You are on page 1of 14

Jurnal e-Jipbiol

Volume 2 No 3 (2014)

KANDUNGAN GIZI DUA JENIS VARIETAS SINGKONG (Manihot esculenta)


BERDASARKAN UMUR PANEN DI DESA SINEY KECAMATAN
TINOMBO SELATAN KABUPATEN PARIGI MOUTONG

Firga Feliana1
Abd Hakim Laenggeng2 dan Fatmah Dhafir2
1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi Untad
2
Dosen Program Studi Pendidikan Biologi Untad

firgalasapa@yahoo.com

ABSTRACT

The objective of this research is to determine the uterus of nutrient in Two Varieties
Types Cassavas (Manihot esculenta), based on crop age by using proximate method.
Sample of cassava that used in this research was get from Siney village, Tinombo Selatan
District, Parigi Moutong Regency. The method that used in this research is descriptive
research by using proximate analysis method with approach protein analysis was done
through macro kjedhal method, the fat was analysis with soxhlet method, analysis of water
rate by used oven method, the crude fiber was analysis by used of wash method, analysis of
ash rate with used Tanur method, and analysis of carbohydrate did by proximate method.
This research was conducted in nutrition and livestock food laboratory, ranch and fishery
faculty, Tadulako University. And then the researcher has been gotten the result analysis of
nutrient uterus in two varieties cassavas they are: varieties Adira cassava with short crop
age(7 months) gotten the analysis of water rate 66,20%, crude fat 0,83%, crude protein
2,45%, crude fiber 0,73%, ash rate 0,66%, and carbohydrate 29,17%. varieties Bogor
cassava with long crop age (12 months) gotten by analysis water rate 53,99%, crude fat
1,00%, crude protein 1,88%, crude fiber 0,57%, ash rate 0,69%, and carbohydrate 46,87%.
This result gets to be made by base to clarify that the difference variety and the cassava
crop age will produce the result uterus of nutrient was different. Based on the uterus of
nutrient in two varieties types cassavas (Adira and Bogor) that has high enough nutrient
uterus is the cassava variety Adira.

Key words: Cassava (Manihot esculenta), Nutrient, Proksimat.

1
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kandungan gizi dua jenis varietas singkong
(Manihot esculenta) berdasarkan umur panen dengan menggunakan metode proksimat.
Sampel singkong yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari Desa Siney, Kecamatan
Tinombo Selatan, Kabupaten Parigi Moutong. Jenis penelitian yang digunakan adalah
deskriptif, analisis proksimat menggunakan pendekatan metode Makro Kjedhal pada
analisis protein, motode Soxhlet pada analisis lemak, metode Oven pada analisis kadar air,
metode Pencucian pada analisis serat kasar, metode Tanur pada analisis kadar abu dan
analisis karbohidrat dilakukan dengan cara perhitungan Proximat. Penelitian ini
dilaksanakan di laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan dan
Perikanan Untad. Selanjutnya diperoleh hasil analisis kandungan gizi dua jenis varietas
singkong yaitu : Singkong varietas Adira dengan umur panen pendek (7 bulan) diperoleh
analisis kadar air 66,20%, lemak kasar 0,83%, protein kasar 2,45%, serat kasar 0,73%,
kadar abu 0,66%, dan karbohidrat 29,17%. Singkong Varietas Bogor dengan umur panen
panjang (12 bulan) diperoleh analisis kadar air 53,99%, lemak kasar 1,00%, protein kasar
1,88%, serat kasar 0,57%, kadar abu 0,69%, dan karbohidrat 46,87%. Hasil ini dapat
dijadikan dasar untuk menyatakan bahwa perbedaan varietas dan umur panen singkong
akan menghasilkan kandungan gizi yang berbeda. Berdasarkan hasil analisis kandungan gizi
dua jenis varietas singkong (Adira dan Bogor), diperoleh kandungan gizi yang cukup tinggi
pada singkong varietas Adira.

Kata Kunci : Singkong (Manihot esculenta), Gizi, Proksimat.

