You are on page 1of 31

Jurnal Ekonomi Bisnis dan Kewirausahaan

2015, Vol. 4 No. 1, 94-124

Penentuan Struktur Modal Optimal Pada


Perusahaan Sektor Properti, Real Estate, dan Kontruksi yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

M. Rustam*
Universitas Tanjungpura

ABSTRAK
The purpose of this study is to determine the optimal capital structure of property, real estate, and
construction companies listed in Indonesia Stock Exchange. The motivation of this study is due
to the current research results are still not able to answer whether the optimal capital structure
exists. Based on trade-off theory, the optimal capital structure occurs when a company has a
minimum capital cost. However, it is not explained how much capital structure needed to
achieve the company maximum value. In addition, this sample business sector is chosen because
there are a numeours firms with an adequate long-term debt which make it possible to examine
their capital structure. The method used are the nonlinear regression and Monte Carlo simulation
method. These methods were chosen because the formulation of optimal capital structure is
arguably complex. There are 47 samples from all property, real estate, and construction
companies. The data set covered 11 years ie (2000-2010). The results showed that the optimal
capital structure of properties, real estate and construction companies which are measured by the
ratio between the long-term debt and equity is 0.99. Most companies of these sectors have not
reached the optimal capital structure yet because the average results from these companies are
0.31.

Keywords: Struktur Modal, Nilai Perusahaan, Utang Jangka Panjang.

1. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan perusahaan adalah untuk memaksimumkan nilai perusahaan
(Damodaran, 2001:8). Nilai suatu perusahaan dapat disamakan dengan nilai total
asetnya, namun nilai yang digunakan di sini bukanlah nilai total aset menurut catatan
akuntansi atau yang dikenal dengan istilah nilai buku. Penentuan nilai suatu perusahaan
sering menggunakan pendekatan nilai pasar. Secara sederhana nilai pasar perusahaan
adalah nilai pasar total asetnya yang diharapkan akan menghasilkan arus kas dari
operasinya di masa yang akan datang atau nilai perusahaan dapat pula dinyatakan
sebagai gabungan antara nilai pasar utang dan nilai pasar ekuitasnya (Damodaran
2002:37).

* Korespondensi: M. Rustam, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Tanjungpura, Jalan


Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak, Indonesia. Alamat Email: m.rustam.id@gmail.com.

94
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 95

Sehubungan dengan hal tersebut, nilai suatu perusahaan atau aset berasal dari
kemampuannya dalam menghasilkan arus kas di masa yang akan datang. Pengukuran
nilai perusahaan dalam penelitian biasanya menggunakan proksi rasio-rasio keuangan
antara lain seperti price earning ratio (PER), price to book value (PBV), atau pun rasio
Q yaitu perbandingan antara nilai perusahaan dan nilai pengganti (replacement cost) dari
total asetnya (Chung & Pruitt, 1994). Rasio-rasio tersebut menjelaskan bahwa semakin
tinggi nilainya menunjukkan semakin tinggi pula nilai perusahaan. Naiknya nilai
perusahaan dapat disebabkan oleh kemampuannya dalam memperoleh laba jangka
panjang dari produk atau jasa yang dihasilkan dan dijualnya serta memiliki banyak
pelanggan, sedangkan turunnya nilai perusahaan dapat disebabkan karena perusahaan
mengalami kesulitan finansial dan inefisiensi.
Nilai perusahaan dapat diketahui dengan menggunakan pendekatan kinerja
keuangan berdasarkan pasar (market based). Kinerja keuangan berdasarkan pasar
(disingkat kinerja pasar perusahaan) adalah gambaran hasil kerja perusahaan, namun
bukan hanya dilihat dari laporan keuangannya saja tetapi juga dapat dilihat dari harga
sekuritasnya khususnya saham yang ditawarkan di bursa. Naiknya nilai sekuritas dari
suatu perusahaan dapat dipandang sebagai cerminan kinerjanya positif, sedangkan
apabila nilainya turun menunjukkan kinerjanya negatif. Kinerja perusahaan yang baik
dapat meningkatkan harga sahamnya di bursa, sehingga kinerja pasarnya positif.
Sebaliknya apabila kinerja keuangan perusahaan buruk, maka dapat menyebabkan harga
sahamnya di bursa mengalami penurunan. Pengukuran kinerja keuangan suatu
perusahaan dalam penelitian dapat menggunakan data dari laporan keuangan atau dapat
juga menggunakan data pasar terkait harga sekuritasnya. Selanjutnya untuk kepentingan
pengukuran kinerja pasar perusahan dalam studi ini digunakan alat ukur berdasarkan
pasar (market based), yaitu rasio Tobin’s Q atau sering juga disebut dengan rasio Q.
Ada banyak cara dalam mengukur kinerja keuangan suatu perusahaan. Peneliti-
peneliti terdahulu banyak yang menggunakan data dari laporan keuangan akuntansi
(accounting-based), seperti rasio return on sales (ROS), return on total assets (ROA),
return on equity (ROE), dan ukuran efisiensi operasi seperti sales per employee atau net
income per employee. Namun, dalam berbagai literatur alat ukur yang sangat banyak dan
luas digunakan dalam mengukur kinerja keuangan perusahaan adalah dengan
berdasarkan nilai pasar (market-based) seperti rasio Q, di samping alat ukur lainnya
seperti price to book value, earnings per share, dan price earnings ratio (Weia & Varela,
2003). Nilai pasar perusahaan, atau sering juga disebut sebagai nilai perusahaan dapat
diestimasi dengan menghitung nilai pasar dari utang ditambah dengan nilai pasar dari
ekuitas, sedangkan nilai pengganti dari total aset dapat diproksi dengan nilai buku dari
seluruh aset perusahaan.
Selanjutnya dalam salah satu studi tentang pengukuran kinerja perusahaan, Lee &
Ryu (2003) menggunakan rasio Q. Mereka menyebutnya rasio Q sebagai nilai
perusahaan. Jo & Harjoto (2011) mengukur nilai perusahaan juga dengan menggunakan
96 Rustam

rasio Q. Namun menurut istilah, nilai perusahaan seharusnya berbeda dengan rasio Q.
Rasio Q hanya sebagai indikator pengukur nilai perusahaan tetapi bukan sebagai nilai
perusahaan, karena nilainya berupa rasio atau skor yang tidak memiliki nama satuan,
sedangkan nilai perusahaan seharusnya diukur atau dinyatakan dalam satuan moneter
misalnya dolar atau rupiah, dan bukan berupa angka rasio. Kinerja keuangan dari suatu
perusahaan dapat diukur dengan pendekatan berdasarkan akuntansi yaitu dengan
menggunakan data berasal dari laporan keuangan dan dapat pula diukur dengan
pendekatan berdasarkan nilai pasar yang diukur dengan menggunakan harga sekuritasnya
di bursa.
Sehubungan dengan hal tersebut terdapat struktur modal (capital structure) yang
merupakan kombinasi antara penggunaan utang dan ekuitas yang membentuk struktur
pendanaan perusahaan dalam jangka panjang. Tidak seperti debt ratio atau leverage ratio
yang hanya menggambarkan rasio utang dan ekuitas pada suatu saat tertentu; bagi suatu
perusahaan struktur modal lebih menggambarkan target komposisi utang dan ekuitas
dalam jangka panjang. Berkaitan dengan nilai perusahaan dan struktur modal ini timbul
pertanyaan apakah terdapat rasio utang yang optimal bagi suatu perusahaan? Inilah
pertanyaan utama dalam teori struktur modal, salah satu konsep yang penting dalam
manajemen keuangan. Struktur modal yang optimal mengandung arti bahwa perusahaan
menggunakan kombinasi antara utang dan ekuitas yang dapat memaksimumkan nilai
perusahaan. Nilai perusahaan yang maksimum menjadi tujuan dalam manajemen
keuangan karena dapat meningkatkan kekayaan pemilik (stockholders wealth).
Pencarian struktur modal yang optimal sudah sejak lama menjadi bahan
pemikiran baik bagi para praktisi maupun bagi para akademisi. Hal ini berawal dari
pemikiran Modigliani dan Miller (1958). Pada mulanya Modigliani dan Miller (MM)
(1958) menyatakan bahwa rasio utang tidak relevan dan tidak ada struktur modal yang
optimal. Nilai perusahaan tergantung pada arus kas yang akan dihasilkan dan bukan pada
rasio utang dan ekuitas. Prediksi teori MM ini hanya valid apabila asumsi yang
mendasarinya terpenuhi. Adapun asumsi tersebut adalah tidak ada pajak, tidak ada
kesenjangan informasi, dan tidak ada biaya transaksi. Selanjutnya ketika pajak
perusahaan ikut diperhitungkan, menurut teori MM justru nilai optimal perusahaan
adalah jika menggunakan utang 100 persen, karena adanya penghematan pajak atas
bunga utang. Hal ini sampai sekarang menjadi pemikiran para akademisi dan praktisi.
Persoalan tersebut mendorong Myers (1984) menulis sebuah artikel dengan judul “The
Capital Structure Puzzle” sama seperti tulisan sebelumnya yang dibuat oleh Black
(1976) yang berjudul "The Dividend Puzzle” yang menyatakan dividen masih merupakan
teka-teki.
Walaupun dalam kenyataannya masing-masing perusahaan memiliki struktur
modal yang berbeda, ada kemungkinan memiliki suatu batas struktur modal yang
optimal yaitu yang dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Penentuan struktur modal
optimal sangat penting bagi kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 97

