You are on page 1of 18

TUGAS MATA KULIAH PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH

PENGOLAHAN LIMBAH DI PT. INDORAMA PETROCHEMICALS

Disusun Oleh :
 Namiroh (3335160046)
 Saepul Laeli (3335160044)
 Andre Martua Parlaungan Pakpahan (3335190106)

Jurusan Teknik Kimia


Fakultas teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sistem pengolahan limbah dalam industri petrokimia memegang peranan
yang penting dalam kaitannya dengan lingkungan karena limbah industri
mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya apabila dibuang langsung ke lingkungan.
Industri petrokimia biasanya memiliki instalasi pengolahan air limbah yang berfungsi
mengolah air limbah dari instalasi produksi agar sesuai dengan baku mutu limbah
yang ditetapkan. Kebanyakan industri menggunakan pengolahan limbah secara
biologis menggunakan jasa mikroorganisme untuk mengurai senyawa kimia yang
terdapat dalam limbah karena biayanya yang tidak terlalu mahal. Pada pengolahan
limbah biologis, instalasi pengolahan air limbahnya harus memiliki kelayakan agar
limbah dapat diurai dengan sempurna, khususnya kinerja reaktor atau aeration pond.
Kelayakan ini diuji menggunakan beberapa parameter, pertama yaitu COD (Chemical
Oxygen Demand) yang menunjukkan massa oksigen yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi material organic yang terdapat di dalam air pada inlet dan outletnya,
volume reaktor, konsentrasi MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid), serta
laju alir limbah yang masuk ke dalam reaktor.
Rasio F/M menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan dibagi
dengan jumlah massa mikroorganisme didalam bak aerasi atau didalam reaktor. Dalam
hal ini rasio F/M juga menunjukkan jumlah nutrient yang diperlukan untuk
mikroorganisme yang terdapat didalam reaktor ataupun kolam aerasi. Apabila rasio
F/M terlalu rendah maka dapat menimbulkan tumbuhnya filamen bakteri atau
kondisi bulking. Sehingga pengendapannya akan terganggu. Dan apabila rasio F/M
terlalu tinggi maka dapat menyebabkan kenaikan kebutuhan oksigen. Oleh karena itu
rasio F/M harus dijaga dengan range 0.2-0.5 Kg BOD per Kg per MLSS per hari.
PT Indorama Petrochemicals sebagai perusahaan industri petrokimia yang
memproduksi PTA memiliki karakteristik limbah yang cukup berbahaya. Hal ini
dikarenakan limbahnya mengandung senyawa-senyawa asam kimia seperti asam asetat,
paraxylene dan metyl asetat dalam produksinya. Sistem instalasi pengolahan air
limbah PT. Indorama Petrochemicals telah berumur tahun sejak pertama kali dibuat
sehingga kelayakannya perlu ditinjau lebih lanjut. Sehingga sangat perlu untuk
mengetahui proses pengolahan limbah di PT Indorama.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penulisan ini yaitu bagaimana karakteristik limbah cair
dan proses pengolahan limbah di PT. Indorama Petrochemicals.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penulisan ini yaitu untuk mengetahui proses pengolahan limbah di
PT.Indorama Petrochemicals.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah
Limbah adalah hasil samping dari proses produksi yang tidak akan digunakan,
dapat berbentuk padat, cair, gas, suara, dan getaran yang dapat menimbulkan
pencemaran apabila tidak dikelola dengan benar (Winarno, 1992).
Limbah merupakan suatu bahan yang terbuang atau yang dibuang dari hasil
aktivitas manusia maupun proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai
ekonomis, bahkan dapat mempunyai nilai negatif karena penanganan untuk membuang
atau membersihkan membutuhkan biaya yang cukup besar, disamping itu juga dapat
mencemari lingkungan (Mahida, 1992).
Sedangkan menurut Murthado dan Said (1987), limbah pada dasarnya berarti
suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumberhasil aktivitas manusia,
maupun proses-proses alam, dan tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, bahkan
dapat mempunyai nilai ekonomi yang negatif. Limbah dikatakan mempunyai nilai
ekonomi yang negatif karena penanganan untuk membuang atau membersihkannya
memerlukan biaya yang cukup besar, disamping itu dapat mencemari lingkungan.
Adapun karakterisitik limbah yang dihasilkan oleh PT Indorama Petrochemicals
yaitu sebagai berikut
Tabel 2.1 Karakteristik limbah, Influent and Effluent

