You are on page 1of 10
SJummal THT - KL Vol6, No2, Ma\-Aguss 2013, sm, 52-61 UJI BANDING ANTARA HASIL PEMERIKSAAN SITOLOGI SIKATAN MENGGUNAKAN TUNTUNAN NASOFARINGOSKOPI DENGAN HISTOPATOLOGI BIOPSI BUTA PADA PENDERITA KARSINOMA NASOFARING ‘Selvianti, Irwan Kristyono, Mubiarum Yusuf Dep/SMF Ima Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala dan Leber Fakultas Kedokteran Universitas Airlanggs-RSUD Dr. Soetomo Surabaya ABSTRAK ‘Tujuan: Menganslisiskesepadanan antara hasil pemeriksaan sitologi cara sikatan nasofaring menggunakan tuntunan nasofaringoskopi dengan ‘histopatologibiopsi buta nasofaring sebogai standar dalam menentukan ads tidaknya sel ganas pada penderita KNE, Metode: Uji diagnostik dengan rancangan perelitien stati crmss-seetional comparative di URI ‘THE-KLRSUD Dr. Soctomo Surabaya mulai bulan Februari hingga Mei 2011 Selama periode tersebut idapatkan 36 penderita yang diikutkan sebagai ssampel penelitian. Pada setiap penderita dilakulean siketan nasofaring —meaggunaken tuntunan ‘nasofaringoskopi kemudian biopsi nasofaring cara buts. Preparat sitologi diproses menggunekan teknik liguid-based lquiPREP dan pengecatan Papanicolaou. Preparathistopatologi menggunskan pengecatan hematoksilin-eosin (HE). Data hasil ‘penelitiandiuj dengan uj komperasi MeNemardan ‘ji Asosias! Kappa. Hasil: Dari 36 sampel _penelitian didapatkan 27 Jaki-laki (75%) dan 9 perempuan (25%). Hasil pemeribsaan cara sitologs sikatan ‘menggunakan tuntunan nasofaringoskopi untuk ‘mendeteksi sel ganas pada penderita KNF sebagai bberkut: nila senstivitas 87,10%, spesifistas 89%, nile prediksi posiif 96 43%, nilai prediksi negatif 50% dan akurasi 86,11%. Hasil uji komparasi McNemar didapatkan perbedaan yang tidak bbermakra dan hasil uji asosiasi Kappa didapaikan hhubumgan yang bermakne aniara sitologi cara sikatan menggunakan tuntunan nasofaringoskopi ddan histopatclogi biopsi buta. 52 Kesimpulan: Cara skatan menggunakan ‘untunan nasofiringoskopi sepadan dengan biopsi ‘bata dalam menentuan ada tidaknya sel ganas pada penderita KNF, Kata kunci: Uji diagnostik, karsinoma nusofiring,sitologi sikatan PENDAHULUAN ‘Karsinoma nasofaring (KNE) merupakan tumor ganas daerah kepala dan Ieher yang tcrbanyak ditemukan di Indonesia.” Data penderita baru yang berobat ke poli Onkologi THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabays tahun 2000-20001 ada sebanyak 1037 penderits, 623 cianteranya (67.72%) adalah penderta KNF2 Gejala dini KNF tidak Khas, selain itu letak nasofaring sult dilihat (ersembunyi)schingga seringkali penderita datang berobat sudah dalam stadium lanjat (ILL dan IV). Diagnosis KNF ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan histopatologi dari jaringan tumor di nasofaring. Pemeriksaan histopatologi merupakan aku emas untuk diagnosis KNE-Keberhasilan cara ini dalam menegakkan diagnosis KNF cukup tinge, sckitar 97.25%, seperti dikutip Azwar, 2006, Pengambilan jeringan tumor untuk pemerikssan histopatologi umumnya dilakukan dengan cara biopsi buta menggunakan tang biopsi besar (forsep Takahashi atan Blakesley) schingza dapat ‘menitmbulkan rasa sakit dan perdarahan.