Sehubungan dengan hal tersebut, laporan posisi keuangan suatu perusahaan memiliki dua
sisi yang seimbang. Satu sisi adalah kewajiban dan sisi lainnya adalah aset. Sisi
kewajiban adalah gabungan pendanaan perusahaan yang berasal dari sumber internal dan
eksternal yang telah digunakan ataupun akan digunakan untuk kelangsungan hidup
perusahaan. Sisi kewajiban dibuat atas dasar pertimbangan struktur modal yang
terencana. Manajer keuangan memutuskan sumber dana dari mana sebaiknya dipilih
setelah mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhi struktur modal. Struktur
modal yang baik membuat laporan posisi keuangan perusahaan menjadi tampak kokoh.
Penentuan struktur modal yang tepat atau optimal akan dapat mempertahankan
kemampuan perusahaan dalam menghadapi tekanan finansial dan perubahan lingkungan
pasar keuangan seperti naik turunnya suku bunga serta perubahan tarif pajak.
Apabila struktur modal optimal, maka perusahaan dapat terhindar dari risiko
kesulitan keuangan. Ketika struktur modal ditentukan sebelum mendapatkan dana dari
kreditur, perusahaan melakukan banyak penyesuaian untuk mengurangi risikonya.
Kebanyakan perusahaan menggunakan utang sebagai sumber dananya karena sumber
dana dari modal sendiri sangat terbatas. Seperti diketahui bahwa perusahaan yang
berutang harus membayar kembali kewajibannya pada saat jatuh tempo dan besarnya
bunga yang telah ditetapkan oleh kreditur. Perusahaan mencoba mendapatkan utang
minimum jika bisnisnya baru; karena dalam bisnis yang baru biasanya rate of return-nya
lebih rendah daripada tingkat bunga; dan jika meminjam lebih banyak berarti perusahaan
akan menanggung risiko lebih besar, lebih banyak beban bunga, dan bahkan bisa
mengalami kerugian. Apabila struktur modal dapat ditentukan dengan tepat, maka
perusahaan akan dapat terhindar dari risiko kegagalan. Namun, apabila dengan berutang
perusahaan akan sukses, maka perusahaan dapat meningkatkan jumlah utang yang
diperkirakan dengan mengubah nilai utang dalam struktur modal. Perusahaan dapat
dengan mudah membayar bunga jika return on investment dan arus kas dari bisnisnya
besar. Namun manajer keuangan juga harus mempertimbangkan apakah pemegang
saham lebih mengharapkan dividen atau tidak; karena dengan dividen yang tinggi tentu
akan mempengaruhi arus kas dan perkembangan perusahaan pada masa yang akan
datang.
Struktur modal optimal tidaklah bersifat statis. Perusahaan juga harus
menyesuaikan jumlah dan sumber dana yang berbeda sesuai dengan perubahan
lingkungan bisnis. Apabila pada masa yang akan datang, terjadi hambatan atau
terganggunya hubungan antara perusahaan dan kreditur, maka perusahaan akan
menghadapi kesulitan dalam mendapatkan dana. Namun dengan penentuan struktur
modal yang fleksibel, dapat membantu perusahaan memperluas dalam mendapatkan
sumber-sumber dana. Struktur modal yang fleksibel akan menciptakan mobilitas sumber
dana atau dapat memaksimumkan pilihan struktur modal. Apabila bank meningkatkan
suku bunga, maka perusahaan dapat mencari sumber dana lain yang lebih murah
misalnya dana yang berasal dari saldo laba.
98 Rustam

Struktur modal yang optimal pada suatu perusahaan akan menghasilkan efisiensi
terkait biaya modalnya. Apabila pasar efisien, maka hal ini akan diikuti dengan respon
pasar yang positif yaitu harga sahamnya di bursa dapat mengalami kenaikan dan
sekaligus dapat meningkatkan nilai perusahaannya.
Studi tentang struktur modal memang sangat menarik karena masih ada sejumlah
pertanyaan yang hingga saat ini masih belum terjawab. Kajian mengenai struktur modal
optimal dimulai dari artikel Modigliani & Miller (1958), dengan serangkaian asumsi dan
menyatakan bahwa struktur modal tidak memengaruhi nilai perusahaan. Teorinya
disebut dengan capital structure irrelevance theory, yang kemudian diperbaiki dengan
memasukkan unsur pajak. Tulisan tersebut mendorong munculnya sejumlah besar studi
empiris dan teoritis; serta dapat dipandang sebagai dasar dari teori struktur modal
modern. Teori struktur modal selanjutnya adalah static trade-off theory, dengan
memperhitungkan adanya pajak perusahaan. Berdasarkan static trade-off theory suatu
perusahaan dapat mencapai tingkat utang optimal dengan menyeimbangkan manfaat
pajak atas utang (karena bunga sebagai pengurang pajak) dan potensi biaya financial
distress yang meningkat bersamaan dengan tingkat utang yang lebih tinggi. Namun,
static trade-off theory gagal menjelaskan beberapa kajian empiris, seperti hubungan
negatif antara return on assets (ROA) dan leverage, begitu juga leverage dengan market
to book ratio. Kemudian juga terjadinya penyimpangan yang besar dari tingkat utang
optimal serta tingkat utang yang berbeda secara signifikan bagi perusahaan-perusahaan
yang sejenis, sehingga hasil temuan itu tidak mendukung teori tersebut.
Ketidakkonsistenan ini mendorong munculnya pengembangan teori struktur modal
alternatif yaitu pecking order theory.
Sesuai dengan pecking order theory, dalam kondisi information asymmetry, suatu
perusahaan lebih memilih menggunakan dana internal (saldo laba dan cadangan lainnya).
Apabila sumber dana internal tidak lagi mencukupi, maka perusahaan menggunakan
utang berisiko rendah, dan kemudian meningkat menggunakan utang yang berisiko lebih
tinggi, sedangkan penggunaan ekuitas dipertimbangkan sebagai pilihan yang terakhir.
Namun, pecking order theory bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi
kelemahan static trade-off theory. Beberapa teka-teki dapat dijawab dengan melakukan
penyesuaian terhadap biaya rekapitalisasi, yang muncul karena information asymmetry
dan agency problems. Hal tersebut telah mendorong munculnya dynamic trade-off theory
yang menguji keputusan dalam bentuk multi-period yang memberikan ekspektasi dan
mempertimbangkan biaya rekapitalisasi. Secara khusus, biaya transaksi yang timbul dari
penerbitan utang dan ekuitas membuat perusahaan tidak terlalu sering menyesuaikan
struktur modalnya untuk mencapai tingkat utang yang optimal. Hal tersebut mendorong
perusahaan menargetkan utang optimal dalam interval tertentu dibandingkan dengan
pada titik tertentu. Perusahaan menyesuaikan struktur modal hanya apabila tingkat utang
berada di luar interval tersebut (Fischer & Zechner, 1989).
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 99

Berbeda dengan sebelumnya, studi ini dimaksudkan untuk memberikan


sumbangan bagi literatur yang telah ada melalui pembuatan model prediksi struktur
modal optimal dengan menggunakan model simulasi dan data panel (gabungan cross
section dan time series) dari perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia. Pertimbangan
pada model statis umumnya adalah tiga faktor yaitu keuntungan dari penghematan pajak,
biaya financial distress dan agency cost. Studi ini menganalisis hubungan antara struktur
modal dan kinerja pasar yang diukur dengan rasio Q. Faktor-faktor seperti penghematan
pajak, biaya financial distress dan agency cost tidak dinyatakan secara eksplisit.
Penentuan struktur modal optimal pada model statis berada pada point atau level tertentu.
Studi ini mencoba menemukan struktur modal optimal dari tiap-tiap sektor industri
menurut indeks Jakarta Stock Industrial Classification (JASICA). Pada model statis
tidak dibedakan karakteristik masing-masing industri, sedangkan dalam studi ini
mengkaji struktur modal optimal yang berbeda bagi masing-masing sektor industri.
Penggunaan metode simulasi belum begitu banyak diterapkan dalam penelitian
keuangan. Kebanyakan model yang digunakan dalam penelitian keuangan adalah regresi
berganda baik linier maupun nonlinier dan sejenisnya yang sebelum penelitian
dilakukan, sudah ditentukan terlebih dahulu bentuk model atau fungsinya. Namun dalam
studi ini bentuk model atau fungsi ditentukan setelah data diperoleh. Salah satu model
simulasi yang digunakan dalam studi ini adalah dengan teknik Monte Carlo. Metode
Monte Carlo adalah suatu teknik meningkatkan jumlah sampel (resampling) dengan
menggunakan probabilitas bilangan random untuk mencari solusi dari suatu masalah
yang memiliki struktur yang kompleks dan bersifat stokastik atau acak namun
memungkinkan untuk diprediksi. Sifat stokastik ini berlaku pula pada struktur modal
yang diteliti.
Beberapa studi tentang struktur modal yang optimal ketika dibandingkan
ditemukan hasil yang tidak konsisten. Sebagai contoh hasil studi Babenko (2003), yang
meneliti perusahaan di Amerika, menggunakan model statis dengan mempertimbangkan
financial distress. Penggunaan leverage sebagai perbandingan antara total utang dan total
aset, menghasilkan perkiraan leverage optimal sebesar 38 persen, sedangkan model
konvensional menghasilkan leverage optimal sebesar 73 persen. Binsbergen et al.
(2011), meneliti utang optimal terhadap beberapa perusahaan di Amerika. Intensitas
utang dinyatakan dalam rasio antara beban bunga utang dan nilai buku total aset. Model
yang digunakan adalah keseimbangan antara marginal cost dan marginal benefit dari
utang. Model tersebut menghitung biaya dan manfaat dari penggunaan utang. Hasilnya
menunjukkan utang optimal berbeda-beda dikarenakan perusahaan memiliki
karakteristik yang berbeda. Selain berbeda antar perusahaan, utang yang optimal juga
berbeda untuk suatu perusahaan yang sama tetapi dengan tahun yang berbeda
dikarenakan pengaruh pajak yang berbeda. Penggunaan model dalam penentuan struktur
modal yang optimal tampak lebih kompleks. Hal ini dikarenakan faktor-faktor yang
dipertimbangkan dalam penentuan struktur modal optimal tidak selalu sama, di samping
hubungan faktor yang menentukan struktur modal tidak linier. Beberapa penulis
100 Rustam

menggunakan pendekatan dengan model differential integral yang kompleks seperti


dalam tulisan Kane et al. (1985).
Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan, rumusan masalah yang diajukan
dalam studi ini adalah berapakah struktur modal optimal pada sektor industri properti,
real estate, dan konstruksi?

