Professional Documents
Culture Documents
ID Penentuan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan Sektor Properti R PDF
ID Penentuan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan Sektor Properti R PDF
M. Rustam*
Universitas Tanjungpura
ABSTRAK
The purpose of this study is to determine the optimal capital structure of property, real estate, and
construction companies listed in Indonesia Stock Exchange. The motivation of this study is due
to the current research results are still not able to answer whether the optimal capital structure
exists. Based on trade-off theory, the optimal capital structure occurs when a company has a
minimum capital cost. However, it is not explained how much capital structure needed to
achieve the company maximum value. In addition, this sample business sector is chosen because
there are a numeours firms with an adequate long-term debt which make it possible to examine
their capital structure. The method used are the nonlinear regression and Monte Carlo simulation
method. These methods were chosen because the formulation of optimal capital structure is
arguably complex. There are 47 samples from all property, real estate, and construction
companies. The data set covered 11 years ie (2000-2010). The results showed that the optimal
capital structure of properties, real estate and construction companies which are measured by the
ratio between the long-term debt and equity is 0.99. Most companies of these sectors have not
reached the optimal capital structure yet because the average results from these companies are
0.31.
1. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan
(Damodaran, 2001:8). Nilai suatu perusahaan dapat disamakan dengan nilai total
asetnya, namun nilai yang digunakan di sini bukanlah nilai total aset menurut catatan
akuntansi atau yang dikenal dengan istilah nilai buku. Penentuan nilai suatu perusahaan
sering menggunakan pendekatan nilai pasar. Secara sederhana nilai pasar perusahaan
adalah nilai pasar total asetnya yang diharapkan akan menghasilkan arus kas dari
operasinya di masa yang akan datang atau nilai perusahaan dapat pula dinyatakan
sebagai gabungan antara nilai pasar utang dan nilai pasar ekuitasnya (Damodaran
2002:37).
94
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 95
Sehubungan dengan hal tersebut, nilai suatu perusahaan atau aset berasal dari
kemampuannya dalam menghasilkan arus kas di masa yang akan datang. Pengukuran
nilai perusahaan dalam penelitian biasanya menggunakan proksi rasio-rasio keuangan
antara lain seperti price earning ratio (PER), price to book value (PBV), atau pun rasio
Q yaitu perbandingan antara nilai perusahaan dan nilai pengganti (replacement cost) dari
total asetnya (Chung & Pruitt, 1994). Rasio-rasio tersebut menjelaskan bahwa semakin
tinggi nilainya menunjukkan semakin tinggi pula nilai perusahaan. Naiknya nilai
perusahaan dapat disebabkan oleh kemampuannya dalam memperoleh laba jangka
panjang dari produk atau jasa yang dihasilkan dan dijualnya serta memiliki banyak
pelanggan, sedangkan turunnya nilai perusahaan dapat disebabkan karena perusahaan
mengalami kesulitan finansial dan inefisiensi.
Nilai perusahaan dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan kinerja
keuangan berdasarkan pasar (market based). Kinerja keuangan berdasarkan pasar
(disingkat kinerja pasar perusahaan) adalah gambaran hasil kerja perusahaan, namun
bukan hanya dilihat dari laporan keuangannya saja tetapi juga dapat dilihat dari harga
sekuritasnya khususnya saham yang ditawarkan di bursa. Naiknya nilai sekuritas dari
suatu perusahaan dapat dipandang sebagai cerminan kinerjanya positif, sedangkan
apabila nilainya turun menunjukkan kinerjanya negatif. Kinerja perusahaan yang baik
dapat meningkatkan harga sahamnya di bursa, sehingga kinerja pasarnya positif.
Sebaliknya apabila kinerja keuangan perusahaan buruk, maka dapat menyebabkan harga
sahamnya di bursa mengalami penurunan. Pengukuran kinerja keuangan suatu
perusahaan dalam penelitian dapat menggunakan data dari laporan keuangan atau dapat
juga menggunakan data pasar terkait harga sekuritasnya. Selanjutnya untuk kepentingan
pengukuran kinerja pasar perusahan dalam studi ini digunakan alat ukur berdasarkan
pasar (market based), yaitu rasio Tobin’s Q atau sering juga disebut dengan rasio Q.
Ada banyak cara dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Peneliti-
peneliti terdahulu banyak yang menggunakan data dari laporan keuangan akuntansi
(accounting-based), seperti rasio return on sales (ROS), return on total assets (ROA),
return on equity (ROE), dan ukuran efisiensi operasi seperti sales per employee atau net
income per employee. Namun, dalam berbagai literatur alat ukur yang sangat banyak dan
luas digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah dengan
berdasarkan nilai pasar (market-based) seperti rasio Q, di samping alat ukur lainnya
seperti price to book value, earnings per share, dan price earnings ratio (Weia & Varela,
2003). Nilai pasar perusahaan, atau sering juga disebut sebagai nilai perusahaan dapat
diestimasi dengan menghitung nilai pasar dari utang ditambah dengan nilai pasar dari
ekuitas, sedangkan nilai pengganti dari total aset dapat diproksi dengan nilai buku dari
seluruh aset perusahaan.
Selanjutnya dalam salah satu studi tentang pengukuran kinerja perusahaan, Lee &
Ryu (2003) menggunakan rasio Q. Mereka menyebutnya rasio Q sebagai nilai
perusahaan. Jo & Harjoto (2011) mengukur nilai perusahaan juga dengan menggunakan
96 Rustam
rasio Q. Namun menurut istilah, nilai perusahaan seharusnya berbeda dengan rasio Q.
