You are on page 1of 19

MAKALAH

“HAKIKAT IBADAH DI TINJAU DARI KESEHATAN JASMANI DAN


ROHANI”

Dosen Pembimbing
Bp. Makhasin AS M.Pd

DISUSUN OLEH :

TRI PUJI UTAMI

SEKOLAH TINGGI ISLAM KENDAL


Kampus II : Jalan RA Kartini Km 2 Kebumen , Sukorejo , Kendal
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunianya,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
gunamemenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah FIQIH 1 dengan judul “HAKIKAT
IBADAH DI TINJAU DARI KESEHATAN JASMANI DAN ROHANI”

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa,saran,dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatas pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena itu,kami mengharapkan
segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
perkembangan saat ini.

Kendal,29 September 2019

TRI PUJI UTAMI


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………..

DAFTAR ISI……………………………………………………………………….

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………….

BAB II ISI…………………………………………………………………………...

A. PENGERTIAN HADIST………………………………………….
B. SEPESIFIKASI HADIST…………………………………………
C. PEMBAGIAN HADIST…………………………………………...
D. CABANG CABANG HADIST…………………………………...
E. SEJARAH HADIST………………………………………………
F. KITAB KITAB YANG MEMBAHAS HADIST………………….

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………

A. KESIMPULAN…………………………………………………….
B. SARAN…………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Sebagai di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadis sesuai dengan
fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadis Shahih, Hadis Hasan, dan Hadis Dha`if.
Masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada yang berkaitan dengan
persambungan sanad, kulitas para periwayat yang di lalui hadis, dan ada pula yang berkaitan
dengan kandungan hadis itu sendiri. Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadis ada dua.
Pertama berkaitan dengan sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan
sanad akan mengantar kita menelusuri apakah sebuah hadis itu bersambung sanadnya atau
tidak, dan apakah para periwayat hadis yang di cantumkan di dalam sanad hadis itu orang-
orang yang terpercaya aau tidak. Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu
kita mempersoalkan dan akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya
berasal dari Nabi atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadis bertentangan dengan dalil lain
atau tidak.

Rumusan Masalah

 Pengertian Hadist
 Sepesifikasi Hadist
 Pembagian Hadist
 Cabang – Cabang Hadist
 Sejarah Hadist
 Kitab – Kitab Yang Membahas Hadist

Tujuan Khusus
Secara khusus makalah ini bertujuan untuk:

 Mengetahui Pengertian Hadist


 Mengetahui Sepesifikasi Hadist
 Mengetahui Pembagian Hadist
 Mengetahui Cabang – Cabang Hadist
 Mengetahui Sejarah Hadist
 Mengetahui Kitab – Kitab Yang Membahas Hadist
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH

1. Pengertian Ulumul Hadis


Ulumul Hadis adalah istilah Ilmu Hadis di dalam tradisi Ulama` Hadis. (Arabnya: `Ulum al
Hadits). `Ulum al Hadits terdiri atas dua kata, yaitu `Ulum dan al Hadits. Kata `Ulum dalam
bahasa Arab adalah bentuk jamak dari `Ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al Hadits di
kalangan Ulama` Hadis berarti “segala sesuatu yang di sandarkan kepada Nabi SAW dari
perkataan, perbuatan, taqrir, atau sifat.” Dengan demikian `Ulum Al Hadits mengandung
pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadis Nabi “.
Secara umum para Ulama` Hadis membagi Ilmu Hadis kepada dua bagian, yaitu Ilmu Hadis
Riwayah (`Ilm al Hadits Riwayah) dan Ilmu Hadis Dirayah (`Ilm al Hadits Dirayah):
1.1Pengertian Ilmu Hadis Riwayah
a. Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang di kutip oleh Al-Suyuthi, yaitu:
Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi SAW dan perbuatannya, pencatatannya, serta
periwayatannya, dan penguraian lafaz-lafznya.
b.Menurut Muhammad `Ajjaj al-Khathib, yaitu:
Ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang di sandarkan
kepada Nabi SAW, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat
jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti dan terperinci.
c.Menurut Zhafar Ahmad ibn lathif al-`Utsmani al-Tahanawi di dalam
Qawa`id fi `Ulum al-Hadits, yaitu:
Ilmu Hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengannya
perkataan, perbuatan, dan keadaan Rosul SAW serta periwayatan, pemeliharaan, dan
penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian
lafaz-lafaznya.
Dari ketiga definisi di atas dapat di pahami bahwa Ilmu Hadis Riwayah pada dasarnya
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadis Nabi SAW.
Objek kajian Ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi SAW dari segi periwayatannya dan
pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
- Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lainnya;
- Cara pemeliharaan Hadis, Yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan dan pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap Hadis Nabi SAW
agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam proses
periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya.

