You are on page 1of 11

APLIKASI HEALTH BELIEF MODEL PADA PERILAKU

PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE

HEALTH BELIEF MODEL APPLICATION ON DENGUE FEVER


PREVENTION BEHAVIOR

Helmy Bachtiar Attamimy1), M. Bagus Qomaruddin2)


1,2
Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku,
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Airlangga, Surabaya.
Email : baktihelmi@yahoo.com

Abstract: Dengue fever is an acute fever disease that caused by dengue virus by the bite of mosquito of
the genus aedes. In Indonesia, large number of dengue fever was fluctuatited every year, including
East Java. One of large number cases is the Kediri. The effort of dengue fever preventions should have
been comprehensive, including behavio factorsr. The aim know the relationship between the trust
factor through effort of dengue fever preventions in the working area of Community Health Center
Sukorame, Mojoroto, Kediri. This research uses quantitative approach that shaped descriptive
analytic by correlation study and cross sectional design. An instrument that is used was interview by
the simple random sampling technique. The data conducted in research is respondents as many as 100
people in the workplace of Community Health Center Sukorame. The dengue fever preventions effort
as variable dependent, and the trust of perceived susceptibility, severity, cues to action, benefits, and
bariers as independent variables. The result show that relation between dengue fever prevention effort
and perceived susceptibility rs= 0,292, saverity rs= 0,406, cues to actions rs= 0,432, benefits rs=
0,239, and barriers rs= -0,122. Beside that, among independent variable factors, perceived barriers
is not significant by sign = 0,144. Conclusion of the research that there is relation between the trust
factor on perceived severity, susceptibility, cues to action and benefits for dengue fever prevention in
the working area of Community Health Center Sukorame, Mojoroto, Kediri, and perceived barriers
which aren’t in related with dengue fever prevention in that areas.

Keyword: belief factor, HBM, dengue fever prevention behavior

Abstrak: Demam Berdarah adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue melalui
gigitan nyamuk dari genus Aedes. Jumlah kasus DBD di Indonesia fluktuatif setiap tahun, salah
satunya Jawa Timur. Salah satu kabupaten dengan jumlah kasus yang tinggi adalah Kota Kediri.
Upaya-upaya pencegahan DBD sudah seharusnya dilakukan secara menyeluruh, termasuk
perilakunya. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor kepercayaan dengan
upaya pencegahan DBD yang telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan
Mojoroto Kota Kediri. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang berbentuk deskriptif
analitik, dengan studi korelasi dan rancang bangun cross sectional. Instrumen yang digunakan yaitu
kuisoner wawancara dengan teknik simple random sampling. Sumber data penelitian dalam penelitian
ini yaitu responden sebanyak 100 orang pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Sukorame
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri. Variabel pada penelitian ini yaitu faktor kepercayaan berupa
kerentanan, keparahan, isyarat tindakan, manfaat, dan hambatan yang dirasa sebagai variabel
independen, dan upaya pencegahan DBD sebagai variabel dependen. Hasil penelitian diperoleh
hubungan upaya pencegahan DBD dengan faktor kerentanan rs= 0,292, faktor kerentanan rs =
0,406, faktor isyarat melakukan tindakan r s= 0,432, faktor manfaat rs= 0,239, dan faktor hambatan
yang dirasa rs= -0,122. Sedangkan diantara variabel independen, faktor hambatan tidak signifikan
dengan nilai signikansi 0,144. Kesimpulan pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan faktor
kepercayaan berupa keparahan, kerentanan, isyarat melakukan tindakan serta manfaat yang dirasa
terhadap upaya pencegahan DBD di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan Mojoroto Kota

245
246 Jurnal Promkes Vol. 5 No. 2 Desember 2017: 245 - 255

Kediri, tetapi hambatan yang dirasa tidak berhubungan terhadap upaya pencegahan DBD di wilayah
tersebut.