Rasio Q hanya sebagai indikator pengukur nilai perusahaan tetapi bukan sebagai nilai
perusahaan, karena nilainya berupa rasio atau skor yang tidak memiliki nama satuan,
sedangkan nilai perusahaan seharusnya diukur atau dinyatakan dalam satuan moneter
misalnya dolar atau rupiah, dan bukan berupa angka rasio. Kinerja keuangan dari suatu
perusahaan dapat diukur dengan pendekatan berdasarkan akuntansi yaitu dengan
menggunakan data berasal dari laporan keuangan dan dapat pula diukur dengan
pendekatan berdasarkan nilai pasar yang diukur dengan menggunakan harga sekuritasnya
di bursa.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat struktur modal (capital structure) yang
merupakan kombinasi antara penggunaan utang dan ekuitas yang membentuk struktur
pendanaan perusahaan dalam jangka panjang. Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio
yang hanya menggambarkan rasio utang dan ekuitas pada suatu saat tertentu; bagi suatu
perusahaan struktur modal lebih menggambarkan target komposisi utang dan ekuitas
dalam jangka panjang. Berkaitan dengan nilai perusahaan dan struktur modal ini timbul
pertanyaan apakah terdapat rasio utang yang optimal bagi suatu perusahaan? Inilah
pertanyaan utama dalam teori struktur modal, salah satu konsep yang penting dalam
manajemen keuangan. Struktur modal yang optimal mengandung arti bahwa perusahaan
menggunakan kombinasi antara utang dan ekuitas yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang maksimum menjadi tujuan dalam manajemen
keuangan karena dapat meningkatkan kekayaan pemilik (stockholders wealth).
Pencarian struktur modal yang optimal sudah sejak lama menjadi bahan
pemikiran baik bagi para praktisi maupun bagi para akademisi. Hal ini berawal dari
pemikiran Modigliani dan Miller (1958). Pada mulanya Modigliani dan Miller (MM)
(1958) menyatakan bahwa rasio utang tidak relevan dan tidak ada struktur modal yang
optimal. Nilai perusahaan tergantung pada arus kas yang akan dihasilkan dan bukan pada
rasio utang dan ekuitas. Prediksi teori MM ini hanya valid apabila asumsi yang
mendasarinya terpenuhi. Adapun asumsi tersebut adalah tidak ada pajak, tidak ada
kesenjangan informasi, dan tidak ada biaya transaksi. Selanjutnya ketika pajak
perusahaan ikut diperhitungkan, menurut teori MM justru nilai optimal perusahaan
adalah jika menggunakan utang 100 persen, karena adanya penghematan pajak atas
bunga utang. Hal ini sampai sekarang menjadi pemikiran para akademisi dan praktisi.
Persoalan tersebut mendorong Myers (1984) menulis sebuah artikel dengan judul “The
Capital Structure Puzzle” sama seperti tulisan sebelumnya yang dibuat oleh Black
(1976) yang berjudul "The Dividend Puzzle” yang menyatakan dividen masih merupakan
teka-teki.
Walaupun dalam kenyataannya masing-masing perusahaan memiliki struktur
modal yang berbeda, ada kemungkinan memiliki suatu batas struktur modal yang
optimal yaitu yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Penentuan struktur modal
optimal sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 97
Sehubungan dengan hal tersebut, laporan posisi keuangan suatu perusahaan memiliki dua
sisi yang seimbang. Satu sisi adalah kewajiban dan sisi lainnya adalah aset. Sisi
kewajiban adalah gabungan pendanaan perusahaan yang berasal dari sumber internal dan
eksternal yang telah digunakan ataupun akan digunakan untuk kelangsungan hidup
perusahaan. Sisi kewajiban dibuat atas dasar pertimbangan struktur modal yang
terencana. Manajer keuangan memutuskan sumber dana dari mana sebaiknya dipilih
setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi struktur modal. Struktur
modal yang baik membuat laporan posisi keuangan perusahaan menjadi tampak kokoh.
Penentuan struktur modal yang tepat atau optimal akan dapat mempertahankan
kemampuan perusahaan dalam menghadapi tekanan finansial dan perubahan lingkungan
pasar keuangan seperti naik turunnya suku bunga serta perubahan tarif pajak.
Apabila struktur modal optimal, maka perusahaan dapat terhindar dari risiko
kesulitan keuangan. Ketika struktur modal ditentukan sebelum mendapatkan dana dari
kreditur, perusahaan melakukan banyak penyesuaian untuk mengurangi risikonya.
Kebanyakan perusahaan menggunakan utang sebagai sumber dananya karena sumber
dana dari modal sendiri sangat terbatas. Seperti diketahui bahwa perusahaan yang
berutang harus membayar kembali kewajibannya pada saat jatuh tempo dan besarnya
bunga yang telah ditetapkan oleh kreditur. Perusahaan mencoba mendapatkan utang
minimum jika bisnisnya baru; karena dalam bisnis yang baru biasanya rate of return-nya
lebih rendah daripada tingkat bunga; dan jika meminjam lebih banyak berarti perusahaan
akan menanggung risiko lebih besar, lebih banyak beban bunga, dan bahkan bisa
mengalami kerugian. Apabila struktur modal dapat ditentukan dengan tepat, maka
perusahaan akan dapat terhindar dari risiko kegagalan. Namun, apabila dengan berutang
perusahaan akan sukses, maka perusahaan dapat meningkatkan jumlah utang yang
diperkirakan dengan mengubah nilai utang dalam struktur modal. Perusahaan dapat
dengan mudah membayar bunga jika return on investment dan arus kas dari bisnisnya
besar. Namun manajer keuangan juga harus mempertimbangkan apakah pemegang
saham lebih mengharapkan dividen atau tidak; karena dengan dividen yang tinggi tentu
akan mempengaruhi arus kas dan perkembangan perusahaan pada masa yang akan
datang.
Struktur modal optimal tidaklah bersifat statis. Perusahaan juga harus
menyesuaikan jumlah dan sumber dana yang berbeda sesuai dengan perubahan
lingkungan bisnis. Apabila pada masa yang akan datang, terjadi hambatan atau
terganggunya hubungan antara perusahaan dan kreditur, maka perusahaan akan
menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dana. Namun dengan penentuan struktur
modal yang fleksibel, dapat membantu perusahaan memperluas dalam mendapatkan
sumber-sumber dana. Struktur modal yang fleksibel akan menciptakan mobilitas sumber
dana atau dapat memaksimumkan pilihan struktur modal. Apabila bank meningkatkan
suku bunga, maka perusahaan dapat mencari sumber dana lain yang lebih murah
misalnya dana yang berasal dari saldo laba.
98 Rustam
Struktur modal yang optimal pada suatu perusahaan akan menghasilkan efisiensi
terkait biaya modalnya. Apabila pasar efisien, maka hal ini akan diikuti dengan respon
pasar yang positif yaitu harga sahamnya di bursa dapat mengalami kenaikan dan
sekaligus dapat meningkatkan nilai perusahaannya.