1.2Pengertian Ilmu Hadis Dirayah


Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadis Dirayah ini. Akan
tertapi, apabila di cermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat titik persamaan di
antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan pokok bahasannya.
a. Menurut ibnu al-Akfani, yaitu:
Dan ilmu hadis yang khusus tentang Dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui
hakikat riwayat, syarat-syarat, macam-macam, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi,
syarat-syarat mereka, jenis yang diriwayatkan, dan segala sesuaatu yang berhubungan
dengannya.
b. Imam al-Suyuti merupakan uraian dan elaborasi dari definisi diatas, yaitu:
Hakikat Riwayat adalah kegiatan periwayatan sunnah (Hadis) dan penyandarannya kepada
orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu perkataan seorang
perawi “haddatsana fulan”, (telah menceritakan kepada kami si fulan), atau ikhbar, seperti
perkataannya “akhbarana fulan”, (telah mengabarkan kepada kami si fulan).
c. M. `Ajjaj al-Khatib dengan definisi yang lebih ringkas dan komprehensif, yaitu:
Ilmu Hadis Dirayah adalah kumpulan kaidah-kaidah dan masalah-masalah untuk
mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau ditolaknya.
Dengan urian sebagai berikut:
Al-rawi atau perawi adalah orang yang meriwayatkan atau menyampaikan Hadis dari satu
orang kepada yang lainnya; Al-marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu sesuatu
yang di sandarkan kepada Nabi SAW atau kepada yang lainnya seperti Sahabat atau Tabi`in;
keadaan perawi dari segi diterima atau ditolaknya adalah mengetahui keadaan para perawi dari
segi jarh dan ta`dil ketika tahammul dan adda` al-Hadits, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya dalam kaitannya dengan periwayatan Hadis
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadis Dirayah adalah untuk mengetahui dan menetapkan Hadis-
hadis yang Maqbul (yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk di amalkan), dan
yang mardud (yang ditolak).
Ilmu Hadis Dirayah inilah yang selanjutnya secara umum dikenal dengan Ulumul
Hadis, Mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Keseluruhan nama-nama diatas, meskipun
bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang sama yaitu ilmu yang membahas tentang
kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan perawi (sanad) dan marwi (matan) suatu Hadis, dari
segi diterima dan di tolaknya.
2. SPESIFIKASI HADIST

Sahih al-Bukhari

Kitab hadis ini disusun oleh Imam Bukhari. Sejatinya, nama lengkap kitab itu adalah Al-Jami Al-
Musnad As-Sahih Al-Muktasar min Umur Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassallam wa Sunanihi.
Kitab hadis nomor satu ini terbilang unggul, karena hadis-hadis yang termuat di dalamnya
bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.
‘’Sekalipun ada hadis yang sanadnya terputus atau tanpa sanad sekali, namun hadis itu hanya
berupa pengulangan,’’ tulis Ensiklopedi Islam. Karena kualitas hadisnya yang teruji, Imam Az-
Zahabi, mengatakan, kitab hadis yang ditulis Imam Bukhari merupakan kitab yang tinggi
nilainya dan paling baik, setelah Alquran.
Menurut Ibnu hajar Al-Asqalani, kitab hadis nomor wahid ini memuat sebanyak 7.397 hadis
yang dibagi dalam bab-bab yang yang terdiri dari akidah, hukum, etika makan dan minum,
akhlak, perbuatan baik dan tercela, tarik, serta sejarah hidup Nabi SAW.

Sahih Muslim

Menurut Imam Nawawi, kitab Sahih Muslim memuat 7.275 hadis, termasuk yang ditulis ulang.
Berbeda dengan Imam Bukahri, Imam Muslim hanya menghafal sekitar 300 ribu hadis atau
separuh dari yang dikuasai Imam Bukhari. ‘’Jika tak ada pengulangan, maka jumlah hadis
dalam kitab itu mencapai 4.000,’’ papar Ensiklopedi Islam.

