You are on page 1of 8
335 PENDEKATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA I Made Bakta PENDAHULUAN ‘Anemia merupakan masalah medis yang sering dijumpai di seluruh dunia, di samping sebagai masalah kesehatan uutama masyarakat, terutama di negara berkembang, Kelainan ini merupakan penyebab debiltas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap. kesejahiteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik \Walaupun prevalensinya demikian tinggi, anemia (terutama ‘anemia ringan) seringkali tidak mendapat perhatian dan tidak diidentifikasi oleh para dokter di praktek klinik ‘Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga ‘tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer (penurunan ‘oxygen carrying capacity). ‘Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tetapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu dalam diagnosis anemia tidaklah cukup hanya sampai kepada label anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit ddasar yang menyebabkan anemia tersebut. Hal ini penting arena seringkali penyakit dasar tersebut tersembunyi, 1ga apabila hal ini dapat diungkap akan menuntun para klnisi ke arah penyakit berbahaya yang tersembunyi Penentuan penyakit dasar juga penting dalam pengelolaan kasus anemia, karena tanpa mengetahui penyebab yang Imendasari anemia tidak dapat diberikan terapi yang tuntas pada kasus anemia tersebut. Pendekatan terhadap pasien anemia memerlukan pemahaman tentang patogenesis dan patofisiologi anemia, serta ketepatan dalam memilih, menganaliss serta ‘merangkum hasil anamnesis, pemeriksaanfisis, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya, Tlisan ini bertujuan untuk membahas pendekatan praktis dalam agnosis dan terapi anemia yang sering dihadapi oleh dokter umum ataupun spesialis penyakit dalam, KRITERIA ANEMIA. Parameter yang paling umum dipakai untuk menunjukkan enurunan massa eritrosit adalah kadar hemoglobin, disusul oleh hematokrit dan hitung eritrosit. Pada umumnya ketiga parameter tersebut saling bersesuaian, Yang menjadi masalah adalah berapakah kadar hemogiobin yang dianggap abnormal. Herga normal hemoglobin sangat bervariasi secara fsiologik tergantung pada urnur, jenis kelamin, adanya kehamilan dan ketinggian tempat tinggal. Oleh karena itu periu ditentukan titik pemilah (cut off point) di bawah kadar mana kita anggap terdapat ‘anemia, Di Negara Barat kadar hemoglobin paling rendah untuk laki-laki adalah 14 g/dl dan 12 g/dl pada perempuan dewasa pada permukaan laut. Peneliti lain memberikan angka yang berbeda yaitu 12 g/dl (hematokrit 38%) untuk perempuan dewasa, 11 g/dl (hematokrit 36%) untuk perempuan hamil, dan 13 g/dl untuk laki dewasa, WHO menetapkan cut off point anemia untuk keperluan penelitian lapangan seperti terlihat pada tabel 1. ‘Tabel 1. Kriteria Anemia Menurut WHO (dikutip dari Hoffbrand AY, et al, 2001) Kelompok Kriteria Anemia (Hb) Laki-laki dewasa <13 g/dl Wanita dewasa tidak hamil <12 g/d! Wanita ham < Lig/dl PREVALENSI ANEMIA Anemia merupakan kelainan yang sangat sering dijumpai baik di klinik maupun di lapangan. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita ‘anemia dengan sebagian besar diantaranya tinggal di daerah tropik. De Maeyer memberikan gamberan 2575. — 2576 prevalensi anemia di dunia untuk tehun 1985 seperti terlihat pada tabel 2. ‘Tabel 2, Gambaran Prevalensi Anemia di Dunia (dikutip dari De Maeyer EM, et al, 1989) Lokasi ANAK Anak Lai Wanita Wanita O-tth 512th Dewasa 15-49th —hamil Negra KHOU maj Negara SIM 46% 2605 59% ATIN berkembang Dunia 43% «3% BHI 35% Untuk Indonesia, Husain dkk memberikan gambaran prevalensi anemia pada tahun 1989 sebagai berikut: + Anak prasekolah 30-40% + Anak usia sekolah 25-35% + Perempuan dewasa tidak hamil: 30 ~ 40% + Perempuan hamil 50-70% + Laki-laki dewasa £20 -30% + Pekerja berpenghasilan rendah : 30 - 40% Berbagai survei yang telah pernah dilakukan di Bali memberikan angka-angka yang tidak jauh berbeda dengan angka di atas. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI ANEMIA ‘Anemia hanyalah suatu kumpulan gejala yang disebabkan ‘oleh bermacam penyebab. Pada dasarnya anemia disebabkan oleh karena: 1). Gangguan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang; 2). Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan); 3). Prases penghancuran eritrosit dalam tubuh sebelum waktunya (hemolisis). Gambaran lebih tinci tentang etiologi anemia dapat dilihat pada tabel 3 kKlasifikasi lain untuk anemia dapat dibuat berdasarkan gembaran marfologis dengan melihat indeks eritrosit atau hapusan darah tepi. Dalam Klasifikesi ini anemia dibagi menjadi tiga golongan: 1). Anemia hipokromik mikrositer, bile MCV < 80 fl dan MCH < 27 pg; 2). Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fldan MCH 27- 34 pg; 3), Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl. Klasifikasi etiologi dan morfologi bila digabungkan (tabel 4) akan sangat menolong dalam mengetehui penyebab suatu anemia berdasarkan jenis morfologi PATOFISIOLOGI DAN GEJALA ANEMIA Gejala umum anemia (sindrom anemia atau anemic syndrome) adalah gejala yang timbul pada setiap kasus HewaToLoct ‘Tabel 3. Klasifikasi Anemia Menurut Etiopatogenesis ‘A. Anemia karena gangguan pembentukan eritrosit dalam sumsum tulang 1, Kekurangan bahan esensial pembentuk eritrosit = Anemia defisiens besi = Anemia defisiensi asam folat = Anemia defisiensi vitamin 812 2. Gengguan penggunaan (uilisas) besi = Anemia akibat penyakit kronik = Anemia sideroblastik 3. Kerusakan sumsum tulang = Anemia aplastik = Anemia mieloptisik = Anemia pada keganasan hematologi = Anemia diseritropoietik = Anemia pada sindrom mielodisplastik = Anemia akibat kekurangan eritropoietin: anemia pada gagal ginal kronik 8. Anemia akibat hemoragi 1. Anemia pasca perdarahan akut 2. Anemia akibat perdarahan kronik Anemia hemolitik 1, Anemia hemolitk intrakorpuskular Gangguan membran eritrosit (memoranopati) Gangguan enzim eritrosit (enzimopati): anemia akibat defsiensi G5PD. = Gangguan hemoglobin (hemoglobinopati) = Thalassemia Hemoglobinopati struktural: HbS, HE, dl 2. Anemia hemolitk ekstrakorpustuler = Anemia hemolitik autoimun Anemia hemolitk mikroangiopatik Lain-tain D. Anemia dengan penyebab tidak diketahui atau dengan patogenesis yang kompleks ‘anemia, apapun penyebabnya, apabila kadar hemoglobin, turun di bawah nilai tertentu. Gejala umum anemia ini timbul karena: 1). Anoksia organ; 2). Mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya daya angkut oksigen. Gejala umum anemia menjadi jelas (anemia simptomatik) epabila kadar hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Berat ringannya gejala umum anemia tergantung pada: a), Derajat penurunan hemoglobin; b) Kecepatan penurunan hemoglobin; ©). Usia; d). Adanya kelainan jantung atau paru sebelumnya. Gejala anemia dapat digolongkan menjadi tiga jenis gejala, yaitu 1. Gejala umum anemia. Gejala unum anemia, disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskeria organ target serta akibat