2
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

PENDAHULUAN

Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai


makanan pokok telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Beras telah menjadi
pemasok utama karbohidrat bagi mayoritas bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia.
Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras telah menjadi sebuah masalah pangan
yang berkelanjutan. Persepsi masyarakat bahwa jika belum mengkonsumsi beras (nasi)
maka dikatakan belum makan meskipun perut telah diisi dengan makanan. Persepsi yang
telah mendarah daging ini menjadi suatu konsep pemikiran yang menyimpang. Pemerintah
bersama para Ilmuwan kini berupaya keras mencari sumber-sumber bahan pangan baru
mengingat besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu macam sumber
karbohidrat saja (Hendy, 2007).
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani, yang masih mengandalkan
sebagian besar dari konsumsi makanannya pada makanan pokok. Makanan pokok yang
digunakan adalah beras, jagung, umbi-umbian (terutama singkong dan ubi jalar), dan sagu.
Penggunaan makanan pokok didasarkan atas ketersediaannya di daerah bersangkutan yang
pada umumnya berasal dari usaha tani keluarga dan kemudian berkembang menjadi
kebiasaan makan didaerah tersebut (Almatsier, 2003).
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, singkong merupakan umbi atau akar pohon yang
panjang dengan rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari
jenis singkong yang ditanam. Sifat fisik dan kimia singkong sangat penting artinya untuk
pengembangan tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Karakterisasi sifat fisik dan
kimia singkong ditentukan olah sifat pati sebagai komponen utama dari singkong
(Susilawati, dkk, 2008).
Singkong (Manihot esculenta) merupakan sumber bahan makanan ketiga di Indonesia
setelah padi dan jagung. Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas, akibatnya
periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan singkong yang memiliki sifat fisik dan
kimia yang berbeda – beda. Tingkat produksi, sifat fisik dan kimia singkong akan bervariasi
menurut tingkat kesuburan yang ditinjau dari lokasi penanaman singkong (Anonim, 2014).
Menurut Lingga (1986), singkong dapat dibagi dua berdasarkan umur panennya yakni
singkong berumur pendek (genjah) dan singkong berumur panjang. Singkong berumur
pendek berarti usia sejak mulai tanam sampai musim panen relatif lebih singkat yakni
berumur antara 5-8 bulan. Sedangkan singkong yang berumur panjang dipanen pada umur
9-10 bulan. Sedangkan menurut Khasanah (2009), singkong dapat dipanen pada saat

3
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

pertumbuhan daun bawah mulai berkurang. Warna daun mulai menguning dan banyak yang
rontok. Umur panen singkong yang telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas genjah dan 9–
12 bulan untuk varietas dalam.
Singkong yang digunakan pada penelitian ini yaitu singkong varietas bogor yang
berumur panen panjang (12 bulan) dan singkong varietas adira yang berumur panen pendek
(7 bulan) yang di ambil dari Desa Siney. Hal ini disebabkan karena singkong varietas adira
dan bogor banyak terdapat di Desa Siney dan belum diketahui kandungan gizinya. Pada
penelitian ini tidak membedakan umur panen secara khusus misalnya singkong varietas
bogor yang berumur panen 7-12 bulan dan singkong varietas adira 7-12 bulan. Namun pada
penelitian yang dianalisis secara umum yakni singkong varietas adira berumur 7 bulan dan
singkong varietas bogor berumur 12 bulan. Hal ini disebabkan karena perbedaan umur
panen dari kedua varietas singkong tersebut, apabila singkong dipanen melewati batas
waktu yang telah ditentukan maka umbinya akan mengeras (berkayu) sehingga tidak baik
lagi untuk dikonsumsi masyarakat.
Dalam penelitian ini kandungan gizi yang dianalis pada dua jenis varietas singkong
(bogor dan adira) yakni meliputi kadar protein kasar, serat kasar, lemak, air, abu dan kadar
karbohidrat dengan menggunaka metode analisis proksimat. Fenomena yang ada di
masyarakat dalam melakukan pemanenan pada singkong tidak menentu. Salah satu contoh
yang ada di masyarakat memanen singkong pada umur 3 bulan, padahal sebaiknya dipanen
sesuai dengan ketentuan umur yang sesuai dengan jenis varietas singkong. Melihat hal
tersebut, kurangnya informasi yang tepat tentang kemasakan umbi pada setiap varietas
singkong, maka sukar menentukan waktu panen yang optimal sehingga perlu dilaksanakan
penelitian ini.
Salah satu yang dapat dilakukan untuk masalah gizi bagi masyarakat maka perlu
diadakan penganekaragam pangan untuk mengetahui kandungan gizi pada bahan makanan
yang akan dikonsumsi. Penelitian ini mengenai kandungan gizi dua jenis varietas singkong
berdasarkan umur panen yang sumbernya diambil dari Desa Siney, Kecamatan Tinombo
Selatan, Kabupaten Parigi Moutong yang belum diketahui kandungan gizinya dan
berdasarkan perbedaan ekologinya. Penelitian ini memberikan manfaat bagi masyarakat
untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi di tingkat keluarga dengan ketersediaan
alternatif pilihan bahan pangan berkualitas dan harga terjangkau.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah pada penelitian ini yakni
bagaimanakah kandungan gizi dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta) berdasarkan