Kata Kunci: faktor kepercayaan, HBM, pencegahan DBD

PENDAHULUAN Kecamatan Mojorojo Kota Kediri yaitu sebesar


52 orang, lalu dibawahnya Puskesmas
Demam Berdarah merupakan penyakit Pesantren I dengan 44 orang dan Puskesmas
disebabkan oleh virus dengue dengan gejala Campurejo dengan 43 orang.
demam akut, dengan cara masuk ke peredaran
darah manusia melalui gigitan nyamuk dari Upaya-upaya pencegahan kejadian luar
genus Aedes. Penyakit Demam Berdarah biasa (KLB) sudah seharusnya dilakukan secara
Dengue (DBD) telah menyebar luas ke seluruh komprehensif. Baik pada tingkat kelompok
wilayah provinsi di Indonesia. Penyakit ini maupun pada tingkat individu. Salah satu
sering muncul sebagai KLB dengan angka contohnya pada tingkat kelompok melalui
kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. program pemberantasan sarang nyamuk oleh
Angka insiden DBD secara nasional desa siaga. Tercatat dalam data profil Dinkes
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kota Kediri tahun 2015, Desa Siaga pada
wilayah utara Kota Kediri merupakan tertinggi
Jumlah kasus DBD di Indonesia dengan strata purnama. Yaitu 6 berstrata
memiliki kecenderungan mengalami purnama, dan hanya 2 berstata pratama. Selain
peningkatan. Berdasarkan laporan Kemenkes dari faktor Desa Siaga, pemberantasan DBD
tahun 2014, jumlah kasus yang dilaporkan di juga bergantung dari tingkatan kelompok yang
Indonesia sebanyak 100.347, serta IR/angka lebih kecil seperti rumah tangga. Seperti halnya
kesakitan sebesar 40 per 100.000 penduduk. pada acuan tingkat STBM, rumah sehat dan
Sedangkan tahun 2015, jumlah kasusnya perilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS).
meningkat sebanyak 129.650 dengan angka Tercatat berdasarkan data kelurahan di kota
IR/angka kesakitan sebesar 51 per 100.000 Kediri tahun 2015, kelurahan yang
penduduk. Padahal dalam renstra Kemenkes melaksanakan Sanitasi Total Berbasis
untuk angka kesakitan DBD tahun 2015 sebesar Masyarakat (STBM ) berjumlah 46 Kelurahan.
<49 per 100.000 penduduk. Sedangkan untuk kelurahan yang stop BABS
(SBS) berjumlah 22 kelurahan (47,82%) terdiri
Jawa Timur adalah bagian dari yang dari Mojoroto 40,91%, kota 36,36% dan
belum mencapai renstra Kemenkes pada angka Pesantren 22,73%. Sedangkan di Kota Kediri,
kesakitan DBD. Berdasarkan laporan dalam dari jumlah rumah tangga yang ada, terdapat
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2014, sebanyak 82.668 jumlah rumah tangga yang
angka kesakitan DBD di Jawa Timur sebesar 52 dibina/dipantau sebesar 10.521 dan yang ber-
per 100.000 penduduk. Selain masalah tersebut, PHBS 5.535 (52,6%) dari jumlah rumah tangga
jumlah kematian tertinggi juga terjadi di Jawa yang ada. Dari data tersebut disimpulkan pada
Timur dengan 283 kematian, dan kemudian tingkat rumah tangga kondisi lingkungan masih
diikuti oleh provinsi lain, seperti Jawa Tengah menjadi permasalahan yang memungkinkan
dengan 255 orang dan Kalimantan Timur angka kejadian DBD masih tinggi, walaupun
dengan 65 orang. Jumlah kasus DBD di Kota tingkat kelompok sebetulnya sudah terdapat
Kediri Tahun 2015 sebesar 276 kasus. Hal ini upaya-upaya pencegahan DBD. Oleh
justru terjadi peningkatan dari tahun karenanya, pada tingkatan individu menjadi hal
sebelumnya yaitu 172 kasus di tahun 2014. yang penting untuk dilihat dan diamati perilaku
Sedangkan untuk angka case fatality rate (CFR) pencegahan penyakit, bukan hanya pada tingkat
mengalami peningkatan 0,4 % dengan adanya 1 kelompok.
kasus kematian. Hal diatas didasarkan pada
Profil Kesehatan Kota Kediri 2015. Profil Teori Blum (H.L Bloom: 1998)
tersebut juga menggambarkan dengan jumlah menjelaskan ada empat faktor utama yang
angka kesakitan/ incident rate (IR) terbanyak mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
berada di wilayah kerja Puskesmas Sukorame Keempat faktor tersebut merupakan faktor
Helmy Bachtiar Attamimy, M. Bagus Qomaruddin, Aplikasi Health Belief Model... 247

determinan timbulnya masalah kesehatan. Konsep Health Belief Model memberikan


Keempat faktor tersebut terdiri dari faktor gambaran bahwa terdapat 5 variabel
perilaku/gaya hidup (45 persen), faktor independen yang diteliti utnuk dilihat hubungan
lingkungan (30 persen), faktor pelayanan dengan variabel dependen berupa upaya
kesehatan (20 persen) dan faktor genetik (5 pencegahan DBD.
persen). Diantara faktor tersebut faktor perilaku Pertama, kerentanan yang dirasakan
manusia merupakan faktor determinan yang (Perceived Susceptibility). Penelitian ini
paling besar dan paling sukar ditanggulangi. melihat kerentanan dengan memunculkan
Perilaku dalam bentuk tindakan adalah suatu pendapat pada instrumen berupa: anggapan
respon terhadap rangsangan atau stimulus kerentaan pada saat berada kondisi lingkungan
dalam bentuk nyata yang dapat diobservasi tertentu, kerentanan pada seluruh usia dan
secara langsung melalui kegiatan wawancara seluruh orang, dan kerentanan bila tidak
dan kegiatan responden, merupakan bentuk melakukan upaya perlindungan DBD.
tindakan nyata/ tindakan seseorang (overt Anggapan dikategorikan menjadi tingkatan
behaviour), misalnya: pemakaian kelambu, mulai tidak rentan, cukup rentan, dan rentan.
kebiasaan keluar malam, pemakaian obat anti Kedua, keparahan yang dirasakan
nyamuk dll (Arsin, 2012). (Perceived Severity). Pengukuran keparahan
dilihat pada anggapan bahwa DBD bisa
Penelitian ini bertujuan untuk melihat menyebabkan kematian, dan kerugian yang
pada tingkat individu mengenai pandangan didapat, serta penilaian pada akibat yang
dalam melakukan perilaku pencegahan DBD di ditimbulkan dari DBD. Anggapan keparahan
wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan pada DBD dikategorikan mulai tidak parah,
Mojoroto Kota Kediri. Menurut Irwin cukup parah, dan parah.
Rosenstock (1974) setiap individu mempunyai Ketiga, isyarat untuk melakukan tindakan
penilaian kepercayaan pada tingkat kerentanan (Cues to action). Penelitian ini
dan keparahan masing-masing sehingga mengaktegorikan isyarat mulai tingkatan tidak
melakukan upaya pencegahan. Konsep Health pernah, jarang dan selalu mendapatkan isyarat
Belief Model dapat memberikan penilaian pada melakukan tindakan. Isyarat dalam instrumen
tindakan sehat untuk mencegan DBD pada penelitian memberikan pilihan pada hal-hal
tingkat individu. Sehingga akan diperoleh yang mengingatkan melakukan tindakan mulai
faktor kepercayaan yang menjadi latar belakang dari media massa, elektronik, dan non
melakukan pencegahan DBD di wilayah elektronik.
tersebut. Keempat, manfaat yang dirasakan
(Perceived Benefits). Faktor persepsi manfaat
METODE diperoleh berdasarkan instrumen yang
menanyakan tentang anggapan manfaat dari
Penelitian ini mengunakan kerangka melakukan pencegahan DBD. Baik 3M
konsep Health Belief Model, dengan dijelaskan (Menguras, mengubur, dan menutup) dan plus
berdasarkan teori Rosenstock 1977. berupa tambahan berupa memakai pelindung
diri saat tidur dan sebagainya. Persepsi manfaat
Individual Modifying Likelihood akan dikategorikan menjadi 3 yaitu, anggapan
Perceptions Factor of Action tidak bermanfaat, cukup bermanfaat, dan
bermanfaat.
Age, sex, Percieved
ethnicity, Benefits Kelima, hambatan yang dirasakan
Perceived
Susceptipt Personality, Minus (Perceived Barriers). Variabel ini merupakan
ibility/ Socioeconomic, percieved lawan dari persepsi manfaat. Persepsi hambatan
perceived Knowledge Barrier
menggambarkan beberapa kendala yang dirasa
Saverity
Perceive Threat oleh subjek penelitian. Instrumen penelitian ini
Likelihood
Behavior akan menggambarkan bentuk persetujuan pada
Cues to Action hambatan-hambatan untuk melakukan tindakan
pencegahan DBD. Persepsi hambatan
dikategorikan menjadi tidak hambatan, cukup
Gambar 1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian menjadi hambatan, dan hambatan.
Berdasarkan Teori Health Belief Model.
(Rosenstock:1977)
248 Jurnal Promkes Vol. 5 No. 2 Desember 2017: 245 - 255