mekanisme kompensasi PENDEKATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA 2577 Tabel 4. Klasifikasi Anemia Berdasarkan Morfologi dan Etiologi 1. Anemia hipokromik mikrositer a. Anemia defisiensi besi Thalassemia major Anemia akibat penyakit kronike d. Anemia sideroblastik TL. Anemia normokromik normositer 2. Anemia pasca perdarahan akut b. Anemia aplastik ©. Anemia hemolitik didapat d. Anemia akibat penyakit kronik fe. Anemia pada gagal ginjal kronik t 9 A ‘Anemia pada sindrom mielodisplastik ‘Anemia pada keganasan hematologik inemia makeositer Bentuk megaloblastik ~ Anemia defisiensi asam folat ~ Anemia defisiensi 812, termasuk anemia pemisiosa b. Bentuk non-megaloblastik = Anemia pada penyakit hati kronik Anemia pada hipotiroidisme = Anemia pada sindrom mielodisplastike m, tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin GGejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penurunan hemoglobin sampai kadar tertentu (HD<7 f/d, Sinérom anemia teri dai rasa lemah, les, cepat lelah,telinga mendenging (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak napas dan dispepsia. Pada pemeritsaan, pasien tampak pucet,yeng mudah dilht pada konjunativa, mukosa mulut, telapak tangan dan jeringan ai bawah kul Sindrom anemia bersifat tidak spesitk Karena dapat ditimbulkan oleh penyakit ai luar anemia dan tidak Sensi karea tnbul setelah penurunan hemoglobin yang berat (Hb <7a/a, 2. Gejala khas masing-masing anemia. Gejla ini spesitik untuk masing-masing jenis anemia, Sebagai contol Anemia defisiensi bes dsfagiaatrofpapillideh, stomatitis angular, dan kuku sendok tafonychia = Anemia megaloblastik: glostis, ganaguan reurologik pada defisiensi vitamin B12 = Anemia hemolitik: ikterus, splenomegall dan hepatomegali + Anemia aplastik: perdarahan dan tanda-tanda infesi 3. Gejala penyakit dasar. Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebsbkan anemia sangat bervarias tergantung dar penyebob anemia tersebut Misalnya gejale akibat infeksi cacing tambang: sakit pperut, pembengkakan parotis dan wama kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala ppenyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artitis reumatoid. Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia Untuk mengarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumaya diagnosis anemia memerlukan perneriksaan laboratorium, PEMERIKSAAN UNTUK DIAGNOSIS ANEMIA Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium merupakan penunjang ddiagnostik pokok dalam diagnosis anemia, Pereriksaan ini terdiri dari: 1), Pemeriksaan penyaring (screening test; 2) Pemeriksaan darah seri anemia; 3). Pemeriksaan sumsum tulang; 4). Pemeriksaan khusus Pemeriksaan Penyaring Pemeriksaan penyaring untuk kasus anemia terdiri dari pengukuran kadar hemoglobin, indeks eritrosit dan hapusan darah tepi. Dari sini dapat dipastikan adanya anemia serta jenis morfologik anemia tersebut, yang sangat berguna untuk pengarahan diagnosis lebih lanjut. Pemeriksaan Darah Seri Anemia Pemeriksaan darah seri anemia meliputi hitung leukosit, trombosit, hitung retikulosit dan laju endap darah Sekarang sudah banyak dipakai automatic hematology analyzer yang dapat memberikan presisi hasil yang lebih baik. Pemeriksaan Sumsum Tulang Pemeriksaan sumsum tulang memberikan informasi yang, sangat berharga mengenai keadaan sistem hematopoesis. Pemeriksaan ini dibutuhkan untuk diagnosis definitit pada beberapa jenis anemia. Pemeriksaan sumsum tulang mutlak diperlukan untuk diagnosis