You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Ada suatu kecenderungan alamiah yang menganggap peradangan sebagai
sesuatu yang tidak diinginkan, karena peradangan dapat menyebabkan keadaan yang
menggelisahkan. Tetapi peradangan sebenarnya adalah gejala yang menguntungkan
dan pertahanan, yang hasilnya adalah netralisasi dan pembuangan agen penyerang,
penghancuran jaringan nekrosis, dan pembentukan keadaan yang dibutuhkan untuk
perbaikan dan pemulihan.
Sifat menguntungkan dari reaksi peradangan secara drmatis diperlihatkan
dengan apa yang terjadi jika penderita tidak dapat menimbulkan reaksi peradangan
yang dibutuhkan. Misalnya, jika diperlukan memberikan dosis tinggi obat-obatan
yang mempunyai efek samping yang menekan reaksi peradangan. Dalam hal ini, , ada
peluang besar timbulnya infeksi yang sangat hebat, penyabaran yang cepat atau
infeksi yang mematikan, yang disebabkan oleh mikroorganisme yang biasanya tidak
berbahaya.
Reaksi peradangan itu sebenarnya adalah peristiwa yang terkoodinasi dengan
baik yang dinamis dan kontinyu. Untuk menimbulkan reaksi peradangan, maka
jaringan harus hidup dan khususnya harus memiliki mikrosirkulasi fungsional. Jika
jaringan yang nekrosis luas, maka reaksi jaringan tidak ditemukan ditengah jaringan,
tetapi pada tepinya, yaitu antara jaringan mati dan jaringan hidupdengan sirkulasi
yang utuh. Juga jika cidera yang langsung mematikan hospes, maka tidak ada
petunjuk adanya reaksi peradangan, karena untuk timbulnya reaksi peradangan
diperlukan waktu.

1
1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana proses terjadinya infeksi ?
2. Bagaimana proses terjadinya peradangan ?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui proses terjadinya infeksi

2. Untuk mengetahui proses terjadinya peradangan

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Proses Terjadinya Infeksi

1. Pengertian Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di


dalam tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi
penyakit yang disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau
mikroorganisme lain ke dalam tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu.

Contoh reaksi tersebut adalah perubahan sekunder berupa peradangan


(inflamation) yang ditandai antara lain oleh vasodilatasi pembuluh darah
lokal, peningkatan permeabilitas kapiler dan pembengkakan sel.

2. Penyebab Terjadinya Infeksi


- Bakteri
Bakteri dapat menyebabkan penyakit pada tubuh manusia dan dapat
hidup didalamnya, bakteri bisa masuk melalui udara, air, tanah,
makanan, cairan dan jaringan tubuh dan benda mati lainnya.
- Virus
Virus terutama berisi asam nukleat (nucleic acid), karenanya harus
masuk dalam sel hidup untuk diproduksi.
- Fungi
Fungi terdiri dari ragi dan jamur
- Parasit
Parasit hidup dalam organisme hidup lain, termasuk kelompok parasit
adalah protozoa, cacing dan arthropoda.

3
3. Cara Penularan Infeksi
- Kontak
Langsung, tidak langsung, droplet
- Udara
Debu, kulit lepas
- Alat
Darah, makanan, cairan intra vena
- Vektor / serangga
Nyamuk, lalat

4. Tipe Infeksi
- Infeksi lokal : spesifik dan terbatas pada bagain tubuh dimana
mikroorganisme tinggal (luka terinfeksi)
- Infeksi sistemik : terjadi bila mikroorganisme menyebar ke bagian
tubuh yang lain dan menimbulkan kerusakan. (radang tenggorokan,
TB Paru)
- Bakterimia : terjadi ketika dalam darah ditemukan adanya bakteri
(leukimia)
- Infeksi akut : infeksi yang muncul dalam waktu singkat
- Infeksi kronik : infeksi yang terjadi secara lambat dalam periode yang
lama (dalam hitungan bulan sampai tahun)

5. Tanda-tanda Infeksi
1. Tanda Infeksi Lokal
a) Rubor : Warna merah
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul,terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan.