Kerangka konsep diatas juga Sukorame Kecamatan Mojorojo Kota Kediri.


menjelaskan bahwa terdapat variabel yang Seluruh masyarakat yang masuk dalam
dapat mempengaruhi sebuah kepercayaan atau kelompok sampel merupakan masyarakat yang
persepsi seseorang secara tidak lansung. pernah menderita DBD maupun yang tidak
Variabel tidak lansung meliputi umur, budaya, pernah.
ekonomi, serta kepercayaan dan kesanggupan
diri. Namun dalam penelitian ini tidak diteliti Penelitian ini secara acak melakukan
faktor tersebut karena bukan merupakan pengambilan data, namun dalam
variabel langsung yang berpengaruh pada pelaksanaannya, untuk kelompok umur <18
sebuah tindakan pencegahan DBD. Hal yang tahun dan >70 tahun diwakilkan oleh orang tua
mendasar bahwa penelitian ini akan melihat atau yang mendampingi. Hal ini dimaksudkan
tindakan pencegahan DBD di wilayah tersebut agar instrumen penelitian bisa dipahami secara
dengan cukup mencari variabel yang terdapat optimal oleh objek penelitian.
kaitan dengan tindakan mengatasi Demam
Berdarah Dengue yang telah dilakukan di Cara Pengambilan Sampel
wilayah yang menjadi tempat penelitian secara
langsung. Teknik yang digunakan dalam
pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu
Bentuk penelitian yang dilakukan adalah teknik simple random sampling. Menurut
deskriptif analitik. Deskriptif analitik adalah Kerlinger (2006), simple random sampling
suatu penelitian yang mencoba menemukan merupakan sebuah metode penarikan dari
terus menerus segala proses yang menjadi sebuah populasi atau semesta melalui cara
alasan sebuah fenomena kesehatan inmi terjadi. tertentu sehingga setiap anggota populasi atau
Peneltian ini menggunkan pendekatan semesta yang dimaksudkan memiliki peluang
kuantitatif. Model yang digunakan adalah non yang sama untuk terpilih atau terambil.
eksperimental dengan studi korelasi. Studi
korelasional adalah studi untuk mencari ada Menurut Sugiyono (2001) dijelaskan
tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti. bahwa dikatakan simple (sederhana) karena
Sedangkan rancang bangun penelitian ini yaitu pengambilan sampel anggota populasi
cross sectional. Cross sectional yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
mempelajari dinamika korelasi antara faktor strata yang ada dalam populasi itu. Selain itu,
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, Margono (2004) juga menyatakan bahwa
observasi atau pengumpulan data sekaligus simple random sampling merupakan teknik
pada suatu saat (Notoatmodjo: 2005) untuk menperoleh sampel yang langsung
dilakukan pada unit sampling. Cara seperti ini
Populasi Penelitian dilakukan ketika anggota populasi diasumsikan
homogen. Rumus dalam menentukan
Populasi dalam penelitian ini adalah jumlahnya menggunakan rumus slovin:
seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah
kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan
Mojoroto Kota Kediri. Sedangkan untuk jumlah
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah
tersebut sejumlah 39.339 orang.
Dimana:
Sampel
N : Jumlah populasi
Terdapat satu sumber data penelitian n : Besar sampel
yang dilakukan dalam penelitian ini. Yaitu d : Tingkat kesalahan (0,1)
responden. Responden adalah kelompok
masyarakat yang dapat memberikan informasi Sehingga dilakukan perhitungan
yang mendalam tentang faktor kepercayaan sebagai berikut:
yang dijadikan variabel pada penelitian ini.
Responden ini terdiri dari masyarakat yang n = 39.939/(1+(39.939 (0.1)2 ))
bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas n = 99,75
Helmy Bachtiar Attamimy, M. Bagus Qomaruddin, Aplikasi Health Belief Model... 249