° Diagnosis penyakit kanker selain dengan pemeriksaan histopatologi juza depat ditakukan secarasitologi. Prinsip pemeriksaan sitologi yaitu mencari adanya sel kanker dari bahan hapusan atau aspiras. Salah satu cara untuk memperolch spesimen transepitel ‘yaitu dengan melakukan sikatan (brushing) pada esi tersebutS Beberapa keuntungan dari pemeriksaan sitologisikatananara lain mudah dlikeriskan, tidak invasif, lokasi pengambilan bisa lebih lua, lebih ‘banyak sel epitel yang diperoleh, perdarahan sangat ‘minimal, rasa sakit yang citimbulkan minimal atau hhampir tidak ada, asi lebih cepat dan lebih murah. Pengambilan bahan sikatan dapat cilakukan dengan bbuntuan lst endoskopi.’ Persiapan spesimen sitologi dapat dilakukan dengan toknik pengecatan Konvensional atau dengaft teknik liguid-based. Teknik liguid-based merupakan teknik baru yang berkembang sejak tahun 1990-sn, yang rmemberikan kelebihan dibanding,teknik sitologi konvensional.” Nasofaringoskopi dypat membantu dalam pengambilan bahan biopsi dan bahsnsikatan, kearena lokasi nasofaring yang relaifterserbunyi Teknik biopsi_— menggunakan—tuntunan nasofaringoskopi sudah sering dilakukan dan ‘merupakan prosedur standar untuk menegakkan iagnosis KNF khususnya di negara maju. Untuk tumor yang kecil ati residual, teknik ini lebih ‘ahurat karena senstivitas sebesar 97% * Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis. kesepadanan fantara hasil pemeriksaan sitologi cama sikatan nasofiwing ——mengiginakan = tuntunan nasofaringoskopi dengan histopatologi biopsi buta nasofaring sebagai standar dalam menentukan ada tidakenya sel ganas pada penderita KNF. METODE Penclitian ii merupakan uji diagnostik observasional analitik dengan desain penelitian studi cross sectional, Penelitian dilaksanakan selama periode Februari ~Mei2011 di Unit Rawat Jalan THT-KL RSUD De Soctomo Surabaya Populasi terangkau penelitian adalah penderita suspek KNF yang datang berobat dil URJ THEKL RSUD Dr Soetomo Surabaya. Sampel penelitian {nj adalah penderita suspek KNF yang datang berobat ke URJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan memenuhi krtera pemsitian, Kriteria inklusi yaitu penderit dengan Minis KINF, bersedia ikut dalam perelitian dan kooperatif. Kriteria ceksklusi yaitu mempunyai kelainan atau penyakit 0,05) dan ad hubungan bermakna berdaserkan uji asosiasi Kappa (p<0,05). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Peneltian Kesehatan RSUD Dr. Soetomo Surabaya, HASIL, Slama pericde penelitian Februari sampai Mei 2011, didapatkan 36 penderita yang memenuhi kriteriapenelitian, —semuanya dimasukkan sebagai sampel penelitian, Umur termuda 16 tahun dan tertua 83 tahun, Sebanyak 27 penderita (75%) laki-laki dan 9 penderita (25%) perempuan, Penderita terbanyak didapatkan pada elompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 13 Srna THT - KL Vol6, Ne2, Me - Agustus 2013 him. 52-6 penderita(36,11%). Kelompok umur 51 inland cae Osben ate ‘Tabel 1 Distribusijenis histopatologi dan stologi Hi )__Sitologi ( inlah yonginnnc Weigold isopod Sitologi (+) Sitologi)_Sumlah masing 8 penderita (22,22%), berada WHO tipe | 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%) pa urutan kedua penderitaterbanyak. WHO tipe I 2 (657%) 1. 