4
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

umur panen dengan menggunakan metode proksimat ? Adapun tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk menentukan kandungan gizi dua jenis varietas singkong (Manihot esculenta)
berdasarkan umur panen dengan menggunakan metode proksimat.
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Melalui
jenis penelitian ini, data yang diperoleh dengan cara analisis dan tujuannya adalah memuat
deskriftif yang akurat terhadap objek yang akan diteliti.
Desain Penelitian
Adapun desain penelitian yang akan digunakan pada pengamatan mengenai analisis
kandungan gizi (kadar karbohidrat, serat kasar, lemak, protein, dan air) dengan
menggunakan metode proksimat. Penelitian ini tidak melakukan perlakuan atau
pengulangan.
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan
Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu mulai bulan Februari 2014 sampai
selesai.
Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi penelitian untuk diamati. Adapun variabel
penelitian yang digunakan merupakan variabel tunggal yakni singkong. Singkong yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu varietas bogor yang berumur panjang dan singkong
Adira yang mempunyai umur panen pendek. Singkong yang digunakan dalam penelitian ini
berasal dari Desa Siney Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi Moutong.
Alat dan bahan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian analisi gizi yaitu :
Pisau, timbangan analitik, alat destruksi, alat destilasi, alat titrasi, alat ekstraksi lemak, alat
analisis serat kasar, tanur, oven, alat giling, hot plat, labu kjedhal, cawan porselin, eksikator,
tang penjepit, gelas kimia, bek, kertas saring, labu destilasi, labu lemak, ember besar, labu
semprot, gelas ukur, pipet tetes, pipet labopotte, gelas ukur dan alat tulis menulis.
Bahan yang digunakan dalam penelitian kandungan gizi yaitu:
Tepung singkong varietas bogor dan varietas adira Sebanyak 40 gram, tablet kjeldahl
sebanyak 60 gram, asam sulfat pekat (H2S04) (P) sebanyak 50 ml, Hexana sebanyak 1 liter,
Aceton sebanyak 400 ml, HCL 0,01 N sebanyak 50 ml, asam borat (H 3B03) 2% sebanyak

5
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

100 ml, Natrium hidroksida (NaOH) 30% sebanyak 50 ml, Aquades, Indikator Penopthalin
(PP) sebanyak 1 ml, NaOH 0,3 N, H2SO4 1,5 N, silika gel dan alumunium foil.
Prosedur Kerja