Studi tentang struktur modal memang sangat menarik karena masih ada sejumlah
pertanyaan yang hingga saat ini masih belum terjawab. Kajian mengenai struktur modal
optimal dimulai dari artikel Modigliani & Miller (1958), dengan serangkaian asumsi dan
menyatakan bahwa struktur modal tidak memengaruhi nilai perusahaan. Teorinya
disebut dengan capital structure irrelevance theory, yang kemudian diperbaiki dengan
memasukkan unsur pajak. Tulisan tersebut mendorong munculnya sejumlah besar studi
empiris dan teoritis; serta dapat dipandang sebagai dasar dari teori struktur modal
modern. Teori struktur modal selanjutnya adalah static trade-off theory, dengan
memperhitungkan adanya pajak perusahaan. Berdasarkan static trade-off theory suatu
perusahaan dapat mencapai tingkat utang optimal dengan menyeimbangkan manfaat
pajak atas utang (karena bunga sebagai pengurang pajak) dan potensi biaya financial
distress yang meningkat bersamaan dengan tingkat utang yang lebih tinggi. Namun,
static trade-off theory gagal menjelaskan beberapa kajian empiris, seperti hubungan
negatif antara return on assets (ROA) dan leverage, begitu juga leverage dengan market
to book ratio. Kemudian juga terjadinya penyimpangan yang besar dari tingkat utang
optimal serta tingkat utang yang berbeda secara signifikan bagi perusahaan-perusahaan
yang sejenis, sehingga hasil temuan itu tidak mendukung teori tersebut.
Ketidakkonsistenan ini mendorong munculnya pengembangan teori struktur modal
alternatif yaitu pecking order theory.
Sesuai dengan pecking order theory, dalam kondisi information asymmetry, suatu
perusahaan lebih memilih menggunakan dana internal (saldo laba dan cadangan lainnya).
Apabila sumber dana internal tidak lagi mencukupi, maka perusahaan menggunakan
utang berisiko rendah, dan kemudian meningkat menggunakan utang yang berisiko lebih
tinggi, sedangkan penggunaan ekuitas dipertimbangkan sebagai pilihan yang terakhir.
Namun, pecking order theory bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi
kelemahan static trade-off theory. Beberapa teka-teki dapat dijawab dengan melakukan
penyesuaian terhadap biaya rekapitalisasi, yang muncul karena information asymmetry
dan agency problems. Hal tersebut telah mendorong munculnya dynamic trade-off theory
yang menguji keputusan dalam bentuk multi-period yang memberikan ekspektasi dan
mempertimbangkan biaya rekapitalisasi. Secara khusus, biaya transaksi yang timbul dari
penerbitan utang dan ekuitas membuat perusahaan tidak terlalu sering menyesuaikan
struktur modalnya untuk mencapai tingkat utang yang optimal. Hal tersebut mendorong
perusahaan menargetkan utang optimal dalam interval tertentu dibandingkan dengan
pada titik tertentu. Perusahaan menyesuaikan struktur modal hanya apabila tingkat utang
berada di luar interval tersebut (Fischer & Zechner, 1989).
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 99
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Modal Optimal
Teori struktur modal modern dimulai tahun 1958, ketika Modigliani & Miller
(MM) (1958) pertama kali menyampaikan “Capital Structure Irrelevance Theory”,
menyatakan bahwa nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) tidak
dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan. Namun, asumsi pasar sempurna dari MM
seperti tidak ada biaya transaksi, tidak ada pajak, informasi simetris, tingkat bunga
meminjam sama dengan tingkat bunga meminjamkan sebesar tingkat bunga bebas risiko
adalah bertentangan dengan keadaan dalam dunia nyata.
Kemudian Modigliani & Miller (1963) memodifikasi model awalnya dan
mempertimbangkan pengurangan pajak atas bunga (tax shields effect). Sesuai dengan
teori MM yang telah dimodifikasi dengan pajak, nilai perusahaan yang berutang sama
dengan nilai perusahaan yang tidak berutang ditambah dengan nilai penghematan pajak
karena adanya utang (tax shields). Semakin banyak utang dalam struktur modal, akan
semakin tinggi nilai perusahaannya. Perusahaan selalu dapat meningkatkan nilainya
dengan meningkatkan utang, yang berarti struktur modal 100 persen utang adalah
optimal untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Miller (1977) selanjutnya
menambahkan pajak pribadi ke dalam analisisnya dan menunjukkan bahwa pengurangan
pajak dari bunga di pihak perusahaan diimbangi dengan pajak pendapatan pribadi di
pihak investor.
Perluasan model Modigliani & Miller (1958) dan Miller (1977) adalah teori
trade-off antara penghematan pajak dari berutang dan berbagai biaya yang terkait dengan
utang (seperti biaya penerbitan utang, bankruptcy costs, agency costs, dan kehilangan
non-debt tax shields). Bankruptcy costs ada yang bersifat langsung dan ada yang bersifat
tidak langsung. Bankruptcy costs yang langsung meliputi biaya-biaya terkait dengan
kebangkrutan, seperti biaya legal (menyangkut proses hukum) dan administrasi.
Selanjutnya, dengan berutang, perusahaan akan menghemat pajak namun semakin besar
utang akan meningkatkan risiko yang mengakibatkan peringkat utangnya menurun, dan
biaya utangnya meningkat. Kemungkinan perusahaan bangkrut akan bertambah dan
akhirnya harus membayar segala biayanya. Bankruptcy costs yang tidak langsung
meliputi kesulitan menjalankan bisnis karena mengalami financial distress, seperti
kehilangan pasar atau pelanggan, menurunnya kepercayaan pemasok, dan kinerja
karyawan menurun. Selanjutnya, Jensen & Meckling (1976) menentukan keberadaan
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 101
agency costs yang muncul dikarenakan konflik antara manajer dan pemegang saham
(agency costs of equity) atau antara pemegang saham dan debtholders (agency costs of
debt).
Berdasarkan uraian tersebut, berikut adalah gambaran nilai perusahaan yang tidak
menggunakan utang dan yang menggunakan utang dengan mempertimbangkan adanya
financial distress dan agency cost.