bivariat. Analisis univariat merupakan analisis


Setelah dilakukan seleksi populasi, yang bertujuan untuk menggambarkan dan
didapatkan besarnya sampel dalam penelitian menguraikan karakteristik masing-masing
ini sebesar 100 responden. Sedangkan yang variabel yang diteliti (Hastono, 2007). Variable
dimaksud dengan besarnya sampel adalah yang diteliti secara univariat dalam peneltian ini
sebagian dari jumlah populasi yang disajikan adalah faktor kepercayaan personal dalam
subjek penelitian. (Sugiyono, 2009). Setelah melakukan upaya pencegahan demam berdarah,
identifikasi terhadap 39.939 orang yang terdiri sehingga terdiri dari variabel persepsi manfaat,
dari jumlah popolasi di wilayah kerja dan hambatan. Data akan disajikan dalam
puskesmas Sukorame Kecamatan Mojoroto bentuk tabel distribusi frekuensi.
Kota Kediri, sehingga besar sampel yang
dibutuhkan dalam penelitian yang dilakukan Analisis bivariat yaitu analisis yang
sejumlah 100 warga. Hal tersebut mengacu bertujuan untuk menguji hubungan/pengaruh,
pada kerangka sampel yang merupakan perbedaan antara 2 variabel. Analisis bivariat
kelompok masyarakat yang berada di wilayah merupakan analisis yang dilakukan terhadap 2
kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan variabel (variabel bebas dengan variabel terikat)
Mojoroto Kota Kediri. yag diduga berhubungan. (Soekidjo
Notoadmojo, 2005: 188). Pemilihan ini
Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan untuk mengetahui persepsi yang
berhubungan dengan upaya pencegahan
Penelitian ini dilakukan di wilayah Demam Berdarah Dengue yang dilakukan.
kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan Uji statistik yang akan digunakan dalam
Mojoroto Kota Kediri. Pemilihan lokasi yang penelitian ini yaitu uji korelasi. Pemilihan ini
menjadi penelitian karena berdasarkan data, didasarkan bahwa uji korelasi bertujuan untuk
wilayah tersebut merupakan wilayah dengan melakukan analisis yang didasarkan pada jumlah
tingkan incident rate (IR)/angka kesakitan populasi, skala data, dan sampel serta jumlah
paling tinggi diantara wilayah kerja puskesmas variabel yang akan diteliti.
lainnya di kota Kediri. Penelitian dilakukan
dari November 2016 hingga April 2017, mulai
dari penyusunan proposal sampai pengolahan HASIL dan PEMBAHASAN
hasil. Lama waktu pengambilan data dari
responden tidak ditentukan hingga mendapat Gambaran hasil hubungan variabel
hasil atau data yang valid. dijelaskanan pada analisis bivariat penelitian ini
dengan cara mencari hubungan 2 variabel. Yaitu
variabel dependen berupa upaya Demam
Instrumen Pengumpulan Data
Berdarah Dengue dengan variabel independen
Instrumen pengumpulan data adalah berupa faktor persepsi pada teori Health Belief
pedoman wawancara kepada responden melalui Model yang meliputi persepsi kerentanan,
kuisoner yang dibagikan secara mendalam. keparahan, isyarat melakukan tindakan, manfaat
dan hambatan melakukan tindakan pencegahan
Pedoman ini berisikan sebuah DBD.
pertanyaan yang utama digunakan dalam
melakukan wawancara untuk menggali Hubungan Faktor Persepsi Kerentanan
informasi. Kuisoner tersusun atas data identitas dengan Upaya pencegahan DBD
responden dan pertanyaan tentang persepsi
yang menyusun teori Health belief model. Penelitian yang telah dilakukan dapat
diamati bahwa hasil hubungan faktor persepsi
Teknik Analisis Data kerentanan dengan upaya pencegahan DBD
dapat diketahui berdasarkan tabel 1.
Untuk melakukan pengujian hipotesis,
teknik analisis data yaitu analisis univariat dan
250 Jurnal Promkes Vol. 5 No. 2 Desember 2017: 245 - 255

Tabel 1. Hubungan Persepsi Kerentanan dengan Upaya Pencegahan DBD

Upaya Pencegahan DBD


∑ Sign rs
Kurang Cukup Baik
Tidak ∑ 0 1 0 1
Rentan % 0,0 100 0,0 100
Persepsi Cukup ∑ 0 1 1 2
,002 ,294
Kerentanan Rentan % 0,0 33,3 33,3 100
∑ 1 2 94 97
Rentan
% 1,03 2,06 96,9 100

Hasil penelitian yang dilakukan pada rumah yang bersih terhindar dari wabah DBD
100 orang yang berada di wilayah yang menjadi serta anggapan bahwa tidak melakukan upaya
lokasi objek penelitian, didapatkan bahwa perlindungan setiap saat memungkinkan
mayoritas objek penelitian yang menganggap terserang DBD.
rentan melakukan pencegahan DBD dengan
Persepsi kerentanan sebetulnya mengacu
baik. Namun masih ditemukan adanya objek
penilaian subjektif dari risiko terhadap masalah
penelitian yang tidak menganggap rentan,
kesehatan. Individu yang percaya bahwa mereka
namun melakukan pencegahan DBD cukup
memiliki risiko yang rendah terhadap penyakit
baik. Data menunjukkan 97 orang mengangap
lebih mungkin untuk melakukan tindakan yang
rentan terdapat 94 melakukan upaya
tidak sehat, dan individu yang memandang
pencegahan dengan baik, dan hanya 3 orang
memiliki risiko tinggi mereka akan lebih
yang melakukan upaya pencegahan DBD dalam
mungkin untuk melakukan perilaku untuk
kategori cukup dan kurang baik. Namun disisi
mengurangi risiko terserang penyakit
lain, juga terdapat objek penelitian yang
(Onoruoiza, 2015).
menganggap tidak rentan, namun melakukan
pencegahan cukup baik. Walaupun dalam Beberapa kondisi menjelaskan bahwa
jumlah yang sangat kecil. persepsi peningkatan kerentanan akan
mempunyai hubungan yang kuat dengan perilaku
Jika dilihat dari kekuatan hubungan
yang lebih sehat, dan penurunan kerentanan
antara variabel independen berupa faktor
untuk perilaku yang lebih tidak sehat. Namun,
persepsi kerentanan dengan variabel dependen
dalam kondisi tertentu konsep ini tidak selalu
berupa upaya pencegahan BDB, terjadi
terjadi. (Courtenay, 1998). Hasil ini juga selaras
hubungan yang lemah.
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hal ini dilihat dari persebaran faktor Widodo (2009) di lokalisasi Koplak Grobogan,
persepsi dengan upaya pencegahan serta bahwa semakin rendah persepsi kerentanan
koefisien korelasi yang menunjukkan angka seseorang, semakin rendah pula upaya
0,294. Hal tersebut mengacu pada nilai 0,201- pencegahan penyakit. Begitu juga sebaliknya.
0,401 dianggap lemah. (Nugroho:2005). Selain Hal ini semakin menguatkan bahwa hubungan
itu, nilai hubungan yang positif ini menandakan persepsi kerentanan berbanding lurus dengan
ada hubungan yang berbanding lurus, artinya tindakan kesehatan, jika dalam penelitian ini
bahwa jika individu semakin menganggap maka berupa upaya pencegahan DBD. Dengan
rentan, maka semakin baik melakukan upaya demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi
pencegahan DBD. kerentanan terdapat hubungan dengan tindakan
pencegahan DBD.
Penilaian dari faktor persepsi
kerentanan ditinjau dari beberapa anggapan
oleh subjek penelitian. Angapan tersebut
meliputi lingkungan yang kumuh beresiko Hubungan Faktor Persepsi Keparahan
tinggi terserang DBD, semua umur dapat dengan Upaya pencegahan DBD
terserang DBD, seluruh anggota keluarga bisa Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
terserang DBD setiap saat, dan tidak selalu dapat diketahui bahwa hasil hubungan persepsi
Helmy Bachtiar Attamimy, M. Bagus Qomaruddin, Aplikasi Health Belief Model... 251