4
Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengandarah.Keadaan ini
disebut hiperemia atau kongesti, menyebabkan warna merahlokal
karena peradangan akut.
b) Kalor : Panas
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan
akut.Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat.
Sebab darah yang memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh
yang mengalami radang lebih banyak dari pada ke daerah normal.
c) Tumor : Pembengkakan
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke
jaringan-jaringan interstitial.
d) Dolor : Rasa nyeri
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf.Pengeluaran zat seperti histamin atau
zat bioaktif lainnya dapat merangsang saraf.Rasa sakit disebabkan pula
oleh tekanan yang meninggi akibat pembengkakan jaringan yang
meradang.
e) Functiolaesa : Gangguan fungsi
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002).Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang
telah dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam
mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang meradang.
2. Tanda Infeksi Sistemik

- Demam
- Malaise
- Anoreksia
- Mual dan muntah
- Sakit kepala

5
- Diare

6. Rantai Proses Infeksi


a. Agen Infeksius
Kemampuan mikroorganisme menimbulkan infeksi tergantung pada
jumlah mikroorganisme yang masuk, potensi menyebabkan penyakit,
kemampuan mikroorganisme masuk ke dalam tubuh hospes, kerentanan
hospes, kemampuan untuk hidup dalam tubuh hospes.
b. Sumber Infeksi (Reservoir)
Habitat pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme, antara lain
manusia, hewan, tumbuhan dan lingkungan.
c. Pintu Keluar (Portal of exit)
Tempat mikroorganisme dapat meninggalkan reservoir, misalnya
saluran pernapasan (pada saat bersin, batuk), saluran pencernaan (feses),
darah dari luka terbuka, dll
d. Metode Penyebaran
Penyebaran langsung, penyebaran tidak langsung melalui media atau
vektor, penyebaran melalui udara.
e. Pintu Masuk (Portal of entry)
Tempat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh hospes. Umumnya
masuk melalui jalur yang sama seperti reservoir.
f. Hospes yang rentan
Individu tempat mikroorganisme berkembang. Individu yang rentan
beresiko mengalami infeksi.

7. Proses Infeksi
- Tahap Inkubasi
Periode sejak masuknya mikroorganisme patogen ke dalam tubuh
hingga munculnya gejala. Inkubasi disebut juga masa tunas, masa dari

6
mulai masuknya kuman kedalam tubuh (waktu kena tular) sampai pada
waktu penyakit timbul. Setiap penyakit berlainan masa ikubasinya.
Penularan penyakit dapat terjadi selama masa inkubasi.
Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh:
- Jenis mikroorganisme.
- Virulensi atau ganasnya mikroorganisme dan Jumlah mikroorganisme.
- Kecepatan berkembang biaknya mikroorganisme dan Kecepatan
pembentukan toksin dari mikroorganisme.
- Porte de’entre (pintu masuk dari mikroorganisme).
- Endogen (daya tahan host atau tuan rumah).

- Tahap Prodormal
Dimulai dari munculnya gejala umum hingga munculnya gejala
spesifik. Pada tahap ini individu sangat infeksius (mudah menularkan /
menyebarkan mikroorganisme patogen ke orang lain).

- Tahap Sakit
Periode dengan perkembangan gejala spesifik yang dapat menimbulkan
menifestasi pada orang yang terinfeksi dan seluruh bagian tubuh.
Penderita dalam keadaan sakit.Merupakan tahap tergangunya fungsi
organ yang dapat memunculkan tanda dan gejala (signs and symptoms)
penyakit.Dalam perjalanannya penyakit akan berjalan bertahap.
Pada tahap awal,tanda dan gejala penyakit masih ringan.Penderita masih
mampu melakukan aktivitas harian dan masih dapat diatasi dnegan
berobat jalan.Pada tahap lanjut,penyakit tidak dapat diatasi dengan
berobat jalan,karena penyakit bertambah parah,baik secara obyektif
maupun subyektif.
Pada tahap ini penderita tidak mampu lagi melakukan aktivitas sehari-
hari dan jika berobat umumnya membutuhkan perawatan. Penularan

7
mikroorganisme melalui hidung,mulut,telinga,mata,urin,feses,sekret
dari ulkus,luka,kulit,organ-organ dalam.
- Tahap Konvalensi
Periode mulai dari penurunan gejala hingga individu sehat kembali.
Waktunya berbeda-beda setiap individu.
Sembuh sempurna : Penderita sembuh secara sempurna, artinya bentuk
dan fungsi sel/jaringan/organ tubuh kembali seperti sediakala.
Sembuh dengan cacat : Penderita sembuh dari sakitnya namun disertai
adanya kecacatan. Cacat dapat berbentuk cacat fisik, cacat mental,
maupun cacat sosial.
Pembawa (carier) : Perjalanan penyakit seolah-olah berhenti, ditandai
dnegan menghilangnya tanda dan gejala penyakit. Pada kondisi ini agen
penyebab masih ada dan masih potensial sebagai sumber penularan.

