You are on page 1of 7
‘Naskah Asli Hubungan antara Penyakit Menular dengan Kemiskinan di Indonesia ‘Trihono, Retno Gitawati Pusat Peneltian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi Badan Litbang Keschatan, Depkes RI Email: trihono@eentrinnet.id Abstract Most of the disease burden in developing countries is related to the consequences of poverty, such as poor nutrition, indoor air pollution and lack of access (0 proper sanitation and health education. This article explains the correlation of infectious disease and poverty in Indonesia. We analyzed the social economic data obtained from BPS (Central Bureau of Statistics) 200? and communicable disease data obtained from Riskesdas (Baseline Health Research) 2007, using SPSS 15.0 program. A district/city (Kabupaten/kota) is categorized as “high prevalence” in communicable disease if its prevalence is higher than that of national level and vice versa, A district/city is categorized as “poor” if the percentage of its Poor population is higher than that of national percentage (i.e. > 16.62%). The results showed that all of the communicable diseases were significanily correlated with poverty. Multivariate analysis showed that the prevalence of malaria, pneumonia and diarrhea were significantly higher in district/city categorized as “poor”. Key words: poverty, communicable disease, Riskesdas Pendahuluan Kemiskinan merupakan hulu deri berbagai permasalahan yang ada seperti tingginya angka kesakitan dan kematian, pengangguran, gizi buruk, serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Di negara- negara berkembang, sekitar sepertiga dari populasi — 1,3 milyar penduduk hidup dengan tingkat pendapatan kurang dati | dolar AS per hari. Hampir satu dari tiga anak-anak mengalami malnutrisi. Satu dari lima anak sampai hari ulang tabunnya yang pertama tidak mendapatkan imunisasi iengkap, dan tebih dari sepertiga penduduk dunia tidak mendapatkan akses tethadap obat-obat esensial. ' Di Indonesia sendiri, menurut data BPS tahun 2007 jumlah penduduk yang hhidup di bawah garis kemiskinan mencapai 16,6% penduduk atau sekitar 36,5 juta orang, dengan tingkat pendapatan kurang 38 dari 10.000 rupiah per hari? Baru 51% anak sampai dengan umur satu tahun yang telah mendapatkan imunisasi lengkap. Satu dari sepuluh (11%) anak-anak sampai dengan umur 1 tahun tidak mendapatkan imunisasi sama sekali. Pertumbuhan kota yang padat populasi dengan kekurangan sarana air bersih dan sanitasi lingkungan yang tidak memadai serta kemiskinan yang. meluas merupakan sarana ideal ‘bagi merebaknya wabah penyakit menular. Dengan latar belakang kemiskinan dan keterlantaran tersebut tidak meng- herankan jika kesakitan dan kematian akibat penyakit infeksi banyak terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya adalah di negara Indonesia. Upaya meng- hilangkan kemiskinan di Indonesia dirasa- kan selama ini masih dalam bemuk parsial, belum secara holistik. sy: Peny Mir Indo, Vol.1.1,2009: 38-42 Beberapa penyakit yang sebelumnya dianggap tidak terkait dengan penyakit infeksi, misalnya kanker, sekarang telah diketahui juga dapat disebabkan_karena infeksi kronik. Kanker serviks, --salah satu kanker yang paling sering dialami oleh kaum perempuan di negara-negara berkembang,-- Kini diketahui _terkait dengan infeksi virus papiloma. Kanker kandung kemih dapat disebabkan oleh infeksi_kronik