transportasi, jasa-jasa, perumahan dan fasilitas kota yang
kesemuanya membutuhkan ruang yang tidak sedikit.
5. Kebutuhan akan pekerja akan sangat tinggi, karena di Batam sektor
industrinya semakin banyak tentu saja hal ini akan menyerap banyak
pekerja sehingga mampu mengurangi angka pengangguran.

22
Namun pada kenyataannya adanya urban sprawl ini lebih banyak
menimbulkan dampak negatif bandingkan dampak positifnya. Berikut adalah
dampak negatif adanya urban sprawl di wilayah Batam :

1. Industri di Kota Batam saat ini semakin banyak, maka kawasan


pengembangan industri akan membutuhkan lahan. Lahan-lahan di
pedesaan yang awalnya sebagai penyokong kehidupan perkotaan seperti
pertanian, budidaya dll, telah berubah fungsi menjadi permukiman padat
penduduk, bahkan beralih fungsi menjadi kawasan industri akibat dari
urban sprawl ini.
2. Urban sprawl di wilayah Batam mengakibatkan semakin bertambahnya
penduduk di kota Batam dan sekitarnya. Ternyata urbanisasi juga
berdampak buruk yaitu, meningkatnya permasalah lingkungan di wilayah
Batam seperti polusi udara, air dan tanah karena pertumbuhan penduduk
yang semakin meningkat.
3. Semakin banyak penduduk yang tinggal di Kota batam maupun sekitarnya,
maka, akan semakin banyak pula kebutuhan masyarakat yang harus di
penuhi, hal ini menyebabkan sumber daya alam akan semakin menipis.
4. Perkembangan industri yang pesat di Batam ternyata membawa dampak
negatif juga, yaitu dapat menurunkan kualitas dan kenyamanan hidup baik
manusia maupun lingkungan. Banyak kawasan yang seharusnya berfungsi
lindung dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang mengganggu fungsi
lindung tersebut. Kondisi hutan lindung di Batam makin memprihatinkan.
Hutan lindung di Batam kini luasnya sudah berkurang hingga 45 persen
dari sebelumnya. Luas peruntukan kawasan hutan lindung di Batam, yang
tercantum Perda RTRW tahun 2004 berkurang 45 persen dibandingkan
Perda RTRW 2001 dari 15.982,06 Ha menjadi 8.797,51 ha. Hampir
separuh peruntukan hutan lindung telah diubah menjadi berbagai jenis
pemanfaatan lahan, seperti kawasan perdagangan dan jasa.
5. Tingginya kepadatan penduduk akan menimbulkan masalah daya dukung
kota dalam bentuk tidak seimbangnya antara ruang/tanah yang dibutuhkan
dengan penduduk yang ada. Masalah permukiman selanjutnya merupakan
salah satu sebab timbulnya lingkungan hidup yang tidak sehat, berupa

23
permukiman liar dan perkampungan kumuh (slum). Selain itu,
kesenjangan sosial antara kawasan berikat yang menjadi konsentrasi
industrinya dengan daerah di luarnya (hinterland) menjadi tak terelakkan.
Bahkan Batam pun tidak luput dari menjamurnya perumahan liar,
pelacuran, dan kriminalitas.
6. Terdapat kasus pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana yang
ada di Batam. Alih fungsi guna lahan dari kawasan lindung menjadi
kawasan budidaya ini dapat menyebabkan ekosistem terganggu,
mengingat fungsi dan peran hutan bakau dalam ekosistem suatu kota atau
wilayah cukup penting. Dengan pengalihan fungsi lahan ini salah satunya
dapat mengakibatkan banjir terutama yang diakibatkan pasang surut air
laut.
7. Menjelang tahun 2005 para pengembang mulai khawatir, hambatan besar
sedang mengancam peluang yang selama ini dimanfaatkan dari kedekatan
wilayah antara Singapura dan Batam tersebut. Hambatannya yaitu
semakin kecilnya ketersediaan lahan di Pulau Batam yang dapat digunakan
sebagai kawasan perumahan. Pembangunan perumahan yang semakin
merebak seakan mengeksploitasi lahan di Kota Batam.

24
BAB IV

PENUTUP

A. Saran

B. Rekomendasi
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di bagian pembahasan mengenai
dampak negatif dari urban sprawl, maka dapat diberikan rekomendasi
kebijakan yang dibuat oleh pemerintah untuk mengatasi permasalahan
maupun perluasan dari urban sprawl, antara lain dengan pengembangan kota
yang sesuai dengan aturan yang tertera pada Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW), salah satunya membuat arahan pada kawasan urban sprawl untuk
mengembangkan perumahan baru di kawasan pemukiman yang telah ada
sebelumnya, agar pemukiman lebih tertata di kawasan tersebut dan tidak
menyebar secara tidak terstruktur di kawasan lainnya yang tak sesuai dengan
tata ruang pemukiman. Hal ini akan menghemat pemakain lahan maupun
biaya untuk penyediaan sarana dan prasarana. Dengan kebijakan tersebut juga
dapat mengurai risiko berupa permukiman liar dan perkampungan kumuh
(slum), juga tentunya akan menciptakan lingkungan yang bersih, sehat dan
terhindar dari kriminalitas. Namun penduduk yang semakin bertambah
membuat berkurangnya ketersediaan lahan terbuka hijau, untuk mengatasi hal
tersebut sebaiknya adanya pembangunan pemukinan yang berbasis vertical,
seperti rumah susun (rusun) yang bersubsidi untuk masyarakat kalangan
menengah ke bawah maupun apartemen untuk masyarakat kalangan
menengah ke atas yang berposisi dekat dengan pusat kota, namun tetap
dengan harga yang disesuaikan dengan perekonomian penduduk di sekitaran
Kota Batam. Selain itu pengembangan infrastruktur jalan untuk mengakses
kawasan urban spawl ke jalan utama dan transportasi umum juga sangat di

25
perlukan, hal ini bertujuan untuk mempermudah masyarakat sehingga
masyarakat tidak perlu lagi menggunakan kendaraan pribadi dalam
menjalankan kegiatannya sehari-hari, akibatnya dampak polusi yang
ditimbulkan dari asap kendaraan akan berkurang dan juga menghemat
penggunaan sumber daya alam (bahan bakar). Selain itu di kota Batam
terdapat permasalahan kasus pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan
rencana yang ada di Batam dan alih fungsi guna lahan dari kawasan lindung
menjadi kawasan budidaya, adapun cara untuk mengatasi hal tersebut yaitu
dengan mempertegas peraturan UU No. 24 Tahun 1992 dan UU No.26 Tahun
2007 tentang penataan ruang terhadap oknum yang tidak bertanggung jawab.

26
DAFTAR PUSTAKA

27
JOBDESK ANGGOTA KELOMPOK

28

You might also like