8. Sistem Pertahanan Terhadap Infeksi


- Kulit : sebum yg mengandung asam lemak yg mampu membunuh
beberapa jenis bakteri
- Mulut : saliva membuang partikel yg mengandung mikroorganisme
- Saluran pernapasan : silia di jalan napas bagian atas menjebak
mikroorganisme yg diinhalasi
- Saluran urinarius : pembilasan dari aliran urine dpt membuang mikro
organisme yg ada pada saluran urinarius
- Saluran pencernaan : keasaman lambung secara kimia merusak
mikroorganisme yg tidak tahan asam

2.2 Proses Terjadinya Peradangan

1. Pengertian Peradangan

Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur


pendukung jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang mengakibatkan

8
pembentukan eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif
sistem imun nonspesfik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau
menghancurkan agen pencedera dalam persiapan untuk proses
penyembuhan. Peradangan adalah reaksi perlindungan normal dari tubuh
terhadap luka.

Peradangan merupakan reaksi terhadap sistem kekebalan untuk


melindungi mahluk hidup dari infeksi dan luka. Hal tersebut untuk
membatasi dan membunuh jaringan yang rusak sehingga tubuh dapat mulai
untuk sembuh. Jika peradangan akut berlangsung maka peradangan kronis
akan muncul dan akan bertahan tahunan atau bahkan selama seumur hidup.

Penyebab-penyebab peradangan meliputi agen-agen fisik, kimia,


reaksi imunologik, dan infeksi oleh organisme-organisme patogenik. Infeksi
tidak sama dengan peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu tanda
penyebaab peradangan.

2. Gambaran Mikroskopis Peradangan Akut


Peradangan akut adalah respon langsung dari tubuh terhadap
cideraatau kematian sel. Gambaran mikroskopis peradangan sudah diuraikan
2000 tahun yang lampau dan masih dikenal sebagai tanda-tanda pokok
peradangan yang mencakup kemerahan (rubor), panas (kalor), nyeri (dolor),
dan pembengkakan (tumor). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada
abad sekarang ini, yaitu perubahan fungsi (function laesa).

- Rubor (kemerahan)
Rubor biasanya merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang
mengalami peradangan. Waktu reaksi peradangan mulai timbul, maka
arteriol yang mensuplai daerah daerah tersebut melebar, dengan
demikian lebih bannyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi local.
Kapiler-kapiler yang sebelumnya kosong atau sebagian saja yang

9
meregang dengan cepat akan terisi oleh darah. Keadaan ini yang
dinamakan hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah lokal
karena peradangan akut. Timbulnya hyperemia pada permulaan reaksi
peradangan diatur oleh tubuh, baik secara neurogenik maupun secara
kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine.
- Kalor (panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Sebenarnya panas merupakan sifat reaksi peradangan yang hanya terjadi
pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal lebih dingin dari
370 C, yaitu suhu dalam tubuh. Daerah peradangan pada kulit menjadi
lebih panas dari sekelilingnya, sebab darah (pada suhu 370 C) yang
disalurkan tubuh ke permukaan daerah yang terkena lebih lebih banyak
dari pada yang disalurkan kedaerah normal. Fenomena panas lokal ini
tidak terlihat pada daerah-daerah yang terkena radang jauh didalam
tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah mempunyai suhu inti 370
C dan hyperemia tidak menimbulkan perubahan.
- Dolor (nyeri)
Dolor dari reaksi peradangan dapat disebabkan oleh beberapa hal,
misalnya, bahan pH lokal atau kongesti lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat kimia tertentu seperti
histamin atau zat kimia bioaktif lainnya juga dapat merangsang sel-sel
saraf. Selain itu, pembengkakan jaringan yang meradang juga dapat
mengakibatkan penigkatan tekanan lokal yang tanpa diragukan lagi juga
dapat menimbulkan nyeri.
- Tumor (pembengkakan)
Segi paling mencolok dari peradangan akut mungkin adalah
pembengkakan lokal (tumor). Pembengkakan ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan
interstisial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun paada daerah
peradangan disebut eksudat, pada keadaan dini reaksi peradangan ,

10
sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan
yang disebabkan oleh luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih
Eatau leukosit meninggalkan aliaran darah dan tertimbun sebagai bagian
dari eksudat.
- Function laesa (perubahan fungsi)
Adalah reaksi peradangan yang telah dikenal, sepintas lalu mudah
dimengerti, mengapa bagian yang bengkak, nyeri disertai denagn
sirkulasi abnormal dan lingkungan kimiawi yang abnormal, berfungsi
juga secara abnormal. Namun sebetulnya kita tidak mengetahui secara
mendalam dengan cara apa fungsi jaringan yang meradang itu
terganggu.