Kraus & Litzenberger (1973), pertama kali memperkenalkan teori static trade-off,
yang menjelaskan bahwa perusahaan menyeimbangkan manfaat pajak dari bunga utang
terhadap beban biaya financial distress dan kebangkrutan. Suatu titik keseimbangan
antara jumlah utang dan ekuitas dalam static trade-off theory (Myers, 1977) seharusnya
dipilih oleh manajer untuk diputuskan, dengan menganalisis trade-off antara manfaat
menambah utang dibandingkan dengan bertambahnya biaya utang dalam bentuk
financial distress atau agency costs. Hasil dari analisis tersebut akan menemukan
struktur modal yang optimal. Teori ini menunjukkan bahwa manajer keuangan yang
memaksimumkan nilai perusahaan seharusnya menggunakan struktur modal yang terdiri
atas gabungan utang dan ekuitas. Icremental interest tax shield sama dengan incremental
costs terkait pendanaan dengan menggunakan utang.
Kim & Sorensen (1986) meneliti keberadaan agency costs dan hubungannya
dengan kebijakan utang perusahaan. Mereka menemukan bahwa perusahaan dengan
kepemilikan insider yang tinggi memiliki rasio utang yang lebih besar dibandingkan
102 Rustam
perusahaan yang kepemilikan insider-nya lebih rendah, yang dapat dijelaskan oleh
agency costs of debt atau agency costs of equity. Mereka juga menemukan bahwa
perusahaan yang pertumbuhannya tinggi menggunakan sedikit utang dibandingkan
dengan perusahaan yang pertumbuhannya rendah, perusahaan yang risiko operasinya
tinggi menggunakan lebih sedikit utang dibandingkan dengan perusahaan yang risiko
operasinya rendah, sedangkan ukuran perusahaan tampaknya tidak berkorelasi dengan
tingkat utang.
Hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan telah menjadi bahan
perdebatan dalam literatur manajemen keuangan. Ada dua pertanyaan dalam hal ini
yaitu: (1) Apakah ada struktur modal yang optimal bagi individu perusahaan? (2)
Apakah proporsi penggunaan utang tidak memengaruhi nilai perusahaan? Castanias
(1983) menyatakan bahwa kemungkinan bangkrut memiliki pengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan. Semakin meningkat proporsi utang dalam struktur modal perusahaan,
kemungkinan bangkrut juga akan bertambah. Akibatnya adalah rate of return yang
disyaratkan oleh bondholders meningkat mengikuti leverage. Rasio optimal dari debt to
equity ditentukan dengan meningkatkan jumlah utang hingga keuntungan marginal dari
leverage sama dengan kerugian marginal dari bankruptcy costs.
Jensen (1986) menekankan konflik agency antara manajer puncak dan pemegang
saham. Konflik tersebut khususnya besar pada perusahaan yang memiliki free cash flows
yang besar yaitu memiliki kas lebih dibandingkan dengan peluang investasi yang
menguntungkan. Manajemen dapat bertindak boros atas kas dari ketidakefisienan
organisasi atau melakukan investasi pada proyek-proyek yang net present value-nya
kecil bahkan negatif. Peningkatan utang dalam hal ini menurunkan free cash flows, yang
selanjutnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Leland & Toft (1996) menunjukkan
penggunaan utang jangka panjang, walaupun menghasilkan lebih banyak tax benefits,
namun juga meningkatkan bankruptcy cost dan agency costs. Mereka menyatakan bahwa
penggunaan utang jangka pendek mengurangi agency conflicts, dan dengan demikian
akan mengurangi tingkat risiko.
Philosophov & Philosophov (1999) mengembangkan suatu pendekatan
probabilistik terhadap masalah optimalisasi struktur modal perusahaan. Pendekatan
tersebut memungkinkan penaksiran rasio debt to equity yang optimal dan meliputi
perhitungan probabilitas kebangkrutan perusahaan pada masa yang akan datang sebagai
suatu fungsi dari sisa interval waktu hingga bangkrut. Probabilitas tersebut selanjutnya
digunakan dalam suatu rumus yang dimodifikasi terkait penilaian discount share untuk
menghitung share atau nilai suatu perusahaan. Selanjutnya, model struktur modal
“dynamic” yang modern (Goldstein et al., 2001), memperluas model “static trade-off”,
mensimulasikan struktur modal optimal dengan pendekatan Monte Carlo. Kebanyakan
model struktur modal tradisional menganggap bahwa keputusan berapa banyak utang
akan diterbitkan adalah suatu pilihan yang statis. Kebanyakan perusahaan-perusahaan
menyesuaikan tingkat utangnya untuk merespon terhadap perubahan nilai
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 103
yang diambil dari laporan keuangannya seperti laporan posisi keuangan, laporan laba-
rugi, dan laporan arus kas. Ada beberapa metode pengukuran kinerja keuangan
perusahaan di antaranya metode common size, analisis pertumbuhan, dan analisis rasio.
Awalnya dalam analisis rasio sepenuhnya hanya menggunakan data dari laporan
keuangan. Namun dengan keberadaan pasar modal terkait dengan analisis teknikal dan
fundamental, rasio pasar turut dianalisis. Beberapa penulis membagi pengukuran kinerja
keuangan dengan menggunakan rasio keuangan antara lain yang menyangkut likuiditas,
aktivitas, leverage, dan profitabilitas; kemudian terakhir ditambah dengan rasio kinerja
pasar. Pengukuran kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dibedakan antara yang
menggunakan data dari laporan keuangan (sering disebut dengan accounting based) dan
yang menggunakan data pasar (sering disebut dengan market based). Sekarang kedua
dasar tersebut sering digunakan secara bersama-sama dalam penelitian keuangan untuk
mengungkapkan fenomena keuangan perusahaan.
Terdapat kebaikan dan kelemahan di antara alat ukur accounting based dan
market based. Accounting based measures bersifat statis, sedangkan market based
measures bersifat dinamis (dapat berubah setiap waktu). Accounting based measures
lebih dapat dikendalikan oleh manajemen, sedangkan market based sulit dikendalikan
ataupun direkayasa oleh manajemen; apalagi jika pasar adalah efisien.
Kinerja pasar dapat dipandang sebagai cerminan prestasi perusahaan dan menjadi
reputasi perusahaan. Apabila kondisi keuangan perusahaan baik, maka akan baik pula
kinerja pasarnya yang dicerminkan oleh naiknya harga sahamnya di bursa, sedangkan
apabila kondisi keuangan perusahaan buruk, maka akan buruk pula kinerja pasarnya.