Sunan Abi Dawud

Kitab ini memuat 5.274 hadis, termasuk yang diulang. Sebanyak 4.800 hadis yang tercantum
dalam kitab itu adalah hadis hukum. ‘’Di antara imam yang kitabnya masuk dalam Kutub as-
Sittah, Abu Dawud merupakan imam yang paling fakih,’’ papar Ensiklopedi Islam.Karenanya,
Sunan Abi Dawud dikenal sebagai kitah hadis hukum, para ulama hadis dan fikih mengakui
bahwa seorang mujtahid cukup merujuk pada kitab hadis itu dan Alquran. Ternyata, Abu Dawud
menerima hadis itu dari dua imam hadis terdahulu yakni Imam Bukhari dan Muslim.

Sunan At-Tirmizi

Kitab ini juga dikenal dengan nama Jami’ At-Tirmizi. Karya Imam At-Tirmizi ini mengandung
3.959 hadis, terdiri dari yang sahih, hasan, dan dhaif. Bahkan, menurut Ibnu Qayyim al-
Jaujiyah, di dalam kitab itu tercantum sebanyak 30 hadis palsu. Namun, pendapat itu dibantah
oleh ahli hadis dari Mesir, Abu Syuhbah.

Sunan An-Nasa’i

Kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan Al-Mujtaba. An-Nasa’I menyusun kitab itu setelah
menyeleksi hadis-hadis yang tercantum dalam kitab yang juga ditulisnya berjudul As-Sunan Al-
Kubra yang masih mencampurkan antara hadis sahih, hasan, dan dhaif. Sunan An-Nasa’I
berisi 5.671 hadis, yang menurut Imam An-Nasa’I adalah hadis-hadis sahih.
Sunan Ibnu Majah

Kitab ini berisi 4.341 hadis. Sebanyak 3.002 hadis di antaranya terdapat dalam Al-Kutan Al-
Khasah dan 1.339 hadis lainnya adalah hadis yang diriwaytkan Ibnu Majah. Awalnya, para
ulama tak memasukan kitab hadis ini kedalam jajaran Kutub As-Sittah, karena di dalamnya
masih bercampur antara hadis sahih, hasan dan dhaif. Ahli hadis pertama yang memasukan
kitab ini ke dalam jajaran enam hadis utama adalah Al-Hafiz Abu Al-fadal Muhammad bin Tahir
Al-Maqdisi (wafat 507 Hijiriah).

3. PEMBAGIAN HADIST

Dari Segi Jumlah Periwatnya

Hadits ditinjau dari segi jumlah perawi atau orang yang meriwayatkan hadits, hadits terbagi
menjadi :

 Hadits Mutawatir
 Hadits Ahad

a. Hadits Mutawatir

 Pengertian Hadits Mutawatir

Kata mutawatir menurut bahasa ialah mutatabi yang berarti beriring-iringan atau
berturut-turut antara satu dengan yang lain.Sedangkan menurut istilah ialah suatu hasil
tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh sejumlah besar perawi, yang memunculkan
ketidakmungkinan berdusta terhadap apa yang mereka riwayatkan.

 Pembagian Hadits Mutawatir

Para ulama membagi hadits mutawatir menjadi 3 (tiga) macam :

Hadits Mutawatir Lafdzi

Hadits yang lafadznya para perawi itu sama, baik dalam hukum maupun ma’nanya.

Hadits Mutawatir Ma’nawy

Hadis yang berlainan antara bunyi lafadz dan maknanya, tetapi dapat diambil dari
kesimpulan keduanya atau satu makna yang umum.
Hadits Mutawatir Amaly

Sesuatu yang mudah diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan telah mutawatir di
antara kaum muslimin, bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan hal tersebut atau
memerintahkan kepada kaum muslimin untuk melakukannya.

b. Hadis Ahad

 Pengertian Hadits Ahad

Hadits ahad menurut istilah ahli hadits ialah hadits yang tidak berkumpul seperti syarat-
syarat mutawatir.

 Pembagian Hadits Ahad

Pembagian hadits ahad dilihat dari jumlah perawinya menjadi tiga tingkatan yaitu :

Hadits Masyhur

Hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih dan belum mencapai derajat
mutawatir.

Hadits ‘Azis

Hadits yang diriwayatkan oleh dua orang. Walupun dua orang tersebut terdapat pada
satu thabaqah saja, kemudian setelah itu, orang lain yang meriwayatkannya.

Hadits Gharib

Hadits yang dalam sanadnya terdapat seseorang yang menyendiri ketika


meriwayatkan hadits tersebut.