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur Modal Optimal
Teori struktur modal modern dimulai tahun 1958, ketika Modigliani & Miller
(MM) (1958) pertama kali menyampaikan “Capital Structure Irrelevance Theory”,
menyatakan bahwa nilai perusahaan dan weighted average cost of capital (WACC) tidak
dipengaruhi oleh struktur modal perusahaan. Namun, asumsi pasar sempurna dari MM
seperti tidak ada biaya transaksi, tidak ada pajak, informasi simetris, tingkat bunga
meminjam sama dengan tingkat bunga meminjamkan sebesar tingkat bunga bebas risiko
adalah bertentangan dengan keadaan dalam dunia nyata.
Kemudian Modigliani & Miller (1963) memodifikasi model awalnya dan
mempertimbangkan pengurangan pajak atas bunga (tax shields effect). Sesuai dengan
teori MM yang telah dimodifikasi dengan pajak, nilai perusahaan yang berutang sama
dengan nilai perusahaan yang tidak berutang ditambah dengan nilai penghematan pajak
karena adanya utang (tax shields). Semakin banyak utang dalam struktur modal, akan
semakin tinggi nilai perusahaannya. Perusahaan selalu dapat meningkatkan nilainya
dengan meningkatkan utang, yang berarti struktur modal 100 persen utang adalah
optimal untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Miller (1977) selanjutnya
menambahkan pajak pribadi ke dalam analisisnya dan menunjukkan bahwa pengurangan
pajak dari bunga di pihak perusahaan diimbangi dengan pajak pendapatan pribadi di
pihak investor.
Perluasan model Modigliani & Miller (1958) dan Miller (1977) adalah teori
trade-off antara penghematan pajak dari berutang dan berbagai biaya yang terkait dengan
utang (seperti biaya penerbitan utang, bankruptcy costs, agency costs, dan kehilangan
non-debt tax shields). Bankruptcy costs ada yang bersifat langsung dan ada yang bersifat
tidak langsung. Bankruptcy costs yang langsung meliputi biaya-biaya terkait dengan
kebangkrutan, seperti biaya legal (menyangkut proses hukum) dan administrasi.
Selanjutnya, dengan berutang, perusahaan akan menghemat pajak namun semakin besar
utang akan meningkatkan risiko yang mengakibatkan peringkat utangnya menurun, dan
biaya utangnya meningkat. Kemungkinan perusahaan bangkrut akan bertambah dan
akhirnya harus membayar segala biayanya. Bankruptcy costs yang tidak langsung
meliputi kesulitan menjalankan bisnis karena mengalami financial distress, seperti
kehilangan pasar atau pelanggan, menurunnya kepercayaan pemasok, dan kinerja
karyawan menurun. Selanjutnya, Jensen & Meckling (1976) menentukan keberadaan
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 101

agency costs yang muncul dikarenakan konflik antara manajer dan pemegang saham
(agency costs of equity) atau antara pemegang saham dan debtholders (agency costs of
debt).
Berdasarkan uraian tersebut, berikut adalah gambaran nilai perusahaan yang tidak
menggunakan utang dan yang menggunakan utang dengan mempertimbangkan adanya
financial distress dan agency cost.

Sumber: Brigham & Gapenski, (1997:640).

Gambar 1. Agency Cost, Tax Shield Trade-Off Model

Kraus & Litzenberger (1973), pertama kali memperkenalkan teori static trade-off,
yang menjelaskan bahwa perusahaan menyeimbangkan manfaat pajak dari bunga utang
terhadap beban biaya financial distress dan kebangkrutan. Suatu titik keseimbangan
antara jumlah utang dan ekuitas dalam static trade-off theory (Myers, 1977) seharusnya
dipilih oleh manajer untuk diputuskan, dengan menganalisis trade-off antara manfaat
menambah utang dibandingkan dengan bertambahnya biaya utang dalam bentuk
financial distress atau agency costs. Hasil dari analisis tersebut akan menemukan
struktur modal yang optimal. Teori ini menunjukkan bahwa manajer keuangan yang
memaksimumkan nilai perusahaan seharusnya menggunakan struktur modal yang terdiri
atas gabungan utang dan ekuitas. Icremental interest tax shield sama dengan incremental
costs terkait pendanaan dengan menggunakan utang.
Kim & Sorensen (1986) meneliti keberadaan agency costs dan hubungannya
dengan kebijakan utang perusahaan. Mereka menemukan bahwa perusahaan dengan
kepemilikan insider yang tinggi memiliki rasio utang yang lebih besar dibandingkan
102 Rustam

perusahaan yang kepemilikan insider-nya lebih rendah, yang dapat dijelaskan oleh
agency costs of debt atau agency costs of equity. Mereka juga menemukan bahwa
perusahaan yang pertumbuhannya tinggi menggunakan sedikit utang dibandingkan
dengan perusahaan yang pertumbuhannya rendah, perusahaan yang risiko operasinya
tinggi menggunakan lebih sedikit utang dibandingkan dengan perusahaan yang risiko
operasinya rendah, sedangkan ukuran perusahaan tampaknya tidak berkorelasi dengan
tingkat utang.
Hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan telah menjadi bahan
perdebatan dalam literatur manajemen keuangan. Ada dua pertanyaan dalam hal ini
yaitu: (1) Apakah ada struktur modal yang optimal bagi individu perusahaan? (2)
Apakah proporsi penggunaan utang tidak memengaruhi nilai perusahaan? Castanias
(1983) menyatakan bahwa kemungkinan bangkrut memiliki pengaruh negatif terhadap
nilai perusahaan. Semakin meningkat proporsi utang dalam struktur modal perusahaan,
kemungkinan bangkrut juga akan bertambah. Akibatnya adalah rate of return yang
disyaratkan oleh bondholders meningkat mengikuti leverage. Rasio optimal dari debt to
equity ditentukan dengan meningkatkan jumlah utang hingga keuntungan marginal dari
leverage sama dengan kerugian marginal dari bankruptcy costs.
Jensen (1986) menekankan konflik agency antara manajer puncak dan pemegang
saham. Konflik tersebut khususnya besar pada perusahaan yang memiliki free cash flows
yang besar yaitu memiliki kas lebih dibandingkan dengan peluang investasi yang
menguntungkan. Manajemen dapat bertindak boros atas kas dari ketidakefisienan
organisasi atau melakukan investasi pada proyek-proyek yang net present value-nya
kecil bahkan negatif. Peningkatan utang dalam hal ini menurunkan free cash flows, yang
selanjutnya dapat meningkatkan nilai perusahaan. Leland & Toft (1996) menunjukkan
penggunaan utang jangka panjang, walaupun menghasilkan lebih banyak tax benefits,
namun juga meningkatkan bankruptcy cost dan agency costs. Mereka menyatakan bahwa
penggunaan utang jangka pendek mengurangi agency conflicts, dan dengan demikian
akan mengurangi tingkat risiko.
Philosophov & Philosophov (1999) mengembangkan suatu pendekatan
probabilistik terhadap masalah optimalisasi struktur modal perusahaan. Pendekatan
tersebut memungkinkan penaksiran rasio debt to equity yang optimal dan meliputi
perhitungan probabilitas kebangkrutan perusahaan pada masa yang akan datang sebagai
suatu fungsi dari sisa interval waktu hingga bangkrut. Probabilitas tersebut selanjutnya
digunakan dalam suatu rumus yang dimodifikasi terkait penilaian discount share untuk
menghitung share atau nilai suatu perusahaan. Selanjutnya, model struktur modal
“dynamic” yang modern (Goldstein et al., 2001), memperluas model “static trade-off”,
mensimulasikan struktur modal optimal dengan pendekatan Monte Carlo. Kebanyakan
model struktur modal tradisional menganggap bahwa keputusan berapa banyak utang
akan diterbitkan adalah suatu pilihan yang statis. Kebanyakan perusahaan-perusahaan
menyesuaikan tingkat utangnya untuk merespon terhadap perubahan nilai
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 103

perusahaannya. Studi tersebut menunjukkan strategi optimal dari suatu perusahaan


apabila terdapat pilihan untuk meningkatkan utang pada masa yang akan datang. Hal ini
dikarenakan rasio target utang berubah sepanjang waktu, dan berarti dapat kembali
kepada tingkat utang sebelumnya. Secara terpisah, perusahaan-perusahaan
memperhatikan ketergantungan arus kas untuk strategi struktur modal yang arbitrer
(berubah-ubah), dan para manajer memilih struktur modal yang dapat memaksimumkan
kekayaan pemilik saham yang sekarang.
Berbeda dengan model trade-off, model pecking order (Myers & Majluf, 1984)
menekankan asymmetric information antara manager dan investor luar, dan memprediksi
penggunaan utang dari luar disebabkan oleh defisit keuangan internal dan bukan manfaat
pajak dari adanya bunga. Karena manajer memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh
investor luar, dan mereka biasanya membuat keputusan berdasarkan tujuan
memaksimumkan keuntungan bagi pemilik saham, mereka mungkin akan menolak
menerbitkan saham baru (ekuitas) dan utang, dan lebih memilih pendanaan internal.
Sunder & Myers (1999) selanjutnya menunjukkan perubahan struktur modal atau
perubahan rasio utang disebabkan oleh kebutuhan dana eksternal, dan bukan oleh upaya
untuk mencapai struktur modal yang optimal. Hasilnya adalah berupa hirarki finansial,
yang mengurutkan penggunaan sumber dana mulai dari dana internal (saldo laba), utang
(utang yang aman, utang yang berisiko), sampai pada ekuitas eksternal. Secara khusus,
perusahaan yang menunjukkan penurunan nilai karena labanya sangat buruk dapat
disebabkan memiliki utang lebih tinggi karena enggan untuk menerbitkan ekuitas baru.
Konsep terbaru yang termasuk dalam teori struktur modal adalah market timing
theory. Market timing theory seperti dikemukakan oleh Baker & Wurgler (2002)
menyatakan bahwa usaha yang dilakukan dalam market timing adalah menerbitkan
ekuitas pada saat harga saham overvalued tampak dari rasio market to book (M/B) relatif
tinggi. Sebaliknya membeli kembali saham (repurchase) pada saat harganya
undervalued. Hal ini akan berdampak kepada struktur modal perusahaan. Mereka
menyatakan bahwa trade-off theory dan pecking order theory tidak konsisten dengan
pengaruh negatif rata-rata tertimbang rasio M/B terhadap leverage. Mereka menyatakan
bahwa perusahaan mengatur penerbitan ekuitas menyesuaikan terhadap kondisi pasar
saham. Setelah itu perusahaan tidak lagi menyesuaikan kembali target rasio utangnya
karena memang perusahaan tidak mempunyai target struktur modal. Mereka menyatakan
struktur modal bukanlah hasil dari strategi optimisasi yang dinamis melainkan hanyalah
mencerminkan hasil kumulatif upaya masa lalu terhadap waktu pasar ekuitas.

