You are on page 1of 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perubahan dalam kognitif dan fungsi neuromuskular seseorang dapat
merugikan citra diri namun perawat dan tim pelayanan kesehatan memberikan
perawatan esensial sebagai solusi untuk masalah yang ada.
Dimana afasia tersebut merupakan gangguan fungsi bahasa yang spesifik
yang umumnya kesulitan akan pemahaman sensori reseptif dan penggunaan
simbol bahasa (motoris – ekspresif) dalam komunikasi verbal yang disebabkan
oleh gangguan hemisfer dominan cortex cerebri.
Penyebab utama afasia adalah stroke, cidera kepala dan tumor otak.
Sekitar 20% stroke mengalami afasia.

A. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Memberikan gambaran tentang Afasia.
2. Memberikan gambaran tentang rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan Afasia.

B. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode study kepustakaan
dan diskusi.

1
C. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan makalah ini :
BAB I PENDAHULUAN
Latar belakang, tujuan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS AFASIA
Definisi, etiologi, Bentuk Afasia, patofisiologi, manifestasi klinis,
Pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN AFASIA
Pengkajian, diagnosa dan perencanaan keperawatan.
BAB IV PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
AFAS IA

B. Definisi
Afasia merupakan gangguan bahasa akibat gangguan serebrovaskuler
hemisfer dominan cortex cerebri. Memperlihatkan keterbatasan dalam
pemahaman, membaca, ekspresi verbal dan menulis. (Boies)

C. Etiologi
Adanya gangguan/kelainan pada otak. Berbagai macam penyakit/kelainan
yang dapat menimbulkan gangguan pada otak/susunan saraf pusat, seperti :
 Gangguan cedera serebrovaskuler/penyakit pembuluh darah otak
 Infeksi cerebri
 Neoplasma intrakranial
 Cedera otak

D. Bentuk Afasia
1. Afasia reseptif – sensoris
Terjadi akibat adanya lesi pada girus temporalis superior (area resertif).
Penderita mengalami kesulitan untuk menginterpretasikan bicara orang lain
meskipun mampu mengekspresikan pikiran, perasaan dan kemauannya.
2. Afasia ekspresif – motoris
Kesulitan/gangguan dalam mengekspresikan ide atau konsep yang dimiliki
menjadi simbol-simbol bahasa melalui modalitas verbal maupun modalitas
grafis yang dapat diterima dan dimengerti oleh lingkungannya. Terjadi akibat
adanya lesi pada sepertiga bagian depan lobus temporalis, bagian triangular
dan operkular dari girus frontalis inferior di pusat Broca.

3
3. Afasia campuran atau sensori – motoris
Kesulitan untuk menginterpretasikan serta memahami rangsangan verbal
maupun visual serta kesulitan untuk mengekspresikan ide atau konsep melalui
modalitas verbal dan grafis. Lesi terletak pada arkuata fasikulus yang
berfungsi sebagai korteks asosiasi dan /atau sekaligus pada pusat Broca dan
pusat Wernicke.

E. Patofisiologi
(Terlampir)

F. Manifestasi Klinis
- Kesulitan menemukan kata-kata ketika bicara maupun menulis
- Kesulitan membuat kalimat-kalimat dengan tata bahasa yang tepat.

G. Pemeriksaan Diagnostik
 CT-Scan : memperlihatkan adanya lesi
 Tes TADIR

H. Penatalaksanaan
 Meningkatkan harga diri positif
 Dengan dorongan, kesabaran dan keinginan untuk menyediakan waktu.
 Lingkungan tenang
 Pasien dianjurkan untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman-teman.
 Meningkatkan kemampuan komunikasi
 Dibantu dengan papan komunikasi, yang menampilkan gambar-gambar
sesuai kebutuhan.