anemia aplastik, anemia megaloblastik, serta pada kelainan hematologik yang dapat mensupresi sistem eritroid, seperti sindrom ‘mielodisplastik (MDS), Pemeriksaan Khusus Pemeriksaan ini hanya dikerjakan atas indikasi khusus, misalnya pada: + Anemia defisiensi besi : serum iron, TIBC (total iron binding capacity), saturasi transferin, protoporfirin eritrosit, feritin serum, reseptor transferin dan 2578 pengecatan besi pada sumsum tulang (Perl stair. + Anemia megaloblastik: folat serum, vitamin B12 serum, tes supresi deoksiuridin dan tes Schiling + Anemia hemolitik: bilirubin serum, tes Coomb, elektroforesis hemoglobin dan lain-lin, + Anemia aplastik: biopsi sumsum tulang Juga diperlukan pemeriksaan non-hematologik tertentu seperti misalnya pemeriksaan fungsi hati fungsi Ginjal atau fungsitiroid, PENDEKATAN DIAGNOSIS ‘Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai pada diagnosis anemia, tetapi sedapat mungkin kita harus dapat menentukan penyakit <éasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahap- tahap dalam diagnosis anemia adalah: + Menentukan adanya anemia + Menentukan jenis anemia + Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia + Menentukan ade atau tidaknya penyakit penyerta yang akan memengaruhi hasil pengobatan Pendekatan Diagnosis Anemia Terdapat bermacam-macam cara pendekatan diagnosis anemia, antara lain adalah pendekatan tradisional, pendekatan morfologi,fungsional dan probabilistik, serta pendekatan kiinis, Pendekatan Tradisional, Morfologi dan Probabilistik Pendekatan tradisional adalah pembuatan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium, yang setelah dianalisis dan sintesis maka disimpulkan sebagai sebuah diagnosis, baik diagnosis tentatfataupun diagnosis defntit. Pendekatan lain adalah pendekatan morfologi, {isiologi dan probabilistik. Dari aspek morfologi maka anemia berdasarkan hapusan dareh tepi atau indeks eritrosit diklasfikasikan menjadi anemia hipokromik mikroster, anemia normokromik normositer dan anemia rmakrositer. Pendeketan fungsional berdasarkan pada fenomena apakah anemia disebabkan karena penurunan produksiertrsit di sumsum tulang, (yang bisa dilhat dar penutunan angka retikulosit, ataukah akibat kehilangan darah atau hemolisis, (yang ditandai oleh peningkatan angka retikulost). Dari kedue pendekatan ini kita dapat menduga jenis anemia dan kemungkinan penyebabnya, Hasil ini dapat diperkuat dengan pendeketan probabilstk , Fung: HemaroLost (pendekatan berdasarkan pola etiologi anemia), yang berdasarkan pada data epidemiologi yaitu pola etiologi ‘anemia di suatu daerah. Pendekatan Probablistik atau Pendekatan Berdasarkan Pola Etiologi Anemia Secara umum jenis anemia yang paling sering ijumpai i dunia adalah anemia defisiensi besi, anemia akibat penyakit krorik dan thalassemia, Pola etiologi anemia pada ‘orang dewasa pada suatu daerah pertu diperhatikan dalam membuat diagnosis. Di daerah tropis anemia defisiensi besi merupakan penyebab tersering disusul oleh anemia akibat penyakit kronik dan thalassemia. Pada perempuan hamil anemia karena defisiens folat perlu juga mendapat pethatian, Pada daerah tertentu anemia akibat malaria rmasih cukup sering dijumpai. Pada anak-anak tampaknya thalasemia lebih memerlukan perhatian dibandingkan dengan anemia akibat penyakit kronik. Sedangkan ci Bali, mungkin juga di Indonesia, anemia aplastik merupakan salah satu anemia yang sering djumpai. ka kita menjumpai anemia di suatu daerah, maka penyebab yang dominan di daerah tersebutlah