2.2. Kinerja Pasar


Kinerja perusahaan memiliki makna yang luas karena dapat ditinjau dari berbagai
bidang seperti pemasaran, sumber daya manusia, operasional, maupun keuangan. Namun
dalam hal ini studi difokuskan pada kinerja keuangan perusahaan. Pengukuran kinerja
keuangan sudah lazim diukur dengan menggunakan data keuangan suatu perusahaan
104 Rustam

yang diambil dari laporan keuangannya seperti laporan posisi keuangan, laporan laba-
rugi, dan laporan arus kas. Ada beberapa metode pengukuran kinerja keuangan
perusahaan di antaranya metode common size, analisis pertumbuhan, dan analisis rasio.
Awalnya dalam analisis rasio sepenuhnya hanya menggunakan data dari laporan
keuangan. Namun dengan keberadaan pasar modal terkait dengan analisis teknikal dan
fundamental, rasio pasar turut dianalisis. Beberapa penulis membagi pengukuran kinerja
keuangan dengan menggunakan rasio keuangan antara lain yang menyangkut likuiditas,
aktivitas, leverage, dan profitabilitas; kemudian terakhir ditambah dengan rasio kinerja
pasar. Pengukuran kinerja keuangan suatu perusahaan dapat dibedakan antara yang
menggunakan data dari laporan keuangan (sering disebut dengan accounting based) dan
yang menggunakan data pasar (sering disebut dengan market based). Sekarang kedua
dasar tersebut sering digunakan secara bersama-sama dalam penelitian keuangan untuk
mengungkapkan fenomena keuangan perusahaan.
Terdapat kebaikan dan kelemahan di antara alat ukur accounting based dan
market based. Accounting based measures bersifat statis, sedangkan market based
measures bersifat dinamis (dapat berubah setiap waktu). Accounting based measures
lebih dapat dikendalikan oleh manajemen, sedangkan market based sulit dikendalikan
ataupun direkayasa oleh manajemen; apalagi jika pasar adalah efisien.
Kinerja pasar dapat dipandang sebagai cerminan prestasi perusahaan dan menjadi
reputasi perusahaan. Apabila kondisi keuangan perusahaan baik, maka akan baik pula
kinerja pasarnya yang dicerminkan oleh naiknya harga sahamnya di bursa, sedangkan
apabila kondisi keuangan perusahaan buruk, maka akan buruk pula kinerja pasarnya.
Rasio nilai pasar berhubungan dengan perusahaan publik. Rasio-rasio nilai pasar
menggambarkan keadaan ekonomi dari suatu perusahaan berdasarkan pandangan pasar.
Rasio nilai pasar memberikan kepada manajemen tentang pemikiran investor terhadap
perusahaan dengan mempertimbangkan kinerja perusahaan saat ini dan prospek masa
depannya.
Beberapa rasio keuangan yang sering dipakai sebagai pengukur kinerja pasar
adalah earnings per share, book value per share, market value per share, price earnings
ratio, price to book value, price to cash ratio, dividend yield, dividend payout ratio dan
juga rasio Q. Pengukuran kinerja dan hubungan satu pos dengan pos lain dalam laporan
keuangan yang tampak dalam rasio-rasio keuangan dapat memberikan simpulan yang
berguna dalam penentuan tingkat kesehatan keuangan suatu perusahaan. Tetapi apabila
hanya memperhatikan satu alat rasio saja tidaklah cukup, sehingga harus dilakukan pula
analisis pasar mengenai persaingan yang sedang dihadapi oleh manajemen perusahaan
dalam industri yang lebih luas, dan dikombinasikan dengan analisis kualitatif atas bisnis
dan industri, serta penelitian-penelitian terhadap industri.
Rasio Q menunjukkan bahwa nilai perusahaan yang wajar adalah yang memiliki
harga sama dengan nilai total asetnya. Nilai total aset di sini menggunakan nilai
replacement cost (nilai pengganti). Apabila rasio Q lebih kecil daripada satu, berarti nilai
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 105

pasar perusahaan lebih kecil daripada nilai total asetnya dan menunjukkan perusahaan
undervalued. Demikian pula sebaliknya, apabila nilainya lebih besar daripada satu,
menunjukkan nilai pasar lebih tinggi daripada nilai total asetnya dan nilai perusahaan
mengalami overvalued.
Sebenarnya rumus rasio Q cukup rumit untuk diterapkan dalam penelitian
sebagaimana yang dibuat oleh Lindenberg & Ross (disingkat L-R q) dalam Chung &
Pruitt (1994) yaitu:

L-R q =
PREFST + VCOMS + LTDEBT + STDEBT - ADJ .......................................................(1)
TOTASST - BKCAP + NETCAP

Keterangan:
PREFST = nilai likuidasi dari saham preferen;
VCOMS = harga saham biasa dikali dengan jumlah lembar saham yang beredar pada
akhir tahun;
LTDEBT = nilai kewajiban jangka panjang disesuaikan dengan struktur umurnya;
STDEBT = nilai buku dari kewajiban lancar;
ADJ = nilai aset lancar bersih;
TOTASST = nilai buku dari total aset;
BKCAP = nilai buku dari modal saham bersih;
NETCAP = nilai modal saham bersih disesuaikan dengan inflasi.

Rumus tersebut disederhanakan oleh Chung & Pruitt (1994) kemudian disebut
dengan pendekatan Q (approximation of Q) sebagai berikut:

( MVE  PS  DEBT )
Approximation Q  .............................................................(2)
TA
Keterangan:
MVE = perkalian harga saham biasa dengan jumlah lembar saham yang beredar;
PS = nilai likuidasi dari saham preferen yang beredar;
DEBT = nilai kewajiban jangka pendek bersih dari aset lancar ditambah dengan nilai
buku kewajiban jangka panjang;
TA = nilai buku dari total aset.

Penelitian tersebut menunjukkan rumus proksi rasio Q ini mampu menjelaskan


96,6 persen terhadap rumus L-R q. Selain itu Klapper & Love (2002) menggunakan
rumus rasio Q yang lebih disederhanakan sebagai berikut:
BVA - BVE + MVE
Tobin's Q = ......................................................................(3)
BVA
Keterangan:
BVA = Book Value of Assets
BVE = Book Value of Equity
106 Rustam

MVE = Market Value of Equity

Rumus yang sudah disederhanakan ini banyak digunakan dalam penelitian


mengenai kinerja keuangan ataupun nilai perusahaan, karena lebih praktis dan sesuai
dengan kondisi data yang ada. Rasio Q memiliki peran yang penting dalam menjelaskan
interaksi di bidang keuangan. Formula tersebut digunakan untuk menjelaskan berbagai
fenomena yang berhubungan dengan keuangan perusahaan seperti keputusan investasi
dan diversifikasi (Jose et al. 1986; Malkiel et al. 1979); hubungan antara kepemilikan
ekuitas oleh manajer dan nilai perusahaan (McConnell & Servaes, 1990; dan Morck et
al. 1988); hubungan antara kinerja managerial dan tender offer gains (Lang et al., 1989);
peluang investasi dan respon tender offer (Lang et al., 1989); serta kebijakan pendanaan,
dividen, dan kompensasi (Smith & Watts, 1992).

2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu


Banyak studi dan penelitian yang menyatakan dampak struktur modal pada
kinerja perusahaan, tetapi beberapa studi menemukan hubungan yang negatif antara
struktur modal dan kinerja perusahaan (Booth et al. 2001; Deesomask et al., 2004;
Huang & Song, 2006; Karadeniz et al., 2009; Chakraborty, 2010). Beberapa studi yang
lain menunjukkan hubungan yang positif antara pilihan pendanaan dan kinerja
perusahaan (Ghosh et al., 2000; Hadlock & James, 2002; Frank & Goyal, 2003; Berger
& Bonaccorsi, 2006). Selanjutnya sejumlah studi menemukan hasil yang tidak signifikan
atas hubungan antara tingkat utang dan kinerja perusahaan (Tang & Jang, 2007; Ebaid,
2009).
Walaupun demikian, semua hasil studi ini masih banyak tidak mengetahui
bagaimana manajer memilih pendanaan di antara utang dan ekuitas. Harris & Raviv
(1991), dan Hovakimian et al., (2001) telah menguji hipotesis bahwa perusahaan-
perusahaan cenderung menuju ke suatu rasio target apabila mereka menambah modal
baru atau menghentikan atau menarik kembali modal yang ada. Mereka menemukan
perusahaan-perusahaan secara relatif akan menggunakan lebih banyak utang untuk
membiayai aset yang digunakannya saat ini dan secara relatif lebih banyak menggunakan
ekuitas untuk membiayai peluang pertumbuhan yang akan datang.
Berbagai variabel dalam pemilihan struktur modal dan struktur jatuh tempo utang
akan memengaruhi kinerja suatu perusahaan. Masa jatuh tempo utang akan memengaruhi
pilihan investasi bagi suatu perusahaan. Literatur tentang hubungan antara kinerja
perusahaan dan struktur modal telah memberikan hasil gabungan. Abor (2005)
melaporkan terdapat hubungan yang positif antara struktur modal yang diukur dengan
short-term debt dan total debt, dan kinerja perusahaan selama periode 1998-2002 pada
perusahaan di Ghana. Arbiyan & Safari (2009) meneliti pengaruh struktur modal
terhadap profitabilitas dengan menggunakan 100 perusahaan publik di Iran dari tahun
2001 sampai 2007. Hasil temuannya, short-term debt dan total debts berhubungan positif
dengan profitabilitas (ROE) dan menunjukkan suatu hubungan negatif antara long-term
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 107

debts dan ROE. Huang & Song (2006) menemukan hubungan negatif antara leverage
dan kinerja perusahaan (earning before interest & tax to total assets) pada perusahaan
China. Chakraborty (2010) menggunakan dua ukuran kinerja, meliputi rasio profit before
interest, tax, & depreciation to total assets dan rasio cash flows to total assets, serta dua
ukuran leverage, meliputi rasio total borrowing to assets dan rasio liability terhadap
ekuitas, dan menghasilkan suatu hubungan yang negatif. Ebaid (2009) meneliti tentang
dampak pemilihan struktur modal terhadap kinerja 64 perusahaan dari tahun 1997
sampai 2005 di pasar modal Mesir. Ebaid menggunakan tiga ukuran accounting-based
meliputi ROA, ROE, dan gross profit margin, dan menyimpulkan pemilihan struktur
modal umumnya memiliki pengaruh yang lemah sampai tidak ada pengaruh terhadap
kinerja perusahaan.
Studi oleh King & Santor (2008) telah dilakukan untuk menguji hubungan antara
family ownership, kinerja perusahaan, dan struktur modal di perusahaan-perusahaan
Kanada. Berdasarkan rasio Q, hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan
yang dimiliki oleh keluarga dengan kelas saham tunggal memiliki kinerja pasar yang
sama dibandingkan dengan perusahaan yang lain, yang kinerja akuntansinya superior
berdasarkan ROA, dan financial leverage yang lebih tinggi berdasarkan debt to total
assets. Secara perbandingan, perusahaan yang dimiliki oleh keluarga memiliki penilaian
rata-rata relatif lebih rendah 17 persen dibandingkan perusahaan-perusahaan yang
dimiliki oleh publik, walaupun memiliki kesamaan ROA dan financial leverage.
Studi yang dilakukan oleh San & Teh (2011) fokus pada perusahaan konstruksi
yang tercatat di Bursa Malaysia dari tahun 2005 sampai 2008, menunjukkan adanya
hubungan antara struktur modal dan kinerja perusahaan. Return on capital dengan debt
to equity market value dan EPS dengan long-term debt to capital memiliki hubungan
yang positif, sedangkan EPS dengan debt to capital mempunyai hubungan yang negatif
dan hal tersebut terjadi pada perusahaan-perusahaan besar.
Studi oleh Saeedi & Mahmoodi (2011) menguji hubungan antara struktur modal
dan kinerja perusahaan yang menggunakan sampel 320 perusahaan tercatat di bursa
saham Teheran selama periode 2002 sampai 2009. Semua adalah perusahaan keuangan
dan bank. Penelitiannya menggunakan empat ukuran kinerja (meliputi ROA, ROE, EPS,
dan rasio Q) sebagai variabel dependen dan tiga struktur modal (meliputi rasio long-term
debt, short-term debt, dan total debt) sebagai variabel independen. Hasil studinya
menunjukkan bahwa kinerja perusahaan yang diukur dengan EPS dan rasio Q adalah
signifikan dan positif berhubungan dengan struktur modal, antara struktur modal dan
ROA mempunyai hubungan yang negatif, serta antara ROE dan struktur modal
mempunyai hubungan yang tidak signifikan.
Studi oleh Pratheepkanth (2011) menganalisis struktur modal dan dampaknya
terhadap kapasitas kinerja keuangan selama tahun 2005 sampai 2009 dari perusahaan-
perusahaan di Sri Lanka. Hasilnya menunjukkan hubungan antara struktur modal dan
kinerja keuangan adalah negatif.
108 Rustam