 Dari Segi Kualitas Sanad dan Matan

Para ulama membagi hadits ahad dalam tiga tingkatan yaitu : hadits shahih, hadits
hasan, dan hadis daif. Pada umumnya, para ulama tidak mengemukakan jumlah rawi, keadaan
rawi, dan keadaan matan dalam menentukan pembagian hadits tersebut menjadi hadis sahih,
hasan, dan daif.

Hadits Sahih

Hadits Sahih adalah hadits yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi yang adil,sempurna
ingatannya, sanadnya bersambung-sambung, tidak berillat dan tidak janggal.

Hadits shahih terbagi kepada dua bagian:


 Shahih Li-dzatihi

Hadits yang sanadnya bersambung-sambung, diriwayatkan oleh orang yang adil,


sempurna hafalannya dari orang yang sederajat kualitas dengannya hingga akhir sanad, tidak
janggal dan tidak mengandung cacat yang parah.

 Shahih Li-ghairih

Hadits yang keadaan perawinya kurang hafidh dan dhabith, tetapi mereka masih
terkenal sebagai orang yang jujur, sehingga berderajat hasan. Lalu didapati padanya dari jalan
lain yang serupa atau lebih kuat darihal-hal yang dapat menutupi kekurangan yang
menimpanya itu.

Hadits Hasan

Hadits Hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh orang yang yang adil yang kurang
sedikit kedhobitannya, bersambung-sambung sanadnya sampai kepada Nabi Muhammad
SAW. dan tidak mempunyai ‘Illat serta syadz.

Menurut Ibnu Shalah, hadits hasan itu dapat dibagi menjadi dua:

Hasan Li-dzatihi

Hadits yang para perawinya terkenal dengan kejujuran dan amanahnya, tetapi hafalan
dan keteguhan hafalannya tersebut tidak mencapai derajat para perawi hadits shahih.

Hasan Li-ghairihi

Hadits yang sanadnya tidak sepi dari seseorang yang tidak jelas perilakunya atau
seseorang yang kurang baik hafalannya.

 Dari Segi Kedudukan Hadits dalam Hujjah

Hadits ahad dari segi dapat diterima atau tidaknya, terbagi menjadi 2 (dua) macam yaitu
hadits maqbul dan hadis mardud.

.Hadits Maqbul

Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang diterima, atau yang dibenarkan.
Sedangkan menurut urf Muhaditsin, hadis Maqbul ialah hadits yang menunjukkan suatu
keterangan bahwa Nabi Muhammad SAW menyabdakannya.

Jumhur ulama berpendapat bahwa hadits maqbul ini wajib diterima. Sedangkan yang
temasuk dalam kategori hadits maqbul adalah:

 Hadis sahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi


 Hadis hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
Hadits Mardud

Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak atau yang tidak diterima. Sedangkan
menurut urf Muhaddisin, hadits mardud ialah hadits yang tidak menunjukkan keterangan yang
kuat akan adanya dan tidak menunjukkan keterangan yang kuat atas ketidakadaannya, tetapi
adanya dengan ketidakadaannya bersamaan. Jadi, hadits mardud adalah semua hadits yang
telah dihukumi daif.

Hadits Daif

Hadits daif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadits hasan.

 Dari Segi Tempat Penyandarannya

Ditinjau dari segi kepada siapa berita itu disandarkan, apakah disandarkan pada Allah,
Nabi SAW., shahabat ataukah disandarkan kepada yang lainnya, maka hadits itu dapat dibagi
menjadi:

 Hadits Qudsi

Yang disebut hadits Qudts –Qudsy atau hadits- Rabbany atau hawadits-lahi, ialah
sesuatu yang dikabarkan Allah Ta’ala kepada Nabi-Nya dengan melalui ilham , yang kemudian
Nabi menyampaikan makna dari ilham tersebut dengan ungkapan yang berasal dari kata beliau.

 Hadits Marfu’

Hadits Marfu' adalah hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW., baik berupa
perkataan, perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun terputus.

 Hadits Mauquf

Hadits Mauquf adalah hadits yang disandarkan kepada sahabat, baik berupa perkataan,
perbuatan atau semacam itu, baik sanadnya itu bersambung ataupun terputus.