4
 Meningkatkan stimulasi pendengaran
 Pasien dianjurkan untuk mendengar. Dimana pasien harus berfikir dan
menyusun pesan-pesan yang masuk dan merumuskan satu respon.
 Berikan kontak sosial terhadap pasien.
 Membantu koping keluarga
 Keluarga didukung untuk melakukan menyenangkan pasien dalam cara
yang sama sebelum sakit.
 Kelompok pendukung seperti perkumpulan stroke dan kelompok terapi
afasia dapat sosialisasi dan motivasi pasien.

5
PATOFISIOLOGI

Faktor Predisposisi

Gangguan pembuluh darah Infeksi trauma



Suplai darah ke otak berkurang

Paralisis hemisfer dominan


Cortex cerebri

Lesi pada sepertiga bagian Lesi pada girus temporalis Lesi pada arkuata
depan lobus temporalis& superior (area reseptif/ fasikulus (korteks asosiasi/
operkular dari girus pada pusat Wernicke) pada pusat Broca dan
frontalis inferior (area pusat Wernicke)
bicara motorik anterior/
pada pusat Broca

Afasia ekspresif atau Afasia Reseptif atau Afasia campuran atau
motoris sensoris senso-motoris

Ketidakmampuan untuk memahami


Dan menyebut kata-kata

Gangguan Interaksi Harga diri rendah Gangguan komunikasi


sosial verbal

6
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN AFASIA

I. Pengkajian
4. Anamnesa
Nama, Umur, Pekerjaan, Alamat
5. Keluhan utama :
Tidak mampu memahami dan mengutarakan bahasa lisan dan tulis.
6. Riwayat kesehatan :
a. Riwayat penyakit dahulu : - Apakah pernah menderita stroke
- Apakah pernah mengalami trauma
- Apakah pernah mengalami trauma
b. Riwayat penyakit sekarang : - Kesulitan dalam menemukan kata-kata
- Kesulitan mengerti tugas-tugas (tidak
disebabkan gangguan pendengaran)
- Kesulitan mengisi formulir (bukan
disebabkan buta aksara atau gangguan
motorik tangan)
c. Riwayat penyakit keluarga : - Apakah dalam anggota keluarga ada
yang mengalami penyakit yang sama
7. Pemeriksaan Fisik
- Pada pemeriksaan fisik hanya dilakukan inspeksi. Pada pemeriksaan
inspeksi pasien tidak mampu memahami dan mengutarakan bahasa lisan
dan tulis.
- Klien tampak kesulitan dalam mengungkapkan kata-kata dan memahami
bicara orang lain.
- Klien mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas karena adanya
gangguan interaksi sosial.
- Klien terlihat tidak berdaya, putus asa karena kesulitan untuk
mengekspresikan diri.

7
J. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan komunikasi verbal b/d afasia
2. Harga diri rendah b/d penurunan fungsi kognitif
3. Gangguan interaksi sosial b/d afasia

K. Perencanaan Keperawatan
DP 1. Gangguan komunikasi verbal b/d afasia
Tujuan : Meningkatkan kemampuan komunikasi.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri :
- Kaji tipe disfungsi, seperti pasien - Membantu menentukan daerah dan
tidak tampak memahami kata/ derajat kerusakan serebral yang
mengalami kesulitan berbicara terjadi dalam beberapa atau seluruh
atau membuat pengertian sendiri. tahap proses komunikasi.
- Mintalah pasien untuk mengikuti - Melakukan penilaian terhadap
perintah sederhana (seperti : buka adanya kerusakan sensorik (afasia
mata, “tunjuk ke pintu”) ulangi sensorik)
dengan kata/kalimat yang
sederhana.
- Tunjukkan objek dan minta - Melakukan penilaian terhadap
pasien untuk menyebutkan nama adanya kerusakan motorik (afasia
benda tersebut. motorik) seperti pasien mungkin.
- Mintalah pasien untuk menulis - Menilai kemampuan menulis dan
nama atau kalimat yang pendek. kekurangan dalam membaca yang
Jika tidak dapat menulis, benar.
mintalah pasien untuk membaca
kalimat yang pendek.