sistosomiasis. Sementara itu, infeksi kronik hepatitis B dan hepatitis CC keduanya menyebabkan kanker hati dan diperkirakan lebih dari 6% populasi dunia berisiko terkena penyakit ini. Penyakit- penyakit infeksi yang terscring menyebab- n kesakitan dan kematian di negara-negara miskin antara lain adalah pneumonia, tuberkulosis, diare, campak, malaria, dan HIV/AIDS, yang diderita terutama oleh anak-anak dan orang dewasa muda. Makalah ini merupakan anali Janjut yang bertujuan mengungkapkan hu- bungan antara kejadian (prevalensi) pe- nyakit menular dengan kemiskinan di Indonesia . Metode Desain _penel adalah cross sectional, dilakukan pada tahun 2007 bersamaan dengan pelaksanaan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Balitbangkes di Indonesia, dengan sampel individu dari rumah tanga terpilih menurut sampling yang dilakukan oleh BPS untuk Susenas 2007 (sampe! KOR).? Data hasil enalisis Riskesdas 2007 yang digunakan untuk analisis lanjut ini adalah prevalensi pe- nyakit menular per kabupaten/kota. Pe- nyakit menular yang dicakup dalam ana- lisis ini adalah: diare, hepatitis, typhoid, tuberkulosis, pneumonia, ISPA, malaria, filariasis, campak, dan demam berdarah dengue. Data sosial ekonomi yang digunakan berdasarkan hasil_Pendataan — Sosial Ekonomi (PSE) BPS tahun 2005‘ dan SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Hubungan Antara Penyakit....(Trihono, eal) Indonesia) yang dilakukan oleh BPS pada tahun 20077 Data BPS tersebut menghasilkan persentase penduduk mi per kabupaten/kota berdasarkan 14 kriteria kualitatif, yaitu: luas lantai per kapita, jenis lantai, jenis dinding, facilites sanitasi tempat buang air besar (tempat buang air besar), sumber air minum, sumber penerangan (ketersediaan listrik), bahan bakar, membeli daging/ ayam/susu, frekuensi makan, membeli pakaian baru, Kemampuan berobat, lapangan usaha Kepala rumah tangga, pendidikan kepala rumah tangga, dan aset yang dimiliki rumah tangga.* Data prevalensi penyakit- menular Riskesdas dan pendataan sosial ekonomi (PSE) BPS digabungkan menjadi satu set data dengan unit analisis kabupaten/kota, Jika uji kenormalan distribusi (dengan one sample Kolmogorov-Smirnof) prevalensi penyakit menular dan kabupater/kota miskin-kaya menunjukkan sebagian besar variabel tidak berdistribusi normal, maka variabel dijadikan dikotom (prevalensi tinggi dan rendah; atau daerah miskin dan kaya), dengan batasnya (cut off’ point) adalah prevalensi atau proporsi nasional. Untuk prevalensi penyakit menular, dikelompokkan menjadi: * Prevalensi tinggi bila prevalensi penyakit menular di kabupaten/ kota lebih tinggi dari prevalensi nasional. ‘© Prevalensi rendah bila prevalensi penyakit-menular di kabupaten/ kota lebih rendah dari prevalensi nasional, Untuk kemiskinan, digunakan data persentase penduduk miskin yang dike- lompokkan menjadi: © Kabupater/kota miskin bila persen- tase penduduk miskin lebih tinggi dari persentasi penduduk miskin nasional, yaitu > 16,6%. + Kabupater/kota kaya bila persen- tase penduduk miskin lebih rendah 39 dari persentasi penduduk miskin nasional, yaitu < 16,6%. Selanjutnya, dengan data tersebut dilakukan analisis bivariat dan multivariat, menggunakan program SPSS 15.0 untok mengetahui hubungan antara_prevalensi beberapa penyakit menular tersebut di atas dengan kemiskinan, Variabel prevalensi —_beberapa penyakit menular yang dikategorikan