Sterilisasi alat perlu dilakukan, karena menjaga kebersihan dan kontaminasi langsung
dari bakteri. Semua alat yang akan dipakai dibersihkan terlebih dahulu, seperti gelas kima,
gelas ukur, dan labu lemak. Agar debu-debu yang melekat tidak menganggu jalannya
penelitian.
Analisis protein menggunakan metode makro Kjedhal dengan cara sebagai berikut :
Menyiapkan sampel yang sudah kering dan menghaluskannya, menimbang sampel
sebanyak 0,5 gram. Setelah itu memasukkan sampel ke dalam labu Kjedhal 250 ml dan
menambahkan 1,2 gram tablet kjeldahl. Mendestruksi dengan menambahkan asam sulfat
pekat (H2SO4) 10 ml, sekitar 1-1,5 jam terjadi perubahan warna. Kemudian mendinginkan
hasil destruksi dan diencerkan dengan aquades 100 ml, lalu mendestilasi. Memasang tabung
destilasi yang berisi 100 ml aquades, ditambahkan sampel dan NaOH masing-masing 5 ml.
Selanjutnya memasang gelas destilasi yang berisi asam borit 10 ml dan indikator
Penophtalin, menunggu sampai mengalami perubahan warna. Setelah itu, mentitrasi dengan
HCl 0,01 N. Penetapan blangko, dimana perlakuannya sama seperti sampel yaitu
mendestruksi, mendestilasi, dan mentitrasi, tetapi bedanya hanya menggunakan tablet
kjeldhal sebanyak 1,2 gram. Menghitung kadar protein dengan menggunakan rumus analisis
protein.
Analisis lemak menggunakan metode Soxhlet dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
Menimbang 5 gram sampel dalam bentuk tepung langsung dalam saringan thimble,
kemudian menutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya sampel dibungkus dengan
kertas saring. Meletakkan thimble (kertas saring) yang berisi sampel kedalam alat ekstraksi
soxhlet. Memasang alat ekstraksi Soxhlet dengan mengalirkan air pendingin melalui
kondensor. Menuangkan pelarut hexsan kedalam labu lemak secukupnya. Melakukan
refluks selama 8 jam lalu mendistilasi pelarut yang ada didalam lemak. Selanjutnya
mengeringkan labu lemak hasil ekstraksi dalam oven dengan suhu 105 OC. Menghitung
kadar lemak dengan menggunakan rumus analisis lemak.
Adapun prosedur kerja untuk menganalisis abu yakni sebagai berikut:
Menimbang 5 gram sampel yang telah dihaluskan, kemudian dimasukkan kedalam tanur
selama 3 jam pada suhu 600 ℃ sampai diperoleh abu warna keputih-putihan. Memasukkan

6
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

cawan yang berisi abu ke dalam eksikator setelah itu menimbang abu. Menghitung kadar
abu/mineral dengan mengunakan rumus analisis abu/mineral.
Adapun prosedur kerja dalam menentuan kadar air dengan cara pemanasan langkah
sebagai berikut :
Mengeringkan cawan kosong kedalam oven selama 15 menit, lalu mendinginkan dengan
eksikator, kemudian melakukan penimbangan dengan timbangan analitik. Menimbang
sampel sebanyak 5 gram yang telah diletakkan kedalam cawan, kemudian memasukkan
sampel kedalam oven selama 3 jam pada suhu 105℃, lalu didinginkan kedalam eksikator.
Menghitung kadar air dengan menggunakan rumus analisis kadar air.
Adapun prosedur kerja dalam penetuan kadar serat kasar yakni dengan langkah-
langkah sebagai berikut :
Menimbang sampel sebanyak 0,4 gram pada solonsong dari hasil ekstraksi lemak soxhlet
dengan timbangan analitik, lalu memasukkan sampel kedalam kertas saring. Memasukkan
kertas saring kedalam gelas kimia berisi larutan NaOH 0,3 N sebagai proses pencucian,
kemudian dicuci kembali dengan aquades panas. Kemudian mengulangi prosedur kerja
untuk dimasukkan kedalam gelas kimia dengan larutan asam sulfat (H2SO4) 1,5 N. Setelah
mendidih dilakukan pencucian kembali dengan menggunakan aquades. Setelah itu mencuci
kertas saring dengan larutan aceton, kemudian kertas saring yang telah didihkan
dimasukkan kedalam oven selama 1 jam pada suhu 105℃ , setelah itu menimbang kembali
kertas saring dengan menggunakan timbangan analitik. Menghitung kadar serat kasar
dengan menggunakan rumus analisis serat kasar.
Penentuan kadar karbohidrat dengan menggunakan metode Proximate, dimana
metode ini adalah metode yang paling mudah dan biasa disebut juga dengan Carbohydrate
by difference, yakni suatu penentuan karbohidrat bukan melalui analisis tetapi melalui
perhitungan.
Teknik Analisa Data
Tekhnik analisa data yang digunakan dalam dalam analisis protein, lemak, abu, air
dan serat kasar yang dikemukakan oleh AOAC, 1995 dalam Sudarmadji 1997, yaitu
sebagai berikut:
Untuk menghitung kadar protein yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
( )
%N= . 20 14,008 100%