3. Aspek Cairan Pada Peradangan

- Eksudasi
Untuk memahami aliran cairan yang cepat melalui dinding pembuluh ke
jaringan yang mengalami peradangan, perlu untuk mengingat kembali
prinsip- prinsip yang mengatur transpor cairan normal. Dinding selular
pembuluh darah yang terkecil (misal, kapiler dan venule)
memungkinkan molekul-molekul kecil lewat, tetapi menahan molekul-
molekul besar (seperti, protein plasma tetap didalam lumen pembuluh
darah. Sifat pembuluh darah yang semipermiabel ini menimbulkan
tekanan osmotik yang cenderung menahan cairan di dalam pembuluh
darah. Kejadian ini diimbangi oleh dorongan keluar tekanan hidrostatik
di dalam pembuluh darah.
Eksudat peradangan semacam itu mengandung protein plasma dalam
jumlah yang cukup signifikan. Jadi, peristiwa penting pada peradangan
akut adalah perubahan permeabilitas pembuluh-pembuluh yang sangat
kecil di daerah peradangan tersebut, yang mengakibatkan kebocoran
protein. Proses ini kemudian diikuti oleh pergeseran keseimbangan

11
osmotik, dan air keluar bersama protein, menimbulkan pembengkakan
jaringan.
Sel-sel endotel yanf melapisi pembuluh kecil menyebabkan timbulnya
sifat semipermiabel yang biasa pada pembuluh darah, dan sel-sel inilah
yang mengubah hubungannya antara satu dengan yang lain pada
peradangan akut, menimbulkan kebocoran protein dan cairan.
- Limfatik dan Aliran Limf
Cairan interstisial secara perlahan menembus ke dalam saluran limfatik
dan limf yang terbentuk dibawa ke sentral ke dalam tubuh, akhirnya
bergabung kembali dengan darah vena. Jika suatu daerah meradang,
biasanya terjadi peningkatan mencolok pada aliran limf yang keluar dari
daerah itu. Saluran limfatik tampaknya dipertahankan dalam posisi
terbuka karena sebuah jaringan membengkak akibat suatu sistem
serabut jaringan ikat yang tertambat pada dinding limfatik. Tidak hanya
aliran limf yang meningkat tetapi juga kandungan protein dan sel pada
limf juga meningkat selama peradangan akut. Peningkatan aliran bahan-
bahan ini melalui limfatik menguntungkan, karena cenderung
meminimalkan pembengkakan pada jaringan yang meradang dengan
mengeluarkan sebagian eksudat.
Namun, limfatik dapat membawa agen-agen yang menimbulkan cedera
dari tempat peradangan primer sampai ketempat yang jauh dari tubuh.
Limfangitis peradangan pada pembuluh limfatik, limfadenitis adalah
peradangan pada kelenjar getah bening.

4. Aspek Seluler pada Peradangan


- Marginal dan Emigrasi
Pada awal peradangan akut, waktu arteriol berdilatasi, aliran darah
radang bertambah, namun sifat aliran darah segera berubah. Hal ini
disebabkan karena cairan bocor keluar dari mikrosirkulasi yang

12
permeabilitasnya bertambah. Sejumlah besar dari eritrosit, trombosit
dan leukosit ditinggalkan, dan viskositas naik, sirkulasi didaerah yang
terkena radang menjadi lambat. Hal menyebabkan leukosit akan
mengalami marginasi, yaitu bergerak kebagian arus perifer sepanjang
aliran pembulh darah, dan mulai melekat pada endotel. Akibatnya
pembuluh darah tampak seperti jalan berbatu, peristiwa ini disebut
dengan emigrasi.
- Kemotaksis
Pergerakan leukosit pada interstisial dari jaringan yang meradang,
waktu mereka sudah beremigrasi, merupakan gerakan yang bertujuan.
Hal ini disebabkan adanya sinyal kimia. Fenomena ini disebut dengan
kemotaksis.
- Mediator peradangan
Banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen, yang dikenal
dengan substansi dari peradangan.
Mediator dapat digolongkan kedalam beberapa kelompok:
 Amina vasoaktif
 Substansi yang dihasilkan oleh sistem enzim plasma
 Metabolit asam arakhidona
 Berbagai macam produk sel
- Histamine
Amina vasoaktif yang terpenting adalah histamin, yang mampu
menghasilkan vasodilatasi dan penigkatan permeabilitas vaskuler.
Sebagian besar histamin disimpan dalam sel mast yang tersebar luas
dalam tubuh.
- Factok-faktor plasma
Plasma darah adalah sumber yang kaya akan sejumlah mediator penting.
Agen utama yang mengatur sistem ini adalah faktor Hageman (faktor
XII), yang berada dalam plasma, dalam bentuk tidak aktif dan dapat
diaktifkan oleh berbagai cidera.