keparahanan dengan upaya pencegahan DBD dari sebuah penyakit. Persepsi keparahan sering
pada penelitian ini dapat diketahui berdasarkan berdasarkan informasi kedokteran atau
informasi pada tabel berikut: pengetahuan lain. Terdapat kemungkinan juga
akan datang dari kepercayaan seseorang tentang
Hasil penelitian yang telah dilakukan
tingkat sebuah penyakit yang menghasilkan
dapat diketahui bahwa faktor persepsi
dampak pada kehidupan secara umum. (Mc
keparahan mempunyai hubungan dengan upaya
Cormick Brown, 1999). Pendapat tersebut
pencegahan DBD yang dilakukan oleh subjek
menjadi penguat dalam penelitian ini bahwa
penelitian, serta mengkategorikan tingkat
kerentanan berhubungan positif dengan variabel
hubungan yang kuat. Hal ini didasarkan temuan
independen berupa upaya pencegahan DBD yang
bahwa walaupun sebagian besar subjek
pernah dilakukan.
penelitian yang beranggapan parah melakukan
upaya pencegahan dengan baik, masih terdapat Hasil penelitian ini juga selaras dengan
juga yang cukup beranggapan parah, dan konsep keparahan menurut ahli. Salah satunya
bahkan tidak beranggapan parah masih menjelaskan bahwa persepsi keparahan juga
melakukan pencegahan DBD yang cukup baik, merupakan keseriusan suatu penyakit terhadap
walaupun sebagian kecil. individu, keluarga, atau masyarakat yang
mendorong seseorang untuk melakukan
Berdasarkan uji statistik korelasi
pencarian pengobatan atau pencegahan penyakit
spearman, hubungan variabel independen
tersebut. (Notoadmojo, 2007).
berupa faktor persepsi keparahan dan variabel
dependen berupa upaya pencegahan DBD yang Penelitian yang dilakukan oleh Sholiha
telah dilakukan subjek penelitian diperoleh (2014) menguatkan hasil pada penelitian ini.
koefisien korelasi 0,406. Jika koefisien korelasi Dimana tingkat keparahan terhadap penyakit
diantara 0,41-0,70 maka dinyatakan kuat. yang dirasakan menyebabkan individu percaya
(Nugroho: 2005). Sehingga hubungan antara bahwa konsekuensi dari tingkat keparahan yang
variabel tersebut dikuatkan melalui uji statistik dirasakan merupakan ancaman bagi hidupnya.
bahwa hubungan kedua variabel tersebut adalah Sehingga individu akan mengambil tindakan
kuat. Sedangkan nilai positif pada koefisien untuk mencari pengobatan dan pencegahan
menandakan hubungan antara variabelnya terhadap penyakit.
berbanding lurus. Artinya jika persepsi
Hasil penelitian ini juga dikuatkan
kerentanannya tinggi, maka akan semakin besar
kembali dengan penelitian yang dilakukan oleh
upaya pencegahan DBD yang dilakukan oleh
Fibriana (2013), berdasarkan teori Health Belief
subjek penelitian. Begitu juga sebaliknya, jika
Model (Rosenstock, 1977), dinyatakan bahwa
semakin kecil penilaian pada persepsi
dalam melakukan tindakan dalam mencegah
keparahan, maka semakin buruk upaya
terjadinya suatu penyakit maupun mencari
pencegahan DBD yang dilakukan.
pengobatan dipengaruhi oleh persepsi terhadap
Terdapat beberapa hal yang menjadi keseriusan yang dirasakan. Artinya ketika
faktor pendukung dalam penilaian persepsi apabila seseorang menderita suatu penyakit.
keparahan. Diantaranya yaitu anggapan bahwa Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat
DBD bisa menyebabkan kematian, sangat hubungan antara faktor persepsi keparahan
merugikan karena tidak produktif bekerja dengan upaya pencegahan DBD yang dilakukan.
hingga 1 minggu. Selain itu juga terdapat
Hubungan Faktor Isyarat Melakukan
anggapan bahwa DBD bisa mengakibatkan
Tindakan dengan Upaya Pencegahan DBD
anggota keluarga menurun aktifitas selama
beberapa hari. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat diketahui hasil hubungan faktor
Penilaian pada keparahan membahas
isyarat melakukan tindakan dengan upaya
kepada kepercayaan individu tentang keparahan