Razak et al., (2008) menguji pengaruh struktur kepemilikan pengendali terhadap


kinerja perusahaan yang terkait dengan pemerintah (government-linked companies
(GLC)) dan Non GLC di Malaysia. Studi tersebut menggunakan data panel dengan
sampel 210 perusahaan selama periode tahun 1995 sampai 2005. Hasilnya menunjukkan
pengaruh yang signifikan dari kepemilikan pemerintah terhadap kinerja perusahaan
setelah dilakukan kontrol terhadap karakteristik khusus perusahaan seperti ukuran
perusahaan, non-duality, leverage, dan pertumbuhan.
Zeitun & Tian (2007) meneliti pengaruh struktur modal terhadap kinerja
perusahaan dengan menggunakan data panel dengan sampel 167 perusahaan Jordania
selama tahun 1989 sampai 2003. Hasilnya menunjukkan bahwa struktur modal
perusahaan mempunyai dampak negatif yang signifikan terhadap kinerja perusahaan,
baik berdasarkan ukuran akuntansi maupun berdasarkan ukuran pasar.
Rub (2012) melakukan studi tentang pengaruh struktur modal terhadap kinerja
perusahaan. Penelitiannya menggunakan lima ukuran kinerja (meliputi return on equity,
return on assets, earning per share, market value of equity to the book value of equity
dan rasio Q) sebagai variabel dependen dan empat ukuran struktur modal (meliputi
short-term debt to total assets, long-term debt to total assets, total debt to total assets,
dan total debt to total equity) sebagai variabel independen. Penelitian dilakukan dengan
menggunakan sampel sebanyak 28 perusahaan yang tercatat di bursa saham Palestina
selama periode tahun 2006 sampai 2010. Hasil studinya menunjukkan bahwa struktur
modal perusahaan memiliki dampak positif terhadap kinerja perusahaan yang diukur
berdasarkan akuntansi dan berdasarkan pasar. Secara statistik, kinerja perusahaan
signifikan terhadap total debt to total assets. Market value of equity to book value of
equity adalah signifikan terhadap total debt to total assets dan terhadap short-term debt
to total assets. Studi ini menemukan persamaan untuk menentukan dampak berbagai
utang terhadap kinerja perusahaan.
Kajian dari studi mengenai pengaruh struktur modal terhadap kinerja perusahaan
menggambarkan bahwa terdapat variasi faktor pengukur struktur modal yaitu ada yang
menggunakan rasio utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan total utang terhadap
total aset, serta rasio antara total utang dan total ekuitas, sedangkan faktor pengukur
kinerja perusahaan ada yang menggunakan accounting based seperti ROA dan ROE
serta ada pula yang menggunakan market based seperti EPS, rasio nilai pasar ekuitas
terhadap nilai buku ekuitas, serta rasio Q. Begitu pula dengan hasil studinya; antara
struktur modal dan kinerja perusahaan ada yang memiliki hubungan signifikan dan ada
pula yang tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara struktur modal
dan kinerja perusahaan sangat bervariasi dan masih belum jelas. Hal ini pula yang
membuat teori struktur modal yang berasal dari Modigliani dan Miller masih terus
diteliti oleh para akademisi.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 109

3. METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, jumlah keseluruhan perusahaan properti,
real estat, dan konstruksi yang mencatatkan sahamnya sampai akhir tahun 2010 adalah
sebanyak 47 perusahaan. Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan metode purposive
sampling karena sampel dipilih berdasarkan kriteria tertentu agar sesuai dengan syarat
pengujian dan penarikan kesimpulan yang berlandaskan pada teori. Hal yang tidak sesuai
dengan kriteria dan dapat mengganggu dalam penarikan kesimpulan adalah seperti nilai
ekuitas perusahaan yang negatif dan tidak memiliki utang jangka panjang, serta nilai data
yang ekstrim. Studi ini menggunakan sampel unbalanced panel data, terdiri atas 47
perusahaan dan jangka waktu dari tahun 2000 sampai 2010. Unbalanced panel data
adalah gabungan data cross section dan time series yang jumlah data time series-nya
tidak seragam. Unbalanced panel data sering digunakan sebagai rujukan dalam
penelitian seperti yang pernah dilakukan oleh Baltagi & Chang (1994).

3.2. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan menyalin kembali data yang diperlukan dari
laporan keuangan perusahaan dalam bentuk spread sheet. Data yang dimaksud terutama
yang menyangkut nilai utang jangka pendek, utang jangka panjang, ekuitas, total aset,
dan harga saham dari tahun 2000 sampai 2010.

3.3. Variabel Penelitian


Variabel-variabel yang digunakan dalam studi ini adalah utang jangka panjang,
ekuitas, ukuran perusahaan atau total aset, struktur modal, dan kinerja pasar. Variabel
kinerja pasar dihitung dengan menggunakan data harga saham rata-rata dari dua tahun
berurutan. Kinerja pasar sebagai proksi terhadap nilai perusahaan diukur dengan rasio Q,
sedangkan struktur modal merupakan perbandingan berdasarkan nilai buku antara utang
jangka panjang dan ekuitas. Data tersebut adalah data tahunan yang bersumber dari
laporan keuangan perusahaan.

3.4. Definisi Operasional Variabel


3.4.1. Utang jangka panjang
Utang jangka panjang merupakan kewajiban perusahaan yang masa jatuh
temponya lebih dari satu tahun. Utang ini menimbulkan beban tetap seperti beban bunga
dan angsuran yang biasanya dibayar tiap bulan oleh perusahaan.
3.4.2. Ekuitas
Ekuitas merupakan kekayaan bersih perusahaan yang menjadi milik para
pemegang saham. Ekuitas suatu perusahaan tidak memiliki masa jatuh tempo, dilaporkan
110 Rustam

dalam laporan posisi keuangan dan terdiri atas modal saham, saldo laba, dan dana
cadangan yang akan digunakan untuk keperluan khusus bagi suatu perusahaan. Ekuitas
ada yang berdasarkan nilai buku dan ada yang berdasarkan nilai pasar. Ekuitas yang
berdasarkan nilai buku dapat langsung dilihat dari laporan posisi keuangan, sedangkan
ekuitas berdasarkan nilai pasar, dihitung dengan mengalikan antara harga saham dengan
jumlah lembar saham.
3.4.3. Total aset
Total aset mengambarkan besarnya kekayaan atau kepemilikan aset, baik itu aset
lancar maupun aset tidak lancar seperti aktiva tetap. Aktiva tetap dapat dibedakan antara
aktiva tetap berwujud dan aktiva tetap tidak berwujud seperti goodwill dan patent.
3.4.4. Kinerja pasar
Pengukuran kinerja keuangan perusahaan sangat beragam. Kinerja pasar
perusahaan diartikan sebagai nilai pasar atau nilai jual perusahaan. Nilai ini berbeda dari
nilai buku yang mudah diketahui dari laporan posisi keuangan terutama nilai total aktiva.
Kinerja pasar perusahaan sangat dinamis karena nilainya ditentukan oleh harga pasar
saham yang sangat fluktuatif. Kinerja pasar ini dalam banyak studi sering dikaitkan
dengan harga sahamnya. Pengukuran nilai perusahaan cukup sulit, oleh karena itu sering
digunakan proksi atau pendekatan. Studi ini akan menggunakan rasio Q yaitu nilai
perbandingan antara nilai pasar ekuitas ditambah nilai buku total utang dibagi dengan
nilai buku dari total asset (Klapper & Love, 2002). Semakin tinggi nilai rasio ini berarti
semakin tinggi kinerja pasarnya dan mengindikasikan semakin tinggi pula nilai
perusahaan.
3.4.5. Struktur modal
Struktur modal dalam banyak literatur manajemen keuangan disepakati sebagai
komposisi atau susunan modal yang digunakan dalam jangka panjang. Secara umum
modal yang digunakan dalam jangka panjang adalah berasal dari utang jangka panjang
(lebih dari satu tahun) dan ekuitas sebagai modal yang menjadi klaim bagi pemilik
perusahaan. Kedua dana tersebut sebagai sumber dana jangka panjang bagi perusahaan.
Studi ini menggunakan struktur modal sebagai perbandingan antara utang jangka
panjang dan total ekuitas.

3.5. Teknik Analisis Data


Model analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis simulasi teknik
Monte Carlo. Metode Monte Carlo adalah suatu teknik yang menggunakan bilangan
random dan memiliki probabilitas untuk mencari suatu solusi permasalahan yang
kompleks. Istilah metode Monte Carlo diciptakan oleh Ulam dan Metropolis dalam
referensi permainan yang mengandung peluang di Monte Carlo, Monaco (Metropolis
and Ulam, 1949). Metropolis, mengembangkan algoritma untuk diterapkan pada
komputer, mengeksplorasi permasalahan yang tidak random ke dalam bentuk random
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 111

yang solusinya ditemukan melalui penarikan sampel random.


