You are on page 1of 14

Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIFITAS OBAT ANALGETIKA


Analgetika adalah senyawa yang dapat menekan fungsi Sistem saraf pusat secara selektif, digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetika bekerja dengan meningkatkan
nilai ambang prespsi rasa sakit. (Siswandono dan Soekardjo 2008)

Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu
analgetika narkotik dan analgetika non narkotik. (Siswandono dan Soekardjo 2008)

ANALGETIKA NARKOTIK
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan Sistem saraf pusat secara selektif, digunakan
untuk mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah
operasa dan kolik usus atau ginjal. Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anastesi,
bersama-sama dengan atropine, untuk mengontrol sekresi. (Siswandono dan Soekardjo 2008)

Aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar dibandingkan aktifitas analgetika non narkotik sehingga
disebut juga analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak
disalahgunakan. (Siswandono dan Soekardjo 2008)

Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan,
dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom abstinence
atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian katena terjadi depresi pernafasan.
(Siswandono dan Soekardjo 2008)

Mekanisme kerja analgetika narkotik

Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan
spinal chord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk. (Siswandono dan
Soekardjo 2008)

Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk
timbulnya aktifitas analgesik, yaitu :

1. Struktur bidang datar, yang mengikat cicin


aromatik obat melalui ikatan van der Waals.
2. Tempat anionic yang mampu berinteraksi
dengan pusat muatan positif obat.
3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk
menampung bidang -CH2-CH2- dari proyeksi
cincin piperidin, yang terletak di depan bidang
yang mengandung cincin aromatik dan pusat
dasar.

Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan morfin,
tirinan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) dan turunan lain-lain.

1
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

A. Turunan Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum. Opium mengandung
tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan
narsein. (Siswandono dan Soekardjo 2008)
Selain efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan.
Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena turunan
morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya,
yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah. (Siswandono dan
Soekardjo 2008)

Struktur umum turunan morfin

Hubungan struktur dan aktivitas


Hubungan struktur-aktivitas turunan morfin dijelaskan sebagai berikut:

Fenolik OH
Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara
drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik (Patrick, 1995)

Metilasi gugus hidroksil fenol menurunkan aktivitas analgesik

2
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Alkohol
Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan
pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan aktivitas lebih
disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor analgesik.
Dengan kata lain, lebih ditentukan oleh berapa banyak obat yang mencapai reseptor, bukan seberapa
terikat dengan reseptor (Patrick, 1995)
Analog morfin menunjukkan kemampuan untuk mencapai reseptor lebih efisien dibandingkan dengan
morfin itu sendiri. Hal ini disebabkan karena reseptor analgesik terletak di otak dan untuk mencapai
otak, obat harus melewati sawar darah otak. Dalam rangka untuk mencapai otak, maka terlebih
dahulu harus melewati barier ini. Mengingat barier tersebut adalah lemak maka senyawa yang
bersifat polar akan kesulitan menembus membran. Morfin memiliki tiga gugus polar (fenol, alkohol
dan, amin) sedangkan analognya telah kehilangan gugus polar alkohol atau ditutupi dengan gugus
alkil atau asil. Dengan demikian maka analog morfin akan lebih mudah masuk ke otak dan
terakumulasi pada sisi reseptor dalam jumlah yang lebih besar sehingga aktivitas analgesiknya juga
lebih besar (Patrick, 1995)

Efek kehilangan gugus hidroksil alkohol pada aktifitas analgesik

R Analgesik v morfin R1 R2 v morfin


Me Heterokodein 5x H OH Efek dapat
meningkat atau
Et 6-ethylmorphine Efek meningkat H H
sama saja
Acetyl 6-Acethylmorphine 4x Ketone Ketone

Ikatan Rangkap C7 dan C8


Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding
morfin. (Siswandono dan Soekardjo , 2008)
Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak penting untuk
aktivitas analgesik (Patrick, 1995)

Dihyrdoksimorphine

3
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Gugus N-Metil
Atom nitrogen dari morfin akan terionisasi ketika berikatan dengan reseptor. Penggantian gugus
N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak menghilangkannnya. Gugus N-H
lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier sehingga menyulitkannya dalam menembus
sawar darah otak akibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa
substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgesik. Sedangkan penghilangan atom N
akan menyebabkan hilangnya aktivitas (Patrick, 1995)

X Aktifitas Analgesik dibanding morfin


NH Normorphine 25%
Me
N+ N-Oxydemorphine 0%
O
Me
N+ Quatemary Salt 0%
Me

Cincin Aromatik
Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak
akan menghasilkan aktivitas analgesik. Cincin Aromatik dan nitrogen merupakan dua struktur yang
umum ditemukan dalam aktivitas analgesik opioid. Cincin Aromatik dan nitrogen dasar adalah
komponen penting dalam efek untuk µ agonis, akan tetapi jika hanya kedua komponen ini saja, tidak
akan cukup juga untuk menghasilkan aktivitas, sehingga penambahan gugus farmakofor diperlukan.
Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik (Patrick, 1995).
Jembatan Eter
Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan munurunkan aktivitas (Siswandono dan Soekardjo,
2008).

