Professional Documents
Culture Documents
Disusun oleh :
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
FRAKTUR
A. Definisi
Fraktur adalah gangguan komplet atau tak komplet pada kontiunitas
struktur tulangdan didefinisikan sesuai dengan jenis dan keluasannya (Burner
& Suddart, 2013: 250)
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang.
Jika teradi fraktur maka jaringan lemak disekitarnya juga sering kali
terganggu, radiografi (Sinar-X) dapat menunjukkan kebaradaan cedera tulang
tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligament yang robek, syaraf yang
putus atau pembuluh darah yang pecah yang dapat menjadi komplikasi dari
pemulihan kesehatan klien. (Black Joyce M, 2013: 643)
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya
disertai dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon,
kerusakan pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer,
2014).
B. Klasifikasi
Klasifikasi fraktur secara umum :
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna, radius dan
cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a) Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang).
b) Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui seluruh garis
penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
b) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak berhubungan.
c) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi
tidak pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi
kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
b) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang
yang juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a) Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup
ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera
jaringan lunak sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan
lunak bagian dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.
b) Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade
yaitu :
1) Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
2) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak
yang ekstensif.
3) Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan
jaringan lunak ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma
:
a) Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang
dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
b) Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasi juga.
c) Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral
yang disebabkan trauma rotasi.
d) Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi
yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.
e) Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang..
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a) Tidak adanya dislokasi.
b) Adanya dislokasi
1) At axim : membentuk sudut.
2) At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3) At longitudinal : berjauhan memanjang.
4) At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a) 1/3 proksimal
b) 1/3 medial
c) 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
C. Etiologi
Fraktur disebabkan oleh trauma di mana terdapat tekanan yang
berlebihan pada tulang yang biasanya di akibatkan secara langsung dan tidak
langsung dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau luka yang
di sebabkan oleh kendaraan bermotor. Penyebab patah tulang paling sering di
sebabkan oleh trauma terutama pada anak-anak, apabila tulang melemah atau
tekanan ringan. (Doenges, 2013:627)
Menurut Carpenito (2013:47) adapun penyebab fraktur antara lain:
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi
dari ketiganya, dan penarikan.
1. Trauma Langsung
Yaitu fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda
paksa misalnya benturan atau pukulan pada anterbrachi yang
mengakibatkan fraktur
2. Trauma Tak Langsung
Yaitu suatu trauma yang menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh
dari tempat kejadian kekerasan.
3. Fraktur Patologik
Stuktur yang terjadi pada tulang yang abnormal(kongenital,peradangan,
neuplastik dan metabolik).
D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis fraktur menurut Brunner & Suddarth (2013) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstrimitas, krepitus,
pembengkakan local, dan perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi, spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang di rancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak tidak alamiah bukan seperti normalnya, pergeseran
fraktur menyebabkan deformitas, ekstrimitas yang bias di ketahui
dengan membandingkan dengan ekstrimitas yang normal. Ekstrimitas
tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung
pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
4. Saat ekstrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen
satu dengan yang lainya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai
akibat dari trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini
biasanya baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera
E. Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma
gangguan adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan
metabolik, patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang
terbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan
pendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun maka terjadi
perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan
poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di dalam tubuh. Fraktur
terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat menimbulkan
gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan
kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
metabolic, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya
pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan imobilitas yang
bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang telah dihubungkan, tetap
pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai
contoh vasokontriksi progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena
ada cedera, respon terhadap berkurangnya volume darah yang akut adalah
peningkatan detah jantung sebagai usaha untuk menjaga output jantung,
pelepasan katekolamin-katekolamin endogen meningkatkan tahanan
pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan
mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit membantu
peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif juga
dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin
lain. Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas
pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme
kompensasi sedikit mengatur pengembalian darah (venous return) dengan
cara kontraksi volume darah didalam system vena sistemik. Cara yng paling
efektif untuk memulihkan krdiak pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan
oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang sangat
diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada
keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke metabolisme
anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan berkembangnya
asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian substrat
untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka
membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan
tanda ultra struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama
lagi akan cedera mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang
mencernakan struktur intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah
pembengkakan sel . juga terjadi penumpukan kalsium intra-seluler. Bila
proses ini berjalan terus, terjadilah cedera seluler yang progresif,
penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini memperberat
dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah
dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Ditempat patah terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya
serabut saraf meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom
kompartemen (Brunner & Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup.
Fraktur tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot,
ligament dan pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus
imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri,
iritasi kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan
diri dapat terjadi bila sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan
berkurangnyan kemampuan prawatan diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka
dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen tulang di pertahankan dengan
pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan
lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera mungkin akan
terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price dan
Wilson, 2006).
F. WOC/Pathway
Fraktur
Ketidakefektifan perfusi
Putus vena / arteri Kerusakan integritas kulit jaringan perifer
1. Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal
tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi,
takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur
terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam
pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
g) Osteomyelitis merupakan infeksi dari jaringan tulang yang
mencakup sumsum dan korteks tulang dapat berupa exogenous
(infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi yang
berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur
terbuka, luka tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur
tulang panjang, fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka
amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang
lebih besar
2. Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan
tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung
fragmen tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur
tibia-fibula. Etiologi Mal-union adalah fraktur tanpa pengobatan,
pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal
pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
5. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multiple atau cedera hari.
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
c) Penarikan (traksi)
Secara umum traksi dilakukan dengan menempatkan beban
dengan tali pada ekstermitas pasien. Tempat tarikan
disesuaikan sedemikian rupa sehingga arah tarikan segaris
dengan sumbu panjang tulang yang patah. Metode
pemasangan traksi antara lain :
1. Traksi manual
Tujuannya adalah perbaikan dislokasi, mengurangi
fraktur, dan pada keadaan emergency
2. Traksi mekanik, ada 2 macam :
- Traksi kulit (skin traction)
Dipasang pada dasar sistem skeletal untuk
sturktur yang lain misal otot. Digunakan dalam
waktu 4 minggu dan beban < 5 kg.
- Traksi skeletal
Merupakan traksi definitif pada orang dewasa
yang merupakan balanced traction. Dilakukan
untuk menyempurnakan luka operasi dengan
kawat metal / penjepit melalui tulang / jaringan
metal.
Kegunaan pemasangan traksi, antara lain :
4. Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang
berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan
memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis
fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang
tersisa diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah proses
yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat
untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh
proses resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae
yang lebih tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan
akhirnya dibentuk struktur yang mirip dengan normalnya.
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada
berbagai macam meliputi:
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan
yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia
proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah
kecelakaan lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara
sekunder, dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon
nyeri atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena.
d) Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi
cedera.
3) Neurosensori
a) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b) Kebas/ kesemutan (parestesia)
c) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan,
rotasi, krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat
kelemahan/ hilang fungsi.
d) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma
lain)
4) Nyeri / kenyamanan
a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin
terlokalisasi pada area jaringan / kerusakan tulang pada
imobilisasi ), tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf .
b) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan
warna
b) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap
atau tiba- tiba).
6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul
ketakutan dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa
cemas, rasa ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya
secara normal dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
8) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat
fraktur.
9) Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan
oel nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.
L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan
fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi,
stress, ansietas.
2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status
metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi ditandai dengan
oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan berat badan, turgor
kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan suplai
darah jaringan
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ ketidaknyamanan,
kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons inflamasi
tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan, luka/kerusakan kulit,
insisi pembedahan.
M. Intervensi
Morhed Sue, dkk. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indnesian
edition. Indonesia: Mocomedia.
Smeltzer, S.C. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.