Tabel 2. Hubungan Persepsi Keparahan dengan Upaya Pencegahan DBD

Upaya Pencegahan DBD


∑ Sign rs
Kurang Cukup Baik
Tidak ∑ 0 1 1 2
Parah % 0 50 50 100
Persepsi Cukup ∑ 1 1 0 2 ,00 ,406
Keparahan Parah % 50 50 0 100
∑ 0 2 94 96
Parah
% 0 2,1 97,9 100
252 Jurnal Promkes Vol. 5 No. 2 Desember 2017: 245 - 255

pencegahan DBD berdasar tabel 3. Hubungan selaras dengan konsep bahwa isyarat melakukan
isyarat melakukan tindakan dengan upaya tindakan berhubungan dengan dorongan untuk
pencegahan DBD. menjalankan sebuah tindakan.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan
Penelitian yang telah dilakukan antara
hasil penelitian yang dilakukan oleh Aryani
variabel isyarat melakukan tindakan dengan
(2015) bahwa tingkat keaktifan mencari
upaya pencegahan di wilayah kerja puskesmas
informasi melalui segala bentuk media indormasi
Sukorame Kecamatan Mojoroto Kota Kediri
baik langsung maupun tak langsung seperti
dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan
teman, penyuluhan, petugas kesehatan, media
antara isyarat melakukan tindakan yang tinggi
cetak maupun elektronik memengaruhi cara
dengan upaya pencegahan yang baik. Artinya
menjaga kebersihan higiene. Semakin tinggi
bahwa mayoritas subjek ketika terdapat isyarat
keaktifan dan memperoleh informasi semakin
melakukan tindakan akan melakukan upaya
baik menjaga kebersihan higiene. Sehingga
pencegahan DBD dengan baik. Walaupun masih
dapat disimpulkan bahwa isyarat melakukan
terdapat subjek penelitian yang tidak
tindakan menjadi pengaruh yang kuat untuk
memperoleh isyarat melakukan tindakan namun
melakukan tindakan kesehatan.
upaya pencegahan DBD cukup baik dan baik.
Jika diamati pada uji statistik yang
dilakukan pada variabel isyarat melakukan Hubungan Faktor Persepsi Manfaat dengan
tindakan dengan upaya pencegahan DBD, Upaya Pencegahan DBD
maka dapat diketahui bahwa terdapat hubungan Berdasarkan penelitian yang telah
yang kuat. Nilai koefisien korelasi 0,432. dilakukan, dapat diketahui bahwa hubungan
Artinya bahwa terdapat hubungan yang kuat faktor persepsi manfaat dengan upaya
karena diantara 0,401-0,701 (Nugroho: 2005). pencegahan DBD dapat diketahui berdasarkan
Sehingga hal ini menguatkan dari gambaran tabel 4.
hasil kedua variabel ini. Selain itu, nilai positif
pada koefisien korelasi menggambarkan Hasil penelitian yang dilakukan tentang
hubungan yang berbanding lurus. Artinya faktor persepsi manfaat dengan upaya
bahwa jika terdapat isyarat melakukan tidakan pencegahan DBD dapat diketahui bahwa
semakin tinggi maka upaya pencegahan DBD terdapat hubungan persepsi manfaat yang
semakin tinggi pula. Begitu juga sebaliknya dirasakan oleh subjek penelitian dengan upaya
semakin tidak ada isyarat melakukan tindakan, pencegahan DBD. Hasil penelitian
maka semakin buruk tindakan upaya menggambarkan bahwa terdapat kecenderungan
pencegahan DBD. bahwa anggapan bermanfaat yang dirasakan
subjek penelitian diikuti dengan upaya

Tabel 3. Hubungan Isyarat Melakukan Tindakan dengan Upaya Pencegahan DBD

Upaya Pencegahan DBD Sign rs



Kurang Cukup Baik
∑ 0 1 3 4
Tidak
% 0 25 75 100
Isyarat
∑ 1 3 14 18
Melakukan Jarang ,00 ,432
% 5,5 16,5 78 100
Tindakan
∑ 0 0 78 78
Sering
% 0 0 100 100

Isyarat melakukan tindakan adalah pencegahan DBD. Selain itu, juga masih ada
kegiatan, orang, dan sesuatu yang bergerak anggapan cukup bermanfaat justru upaya
untuk mengganti sebuah perilaku awal. melakukan pencegahan DBD yang kurang baik.
Contohnya mencangkup kesakitan dari anggota
keluarga, laporan media, dan lain sebagainya. Hasil gambaran hubungan didukung
(Gramham, 2002). Sehingga penelitian ini dengan uji statistik untuk faktor persepsi
Helmy Bachtiar Attamimy, M. Bagus Qomaruddin, Aplikasi Health Belief Model... 253