% protein = %N x 6,25 (Faktor konversi)


Dimana :

7
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

Vb = Volume Blangko
Vs = Volume Sampel
N. HCl = NormalitasHCl
14,00 = Berat atom nitrogen
6,25 = Faktor konversi

Untuk menghitung kadar lemak dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

% lemak = × 100%

Untuk menghitung kadar abu/mineral dengan menggunakan rumus yakni :


% abu = × 100%

Untuk menghitung kadar air dengan menggunakan rumus sebagai berikut :


( )
% air = : × 100%

Dimana:
Wo (berat cawan)
Wi (berat kering)
Ws (berat sampel)
Untuk menghitung kadar serat kasar dengan menggunakan rumus :
% serat kasar = × 100% − ( − )

Dimana:
Berat kertas saring (A)
Berat sampel (B)
Berat setelah oven (C)
Berat cawan kosong (D)
Berat setelah tanur (E)
Untuk menghitung kadar karbohidrat dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
% Karbohidrat = 100 - % (protein + lemak + abu + air + serat kasar).
(Winarno, 1989).
HASIL
Berdasarkan hasil penelitian kandungan gizi dua jenis varietas singkong (Manihot
esculenta) berdasarkan umur panen diperoleh data sebagai berikut:

8
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

Tabel 1. Hasil Analisis Kadar Protein dalam 0,5 gram bahan yakni:
Kadar
Berat Titrasi Titrasi
sampel N. HCl Protein
sampel (g) blangko (ml) sampel (ml)
(%)
Singkong varietas 0,5179 0,14 0,94 0,01 2,45
Adira 0,80
Singkong varietas 0,5111 0,14 0,68 0,01 1,88
Bogor 0,70
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar protein untuk dua jenis varietas singkong
(Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar protein singkong varietas
adira cukup tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 2. Hasil Analisis Kadar Lemak dalam 5 gram Bahan.
Berat labu Berat labu Kadar
Berat sampel
Sampel lemak kosong lemak setelah Lemak
(gram)
(gram) oven (gram) (%)
Singkong varietas
5,0632 158,3083 158,3505 0,83%
Adira
Singkong varietas
5,0404 162,8406 162,8914 1,00%
bogor
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar lemak untuk dua jenis varietas singkong
(Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar lemak singkong varietas
bogor cukup tinggi dibandingkan dengan varietas adira. Perbedaan ini dipengaruhi oleh
perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 3. Hasil Analisis Kadar Abu Singkong (Manihot esculenta)
Berat cawan
Berat Sampel Berat cawan Kadar abu
Sampel setelah tanur
(gram) kosong (gram) (%)
(gram)
Singkong varietas 2,5849 20,3241 20,3068
0,66%
Adira 2,5230 23,3023 23,3189
Singkong varietas 2,6019 20,3241 20,6961
0,69%
Bogor 3.1670 21.9689 23,3189
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar abu untuk dua jenis varietas singkong (Manihot
esculenta), didapatkan hasil yang tidak jauh berbeda yakni kadar abu singkong varietas
bogor sebesar 0,69%, sedangkan varietas adira sebesar 066%. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 4. Hasil Analisis Serat Kasar Singkong (Manihot esculenta)
Berat Berat Berat Berat Berat Kadar
Sampel sampel kertas setelah cawan setelah Serat
(gram) saring oven kosong tanur Kasar