No Parameter Influent Effluent


1. Flow (m3/hr) 100 100 minus losses
2. BOD (mg/l) 2550 50
3. COD (mg/l) 5100 100
4. Suspendid Solid (mg/l) 142 20
5. Temperatur Ambeint Ambeint
6. PH 6–9 6.5 – 8
7. Toxic Heavy None None Metals
2.2 Teknologi Pengolahan Limbah Cair
Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-bahan tersuspensi
dan terapung, menguraikan bahan organic biodegradable, meminimalkan bakteri
patogen, serta memerhatikan estetika dan lingkungan. Pengolahan air limbah dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1) secara alami dan, (2) secara buatan.
1. Secara Alami
Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan kolam
stabilisasi. Dalam kolam stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi
zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum
digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air limbah yang
tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme
patogen). Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk
daerah tropis dan sedang berkembang.
2. Secara Buatan
Pengolahan air limbah dengan buantan alat dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment
(pengolahan pertama), secondary treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment
(pengolahan lanjutan).
Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan untuk memisahkan
zat padat dan zat cair dengan menggunakan filter (saringan) dan bak sedimentasi.
Beberapa alat yang digunakan adalah saringan pasir lambat, saringan pasir cepat,
saringan multimedia, percoal filter, mikrostaining, dan vacum filter.
Secondary treatment merupakan pengolahan kedua, bertujuan untuk
mengkoagulasikan, menghilangkan koloid, dan menstabilisasikan zat organik dalam
limbah. Pengolahan limbah rumah tangga bertujuan untuk mengurangi kandungan bahan
organik, nutrisi nitrogen, dan fosfor. Penguraian bahan organik ini dilakukan oleh
makhluk hidup secara aerobik (menggunakan oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen).
Secara aerobik, penguraian bahan organik dilakukan mikroorganisme dengan bantuan
oksigen sebagai electon acceptor dalam air limbah. Selain itu, aktivitas aerobik ini
dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge) yang banyak mengandung
bakteri pengurai. Hasil akhir aktivitas aerobik sempurna adalah CO2, uap air, dan
excess sludge. Secara anaerobik, penguraian bahan organik dilakukan tanpa
menggunakan oksigen. Hasil akhir aktivitas anaerobik adalah biogas, uap air, dan excess
sludge.
Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua, yaitu penghilangan
nutrisi atau unsur hara, khususnya nitrat dan posfat, serta penambahan klor untuk
memusnahkan mikroorganisme patogen. Dalam pengolahan air limbah dapat dilakukan
secara alami atau secara buatan, perlu dilakukan berbagai cara pengendalian antara
lain menggunakan teknologi pengolahan limbah cair, teknologi peroses produksi, daur
ulang, resure, recovery dan juga penghematan bahan baku dan energi.
2.3 PROSES ANAEROBIK
Anaerobik adalah kata teknis yang secara harfiah berarti tanpa udara (dimana
udara biasanya berarti oksigen). Kata yang berlawanan dengannya adalah aerobik.
Dalam pengolahan limbah, tidak adanya oksigen dinamakan sebagai anoxic sedangkan
anaerobik digunakan untuk mengindikasikan tidak adanya akseptor elektron (nitrat,
sulfat atau oksigen).
Anaerobik juga dapat merujuk pada :

-Aktivitas anaerobik, pemecahan bahan-bahan organisme oleh bakteri dalam


keadaan
tanpa oksigen
-Anaerobik glikolisis, perubahan dari gula menjadi alkohol dengan menggunakan ragi -
lihat
Fermentasi
-Organisme anaerobik, setiap organisme yang tidak membutuhkan oksigen untuk
tumbuh
-Respirasi anaerobik, oksidasi molekul tanpa oksigen.

