You are on page 1of 121
ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI TABELA BAGI PETANI PADI SAWAH ¢Kasus Petani Padi Sawah di Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawest Utara) Oleh: RITA NOVARIANTO NRP. 97095 PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1999 RINGKASAN RITA NOVARIANTO. “Adopsi Inovasi Teknologi TABELA bagi petani padi sawab, kasus Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara (Dibawah bimbingan Andriyono Kilat Adbi, sebagai ketua, Prabowo Tjitropranoto dan Richard W-E. Lumintang, sebagai anggota). Penelitian ini dilatar belakangi oleh prespektif berpikir bahwa sudah banyak teknologi yang dihasilkan oleh lembaga penelitian, tetapibelum dapat dimanfeatkan/diadopsi oleh petani disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki petani dan faktor-faktor lain. Adanya kelangkaan tenaga kerja dalam kaitan dengan kegiatan produksi pertanian, upah tenaga kerja yang mahal, keengganan anak-anak petani untuk kerja di sawah, kualitas tenaga kerja yang rendah juga merupakan masalah dibidang tanaman pangan. Untuk memenuhi hal tersebut maka diupayakan suatu inovasi teknologi tanam / tabur benih langsung (TABELA) melalui kegiatan sistim usahatani berbasis padi (SUTPA) yang diseminasikan pada tahun 3995, yang diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk : (1) mengetahui perkembangan tingkat penerapan teknologi TABELA; (2) mengetahui karakteristik intemal dan ekstemal petani padi sawah; (3) mengetabui hubungan antara karakteristik intemal dan cksternal petani padi sawah dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dan (4) mengetabui hubungan antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat produktifitas usahataninya, Penelitian ini dilaksanakan di desa Buiotalangi Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara, berlangsung sejak bulan April hingga Juni 1999. Jumlah petani yang diwawancarai 78 orang. Data primer diperolch melalui pengamatan lapangan, wawancara terstruktur dan mendalam; sedangkan data sekunder diperolch melalui telaah berbagai kepustakaan, laporan dan dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian, Data yang dikumpulkan, disajikan dalam bentuk tabulasi sederhana.dan dianalisis secara deskriptif. Untuk mengetahui penerapan teknologi TABELA pada tahun yang berbeda (selama tiga tahun) maka diadakan uji peda Friedman dan untuk mengetaboi bubungan korelasidigunakan wji korelasi rank ‘Spearman. Berdasarkan hasil tabulasi sederhana maka diketahui tingkat perkembangan teknologi TABELA dapat dikatakan cukup baik, sedangkan untuk karakteristik internal, diketahui bahwa umur petani responden bervariasi dari 28 hingga 72 tahun sebagian besar terdistribusi dalam kategori produktif ( > 45 tahun) yakni 62.8 persen dengan lama pendidikan (0 - 6 tahun) yakni 61.5 persen, serta mempunyai pengelaman yang cukup yakni di atas 11 tahun yakni 79.5 persen. Besar jumlah tanggungan keluarga terdistribusi dalam kategori sedang 67.9 persen yakni per KK antara 3 - 5 orag, dimana jumlah tanggungan keluarga ini sering menjadi pertimbangan petani didalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu inovasi Semakin sedikit jumlah tanggungan petani memiliki kecenderungan semakin berkurangnya ketergantungan kebutuhan Keluarga petani pada usahataninya. Kendaan ini lebih memudahkan untuk merobah pola berpikir petani dalam menjalankan usahataninya kearah yang tebih komersil schingga kecenderungan petani menerapkan teknologi baru pada usahataninya menjadi lebih besar. Penghasilan per musim tanam sebagian besar berpenghasilan kurang dari $ juta rupiah ( 85.9 persen), motivasi petani mengikuti TABELA sébagian besar (53.8 persen) terdistribusi pada kategori rendab artinya petani _mengikuti TABELA karena ingin mengetahui, ingin mencoba dan karena diajak teman. Frekuensi mengunjungi sumber informasi sebagian besar teridistribusi pada kategori rendah (47.4 persen) yakni kurang dari 5 kali/MT. Adapun pandangan responden tethadap sifat-sifat inovasi dilihat dari : (1) keuntungan relatif terdistribusi pada Kategori sedang (60.3 persen); (2) tingkat kesesuaian sebagian besar 94.9 persen menyatakan sesuai dengan adat/ kebiasaan mereka; (3) tingkat kerumitan sebagian besar 78.2 persen menyatakan sangat rumit; (4) tingkat kemudahan untuk dicoba sebagian besar 91.0 persen menyatakan mudah untuk divoba; dan (5) tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya sebagian besar 89.7 persen menyatakan mudah untuk dilihat hasilnya, sedangkan pandangan petani terhadap teknologi TABELA dilihat secara keseluruhan terdistribusi pada kategori sedang yakni 60.3 persen. Dilihat dari karakteristik ekstemal ditemukan tingkat ketersediaan informasi TABELA tergolong pada kategori cukup tersedia (84.6 persen), dengan intensitas penyuluhan tergolong sedang 4 - 8 kali yakni 55.1 persen dan ketersediaan saprodi tergolong sangat tersedia yakni 92.3 persen. Dilihat dari tingkat penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun (MT. 1996 sid MT. 1998) untuk komponen benih terdistribusi pada kategori sedang yakni (71.79 persen, 69.23 persen dan 69.23 persen), pengolaban tanah terdistribusi pada kategori tinggi yakni (52.56 persen, 60.26 persen dan 58,98 persen), penanaman terdistribusi pada kategori tinggi yakni 57.69 persen, 38.46 persen dan $7.69 persen), pemupukan terdistribusi pada ketegori rendah yakni (74.36 persen, 80.77 persen dan 94.87 persen), penggunaan herbisida terdistribusi pada kategori rendah yakni (74.36 persen, 57.69 persen dan 56.41 persen), pengendalian hama dan penyakit terdistribusi pada kategori sedang yakni (82.05 persen, 66.67 persen dan 74.36 persen ) dan pengaturan air irigasi terdistribusi pada kategori sedang yakni (51.28 persen, 47.44 persen dan 48.72 persen). Tingkat penerapan teknologi TABELA secara keseluruhan selama 3 tahun dengan kategori dibawah rata-rata (S 14) terdistribusi pada (56.4 persen, 56.4 persen dan 44.9 persen) sedangkan kategori diatas rata-rata (> 14) terdistribusi pada (43.6 persen, 43.6 persen dan 55.1 persen), Tingkat produktivitas usahatani terditribusi pada kategori sedang sampai tinggi (20.5 persen, 17.9 persen dan 61.5 persen). Berdasarkan uji beda Friedman diketahui bahwa tingkat penerapan teknologi ‘TABELA untuk tahun yang berbeda belum menunjukkan hubungan yang nyata pada «. 0.05, artinya tidak terdapat perbedaan penerapan teknologi TABELA pada tahun yang berbeda. Karakteristik intemal dan karakteristik ckstemal yang berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada ot 0.01 adalah frekuensi mengunjungi sumber informasi, intensitas penyuluhan, dan tingkat keuntungan amun hubungannya bersifat negatif, sedangkan yang berhubungan nyata pada 0.0.05 adalah tingkat kesesuaian, dan lama pendidikan formal namun hubungannya bersifat negatif. Beberapa hal yang perlu dicermati dalam penerapan teknologi TABELA agar teknologi yang disampaikan dapat diterima dan dilaksanakan oleh petani, antara lain: (1) memperhatikan karakteristik intemal dan eksternal petani serta_menempatkan petani sebagai subyek bukan sebagai obyck belaka; (2) peningkatan produksiarget jangan dijadikan sasaran utama dalam pelaksanaan program pertanian tapi bagaimana gar program tersebut dapat dilakukan oleh petani yakni dengan melakukan pendekatan partisipatif, artinya melibatkan petani dalam Kegiatan yang akan dilakukan; (3) bimbingan penyuluh terhadap petani perlu ditingkatkan terutama dalam pelaksanaan penerapan suatu teknologi agar benar-benar sesuai dengan anjuran dengan tidak mengesampingkan kemampuan yang dimiliki petani serta daya beli petani; dan (4) DEPTAN, BPTP/ TPPTP serta Dinas terkait untuk lebih berupaya menyempurnakan teknologi TABELA agar dapat diadopsi oleh petani, perlu memperhatikan proses adopsi didalam peoyampaian suatu teknologi karena suatu teknologi akan diadopsi oleh petani harus melalui suatu proses adopsi yang immulai dari tahap mengetahu, minat, pnilaian, percobaan dan penerimaan dimana ini memerlukan waktu dan tidak bisa tergesa-gesa dilakukan, ADOPS! INOVASI TEKNOLOGI TABELA BAGI PETANI PADI SAWAH (Kasus Petani Padi Sawah di Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara) Oleh : RITA NOVARIANTO satu syarat untuk memperoleh gelar ins pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1999 Sudul Tesis : ADOPSI INOVASI TEKNOLOGI FABELA BAG! PETANI PADI SAWAH (Kasus Petani Padi Sawah di Kecamatan Tapa, ‘Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara ) Nama Mahasiswa : RITA NOVARIANTO Nomor Pokok + 97098 Program Studi + ILMU PENYULUHAN PEMBANGUNAN: “Menyetujui : 1. Komisi Pembimbing Dr. ir. Andriyono Kilat Adhi FE nt Dr. H. PrabowoTjitropranoto, MSc —_r. Richard W.E.Lumintang, MSEA Anggota Anggota 2. Ketua Program Studi Program Pascasarjana Ime Penyuluhan Pembangunan, os — ‘Tanggal Lulus : 20 Nopember 1999 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 7 September 1962 di Manado, Propinsi Sulawesi Utara sebagai anak ke sebelas dari duabelas bersaudara, dari ayah Aman Novarianto dan ibu Tina Djohan, yang saat ini keduanya telah meninggal dunia, Penulis menyelesaikan pendidikan pada Sekolah Dasar di Manado tahun 1974, Sekolah Menengah Pertama di Manado tahun 1977, dan Sekolah Menengah Atas di ‘Manado pada tahun 1981. Penulis Memperolch gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT), Sulawesi Utara pada tahun 1986, Dan pada ‘tahun itu juga penulis bekerja pada BIP sebagai tenaga honorer, tahun 1987 penulis diangkat sebagai pegawai negeri pada instansi tersebut. Tahun 1995 bekerja di IPPTP hhingga saat ini. Penulis menikah dengan Fentje Paat pada tahun1986, dan telah dikaruniakan dua anak, yaitu Cicilia Paat dan Marzell Paat. Pada tahun 1997 penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti program pendidikan $2 di Institut Pertanian Bogor (IPB), dengan mengambil jurusan Tlmu Penyuluhan Pembangunan (PPN) atas biaya Agricultural Research Management Project (ARMP-UI) Badan Litbang Pertanian KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa arena berkat Kasih dan anugerah-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dalam rangka memenubi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini berjudul “Adopsi Inovasi ‘Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah'* (Kasus petani padi sawah di kecamatan Tapa, kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara). Penelitian ini dilatar belakangi oleh perspektif berpikir bahwa banyak teknologi yang sudah dihasilkan oleh balai-balai penelitian serta perguruan tinggi namun di lain pihak ada keenganan petani untuk mengadopsinya, bahkan ada yang mengadopsi kemudian ditinggalkan dan kembali ke cara lama. Berbagai faktor karakteristik internal dan ekstemal petani yang mempengaruhi adopsi inovasi teknologi TABELA yang selanjutnya mempenganuhi tingkat penerapannya diteliti dan hasilnya dituangkan dalam tesis Penyelesaian tesis ini melalui proses bimbingan dan konsultasi dengan Komisi/dosen pembimbing dan berbagai pengalaman belajar Iainnya. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang tethormat Bapak Dr. Andriyono Kilat Adhi selaku ketua komisi pembimbing; Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, MSc dan Bapak Ir. Richard WE, Lumintang, MSEA selaku anggota komisi pembimbing, Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof Dr. H.R. Margono Slamet, selaku Ketua Program Studi IImu Penyuluhan Pembangunan; semua Staf Pengajar Program Studi Iimu Penyuluhan Pembangunan; Rektor, Direktur dan Asisten Direktur Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, serta semua staf administrasi. Ibu Indahwati (dosen jurusan satatistika IPB) atas saran statistik yang diberikan dan jamahan tangannya dalam pengolahan dan analisis data dengan menggunakan komputer. Terima kasih kepada Kepala IPPTP Kalasey serta Pimpinan Proyck ARMP-Il yang sudah membantu penulis dalam hal biaya selama studi di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih atas jalinan kesih persahabatan, kebersamaan yang bermakna dalam suasana saling asah,asih dan asuh semua rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana, khususnya mahasiswa Program Studi Timu Penyuluhan Pembangunan (PPN ‘97). Terima kasih kepada rekan-rekan di BPP Tapa yang telah membantu penulis selama di lapangan; serta vekan-rekan BIPP Kabupaten Gorontalo dan rekan-rekan Asrama Mahasiswa Sam Ratulangi Sempur Kaler di Bogor teristimewa Ir. L Taulu, MS dan Ir. Trixa Rumajar yang telah membantu penulis selama studi, Terima kasih buat suami tercinta Fentje Paat, dan anak-anak Cicilia dan Marzell, serta semua Keluarga yang selalu setia mendoakan keberhasilan studi selama di Pascasarjana IPB. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempuma. Untuk itu, segala saran dan kritik yang konstruktif sangat diperlukan demi penyempurnaannya. Semoga {esis ini bermanfaat bagi mereka yang memerlukannya. Bogor, Nopember 1999 Penulis, xi DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR oo... 0.0 0¢200220 20ers eeeesnes x DAFTAR TABEL ......---0000ce2r00e0 ett x DAFTAR GAMBAR xvii PENDAHULUAN 1 ” Latar Belakang ....- 1 Masalah Penelitian .. 6 ‘Tujuan Penelitian 1 Kegunaan Penelitian 8 TTINJAUAN PUSTAKA ...... 9 Movs... ee cee eeeeeteeeeeeeeeeeeeesteneeeeeeee es 9 Adopsi Inovasi... 222.000 -0 66s eeseeesseseeeererersees - 10 roses Adopsi dan Difusi Inovasi ....-.2.2000se0e0ssernes 10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi dan DifusiInovasi ... 13 ‘Teknologi TABELA. 7 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTETIS PENBLITIAN .......-- 21 covets a Hipotetis Penelitian .....-....eeee0e2eeeee teres we 8S METODOLOGI PENELITIAN «2.006.555 2 2ececteresseees 1 26 26 Lokasi dan Waktu Penelitian .....- Populasi dan Sampel Penelitian Pengumpulan Data... Instrumen Penelitian Validitas dan Reliabilitas Instrumen Analisa Data -..- Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... ....---+- Keadaan Umum Daerah Penelitian ..... Perkembangan Discminasi Teknologi TABELA Karakteristik Internal Petani....-...+++ Karakteristik Eksternal Petani ......... ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Tahun Yang Berbeda .....-...---+-++ ‘Tingkat Produktivitas Usahatanti iubungan Karakteristik Internal Petani Dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA ....-.--+.-+++ ‘Hubungan Karakteristik Eksternal Petani Dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA .......-- Hubungan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA dengan Tingkat Produktivitas Usahatani . 26 26 7 27 29 uM 2 al 4l 45 a7 63 n R mn KESIMPULAN DAN SARAN «22.00.2000 00ee eee cee 92 92 Saran 2... beet eee nec ee eee eee ee renee as we DAETAR PUSTAKA | 2.002205 eee coeteeeceee ness 95 LAMPIRAN .... voce eeteeeeeeeteeeetetee ees cee DAFTAR TABEL Nomor Halaman Teks 1, Curah Hujan Bulanan Tahun 1987 - 1999 di Kecamatan Tapa....... 42 2, Potensi Sumber Daya Manusia di Desa Bulotalangi, Kecamatan Tapa Kabupaten Gorontalo Tahun 1998 ...... 43 3. Luas Laan Menurut Penggunaanya .... cece 44 4. Jumlah Petani yang Menerapkan TABELA di Desa Bulotalangi Selama 3 Tahun (MT. 1996 sid 1998) - AT 5. Distribusi Karakteristik Intemal Petani .............. . 48 6, Distribusi Karakteristik Ekstemal Petani .. 60 7. Penerapan Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah Selama 3 tahun (MT. 1996 s/d 1998) 2.0... ee ee eeeee 64 8. Distribusi Responden Menurut Produktivitas Usahatani ...... 72 9. Hubungan Karakteristik Internal Petani dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA . B 10. Hubungan Karakteristik Eksternal Petani dengan a7 ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Lampiran_ Peta Kecamatan Taps Kabupaten Gorontalo, Propins Sulawesi Utara...000000cseceeeeeeeee eee : Data Pengamatan Karakteristik Internal dan Ekstemal Petani Responden........- : Hasil Uji Beda Friedman... Hasil Analisis Nilai Koefisien Korelasi Spearman bee DAFTAR GAMBAR ‘Nomor Halaman Teks 1. Paradigma Kerangka Berpikir Tingkat Penerapan Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah ....... se ccee ee oe 24 3 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan upaya untuk membangun perekonomian pedesaan, Karena 80 persen rakyat Indonesia bermukim di pedcsaan. dengan demikian pembangunan pertanian dalam arti yang sebenamya harus mampu menciptakan lingkungan yang semakin baik dan kualitas hidup yang semakin meningkat di pedesaan. Oleh arena itu pembangunan pertanian pada Pembangunan Jangka Panjang kedua (PJP 11) bertujuan selain untuk meningkatkan produksi per satuan Iuas juga meningkatkan pendapatan petani dan kesejahteraan keluarganya (Adjid, 1994}. Produksi padi beberapa tahun terus menurun hal ini terlihat dari adanya import beras yang dilakukan dari beberapa negara tctangga seria tingginya harga beras karena kelangkaan serta sulit untuk diperoleh. Keadaan ini disebabkan karena belum ditemukan teknologi baru yang dapat lebih memacu peningkatan produksi serta kemampuan schagian besar petani yang masih terbatas dalam mengelola usahatani mereka, Oleh Karena itu diperlukan upaya-upaya agar petani betul-betul dapat ‘memperolch penghasilan yang dapat meningkatkan kesejahterean mereka. Permasalahan dibidang pertanian tanaman pangan Khususnya padi sawah baru muncul beberapa tahun belakang ini dimana adanya kecenderungan berkurangnya ketersediaan tenaga kerja untuk kegiatan produksi. Penurunan jumlah tenaga kerja disebabkan Karena meningkatnya Kebutuhan tenaga kerja disektor industri dan jase serta banyak penduduk desa yang mengubah nasibnya di perkotaan. Selain itu, kualitas tenaga kerja yang rendah juga merupakan masalah di bidang tanaman pangan, Permasalahan tain juga menyangkut penerapan tcknologi yang berhubungan dengan masalah kualitas tenaga kerja dibidang pertanian tanaman pangan. Banyak teknologi yang telah dihasilkan olch lembaga penelitian, tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh petani yang disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki petani itu sendiri dan faktor -faktor lain, antara lain: teknologi yang diciptakan belum sesuai dengan kebutuhan pengguna, mekanisme penyampaian hasil penelitian relatif panjang, tenaga penyuluh sebagai ujung tombak dalam penyampaian informasi tentang teknologi bara masih banyak dibebani tugas struktural sehingga tugas fungsional tidak dapat dilaksanakan sepenubnya, dan persepsi serta kemampuan peneliti dan penyuluh datam memahami situasi dan Kondisi wilayah sasaran belum sama (Oka, dk, 1994) Permasalahan diatas perlu diupayakan suatu teknologi tepatguna yang dapat dimanfastkan oleh petani, schingga permasalahan tersebut dapat diatasi, Pada tabun 1995 Departemen Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian melakukan pengkajian sistem usahateni berbasis padi dengan orientasi Agribisnis (SUTPA) sebagai upaya terobosan untuk mempercepat alih teknologi ditingkat petani serta mewujudkan sektor petanian yang kompetetif dan moderen. Salah satu program yang dianjurkan dalam SUTPA adalah teknologi tanam benih langsung (TABELA). Budidaya tanam benih langsung merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi tenaga kerja, biaya dan waktu dalam usahatani padi sawah (Ridwan, 1995) Keuntungan dari sistim ini dapat memperpendek masa panen (De Datta, 1981). Menurut De Datta (1979) bahwa dengan pengolahan tanah yang baik, pertanaman padi secara sebar langsung akan memberikan hasil lebih tinggi dibandingkan dengan sistim tanam pindah (TAPIN) karena gulma akan mati kemudian membusuk menjadi humus, aerasi tanah menjadi lebih baik sehingga kesuburan tanah ‘meningkat dan akan memberi pengaruh pada peningkatan hasil atau produksi. Kabupaten Gorontalo, khususnya Kecamatan Tapa luas areal sawah yang dijadikan lokasi pengkajian SUTPA meliputi 500 ha yang terdiri dari 450 ha unit hamparan pengkajian (UHP), unit pengkajian khusus (UPK) 50 ha. Petani pada hamparan UHP ini diharapkan nantinya ikut menerapkan teknologi TABELA setelah melihat keberbasilan yang dilakukan petani pada unit pengkajian khusus (UPK). Pada setiap UHP ditempatkan peneliti dan penyuluh dari Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IPPTP) Kalasey dan dibantu oleh Pengamat hama Pertanian (PHP) dan Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat. Di Kecamatan Tapa khususnya dan desa Bulotalangi program TABELA ini dimulai sejak Musim ‘Tanam (MT) 1996/1997. Budidaya padi secara tradisional memerlukan tenaga yang cukup banyak yang menyebabkan tingginya biaya produksi. Oleh karena itu cara budidaya yang demikian perlu diperbaiki, Budidaya yang hemat waktu, tenaga dan biaya tanpa menurunkan bahkan meningkatkan produksi sangat diperlukan. Penanaman dengan TABELA merupakan salah satu cara penanaman atau pembudidayaan tanaman