33.33%) 3 (100%) Jenis histopatologi terbanyak WHO tipe Mt ——24(88,89%) 3 (11,11) 27 (100%) yong ditemukan dalam penelitian ini _Keeanasin) 1 (20%) 4 (80%) —_-S_(100%) adalah KNF WHO tipe I, sebanyak 27, Tumiah 2R(77.78%) —_—-& 2.22%) 36 (100%) penderita (75%). Jenis histopatologi Jainnya yaita WHO tipe I dan tipe IL hanya didspatkan pada 4 penderita ‘Tabel 2. Distribusi stadium klinis dan sitologi sikatan (11.11%), Sebanyak 5 penderita _StadiumKNF __Sitologi(+) _Sitologi(-)_Jumilah (13,8996) tidak ditemukan sel ganas pada Siadiumn 0 0% 0 0%) 0 mm Pemeriksaan histopatologi biopsi buta, Stadium IT 2 (10m%) 0 (0%) 2 (100%) Schagian besar penderita yang menjadi Stadium IIL 1 @s%) 3.(75%) 4 (100%) sampel berada pada stadium IV yaitu29 Stadium TV 25(83.33%) 5 (16,67%) —_30(100%) penderita (83,33%). Pender yang - ferpoloeg stadium IT didapedan 20h 28(7778%) 8 (22.22%) 36 (100%) sebanyak 2 penderita (5.56%). Penderita stadium IT sebanyak 4 penderita(11,11%). Stadium Pada pemeriksaan sitologi cara sikatan 1 tidak ditemukan dal penelitian ini Distribusi hasilsitologi _sikatan menggunakan —tuntunan —_nasofaringoskopi ‘berdasarkan jenis histopatologi biopsi bua terdapat pada tabel 1. Pada KNF WHO tipe I sebanyak 1 penderita, hasil sitologi positif pada 1 penderita (100%) tersebut. Pada KNF WHO tipe II sebanyak 3 penderta, hasl sitologi positf pada 2 penderita (66,67%) dan negatif pada 1 penderita (33,33%%). Pada KNF WHO tipe III sebanyak 27 penderta, hasil sitologi posit pada 24 penderita (88,894) dan negatif pada 3 penderita(11,11%). Distribusi —hasil__sitologi —_sikatan menggunakan —turtunan —_-nasofaringoskopi berdasarkan stadium kins dapat dilhat pada tabel 2. Pada KNF stadium Il terdapat 2 penderita, hasil sitolog!sikatan pest pada kedua penderita (100%), Penderita KNF stadium Il sebanyak 4 orang. hasit sitologi positf pada 1 penderita (25%) dan negatif pada 3 pencerta (75%), Pada KINF stadium IV sebanyak 30 penderitahasil sitelogi sian positit pada 25 penderita (83.33%) din negatif pada 5 penderita (16,672) Pada pemeriksaan histopstologi biopsi Duta, 31 penderit (86,11%) positif KNF dengan biopsi pertama, 5 penderita(13,89%) negatif KNF. 54 menggunakan tunfunan nasofaringoskopi, 28 ‘penderita (77,78%) positifsel ganas dan 8 penderita (22.22%) nogatif sel ganas. Hasil pemeriksaan Sitologisikatan dengan tuntunan nasofaringoskopi 0,05). Untuk ‘mengetahui hudungan husil pemeriksaan sitologi cara satan menggunaken—_tuntunan nasofiringoskopi dan biopsi buta dilakukan ji asosiasi Kappa dan didapatkan nilai p=),001. Berarti, antara hasil pemeriksaan sitologi cara sskatan menggunakan tuntunan nesofaringoskopi dan biopsi buta didapatkan hubungan bermakna (70.05), DISKUSI Penelitian observasional ini merupakan ij iagnostik menggunakan rancangan studi cross sectional comparative karena penelitihendak rmembandingkan antaa basil pemeriksean stologi cara sikatan—menggunakan—tuntunan ‘nsofiringoskopi dengan histopatologi biopsi cara ‘uta. Agar diperoleh hasi uji yang baik diperukan baku emas (gold