 Hadits Maqtu’

Hadits Maqtu' adalah hadits yang disandarkan kepada tabi’in dan tabi’ut tabi’i serta
orang yang sesudahnya, baik berupa perkataan, perbuatan atau lainnya.
CABANG CABANG HADIST
Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadis Riwayah dan Dirayah ialah:
a. Ilmu Rijal al-Hadis
Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari tabi`in, mupun
dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah
sejarah kehidupan para tokoh tersebut, Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang
mempelajari persoalan ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-
Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.

b. Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil


Yaitu Ilmu yang menerangkan tentang hal cacat-cacat yang dihadapkan kepada para
perawi dan tentang penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu. Maksudnya al-Jarh (cacat) yaitu
istilah yang digunakan untuk menunjukkan “sifat jelek” yang melekat pada periwayat hadis
seperti,
c. Ilmu Fannil Mubhamat
Yaitu ilmu untuk mengetahui nama orang-orang yang tidak disebut di dalam matan atau di
dalam sanad. Misalnya perawi-perawi yang tidak tersebut namanya dalam shahih Bukhory
diterangkan selengkapnya oleh Ibnu Hajar Al `Asqollany dalam Hidayatus Sari Muqaddamah
Fathul Bari.
d. Ilmu Mukhtalif al-Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis secara lahiriah bertentangan, namun ada
kemungkinan dapat diterima dengan syarat. Mungkin dengan cara membatasi kemutlakan atau
keumumannya dan lainnya, yang bisa disebut sebagai ilmu Talfiq al-Hadits.
e. Ilmu `Ilalil Hadits
Yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak
keabsahan suatu Hadis. Misalnya memuttasilkan Hadis yang munqathi`, memarfu`kan Hadis
yang mauquf, memasukkan suatu Hadis ke Hadis yang lain, dan sebagainya. Ilmu yang satu ini
menentukan apakah suatu Hadis termasuk Hadis dla`if, bahkan mampu berperan amat penting
yang dapat melemahkan suatu Hadis, sekalipun lahirnya Hadis tersebut seperti luput dari
segala illat.
f. Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu yang membahas dan menjelaskan Hadis Rasulullah SAW yang sukar di ketahui
dan di pahami orang banyak karena telah berbaur dengan bahasa lisan atau bahasa Arab
pasar. Atau ilmu yang menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadis yang
sukar diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum.
g. Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
Yaitu ilmu yang membahas Hadis-hadis yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan
tengah. Hukum hadis yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadis yang lain (mansukh).
Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan dinamakan nasikh. Nasikh
inilah yang berlaku selanjutnya.
h. Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadis)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya dan masa-masanya
Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam
Ilmu hadis ada Ilmu Asbab wurud al-Hadits. Terkadang ada hadis yang apabila tidak di ketahui
sebab turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak di amalkan.
i. Ilmu Mushthalah Ahli Hadits
Yaitu ilmu yang menerangkan pengertian-pengertian (istilah-istilah yang di pakai oleh ahli-
ahli Hadis.

SEJARAH HADIST
A. Periwayatan Hadis Masa Nabi Muhammad SAW
Nabi dalam melaksanakan tugas sucinya yakni sebagai Rasul berdakwah, menyampaikan
dan mengajarkan risalah islamiyah kepada umatnya. Nabi sebagai sumber hadis menjadi figur
sentral yang mendapat perhatian para sahabat. Segala aktifitas beliau seperti perkataan,
perbuatan dan segala keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang
tidak menyaksikannya, karena tidak seluruh sahabat dapat hadir di majelis Nabi dan tidak
seluruhnya selalu menemani beliau. Bagi mereka yang hadir dan mendapatkan hadits dari
beliau berkewajiban menyampaikan apa yang dilihat dan apa yang didengar dari Rasulullah
SAW. Baik ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits-Hadits dari Rasulullah. Mereka sangat antusias
dan patuh pada perintah-perintah Nabi SAW.
Pernyataan al-Bara’ ini memberi petunjuk:
(1) Hadis yang diketahui oleh sahabat tidaklah seluruhnya langsung diterima dari Nabi,
melainkan ada juga yang diterima melalui sahabat lain;
(2) walaupun para sahabat banyak yang sibuk, tetapi kesibukan itu tidak menghalangi
kelancaran penyebaran hadis Nabi.
Para sahabat menerima hadits secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara
langsung misalnya saat Nabi SAW. Memberi ceramah, pengajian, khotbah atau penjelasan
terhadap pertanyaan-pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung
adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim
oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi.
Dalam sejarah penulisan hadits terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadits,
diantaranya:
a. ‘Abdullah ibn Amr ibn ‘Ash (w. 65 H/685 M), shahifahnya disebut Ash-Shadiqah.
b. Ali ibn Abi Thalib (w.40 H/611 M), penulis hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dll
c. Anas bin Malik
d. Sumrah ibn Jundab (w.60 H/680 M)
e. Abdullah ibn Abbas (w. 69 H/689 M)
f. Jabir ibn ‘Abdullah al-Anshari (w. 78 H/697 M)
g. Abdullah ibn Abi Awfa’ (w.86 H)
Dalam menyampaikan hadits-haditsnya, Nabi menempuh beberapa cara, yaitu :