Rasio nilai pasar berhubungan dengan perusahaan publik. Rasio-rasio nilai pasar
menggambarkan keadaan ekonomi dari suatu perusahaan berdasarkan pandangan pasar.
Rasio nilai pasar memberikan kepada manajemen tentang pemikiran investor terhadap
perusahaan dengan mempertimbangkan kinerja perusahaan saat ini dan prospek masa
depannya.
Beberapa rasio keuangan yang sering dipakai sebagai pengukur kinerja pasar
adalah earnings per share, book value per share, market value per share, price earnings
ratio, price to book value, price to cash ratio, dividend yield, dividend payout ratio dan
juga rasio Q. Pengukuran kinerja dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan
keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan simpulan yang
berguna dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi apabila
hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula
analisis pasar mengenai persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan
dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis
dan industri, serta penelitian-penelitian terhadap industri.
Rasio Q menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang wajar adalah yang memiliki
harga sama dengan nilai total asetnya. Nilai total aset di sini menggunakan nilai
replacement cost (nilai pengganti). Apabila rasio Q lebih kecil daripada satu, berarti nilai
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 105
pasar perusahaan lebih kecil daripada nilai total asetnya dan menunjukkan perusahaan
undervalued. Demikian pula sebaliknya, apabila nilainya lebih besar daripada satu,
menunjukkan nilai pasar lebih tinggi daripada nilai total asetnya dan nilai perusahaan
mengalami overvalued.
Sebenarnya rumus rasio Q cukup rumit untuk diterapkan dalam penelitian
sebagaimana yang dibuat oleh Lindenberg & Ross (disingkat L-R q) dalam Chung &
Pruitt (1994) yaitu:
L-R q =
PREFST + VCOMS + LTDEBT + STDEBT - ADJ .......................................................(1)
TOTASST - BKCAP + NETCAP
Keterangan:
PREFST = nilai likuidasi dari saham preferen;
VCOMS = harga saham biasa dikali dengan jumlah lembar saham yang beredar pada
akhir tahun;
LTDEBT = nilai kewajiban jangka panjang disesuaikan dengan struktur umurnya;
STDEBT = nilai buku dari kewajiban lancar;
ADJ = nilai aset lancar bersih;
TOTASST = nilai buku dari total aset;
BKCAP = nilai buku dari modal saham bersih;
NETCAP = nilai modal saham bersih disesuaikan dengan inflasi.
Rumus tersebut disederhanakan oleh Chung & Pruitt (1994) kemudian disebut
dengan pendekatan Q (approximation of Q) sebagai berikut:
( MVE PS DEBT )
Approximation Q .............................................................(2)
TA
Keterangan:
MVE = perkalian harga saham biasa dengan jumlah lembar saham yang beredar;
PS = nilai likuidasi dari saham preferen yang beredar;
DEBT = nilai kewajiban jangka pendek bersih dari aset lancar ditambah dengan nilai
buku kewajiban jangka panjang;
TA = nilai buku dari total aset.
debts dan ROE. Huang & Song (2006) menemukan hubungan negatif antara leverage
dan kinerja perusahaan (earning before interest & tax to total assets) pada perusahaan
China. Chakraborty (2010) menggunakan dua ukuran kinerja, meliputi rasio profit before
interest, tax, & depreciation to total assets dan rasio cash flows to total assets, serta dua
ukuran leverage, meliputi rasio total borrowing to assets dan rasio liability terhadap
ekuitas, dan menghasilkan suatu hubungan yang negatif. Ebaid (2009) meneliti tentang
dampak pemilihan struktur modal terhadap kinerja 64 perusahaan dari tahun 1997
sampai 2005 di pasar modal Mesir. Ebaid menggunakan tiga ukuran accounting-based
meliputi ROA, ROE, dan gross profit margin, dan menyimpulkan pemilihan struktur
modal umumnya memiliki pengaruh yang lemah sampai tidak ada pengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
Studi oleh King & Santor (2008) telah dilakukan untuk menguji hubungan antara
family ownership, kinerja perusahaan, dan struktur modal di perusahaan-perusahaan
Kanada. Berdasarkan rasio Q, hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang dimiliki oleh keluarga dengan kelas saham tunggal memiliki kinerja pasar yang
sama dibandingkan dengan perusahaan yang lain, yang kinerja akuntansinya superior
berdasarkan ROA, dan financial leverage yang lebih tinggi berdasarkan debt to total
assets. Secara perbandingan, perusahaan yang dimiliki oleh keluarga memiliki penilaian
rata-rata relatif lebih rendah 17 persen dibandingkan perusahaan-perusahaan yang
dimiliki oleh publik, walaupun memiliki kesamaan ROA dan financial leverage.
Studi yang dilakukan oleh San & Teh (2011) fokus pada perusahaan konstruksi
yang tercatat di Bursa Malaysia dari tahun 2005 sampai 2008, menunjukkan adanya
hubungan antara struktur modal dan kinerja perusahaan. Return on capital dengan debt
to equity market value dan EPS dengan long-term debt to capital memiliki hubungan
yang positif, sedangkan EPS dengan debt to capital mempunyai hubungan yang negatif
dan hal tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan besar.
Studi oleh Saeedi & Mahmoodi (2011) menguji hubungan antara struktur modal
dan kinerja perusahaan yang menggunakan sampel 320 perusahaan tercatat di bursa
saham Teheran selama periode 2002 sampai 2009. Semua adalah perusahaan keuangan
dan bank. Penelitiannya menggunakan empat ukuran kinerja (meliputi ROA, ROE, EPS,
dan rasio Q) sebagai variabel dependen dan tiga struktur modal (meliputi rasio long-term
debt, short-term debt, dan total debt) sebagai variabel independen. Hasil studinya
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang diukur dengan EPS dan rasio Q adalah
signifikan dan positif berhubungan dengan struktur modal, antara struktur modal dan
ROA mempunyai hubungan yang negatif, serta antara ROE dan struktur modal
mempunyai hubungan yang tidak signifikan.
Studi oleh Pratheepkanth (2011) menganalisis struktur modal dan dampaknya
terhadap kapasitas kinerja keuangan selama tahun 2005 sampai 2009 dari perusahaan-
perusahaan di Sri Lanka. Hasilnya menunjukkan hubungan antara struktur modal dan
kinerja keuangan adalah negatif.