sebagai prevalensi tinggi dan rendah dengan cut off point (nilai potong) angka prevalensi nasional adalah sebagai berikut: (Tabel 1) Hasil analisis bivariat antara variabel tiap jenis penyakit menular dengan daerah (kabupaten/kota) miskin/kaya, adalah se- Dbagai berikut (Tabel 2) Analisis bivariat — menunjukkan bahwa semua jenis penyakit menular mempunyai hubungan yang bermakna dengan kemiskinan, Prevalensi tinggi tiap jenis penyakit menular sebagian besar terjadi pada daerah Kabupaten/kotamiskin, yaitu yang mempunyai persentase penduduk miskin 16,6%. Analisis muitivariat- menunjukkan bahwa di daerah kabupaten/kota yang miskin prevalensi penyakit malaria 3,2 kali lebih tinggi, prevalensi pneumonia 1,7 kali lebih tinggi dan prevalensi penyakit diare 1,6 kali lebih tinggi dibandingkan prevalensi penyakit-penyakit menular ter- sebut di daerah kabupaten/kota yang kaya. (Tabel 3) ‘Tabel 1, Prevalensi Beberapa Penyakit Menular di Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia, Tahun 2007 Hepatitis Tifoid ‘Tuberkulosis part Pneumonia ISPA Malaria Filariasis Campak Demam Berdarah Dengue 40 2,13 25,5 2,85 iL Lis 0,62 Jur. Peay Mir Indo. Vol.1.1.2009: 38-42 Hubungan Antara Penyakit...(Trihono, ral) Tabel 2. Analisis Bivariat antare Variabel Tiap Jenis Penyakit Menular dengan Daerah (Kabupaten/Kota) Miskin/Kaya Daerah (kabupaten/kota) —__miskin Kaya __ P Penyakit Menular Prev. tingal Prev onda Total N % N % N% Prevalensi Diare ‘Tinggi ut 62,0 68 38,0 179 100,0 0,000 Rendah 104 40,5 153 59,5 257 100,0 Prevalensi Hepatitis, Tinggi 87 64,9 47 35,1 134 100,0 0,000 Rendah 128 43,0 170 57,0 298 398,0 Prevalensi Tifoid Tinggi 103 63,2 60 36,8 163 100,0 0,000 Rendah 112 41,0 161 59,0 273 100,0 Prevalensi Tuberkulosis Tinggi 95 66,0 49 34,0 144 100,0 0,000 Rendah 120 441 172 58,9 292 100,0 Prevalensi pneumonia Tinggi 104 66,2 533 338 157 100,0 6,000 Rendah 11 398 168 60,2279 1000 Prevalensi ISPA. Tinggi 1s 558 91442206 100,0 0,010 Rendah 100 43,5 130 56,5 230 100,0 Prevalensi Malaria Tinggi 8 146 29 254 114 100,0 0,000 Rendah 129 40,3 191 59,7 320 100,0 Prevalensi Filaria Tinggi 67 70,5 28 29,5 95 100,65 0,000 Rendah ils 44,1 146 55,9 26) 100,0 Prevalensi Campak Tinggi 85 59,0 59 410 144 100,0 0,006 Rendah 130 44,5 162 55,5 292 100,0 Prevalensi DBD Tinggi 82 60,7 53 39,3 133 100,0 0,002 Rendah_ 133 44,2 168 55,8 301 100,0 ‘Tabel 3, Analisis Multivariat antara Variabel Prevalensi Penyakit Menular dengan Kemiskinan Daerah Kabupaten/Kota BSE. Sig. OR 95% CI Prevalensi malaria TIT 0.258 0.000 3.244:1.96-5.37 Prevalensi pnemonia 0568 0.247 0.021 1.764 1.76 - 2.86 Prevalensi diare 0.477 0.230 0.038 = 1.611 1.03 -2.53 Constant -1,507 0.249 0.000__0.222 B ‘regression coeficient SE standard error Sig: signifcancy OR odd ratio Cl confidence of interval 41 Pembahasan Dari hasil analisis bivariat yang dilakukan, semua jenis penyakit menular di Indonesia mempunyai hubungan yang bermakna dengan kemiskinan. Prevalensi tinggi tiap jenis penyakit menular sebagian besar terjadi pada daerah kabupaten/kota miskin, yaity kabupater/kota yang mem- punyai persentase penduduk miskin lebih dari 16,6%. Prevalensi penyakit malaria tiga kali lebih tinggi pada daerah kabupaten/kota yang penduduknya tergolong miskin. Malaria di Indonesia terstama banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur, dimana ditemukan tiga provinsi dengan prevalensi malaria klinis tinggi (12,0 - 26,1%) yakni di Papua Barat, Papua dan NTT®. Propinsi tersebut merupakan wilayah dengan persentase penduduk tergolong miskin lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia lainnya berdasarkan indeks kekayaan kuantil.* Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekomonis yang besar baik bagi keluarga yang bersangkutan maupun bagi pemerintah melalui _hilangnya produktivitas kerja, hilangnya kesempatan dan kemampuan rumah tangga untuk membiayai pendidikan (sekolah) dan beban biaya kesehatan yang tinggi. Dalam Jangka panjang, akan menimbulkan efek ‘menurunnya mutu SDM orang Indonesia . Prevalensi pneumonia 1,8 kali lebih tinggi pada dacrah kabupaten/kota yang penduduknya miskin. Pneumonia adalah penyakit yang menyerang jaringan paru yang ditandai dengan batuk disertai napas ‘cepat atau napas sesak, yang dapat me- nyebabkan kematian. Penyakit ini merupa- kan jenis penyakit infeksi saluran perna- ppasan akut (ISPA) yang paling banyak me- nyebabkan kematian pada balita dan anak- anak, lebih banyak dibandingkan kematian akibat penyakit infeksi lainnya.’ Sebagian besar kasus kematian akibat pneumonia (99%) pada anak-anak terjadi di negara- negara berkembang yang miskin, * a2 jarang terjadi pada negara-negara industri yang kaya. Di Indonesia, angka kematian balita akibat pneumonia pada akhir tahun 2000 diperkirakan sekitar 4,9/1000 balita, Surveimortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab ke- matian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita.? Pneumonia seringkali menyerang anak-anak dengan berat badan lahir rendah atau pada mereka dengan sistem imun yang lemah akibat malnutrisi atau akibat penyakit lainnya, yang merupakan kon- sekuensi dari suatu masyarakat dengan penduduk tergolong miskin. Kemiskinan terstruktur merupakan pangkal tidak dapatnya seseoarang untuk berpendidikan yang lebih tinggi, mendapatkan ling- kungan rumah yang lebih baik, dan akses mendapat pengetahuan yang lebih baik. Padahal faktor-faktor tersebut justru makin meningkatkan risiko untuk mendapatkan penyakit, Hasil analisis lanjut (multivariat) Riskesdas 2007 ini juga menunjukkan prevalensi diare 1,6 kali lebih tinggi pada daerah kabupaten/kota yang penduduknya tergolong miskin, Diare diklaim banyak ‘menyerang anak-anak usia di bawah lima tahun, dan sering terjadi di negara-negara berkembang dimana orang tua anak seringkali terlambat mengenali tanda-tanda bahaya terjadinya dehidrasi. Anak-anak meninggal dunia akibat tubuh mereka Jemah karena dehidrasi berat dan cepat pada diare yang disertai malnutrisi karena ketiadean makanan yang memadai. Tin- dakan yang efektif dan sederhana terhadap dehidrasi yang disebabkan oleh diare adalah dengan anjuran untuk memper- banyak asupan cairan melalui beberapa cara pengobatan rehidrasi, antara lain pemberian garam rehidrasi oral (oralit). Berdasarkan survei SDKI 2007, meskipun 90% ibu mengetahui tentang oralit namun hanya satu dari tiga (35%) anak balita yang menderita diare diberi oralit/garam rehidrasi.