4
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Stereokimia
Morfin adalah molekul asimetrik yang mengandung beberapa pusat kiral dan secara alami sebagai
enansiomer tunggal. Ketika morfin pertama kali disintesis, dibuat sebagai sebuah rasemat dari
campuran enansiomer alami dan bagian mirror-nya. Ini selanjutnya dipisahkan dan “Unnatural”
morfin dites aktivitas analgesiknya dimana hasilnya tidak menunjukkan aktivitas (Patrick, 1995)
Hal ini disebabkan karena interaksi dengan reseptornya dimana telah diidentifikasi bahwa setidaknya
ada tiga interaksi penting melibatkan fenol, cincin aromatik dan amida pada morfin. Reseptor
mempunyai gugus ikatan komplemen yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga mampu
berinteraksi dengan ketiga gugus tadi. Sedangkan pada “Unnatural” morfin hanya dapt terjadi satu
interaksi resptor dalam sekali waktu (Patrick, 1995)

‘Unnatural’ Morphine, mirror image no analgesic activity

3-interaksi pada reseptor Hanya 1-interaksi pada reseptor


(Gugus –OH tersembunyi di belakang diagram)

Perbandingan morfin dan unnatural morfin

Epimerization pusat kiral tunggal seperti posisi 14 tidak juga menguntungkan, karena perubahan
stereokimia di bahkan satu pusat kiral dapat mengakibatkan perubahan bentuk yang drastis, sehingga
mustahil bagi molekul untuk berikatan dengan reseptor analgesik (Patrick, 1995).

5
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Aktifitas analgesik 10% Morfin

: Epimerization of a single chiral centre

Jenis ikatan
Van der Waals

Ikatan Hidrogen

Ikatan Ion

: Gugus fungsi yang penting dalam ikatan morfin dengan reseptor

Penghilangan Cincin E
Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini menunjukkan
pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik (Patrick, 1995).

Struktur morfin

6
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Penghilangan Cincin D
Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian senyawa yang disebut morphinan yang
memiliki aktivitas analgesik yang bermanfaat. Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen tidak terlalu
penting (Patrick, 1995).

N-Metilmorfinan Levopropanol Levallorphan 15x lebih poten dari


20% aktivitas morfin 5x lebih poten dari morfin Antagonis yang poten morfin
20% aktivitas morfin
Pembukaan Cincin C dan D
Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus senyawa yang dinamakan benzomorphan yang
mempertahankan aktivitas analgesik. Hal ini menandakan bahwa cincin C dan D tidak penting untuk
aktivitas analgesik (Patrick, 1995).

Metazocene Penazocene
Potensi sama dengan morfin 4x lebih poten dari morfin

Bremazocine
Pentazocine
33% aktivitas morfin, durasi
singkat, adiksi rendah

7
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Penghilangan cincin B,C, dan D


Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa 4-phenylpiperidine yang memiliki
aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa cincin B,C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik
(Patrick, 1995)

Meperidin (petidin) 20%


aktivitas morfin Ketobemidone

4-phenyl piperidines

Penghilangan cincin B,C,D,dan E


Penghilangan cincin B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa analgesik yaitu metadon (Patrick, 1995).
Sementara Cincin Piperidin pada metadon akan terbentuk dalam larutan atau cairan tubuh akibat
gaya tarik menarik dipol-dipol.
Hubungan struktur-aktifitas lain
a. Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik.
b. Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau penggantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau
hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
c. Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik.
d. Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan aktivitas analgesik.
e. Hidrogenasi ikatan rangkap c7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi.
f. Substansi pada cincin aromatik akan mengurangi aktivitas analgesik.
g. Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 menurunkan aktivitas.
h. Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Gugus Modifikasi Nama obat Aktifitas
Analgesik
Hidroksil Fenol -OH -OCH3 Kodein 15 +antibatuk
-OCH2CH3 Etilmorfin 10+kemosis

HIdroksi Alkohol -OH -OCH3 Heterokodein 500


-OCH2CH3 240
-OCOCH3 Asetilmorfin 420
=O Morfinon 37

Alisiklik tidak jenuh CH=CH- -CH2-CH2- Dihidromorfin 120

8
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Jembatan eter =C-O-CH- =C-OH H2C- 13

N-Tersier N-CH3 N-H Normorfin 5


N-R(alil, propil, isobutil) Antagonis morfin

N-CH2CH2- 1400

Substitusi lain NH2 (pada posisi 2) Aktifitas turun


Cl/Br (pada posisi 1) 50
CH3 (pada posisi 6) 280

B. Turunan Meperidin

Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan
karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga
dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)

C. Turunan Metadon

Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak
mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat
membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik
dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.