108 Rustam
3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, jumlah keseluruhan perusahaan properti,
real estat, dan konstruksi yang mencatatkan sahamnya sampai akhir tahun 2010 adalah
sebanyak 47 perusahaan. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling karena sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu agar sesuai dengan syarat
pengujian dan penarikan kesimpulan yang berlandaskan pada teori. Hal yang tidak sesuai
dengan kriteria dan dapat mengganggu dalam penarikan kesimpulan adalah seperti nilai
ekuitas perusahaan yang negatif dan tidak memiliki utang jangka panjang, serta nilai data
yang ekstrim. Studi ini menggunakan sampel unbalanced panel data, terdiri atas 47
perusahaan dan jangka waktu dari tahun 2000 sampai 2010. Unbalanced panel data
adalah gabungan data cross section dan time series yang jumlah data time series-nya
tidak seragam. Unbalanced panel data sering digunakan sebagai rujukan dalam
penelitian seperti yang pernah dilakukan oleh Baltagi & Chang (1994).
dalam laporan posisi keuangan dan terdiri atas modal saham, saldo laba, dan dana
cadangan yang akan digunakan untuk keperluan khusus bagi suatu perusahaan. Ekuitas
ada yang berdasarkan nilai buku dan ada yang berdasarkan nilai pasar. Ekuitas yang
berdasarkan nilai buku dapat langsung dilihat dari laporan posisi keuangan, sedangkan
ekuitas berdasarkan nilai pasar, dihitung dengan mengalikan antara harga saham dengan
jumlah lembar saham.
3.4.3. Total aset
Total aset mengambarkan besarnya kekayaan atau kepemilikan aset, baik itu aset
lancar maupun aset tidak lancar seperti aktiva tetap. Aktiva tetap dapat dibedakan antara
aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud seperti goodwill dan patent.
3.4.4. Kinerja pasar
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat beragam. Kinerja pasar
perusahaan diartikan sebagai nilai pasar atau nilai jual perusahaan. Nilai ini berbeda dari
nilai buku yang mudah diketahui dari laporan posisi keuangan terutama nilai total aktiva.
Kinerja pasar perusahaan sangat dinamis karena nilainya ditentukan oleh harga pasar
saham yang sangat fluktuatif. Kinerja pasar ini dalam banyak studi sering dikaitkan
dengan harga sahamnya. Pengukuran nilai perusahaan cukup sulit, oleh karena itu sering
digunakan proksi atau pendekatan. Studi ini akan menggunakan rasio Q yaitu nilai
perbandingan antara nilai pasar ekuitas ditambah nilai buku total utang dibagi dengan
nilai buku dari total asset (Klapper & Love, 2002). Semakin tinggi nilai rasio ini berarti
semakin tinggi kinerja pasarnya dan mengindikasikan semakin tinggi pula nilai
perusahaan.
3.4.5. Struktur modal
Struktur modal dalam banyak literatur manajemen keuangan disepakati sebagai
komposisi atau susunan modal yang digunakan dalam jangka panjang. Secara umum
modal yang digunakan dalam jangka panjang adalah berasal dari utang jangka panjang
(lebih dari satu tahun) dan ekuitas sebagai modal yang menjadi klaim bagi pemilik
perusahaan. Kedua dana tersebut sebagai sumber dana jangka panjang bagi perusahaan.
Studi ini menggunakan struktur modal sebagai perbandingan antara utang jangka
panjang dan total ekuitas.
Rata-rata kinerja pasar yang diukur dengan rasio Tobin's Q dari sektor properti,
114 Rustam
real estat, dan konstruksi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar
1,04, minimum 0,24, maksimum 2,76, dan deviasi standar 0,43.
2.5 2.5
2 2
TQ
TQ
1.5 1.5
1 1
0.5 0.5
0 0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
LDER
Gambar 2. Hasil Perhitungan Fungsi Sebelum Simulasi
X Variable: LDER
Xmin: 0.0052297988 Xmax: 2.1674111583 Xrange: 2.1621813596
Xmean: 0.3150915833 Xstd: 0.4139759087 Xmedian: 0.1473414141
Y Variable: TQ
Ymin: 0.2403699818 Ymax: 2.7615658055 Yrange: 2.5211958237
Ymean: 1.0395495426 Ystd: 0.4298678034 Ymedian: 0.9359162152
116 Rustam
Uji Statistik:
r2 Coef Det DF Adj r2 Fit Std Err F-value
0.0770396731 0.0751881980 0.4020697748 83.303248779
X Variable: LDER
Xmin: 0.0052297988 Xmax: 2.1674111583 Xrange: 2.1621813596
Xmean: 0.3088500582 Xstd: 0.3939016779 Xmedian: 0.1462076658
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 117
Y Variable: TQ
Ymin: 0.2403699818 Ymax: 2.7615658055 Yrange: 2.5211958237
Ymean: 1.0321473046 Ystd: 0.4183044035 Ymedian: 0.9326507600
1 Xi - X 1 Xi - X
Y-t / se + ≤ E Y/Xi ≤ Y + t / se +
n ∑ x2i n ∑ x2i
Keterangan:
Y = nilai estimasi kinerja pasar
t = nilai skor t struktur modal
α = tingkat signifikansi 5%
se = standard error dari estimasi kinerja pasar
n = jumlah sampel
Xi = struktur modal individu
X = rata-rata struktur modal
xi = X i - X
4.2. Pembahasan
Struktur modal yang diukur dengan membandingkan antara utang jangka panjang
dan ekuitas menunjukkan hasil yang cukup menarik. Pada saat kinerja pasar sektor
properti, real estat, dan konstruksi mencapai nilai maksimum, struktur modalnya
menunjukkan nilai 0,99 hampir sama dengan satu. Hal ini berarti bahwa struktur modal
118 Rustam
optimal sektor properti, real estat, dan konstruksi adalah terjadi pada saat besarnya
penggunaan utang jangka panjang sama dengan besarnya penggunaan ekuitas.