9
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

(gram) (gram) (gram) (gram) (%)


Singkong varietas
0,4115 1,1820 1,1850 22,9543 22,9558 0,73%
Adira
Singkong varietas
0,4026 1,4223 1,4246 22,2463 22,2484 0,57%
Bogor
Pada tabel di atas, hasil analisis serat kasar untuk dua jenis varietas singkong
(Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar serat kasar singkong
varietas adira cukup tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut.
Tabel 5. Hasil Analisis kadar air singkong (Manihot esculenta)
Berat sampel Berat kering Berat cawan Kadar air
Sampel
(gram) (gram) (gram) (%)
Singkong varietas 2,5849 21,1135 20,3068
66,20%
Adira 2,5230 24,2216 23,3023
Singkong varietas 3,1670 23,4047 21,9478
53,99%
Bogor 2,6019 21,8910 20,6961
Pada tabel di atas, hasil analisis kadar air untuk dua jenis varietas singkong (Manihot
esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar air singkong varietas adira cukup
tinggi dibandingkan dengan varietas bogor. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur
panen dan varietas singkong tersebut.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Proximat % Karbohidrat


% % % Serat
Sampel % Lemak % Air Karbohidrat
Protein Abu Kasar
Singkong varietas
2.45 0.83 0.66 66.20 0,73 29.17
Adira
Singkong Varietas
1.88 1.00 0.69 53.99 0.57 46.87
Bogor
Pada tabel di atas, hasil analisis perhitungan proximat karbohidrat untuk dua jenis
varietas singkong (Manihot esculenta), didapatkan hasil yang berbeda yakni kadar
karbohidrat singkong varietas bogor cukup tinggi dibandingkan dengan varietas adira.
Perbedaan ini dipengaruhi oleh perbedaan umur panen dan varietas singkong tersebut
PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan menunjukkan, bahwa kandungan gizi
pada singkong (Manihot esculenta) dengan berdasarkan umur panen dalam 40 gram bahan.
Singkong varietas Adira dengan umur panen pendek (7 bulan) mengandung kadar Protein
2,45%, Lemak 0,83%, Abu 0,66%, Air 66,20%, Serat Kasar 0,73, dan Karbohidrat 29,13%.
Sedangkan singkong varietas Bogor dengan umur panen panjang (12 bulan) mengandung