13
- Metabolit asam arakhidonat
Berasal dari banyak fosfolipid membrane sel, ketika fosfolipid
diaktifkan oleh cidera atau mediator lain. Asam arakhidonat dapat
dimetabolisasikan dalam dua jalur yang berbeda, yaitu jalur
siklooksigenase dan jalur lipoksigenase, menghasilkan sejumlah
prostaglandin, trombokson dan leukotrin.

5. Jenis dan Fungsi Leukosit


- Granulosit
Granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil dan basofil, masing-masing
memiliki granula dalam sitoplasma. Sel-sel pertama yang timbul dalam
jumlah besar didalam eksudat adalah netrofil. Netrofil mampu bergerak
aktif seperti amoeba dan mampu menelan berbagai zat (fagositosis).
Eosinofil memberikan respon terhadap rangsangan kemotaktik khas
tertentu pada reksi alergi dan mengandung zat-zat yang toksik terhadap
parasi-parasit tertentu dan zat-zat yang memperantarai peradangan.
Basofil berasal dari sumsum tulang seperti granulosit lainnya. Basofil
darah dan sel mast jaringan dirangsang untuk melepaskan kandungan
granulanya kedalam lingkungan sekitarnya pada berbagai keadaan
cidera, baik rekasi imunologis maupun reaksi nonspesifik.
- Monosit
Merupakan bentuk monosit yang berbeda dari granulosit, karena
susunan morfologi intinya dan sift sitoplasmanya yang relatif agranular.
Sel yang sama, yang terdapat dalam pembuluh darah disebut juga
dengan monosit, dan jika terdapat dalam eksudat, disebut dengan
makrofag.
Makrofag mempunyai fungsi yang sama denganfugsi netrofil
polimorfonuklear, dimana makrofag adalah sel yang bergerak aktif yang
memberi respon terhadap rangsang kemotaksis, fagosit aktif dan
mampu mematikan serta mencerna berbagai agen.

14
- Limfosit
Umumnya terdapat pada eksudat dalam jumlah yang sangat kecil, dalam
waktu yang cukup lama, yaitu sampai reaksi peradangan menjadi
kronik. Leukosit yang telah dimobilisasi tidak hanya menangkap
mikroba yang menyerbu, tetapi juga menghancurkan sisa jaringan
hingga proses perbaikan dapat dimulai.

5. Bentuk Peradangan
- Eksudat nonseluler
Eksudat serosa
Jenis eksudat nonseluler yang paling sederhana adalah eksudat serosa,
yang pada dasarnya terdiri dari protein yang bocor dari pembuluh-
pembuluh darah saat radang. Contoh eksudat serosa adalah cairan luka
melepuh. Pengumpulan yang disebabkan oleh tekanan hidrostatik,
bukan disebabkan oleh peradangan, disebut dengan transudat.
Eksudat fibrinosa
Terbentuk jika protein yang dikeluarkan dari pembuluh dan terkumpul
pada daerah peradangan yang mengandung banyak fibrinogen. Eksudat
fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang.
Eksudat misinosa
Jenis eksudat ini hanya dapat terbentuk diatas membrane mukosa,
dimana terdapat sel-sel yang dapat mensekresi musin. Eksudat ini
merupakan sekresi sel, bukan dari bahan yang keluar dari pembuluh
darah. Contoh eksudat ini adalah pilek yang disertai berbagai infeksi
pernapasan bagian atas.
- Eksudat seluler
Eksudat netrofilik
Disebut juga dengan purulen yang terbentuk akibat infeksi bakteri.
Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi netrofil yang luar biasa

15
tingginya didalam jaringan, banyak dari sel-sel ini mati dan
membebaskan enzim-enzim hidrolisis yang kuat kesekitarnya.
Eksudat campuran
Campuran eksudat seluler dan nonseluler, dinamakan sesuai dengan
campurannya. Misalnya, eksudat fibrinopurulen terdiri dari fibrin dan
netrofil polimorfonuklear.
- Peradangan granulamatosa
Jenis radang ini ditandai dengan pengumpulan makrofag dalam jumlah
besar dan pengelompokannya menjadi gumpalan nodular yang disebut
granuloma.