® Demikian pula, berdasarkan indeks kekayaan kuantil, pemberian rehi- Jur. Peny Mi Indo. Vol1.1.2009: 38-43, drasi oral hanya dilakukan oleh 31,6% masyarakat dengan indeks kvantil ter- bawah, atau dengan keta lain sebagian besar masyarakat miskin tidak melakukan antisipasi yang benar untuk mengatasi dehidrasi pada anak balitanya yang men- derita diare. Diare menjadi beban berat bagi pelayanan kesehatan di negara-negara miskin, dan beban Kesehatan semakin meningkat di wilayah-wilayah dengan sistem sanitasi lingkungan buruk, tingkat kebersihan Kurang dan kelangkaan air minum yang aman, Epidemi penyakit diare seperti kolera dan disentri kerap me- nyerang baik orang dewasa maupun anak- anak di negara-negara berkembang dan miskin. Selain itu, penyakit diare utama lainnya termasuk demam tifoid dan infeksi rotavirus, menjadi penyebab utama dehi- drasi berat diare pada anak-anak. Sebagian besar beban penyakit di negara-negara dengan mayoritas penduduk berpenghasilan rendah merupakan akibat dari kemiskinan itu sendiri, seperti gizi buruk/kurang, polusi udara di lingkungan dan di dalam rumah tangga, ketiadaan akses terhadap sanitasi yang memadai, edukasi Kesehatan yang kurang. WHO memperkirakan behwa miorbiditas yang dikaitkan dengan kemiskinan mencapai 45% dari beban penyakit di negara-negara termiskin. '° Kesakitan dan kematian akibat pe- nyakit infeksisesungguhnya dapat dicegah. Sudah ada intervensi kesehatan dengan biaya rendah untuk mencegah atau mengobati penyakit-penyakit infeksi yang dapat menyclamatkan kehidupan banyak umat manusia, antara lain melalui program imunisasi. Namun sayangnya terdapat se- jumlah hambatan schingga berbagai upaya pencegahan penyakit menular masih belum berjalan optimal. Hambatan utama adalah keterbatasan dana masyarakat untuk dapat mengakses pelayanan Kesehatan tersebut akibat kemiskinannya. Disamping itu, perilaku masyarakat terhadap cara dan Hubungan Antara Penyakit...(Trihono, etal) ‘budaya hidup sehat yang masih belum memadai. Kesimpulan Kemiskinan berpengaruh_terhadap kejadian penyakit menular di Indonesia, Pervalensi penyakit menular_umumnya lebih tinggi di dacrah kabupaten/kota “miskin” yang, persentase jumlah pendu- duk tergolong miskinnya tinggi (>16,6 %), dibandingkan dengan di daerah kabupaten Ikota “kaya”. Prevalensi penyakit malaria, pneumonia dan diare masing-masing ber- turut-turut 3 kali, 1,8 kali dan 1,6 kali lebih tinggi di daerah kabupaten/kota “miskin”, Daftar Rujukan 1. Infectious diseases are the biggest killer of the young. Tersedia di: https/iwww.who.in infectious-disease-reportipages/ch Itext.htm! ‘#Anchor2, diunduh: 11 June 2009) 2. Badan Pusat Statistik. Tingkat kemiskinan di Indonesia tahun 2007. Berita Resmi Statistik, No.38/07/TH. X, 2 Juli 2007. 3. Badan Litbangkes Depkes. Buku Saku RISKESDAS. Jakarta; 2006. 4. Badan Pusat Statistik. Pendaraan Sosial Ekonomi Tahun 2005. 5. Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan RI. Suvei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007, Laporan Pendahuluan, MEASURE DHS, Macro International Calverton, Maryland USA, Juni 2008. 6. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasit RISKESDAS Indonesia Tahun 2007 7. Mahmud, Rizanda dk. Faktor —risiko kabupaten miskin dalam kejadian pneumonia balita di Indonesia. Majalah Kedokieran Andalas; 30(1), 2006. (Abstrak) 8. Six diseases cause 90% of infectious disease deaths, Tersed ‘ttp:/wwrw, who. intinfectious-disease- teportpages/ch2text html¥Anchor1, diunduh: 11 June 2009 9% Departemen Keschatan RI. Profil Kesehatan Indonesia 2007;akaxta, 2008. 10. Steven, P, Disease of poverty and the 10/90 £889, International Policy Network, November 2004:1-16. 43

You might also like