standard) sebagai pembanding. Penampilan ji diagnostik dalam tatanan Klinik 0,05) dan terdapat hubangan 55 ‘UjBandng... Sevan, Ivan Krsteno, Mubtarum Yas) (p<0,05), Alasan pene ingin menguj cara sikatan ‘menggunakan tuntunan nasofaringoskopi adalah arena cara sikatan lebih nyaman dengan resiko perdarahan profs lebih kecil dan tuntunan nasofaringoskopi akan _membsntu memperolch spesimen sikatan dengan lebih terarah, Dari 36 penderita yang mengikuti penelitian didapatkan penderita laki-laki lebih banyak daripeda wanita dengan perbandingan 3:1. Rasio insiden KNF lebih tinggi pada laki-tki daripada wanita dengan perbandingan sekitar 2-3 berbanding 1!“ Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Azar (2006) di RSUD Dr Soetomo Surabaya schesar 2.91.7 Banyaknya KNF pada laki-laki diduga karena resiko kontak dengan EBV lebih banyak pada laki- Jaki dibanding wanita.""" Jumlah penderita terbanyak berdasarkan ‘umur yaitu pada kelompok 41-50 tahun sebesar 36,11%, Penelitian Azwar (2006) juga menemukan insiden terbanyak KNF pada kelompok uur 41- 50 twhun yan sebesar 31,43% Distribusi KNF ‘memilikpola berdasarkan daerah endemis dan non ‘endemis, Daerah endemis seperti beberupa daerah ii Asia termasak Indonesia, memiliki pola dstribusi insiden yang meningkat seiring perambahan uur ddan scbagian besar insiden KINF ditemukan pada dekade kelima. Daerah non endemis seperti di ‘Afrika memiliki pola distribusi insiden yang berbeda yaitu terjadi dua puncak kejadian atau srafik bimodal. Puncak kejadian mayor pada ‘elompok umar 50 tahun dan minor pada kelompok ‘umur antara 10 hingga 25 tahun, " Jenis histopatotogi yang terbanyak adalah WHO tipe III sebesar 75%, Jenis histopatologi Jainaya yaitu WHO tipe Il sebesar 8,33% dan tipe I sebesar 2.78%, Pada 13,89% penderita tidak ditemukan adanya sel ganas berdasarkan_hasil histopatologi biopsi cara buta yang pertama kali. ‘Namun pada penderitatersebut ditemukan gejala ‘Minis sesuaitrias KNF sehinggs tetap memenahi herteria. penelitian. Masil_histopatologi tidak dlitemukan sel ganas pada biopsi buta pertama kali dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tumor nasofaring yang tidak teletak di tempat predileksi KNF pada umumaya (seperti di atap nasofaring, lateral dari fosa Rosenmuller) dapat mengakibatkan Jamal THT -KI. VoL, No2, Mei Agustus 2013, him, 52-6 ‘pengambilan jaringan tumor saat biopst buta tidak ‘mengenai tumor. Lokasi tumor nasofaring ‘umumnya di fosa Roscamuiler, bila tumor primer tidak berasal dari fusa Rosenmuller maka saat biopsi buta tumor tersebut dapat terewatisehingga tidak terambil. Tumor nasofaring yang terietak submukosa juga dapat mengakibatkan forsep tidak ‘menjangkau tumor. Penggunaan nasofaringoskopi dapat membantu pada kondisi ini yait untuk ‘visualisasi tumor sehingga forsep biopsi dapat terarah menjangkau tumor Diilndonesiatipe KNF yang paling sering yaitu WHO tipe IT, Tidak ditemukan KNF jenis WHO tipe I. Penelitian Azwas, 2006, di Surabaya juga tidak menemukan KNF jenis WHO tipe 1, hanya tipe HI (5,71%) dan tipe IIE (94,29%)* Penelitian Oui, 2007, hanys menemukan KNF jenis ‘WHO tipe II pada semva penderita yang