manfaat dengan upaya pencegahan DBD ada hubungan yang signifikan antara faktor
disimpulkan lemah. Hal ini karena koefisien persepsi manfaat yang dirasakan dengan
korelasi yang menunjukkan 0,239. Hal ini komitmen melakukan upaya pencegahan tersier
didasarkan pada kategori dibawah 0,401 penyakit hipertensi. Hal tersebut sesuai dengan
dianggap lemah. (Nugroho: 2005). Selain itu, nilai OR=7.05 dan p=0.0001. Artinya bahwa
nilai positif pada koefisien menggambarkan ada kecenderungan yang tingga adanya
hubungan yang berbanding lurus. Artinya pengaruh kedua variabel, sehingga dari
semakin besar persepsi manfaat yang dirasakan penelitian yang dilakukan dan penelitian yang
oleh subjek penelitian, maka semakin baik sejenis diketahui bahwa terdapat hubungan
upaya pencegahan DBD yang dilakukan. Begitu positif antara persepsi manfaat yang dirasakan
juga sebaliknya. dengan upaya pencegahan DBD. Semakin tingi
merasakan manfaat, semakin tinggi melakukan
Jika dilihat pada persepsi manfaat yang perilaku pencegahan yang dimaksudkan.
dirasakan, subjek penelitian digambarkan
dengan perasaan dan anggapan manfaat yang Hubungan Faktor Persepsi Hambatan
dirasakan dalam beberapa aspek. Aspek dengan Upaya pencegahan DBD
tersebut meliputi penggunaan kelambu di
tempat tidur, mengubur dan menjual benda- Berdasarkan penelitian yang telah
benda bekas, tidak menggantung. dilakukan, dapat diketahui bahwa hasil
hubungan faktor persepsi hambatan dengan
Pembentuk rasa manfaat dalam penelitian upaya pencegahan DBD dapat diketahui
ini adalah berdasarkan dari pendapat orang berdasarkan tabel 5.
tentang nilai guna dari sebuah perilaku yang
baru dalam menurunkan resiko dari Hasil penelitian yang telah dilakukan
perkembangan sebuah penyakit. Masyarakat dapat diketahui bahwa tidak terdapat hubungan
cenderung mengadopsi perilaku lebih sehat faktor persepsi hambatan dengan upaya
ketika masyarakat dalam dirinya terdapat pencegahan DBD yang dilakukan. Hal ini karena
keyakinan bahwa perilaku hasil mengadopsi anggapan persepsi hambatan terdapat upaya
akan menurunkan kesempatan pengembangan pencegahan DBD yang kurang dan ada juga
penyakit yang lebih parah pada mereka. yang baik. Selain itu, bahkan anggapan tidak
hambatan juga terdapat upaya pencegahan DBD
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan yang baik.
hasil penelitian yang dilaksakan oleh Widodo
Berdasarkan uji statistik korelasi
(2009), bahwa semakin tinggi persepsi manfaat
spearman, hubungan variabel independen berupa

Tabel 4. Hubungan Faktor Persepsi Manfaat dengan Upaya pencegahan DBD

Upaya Pencegahan DBD Sign rs



Kurang Cukup Baik
Kurang ∑ 0 0 0 0
Bermanfaat % 0 0 0 0
Persepsi Cukup ∑ 1 0 2 3
,008 ,239
Manfaat Bermanfaat % 33,3 0 66,7 100
∑ 0 4 93 97
Bermanfaat
% 0 4,1 95,9 100

pencegahan terhadap infeksi menular seksual faktor persepsi hambatan dengan variabel
dan HIV&AIDS semakin baik praktiknya dependen berupa upaya pencegahan DBD yang
dalam pencegahan datangnya penyakit infeksi telah dilakukan subjek penelitian diperoleh
menular seksual dan HIV&AIDS. koefisien korelasi -0,122. Walaupun hubungan
kedua variabel ini tidak signifikan, terlihat nilai
Penelitian yang sejenis dari hasil temuan korelasi demikian, diantara 0,001-0,201 maka
penelitian juga dikuatkan dengan penelitian dinyatakan sangat lemah. (Nugroho: 2005).
yang dilakukan Purwono (2014) bahwa terdapat Sehingga hubungan antara variabel tersebut
254 Jurnal Promkes Vol. 5 No. 2 Desember 2017: 245 - 255

dapat disimpulkan sangat lemah. Sedangkan iklim pada waktu tertentu. Subjek penelitian
nilai negatif pada koefisien menandakan menjelaskan jika pada musim penghujan ada
hubungan antara variabelnya berbanding kecenderungan lebih memakai kelambu dan
terbalik. Artinya jika persepsi hambatan yang upaya pencegahan DBD lainnya karena tidak
diarakan subjek penelitian tinggi, maka akan menjadi hambatan. Berbeda ketika musim
semakin buruk upaya pencegahan DBD yang kemarau yang relatif suhu tinggi sehingga
dilakukan oleh subjek penelitian. Begitu juga menggunakan kelambu, obat nyamuk saat tidur
sebaliknya, jika semakin kecil penilaian pada dan lain-lain menjadi hambatan tersendiri.
persepsi hambatan, maka semakin baik upaya
Kedua, alasan kondisi perekonomian yang
pencegahan DBD yang dilakukan. Namun dalam
dimaksudkan adalah keadaan kepemilikan
uji statisktik dapat diketahui bahwa nilai
sumberdaya untuk membeli pelindung anti
signifikansi yang diatas 0,05, yaitu 0,144,
nyamuk. Sebagian besar subjek penelitian
sehingga tidak memenuhi syarat untuk diterima
menganggap hambatan ketika keluarga tidak
dalam uji korelasi spearman, atau tidak
memprioritaskan membeli obat anti nyamuk
bermakna secara signifikan.
karena terdapat kebutuhan lain yang lebih
Hasil penelitian ini temuan hubungan mendesak. Begitu juga sebaliknya, pada waktu
berbanding terbalik ini dikuatkan dengan tertentu banyak subjek penelitian yang tidak
pendapat menurut Conner dan Norman (2012) menjadikan hambatan karena selalu ada
bahwa hubungan persepsi hambatan dengan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan seperti
perilaku sehat adalah negatif. Artinya bahwa jika pelindung dari serangan DBD.
persepsi hambatan terhadap perilaku sehat tinggi
Ketiga, faktor lingkungan lainnya. Faktor
maka perilaku sehat tidak akan dilakukan.
lingkungan lainnya yang dimaksud seperti
Terdapat beberapa hal yang menjadi faktor kurangnya dukungan dalam menjaga kebersihan
pendukung dalam penilaian persepsi hambatan, bersama, dan menurunnya motivasi.
diantaranya anggapan hambatan pada pelayanan
Hambatan yang dirasakan sebetulnya
kesehatan sulit diakses, lingkungan yang sulit
adalah persepsi tentang segala hal yang menjadi
untuk diubah, obat anti nyamuk sangat
penghambat dalam melaksanakan dan
merepotkan dan tidak terbiasa, serta tindakan
mengadopsi sebuah perilaku baru. (Janz &
memasang kelambu ditempat tidur
Becker, 2002). Jika kita melihat penelitian yang
membutuhkan biaya yang mahal dan
sejenis tentang sebuah hambatan dalam konsep
mengganggu. Beberapa hal yang menyebabkan
health belief seperti adanya hambatan pun
Tabel 5. Hubungan Faktor Persepsi Hambatan dengan Upaya pencegahan DBD