Apabila struktur modal rata-rata dibandingkan dengan struktur modal optimal,
tampak bahwa secara rata-rata struktur modal yang digunakan oleh sektor properti real
estat, dan konstruksi adalah belum optimal. Sebagian besar masih menggunakan utang
jangka panjang sebesar 31 persen dari nilai ekuitasnya. Hal ini memberikan arti bahwa
rata-rata perusahaan properti, real estat, dan konstruksi masih sangat berhati-hati dalam
menggunakan utang jangka panjang walaupun penggunaan utang masih memungkinkan
untuk meningkatkan nilai perusahaan. Belum optimalnya struktur modal ini dapat
disebabkan oleh pihak manajemen perusahaan sebagai agent belum memandang penting
arti struktur modal optimal bagi perusahaan. Manajemen masih menerapkan prinsip
kehati-hatian yang berlebihan dalam penggunaan utang jangka panjang karena
kekhawatiran terhadap risiko financial distress dan bankruptcy cost.
Selain itu dari gambar struktur modal optimal tampak bahwa setelah tercapai
struktur modal optimal, peningkatan penggunaan utang tidak menunjukkan penurunan
kinerja pasar yang tajam. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan
utang jangka panjang setelah titik optimal kurang direspon oleh pasar. Hal ini berarti
investor tidak memperhatikan besarnya kelebihan penggunaan utang jangka panjang oleh
perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi di atas batas optimal.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai penentuan struktur modal
optimal perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi, dengan pendekatan kinerja
pasar perusahaan, dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut. Pertama, struktur modal
optimal sektor industri properti, real estat, dan konstruksi menunjukkan adanya
keseimbangan antara jumlah penggunaan utang jangka panjang dan ekuitas dengan porsi
julah utang jangka panjang hampir sama dengan jumlah ekuitas. Hal tersebut tampak
pada hasil estimasi struktur modal optimalnya sebesar 0,99.
Kedua, secara rata-rata, utang jangka panjang yang digunakan oleh sektor
industri properti, real estate, dan konstruksi masih di bawah batas yang diperkenankan,
sehingga perusahaan masih memiliki kapasitas utang (debt capacity) yang positif. Hal ini
tampak pada nilai rata-rata struktur modalnya sebesar 0,31 atau penggunaan utang
jangka panjang sebesar 31 persen dari jumlah ekuitas yang digunakan. Ketiga, Secara
rata-rata struktur modal perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi di
Indonesia tampak belum optimal. Belum optimalnya struktur modal ini dapat disebabkan
oleh pihak manajemen perusahaan sebagai agent belum memandang penting arti struktur
modal optimal bagi perusahaan. Manajemen masih menerapkan prinsip kehati-hatian
yang berlebihan dalam penggunaan utang jangka panjang karena kekhawatiran terhadap
risiko financial distress dan bankruptcy cost. Selain itu tidak optimalnya struktur modal
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 119
perusahaan dapat pula disebabkan oleh kehati-hatian dari pihak kreditur atau debt
investors sebagai agent penyandang dana jangka panjang dari luar perusahaan. Padahal
apabila manajemen perusahaan dapat menerapkan struktur modal yang optimal, maka
akan besar sekali dampaknya bagi perkembangan perusahaan secara berkelanjutan.
Perusahaan dapat bekerja lebih efisien, mampu bersaing, memperoleh profitabilitas yang
tinggi, penghematan pajak optimal, kredibilitas perusahaan meningkat, dan pemegang
saham mendapatkan return yang tinggi.
Berdasarkan simpulan hasil studi tersebut, saran-saran yang diajukan sebagai
berikut. Bagi perusahaan-perusahaan yang struktur modalnya belum optimal dapat
ditingkatkan dengan melakukan restrukturisasi pada sumber dana jangka panjangnya.
Penyesuaian tersebut diharapkan dapat memaksimumkan kinerja pasar perusahaan dan
agency cost dapat ditekan. Bagi investor, struktur modal optimal dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam keputusan pemilihan investasi saham jangka panjang. Melalui
investasi pada saham tersebut diharapkan dalam jangka panjang investor akan
memperoleh return yang tinggi. Khusus bagi pemegang saham perusahaan yang
berpengaruh, harus selalu memonitor kinerja manajemen terkait dengan keputusan
struktur modal yang belum optimal.
Selain itu, bagi peneliti selanjutnya sebagai pelengkap studi tentang struktur
modal dapat pula menggunakan leverage yang dalam analisisnya mengikutsertakan
perhitungan utang jangka pendek. Agar hasil analisis dapat memberikan penjelasan yang
lebih baik mengenai karakteristik struktur modal perusahaan, analisis dapat dirinci
dengan membedakan antar subsektor industri dan juga dengan membedakan umur
perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arbiyan, A. A., & Safari, M. (2009). The effects of Capital Structure & Profitability in
the Listed Firms in Tehran Stock Exchange. Journal of Management Perspective,
33, 159-175.
Babenko, & Ilona. (2003). Optimal Capital Structure of the Firm in the Presence of Costs
of Financial Distress. Working Paper, Haas School of Business, University of
California, Berkeley, 5179, 1-44.
Baker, Malcolm, Wurgler, & Jeffrey. (2002). Market Timing & Capital Structure. Journal
of Finance, 57(1), 1-32.
120 Rustam
Berger, A., & Bonaccorsi di Patti, E. (2006). Capital Structure & Firm Performance: A
New Approach to Testing Agency Theory & An Application to the Banking
Industry. Journal of Banking & Finance, 30, 1065-1102.
Binsbergen, J. H. V., Graham, J. R., & Yang, J. (2011). Optimal Capital Structure.
Journal of Applied Corporate Finance, 23(4), 34-59.
Black, & Fischer. (1976). The Dividend Puzzle. The Journal of Portfolio Management,
2(2), 5-8.
Booth, L., Aivazian, V., Demirguc-Kunt, A., & Maksimovic, V. (2001). Capital
Structure in Developing Countries. The Journal of Finance, 56, 87-130.
Brigham, E. F., & Gapenski, L. C. (1997). Financial Management - Theory & Practice,
8 th Edition, Dryden Press.
Castanias, R. (1983). Bankruptcy Risk & Optimal Capital Structure. The Journal of
Finance, 38(5), 1617-1636.
Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2003). Business Research Method. Eight Edition. New
York, NY: McGraw Hill.
Damodaran, & Aswath. (2001). Corporate Finance: Theory & Practice. Second Edition.
: John Wiley & Sons, Inc.
Damodaran, & Aswath. (2002). Investment Valuation: Tools & Techniques for
Determining the Value of Any Asset. Second Edition. : John Wiley & Sons, Inc.