meajadi sampel penelitan. Hasl penelitian di rama sakit Jain juga menunjulkan distribus jens histopatologi ‘yang tidak jauh berbeda."" Banyakaya KNF jenis WHO tipe Il karona diduga penyebab utama KNF adalah infeksi EBV dimana KNF yang dihubungkan dengan EBV adalah jenis undifferentiated (WHO tipe Ill) dan jenis non keratinisasi (WHO tipe 11)” ‘abel 1 menunjukkan distribusisitologi sikatan dibagi memurat jenis histopatologi. Pada KNF WHO tipe I scbanyak 1 penderita, hasil sitologi positif terdapat sel ganas pada penderita terscbut, Pada KNF WHO ttipe II sebanyak 3 penderit, sitologi posit pada 2 penderita (66,67%) ‘dan negatif pada | penderita(33,33%). Untuk KNF WHO tie Il, sehanyak 24 penderita (88.89%) dari 27 penderita menunjukkan hasil postif adanya sel ‘ganas, Berbeda dengan histopatologi yang dapat _membedakantipehistopatologi KNE, maka sitelogi sikatan hanya dapat menunjukkan ada tidaknya sel ‘ganas pada nasofaring. Untuk KNF WHO tipe ITT yang menjadi sampel terbanyak, sebagian besar ‘menunjukkan has sitologi sikatan positif vl ganas. ‘Untuk KNF WHO ttipe dan Tl, jumtah sampel belum mewakili dan masih diperiukan penelitian lanjut apakab sitologi sikatan juga memberikan sgambaran seperti pada KNF WHO tipe Ill Empat penderita dengan hasil sitologi negatif menunjukkan gambaran nasofaring (pada 56 asofaringoskopi) hanya berupa penonjolan ‘mukosa, Hasil histopatologi keempat penderita terschut tidak ditemukan keganasen, Pada evaluasi biopsi ulangan, hasil biopsi didapatkan adanya eganasan walau tidak dimasukkan sebagai hasil penelitian, Khusus pada 1 penderita dengan histopatologi radang granulomatik kemungkinan tuberkulosis,perlu di evaluasi lebih lanjut dengan ‘eli, Apakah ini merupakan suatu tuberkulosis rasofaring yang berdiri sendiri sebagai salah satu isgrosis banding KNF ataukah terjadi KNF bersama tuberkulosis nasofaring pads penderita tersebut. Tiga penderita dengan sitologi sikatan negatif menunjukkan gambaran massa nasofaring yang ulseratf eksoftik dipenuhi jaringan nekrosis pads permmukaan tumor. Hasil histopatologi posit ‘ganas pads ketiga penderita tersebut. Satu penderita ‘dengan sitologisikatan negatif namun histopatologi positif menunjukkan eambaran nesofaring berupa penonjolan —mukosa, Hail _histopatologi ‘menunjukkan jenis KNF WHO tipe Il. Sikaten nasofaring memniliki heterbatasan antara Iain pada tumor yang ditutupi jaringan ‘nokrotik dan pada tumor yang terletak submukosa schingga sikat tidak mampu menjangkau lebih 0,05), Hasil uji asosiasi Kappa memperoleh nilai p=0,001 yang ‘berartihubungan bermakna (p0,05). Dari penelitian ini dapat. disimpulkan Dahwa has! pemeriksaan sitologi can sikatan ‘menggunakan tuntunan nasofaringoskopi sepndan dengan histepatologibiopsi buts dalam menentukan ada tidaknya sel ganas pada penderita KNF. Jamal THT - KL WL.6, No.2, Mei ~ Agustus 2013, him, $26 DAFTAR PUSTAKA, 1 Adham M, Roezin, A. Karsinoma rasofaring. Dela: Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hhidung tenggorok kepala & Ieher. Edisi 6, Jakarta: FKUT; 2008: 182-7, Mulyarjo. Diagnosis. dan penatalaksanasn karsinoma nasofaring. Dalam: Mulyarjo, Soedjak 8, Wismubroto dkk ed, Naskah Lengkap PKB limu — Penyakit Unait/RSUD DrSoctom; 2002: 38-48, Stanley RE, Fong KW. Clinical presentation and disgnosis. In: Chong VJH, Tsao SY, eds. Nasopharyngeal carcinoma Singapore: Armour Publishing; 1997: 39-41 ‘Kentjono WA. Pengaruh vaksinasi BCG ‘alam meningkatkan respon T Helper | (Th) dan respon tumor terhadap radiasi pada karsinoma nasofaring. Surabaya, Universitas Airlangga, 2001. 