yang menjadi perhatian kita pertama tama. Dengan penggabungan bersama gejala klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium sederhana, maka usaha diagnosis selanjutmya akan lebih terarah Pendekatan Klinis Dalam pendekatan klinis yang menjadi pethatian adalat: 1), Kecepatan timbulnya penyakit (awitan anemia), 2). Berat ringannya derajat anemia, 3). Gejala yang menonjol. Pendekatan Berdasarkan Awitan Penyakit Berdasarkan awitan anemia, kita dapat menduga jenis anemia tersebut. Anemia yang timbul cepat (dalam bbeberaps hari sampai minggu) biasanya disebabkan oleh: 1), Perdarahan akut, 2). Anemia hemolitk yang didapat seperti halnya pada AIHA terjadi penurunen Hb >1.g/dl per rminggu. Anemia hemolitik intravaskular juga sering tejadi dengan cepat, seperti misalnya akibat salah transfus, atau episode hemolisis pada anemia akibat defisiensi G6PD, 3). ‘Anemia yang timbul akibat leukemia akut, 4) Kriss aplastik pada anemia hemolitk kronik, ‘Anemia yang timbul secara lambat biasanye disebabkan ‘leh: 1), Anemia defisiensi bes; 2). Anemia defisiens flat ‘atau vitamin B12; 3). Anemia akibat penyakit kronik; 4) ‘Anemia hemolitik kronik yang bersifat kongenit. Pendekatan Berdasarkan Beratnya Anemia Derajat anemia dapat dipakai sebagai petunjuk ke arah etiologi. Anemia berat biasanya disebabkan oleh: 1). anemia defisiensi besi; 2). anemia aplastik; 3). anemia pada leukemia akut: 4). anemia hemolitik didapat atau kongenital seperti misalnya pada thalasemia major; 5). PENDEKATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA 2579 ‘anemia pasca perdarahan akut; 6). anemia pada gagal ginal kronik stadium terminal Jens anemia yang lebih sering bersfatringan sampai sedang,jarang sampai derajat berat alah: 1) anemia akibat penyakit kronik; 2). anemia pada penyakit sistemik; 3) thalasemia trait Jika pada ketiga anemia tersebut dijumpal enemia berat, maka harus dipikrkan diagnosis lain, atau adanya penyebab lain yang dapat memperberat derajat anemia tersebut. Pendekatan Berdasarkan Sifat Gejala Anemi Sifat-sifat gejala anemia dapat dipakai untuk membantu agnosis, Gejala anemia yang lebih menonjol dibandingkan gejala penyakit dasar dijumpai pada anemia defisiensi besi, anemia aplastik, anemia hemolitik. Sedangkan pada anemia akibat penyakit kronik dan anemia sekunder lainnya (anemia akibat penyakit sistemik, penyakit hati atau ginjal), gejala-gejala penyakit dasar sering lebih menonjol. Pendekatan Diagnostik Berdasarkan Tuntunan Hasil Laboratorium Pendekatan diagnosis dengan cara menggabungkan hasil penilaian klinis dan laboratorik merupakan cara yang ideal tetapi memerlukan fasiitas dan keterampilan klinis yang cukup. Di bawah ini diajukan algoritme pendekatan diagnostik anemia berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium (Gambar 1 s.d. gambar 4) PENDEKATAN TERAPI Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi pada pasien anemia ialah 1. Pengobatan hendaknya diberikan berdasarkan diagnosis definitif yang telah ditegakkan terlebih dahulu; 2. Pemberian hematinik tanpa indikasi yang jelas tidak ianjurkany Pengobatan anemia dapat berupa: ~ Terapi untuk keadaan darurat seperti misainya pada perdarahan akut akibat anemia aplastik yang mengancam jiwa pasien, atau pada anemia pasca perdarahan akut yang disertai gangguan hemodinamik, = Terapi suportf, = Terapi yang khas untuk masing-masing anemia, = Terapi kausal untuk mengobati penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut; 4 Dalam keadaan di mana diagnosis