10
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

kadar Protein 1,88%, Lemak 1,00%, Abu 0,69%, Air 53,99%, Serat Kasar 0,57% dan
Karbohidrat 41,87%. Varietas Adira memiliki kandungan gizi yang relatif berbeda dari
varietas Bogor. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan adalah perbedaan
varietas, lingkungan tempat tumbuh (tanah, iklim), umur panen dan penanganan pasca
panen.
Hasil analisis kandungan gizi pada penelitian ini telihat berbeda dengan hasil yang
didapatkan pada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Hasil peneltian Bosawer (2010),
didapatkan kadar air sebesar 9,99% - 11,27%, kadar abu 0,03 -0,14%, kadar lemak 0,070%
- 1,15%, kadar protein 0,07% - 0,55% dan kadar karbohidrat sebesar 98,37% - 9918%.
Perbedaan kandungan gizi ini dipengaruhi oleh perbedaan lokasi pengambilan sampel, pada
penelitian Bosawer (2010), sampel berasal dari Distrik Masni Kabupaten Monokwari,
sedangkan pada penelitian ini sampel berasal dari Desa Siney Kecamatan Tinombo Selatan
Kabupaten Parigi Moutong. Hasil menunjukan bahwa sampel yang berasal dari Desa Siney
Memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi pada kadar air, abu, lemak dan kadar lemak,
namun memiliki kadar karbohidrat yang cukup rendah dibandingkan dengan sampel yang
berasal dari Kabupaten Monokwari.
Kandungan gizi pada singkong varietas Adira dengan umur panen pendek (7 bulan)
dan singkong varietas Bogor dengan umur panen panjang (12 bulan) terlihat hasil analisis
yang berbeda. Hasil analisis menunjukkan bahwa kandungan gizi yang tertinggi yakni pada
singkong varietas Adira dengan umur panen pendek (7 bulan). Hal ini disebabkan karena
perbedaan varietas, lokasi penanaman dan umur panen singkong sangat mempengaruhi
terhadap kandungan gizinya.
Waktu panen yang paling baik adalah pada saat kadar karbohidrat mencapai tingkat
maksimal. Bobot umbi meningkat dengan bertambahnya umur panen, sedangkan kadar pati
cenderung stabil pada umur 7-9 bulan. Hal ini menunjukan bahwa umur panen singkong
fleksibel. Singkong yang berumur pendek berarti usia sejak mulai tanam sampai musim
panen relatif lebih singkat yakni berumur antara 5-8 bulan. Dalam seusia itu singkong dapat
dipanen dengan hasil maksimal. Andaikata panennya ditunda atau diperpanjang dari usia
sebenarnya akan timbul masalah yakni umbinya banyak berkayu. Jenis kedua yakni
singkong yang berumur panjang antara 9-10 bulan. Bila dipanen sebelum usia tersebut,
hasilnya mengecawakan karena umbinya kecil-kecil dan kandungan patinya sedikit. Jadi,
paling tepat dipanen setelah berumur 12-18 bulan. Melebihi usia ini, hasilnya akan
berkurang dan umbinya banyak yang berkayu (Roja, 2009).

11
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

Singkong tidak memiliki periode matang yang jelas karena ubinya terus membesar.
Akibatnya, periode panen dapat beragam sehingga dihasilkan ubi kayu yang memiliki sifat
fisik dan kimia yang berbeda-beda. Sifat fisik dan kimia pati seperti bentuk dan ukuran
granula, kandungan amilosa dan kandungan komponen non pati sangat dipengaruhi oleh
faktor genetik, kondisi tempat tumbuh dan umur tanaman (Rubatzky, 1998).
Menurut Suhardjo (1992), secara garis besar ada dua cara manusia memillih bahan
makanannyan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, memilih secara alamiah menurut
selera dan kebiasaannya yang turun temurun, dan memilih berdasarkan berbagai
pertimbangan-pertimbangan nilai yang terkandung dalam bahan makanan tersebut, yang
disesuaikan dengan keadaan dan kondisi tubuh orang yang memakannya.
Penganekaragaman pangan kini menjadi momentum yang tepat dibicarakan karena
produksi pangan kita khususnya beras ternyata tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan
penduduk. Penganekaragaman pangan seyogyanya jangan hanya diterjemahkan sebagai
pengganti pangan pokok beras dengan pangan pokok lain seperti jagung atau umbi-umbian.
Inti dari penganekaragaman adalah mengkonsumsi aneka ragam pangan sehingga dapat
memenuhi kebutuhan gizi tubuh serta membuat orang menjadi sehat.
Singkong masih dinilai kurang ekonomis oleh sebagian besar orang sehingga belum
banyak yang dikembangkan dalam skala yang besar. Singkong biasa dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia khususnya di Desa Siney sebagai makanan ringan, bukan sebagai
makanan pokok. Singkong biasanya diolah dengan cara direbus, digoreng, atau dikukus.
Melihat hal tersebut perlunya dikembangkan suatu produk pangan baru berbasis singkong
untuk meningkatkan nilai ekonomis dari singkong sendiri mengingat potensi singkong
sebagai salah satu alternatif pengganti beras.
Hasil analisis kandungan gizi pada dua jenis varietas singkong (Adira dan Bogor)
terlihat hasil yang berbeda. Pada singkong varietas Adira memiliki kandungan gizi tertinggi
yakni pada kadar air (66,20%), protein (2,45%) dan kadar serat (0,73%). Sedangkan pada
varietas bogor memilki kandungan tertinggi pada kadar lemak (1,00%), kadar abu (0,69%)
dan kadar karbohidrat (46,87%).
Berdasarkan hasil tersebut direkomendasikan untuk membuat suatu olahan yang
berbahan baku dari singkong yang mudah dikonsumsi misalnya kripik singkong yang
dibalut dengan abon ikan. Olahan dari kripik singkong yang dibalut dengan abon ikan ini
bisa dijadikan sebagai cemilan bagi anak-anak dan remaja. Hal ini disebabkan karena pada
masa anak-anak dan remaja, kebutuhan proteinnya meningkat, karena proses pertumbuhan sedang