-Oksidasi ammonium anaerobik, anammox, proses mikrobial yang manggabungkan


ammonium dan nitrit.
Kelebihan Proses Anaerob yaitu sebagai berikut :
a. Sesuai untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi BOD lebih tinggi dan
untuk kapasitas yang rendah
b. Menghasilkan biogas (70-90 % CH4).
c. Tidak membutuhkan energi untuk oksidasi
d. Membutuhkan area lebih kecil.

Kekurangan Proses Anaerob yaitu :


a. Temperatur air limbah harus dijaga sekitar 20-35 C
b. Setelah diolah dalam sistem anaerobik effluent perlu diolah lagi
secara aerob sebelum di buang ke badan penerima untuk mereduksi
parameter NH4
c. Tidak sesuai untuk mengolah air limbah dengan konsentrasi nitrat dan
atau sulfat tinggi.
d. Pengoperasian cukup rumit karena sangat tergantung pada temperatur
dan pH air limbah.

2.4 PROSES AEROBIK


Secara sederhana, pengolahan air limbah aerobik mengacu pada penghapusan
polutan organik dalam air limbah oleh bakteri yang memerlukan oksigen untuk
bekerja. Air dan karbon dioksida merupakan produk akhir dari proses pengolahan
air limbah aerobik. Proses termasuk menetes filtrasi, lumpur aktif, dan memutar
kontaktor biologis. Bakteri yang berkembang dalam lingkungan yang kaya oksigen
bekerja untuk memecah dan mencerna air limbah di dalam pabrik pengolahan aerobik
atau sistem. Proses ini disebut pencernaan aerobik.
Istilah aerobik yang digunakan dalam proses penanganan secara biologis
berarti proses di mana terdapat oksigen terlarut (memerlukan oksigen). Oksidasi bahan
organik menggunakan molekul oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah proses
utama yang menghasilkan energi kimia untuk mikroorganisme. Mikroba yang
menggunakan oksigen sebagai aseptor elektron terakhir adalah mikroorganisme
aerobik, sedangkan sebaliknya disebut anaerobik.
Proses aerobic dapat dilakukan dengan dua mekanisme dasar, yaitu ;
1. Proses pembentukan Suspensi
2. Proses pelekatan Suspensi

Proses pembentukan suspensi merupakan interaksi antara mikroorganisme


dengan limbah sehingga membentukgumpulan menjadi massa flokulan yang mampu
bergerak sesuai dengan arah aliran limbah.
Pengadukan (agitasi) campuran limbah dengan mikroorganisme membuat
mikroba tetap berada dalam tersuspensi. Proses pelekatan Suspensi, yaitu proses
peningkatan mikroorganisme dapat berupa batu-batuan, pasir, lembaran plastic dan
bijian plastic. Perbedaan kedua jenis proses tergantung pada jenis padatan yang
terkandung dalam limbah
Proses pembentukan suspense dipergunakan pada pengolahan limbah yang
dominan mengandung senyawa tersuspensi sedangkan proses pelekatan suspensi
dipergunakan pada pengolahan limbah yang mengandung senyawa terlarut.

Kelebihan dari proses aerob yaitu sebagai berikut:


a. Sudah dikenal dan banyak digunakan pada umumnya digunakan
untuk kapasitas kecil sampai besar.
b. Diterapkan dalam pengolahan air limbah dengan konsentrasi BOD
dan COD rendah pada temperatur 5 – 300C.
c. Mampu menanggulangi “Loading Fluctuation”.
d. Effluen dapat langsung dibuang ke badan penerima (sungai, dsb).

