You are on page 1of 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

A. PENGERTIAN
Kejang Demam adalah yang terjadi pada suhu badan yang tinggi. Suhu badan ini
disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >38oC). Kejang demam dapat
terjadi karena proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada
2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Paling sering pada anak
17-23 bulan (NANDA NIC-NOC , 2015)
Kejang Demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh
suhu rektal di atas 38oC. (Riyadi dan Sujono,2009)
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan
dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologic yang paling
sering dijumpai pada anak-anak 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi
setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam terjadi
setelah usia 5 tahun.
Kejang demam ditimbulkan oleh demam dan cenderung muncul pada saat awal-
awal demam. Penyebab yang paling sering adalah ISPA. Kejang ini akan kejang
umum dengan pergerakan klonik selama kurang dari 10 menit. Sistem saraf pusat
normal dan tidak ada tanda-tanda defisit neurologis pada saat serangan telah
menghilang. Sekitar 1/3 anak akan mengalami kejang demam kembali jika terjadi
demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejangb demam setelah usia 6 tahun.

B. ETIOLOGI
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu
populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal otak
dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau elektrolit yang terganggu.
Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi dari suatu penyakit mendasar yang
membahayakan. (Sylvia A. price)

Kejang demam disebabkan oleh hipertermia yang muncul secara cepat yang
berkaitan dengan infeksi virus atau bakteri. Umumnya berlangsung singkat, dan
mungkin terdapat predisposisi familial. Penyebab kejang demam yang sering
ditemukan adalah :

a. Faktor predisposisi :
1) Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan
pada anakmya.
2) Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang
sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-
tiba.
b. Faktor presipitasi
1) Adaaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran
pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksitraktus urinarius
dan faringitis.
2) Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi
neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan
hipomagnesemia.
3) Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi
premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel
neuron dan dalam waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui
membran tersebut dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik
ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadi kejang.
Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin
meningkatnya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak
meningkat. Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan
hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus
temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi
matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang
demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga
terjadi epilepsi.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Diare tanpa rasa mulas, berwarna putih keruh (air cucian beras) tidak berbau
busuk maupun amis tapi manis menusuk
2. Dehidrasi
3. Ketidakseimbangan elektrolit
4. Hipovolemia
5. Masa inkubasi kolera 16-27 jam
6. Tanpa rasa mulas, tenesmus
7. Tinja cair putih, keruh seperti air cucian beras bila diendapkan akan keluar
gumpalan-gumpalan putih
8. Tidak berbau busuk maupun amis, tapi manis menusuk
9. Muntah tanpa didahului mual
10. Terdapat kejang otot (bisep,trisep,betis,pektoralis dan dinding perut)
11. Nyeri
12. Lunglai tak berdaya namun kesadarannya relative baik
13. Dapat terjadi koma
14. Denyut jantung cepat, nadi cepat, nafas cepat, suara serak seperti suara bebek
(vox cholerica)
15. Hipoglikemia
16. Hipotermi
17. Turgor kulit menurun (kelopak mata cekung memberi kesan hidung mancug dan
tipis, tulang pipi yang menonjol)\
18. Mulut menyeringai karena bibir kering
19. Perut cekung (skafoid)
20. Peristaltic usus jarang
21. Jari-jari tangan kurus dan tampak lipatan-lipatan kulit
22. Diare bertahan 5 hari pada pasien yang tidak diobati

E. KLASIFIKASI
a. Kejang parsial ( fokal, lokal )
1) Kejang parsial sederhana :
Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini :
a) Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi tubuh; umumnya
gerakan setiap kejang sama.
b) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil.
c) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan
jatuh dari udara, parestesia.
d) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.

2) Kejang parsial kompleks


a) Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial
simpleks
b) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan
bibir, mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan
gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
a. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
1). Kejang absens
a) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
b) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik
c) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh

2). Kejang mioklonik


a) Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara
mendadak.
b) Sering terlihat pada orang sehat selama tidur tetapi bila patologik berupa kedutan
sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki.
c) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok
d) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.

3) Kejang tonik klonik


a) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot
ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit
b) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
c) Saat tonik diikuti klonik pada ekstremitas atas dan bawah.
d) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal

4) Kejang atonik
a) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata
turun, kepala menunduk, atau jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.
5) Adapun klasifikasi lainnya yaitu:
a. Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung
lama dan dapat menjadi matang
b. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis
a. Hemiparese
Biasanya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari
30 menit)
b. Gagal pernapasan
Akibat dari aktivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi
spasme
c. Kematian

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara
berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
2. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan
analisis gas darah.
3. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia.
Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan
supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi
terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah
pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal.
4. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia.
5. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga
diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang
menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam
multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai
prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai /
menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan
untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang
tidak dapat meramalkan prognosis.
6. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis
yang pasti yaitu mencakup :
a) Periksaan urin untuk asam amino dan asam organik
b) Biakan darah dan pemeriksaan liter untuk toxoplasmosis rubella,
citomegalovirus dan virus herpes.
c) Foto rontgen kepala bila ukuran lingkar kepala lebih kecil atau lebih besar dari
aturan baku
d) USG kepala untuk mendeteksi adanya perdarahan subepedmal, pervertikular,
dan vertikular
e) Penataan kepala untuk mengetahui adanya infark, perdarahan intrakranial,
klasifikasi dan kelainan bawaan otak
f) Top coba subdural, dilakukan sesudah fungsi lumbal bila transluminasi positif
dengan ubun – ubun besar tegang, membenjol dan kepala membesar.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
a. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk
mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah,
suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan
kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan
kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak
timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau
pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10
mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian.
Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB
secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin,
harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa
dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan
-1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam
kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis
8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis
4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat
diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis
total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan
kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan
fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
b. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang
epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut.
Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut.
Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko
infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita
dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti:
pemeriksaan darah lengkap.
c. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
1). Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian
demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui
bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang
tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal.
Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau
lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan
7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral
0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
2).Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian
antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang
menunjukkan hal berikut;
a) Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau
perkembangannya
b) Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan
neurologis sementara atau menetap
c) Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
d) Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode
demam.
Profilaksis jangka panjang setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan
adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan
profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan
bertahap selama 1-2 bulan

You might also like