padi yang dapat menghemat waktu, tenaga dan biaya produksi yaitu dengan menyebar benih dalam keadaan kering maupun dalam keadaan berkecambah secara langsung di areal pertanaran baik disawah irigasi, tadah hujan, rawa/lebak, dan fahan kering (Supriadi dan Husni, 1995). Penanaman dengan TABELA dapat meningkatkan hasil per hektar dibandingkan dengan sistem tanam pindah (TAPIN). Hasil penelitian Supriadi dan usni (1995) menunjukkan bahwa TABELA pada musim hujan memberi hasil rata- rata 6,7 ton gabah kering giling per hektar, sedangkan tanam pindah hanya memberikan hasil 5,5 ton gabah kering giling per hektar, sementara untuk musim kemarau masing-masing memberikan hasil 5,5 ton dan 4,6 ton gabah kering giling per hektar, Lebih lanjut Supriadi dan Husni (1995) juga menyatakan bahwa sistem ‘TABELA lebih menghemat pemakaian tenaga kerja sebesar 60 HOK (32 %) per hektar setiap musim tanam dibandingkan dengan tanam pindah hal ini juga sejalan dengan pendapat De Datta (1974) melaporkan kebutuhan tenaga kerja pada budidaya dengan TABELA 33 % lebih rendah dengan produksi 6 - 16 % lebih tinggi dibandingkan dengan budidaya tanam pindah. Produksi yang meningkat dan pemakaian tenaga kerja lebih sedikit diharapkan dapat meningkatkan keuntungan yang diperoleh petani dibandingkan dengan budidaya tanam pindah. Dari hasil penelitian Hazarin dan Manalu (Husni dan Herman, 1995) menunjukkan bahwa sistem TABELA memberikan keuntungan 48 % = 69% lebih besar dibandingkan dengan tanam pindah, karena padi yang ditanam secara TABELA dapat dipanen 7 - 10 hari lebih awal dari pada yang ditanam dengan cara TAPIN sebeb penanaman dengan TABELA tidak mengalamai masa stagnasi dibandingkan dengan TAPIN yang ditanam pada umur 21 hari mengalami stagnasi selama 7 - 10 hari, Namun demikian, pengenalan suatu teknologi kepada petani secara luas lebih banyak ditentukan oleh proses penyuluhan, Melalui kegiatan penyuluhan diharapkan teknologi tersebut dapat diterima dan diterapkan oleh petani sehingga membantu petani mengatasi masalahnya. Namun dalam kenyataan di lapangan masih banyak petani yang melakukan penanaman padi dengan cara lama (TAPIN) dan adanya keragu-raguan ditingkat petani dalam penerapan teknologi ini. Hal ini mungkin disebabkan Karena teknologi/inovasi yang disodorkan kepada petani hanya dipusatkan pada aspek tunggal dalam peningkatan produksi tanpa memperhitungkan faktor-faktor lain terutama faktor yang mempengaruhi keputusan petani sebagai pelaku usahatani, Gejala tersebut dapat menghambat upaya pelembagaan teknologi pertanian pada kelompok-kelompok sasaran, Berdasarkan uraian tersebut maka penelitian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana tingkat penerapan teknologi TABELA dan faktor-faktor yang ‘mempengaruhinya Masalah Penelitian Keberhasilan pembangunan pertanian yang telah dicapai_selama ini Khususnya untuk tanaman pangan ternyata tidak diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini dapat dilibat dari masih rendahnya pendapatan yang diperoleh petani dari hasil usahataninya. Beberapa tahun terakhir ini keadaan petani dalam. menjalankan usahataninya diperburuk lagi dengan semakin berkurangnya tenaga kerja disubsektor tanaman pangan khususnya padi sawah. Keadaan ini menjadikan petani padi sawah pada posisi yang lebih jelek lagi dalam menjalankan usahataninya Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya penemuan teknologi agar petani mampu. mengatasi masalah tersebut. Keberhasilan suatu teknologi baru ditentukan oleh sejauh mana teknologi tersebut diterapkan oleh petani pada usahatani mereka, schingga dapat _mengatasi masalah mereka sebelumnya. Teknologi TABELA dengan waktu relatif pendek sejak di desiminasikan tahun 1995 ternyata telah banyak diterapkan oleh petani di Sulawesi Utara khususnya, di Kabupaten Gorontalo, Meskipun demikian, teknologi tersebut belum tentu diterima begitu saja oleh petani. Ada beberapa faktor yang menentukan suatu teknologi dapat diterima oleh petani, yaitu : faktor internal (karakteristik petani), dan faktor ekternal dari petani. Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan beberapa masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini: (1) Apaksh terdapat perbedaan yang nyata tingkat penerapan teknologi TABELA pada tahun yang berbeda, ( selama 3 tahun ) ? (2) Bagaimanakah karakteristik intemal dan eksternal petani padi sawah ? (3) Bagsimanakah hubungan antara karakteristik internal dan ckstemal petani padi sawah dengan tingkat penerapan teknologi TABELA ? (4) Adakah bubungan antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat produktivitas usahatani ? Tujuan Penelitian ‘Mengacu pada masalah penelitian, maka penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui perkembangan tingkat penerapan teknologi TABELA. (2) Mengetahui karakteristik internal dan karakteristik eksternal petani padi sawah (3) Mengetahui hubungan antara karakteristik internal dan karakteristik ekstemal petani padi sawah dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. (4) Mengetahui hubungan antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat produktivitas usahatani. Kegunaan Pen Hasil Penelitian ini diharapkan berguna : (1) Bagi pemerintah, yaitu sebagai bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Tingkat [ Sulawesi Utara untuk mengembangkan teknologi TABELA di Sulawesi Utara , khususnya di Kabupaten Gorontalo. (2) Bagi Perguruan Tinggi atau peneliti Jain, yaita sebagai bahan pemikiran dalam pengembangan ilmu pengetahuan teknologi TABELA khususnya di Kabupaten Gorontalo. (3) Bagi Badan Litbang / instansi terkait, yaitu sebagai bahan masukan bagi penghasil teknologi TABELA dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan teknologi tersebut. TINJAUAN PUSTAKA Inovasi Rogers dan Shoemaker (1971), mengartikan inovasi sebagai ide-ide baru, praktekepraktek baru atau objekcobjek yang dapat dirasakan sebagai suatu yang baru oleh masyarakat atau individu. Sclanjutnya Lionberger dan Gurin (1983), tnengartikan inovasi tidak sekedar sebagai suatu yang dimulai baru, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dimulai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat, Pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekedar “baru diketabui” oleh pikiran (cognitive) tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikep (attitude) dan juga “baru” dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan atau diterapkan oleh seluruh warga rmasyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perlakuan atau gerakan-gerakan menuju proses perubahan di dalam segala bentuk tata Kehidupan masyarakat, Mardikanto (1993), menjelaskan lebih luas pengertian inovasi sebagai berikut : Sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktck-praktek bara yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh scbagian besar masyarakat dalam lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan disegala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warge masyarakat yang bersangkutan” Adopsi Inovasi Rogers dan Shoemaker (1971), mendefinisikan adopsi inovasi sebagai suatu proses pengambilan keputusan seperti “The mental process of an innovation t0 a decision to adopt or to reject and to confirmation of this decision”. Selanjutnya Mardikanto (1993), mengartikan adopsi sebagai proses perubahan perilaku, baik berupa pengetahuan (cognitive), sikap (altitude) maupun _ketrampilan (psychomotoric) pada diri seseorang yang telah menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluh, Mengikuti definisi yang diberikan Rogers dan Shoemaker, maka ada ‘deberapa clemen penting yang perlu dipethatikan dalam proses adopsi, yaitu : (1) adanya sikap mental, dan (2) adanya konfirmasi dari keputusan yang diambil. Proses Adopsi dan Difusi Inovasi Proses adopsi adalah proses mental yang terjadi pada diri seseorang sejak pertama kali mengenal inovasi sampai mengadopsinya. Adopsi diartikan sebagai penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara yang terbaik (Rogers,1983). Selanjutnya dikatakan bahwa mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah keputusan manusiawi, dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal, yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan, (3) tahu cara melakukannya, dan (4) mempunyai sarana untuk melakukannya, Rogers dan Shoemaker ( 1971), mengatakan bahwa proses adopsi terdiri atas lima tahap, yaitu : (1) tahap kesadaran, yakni sescorang mengetahui adanya ide-ide baru; (2) tahap minat, yakni seseorang mulai menaruh minat terhadap inovasi; (3) tahap penilaian, yakni seseorang mengadakan penilaian terhadap ide baru itu dihubungkan dengan situasi dirinya; (4) tahap percobaan, yakni seseorang menerapkan ide baru dalam skala keci! untuk menentukan kegunaanya, sesuai atau tidak dengan situasi dirinya; dan (5) tahap penerimaan (adoption), yakni seseorang menggunakan ide baru secara tetap dalam skala yang las. Proses adopsi tersebut tidak selamanya berjalan urut demikian. Proses adopsi tidak selalu berakhir dengan adopsi. Seseorang mungkin menolak atau mencari informasi Sebih lanjut untuk memperkuat keputusannya. Oleh karena itu, Rogers dan Shoemaker (1971), membagi proses adopsi menjadi empat tahap, yaitu tahap pengenalan, persuasi, keputusan dan konfirmasi. Difusi merupakan proses menycbarnya inovasi melalui saluran tertentu diantara anggota sistem sosial atau dari satu sistem sosial satu ke sistem sosial yang lain (Rogers,i983). Pendapat yang tidak jauh berbeda dikemukakan oleh Soekartawi (1988), yang menyatakan bahwa difusi adalah proses sehingga ide baru disebarluaskan pada individu atau kelompok dalam sistem sosial tertentu. Proses adopsi adalah proses mental yang terjadi pada diri seseorang sejak pertama kali mengenal inovasi sampai mengadopsinya. Adopsi diartikan sebagai penggunaan secara penuh suatu ide baru sebagai cara yang terbaik (Rogers, 1983). Selanjutnya dikatakan bahwa mengadopsi suatu inovasi atau teknologi adalah keputusan manusiawi, dan keputusan tersebut didasarkan pada empat hal, yaitu (1) kemauan untuk melakukan sesuatu, (2) tahu cara yang akan dilakukan, (3) tahu cara melakukannya, dan (4) mempunyai sarana untuk melakukannya, Rogers dan Shoemaker (1971), mengatakan bahwa proses adopsi dan Slamet (1978), menyatakan bahwa proses difusi adalah proses menyebarnya inovasi dari seseorang yang telah mengadopsi kepada orang-orang lain dalam masyarakat Penyebarluasan inovasi pada prinsipnya merupakan suatu transfer teknologi dari hasil-hasil penelitian kepada para pengguna (Lionberger dan Gwin, 1991). Hasil- hasil penelitian, percobaan, dan penemuan lain yang disampaikan kepada petani (pengguna akhit) tentu tidak semudah yang diharapkan, banyak kendala atau hhalangan yang harus dilalui, Selanjutnya agar proses tersebut dapat berjalan dengan baik maka : (a) informasi, ide atau teknologi yang dikembangkan harus mudah diterapkan; (b) inovasi harus dicobakan di setiap daerah; (c) penyebarluasan diarahkan dengan langkah terpadu dari keseluruhan sistem produksi, (4) adanya penguatan terhadap proses dan kondisi yang diperlukan agar mereka mau menggunakan inovasi yang disampaikan, dan (¢) fungsi perintah sebagai pelaksana dan pengatur dalam pengambilan keputusan administratif dalam pelaksanaan program penyuluhan (Lionberger dan Gwin, 1991). Proses difusi teknologi TABELA akan berlangsung sejak ada petani yang sudah mengadopsi kepada petani tain di masyarakatnya. Tingkat adopsi dan banyaknys petani yang mengadopsi teknologi TABELA dalam proses difusi sangat bervariasi, hal ini tergantung dari ciri-ciri individu dalam masyarakat. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi dan Difusi Inovasi Rogers dan Shoemaker (1971), ‘Stamet (1978), dan Soekartawi, ‘menyatakan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi adalah : sifat- sifat inovasi, jenis keputusan inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri sistem sosial, kegiatan promosi olch penyuluh, interaksi individual dan kelompok, sumber informs, dan faktor diri “adopter”. Secara lebih rinci Rogers dan Shoemaker (1971), menguraikan sifat-sifat inovasi yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi adalah : (1) keuntungan relatif: inovasi akan cepat diadopsi jika memberikan keuntungan lebih dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya; (2) keterhubungan inovasi: inovasi akan cepat diadopsi jika mempunyai keterhubungan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang ada pada “adopter”, (3) tingkat kerumitan : inovasi akan cepat diadopsi jika tidak rumit dilakukan ; (4) mudah dicoba pada situasi yang ada pada petani; dan (5) dapat dliamati : inovasi akan cepat diadopsi jika mudah dan cepat dilihat hasilnya. Faktor intemal calon “adopter” yang mempengaruhi cepat lambatnya proses adopsi adalah: umur, pendidikan, status sosial ekonomi, pola hubungan (focalite dan cosmopolite), keberanian mengambil resiko, sikap terhadap perubahan, motivasi berkarya, aspirasi, sifat fatalisme, dan diagnotisme (sistem kepercaysan yang ‘tertutup). Kecepatan adopsi (penerapan) inovasi oleh sescorang dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan usahatani, luas usahataninya, status pemilikan lahan, gengsi masyarakat, sumber informasi pertanian yang digunakan, dan tingkat hidup seseorang (Lionberger, 1960). Senada dengan pendapat tersebut Mardikanto (1993), menegaskan bahwa kecepalan seseorans rmengadopsi atau menerapkan suatu inovasi atau teknologi baru, dipengaruhi oleh peberapa faktor seperti Iuas usahatani, tingkat pendidikan, umur, kcberanian ‘mengambil resiko, aktivitas mencari ide atau informasi baru, dan sumber informasi yang digunakan, Sockartawi (1988), menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi roses difusi inovasi adalah fuktor sosial, kebudayaan, personal dan situasional. Faktor sosial mencakup Keluarga, tetangga, Klik sosial, kelompok referensi, kelompok formal yang diikuti dan status sosialnya, Faktor kebudayaan mencakup adat budaya masyarakat setempat, seperti keterbukaan terhadap orang luar, kepercayaan dan yang terkait dengan sikap masyarakat terhadap teknologi baru dan sebagainya. Faktor personal mencakup : (1) umur, orang yang lebih tua cenderung kurang responsif terhadap ide-ide baru; dan (2) pendidikan, dapat menciptakan dorongan ‘mental untuk menerima inovasi yang menguntungkan, dan ciri-ciri psikologis, sifat ‘orang yang kaku akan lebih sulit menerima inovasi Faktor situasional mencakup : (1) pendapatan usabatani, pendapatan yang tinggi ada hubungannya dengan tingkat adopsi dan difusi inovasi pertanian, (2), ukuran usahatani, berhubungan positif dengan difusi inovasi; (3) status pemilikan Ishan, pemilikan Jahan lebih leluasa membuat keputusan untuk mengadopsi sesuatu; (4) prestise masyarakat, kedudukan seseorang dalam masyarakat berhubungan positif dengan adopsi dan difusi inovasi; dan (5) sumber-sumber informasi, jumlah sumber informasi yang digunakan berhubungan positif dengan tingkat adopsi dan difusi inovasi Rogers (1983), mengatakan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi kecepatan adopsi antara lain persepsinya terhadap sifat - sifat inovasi, dan saluran komunikasi yang digunakan, Pendapat ini diperkuat oleh Van den Ban dan Hawkins (1988), dan Roling (1988), bahwa peubab-peubah yang bechubungan positif dengan tingkat adopsi antara lain: (a) peubah sosial ekonomi seperti tingkat pendidikan, tingkat melek huruf, status sosial, dan luas usahatani; (b) peubah personal seperti rasionalitas, sikap terhadap perubahan, dan sikap terhadap ilmu pengetahuan, dan (c) peubah komunikasi seperti partisipasi sosial, kekosmopotitan, hubungan dengan agen pembaharu, keterdedahan terhadap media massa, keterdedahan terhadap media interpersonal, aktivitas mencari informasi, dan tingkat kepemimpinan. Sockartawi (1988), merinci bahwa proses adopsi dan difusi inovasi di bidang pertanian oleh seseorang dipengaruhi oleh faktor - faktor umur, pendidikan, keberanian mengambil resiko, pola hubungan, sikep terhadap perubahan, pendapatan usahatani, Iuas vsahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat, sumber- sumber informasi yang digunakan, dan jenis inovasi Mardikanto (1993), menegaskan kembali pendapat Lionberger (1960), bahwa_ Kecepatan seseorang untuk mengadopsi suatu inovasi dipengaruhi oleh berbagai faktor (1) Laas usahatani, semakin Tuas biasanya semakin cepat mengadopsi suatu inovasi sebab seseorang memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik. (2) Tingkat pendapatan, semakin tinggi tingkat pendapatan biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi. (3) Keberanian mengambil resiko, seseorang yang lebih berani menghadapi resiko biasanya lebih inovatif. (4) Umur, semakin tua (diatas 50 tahun) biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, (5) Tingkat partisipasinya dalam kefompok, orang yang suka bergabung dengan menyatu di luar sistem sosialnya sendiri umumnya lebih inovatif. (6) Aktivitas mencari informasi atau ide-ide baru, mereka yang lebih aktif biasanya lebih inovatif. . (7) Sumber informasi yang dimanfaatkan, Golongan yang inovatif biasanya lebih banyak memanfaatkan beragam sumber informasi. Teknologi TABELA Secara umum perbedaan teknologi budidaya TABELA dengan tanam pindah terutama terletak pada aspek benil/bibit, pengolahan tanah, persiapan Iahan, cara tanam, pengendalian gulma dan tikus, serta pengaturan irigasi Benih / Bibit Sistem TABELA membutuhkan benitvbibit sekitar dua kali lebih banyak dibandingkan dengan cara tanam pindah. Benih yang dibutuhkan harus memilikt rmutu yang baik, yaitu benih yang memiliki daya kecambah (viabilitas) dan daya ‘tumbuh (vigor) yang tinggi, Sebaiknya digunakan benih padi berlabel biru. Benih dapat langsung dikecambahkan terlebih dahulu sebelum disebar. Kebutuhan benih dalam sistem TABELA menurut Hazairin dan Manalu (Supriadi dan A. Husin, 195) Derkisar antara 50 - 100 kg/ha, Persiapan benih dilakukan dengan merendam benih padi selama 24 jam dan air rendaman diganti dengan air baru setélah 12 jam. Benih hampa serta kotoran yang ‘mengambang dibuang. Perendaman sebaiknya dimulai sore hari dan pada sore hari berikutnya benih diangkat dan ditiriskan semalam. Pagi hari benih_ mulai berkecambah dan siap untuk ditanam di sawah. Benih padi yang dipakai dalam teknologi TABELA ini adalah varietas unggul baru, yaitu Membramo, Cirata, Maros, dan varietas lokal fainnya. Benih yang digunakan berlabel biru memiliki kemurnian yang tinggi (98% - 99%). Pengolahan Tanah ‘Untuk TABELA diperlukan hasil pengolahan tanah lebih baik dari pengolahan tanah untuk tanam pindah. Nilai baik ini terletak pada kualitas pelumpuran, kerataan permukaan tanah dan adanya saluran-saluran air (caren) disetiap petakan sawah. Menurut De Datta dan Nantasomsaran (Herman dan A, Husni, 1995), bahwa permukaan tanah yang rata agar air mudah dikontrol, tanaman dapat tumbuh dengan sempurna, dan mencegah rusaknya perkecambahan serta pertumbuhan akar bilamana air terlalu dalam. Tanam ‘Tanam benih langsung dilaksanakan dengan tiga cara, yaitu : (1) cara tanam dengan jarak beraturan ke kanan dan ke kiri atau populer disebut dengan nama “tegel enclok”, (2) Cara tanam TABELA larikan penuh, dan (3) cara TABELA Legowo. Pada saat tanam keadaan air macak-macak dan tidak boleh ada permukaan sawah yang tergenang air. Penanaman dapat dilakukan dengan cara manual atau tanpa alat tanam dan cara mekanis dengan menggunakan alat tanam benih langsung (ATABELA) Pengendalian Gulma Pengendalian gulma merupakan masalah penting pada pertanaman padi sistem ‘'TABELA. Dari hasil penelitian De Datta dan Nantasomsaran (Herman dan A. Husin, 1995), bahwa pertanaman padi dengan sistem TABBLA tanpa ditakukan pengendalian gulma dapat menurunkan hasil sampai 53 %. Pengendalian gulma dalam sistem TABELA dilakukan dengan menggunakan herbisida pratumbub. Pengendatian Hama dan Penyakit Usaha pengendalian dilakukan secara terpadu dan intensif, yaitu dengan cara menggunakan pestisida yang sudah direkomendasikan pemerintah, cara mekanis, atau kombinasi Irigasi Pengaturan air irigasi pada TABELA memiliki peran sangat penting. Pada Saat benih disebar, kondisi lahan harus dalam keadaan macak-macak supaya benih dapat melekat ke tangh dan akar tanaman dapat menyebar dengan kokoh dalam tanah. Setelah tanaman tumbuh kira-kira 5 cm, air dimasukkan ke sawah dengan ketinggian 2 em dari permukaan tanah hai ini dilakukan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma, Pada saat tanaman berumur muda, pengawasan pengaturan air irigast sangat dipertukan agar tanaman tidak tergenang, Pemupukan Pemupukan dilakukan dengan menggunakan pupuk Urea, KCI, dan SP36/TSP Pemberian pupuk SP36/TSP dan KCI dilakukan sebelum tanam, sedangkan