Pertama, melalui majelis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi
untuk membinah para Jemaah
Kedua, dalam banyak kesempatan Rasulullah jg menyampaikan haditsnya melalui para
sahabat tertentu, yang kemudian oleh para sahabat tersebut disampaikannya kepada orang lain
Ketiga, untuk hal-hal sensitif, seperti yang berkaitan dengan soal keuarga dan kebutuhan
biologis, terutama yang menyangkut hubungan suami istri, Nabi menyampaikan melalui istri-
istrinya.
Keempat, melalui ceramah atau pidato di tempat terbuka, seperti ketika futuh Mekkah dan
haji wada’. Ketika menunaikan ibadah Haji pada tahun 10 H (631 M), Kelima, melalui
perbuatan langsung yang disaksikan oleh para sahabatnya, yaitu dengan jalan musyahadah,
seperti yang berkaitan dengan praktik-praktik ibadah dan muamalah

B.Periwayatan Hadis pada Masa Sahabat


Berikut ini dikemukakan sikap al- Khulafa’ al-Rasyidin tentang periwayatan hadis Nabi.
Abu Bakar al-Shiddiq
Menurut muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy (wafat 748 H = 1347 M), Abu Bakar merupakan
sahabat Nabi yang pertama-tama menunjukkan kehati-hatiannya dalam periwayatan hadis.
Umar bin al-Khaththab
‘Umar dikenal sangat hati-hati dalam periwayatan hadis. Hal ini terlihat, misalny, ketika ‘Umar
mendengar hadis yang disampaikan kepada Ubay bin Ka’ab. ‘Umar barulah bersedia menerima
riwayat hadis dai Ubay, setelah para sahabat yang lain, diantaranya Abu Dzarr menyatakan
telah mendengar pula hadis Nabi tentang apa yang dikemukakan oleh Ubay tersebut
Usman bin ‘Affan
Secara umum,kebijakan ‘Usman tentang periwayatan hadis tidak jauh berbedah dengan apa
yang telah ditempuh oleh kedua Khalifa pendahulunya.
Dalam praktiknya, ada dua cara sahabat meriwayatkan suatu hadits, yaitu :
1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAW. Yang mereka
hafal benar lafazh dari Nabi.
2. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hafal lafazh asli
dari Nabi SAW.
Pada masa ‘Ali r.a., timbul perpecahan dikalangan umat islam akibat konflik politik antara
pendukung ‘Ali dengan Mu’awiyah. Umat islam terpecah menjadi tiga golongan :
1. Syi’ah, pendukung setia terhadap ‘Ali, diantara mereka fanatik dan terjadi pengkultusan
terhadap ‘Ali.
2. Khawarij, golongan pemberontak yang tidak setuju dengan perdamaian (tahkim) dua kelompok
yang bertikai. Kelompok ini semula menjadi pendukung ‘Ali tetapi kemudian mereka keluar
karena tidak menyetuji perdamaian.
3. Jumhur Muslimin, diantara mereka ada yang mendukung pemerintahan ‘Ali, ada yang
mendukung pemerintahan Mu’awiyah dan ada pula yang netral tidak mau melibatkan diri dalam
kancah konflik.
C.Periwayatan Hadits Pada Masa Tabi’in
Sebagaimana para sahabat, para tabi’in juga cukup berhati-hati dalam periwayatan hadits.
Hanya saja, beban mereka tidak terlalu berat jika dibandingkan dengan yang dihadapi para
sahabat. Pada masa ini, Al-Qur’an sudah dikumpulkan dalam satu mushaf, sehingga tidak lagi
mengkhawatirkan mereka. Selain itu, pada masa akhir periode al-Khulafa’ al-Rasyidun (masa
khalifah ‘Utsman bin ‘Affan) para sahabat ahli hadits telah menyebar kebeberapa wilayah
kekuasaan islam.