Kekurangan dari proses aerob yaitu sebagai berikut:


a. Membutuhkan area yang lebih luas
b. Pemakaian energi lebih tinggi dengan adanya aerator
c. Lumpur yang dihasilkan banyak
Perbedaan utama dari pengolahan secara aerob dan anaerob terletak pada kondisi
lingkungannya. Pada pengolahan secara aerob, kehadiran oksigen mutlak diperlukan
untuk metabolisme bakteri, sementara pada kondisi anaerob sebaliknya. Berikut ini
adalah beberapa perbedaan utama antara pengolahan secara aerob dan anaerob
menurut Eckenfelder, et.al (1988) :
a. Temperatur
Temperatur mempengaruhi proses aerob maupun anaerob. Pada proses
anaerob, diperlukan temperatur yang lebih tinggi untuk mencapai laju reaksi yang
diperlukan. Pada proses anaerob, penambahan temperature dapat dilakukan dengan
memanfaatkan panas dari gas methane yang merupakan by-product proses anaerob
itu sendiri.
b. pH dan Alkalinitas
Proses aerob bekerja paling efektif pada kisaran pH 6,5 – 8,5. Pada reaktor
aerob yang dikenal dengan istilah completely mixed activated sludge (CMAS), terjadi
proses netralisasi asam dan basa sehingga biasanya tidak diperlukan tambahan bahan
kimia selama BOD kurang dari 25 mg/L. Sementara itu proses anaerob yang
memanfaatkan bakteri methanogen lebih sensitif pada pH dan bekerja optimum pada
kisaran pH 6,5 – 7,5. Sekurang-kurangnya, pH harus dijaga pada nilai 6,2 dan jika
konsentrasi sulfat cukup tinggi maka kisaran pH sebaiknya berada pada pH 7 – 8
untuk menghindari keracunan H2S. Alkalinitas bikarbonat sebaiknya tersedia pada
kisaran 2500 hingga 5000 mg/L untuk mengatasi peningkatan asam-asam volatil dengan
menjaga penurunan pH sekecil mungkin. Biasanya dilakukan penambahan bikarbonat
ke dalam reaktor untuk mengontrol pH dan alkalinitas.
c. Produksi Lumpur dan Kebutuhan Nutrien
Bagi kebanyakan air limbah, produksi lumpur yang dihasilkan dari pengolahan
aerob adalah sebesar 0,5 kg VSS/ kg COD tersisihkan. Sementara itu, pada
pengolahan anaerob, produksi lumpur adalah sebanyak 0,1 kg VSS/kg COD
tersisihkan. Pada pengolahan aerob, konsentrasi nitrogen yang perlu ditambahkan
adalah 8-12 persen dan fosfor sebesar 1,5-2,5 persen. Sebagai “rule of thumb”,
kebutuhan nutrien pada pengolahan anaerob adalah seperlima dari proses aerob.
Tabel berikut menunjukkan perbandingan antara pengolahan secara aerob dan
anaerob.
Tabel 2.2 Perbandingan pengolahan secara aerob dan anaerob

Parameter Aerob Anaerob

Kebutuhan energy Tinggi Rendah

Tingkat pengolahan 60-90% 95%

Produksi lumpur Tinggi Rendah

Stabilitas proses terhadap Sedang sampai tinggi Rendah sampai sedang


toksik dan perubahan beban

Kebutuhan nutrient Tinggi untuk beberapa Rendah


limbah industry

Bau Tidak terlalu berpotensi Berpotensi menimbulkan bau


menimbulkan bau

Kebutuhan alkalinitas Rendah Tinggi untuk beberapa


limbah industry

Produksi biogas Tidak ada Ada (dapat dimanfaatkan


sebagai sumber energi)

Start-up time 2 – 4 minggu 2 – 4 bulan

2.4 Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge

Proses lumpur aktif adalah salah satu proses yang paling banyak dipakai untuk
pengolahan air limbah secara biologis. Di dalam sistem ini bakteri disuspensikan untuk
terus bergerak dan tidak mengendap melalui adukan, arus resirkulasi, atau gerakan lain
yang ditimbulkan oleh aerator. Dengan demikian lumpur aktif merupakan bahan yang
mengandung populasi bakteri aktif yang digunakan dalam pengolahan air limbah. Pada
proses kontinyu, lumpur aktif yang dan sebagian lumpur aktifnya disirkulasikan kembali
ke tangki aerasi, sedangkan bagian lainnya diambil sebagai hasil pekatan. Beningan
yang dihasilkan proses lumpur aktif relatif jernih dan memenuhi syarat untuk dibuang.
2.5 Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Biochemical oxygen demand adalah jumlah oksigen yang digunakan oleh


mikroorganisme untuk mengoksidasi zat-zat anorganik pada kondisi standard.