6. Faktor yang Mempengaruhi Peradangan dan Penyembuhan


- Seluruh proses peradangan bergantung pada sirkulasi yang utuh
kedaerah yang terkena. Jadi, jika ada defisiensi suplai darah kedaerah
yang terkena, maka proses peradangannya sangat lambat, infeksi yang
menetap dan penyembuhan yang jelek.
- Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka atau daerah
cidera atau daerah peradangan lainnya, salah satunya adalah bergantung
pada poliferasi sel dan aktivitas sintetik, khususnya sensitif terhadap
defisiensi suplai darah lokal dan juga peka terhadap keadaan gizi
penderita.
- Penyembuhan juga dihambat oleh adanya benda asing atau jaringan
nekrotik dalam luka, oleh adanya infeksi luka dan immobilisasi yang
tidak sempurna.
- Komplikasi pada penyembuhan luka kadang-kadang terjadi saat proses
penyembuhan luka. Jaringan parut mempunyai sifat alami untuk
memendek dan menjadi lebih padat, dan kompak setelah beberapa lama.
Akibatnya adalah kontraktur yang dapat membuat dareah menjadi cacat
dan pembatasan gerak pada persendian.

16
- Komplikasi penyembuhan yang kadang-kadang dijumpai adalah
amputasi atau neuroma traumatik, yang secara sederhana merupakan
poliferasi regeneratif dari serabut-serabut saraf kedalam daerah
penyembuhan dimana mereka terjerat pada jaringan parut yang padat.

7. Aspek Sistemik dari Peradangan


- Demam adalah fenomena umum yang sering terjadi sejajar dengan
proses peradangan lokal, yang manular maupun yang tidak manular.
Penyebab demam adalah dilepaskannya pirogen endogendari netrofil
dan makrofag. Zat-zat ini mempengaruhi pusat pengaturan suhu
dihipotalamus. Hal lain yang mencolok yang mengikuti proses
peradangan lokal adalah perubahan-perubahan hematologis yang biasa
ditemukan.
- Rangsangan yang berasal dari pusat peradangan yang mempengaruhi
proses pendewasaan (maturasi) dan pengeluaran leukosit dari sumsum
tulang yang mengakibatkan kenaikan jumlah suatu leukosit, kenaikan
ini disebut dengan leukositas. Pada cidera yang hebat, gejala berupa
malaise, anoreksia dan ketidakmampuan melakukan sesuatu yang
beratnya berbeda-beda, bahkan sampai tidak berdaya melakukan
apapun.

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi di dalam
tubuh yang menyebabkan sakit. Infeksi merupakan suatu kondisi penyakit yang
disebabkan oleh masuknya kuman patogen atau mikroorganisme lain ke dalam
tubuh yang dapat menimbulkan reaksi tertentu.
Peradangan adalah reaksi lokal pada vaskular dan unsur-unsur pendukung
jaringan terhadap cedera terhadap cedera yang mengakibatkan pembentukan
eksudat kaya protein. Peradangan merupakan respon protektif sistem imun
nonspesfik yang bekerja untuk melokalisasi, menetralisasi, atau menghancurkan
agen pencedera dalam persiapan untuk proses penyembuhan. Peradangan adalah
reaksi perlindungan normal dari tubuh terhadap luka. Infeksi tidak sama dengan
peradangan , infeksi hanya merupakan salah satu tanda penyebaab peradangan.

3.2 Saran

Harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.


Dengan membaca dan mempelajari isi makalah ini, diharapkan pengetahuan
pembaca tentang radang dapat bertambah, serta mengerti tentang akibat dan
pengaruh yang disebabkan oleh radang itu sendiri. Penulis menyadari bahwa
penulisan makalah ini belum sempurna dan masih banyak terdapat kekurangan,
untuk itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi
perbaikan penulisan yang akan datang.

18
DAFTAR PUSTAKA

Price, sylvia A dan Wilson Lorraine M. 1995. Potofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Price, Sylvia A dan Wilson Lorraine M. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6, Buku 1. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Tambayong, dr. Jan.2000. Patofisiologi untuk keperawatan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
J. Corwin, Elisabeth. 2007. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

19

You might also like