A.Kesimpulan sejarah hadist


Jadi pada masa Nabi SAW. Ada beberapa cara yang ditempuh oleh Rasulullah SAW. Dalam
menyampaikan suatu hadits yaitu :
1. Melalui majelis al-‘ilm, yaitu pusat atau tempat pengajian yang diadakan oleh Nabi untuk
membina para jemaah.
2. Dalam suatu kesempatan Rasulullah juga biasa menyampaikan haditsnya kebeberapa sahabat
yang sempat hadir dan bertemu pada beliau, yang kemudian hadits yang didapat itu kemudian
sahabat menyampaikannya lagi kepada sahabat lain yang belum sempat atau yang pada saat
itu tidak hadir dihadapan Rasulullah.
3. Untuk hal-hal yang sensitif, seperti hal-hal yang berkaitan dengan soal keluarga dan biologis,
dan yang terutama soal yang menyangkut hubungan suami istri, Rasulullah
menyampaikanlmelalui istri-istrinya, jadi pada hal-hal yang sensitif Nabi SAW. Dibantu untuk
menyelesaikan masalah tersebut oleh istri-istri beliau.
4. Melalui hadits yang telah Rasulullah sampaikan kepada para sahabat, sehingga hadits-
hadits tersebut cepat tersebar di kalang masya

2.3 Contoh Kitab yang Berhubungan dengan Cabang-cabang Ulumul Hadis.


a.Ilmu Rijal al-Hadis
1. Kitab yang disusun berdasarkan generasi (thabaqot)
- Kitab Al-Thabaqot al-Kubra, karya Abu abdillah ibn Sa`ad Katib al-Waqidi (168-230 H)
- Thobaqot al-Riwayat, karya Khalifah ibn Khayyath al-`Ushfuri (w. 240 H)
- Kitab Tadzkirat al-Huffazh, karya Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi (w. 746 H/1348 M).
2.Kitab yang disusun secara umum berdasarkan huruf abjad agar mudah menggunakannya,
seperti Al-Tarikh al-Kabir, karya Al-Imam Muhammad ibn Isma`il al-Bukhari (194-256 H).
3.Kitab yang membahas biografi para sahabat Nabi, seperti:
- Al-Isti`ab fi Ma`rifat al-Ashab, karya Ibn `Abdil Barr (w. 463 H/1071 M). yang memuat biografi
tidak kurang dari 3500 orang sahabat.
- Usud al-Ghabah fi Ma`rifat al-Shahabah, karya `Izzuddin ibnul Atsir (w. 630 H/1232 M). yang
memuat biografi sebanyak 7554 orang sahabat.
4.Kitab yang membicarakan para periwayat enam kitab (Shahih al-Bukhori, Shahih Muslim, Sunan
Abi Daud, Sunan al-Turmudzi, Sunan al-Nasa`I, Sunan Ibn Majah) antara lain, Al-Kamal fi Asma
al-Rijal, karya `Abdul Ghani al-Maqdisi (w. 600 H/1202 M).

b.Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil


Kitab-kitab yang disusun mengenai Jarh dan Ta`dil, ada beberapa macam yaitu:
1.Kitab yang melengkapi orang-orang kepercayaan dan orang-orang lemah, seperti Kitab Thobaqot
Muhammad ibn Sa`ad Az Zuhry Al Bashory (230 H).
2. Kitab yang menerangkan orang-orang yang dapat di percaya saja, seperti Kitab Ats Tsiqot,
karangan Al `Ajaly (261 H) dan kitab Ats Tsiqot, karangan Abu Hatim ibn Hibban Al Busty.
3. Kitab yang menerangkan tingkatan penghafal-penghafal Hadis, seperti kitab karangan Ibnu Hajar
Al `Asqolany dan As Sayuthy.
4. Kitab yang menerangkan orang-orang yang lemah-lemah saja, seperti Kitab Adl Dlu`afa
karangan Al Bukhary dan Kitab Adl Dlu`afa karangan Ibnul Jauzy (597 H).

c.Ilmu Fannil Mubhamat


- Kitab susunan Al Khatib Al Baghdady, yang kemudian kitab tersebut diringkas dan di bersihkan
oleh An Nawawy dalam Kitab Al Isyarat ila bayani Asmail Mubhamat.