Cara kerja teknik Monte Carlo adalah dengan membangkitkan angka-angka
random atau sampel dari suatu variabel random yang telah diketahui distribusinya.
Simulasi Monte Carlo meniru kondisi nyata secara numerik. Simulasi Monte Carlo
merupakan alat rekayasa yang handal untuk menyelesaikan berbagai persoalan rumit
dalam bidang statistika yang mengandung probabilitas.
Peningkatan jumlah sampel dalam teknik Monte Carlo akan menurunkan deviasi
standar. Cara tersebut akan menambah biaya namun manfaatnya dapat menghasilkan
solusi yang lebih baik. Teknik ini menggabungkan informasi tambahan mengenai
analisis secara langsung ke dalam estimasi. Hal ini memungkinkan estimasi Monte Carlo
lebih baik, karena mempunyai deviasi standar yang lebih rendah.
Meskipun demikian, simulasi Monte Carlo tidak memberikan hasil yang eksak,
karena pada hakekatnya simulasi Monte Carlo adalah suatu metode numerik
probabilistik. Seperti pada umumnya metode numerik, simulasi Monte Carlo
membutuhkan banyak sekali iterasi dan pekerjaan perhitungan. Jumlah iterasi yang
dilakukan sangat menentukan tingkat ketelitian atas jawaban yang diperoleh. Metode ini
sering disebut dengan metode percobaan statistik (method of statistical trials). Metode
tersebut memiliki kelemahan-kelemahan, oleh karena itu sebaiknya simulasi Monte
Carlo baru digunakan apabila metode analisis yang dibutuhkan tidak tersedia atau
metode pendekatan (misalnya pendekatan orde pertama dari fungsi variabel random yang
nonlinier) tidak memadai.
Penggunaan teknik simulasi adalah untuk mencari solusi terkait dengan persoalan
kerumitan yang dihadapi atau masalahnya tidak terstruktur. Permasalahan nyata yang
rumit seringkali modelnya tidak mungkin dibentuk; atau metode dan rumus yang tersedia
tidak kokoh. Apabila hal ini terjadi, maka simulasi merupakan cara alternatif untuk
mencari solusinya. Penggunaan simulasi menjadi semakin populer apalagi ditunjang
dengan kemajuan alat hitung komputer. Pekerjaan simulasi secara statistik berlandaskan
pada teori atau dalil limit pusat atau sering disebut dengan central limit theorem (dalil
batas nilai tengah). Menurut Mulyono (1996), kesulitan menyelesaikan sebuah model
secara analitik biasanya disebabkan oleh adanya komponen berupa variabel random.
Variabel random dalam simulasi dinyatakan dengan distribusi probabilitas. Monte Carlo
sampling merupakan pemilihan angka secara random dari suatu distribusi probabilitas
secara resampling atau pengambilan sampel berulang. Monte Carlo menjadi suatu teknik
simulasi untuk memunculkan variabel random melalui sampling dari distribusi
probabilitasnya.
112 Rustam

3.6. Langkah-langkah Analisis Data


3.6.1. Penentuan Bentuk dan Fungsi Hubungan antara Variabel Struktur Modal dan
Variabel Kinerja Pasar
Hubungan antara variabel bebas struktur modal dan variabel terikat kinerja pasar
dalam rancangan model analisis dikaji berdasarkan pada teori dan studi empiris.
Selanjutnya dengan menggunakan kedua variabel tersebut dilakukan pencarian hubungan
dalam bentuk grafik dan fungsi persamaan. Bentuk grafik dan fungsi persamaan tersebut
adalah antara variabel kinerja pasar (rasio Q) sebagai variabel terikat dengan notasi Y
dan variabel struktur modal (debt to equity ratio) sebagai variabel bebas dengan notasi
X. Struktur modal dalam model diagram dua dimensi tersebut diletakkan posisi sumbu
datar X, sedangkan kinerja pasar diletakkan pada posisi sumbu vertikal Y.
Selanjutnya untuk penghalusan hasil pembentukan fungsi asli, dilakukan
resampling. Peningkatan jumlah sampel untuk kedua variabel berpasangan tersebut
dilakukan dengan teknik Monte Carlo secara serempak. Cara kerja teknik Monte Carlo
ini adalah dengan melakukan iterasi sampling (meniru distribusi data asli) sampai batas
yang ditentukan atau yang dianggap cukup yang dalam penelitian ini dilakukan sebanyak
1.000 kali. Gambaran kinerja pasar sebagai sebuah kurva yang berbentuk cembung
(convex) mempunyai suatu titik puncak sebagai titik maksimum. Melalui simulasi teknik
Monte Carlo ini diperoleh suatu gambaran bentuk dan fungsi yang lebih halus yaitu
hubungan antara variabel kinerja pasar dan variabel struktur modal. Gambar hubungan
tersebut akan menghasilkan nilai pasar maksimum yang berarti pula struktur modalnya
adalah optimal atau terbaik. Pencarian fungsi hubungan kedua variabel tersebut
dilakukan pada masing-masing sektor industri berjumlah delapan sektor.
Hubungan fungsi yang diharapkan adalah berbentuk cembung (convex). Model
tersebut diperoleh dari hasil simulasi penemuan bentuk gambar dan fungsi persamaan
dengan bantuan software Table 2D. Pemilihan hubungan bentuk convex didasarkan pada
pertimbangan yang logis. Pertimbangan yang paling diutamakan adalah bahwa fungsi
persamaan yang dipilih adalah yang terbaik dengan kriteria semua nilai parameter dari
struktur modal atau variabel X adalah signifikan atau sangat signifikan. Tingkat
signifikansi ditunjukkan oleh kedua nilai hitung F dan t dengan probabilitas sebesar 0,00.

4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN


4.1. Deskripsi Data dan Analisis
4.1.1. Deskripsi Total Aset Perusahaan
Total aset dapat dijadikan sebagai gambaran tentang besar kecilnya suatu
perusahaan. Rata-rata keadaan total aset dari sektor properti, real estat, dan konstruksi
dalam kurun waktu 2000 – 2010 adalah sebesar Rp2.596.221 juta, minimum Rp47.849
juta, maksimum Rp17.064.196 juta, dan deviasi standar Rp2.694.635juta.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 113

4.1.2. Deskripsi Aktiva Tetap Bersih Perusahaan


Aktiva tetap bersih di sini menunjukkan aktiva tetap berwujud setelah dikurangi
penyusutan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010, sektor properti, real estat, dan
konstruksi memiliki rata-rata aktiva tetap bersih sebesar Rp482.485 juta, minimum
Rp161 juta, maksimum Rp5.639.422 juta, dan deviasi standar Rp714.315 juta.

4.1.3. Deskripsi Total Utang Perusahaan


Rata-rata keadaan total utang dari sektor properti, real estat, dan konstruksi dalam
kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar Rp1.299.320 juta, minimum Rp811
juta, maksimum Rp7.975.968juta, dan deviasi standar Rp1.443.267 juta.

4.1.4. Deskripsi Utang Jangka Panjang Perusahaan


Rata-rata keadaan utang jangka panjang dari sektor properti real estat, dan
konstruksi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar Rp316.256 juta,
minimum Rp311 juta, maksimum Rp4.423.397 juta, dan deviasi standar Rp529.439 juta..

4.1.5. Deskripsi Nilai Buku Ekuitas Perusahaan


Rata-rata nilai buku ekuitas dari sektor sektor properti real estat, dan konstruksi
dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar Rp1.145.670 juta, minimum
Rp47.038 juta, maksimum Rp8.021.729 juta, dan deviasi standar Rp1.247.304 juta.

4.1.6. Deskripsi Nilai Pasar Ekuitas Perusahaan


Rata-rata nilai pasar ekuitas dari sektor properti real estat, dan konstruksi dalam
kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar Rp1.544.732 juta, minimum
Rp10.138 juta, maksimum Rp15.593.517 juta, dan deviasi standar Rp2.405.719 juta.

4.1.7. Perhitungan Struktur Modal dan Kinerja Pasar


Struktur modal dihitung dengan membagi nilai utang jangka panjang dengan nilai
ekuitas. Perhitungan kinerja pasar mengunakan rasio Q yaitu membagi jumlah nilai pasar
ekuitas dan nilai utang terhadap nilai total aset. Nilai pasar saham digunakan untuk
memperoleh nilai pasar ekuitas. Perhitungan nilai pasar saham digunakan secara rata-rata
dari dua periode (tahun) berturut-turut.

4.1.8. Deskripsi Struktur Modal Perusahaan


Rata-rata struktur modal sektor properti, real estat, dan konstruksi dalam kurun
waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar 31,51 persen, minimum 0,52 persen,
maksimum 216,74 persen, dan deviasi standar 41,4 persen.

4.1.9. Deskripsi Kinerja Pasar Perusahaan

Rata-rata kinerja pasar yang diukur dengan rasio Tobin's Q dari sektor properti,
114 Rustam

real estat, dan konstruksi dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2010 adalah sebesar
1,04, minimum 0,24, maksimum 2,76, dan deviasi standar 0,43.

4.1.10. Penentuan Struktur Modal Optimal


Penentuan struktur modal optimal berdasarkan model statis memerlukan suatu
fungsi yang menggambarkan hubungan antara kinerja pasar dan struktur modal dalam
fungsi berbentuk convex (cembung). Fungsi tersebut dapat dibuat dalam jumlah banyak,
namun perlu dipilih yang paling signifikan. Secara statistik, fungsi yang diperoleh perlu
diuji kecocokannya melalui perhitungan koefisien determinasinya (R2), uji F, dan uji t.
Semakin tinggi nilai-nilai R2, F, dan t akan semakin baik modelnya. Dengan kata lain,
semakin kecil probabilitas signifikansi uji F dan uji t, semakin baik fungsi tersebut. Baik
tidaknya suatu fungsi tergantung pada dispersi data observasi. Apabila dispersinya sangat
tinggi, maka fungsi yang diperoleh mempunyai kualitas yang rendah, dan berarti
kemampuan menjelaskan juga akan rendah. Pembentukan fungsi didahului dengan
proses pencarian bentuk fungsi yang sesuai. Fungsi yang sesuai adalah yang
menggambarkan hubungan antara struktur modal dan kinerja pasar dengan bentuk
cembung dan memiliki koefisien regresi yang signifikan. Agar hasil regresi lebih halus,
selanjutnya dari fungsi yang telah diperoleh, dilakukan simulasi dengan teknik Monte
Carlo. Data yang diproses adalah nilai rasio Q dan nilai struktur modal. Resampling
dilakukan pada kedua variabel tersebut (nilai rasio Q dan nilai struktur modal) dengan
cara pengulangan secara berpasangan hingga mencapai 1.000 kali yang diambil dari
jumlah data aslinya. Penentuan jumlah resampling sebanyak 1.000 tersebut ditetapkan
berdasarkan judgement yang dianggap cukup. Beberapa software telah menetapkan
resampling 1.000 kali sebagai setting default-nya seperti Crystal Ball untuk
menghasilkan simulasi teknik Monte Carlo. Semua proses tersebut dilakukan dengan
menggunakan bantuan software Table Curve 2D dan Excel.
Gambar 2 dan 3 berikut ini menampilkan hasil sebelum dilakukan simulasi dan
setelah dilakukan simulasi untuk sektor properti, real estat, dan konstruksi. Gambar 2
menunjukkan rata-rata nilai struktur modal sebelum simulasi sebesar 0,32 dan rata-rata
nilai kinerja pasar sebesar 1,04. Nilai kinerja pasar maksimum adalah sebesar 2,76 dan
struktur modal optimal sebesar 0,99. Setelah dilakukan simulasi, rata-rata nilai struktur
modal sebesar 0,31 dan rata-rata nilai kinerja pasar sebesar 1,03. Nilai kinerja pasar
maksimum adalah sebesar 2,76 dan struktur modal optimal sebesar 0,99. Walaupun
perbedaan antara hasil sebelum simulasi dan sesudah simulasi tampak hampir sama,
namun hasil simulasi adalah lebih baik.
Property, Real Estate, and Building Construction
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan
Rank 8 Eqn 10 y=a+b(lnx)^2
115
r^2=0.087423664 DF Adj r^2=0.079689966 FitStdErr=0.41151325 Fstat=22.704302
a=1.1614232
b=-0.019122924
3 3