R1 R2 Nama Obat Isomer garam Aktivitas analgesik

COC2H5 -CH2-C-H-N(CH3)2 Metadon HCl 1

CH3

COC2H5 -CH-CH-N(CH3)2 Levanon bitartrat 1,9

CH3

COC2H5 -CH2-CH2-N(CH3)2 Normetadon α, (±), HCl 1,3

-CH2-CH-N(CH3)2 Asetilmetadol ß, (±), HCl 2,3


CHC2H5OCOCH3
CH3

OCOC2H5 -CH-CH2-N(CH3)2 Propoksifen ±HCl 0,21

CH3

(Siswandono dan Soekardjo, 2008)

9
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Contoh:

a. Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon
adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan
sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.
b. Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer
α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai
efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama
dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk
menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan
efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare,
antibatuk dan antipiretik. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)

ANALGETIKA NON NARKOTIK


Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat sehingga
sering disebut analgetika ringan, juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi
dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan
sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua
kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory
Drugs = NSAID) (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

Mekanisme Kerja

Analgesik

Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan
selektif enzim-enzim pada Sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti
siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit,
seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang
dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

Antipiretik

Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada
penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi
air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

Antiradang

Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran
prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan
gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis
mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki
jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang
terkena radang (Siswandono dan Soekardjo, 2008).

10
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Penggolongan

Analgetik-Antipiretika

Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit
tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit Berdasarkan struktur kimianya obat
analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin adan para-aminifenol, dan
turunan 5-pirazolon. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)

Turunan Anilin dan para-Aminofenol


Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid, dan fanasetin, mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi dan antirematik.
Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat
penurun panas yang cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan
hepatotoksik.
Hubungan struktur-aktivitas
1) Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena
menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai
pembawa oksigen.
2) Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan
toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis
terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan
methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid
mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga
rendah.
3) Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa
oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid
sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4) Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding anilin
dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai oat
sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
5) Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya,
pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
6) Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin)
meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka
pembentukan methemoglobin akan meningkat.
7) Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene
akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8) Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada
penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat
karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
9) Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas
analgesik. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)

11
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin, amidopirin, dan metampiron mempunyai aktifitas analgesik-
antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit
pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan usus, neuralgia, migraine,
dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek sampinga yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon
adalah agranulositosis yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal. (Siswandono dan Soekardjo,
2008)

Anti Radang Bukan Steroid

Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu
turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan salisilat, turunan
heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)

Turunan asam salisilat


Asam salisilat memiliki aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral
karena terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik anti piretik adalah senyawa turunannya.
Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang
berhubungan dengan rematik. Kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi, dismenore, dan nyeri
pada kanker, tidak efektif untuk mengurangi nyeri pada kram, kolik dan migrain, turunan asam salisilat
mempunyai efek samping mengiritasi lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan berhubungan
dengan gugus karboksilat yang bersifat asam, sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh
penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan
vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan vasokonstriksi
mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung. (Siswandono dan
Soekardjo, 2008)
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek samping, modifikasi struktur
turunan asam saisilat telah dilakukan melalui empat jalan, yaitu:
1. Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida. Turunan tipe ini
memiliki efek antipiretik rendah dan lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai
counterirritant dan obat gosok karena di absorbs dengan baik melalui kulit.
Contoh: metilsalisilat, asetaminosasol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan
salisilamid.
2. Substitusi pada gugus hidroksil, Contoh : asam asetil salisilat ( aspirin ) dan salsalat.
3. Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan pada prinsip salol, dan
pada in vivo senyawa di hidrolisis menjadi aspirin.
4. Memasukan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-
gugus fungsional. Contoh : flufensial, diflunisal dan meseklazon.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat


1) Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk
aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
2) Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi
menimbulkan toksisitas lebih besar.
3) Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.

12
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

4) Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil
menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
5) Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
6) Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat
meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek
samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
7) Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan
menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester
ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang
banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik, penyakit pirai pada
sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping agranulositosis yang cukup besar dan iritasi
lambung. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Turunan Asam N-Arilantranilat
Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan Asam N-Arilantranilat digunakan
sebagai antiradang pada pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang
ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping san iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri
abdominal, anemia, agranulositosis dan trombositopenia. (Siswandono dan Soekardjo, 2008)
Hubungan struktur aktivitas
1) Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila pada cincin benzene
yang terikat atom N mempunyai substituen-substituen pada posisi 2,3, dan 6
2) Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa
mempunyai aktivitas yang lebih besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar
koplanaritas asam antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor
hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-
klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgesik
3) Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti O,S, dan CH2
dapat menurunkan aktivitas.
(Siswandono dan Soekardjo, 2008)

13
Bayu Mario
Hubungan Struktur-Aktivitas Obat Analgetika

DAFTAR PUSTAKA
Patrick, Graham. 1995. An Introductin To Medicinal Chemistry. New York: Oxford University
Press.
Siswandono dan B. Soekardjo. 2008. Kimia Medisinal edisi ke-2. Surabaya: Airlangga University
Press.

14
Bayu Mario

You might also like