d.Ilmu Mukhtalif al-Hadis


- Kitab Ikhtilaf al-Hadits, karangan Imam al-Syafi`i (150-204 H).
- Kitab Ta`wil Mukhtalif al-Hadits, karangan `Abdullah ibn Muslim ibn Qutaibah al-Danuri (213-276
H).
- Kitab Musykilul Atsar, karangan Al-Imam Abu Ja`far ibn Muhammad al-Thahawi (239-321 H).
- Kitab Musykil al-Hadits wa Bayanuhu, karangan Al-Imam Abu Bakr Muhammad ibn al-Hasan (w.
406 H).

e. Ilmu `Ilalil Hadits


- Kitab Ilalil Hadits karangan Ibnu al-Madani (234 H), Imam Muslim (261 H), Ibn Abu Hatim (237 H),
Ali bin Umar Daruquthni (375 H), Muhammad bin Abdullah al-Hakim (405 H), dan Ibn al-Jauzi
(597 H).

f. Ilmu Gharibul-Hadits
- Kitab Al-Fa`iq fi Ghorib al-Hadits, karangan Zamakhsari.
- Kitab Al-Nihayat fi Ghorib al-Hadits wal-Atsar, karangan Ibn al-Atsir (606 H).
- Kitab Al-Dar al-Natsir, Talkhis Nihayah Ibnal Atsir, karangan As-Suyuthi.

g.Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis


- Kitab Nasikh wal Mansukh , karangan Ahmad bin Ishak ad-Dinari (318 H), Muhamad bin Bahr al-
Ashbahani (322 H), Wahbatullah bin Salamah (410 H).
- Kitab Al-I`tibar fi al nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar, karangan Abu Bakr Muhammad ibn Musa
al-Hazimi al-Hamdzani (584 H).

h.Ilmu Asbab Wurud al-Hadits


- Kitab karangan Abu Hafsh al-Akbari (380-456 H).
- Kitab Al-Bayan wa al-Ta`rif fi Asbab Wurud al-Hadits al-Syarif, karangan Ibn Hamzahal Husaini al-
Dimasyqi (1054-1120 H).

i.Ilmu Mushthalah Ahli Hadits


-Kitab Taujihun Nadhar fi Ushulil Atsar, karangan asy Syaikh Thahir Al Jaza-iry.
-Kitab Qawa`idul Tahdiets, karangan Allamah Jamaluddien Al Qasimy.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

o Ulumul Hadis adalah ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadis Nabi SAW.

o Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang tata cara periwayatan,
pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi SAW. Objek kajiannya adalah
Hadis Nabi SAW dari segi periwayatan dan pemeliharaannya.

o Ilmu Hadis Dirayah adalah ilmu yang mempelajari tentang kumpulan kaidah-kaidah dan
masalah-masalah untuk mengetahui keadaan rawi dan marwi dari segi di terima atau di
tolaknya. Rawi adalah orang yang menyampaikan Hadis dari satu orang kepada yang
lainnya; Marwi adalah segala sesuatu yang diriwayatkan, yaitu segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW atau kepada Sahabat dan Tabi`in. Ilmu Hadis Dirayah
inilah yang selanjutnya disebut dengan Ulumul Hadis.

o Cabang-cabang Ulumul Hadis diantaranya adalah:


- Ilmu Rijal al-Hadis
- Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
- Ilmu Fannil Mubhamat
- Ilmu Mukhtalif al-Hadis
- Ilmu `Ilalil Hadits
- Ilmu Gharibul-Hadits
- Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadis
- Ilmu Asbab Wurud al-Hadits
- Ilmu Mushthalah Ahli Hadits

o Ada banyak Ulama` yang mengarang kitab tentang masing-masing cabang dari cabang-
cabang Ulumul Hadis.

B. SARAN

Untuk mengetahui informasi tentang sebuah Hadis baik dari segi sanad maupun matannya maka
perlu di ketahui terlebih dahulu ilmu-ilmu yang mempelajari tentang hal tersebut.

Untuk mendapatkan informasi yng sesuai dengan keinginan kita, maka kita harus sesuikan
dengan kitab yang membahas tentang informasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Prof. Dr. Sejarah dan pengantar Ilmu Hadits,
Pustaka Rizki Putra, Semarang 2005
Muh. Zuhri, Prof. Dr. Hadis Nabi Telaah Historis dan Metodologis, Tiara Wacana Yogya
(anggota IKAPI), Yogyakarta 2003
Subhi As-Shalih Dr. Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta 2007
Nawir Yuslem, DR. MA, Ulumul Hadis, Mutiara Sumber Widya (angota IKAPI) 2001

You might also like