2.5 2.5

2 2
TQ

TQ
1.5 1.5

1 1

0.5 0.5

0 0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
LDER
Gambar 2. Hasil Perhitungan Fungsi Sebelum Simulasi

Bentuk fungsi estimasi: y = a + b(lnx)2

r2 Coef Det DF Adj r2 Fit Std Err F-value


0.0874236638 0.0796899661 0.4115132518 22.704301554

Parm Value Std Error t-value 95% Confidence Limits P>|t|


a 1.161423238 0.036915453 31.46170868 1.088698909 1.234147568 0.00000
b -0.01912292 0.004013287 -4.76490310 -0.02702920 -0.01121665 0.00000

Function min X-Value Function max X-Value


0.6336685723 0.0052298072 1.1614232385 0.9999999414

Source Sum of Squares DF Mean Square F Statistic P>F


Regr 3.8448181 1 3.8448181 22.7043 0.00000
Error 40.134328 237 0.16934316
Total 43.979146 238

X Variable: LDER
Xmin: 0.0052297988 Xmax: 2.1674111583 Xrange: 2.1621813596
Xmean: 0.3150915833 Xstd: 0.4139759087 Xmedian: 0.1473414141

Y Variable: TQ
Ymin: 0.2403699818 Ymax: 2.7615658055 Yrange: 2.5211958237
Ymean: 1.0395495426 Ystd: 0.4298678034 Ymedian: 0.9359162152
116 Rustam

Gambar 3. Hasil Perhitungan Fungsi Setelah Dilakukan Simulasi

Uji Statistik:
r2 Coef Det DF Adj r2 Fit Std Err F-value
0.0770396731 0.0751881980 0.4020697748 83.303248779

Parm Value Std Error t-value 95% Confidence Limits P>|t|


a 1.142766274 0.017565643 65.05690009 1.108296442 1.177236105 0.00000
b -0.01803264 0.001975733 -9.12706134 -0.02190971 -0.01415557 0.00000

Function min X-Value Function max X-Value


0.6451013457 0.0052298072 1.1427662737 0.9999999414

Source Sum of Squares DF Mean Square F Statistic P>F


Regr 13.466812 1 13.466812 83.3032 0.00000
Error 161.33678 998 0.1616601
Total 174.8036 999

X Variable: LDER
Xmin: 0.0052297988 Xmax: 2.1674111583 Xrange: 2.1621813596
Xmean: 0.3088500582 Xstd: 0.3939016779 Xmedian: 0.1462076658
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 117

Y Variable: TQ
Ymin: 0.2403699818 Ymax: 2.7615658055 Yrange: 2.5211958237
Ymean: 1.0321473046 Ystd: 0.4183044035 Ymedian: 0.9326507600

Kedua hasil perhitungan antara sebelum dan setelah dilakukan simulasi


menunjukkan hampir tidak ada perbedaan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasi, standard error, nilai F, nilai X, dan nilai Y. Hasil simulasi tampak lebih
baik dibandingan dengan hasil sebelum simulasi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai
standard error yang menurun, dan nilai F yang meningkat. Perubahan tersebut juga
memengaruhi nilai X (struktur modal) dan nilai Y (kinerja pasar) menjadi struktur modal
yang optimal dan kinerja pasar yang maksimum.
Berdasarkan fungsi persamaan yang dipilih, dilakukan penggambaran ulang
grafik estimasi kinerja pasar dengan menggunakan interval keyakinan sebesar 95% dari
nilai rata-rata estimasi dengan rumus sebagai berikut (Supranto, 1990:252).

1 Xi - X 1 Xi - X
Y-t / se + ≤ E Y/Xi ≤ Y + t / se +
n ∑ x2i n ∑ x2i

Keterangan:
Y = nilai estimasi kinerja pasar
t = nilai skor t struktur modal
α = tingkat signifikansi 5%
se = standard error dari estimasi kinerja pasar
n = jumlah sampel
Xi = struktur modal individu
X = rata-rata struktur modal
xi = X i - X

4.1. Kinerja Pasar Maksimum Perusahaan


Kinerja pasar maksimum yang dihitung dengan cara simulasi menunjukkan
bahwa sektor properti, real estate, dan konstruksi mempunyai kinerja pasar (rasio Q)
maksimum sebesar 1,14. Nilai ini dihasilkan dari regresi nonlinier kinerja pasar terhadap
struktur modal. Pada saat kinerja pasar mencapai nilai maksimum, struktur modal adalah
sebesar 0,99. Hal ini dapat dilihat pada Gambar di atas.

4.2. Pembahasan
Struktur modal yang diukur dengan membandingkan antara utang jangka panjang
dan ekuitas menunjukkan hasil yang cukup menarik. Pada saat kinerja pasar sektor
properti, real estat, dan konstruksi mencapai nilai maksimum, struktur modalnya
menunjukkan nilai 0,99 hampir sama dengan satu. Hal ini berarti bahwa struktur modal
118 Rustam

optimal sektor properti, real estat, dan konstruksi adalah terjadi pada saat besarnya
penggunaan utang jangka panjang sama dengan besarnya penggunaan ekuitas.
Apabila struktur modal rata-rata dibandingkan dengan struktur modal optimal,
tampak bahwa secara rata-rata struktur modal yang digunakan oleh sektor properti real
estat, dan konstruksi adalah belum optimal. Sebagian besar masih menggunakan utang
jangka panjang sebesar 31 persen dari nilai ekuitasnya. Hal ini memberikan arti bahwa
rata-rata perusahaan properti, real estat, dan konstruksi masih sangat berhati-hati dalam
menggunakan utang jangka panjang walaupun penggunaan utang masih memungkinkan
untuk meningkatkan nilai perusahaan. Belum optimalnya struktur modal ini dapat
disebabkan oleh pihak manajemen perusahaan sebagai agent belum memandang penting
arti struktur modal optimal bagi perusahaan. Manajemen masih menerapkan prinsip
kehati-hatian yang berlebihan dalam penggunaan utang jangka panjang karena
kekhawatiran terhadap risiko financial distress dan bankruptcy cost.
Selain itu dari gambar struktur modal optimal tampak bahwa setelah tercapai
struktur modal optimal, peningkatan penggunaan utang tidak menunjukkan penurunan
kinerja pasar yang tajam. Temuan ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan
utang jangka panjang setelah titik optimal kurang direspon oleh pasar. Hal ini berarti
investor tidak memperhatikan besarnya kelebihan penggunaan utang jangka panjang oleh
perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi di atas batas optimal.

5. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai penentuan struktur modal
optimal perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi, dengan pendekatan kinerja
pasar perusahaan, dapat dirumuskan simpulan sebagai berikut. Pertama, struktur modal
optimal sektor industri properti, real estat, dan konstruksi menunjukkan adanya
keseimbangan antara jumlah penggunaan utang jangka panjang dan ekuitas dengan porsi
julah utang jangka panjang hampir sama dengan jumlah ekuitas. Hal tersebut tampak
pada hasil estimasi struktur modal optimalnya sebesar 0,99.
Kedua, secara rata-rata, utang jangka panjang yang digunakan oleh sektor
industri properti, real estate, dan konstruksi masih di bawah batas yang diperkenankan,
sehingga perusahaan masih memiliki kapasitas utang (debt capacity) yang positif. Hal ini
tampak pada nilai rata-rata struktur modalnya sebesar 0,31 atau penggunaan utang
jangka panjang sebesar 31 persen dari jumlah ekuitas yang digunakan. Ketiga, Secara
rata-rata struktur modal perusahaan sektor properti, real estat, dan konstruksi di
Indonesia tampak belum optimal. Belum optimalnya struktur modal ini dapat disebabkan
oleh pihak manajemen perusahaan sebagai agent belum memandang penting arti struktur
modal optimal bagi perusahaan. Manajemen masih menerapkan prinsip kehati-hatian
yang berlebihan dalam penggunaan utang jangka panjang karena kekhawatiran terhadap
risiko financial distress dan bankruptcy cost. Selain itu tidak optimalnya struktur modal
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 119

perusahaan dapat pula disebabkan oleh kehati-hatian dari pihak kreditur atau debt
investors sebagai agent penyandang dana jangka panjang dari luar perusahaan. Padahal
apabila manajemen perusahaan dapat menerapkan struktur modal yang optimal, maka
akan besar sekali dampaknya bagi perkembangan perusahaan secara berkelanjutan.
Perusahaan dapat bekerja lebih efisien, mampu bersaing, memperoleh profitabilitas yang
tinggi, penghematan pajak optimal, kredibilitas perusahaan meningkat, dan pemegang
saham mendapatkan return yang tinggi.
Berdasarkan simpulan hasil studi tersebut, saran-saran yang diajukan sebagai
berikut. Bagi perusahaan-perusahaan yang struktur modalnya belum optimal dapat
ditingkatkan dengan melakukan restrukturisasi pada sumber dana jangka panjangnya.
Penyesuaian tersebut diharapkan dapat memaksimumkan kinerja pasar perusahaan dan
agency cost dapat ditekan. Bagi investor, struktur modal optimal dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam keputusan pemilihan investasi saham jangka panjang. Melalui
investasi pada saham tersebut diharapkan dalam jangka panjang investor akan
memperoleh return yang tinggi. Khusus bagi pemegang saham perusahaan yang
berpengaruh, harus selalu memonitor kinerja manajemen terkait dengan keputusan
struktur modal yang belum optimal.
Selain itu, bagi peneliti selanjutnya sebagai pelengkap studi tentang struktur
modal dapat pula menggunakan leverage yang dalam analisisnya mengikutsertakan
perhitungan utang jangka pendek. Agar hasil analisis dapat memberikan penjelasan yang
lebih baik mengenai karakteristik struktur modal perusahaan, analisis dapat dirinci
dengan membedakan antar subsektor industri dan juga dengan membedakan umur
perusahaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abor, J. (2005). The Effect of Capital Structure on Profitability: An Empirical Analysis


of Listed Firms in Ghana. Journal of Risk Finance, 6, 438-447.