2.6 Chemical Oxygen Demand (COD)

COD ditentukan dengan mengukur ekuivalen oksigen dari zat-zat organik dalam
sampel dengan oksidator kimia yang kuat. COD merupakan parameter yang sangat
penting, yakni parameter pengukuran cepat yang digunakan sebagai parameter untuk
stream dan limbah industri serta mengontrol unit pengolah air limbah. Pengukuran
COD hanya membutuhkan waktu yang singkat dengan peralatan yang lebih murah
apabila dibandingkan dengan BOD. Nilai COD tidak sama dengan BOD karena
metode pengukurannya juga berbeda. Disamping itu nilai COD juga termasuk ion-ion
logam, asam sulfat, dan ion-ion lain.

2.7 Parameter yang Digunakan Dalam lumpur Aktif

Parameter yang umum digunakan dalam lumpur aktif (Davis dan Cornwell, 1985;
Verstraete dan van Vaerenbergh, 1986) adalah sebagai berikut:
1. Mixed-liqour suspended solids (MLSS).

Isi tangki aerasi dalam sistem lumpur aktif disebut sebagai mixed liqour yang
diterjemahkan sebagai lumpur campuran. MLSS adalah jumlah total dari padatan
tersuspensi yang berupa material organik dan mineral, termasuk didalamnya adalah
mikroorganisma. MLSS ditentukan dengan cara menyaring lumpur campuran dengan
kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan pada temperatur 1050C, dan berat
padatan dalam contoh ditimbang.

2. Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS).

Porsi material organik pada MLSS diwakili oleh MLVSS, yang berisi material
organik bukan mikroba, mikroba hidup dan mati, dan hancuran sel (Nelson dan
Lawrence, 1980). MLVSS diukur dengan memanaskan terus sampel filter yang telah
kering pada 600 – 6500C, dan nilainya mendekati 65-75% dari MLSS.
3. Food - to - microorganism ratio (F/M Ratio).
Parameter ini merupakan indikasi beban organik yang masuk kedalam sistem
lumpur aktif dan diwakili nilainya dalam kilogram BOD per kilogram MLSS per hari
(Curds dan Hawkes, 1983; Nathanson, 1986). Adapun formulasinya sebagai berikut :

F/M = Q X BOD
MLSS x V

dimana :

Q = Laju alir limbah Juta Galon per hari (MGD)


BOD5 = BOD5 (mg/l)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume tangki aerasi (Gallon)
4. Rasio F/M dikontrol oleh laju sirkulasi lumpur aktif.

Lebih tinggi laju sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk
tangki aerasi konvensional rasio F/M adalah 0,2 - 0,5 lb BOD5/hari/lb MLSS, tetapi
dapat lebih tinggi hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni (Hammer, 1986). Rasio F/M
yang rendah mencerminkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi
lapar, semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.
5. Hidraulic retention time (HRT).
Waktu tinggal hidraulik (HRT) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh larutan
influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif; nilainya berbanding
terbalik dengan laju pengenceran (D) (Sterritt dan Lester, 1988).
HRT = 1/D = V/ Q

dimana :

V = Volume tangki aerasi

Q = Laju influent air limbah ke dalam tangki aerasi

D = Laju pengenceran.
5. Umur lumpur (Sludge age).
Umur lumpur adalah waktu tinggal rata-rata mikroorganisme dalam sistem. Jika
HRT memerlukan waktu dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam tangki
aerasi dapat dalam hari lamanya. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju
pertumbuhan mikroba. Umur lumpur dihitung dengan formula sebagai berikut (Hammer,
1986; Curds dan Hawkes, 1983) :
Umur Lumpur (Hari) = MLSS x V
SSe x Qe + SSw X Qw

dimana :

MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l).