768 hal. Diserasi. ‘Anwar. Perbendingan antara hai pemeriksaansitologsikatan dan biopsi bbuta pada penderita karsinoma nasofaring. Surabaya: Dep/SMF THT: KL FK Unair / RSUD Dr. Soetomo, 2006. 70 hal, Karya untuk memperoleh ijazab keahian, Abraham EK. Pillai KR, Mani KS, ea. Role of diagnostic cytology, In ‘Varghese C, Venkataraman K, Bhagwat S eds. Manual for cytology. Directorate general of health services ministy of ‘bealth and family welfare government of India; November 2005: 9-14, Jan ¥3, Chen SI, Wang J, et sl. Liquid based cytology in diagnosing 60 10. 2, 14, 15, ‘nasopharyngeal carcinoma. Am J Rhinol Allergy 2009; 23(4): 422-5, Keatjono WA. Karsinoma nasofaring: ‘ticlogi, gejala, diagnosis, deteksi dini, teropi dan peacegahan, Dalam: Peetan Deteksi Dini Kanker Nasofaring untuk Dokter Umum di Puskesmas. Surabaya; 14 April 2010: 13-41. ‘Soeparto P. Diagnosis. Dalam: Soeparto P, Soedibyo EP, Soeroso J, ed, Epidemiologi klinis. Surabaya: Gramike FK Unair, 1998: 21-48, Pusponegoro HD, Wirya IGN, Padjiadi AH, Bisanto J, Zulkamain SZ. Uji diagnosik. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, ed. Dasar-dasar metodologi penelitan Kins, Jakarta: Bina Aksar; 20402:165-84, Spano JP, Busson P, Atlan D, et al. Nasopharyngeal carcinomas: an update. European Journal of Cancer 2003; 39: 2121-38. Chew CT. Nasopharynx. In: Seott- Brown’s otolaryngology. 5* edition ‘Butterworth; 1987; 4:312.20. Chia KS, Lee HP. Epidemiology. in: Chong VJH, Tso SY, eds. Nasopharyngeal carcinoma Singapore: ‘Amour Publishing; 1997:29-35, Ody KH. Perbandingan Hasil Pemeriksaan Biopsi dengen Tuntunan ‘Nasofiringoskopi dan Biopsi Buta dalam —-Menegakkan Diagnosis Karsinoma Nasofaring. Surabaya: Dep/SMF THT-KL FK Unair /RSUD Dr. Soetomo,2007. $5 hal. Karya untuk ‘memperoleh ijazah keablian, Sosjipto D. Karsinoma Nasofsring, Dalam: Nurbiti I, Munir M, Damayasti S, ed. Tumor telinga idung dan tenggorok: diagnosis dan penatalaksanaan. Jakarta: FAUT; 1989: 71-84, 7. 18, 1». Healtho LD. Metode Penyikatan pada Deieksi Keganasan Nasofaring Yogyakarta: Dey/SMF THT-KL FK UGM/RSUP Dr. Sardjito, 2001.41 bal Karya untuk memperoleh ijazah keablian Pathmanathan R. Pathology. In: Choog VJH, Tsao SY, eds. Nasopharyngeal carcinoma. Singupore: Armour Publishing; 1997: 6-13, ‘Hadi W, Aspek kiinis dan histopatologi kearsinoma nasofaring di Lab/SMF THT FK Unait/RSU Dr Soetomo Surabaya tahun 1997. Surabaya: Lab/SMF THT FK Untir/RSU Dr Soetomo, 1998. Referat. (Chang AR, Liang XM, Chan ATC, etal. ‘The use of brush cytology and directed biopsies for the detection of nasopharyngeal carcinoma and precursor lesions, Head Neck 2001; 23: (637-645. 61 ‘jt Banding (Selva, ran Kristyono, Multum Ys)

You might also like