definitif tidak dapat ditegakkan, kita terpaksa memberikan terapi percobaan (terapi ex juvantivus). Di sini harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap respons terapi dan perubahan perjalanan penyakit pasien, serta dilakukan evaluasi terus menerus tentang kemungkinan perubahan diagnosis; 5. Transfusi diberikan pada anemia pasca perdarahan akut dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik. Pada anemia kronik transfusi hanya diberikan jika anemia bersifat simtomatik atau adanya ancaman payah jantung. Di sini diberikan packed red cel jangan whole blood. Pada anemia kronik sering dijumpai peningkatan volume darah, oleh karena itu transfusi diberikan dengan tetesan pelan. Dapatjuga diberiken diuretika kerja cepat seperti furosemid sebelum transfusi KESIMPULAN ‘Anemia merupakan kelainan yang sering dijumpai. Untuk penelitian lapangan umurnnya dipakai kriteria anemia menurut WHO, sedangkan untuk keperluanKlinis dipakai kaiteria Hb < 10 g/dl atau hematokrit < 30%. Anemia dapat diklasifikasikan menurut etiopatogenesisnya staupun berdasarkan morfologi eritrsit. Gabungan kedua kasifkasi ini sangat bermanfaat untuk diagnosis. Dalam ‘Anemia t Hapusan darah tepi dan indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC) ce Se = ‘Anemia hipokromik ] [Anemia normokromik ‘Anemia mikrositer normositer makrositer Lihat Gambar 2 Lihat Gambar 3 Lihat Gambar 4 Gambar 1. Algoritme pendekatan diagnosis anemia HEMATOLOSI 2580 [ANEMIA HIPOKROMIK MIKROSITER I Beason re Tomal Teor Tom Fein rama | [fedtinu) [een we t + + ¥ + Geslaursun |] [Bealsureun Ring edoobas eases | [fear erro || tan Tons HD AzT | ort ‘Anemia ‘Anemia ab alasemia beta | | Anemia sidero dofstensi besi| | penyakt ron iris et ‘Blastk | nN ea | Gambar 3. Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokromik normositer "ANEMIA NORMOKROMIK NORMOSITER Saas Tanda neato) [ Fiovat ars postr peceranen I (ehaso] (Bes) Crates] Cromer] Tes Coon } — Furor ganas x at [Post maton Fala Set | to ‘auorsa fal sia t ioe ex penyakt ron inayat | fetuerge posit t 4 nema Tenia | Arena axis [pads ‘losis page Cok ecko Penyakt eae eta at | semeranopnt tora Kron emogib iota pa “remade pon oni Scr Fe mnreangioat Anema pace jciarom [Guav Parser’ pensarahan okt Mileisplasti Gambar 3. Aigoritme diagnosis anemis normokromik normositer PENDEKATAN TERHADAP PASIEN ANEMIA 2581 pemeriksaan anemia diperlukan pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorik yang terdiri dari: pemeriksaan penyaring, pemeriksaan seri anemia, dan pemeriksaan khusus seperti pemeriksaan sumsum tulang. Pendekatan diagnosis anemia dapat dilakukan secara klinis, tetapi yang lebih baik ialah dengan gabungan pendekatan klinis dan laboratarik. Pengobatan anemia seyogyanya dilakukan atas indikasi yang jelas. Terapi dapat diberikan dalam bentuk terapi darurat, terapi suportif, terapi yang khas tntuk masing-masing anemia dan terapi kausal REFERENSI Bakta IM. Hematologsingkas. Denpasar: UPI Penerit Universitas ‘Udayana, 2001 Bakta IM. Segi-segi praktis pengelolaan anemia. Buletin Perhimpunan Hematologi dan Transfusi Darah Indonesia (PHTD). 