- Berikan metode komunikasi - Memberikan komunikasi tentang

8
alternatif, seperti menulis di kebutuhan berdasarkan keadaan.
papan tulis, gambar.
- Bicaralah dengan nada normal - Meniggikan suara dapat
dan hindari percakapan yang menimbulkan marah pasien/
cepat. Berikan pasien jarak waktu menyebabkan kepedihan.
untuk berespon.

Kolaborasi :
- Konsultasikan dengan/rujuk - Pengkajian secara individual
kepada ahli terapi wicara. kemampuan bicara dan sensori,
motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi kekurangan/
kebutuhan terapi.

DP. 2. Gangguan harga diri rendah b/d penurunan fungsi kognitif


Tujuan : mengenali dan menggabungkan perubahan dalam konsep diri dalam
cara yang akurat tanpa menimbulkan harga diri yang negatif.
INTERVENSI RASIONALISASI
- Kaji luasnya gangguan persepsi - Penentuan faktor-faktor secara
dan hubungkan dengan derajat individu membantu dalam
ketidakmampuannya. mengembangkan perencanaan
asuhan/ pilihan intervensi.
- Identifikasi arti dari kehilangan/ - Kadang-kadang pasien menerima
disfungsi/perubahan pada pasien. dan mengatasi gangguan fungsi
secara efektif dengan sedikit
penanganan, di lain pihak ada juga
orang yang mengalami kesulitan
dalam menerima dan mengatasi
kekurangannya.

9
- Anjurkan pasien untuk - Mendemonstrasikan penerimaan/
mengekspresikan perasaannya membantu pasien untuk mengenal
termasuk rasa bermusuhan dan dan mulai memahami perasaan ini.
perasaan marah.
- Tekankan keberhasilan yang - Mengkonsolidasikan keberhasilan
kecil sekalipun baik mengenai membantu menurunkan perasaan
penyembuhan fungsi tubuh marah dan ketidakberdayaan dan
ataupun kemandirian pasien. menimbulkan perasaan adanya
perkembangan.
- Dorong orang terdekat agar - Membangun kembali rasa
memberi kesempatan pada kemandirian dan menerima
melakukan sebanyak mungkin kebanggaan diri dan meningkatkan
untuk dirinya sendiri. proses rehabilitasi.

10
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan :
Afasia merupakan gangguan berbahasa akibat gangguan serebrovaskuler
hemisfer dominan cortex cerebri. Memperlihatkan keterbatasan dalam pemahaman,
membaca, ekspresi verbal dan menulis.
Penyebab utama afasia adalah adanya gangguan/kelainan pada otak. Berbagai
macam penyakit/kelainan yang dapat menimbulkan gangguan otak/susunan saraf
pusat seperti gangguan cedera serebro vaskuler/penyakit pembuluh darah otak,
infeksi cerebri, neoplasma intrakranial dan cedera otak.
Prognosis pemulihan pasien dengan afasia tergantung pada banyak faktor,
termasuk letak dan perluasan lesi, keadaan umum, sikap terhadap diri sendiri dan
lingkungan, umur dan tingkat pendidikan bekerja atau tidak bekerja, serta sikap dan
tingkat kooperasi dari keluarga. Pada umumnya prognosis baik berhubungan dengan
lesi kecil timbul pada usia lebih besar, sedangkan lebih buruk terhadap pada
pelebaran lesi yang luas pada usia dini kehidupan.
Tindakan kita sebagai perawat harus mampu memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kebutuhan dasar pada klien dengan afasia.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8, Vol.3, EGC,


Jakarta.
2. Marilynn E Doengoes, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC,
1999.
3. Reni, I.I, Dharma Perwira Prins, Disartria dan Apraksia Verbal, Jakarta, 1996.

12

You might also like