Urea 20 diberikan satu bulan setelah tanam, Dosis pupuk yang digunakan sesuai dengan rekomendasi spesifik lokasi, untuk Kabupaten Gorontala khususnya Kecamatan Tapa dosis pupuk yang dianjurkan adalah Urea 250 kg/ha, TSP/SP36 100 ky/ha, dan KCI 50 kg/ha, Pupuk TSP/SP36 , KCL dan sepertiga bagian pupuk urea diberikan sekaligus setelah pengolahan tanah. Sepertiga bagian pupuk urca susulan diberikan sewaktu tanaman beramur 6-7 minggu, bersamaan dilakukan penyiangan gulma dan ‘Sisa pupuk urea lainnya diberikan pada umur 50-60 setclah tanam. Selain faktor diatas ada juga faktor lain yang dilakukan dalam teknologi ‘TABELA sama dengan paket tknologi sebelumnya seperti Insus Paket D dan Supra Insus. KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTETIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Pembangunan pertanian pada pembangunan Jangka Panjang Kedua (PIP if) diarabkan untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, disamping selalu berupaya meningkatkan produksi, Untuk itu diperlukan upaya-upaya agar sasaran dari pembangunan pertanian tersebut dapat tercapai ‘Tanam Benih Langsung (TABELA) merupakan teknologi baru yang dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian MT, 1995/1996, melalui kegiatan Sistem Usahatani Berbasis Padi yang dikembangkan di 14 propinsi dengan luas pengkajian 46.000 ha. Program tersebut dirancang dan dilaksanakan sebagai upaya Deptan mencari alatematif untuk mengatasi kejenuhan peningkatan produksi padi. TABELA dapat meningkatkan produktivitas Iahan, yaitu dengan berkurang waktu yang dibutuhkan untuk setiap kali tanam schingga petani memiliki sisa waktu yang lebih panjang dalam satu tahun, Sisa waktu yang lebih panjang dengan ketersediaan air tanah yang memadai, diharapkan petani dapat memanfaatken lahannya lebih leluasa sehingga dapat memberikan basil yang lebih memadai. Sisa waktu yang lebih panjang ini diperoleh karena dengan TABELA yang menggunakan benih unggul Membramo akan dapat dipanen lebih awal 15 - 20 hari. Ini berarti dengan menanam padi 2 kali setahun dapat menghemat waktu 30 - 40 hari. Dengan demikian diharapkan intensitas penggunaan lahan dapat mencapai 300 persen. Dalam sistem TABELA, benih langsung ditanam baik secara manual maupun dengan menggunakan slat tanam (ATABELA), sehingga dapat menghemat pemakaian tenaga kerja, serta biaya produksi dapat ditekan. Berkurangnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan disebabkan karena tidak diperlukan lagi tenaga kerja yang banyak untuk pesemaian, penanaman dan pemeliharsan tanaman. Keadaan ini sangat membantu petani padi sawah, karena saat ini mulai sulit untuk mencari tenaga ‘kerja yang mau bekerja disektor pertanian yang disebabkan persaingan dengan sektor industri. Dari uraian di atas, berarti ada tiga faktor keunggulan dari tcknologi TABELA. dibandingkan dengan sistim tanam pindah (TAPIN), yaitu faktor keuntungan, faktor efisiensi tenaga kerja, dan faktor peningkatan produktivitas lahan. Berdasarkan hal tersebut penelitian dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan_ teknologi TABELA dan karakteristik intemal dan eksternal petani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Namun demikian TABELA yang merupakan inovasi baru belum tentu diterima oleh petani, Petani memerlukan pertimbangan-pertimbangan sebelum ‘memutuskan menerima atau menolak inovasi tersebut. Menurut Rogers dan Shoemaker (1987), petani dapat mengambil suatu keputusan mengadopsi inovasi, dalam dirinya tesjadi proses, yaitu : tahap pengenalan, tahap persuasi, ‘tahap ‘keputusan, tahap implementasi, dan tahap konfirmasi B Penerapan inovasi tidak hanya tergantung pada inovasi yang ditawarkan tetapi lebih ditentukan olch kesediaan petani dalam mengadopsi inovasi. Scperti yang dikemukakan Mosher (1987), bahwa petani memainkan peranan inti dalam pembangunan pertanian. Petanilah yang menentukan cara usahatani yang harus ilakukan sehingga harus mempelajari dan menerapkan metode baru yang dipertukan untuk membuat usahataninya lebih produktif. Mengacu pada tinjauan tersebut di atas dan hasil-hasil penelitian sebelurmnya, maka diduga bahwa Karakteristik internal petani padi sawah berhubungan secara nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Adapun karakteristik internal petani terpilih tersebut antara Tain : (1) umur, (2) lama pendidikan formal, (3) pengalaman berusahatani, (4) jumlah tanggungan keluarga, (5) penghasilan usahatani (6) motivasi petani. mengikuti TABELA, (7) frekuensi mengunjungi sumber informasi, dan (8) pandangan petani terhadap sifat-sifet inovasi, Disamping itu, ddiduga Karakteristik ekstemal petani padi sawah berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Adapun karakteristik ekstemal petani terplih tersebut, yaitu (1) tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA, (2) intensitas penywuhan, (3) ketersedian saprodi. Sedangkan tingkat penerapan teknologi TABLA dilihat dari : penerapan komponen-komsponen teknologi TABELA dalam usahatani, demikian juga diduga ada hubungan antara tingkat penerapan teknologi ‘TABELA dengan tingkat produktivitgs usahatani. Secara skematis paradigma hubungan antar variabel tersebut ditampilkan pada Gambar 1. 24 Karakteristik Internal Petani (1) Umur (1) Tingkat Ketersediaan (2) Lama Pendidikan Formal Informasi Tentang TABELA (3) Pengalaman Berusahatani (2) Intensitas Penyuluban (4) Jumlah Tanggungan Keluarga (3) Ketersedian Saprodi (5) Penghasilan Usahatani (6)Motivasi Petani Mengikuti TABE! (7) Frekuensi Mengunjungi Sumber informasi (8) Pandangan Petani Terhadap Sifat- Sifat Inovasi Tingkat Penerapan | “——————— Teknologi TABELA | Tingkat Produktivitas| Usahatani Gambar 1. Paradigma Kerangka Berpikir Tingkat Penerapan Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir dan paradigma keterkaitan variabel-variabel temilih yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA bagi petani padi sawah, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : (1) Terdapat perbedaan antara_tingkat penerapan teknologi TABELA pada tabun yang berbeda { 3 tahun). (2) Terdapat hubungan antara variabel karakteristik internal (umur, lama pendidikan formal, pengalaman berusahatani, jumlah tanggungan keluarga, penghasilan usahatani, motivasi petani mengikuti TABELA, frekuensi mengunjungi sumber informasi, pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi) dengan tingkat penerapan teknologi TABELA (3) Terdapat hubungan antara variabel Karakteristik ekstemnal (tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA, intensitas penyuluhan, ketersediaan saprodi) dengan tingkat pencrapan teknologi TABELA (4) Terdapat hubungan antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat produktivitas usabatani METODOLGI PENELITIAN Rancangan Penelitian Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan penclitian survei yang bersifat deskriptif - korelasional. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi TABELA pada tahun yang berbeda dan menganalisis hnubunganantara beberapa variabel yang terpilih dari karakteristik petant, produktifitas usahatani terhadap tingkat penerapan teknologi TABELA. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di desa Bulotulangi Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Sulawesi Utara, Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut pemah dilakukan program SUTPA yakni penanaman padi sawah dengan sistim TABELA sejak 1996. Pengumpulan data telah dilaksanakan selama 3 bulan, mulai bulan April 1999 sampai dengan bulan Juni 1999. Populasi dan Sampe! Penelitian Populasi penclitian adalah petani padi sawah yang ada di desa Bulotulangi, Kecamatan Tapa yang pernah menerapkan teknologi TABELA sejak 1996. Hasil survei ditemukan 78 orang petani yang menerapkan teknologi ini sejak 1996, sehingga petani tersebut dijadikan populasi sekaligus sebagai sampel_penelitian. a Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan lapangan, wawancara terstruktur dan mendalam dengan menggunakan kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui telaah berbagai kepustakaan, Japoran dan dokumen yang relevan dengan tujuan penelitian, antara lain : (1) laporan tahunan kecamatan, (2) laporan hasil penclitian tentang TABELA oleh IPPTP Kalasey, (3) monografi desa/ kecamatan, (4) kecamatan dalam angka, dan (5) laporan dari BIPP Kabupaten dan BPP Tapa Instrumen Penelitian Dalam memperoleh data yang dibutuhkan pada penclitian digunakan instrumen dalam bentuk kuesioner yang memuat atau berisi pertanyaan -pertanyaan yang harus dijawab oleh petani responden. Kuesioner yang digunakan terdiri dart ‘beberapa bagian, yaitu: . 1, Bagian pertama, mengenai hal-hal yang menyangkut - No responden - Nama petani ~ Desa/ Dusun ~Kecamatan/ Kabupaten - Tanggal wawancara 28 2. Bagian kedua, mengenai karakteristik internal petani responden, melipat! -Umur ~ Lama pendidikan formal - Pengalaman berusahatani ~ Jumlah tanggungan keluarga ~ Penghasilan usahatani padi / MT/ Ha ~ Alasan petani mengikuti TABELA ~ Frekuensi mengunjungi sumber informasi / MT - Pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi = - Tingkat keuntungan dibandingkan dengan teknologi TAPIN = Tingkat kesesuaian dengan adat / kebiasaan setempat = Tingkat kerumitan teknologi TABELA dibandingkan dengan teknologi TAPIN - Tingkat kemudahan untuk dicoba oleh petani - Tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya oleh petani 3, Bagian ketiga, mengenai karakteristik eksternal petani responden, meliputi ~Ketersediaan informasi tentang TABELA ~Intensitas penyuluhan / MT ~ Ketersediaan sarana produksi musim tanam yang lalu - Produksi yang dihasilkan perhektar permusim tanam untuk tanaman padi 4. Bagian keempat, mengenai komponen teknologi TABELA padi sawah, meliputi = Benih ( varietas, asal benih, label benih , jurlah benih/ Ha, lama perendaman dan ‘pemeraman ) 29 = Pengolahan tanah ( alat pengolahan tanah, cara pengolahan, kedalaman , perbandingan air dengan tanah, pembuatan caren ). - Penanaman (sistim tanam, penggunaan ATABELA, jarak tanam) - Penggunaan herbisida ( waktu penggunaan, dosis yang digunakan) ~ Pengendalian Hama dan Penyakit ( waktu pengamatan, waktu pengendalian, cara pengendalian) ~ Pengaturan air irigasi ( keadsan air waktu : pengolahan tanah ,waktu tanam, awal pertumbuhan, pemupukan dan panen) ~ Pemupukan ( jenis, dosis/ Ha, waktu pemberian, cara pemupukan) 5, Bagian kelima ( terakhir), yaitu pertanyaan tambahan mengenai keadaan umum wilayah, budidaya padi sawab, mengapa tidak melakukan penanaman dengan ‘TABELA, apa teknologi ini perlu dilanjutkan, alasan jika perlu dilanjutkan, yang sulit dilakukan pada teknologi TABELA, bagian mana dari teknologi TABELA yang perlu diperbaiki. Validitas dan Reliabilitas Instramen ‘Validitas menunjukkan sejauhmana suatu alat pengukur itu mengukur apa ‘yang ingin diukur(Singarimbun dan Effendi, 1989), Black dan Champion (1992), mengemukakan bahwa setidaknya terdapat tiga jenis validitas, yaitu validitas isi, validitas konkuren atau prediktif dan validitas konstruk. Kerlinger (1995), 30 menambahkan bahwa validitas Konstruk merupakan bentuk validitas yang terpenting dari sudut pandang riset ilmiah, Mengacu pada pandangan tersebut, maka dalam penelitian ini akan digunakan validitas Konstruk. Adapun cara yang dilakukan yaitu ‘menyesuaikan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang berkaitan dengan semua variabel dalam penelitian dengan definisi-definisi konsep yang dikemukakan oleh para ahli yang tertulis dalam Literatur. Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan, Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sebelum dilakukan penelitian, maka terlebih dahulu dilakukan uji reliabilitas kuesioner pada 10 orang petani TABELA diluar Jokasi penelitian (Desa Huntu Selatan) yang memiliki karakteristik yang hampir sama dengan responden penelitian. Metode teknik belah dua (Split Haif Relzability) seperti yang dikemukakan oleh Singarimbun (1989), dengan rumus sebagai berikut : Keterangan > tot = angka reliabilitas keseluruhan item tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan eda ‘Angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua (r.tt) diperoleh dengan cara mengkorelasikan skor total belahan pertama dengan skor total belahan kedua Belahan pertama dimaksudkan sebagai item-item pertanyaan pada kuesioner bemomor ganji! dan belahan kedua, yaitu item-item pertanyaan pada kuesioner bernomor genap. Nilai rtot yang diperoleh, kemudian dibandingkan dengan nilai dalam tabel r. Alat ukur dikatakan andal bila nilai korelasi yang diperoleh melebihi nilai kritik dalam tabel r pada taraf signifikansi 5 persen, Data yang diperolch akan dianalisis dengan menggunakan bantuan program Statistical Program for Social Science (SPSS). Berdasarkan hasi uji reliabilitas instrumen terhadap 10 orang petani sawah, diperoleh nilai r.tot sebesar 0.8643, Nilai tersebut lebih besar dari r tabel pada taraf signifikansi $ persen, yaitu 0.632 dengan demikian instrumen /kusioner penelitian tersebut layak untuk digunakan. Analisa Data Data yang telah diperolch dalam penelitian ini diolah dan dianalisis dalam bentuk tabel frekuensi /tabulasi sederhana, tabulasi silang dan disajikan dalam bentuk eksplanatori dan deskriptif. Untuk melihat perbedaaan tingkat penerapan teknologi TABELA pada tahun yang berbeda ( selama 3 tahun) maka digunakan uji beda Friedman, (Daniel, W. 1978) dengan rumus sebagai berikut : ee 12 ZR ~ 30H) wu) 32 dimana : k = jumlab perlakuan b =jumlah blok R.=jumlah pangkat perlakuan kei, dengan db k - 1 Sedangkan untuk menguji hubungan antara variabel karakteristik petani dan sifat- sifat inovasi terhadap tingkat penerapan teknologi TABELA, maka digunakan Uji Korelasi Rank Spearman (Siegel. 8.1979) dengan rumus sebagai berikut : dirvana : +, = koefisien korelasi rank spearman 4\= perbedaan antara kedua ranking variabel x; dan y; n= banyak sampel ‘Untuk memudahkan pengolahan data, maka digunakan bantuan program SAS dengan pertimbangan bahwa program tersebut memiliki fleksibilitas yang tinggi untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam ilmu-ilmu sosial. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Definisi operasional dan pengulcuran variabel independen yakni karakteristik intemal petani meliputi (umur, lama pendidikan formal, pengalaman berusahatani, jumiah tanggungan keluarga, penghasilan usahatani, motivasi petani_mengikuti TABELA, frekuensi mengunjungi sumber informasi, dan pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi), Karakteristik ekstemal petani meliputi (tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA, intensitas penyuluhan, dan Ketersediaan saprodi), sedangkan variabel dependen yakni tingkat penerapan teknologi TABELA yang diukur dari (penerapan komponen- komponen TABELA) dan tingkat produktifitas usahatani, sebagai berikut vi abel Independen (1) Umur adalah usia responden pada saat penelitian ini dilakukan, Umur diukur dengan menghitung jumlah tahun responden sejak ia dilahirkan sampai tahun penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun. Cara pengukurannya adalah dengan menanyokan langsung kepada petani responden. Umur petani responden yang diperotch dari hasil penelitian ini, terdistribusi pada umur terendah 28 tahun dan tertinggi 72. Dalam penelitian ini umur petani responden diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu ; < 3Otahun, (2) 30 - 45 tahun dan (3) > 45 tabun. (2) Lama pendidikan formal adalah lamanya responden mengikuti pendidikan formal (proses belajar mengajar di lingkungan sekolab, seperti : SD, SMP dan ‘SMA atau lainnya yang sederajat) yang pemah ditempuhnya, Pengukuran lama vpendidikan formal dilakukan berdasarkan jumlah tabun, Dari hasil penelitian ini, lama pendidikan formal yang pemah diikuti responden adalah mulai dari 34 terendah 2 tahun (SD) dan tertinggi 17 tahun (PT). Lamnya pendidikan formal petani responden diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu: (1) 0-6 tahun, (2)7-9 tahun dan (3) > 9 tabun. (3) Pengalaman berusahatani adalah lamanya responden terlibat langsung dalam perusahatani padi sawah . Klasifikasi pengalaman berusaha responden ditetapkan berdasarkan pertimbangan jumlah tahun Dari hasil penclitian, pengalaman perusahatani petani responden berkisar antara 5 tahun hingga 50 tahun. Pengalaman berusahatani responden diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu (1) Kurang berpengalaman (0 - 5 tahun), (2) Cukup berpengalaman (5 - 10 tahun), dan (3) Sangat berpengalaman ( > 10 tahun). (4) Jumiah tanggungan keluarga : banyaknya anggota keluarga yang masih dalam tanggungan responden, baik yang berada atau tinggal dalam satu rumah maupun yang tidak tinggal dalam satu rumah, Jumlah tanggungan keluarga terdiri dari bapak, istri, anak, dan lainnya. Jumlah tanggungan keluarga djukur dalam satuan jiwa (orang). Dari hasil penelitian, jumlah tanggungan keluarga petani responden berkisar antara 2 orang hingga 8 orang. Jumiah tanggungan keluarga diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu : (1) Kecil, (3 orang), (2) Sedang, (3 - 5 orang ) dan, (3) Besar (> 5 orang). (5) Penghasilan usahatani adalah besamnya pendapatan bersih yang diterima oleh petani responden setiap satu kali panen persafuan ha yang dinyatakan dalam rupiah. Dari hasil penelitian, penghasilan usahatani petani responden berkisar ©) O 35 terendah Rp. 525.000, dan tertinggi Rpl2,828.340,.. Tingkat penghasilan usahatani petani responden diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu : (1) Peng- hasilan rendah (< Rp 5.000.000,-), (2) Penghasitan sedang (Rp, 5000.000,- - 1000,000,-) dan (3) Penghasilan tinggi (> 10.000.000,-). Motivasi petani mengikuti TABELA adalah pemnyataan petani yang mendorong disinya mau menggunakan teknologi TABELA. Motivasi tersebut berasal_ dart dalam diri atau dari Iuar petani. Motivasi ini diklasifikasikan dalam tiga Kategori, yaitu : (1) Rendah = ingin mencoba, ingin mengetahui, diajak, disuruh atau dipakse oleh petugas dari instansi pihak tertentu, diberi skor 1. (2) Sedang = ikut-ikutan berusaha karena melihat keberhasilan usaha tetangea! ‘orang lain, diberi skor 2. (3) Tinggi = sadar akan keuntungan mengikuti TABELA untuk meningkatkan produksi, pendapatan/kescjahteraan hidup, diberi skor 3. Frekuensi mengunjungi sumber informasi adalah rasa butuh akan informasi yang ada dalam diri sescorang tentang hal-hal yang menyangkut pekerjaannya dalam ‘upaya meningkatkan produktivitas kerja yang ingin dicapainya. Rasa butuh akan informasi tersebut terlihat dari tindakan atau upaya nyata dari individu tersebut dalam mencari informasi yang dibutuhkan. Frekuensi mengunjungi sumber informasi diukur berdasarkan pernyataan responden mengenai frekuensi responden mencari informasi tentang usahataninya dalam satu musim tanam. 36 Frekuensi mengunjungi sumber informasi dikategorikan dalam 3 kategori : (1) Rendah (<3 kali/MT ), (2) Sedang (5-10 kali/MT),dan (3)Tinggi ( >10 kali/ MT). (8) Pandangan petani tethadap sifat-sifat inovasi adalah bagaimana pendapat pandangan petani mengenai teknologi TABELA dilihat dari sifat inovasinya: BL 84 ‘Tingkat keuntungan relatif (Relative advantage) adalah perbandingan keuntungan relatif antara teknologi TABELA dengan TAPIN. Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori: (1) Renda diberi skor 1. (2) Sedang diberi skor 2, dan (3) Tinggi diberi skor 3. ‘Tingkat kesesuaian (Compatibility) adalah sesuai atau tidaknya teknologi TABELA dengan ilai-nilai atau kebiasaan yang sudah ada sebelumnya didalam masyarakat Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori : (1) Kurang sesuai diberi skor 1, (2) Sesuai diberi skor 2, dan (3) Sangat sesuai diberi skor 3 ‘Tingkat kerumitan (Complexity) adalah rumit atau tidaknya teknologi TABELA untuk dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori: (1) Tidak rumit diberi skor 3, (2) Cukup rumit diberi skor 2 dan (3) Sangat rumit diberi skor 1. ‘Tingkat kemudahan untuk dicoba (Srialability) adalah mudah tidaknya teknologi TABELA dicoba pada kondisi yang ada. Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori : (1) Tidak mudah diberi skor 1, (2) Mudah diberi skor 2, dan (3) Sangat mudah diberi skor 3. 37 85 Tingkat Kemudahan untuk dilihat hasilnya (Observability) adalah ada tidaknya hasil yang dapat dengan mudah dilihat atau diamati. Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori: (1) Tidak mudah diberi skor 1, (2) Mudah diberi skor 2, dan (3) Sangat mudah diberi skor 3. Pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi secara keseluruhan Klasifikasi pengukuran ditetapkan berdasarkan pertimbangan skor terendah (9) dan skor tertinggi (13), kemudian membaginya dalam tiga kategori, yakni : (1) Rendah (9-10 ) (2) Sedang (11) dan (3) Tinggi (12 - 13) @ Tingkat Ketersediaan informasi tentang TABELA adalah suatu kondisi yang dirasakan oleh seseorang untuk mendapatkan informasi tentang TABELA dari suatu somber informasi. Tingkat ketersediaan informasi diukur berdasarkan pemyataan responden mengenai ketersediaan informasi tentang TABELA yang dibutuhkan untuk usahataninya. Berdasarkan perhitungan diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu : (1) Tidak tersedia diberi skor 1, (2) Cukup tersedia, diberi skor 2, dan (3) Sangat tergedia diberi skor 3 (10) Intensitas Penyuluhan adalah tingkat keseringan kegiatan penyuluhan pertanian yang dilakukan oleh Penyuluh (PPL,PPM dan PPS) setempat yang dapat diikuti seseorang, Indikatomya berupa bukti kehadiran dalam penyuluhan, dan catatan hasil atau pesan-pesan yang diterima dalam penyuluban yang diikut. Pengukurannya dengan menghitung berapa Kali kehadiran petani dalam penyuluhan selama satu musim tanam. Pengukuran Intensitas penyuluhan per 38 musim tanam diklesifikasikan dalam 3 kategori, yaitu : (I) Rendah ( <4 kali), (2) Sedang (4 - 8 kali), dan (3) Tinggi (>8 kali) (11) Ketersediaan sarana produksi (Saprodi) adalah ketersediaan alat dan bahan yang dibutuhkan oleh petani untuk mendukung usahataninya. Ketersediaan saprodi (benih, pupuk, pestisida) diukur berdasarkan pernyataan responden mengenai ketersediaan alat dan bahan yang dibutuhkan berkaitan dengan usahataninya. Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu ; (1) Tidak tersedia diberi skor 1, (2) Kadang-kadang diberi skor 2, dan (3) Sangat tersedia diberi skor 3 Variabel Dependen (a) Prodoktivitas usahatani diukur dengan cara menghitung seluruh hasil yang diperoleh petani dari lahan sawah (padi) yang diusahakan dengan cara TABELA, produksinya dihitung dalam Kg/Ha/MY. Klosifikasi pengukuran ditetapkan berdasarkan produksi terendah (2.000 Kg) dan tertinggi (7.040 Ke), kerudian membaginya dalam 3 kategori, yaitu: (1) Rendah (< 2.000 - 2.900 Ke/ HaMT), (2) Sedang (3.000 - 3.900 Kg/Ha/MT, dan (3) Tinggi (3.900 Kg/HaMT). (b) Penerapan Komponen Teknologi TABELA. Kilasifikasi pengukuran tingkat penerapan teknologi TABELA diukur berdasarkan jumlah Komponen teknologi untuk masing-masing komponen yakni,: Benih, Pengolahan tanah, Penanaman, Pemupukan, Penggunaan herbisida, Pengendalian 39 hama dan penyakit dan Pengaturan air Irigasi. Pengukuran dilakukan dengan ‘memberi skor { jika sesuai anjuran dan skor 0 jika tidak sesuai anjuran, kemudian jumlah total masing-masing komponen dikategorikan berdasarkan jumlah skor terendah dan skor tertinggi kemudian membaginya dalam 3 kategori. (1) Benih, diukur berdasarkan penyataan responden dari masing-masing Komponen, yaity : varietas, asal benih, label benih, jumlah benih, lama pemeraman dan perendaman, Pengukuran benih dilakukan dengan mengklasifikasikan dalam 3 Kategori, yaitu : (1) Rendah ( 0 - 2), (2) Sedang (2-4) dan Tinggi (4-6). (2) Pengolaban tanah diukur berdasarkan pemnyataan responden dari masing- masing komponen, yaitu: alat pengolahan tanah, cara pengolahan, kedalaman pelumpuran dan pembuatan caren, Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikannya ke dalam 3 Kategori, yaitu : (1) Rendah (0 - 2) 2) Sedang (2-4) dan (3) Tinggi (4 - 5 ). (3) Penanaman diukur berdasarkan pernyataan responden dari masing-masing Komponen, yaitu : sistim tanam, penggunzan ATABELA, dan jarak tanam yang digunakan, Pengukuran dilakukan dengan mengklasfikasikan ke dalam 3 Kategori, yaitu : (1) Rendah (0 - 1), (2) Sedang (1 - 2) dan Tinggi (2 - 3). (@) Pemupukan diukur berdasarkan pemyataan responden dari masing-masing komponen, yaitu : jenis pupuk, waktu pemupukan dan cara pemupukan. Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikan kedalam 3 kategori, yaitu: (1) Rendah (0 - 1), (2) Sedang (1 - 2) dan (3) Tinggi (2 - 3) 40 (5) Penggunaan herbisida diukur berdasarkan pernyataan responden tentang penggunaan herbisida sebelum, sesudah tanam serta dosisnya. Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikan ke dalam 3 kategori yaitu : Rendah (0-1), (2) Sedang (1-2) dan Tinggi (2-4). (6) Pengendatian hama dan penyakit diukur berdasarkan pernyataan responden dari masing-masing komponen, yaitu ; kapan pengamatan serangan hama dilakukan, kapan penyemprotan dilakukan, cara melakukannye, dosis insektisida yang digunakan. © Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikan ke dalam 3 kategori, yaitu : (1) Rendah (0-1), Sedang (1-2) dan Tinggi (2 - 4). (7) Pengaturan air irigasi, diukur berdasarkan pemnyatan responden dari masing- masing komponen, yaitu: keadaan air pada waktu, pengolahan tanah, waktu tanam, awal tanam, pemupukan dan panen, Pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasikan kedalam 3 Kategori, yaitu : (1) Rendah (0 - 2), (2) Sedang. (2-4), dan Tinggi (4 - 5). Total tingkat penerapan teknologi TABELA dihitung dengan menjumlahkan scluruh Komponen yang dilakukan oleh petani responden. Berdasarkan perhitungan total terendah 9 dan tertinggi 18 dengan rata - rata 14 sehingga ‘pengukuran dilakukan dengan mengklasifikasian kedalam 2 Kategori, yaitu : (1) dibawah rata-rata (skor < 14) dan (2) diatas rata-rata (skor > 14). HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Letak, Luas Wilayah, dan Tim Kecamatan Tapa merupakan salah satu dari 16 kecamatan di kabupaten Daerah Tingkat U Gorontalo, Batas wilayah kecamatan Tapa : sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Atinggola, sebelah selatan dengan Kodya Gorontalo, scbelah timur dengan Kecamatan Kabila dan sebelah barat dengan Kecamatan Telaga. Luas wilayah kecamatan + 339.10 km? dengan jumlah penduduk 25.427 jiwa. Secara administrasi kecamatan Tapa terbagi atas 15 desa, yang berada dalam wilayah kerja Balai Penyuluh Pertanian Tapa. Kelima belas desa tersebut, salah satunya desa Bulotalangi yang merupakan desa dimana penelitian ini dilakukan, dengan batas-batas administrasif desa : sebelah utara berbatasan dengan desa Langge, sebelah sclatan dengan desa Huntu Utara, sebelah tirmur dengan kecamatan Kabila dan sebelah barat dengan desa Talumopatu. Luas desa Bulotalangi 8.50 km? yang terbagi dataran rendah 5.50 km’ dan dataran tinggi 3.0 km’. Letak desa Bulotalangi dari ibukota Kecamatan Tapa + 2.5 Jan dan dari ibukota Kabupaten + 21 km. 42 Topogeafi dan Jenis Tanah Keadaan topografi kecamatan Tapa bervariasi dari datar, bergelombang, dan bergunung. Dari segi geografis, Kecamatan Tapa khususnya Bulotalangi merupakan daerah yang cukup strategis untuk pengembangan pertanian. Pada umumnya persawahan terletak pada Jahan datar dan termasuk pada irigasi Lomaya. Jenis tanah yang domittan pada Ihan sawah adalah aluvial/soil complex dengan tingkat kesuburan bervariasi Tklim dan Curah Hujan Berdasarkan pengamatan curah hujan selama 10 tahun terakhir (1987-1996) wilayah kecamatan Tapa tergolong ke dalam tipe iklim C sampai dengan E3 {Oldeman dan Darmiyati, 1977) dengan curah hujan rata-rata 168.7 mm dan jumlah hari hujan setiap bulannya mencapai rata-rata 7-8 hari dengan jumlah bulan basah 3-6 bulan, bulan kering > 6 bulan, Rata-rata curah hujan selama kurun waktu 10 tahun disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Curah Hujan Bulanan Tahun 1987-1996 di Kecamatan Tapa Tahun Bulan | Tan_| Peb [Mr ‘Mei | juni | Jui | Agt | Sept | Oi | Nop [Des va? | 13st 8123) sy oo gl Yl) a zis} es 105] 263] 73] Ba) (98) a5 7] 47] 129] 48] 129| 18s] 78) 1 aaa ao] sa} 4s] 7] 193] 113) 36] ras | 172) 86] 233 1989 | 191) 200} 132) 3990 | 131] 54) a7} root | 156f 27) 331] 109} et} 29) 40] Go} A264 132] 1992 | 39) gal 1377 73) |] oa rio] «26 = «| 78) 240) 114! 1993 | 151] 268] 229) 1994 | 150] 270) 234} 1995 | 135] 179] 149) 1996_|__102|_159}_253| 98 37] 50) 41} 204} 129] 149] 170} 212 242) 88] 89) 243) 136248) 120,275] sol_ 321] _173|_-} lfumlah | 1360] 1380] 1687] 7208) 1035] 770) 924] 398) 1092] 1386) 497] Iratarata | 136] _ 138] 168.7] 1205] 103.5|_77.0| 92.4) 39.8] 109.2] 138.6]49.7} Sumber :Kecamatan Tapa Dalam Angka, 1997 43 Sumberdaya Manusia Keberadaan sumberdaya manusia (penduduk) suatu wilayah, baik dilihat dari kepadatan, jumlah angkatan kerja, dan tingkat pendidikan dapat dianggap sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pembangunan di wilayah yang bersangkutan, Gambaran mengenai hal yang berkaitan dengan sumberdaya manusia i desa Bulotalangi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Potensi Sumber Daya Manusia di Desa Bulotalangi, Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo Tahun 1998 No. Uraian Tamlah (Orang) | Persen (A) 7. | Juralah Penduduk 2304 100 = Laki-laki 117 48.5 - Perempuan TUB StS 2. | Jumlah Kepata Keluarga (KK) 525 - 3, | Jumlah Kepala Keluarga Petani 440 B38 4,_| Jumlah Kepala Keluarga Non Petani 85 16.2 Sumber : Kecamatan Tapa Dalam Angka, 1997 ‘Sumberdaya Lahan Desa Bulotalangi memiliki lahan sawah berpengairan tcknis yang berasal dari irigasi lomaya, dari irigasi inilah para petani bisa menggunakannya untuk mengairi sawahnya, sedangkan luas lahan yang ada di desa Bulotalangi bervariasi dari lahan sawah, ladang, padang rumput, pekarangan, kolam, hutan, perkebunan dan Jain-lain, untuk jelasnya dapat dilihat pada pada Tabel 3. Tabel 3. Luas Lahan Menurut Penggunaannya No. | Jenis Penggunaan ‘Luas (Ha) | Persen (%) 1. | Sewah 130 15.29 2, | Ladang 306.75 36.08 3. | Padang rumput 20 2.35 4, | Pekarangan 201.06 23.68 5. | Kolam 2.80 0.32 6, | Hutan 165 19.41 7, | Perkebunan, 1039 1.22 8. | Lain-lain 14 Let ‘Sumber ; Kecamaian Tapa Dalam Angka , 1997 Potensi Pertanian Pada Tabel 3 telihat babwa penggunaan lahan berpotensi sudah dimanfaatkan, ‘oleh masyarakat yang ada. Salah satu upaya untuk pengembangan usahataninya dibentuk kelompok tani, dimana kelompok tani pada lahan sawah di Kecamatan Tapa erjumlah 93 kelompok yang terdiri dari beberapa Kelas kelompok yaitu : kelompok pemula 51 kelompok, kelompok lanjut 39 kelompok, kelompok madya 1 kelompok dan kelompok utama 2 kelompok, Kelembagaan desa yang erat kaitannya dengan pembinaan sektor pertanian antara lain KUD, BRI unit desa, pasar dan kios sarana produksi. Untuk menunjang kelancaran usahatani maka ketersediaan alat-alat pertanian mutlak diperlukan. Di Kecamatan Tapa terdapat traktor tangan 3 buah, sprayer 130 buah dan penggilingan padi sejumlah 8 buah. ‘Adapun pola usahatani yang diterapkan petani dilahan irigasi