1999;19):6788. ‘Bakta IM, Lila IN, Widjana DP, Sotisna P. Anemia dan anemia, ‘efisensibesi di Desa Helumbang, Kecamalan Kerambitan, Kabupaten Tabanan Bali, Naskah lengkap KOPAPDI VIIL Yogyakarta: KOPAPDI Vil; 1950, kta IM Anemia kekutangan besi pada us lanjut. Maj "ANEMIA MAKROSITER Retkulost Meningkat paed [—+ q Riwayat ‘Sumsum Wl perdaranan} = ‘akut et Won —, Magali megaloblastit [Anemia pascal ——-_—¥ pertanen | PBizsenm] [Aeamiaei] A raarera 4 Faal hal) [Anemia deicionsi B12] + z Displastie ‘asam folat dalam | [Anemia ‘Anemia we terapt [sefisiensi 812 | Hetisionsi asam fol ‘Anemia ino | | inotridsme| | ‘Anemia pada hipotroidismo} ‘Sindrom rmisiod splat Gambar 4, Algoritme pendekatan diagnostik anemia makrositer Kedokteran Indonesia, 1989;39 5046. Bakta IM, Sutjana DP & Andewi JP. Prevalensianemia dan ineksi ‘acing tambang di Desa Pejaten Bali Naskab lengkap kongres nasional IV PHIDL. Yogyakarta: PHTDI; 1983, Bokta IM, Soenart, Sutanegara D.Feneliian anemia di pedesvan (uatu survei di Desa Kedisan Bali). Naskah lengkap KOPAPDL Semarang: KOPAPDI; 1981 Beutler E, Lichtman MA, CollerBS, Kipps'),Seligsohn U, Wiliams WJ. Approach tothe patient. In: Beutler, CollerBS, Lichtman MA, Kipps TJ editors. Williams hematology. 6% edition, New York: McGraw Hill p. 38, ‘Beutler E. The common ancmias. JAMA. 1990;259:24937.. Boediwarsono, Adi P, Soebanditi. Diagnosis dan pengobatan ‘anemia, Surabaya: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Lab/UPE tImu Penyakit Dalam FK UNAIR-RSUD Dr, Sutomo; 1988, Cavley JC. Haematology. London: W. Heineman Med. Boo 1988, Conrad ME. Anemia. eMedicine Journal. 2002;3(2)125 Evatt BL. Fundamental diagnostic hematology: anemia. Atlanta ‘& Geneva US Department of Health and Human Services & WHO, 1992. DeMaeyer EM, Preventing and controlling deficiency anemia through primary health care. Geneva: WHO; 1989, Djubelgovic B, Hadley T&Pasic RA. New algorithm for diagnosis, of anemia. Postgraduate Medicine. 198935:11930 Djulbegovie B. Reasoning and decision making in hematology. [New York: Churchil Livingstone; 1992. (2582 HemaroLost Fairbanks VE. The anemias. In: Mazza J, editor. Manual of clinical, hematology. 2 edition. Boston: Lite Brown; 1995p. 1769. Glader B. Anemia: general considerations. In: Greer GM, Paraskevas F, Glader B, editors. Wintrobe's clinical hematology, 1° edition, Philadelphia: Lippincet, Williams; 200. p. 9471000. Hofforand AV, Pett JE, Mose PAH. Essential hematology. ‘edition. Oxford: Blackwell Seionce; 2001. Husaini M, Husaint YK, Siagian UL & Suharno D. Anemia fizi suatu stud kompilastinformasi dalam menunjang Kebijaksanann program. Bogor Pusltbang Giz 1989. [sbister HP, Pttglio DH. Clinical hematology: a probleny oriented, approach. Baltimore: William & Wilkin; 198. kellermeyer RW. General prineiples of the evaluation and therapy. ‘of anemias, Med Clin N Am. 1984665334. Linker CA. Blood. In: Tierney LM, MePhee SJ, Papadakis MA, ‘editors, Current medieal diagnosis & treatment. 36 edition. Stanford: Appleton & Lange; 1997. p. 463518- Longo DL. Oncology and hematology. In: Braunwald F, Fauct ‘AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, editors. “Haison’s Principle of Internal Medicine, 15" edition. New ‘York: McGraw Hill 2001 p. 491762. Mehta BC. Approach to patent with anemia, Indian J Med Sc 20458:269. ‘Schnall SE, Berliner N, Daffy TP, Benz FJ. Approach tothe adult ‘and child with anemia, I: Hoffman R, Benz Ej Shit), Furie Cohen H}, Silberstein LE, McGiove P, editors. Hematology: ‘asic Principles and Pactice.3 edition. New York: Churchill Livingstone; 2000, p. 36782. Shah A. Anemia. Indian | Med Sci 2004; 958235. ‘Weatherall D & WasiP. Anemia, In: Warren KS& WasiP, editors, “Tropical and geographial medicine. New York: McGraw-Hill Book; 1985, WHO Technical Report Series No. 405. Nutritional Anemia. ‘Geneva: WHO; 1968

You might also like