Arbiyan, A. A., & Safari, M. (2009). The effects of Capital Structure & Profitability in
the Listed Firms in Tehran Stock Exchange. Journal of Management Perspective,
33, 159-175.

Babenko, & Ilona. (2003). Optimal Capital Structure of the Firm in the Presence of Costs
of Financial Distress. Working Paper, Haas School of Business, University of
California, Berkeley, 5179, 1-44.

Baker, Malcolm, Wurgler, & Jeffrey. (2002). Market Timing & Capital Structure. Journal
of Finance, 57(1), 1-32.
120 Rustam

Baltagi, B. H., & Chang, Y. J. (1994). Incomplete Panels: A Comparative Study of


Alternative Estimators for The Unbalanced One-Way Error Component
Regression Model. Journal of Econometrics, 62, 67–89.

Berger, A., & Bonaccorsi di Patti, E. (2006). Capital Structure & Firm Performance: A
New Approach to Testing Agency Theory & An Application to the Banking
Industry. Journal of Banking & Finance, 30, 1065-1102.

Binsbergen, J. H. V., Graham, J. R., & Yang, J. (2011). Optimal Capital Structure.
Journal of Applied Corporate Finance, 23(4), 34-59.

Black, & Fischer. (1976). The Dividend Puzzle. The Journal of Portfolio Management,
2(2), 5-8.

Booth, L., Aivazian, V., Demirguc-Kunt, A., & Maksimovic, V. (2001). Capital
Structure in Developing Countries. The Journal of Finance, 56, 87-130.

Brigham, E. F., & Gapenski, L. C. (1997). Financial Management - Theory & Practice,
8 th Edition, Dryden Press.

Castanias, R. (1983). Bankruptcy Risk & Optimal Capital Structure. The Journal of
Finance, 38(5), 1617-1636.

Chakraborty, I. (2010). Capital Structure in An Emerging Stock Market: The Case of


India. Research in International Business & Finance, 24, 295-314.

Chung, K. H., & Pruitt, S. W. (1994). A Simple Approximation of Tobin's Q. Financial


Management, 23(3), 70-74.

Cooper, D. R., & Schindler, P. S. (2003). Business Research Method. Eight Edition. New
York, NY: McGraw Hill.

Damodaran, & Aswath. (2001). Corporate Finance: Theory & Practice. Second Edition.
: John Wiley & Sons, Inc.

Damodaran, & Aswath. (2002). Investment Valuation: Tools & Techniques for
Determining the Value of Any Asset. Second Edition. : John Wiley & Sons, Inc.

Deesomask, R., Paudyal, K., & Pescetto, G. (2004). The Determinants of Capital
Structure: Evidence from the Asia Pacific Region. Journal of Multinational
Financial Management, 14 , 387-405.

Ebaid, E. I. (2009). The Impact of capital Structure Choice on Firm Performance:


Empirical Evidence from Egypt. The Journal of Risk Finance, 10(5), 477-487.

Fischer, H. R., & Zechner, J. (1989). Dynamic Capital Structure Choice: Theory and
Tests. The Journal of Finance, 44(1), 19-40.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 121

Frank, M.. & Goyal, V. (2003). Testing the Pecking Order Theory of Capital Structure.
Journal of Financial Economics, 67, 217-48.

Ghosh, C., Nag, R., & Sirmans, C. (2000). The Pricing of Seasoned Equity Offerings:
Evidence from REITs. Real Estate Economics, 28, 363-384.

Goldstein, R., Ju, N., & Leland, H. (2001). An EBIT-Based Model of Dynamic Capital
Structure. Journal of Business, 74(4), 483-512.

Hadlock, C., & James, C. (2002). Do Banks Provide Financial Slack. Journal of Finance,
57, 1383-1420.

Harris, M., & Raviv, A. (1991). The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, 46,
297-356.

Hovakimian, A., Opler, T., & Titman, S. (2001). The Debt Equity Choice. Journal of
Financial and Quantitative Analysis, 36(1), 1-24.

Huang, S., & Song, F. (2006). The Determinants of Capital Structure: Evidence from
China. China Economic Review,17(1), 14-36.

IDX Fact Book 2006 - 2011, Jakarta: Bursa Efek Indonesia.

IDX Statistics 2006 - 2011, Jakarta: Bursa Efek Indonesia.

Jensen, M. C. (1986). Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and
Takeovers. The American Economic Review, 76, 659-665.

Jensen, M. C., & Meckling, W. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Costs, & Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3(4), 305-
360.

Jo, Hoje & Harjoto, M. A. (2011). Corporate Governance and Firm Value: The Impact of
Corporate Social Responsibility. Journal of Business Ethics, 103(3), 351-383.

Jogiyanto, H. M. (2007). Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-


Pengalaman, Yogyakarta: BPFE-UGM.

Jose, M. L., Nichols, L. M., & Stevens, J. L. (1986). Contribution of Diversification,


Promotion, & Research & Development to the Value of Multiproduct Firms: A
Tobin's Q Approach. Financial Management, 15, 33-42.

Kane, A., Marcus, A. J., & McDonald, R. L. (1985). Debt Policy and the Rate of Return
Premium to Leverage. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 20(4),
479-499.
122 Rustam

Karadeniz, E., Kandir, S. Y., Balcilar, M., & Onal, Y. B. (2009). Determinants of Capital
Structure: Evidence from Turkish Lodging Companies. International Journal of
Contemporary Hospitality Management, 21(5), 594-609.

Kim, W. S. & Sorensen, E. H. (1986). Evidence on the Impact of the Agency Costs of
Debt on Corporate Debt Policy. Journal of Financial and Quantitative Analysis,
21(2), 131-145.

King, M. R., & Santor, E. (2008). Family Values: Ownership Structure, Performance and
Capital Structure of Canadian Firms. Journal of Banking and Finance, 32, 2423-
2432.

Klapper, L. F., & Love, I. (2002), Corporate Governance, Investor Protection, and
Performance in Emerging Markets. World Bank Policy Research Working Paper
2818, 1-39.

Kraus, A., & Litzenberger, R. H. (1973). A State-Preference Model of Optimal Financial


Leverage. The Journal of Finance, 28(4), 911-922.

Lang, L. H. P., Stulz, R. M., & Walkling, R. A. (1989). Managerial Performance, Tobin's
Q, and the Gains from Successful Tender Offers. Journal of Financial
Economics, 24, 137-154.

Lee, S. M., & Ryu, K. (2003). Management Ownership and Firm's Value: An Empirical
Analysis Using Panel Data. The Institute of Social and Economic Research
Discussion Paper. Osaka University, 593.

Leland, H. E., & Toft, K. B. (1996). Optimal Capital Structure, Endogenous Bankruptcy,
and the Term Structure of Credit Spreads. The Journal of Finance, LI(3), 987-1019.

Malkiel, B.G., von Furstenberg, G. M., & Watson, H. S. (1979). Expectations, Tobin's Q,
and Industry Investment. Journal of Finance, 34, 549-561.

McConnell, J. J., & Servaes, H. (1990). Additional Evidence on Equity Ownership and
Corporate Value. Journal of Financial Economics, 27, 595-612.

Metropolis, N., & Ulam, S. (1949). The Monte Carlo Method. Journal of the American
Statistical Association, 44(247), 335-341.

Miller, & Merton, (1977). Debt and Taxes. Journal of Finance, 32, 261-276.

Modigliani, F., & Miller, M. (1958). The Cost of Capital, Corporate Finance, and the
Theory of Investment. American Economics Review, 48, 261-297.

Modigliani, F., & Miller, M. (1963). Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A
Correction. American Economics Review, 53, 443-453.
Penentuaan Struktur Modal Optimal Pada Perusahaan 123

Morck, R., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1988). Management Ownership and Market
Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial Economics, 20, 293-315.

Mulyono, & Sri. (1996). Teori Pengambilan Keputusan, Edisi Revisi, Jakarta: LPFE-
Universitas Indonesia.

Myers, S. C. (1977). The Determinants of Corporate Borrowing. Journal of Financial


Economics, 5, 147-175.

Myers, S. C., & Majluf, N. S. (1984). Corporate Financing and Investment Decisions
when Firm Have Information and Investors Do Not Have. Journal of Financial
Economics, 13(2), 187-221.

Philosophov, L.V., & Philosophov, V.L. (1999). Optimization of Corporate Capital


Structure: A Probabilistic Bayesian Approach. International Review of Financial
Analysis, 8(3), 199-214.

Pratheepkanth, & Puwanenthiren. (2011). Capital Structure and Financial Performance:


Evidence from Selected Business Companies in Colombo Stock Exchange Sri
Lanka. Journal of Arts, Science and Commerce, 9, 171-181.

Razak, N. H. A., Ahmad, R., & Aliahmed, H. J. (2008). Government Ownership and
Performance: An Analysis of Listed Companies in Malaysia. Corporate
Ownership and Control, 6(2), 434-442.

Rub, N., & Abu. (2012). Capital Structure and Firm Performance, Evidence from
Palestine Stock Exchange. Journal of Money, Investment, and Banking, 23, 109-
117.

Saeedi, Ali, Mahmoodi, & Iman. (2011). Capital Structure and Firm Performance:
Evidence from Iranian Companies. International Research Journal of Finance
and Economics, 70, 20-29.

San, O. T., & Teh, B. H., (2011). Capital Structure and Corporate Performance of
Malaysian Construction Sector. International Journal of Humanities and Social
Science, 1(2), 28-36.

Smith, Clifford W., Jr., & Watts, R. L. (1992). The Investment Opportunity Set and
Corporate Financing, Dividend, and Cooperation Policies. Journal of Financial
Economics, 32, 263-292.

Sunder, L. S., & Myers, S. C. (1999). Testing Static Trade-off against Pecking Order
Models of Capital Structure. Journal of Financial Economics, 51, 219-244.

Supranto, J. (1990). Statistik: Teori dan Aplikasi, Jilid 2, Edisi 5, Jakarta: Penerbit
Erlangga.
124 Rustam

Tang, C. H., & Jang, S. S. (2007). Revisit to the Determinants of Capital Structure: A
Comparison between Lodging Firms and Software Firms. International Journal
of Hospitality Management, 26(1), 175-187.

Weia, Z., & Varela, O. (2003). State Equity Ownership and Firm Market Performance:
Evidence from China’s Newly Privatized Firms. Global Finance Journal, 14, 65-
82.

Zeitun, R., & Tian, G. (2007). Capital Structure and Corporate Performance: Evidence
from Jordan. Australasian Accounting Business and Finance Journal, 1, 40-50

You might also like