Deesomask, R., Paudyal, K., & Pescetto, G. (2004). The Determinants of Capital
Structure: Evidence from the Asia Pacific Region. Journal of Multinational
Financial Management, 14 , 387-405.
Fischer, H. R., & Zechner, J. (1989). Dynamic Capital Structure Choice: Theory and
Tests. The Journal of Finance, 44(1), 19-40.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 121
Frank, M.. & Goyal, V. (2003). Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure.
Journal of Financial Economics, 67, 217-48.
Ghosh, C., Nag, R., & Sirmans, C. (2000). The Pricing of Seasoned Equity Offerings:
Evidence from REITs. Real Estate Economics, 28, 363-384.
Goldstein, R., Ju, N., & Leland, H. (2001). An EBIT-Based Model of Dynamic Capital
Structure. Journal of Business, 74(4), 483-512.
Hadlock, C., & James, C. (2002). Do Banks Provide Financial Slack. Journal of Finance,
57, 1383-1420.
Harris, M., & Raviv, A. (1991). The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, 46,
297-356.
Hovakimian, A., Opler, T., & Titman, S. (2001). The Debt Equity Choice. Journal of
Financial and Quantitative Analysis, 36(1), 1-24.
Huang, S., & Song, F. (2006). The Determinants of Capital Structure: Evidence from
China. China Economic Review,17(1), 14-36.
Jensen, M. C. (1986). Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers. The American Economic Review, 76, 659-665.
Jensen, M. C., & Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Costs, & Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305-
360.
Jo, Hoje & Harjoto, M. A. (2011). Corporate Governance and Firm Value: The Impact of
Corporate Social Responsibility. Journal of Business Ethics, 103(3), 351-383.
Kane, A., Marcus, A. J., & McDonald, R. L. (1985). Debt Policy and the Rate of Return
Premium to Leverage. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 20(4),
479-499.
122 Rustam
Karadeniz, E., Kandir, S. Y., Balcilar, M., & Onal, Y. B. (2009). Determinants of Capital
Structure: Evidence from Turkish Lodging Companies. International Journal of
Contemporary Hospitality Management, 21(5), 594-609.
Kim, W. S. & Sorensen, E. H. (1986). Evidence on the Impact of the Agency Costs of
Debt on Corporate Debt Policy. Journal of Financial and Quantitative Analysis,
21(2), 131-145.
King, M. R., & Santor, E. (2008). Family Values: Ownership Structure, Performance and
Capital Structure of Canadian Firms. Journal of Banking and Finance, 32, 2423-
2432.
Klapper, L. F., & Love, I. (2002), Corporate Governance, Investor Protection, and
Performance in Emerging Markets. World Bank Policy Research Working Paper
2818, 1-39.
Lang, L. H. P., Stulz, R. M., & Walkling, R. A. (1989). Managerial Performance, Tobin's
Q, and the Gains from Successful Tender Offers. Journal of Financial
Economics, 24, 137-154.
Lee, S. M., & Ryu, K. (2003). Management Ownership and Firm's Value: An Empirical
Analysis Using Panel Data. The Institute of Social and Economic Research
Discussion Paper. Osaka University, 593.
Leland, H. E., & Toft, K. B. (1996). Optimal Capital Structure, Endogenous Bankruptcy,
and the Term Structure of Credit Spreads. The Journal of Finance, LI(3), 987-1019.
Malkiel, B.G., von Furstenberg, G. M., & Watson, H. S. (1979). Expectations, Tobin's Q,
and Industry Investment. Journal of Finance, 34, 549-561.
McConnell, J. J., & Servaes, H. (1990). Additional Evidence on Equity Ownership and
Corporate Value. Journal of Financial Economics, 27, 595-612.
Metropolis, N., & Ulam, S. (1949). The Monte Carlo Method. Journal of the American
Statistical Association, 44(247), 335-341.
Miller, & Merton, (1977). Debt and Taxes. Journal of Finance, 32, 261-276.
Modigliani, F., & Miller, M. (1958). The Cost of Capital, Corporate Finance, and the
Theory of Investment. American Economics Review, 48, 261-297.
Modigliani, F., & Miller, M. (1963). Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A
Correction. American Economics Review, 53, 443-453.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 123
Morck, R., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1988). Management Ownership and Market
Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, 20, 293-315.
Mulyono, & Sri. (1996). Teori Pengambilan Keputusan, Edisi Revisi, Jakarta: LPFE-
Universitas Indonesia.
Myers, S. C., & Majluf, N. S. (1984). Corporate Financing and Investment Decisions
when Firm Have Information and Investors Do Not Have. Journal of Financial
Economics, 13(2), 187-221.
Razak, N. H. A., Ahmad, R., & Aliahmed, H. J. (2008). Government Ownership and
Performance: An Analysis of Listed Companies in Malaysia. Corporate
Ownership and Control, 6(2), 434-442.
Rub, N., & Abu. (2012). Capital Structure and Firm Performance, Evidence from
Palestine Stock Exchange. Journal of Money, Investment, and Banking, 23, 109-
117.
Saeedi, Ali, Mahmoodi, & Iman. (2011). Capital Structure and Firm Performance:
Evidence from Iranian Companies. International Research Journal of Finance
and Economics, 70, 20-29.
San, O. T., & Teh, B. H., (2011). Capital Structure and Corporate Performance of
Malaysian Construction Sector. International Journal of Humanities and Social
Science, 1(2), 28-36.
Smith, Clifford W., Jr., & Watts, R. L. (1992). The Investment Opportunity Set and
Corporate Financing, Dividend, and Cooperation Policies. Journal of Financial
Economics, 32, 263-292.
Sunder, L. S., & Myers, S. C. (1999). Testing Static Trade-off against Pecking Order
Models of Capital Structure. Journal of Financial Economics, 51, 219-244.
Supranto, J. (1990). Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Edisi 5, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
124 Rustam
Tang, C. H., & Jang, S. S. (2007). Revisit to the Determinants of Capital Structure: A
Comparison between Lodging Firms and Software Firms. International Journal
of Hospitality Management, 26(1), 175-187.
Weia, Z., & Varela, O. (2003). State Equity Ownership and Firm Market Performance:
Evidence from China’s Newly Privatized Firms. Global Finance Journal, 14, 65-
82.
Zeitun, R., & Tian, G. (2007). Capital Structure and Corporate Performance: Evidence
from Jordan. Australasian Accounting Business and Finance Journal, 1, 40-50