V = Volume tangki aerasi (L)


SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)

SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur


limbah (mg/l) Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)
Qw = Laju influent limbah (m3/hari).

6. Umur lumpur

Umur lumpur dapat bervariasi antara 5 - 15 hari dalam konvensional lumpur


aktif. Pada musim dingin lebih lama dibandingkan musim panas (U.S. EPA, 1987a).
Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah laju pemuatan
organik, suplay oksigen, dan pengendalian dan operasi tangki pengendapan akhir.
Tangki ini mempunyai dua fungsi: penjernih dan penggemukan mikroba. Untuk operasi
rutin, orang harus mengukur laju pengendapan lumpur dengan menentukan indeks
volume lumpur (SVI), Voster dan Johnston, 1987.
2.8 Proses Pengolahan Limbah di PT.Indorama Petrochemicals
Waste Water Treatment Plant PT. Indorama Petrochemicals merupakan unit
pengolah limbah cair berkapasitas 166 m3/jam (desain). Unit ini didesain mampu
menampung effluent beban besar sekalipun (terutama pada saat Plant shutdown),
dimana effluent tersebut akan ditampung sementara di Accident Effluent –
Equalization Tank (BB-2) berdaya tampung 4000 m3.

Gambar 2.1 Process Flow Diagram Unit WWT

Proses pengolahan limbah cair ini meliputi :


1. Proses Pendahuluan
Pada T-02 A/B proses yang dilakukan hanya melewatkan effluent dan
mengalami proses pengadukan effluent dari proses oksidasi dan purifikasi,
bertujuan agar effluent tidak mengalami pegendapan dan bercampur merata
serta selanjutnya akan mengalir secara gravitasi secara over flow ke AF-1.
2. Proses/pengolahan primer
Unit proses ini merupakan proses physical dimana padatan tersuspensi
(suspended solid, SS) akan dipisahkan dari effluent dengan cara
pengendapan, proses ini dilakukan di DAF, Dissolved Air Floatation-1.
3. Proses Buffer Basin
Pada proses ini effluent dari DAF-1 dipompakan dengan P-53 A/B/C
kedalam Buffer Basin Tank-2 atau BB-2, disini bila pH nya kurang akan
ditambahkan Caustic apabila pH nya lebih akan ditambahkan HCL. Pada
Buffer Basin Tank-1 BB-1 hanya dipakai dalam keadaan darurat saja dan
digunakan untuk penampungan sementara saat caustic wash berlangsung
didalam proses.
4. Proses Pencampuran

Pada proses ini P-110 A/B memompakan effluent dari BB-2 menuju T-
5002 A/B (Jet Mixer) berfungsi mencampurkan antara effluent dari BB-2 dan
over flow dari T-5004 A/B (AHR) dengan pompa P-5001 A/B/C sebagai
sirkulasinya.
5. Proses Anaerob

Anaerob adalah proses dimana penguraian COD dilakukan oleh


mikroorganisme dimana dalam proses ini bakteri tidak membutuhkan
oksigen. Bakteri yang digunakan dalam proses ini adalah acetonogen,
metanogen dan hydrolizing serta dalam proses ini manghasilkan gas methan
yang ditampung di T-5005 untuk digunakan di CFB (Coal Fire Boiler).
6. Proses Aerob