12
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

terjadi. Perpaduan antara singkong dan ikan dikarenakan kadar protein pada singkong sangat
rendah, sedangkan kadar protein pada ikan sangat tinggi, oleh sebab itu perlu dilakukan
perpaduan sehingga kebutuhan tubuh akan protein bisa terpenuhi. Pengembangan produk
baru berupa kripik dengan bahan dasar singkong yang dibalut dengan abon ikan dilakukan
sebagai salah satu bentuk alternatif pengolahan singkong menjadi makanan cepat saji.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
Singkong varietas Adira dengan umur panen 7 bulan diperoleh analisis kadar air
66,20%, lemak kasar 0,83%, protein kasar 2,45%, serat kasar 0,73%, kadar abu 0,66%, dan
karbohidrat 29,17%. Sedangkan singkong varietas Bogor dengan umur panen 10 bulan
diperoleh analisis kadar air 53,99%, lemak kasar 1,00%, protein kasar 1,88%, serat kasar
0,57%, kadar abu 0,69%, dan karbohidrat 46,87%.

SARAN
1. Diharapkan agar masyarakat dapat mengkonsumsi singkong beradasarkan kandungan
gizi dari setiap varietas dan dapat mengetahui waktu panen yang tepat.
2. Diharapkan Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengaplikasi produk yang cocok
berdasarkan kandungan gizi dari dua varietas singkong tersebut.

DAFTAR RUJUKAN
Anonim. (2014). Fungsi Zat Gizi Dan Sumbernya Dalam Bahan Makanan [online].
Tersedia: http/// Fungsi Zat Gizi Dan Sumbernya Dalam Bahan Makanan. Forum
Positif dari Dahlan forum.html. [Diakses 20 februari 2014].
Almatsier, S. (2003). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bosawer F.E. (2010).Komposisi Kimia dan Karakteristik Fisik Pati Ubi Kayu (Manihot
esculenta) Asal Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Fakultas Pertanian Dan
Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua Manokwari: Skripsi diterbitkan.

Hendy. (2007). Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz)
Sebagai Panga Pokok Alternatif. Fakultas Teknologi Pertanian Intitut Pertanian
Bogor: Skripsi diterbitkan.

Khasanah. (2009). Singkong. [Online]


Tersediahttp://wwwkhasanah.blogspot.com/2009/11/tentsng-singkong.html. [Diakses
3 Juli 2014].

Lingga, P. (1986). Bertanam Umbi-umbian. Jakarta: Swadaya.


13
Jurnal e-Jipbiol
Volume 2 No 3 (2014)

Rubatzky, V.E dan Yamaguchi. (1988). Produksi dan Gizi Jilid 1. Bandung: Institut
Teknologi Bandung.

Roja, A. (2009). Ubi kayu Varietas dan Teknologi Budidaya. Sumatra Barat: Makalah
Pelatihan Spesifik Lokalita BPTP.

Sudarmadji. S, Haryono. B dan Suhardi. (1997). Prosedur Analisa Untuk Bahan Pangan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti.
Suhardjo dan Kusharto C.M, (1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Bogor: Kanisius IPB.

Susilawati, Nurdjanah. S, dan Putri, S. (2008). “Karakteristik Sifat Fisik Dan Kimia Ubi
Kayu (Manihot esculenta) Berdasarkan Lokasi Penanaman Dan Umur Panen
Berbeda”.Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian Volume 13, No. 2.

Winarno F.G. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia.

14

You might also like