Upaya pencegahan DBD Sign rs



Kurang Cukup Baik
Tidak ∑ 1 1 67 69
Hambatan % 1,5 1,5 97 100
Persepsi Cukup ∑ 0 3 22 25
0,144 -0,122
Hambatan Hambatan % 0 12 88 100
∑ 0 0 6 6
Hambatan
% 0 0 100 100

tidak signifikan adalah banyak dari subjek perilaku baru diadopsi. Dalam percobaan
penelitian yang tidak menentu dalam meningkatkan praktek periksa payudara sendiri
menganggap suatu hambatan yang dirasakan. (SADARI) pada sekelompok wanita, terlihat
Terdapat beberapa alasan seperti cuaca, kondisi bahwa ancaman kanker payudara akan
perekonomian keluarga, hingga faktor mendorong adopsi dari praktek diagnosis dini.
lingkungan lainnya. Namun dalam peneingkatan praktek tersebut
juga dipengaruhi oleh hambatan melakukan
Pertama, cuaca yang dimaksud dalam hal
SADARI. Artinya bahwa persepsi hambatan
hambatan melakukan tindakan adalah kondisi
Helmy Bachtiar Attamimy, M. Bagus Qomaruddin, Aplikasi Health Belief Model... 255

memberikan pengaruh yang lebih dominan pada Notoatmodjo, S. 2005, Promosi kesehatan teori
perilaku daripada ancaman kanker itu sendiri dan Aplikasi, Jakarta : PT Rineka Cipta
(Umeh & Rogan-Gipson, 2011).
Notoatmodjo, S. 2007. Perilaku kesehatan dan
ilmu perilaku, Jakarta: PT Rineke Cipta.
SIMPULAN Onoruoiza SI, Musa, Umar BD, Kunle. 2015.
Using Health Beliefs Model as an Intervention to
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat
Non Compliance with Hypertension Information
disimpukan sebagai berikut:
among Hypertensive Patient. IOSR Journal Of
1. Ada hubungan faktor kerentanan yang Humanities And Social Science (IOSR-JHSS),
dirasakan individu terhadap prilaku pencegahan 20(9): V.
DBD di wilayah kerja Puskesmas Sukorame
Pemkot Kediri. 2015. Profil Kesehatan Kota
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
Kediri Tahun 2015. Kediri. Kepala Dinas
2. Ada hubungan faktor keparahan yang Kesehatan Kota Kediri.
dirasakan individu terhadap prilaku pencegahan
Purwono J. 2014. Faktor-Faktor Yang
DBD di wilayah kerja Puskesmas Sukorame
Berhubungan Dengan Komitmen Pencegahan
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
Tersier Penyakit Hiper-tensi Pada Masyarakat Di
3. Ada hubungan faktor isyarat melakukan Wilayah Kerja Puskesmas Kota Metro Tahun
tindakan terhadap perilaku pencegahan DBD di 2014. Jurnal Keperawatan Aisyiyah 1.
wilayah kerja Puskesmas Sukorame Kecamatan
Rosenstock, Irwin M., 1974. The Health Belief
Mojoroto Kota Kediri.
and Preventive Health Behavior. Health
4. Ada hubungan faktor penilaian manfaat yang Education Monograph, 2(4): 354.
dirasakan terhadap perilaku perilaku pencegahan
Sholiha, Mushallinas. 2014. Hubungan Paritas
DBD di wilayah kerja Puskesmas Sukorame
Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Pada
Kecamatan Mojoroto Kota Kediri.
Ibu Bersalin. Jurnal Penelitian Kesehatan Vol 5,
5. Tidak ada hubungan faktor penilaian No 1 (2014): Bojonegoro. Akademi Kesehatan
hambatan yang dirasakan terhadap perilaku Rajekwesi Bojonegoro.
prilaku pencegahan DBD di wilayah kerja
Sirait, Linda Mayarni. 2012. Tesis: Hubungan
Puskesmas Sukorame Kecamatan Mojoroto Kota
Komponen Health Belief Model (HBM) dengan
Kediri.
Tindakan Penggunaan Kondom pada Anak Buah
DAFTAR PUSTAKA Kapal (ABK) di Pelabuhan Belawan. Sumatra
Aryani, R. 2012. Kesehatan Remaja: Problem Utara.
dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif,
Bhuono Agung, Nugroho. 2005. Strategi Jitu Kualitatif dan R&D. Bandung : Penerbit
Memilih Metode Statistik Penelitian dengan Alfabeta.
SPSS. Yogyakarta : ANDI Umeh, K. & Rogan-Gipson, J. 2011. Perception
Conner MT & Norman PD. 2012. Health of Theath, Benefits, and Barriers in Breast Self
behaviour: Current issues and challenges Excamination Amongst Young Asymptomatic
Psychology and Health, 32(8), 895-906. Woman. Britist Journal of Health Psychology. 6
(4), 361-673
Fibriana, A. I. 2013. Determinan keikutsertaan
pelanggan wanita pekerja seks (WPS) dalam Widodo, Rahayu. 2009. Pemberian Makanan,
program Voluntary Conseling and Testing Suplemen dan Obat pada Anak. Jakarta : EGC.
(VCT). Jurnal Kesehatan Masyarakat, 08(02),
146-151.
Hastono, S.P. 2007. Basic Data Analysis For
Health Research. Depok: FKM-UI
Hanson, J.A., & Becker, M.H. (2002) . Use of
Health Belief Model to examine older adultt’s
food-handling behavior. Journal of Nutrition
Education, 34, 525-530.

You might also like