Dalam proses ini bakteri yang digunakan membutuhkan banyak asupan


udara, sehingga dalam proses ini Blower C-70 A/B/C/D/E/F digunakan
sebagai alat bantu untuk menyuplai udara kedalam kolam aerasi, dan pada
kolam aerasi dialirkan secara overflow dan berurutan dimulai dengan kolam
T-05, T-104, T-105 dan T-106. Pada unit ini dijaga DO minimum 1,7 ppm,
sedangkan pada porses aerob yang berlangsung ini nilai aktual DO yaitu
sebesar 2,5 – 3 ppm.
7. Dissolved Air Floatation
Dissolved air floatation, DAF, merupakan primary treatment, berfungsi
untuk memisahkan padatan tersuspensi dari effluent. Di WWT Plant terdapat
tiga equipment DAF, yaitu AF-1, 2 dan 3. Di AF-1, PTA effluent akan
dipisahkan kandungan padatannya dengan proses gravitasi dan diupayakan
sesedikit mungkin padatan yang lolos menuju BB-2. Padatan yang terkumpul
selanjutnya ditransfer kedalam jumbo bag kemudian disimpan di gudang B3.
Untuk AF-2 effluent hanya dilewatkan saja dan tidak terjadi proses apapun.
Selanjutnya untuk AF-3 disini terdapat kekhususan dimana pada equipment ini
terjadi pemisahan antara padatan tersuspensi dari effluent dengan cara proses
pengendapan, padatan tersuspensi tidak selalu ditransfer sebagai umpan
Belt Press, melainan akan dipompakan dengan P-83 A/B menuju T-05
(Kolam Aerasi) sebagai recycle. Sedangkan supernatant akan mengalami
over flow dan akan mengalir secara gravitasi kedalam T-07 (Tangki
Penampungan).
8. DMFS (Dual Media Filter Sand)
Pada proses akhir air olahan yang berasal dari AF-3 akan dialirkan ke
DMFS untuk dilakukan penyaringan agar meminimalisirkan padatan yang
masih terbawa pada air olahan sehingga kualitas air buangan lebih bersih dan
tidak mencemari lingkungan.
9. Belt Press
Pada proses ini bertujuan untuk menguragi TSS (Total Suspended Solid)
agar nilai TSS tidak terlalu besar pada bak aerasi, pada proses ini digunakan
Polimer Anionik sebagai bahan yang berfungsi untuk membentuk flok-flok
agar proses belt pres berlangsung secara kontinyu.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penulisan ini yaitu sebagai berikut :

1. Proses pengolahan air limbah di PT. Indorama Petrechemicals adalah suatu proses
pengolahan biologis dengan bantuan mikroorganisme (bakteri) untuk menguraikan
kandungan-kandungan yang ada dalam air limbah. Dalam proses pengolahannya air
limbah akan melalui beberapa tahapan, seperti pencampuran, pengendapan,
netralisasi, penguraian (baik secara aerobik maupun aerobik), dan filtrasi. Dalam setiap
tahapan tersebut air limbah akan selalu dipantau keadaannya dan dilakukan analisa
untuk mengetahui kondisi dan kandungan yang ada disetiap tahapan pengolahan air
limbah. Kemudian hasil analisa akan dibandingkan dengan standar baku mutu air
limbah PT. Indorama Petrochemicals telah memenuhi standar baku mutu air limbah
baik yang berasal dari PT. Indorama Petrochemicals dan dari pemerintah, sehingga
air limbah layak untuk dibuang ke alam.
2. Analisa yang dilakukan terhadap sampel air limbah meliputi uji COD, uji BOD,
uji TDS, uji TSS, uji MLSS, dan pH

3.2 Saran

Adapun saran yang dapat diberikan yaitu :

1. Dapat selalu memonitor kualitas air buangan pada tiap tahapan proses pengolahan
air limbah agar diperoleh air buangan yang ramah lingkungan.
2. Dapat mengkaji lebih lanjut kinerja bakteri pada proses pengolahan air limbah guna
memonitor kualitas air buangan dengan mengendalikan faktor-faktor yang
mempengaruhi metabolisme bakteri.
DAFTAR PUSTAKA

PT. Indorama Petrochemicals Indonesia.2014. Oxidation Plant Operation Training.


Anyar : PT Indorama Petrochemicals Indonesia.

PT. Indorama Petrochemicals Indonesia.2014.Purification Plant Operation Training.


Anyar : PT Indorama Petrochemicals Indonesia.

PT. Indorama Petrochemicals Indonesia.2014.Waste Water Treatment Plant


Training.Anyar : PT Indorama Petrochemicals Indonesia

You might also like