adalah padi-padi- palawija, namun pola ini sering tidak berjalan karena pada saat penanaman palawija lahan sering diberokan oleh petani. Hal ini disebabkan karena petani belum terbiasa 45 ‘menanam palawija setelah padi, Ada beberapa komoditi yang dapat ditanam dilahan sawab irigasi adalah : padi, jagung dan kedelai. Sarana transportasi di Kecamatan Tapa khususnya lagi didesa Bulotalangi cukup lancar. Transportasi antar desa ke ibukota Kecamatan digunakan kendaraan roda empat, dengan kondisi jalan cukup baik, Waktu yang ditempuh dari desa Bulotalangi ke ibukota Kecamatan selama 10 menit, ke ibukota Kabupaten 25 menit, ke ibukota Propinsi selama 8 jam dengan menggunakan bus umum. Perkembangan Diseminasi Teknologi TABELA ‘TABELA merupakan salah satu paket teknologi yang diseminasiken melalui program sistim usahatani berbasis padi (SUTPA) sejak musim tanam 1996/1997 di Kabupaten Gorontalo. Salah satu lokasi yang ditentukan sebagai lokasi diseminasi teknologi TABELA adalah Kecamatan Tapa. Kecamatan Tapa (1) memiliki lahan sawah berpengairan teknis (577.03 Ha) dengan ketersediaan air 7-9 bulan, (2) mem- punyai sistem drainase yang baik, (3) merupakan sentra produksi padi, (4) potensial untuk pengembangan pola tanam satu tahun dengan pola padi-padi- palawija, (5) memiliki petani yang sanggup dalam penerimaan teknologi baru, (6) adanya keterbatasan tenaga kerja di sektor pertanian, dan (7) letak lokasi yang strategis schingga mudah diljhat petani lain dan mudah dijangkau oleh pembina, Lokasi pengkajian teknologi TABELA di Kabupaten Gorontalo khususnya Kecamatan Tapa seluas 500 Ha, yang terdiri dari teknologi yang diperbaiki seluas 475 Ha dan teknologi introduksi seluas 25 Ha per unit. Adapun kriteria petani yang menjadi peserta pengkajian adalah : (a) Petani yang melaksanakan sendiri kegiatan usahataninya baik padi maupun palawija, (b) mau bekerjasama dengan petugas, (c) memiliki respon yang tinggi untuk mencoba teknologi anjuran, (4) mau mengikuti kegiatan usabatani dengan jadual yang disepakati bersama dalam pola tanam padi-padi-palawija, dan (¢) siap menyebarluaskan teknologi baru yang diperkenalkan. Selama pelaksanaan kegiatan pengkajian, dibentuk suatu tim kerja yang multidisiplin yang terdiri dari peneliti (1 orang), Penyuluh Pertanian Spesialis (Dinas ‘Tanaman Pangan Kabupaten dan IPPTP) | orang, PPL 5 orang, pengamat hama 1 orang dan petugas pengairan (Dinas PU) 1 orang. Seluruh kegiatan pengkajian di propinsi dikoordinasikan oleh seorang koordinator propinsi, disamping itu di tingkat Kabupaten terdapat tim pengarah dari instansi terkait dan pemerintah daerah setempat. Sebelum diseminasikan di lapangan, terlebih dahulu dilakukan sosialisasi program melalui pendekatan partisipatif: Proses sosialisasi melibatkan semua unsur ‘yang terkait sebagai penentu kebijakan, pendukung maupun pelaksana dengan tujuan yaitu : (1) untuk mendapatkan persepsi yang sama mengenai teknologi TABELA, dan (2) menggali informasi tentang sumberdaya yang dimiliki oleh setiap dacrah. Sebelum diseminasikan teknologi TABELA , terlebih dahulu PPL dan petani diberi kursus singkat (sekolah lapang). Pelaksanaan sekolah lapang ini bertujuan agar petani dan PPL memiliki pengetahuan dan keterampitan dalam melaksanakan a7 TABELA, yang menyangkut teknik budidaya, pengendalian hama, panen, dan pasca panen, Selain itu juga untuk mengkondisikan petani agar melaksanakan kegiatan TABELA di lahan usahataninya secara aktif dan dinamis dengan bimbingan pencliti dan penyuluh. Jumlah petani yang menerapkan TABELA pada tahun 1996 sid 1998 (3 tahun) dapat dilihat pada Tabel 4. abel 4, Jumlah Petani yang Menerapkan TABELA di Desa Blots Selama 3 Tahun (MT 1996 s/d 1998) Sumlah Jumlah Uraian petani yang ‘Yang Hut ‘Tidak Ikut menerapkan | Orang | % | Orang | % Petani yang menerapkan TABELA hanya pada tahun - 1996 84 so | 1695 | 25 | 3247 - 1997 92 7 | 213) 15 | 19.48 ~~ 1996 & 1997 78 60 | 1724 18 | 23.37 = 1996 & 1998 86 74 | 2126 | 12 | 15.59 = 1996 s/d 1998 85 73 | 2242 7 9.09 Karakteristik Internal Petani Distribusi responden menurut karakteristik internal petani, meliputi : (1) umur, (2) lama pendidikan formal, (3) pengalaman berusahatani, (4) jumlah tanggungan keluarga, (5) penghasilan usahatani, (6) motivasi petani mengikuti TABBLA, (7) frekuensi mengunjungi sumber informasi, dan (8) pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi, Karakteristik internal petani tersaji pada Tabel 5 ‘Tabel 5. Distribusi Karakteristik Intemnal Petani Karakteristik Internal Kategori Jumiah | Persea (orang) |__(%) 1, Umur <30 tahun 1 13 30-45 tahun 28 35.9 >45 tahun 49. 628 2 Lama Pendidikan 0-6 tahun a8 61.5 Formal 7-9 tahun 6 7 >9 tahun 24 30.8 3. Pengalaman 0-5 tahun 1 13 Berusahatani 6-11 tahun 15 19.2 > LL tahun 62 79.5 4, JumlahTanggungan | <3 orang 16 20.5 Keluarga 3-5 orang 33 679 > 5 orang 9 115 5. Penghasilan Usahatani 10 kali 29 372 8. Pandangan _petani | Rendah (Skor <10)| 12 154 terhadap _sifat-sifat} Sedang(Skor 11) | 47 60.3 inovasi (Total) Tinggi (Skor_ > 11) | 19 243 a) Relative advantage Rendah 2 26 (tingkat_ keuntungan Sedang 47 60.3 relatif) Tinggi 29 37.2 'b) Compatibility ‘Kurang sesuai 0 0.00 (tingkat kesesuaian) Sesuai 74 94.9 Sangat sesuai 4 5.1 ©) Complexity (tingkat Tidak rumit 0 0.00 kerumitan Rumit 7 218 Sangat rumit 61 782 48 49 Tabel 5 ( tanjutan) a) Trialability (ingkat “Tidak maudah 7 9.0 kemudahan — untuk Mudah 7 91.0 dicoba) Sangat mudah 0 0.00 5) Observability Tidak mudah 4 3.1 (tingkat “kemudahan Mudah 10 89.7 untuk dilihat | Sangat mudah, 4 $1 hhasilnya) Umur Umur merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis seseorang (petani). Umur juga berkaitan dengan kemampuan dan efisiensi belajar mengajar (proses belajar mengajar) yang pada akhimnya berpengaruh terhadap Kemampuannya dalam meningkatkan produktifitas kerja dalam meleksanakan usahataninya. Menurut Sochardjo dan Patong (1978), umur seseorang petani akan ‘mempengaruhi fisik kerja dan cara berpikir. Kemampuan fisik yang dimaksud adalah ‘mencakup produktivitas tenaga kerja di bidang pertanian. ‘Umur petani responden di dacrah penelitian bervariasi dengan kisaran antara 28 - 72 tahun. Distribusi umur berdasarkan kelompok umur (Tabel 5) menunjukkan bahwa 62.8 persen petani responden tergolong dalam usia produktif ( > 45 tahun). Hal ini menunjukkan bahwa pada usia produktif inilah seseorang petani dapat diharapkan mampu melakukan suatu kegiatan scoptimal mungkin, dimana hal ini berkaitan dengan perkembangan fisik, pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh 50 sehingga dapat mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan mengerjakan sesuatu pekerjaan yang ditekuninya. Lama Pendidikan Formal Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia, karena melalui pendidikan seseorang akan memperoleh berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan, Menurut Martikanto (1993), pendidikan adalah proses pengembangan pengetahuan, keterampilan maupun sikap seseorang yang dilakukan secara terencana sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya. Pendidikan akan membentuk wawasan seseorang dalam berpikir dan bertindak, sehingga akan menentukan pandangan sescorang terhadap suatu obyck yang akhimya akan mengarah pada pengambilan suatu keputusan, Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa 61.5 persen petani responden mempunyai fama pendidikan (0 - 6 tahun) dan besar 9 tahun yakni 30.8 persen . ‘Semua petani responden yang berpendidikan ini mampu berbahasa Indonesia dan dapat baca tulis, meskipun kemampuan masing-masing petani berbeda, namun hal ini merupakan modal dasar yang paling utama bagi petani dalam memperoleh dan memahami berbagai informasi pembangunan khususnya informasi pertanian, 31 Pengalaman Berusabatani Pengalaman berusahatani menunjukkan berapa lama seseorang telah melakukan usahatani. Pengalaman berusahatani juga dapat menunjukkan ketrampilan petani dalam berusahatani, namun belum tentu memiliki pengetahun. Pengalaman berusahatani petani responden terdistribusi pada terendah 5 tahun ddan tinggi 50 tahun, Pada tabel 5 terlihat bahwa sebagian besar 79.5 persen petani responden memiliki pengalaman berusahatani tergolong Kategori sangat ‘berpengalaman ( < 11 tahun). Hal ini dapat dimaklumi karena rata-rata umur petani responden masuk dalam kategori usia yang produktif yakni diatas 45 tahun dan pada umumnya petani telah tama menekuni usahatani padi sawah yakni warisan turun - temurun sehingga petani sudah terbiasa melakukannya. Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan keluarga merupakan sumberdaya manusia yang dimiliki oleh seorang petani, terutama dalam hal tenaga kerja pada usia produktif. Oleh Karena itu jumlah orang yang menjadi tanggungan petani sering dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mencrima suatu inovasi, sehingga jumlah tanggungan dapat berdampak positif dan negatif bagi seseorang dalam mengadopsi suatu inovasi, Jumlah tanggungan keluarga petani responden berkisar antara 2 - 8 orang, Hasil penelitian (Tabel 5) menggambarkan bahwa petani responden tergolong dalam keluarga yang relatif sedang, yakni 67.9 persen petani responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 3 -5 orang dan hanya 52 11,5 persen petani yang memiliki jumlah tanggungan keluarga lebih dari $ orang. Tanggungan keluarga petani responden tidak hanya terditi dari istri dan anak, akan tetapi juga termasuk kerabat (adik, keponakan, ipar, dan cucu). Penghasilan Usahatani Penghasilan usahatani merupakan harapan bagi petani untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, atau dapat dikatakan penghasilan usahatani merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan kehidupan petani. Penghasilan yang tinggi, selain dapat memenuhi kebutuhan hidup juga dapat digunakan sebagai modal dalam usabatani, Menurut Mosher (1981), modal merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan keberhasilan suaty usahatani, modal memegang peranan penting dalam pengembangan suatu usahatani. Pola tanam yang dilakukan oleh petani responden adalah padi- padi-palawija sehingga dalam satu tahun petani bisa menanam dua kali untuk tanaman padi, Penghasilan yang dibitung dalam penelitian ini hanya yang berasal dari tanam padi permusim tanam per hektar dan tidak termasuk tanaman palawija (kedelai) . Hasil penelitian (Tabel 5) menunjukkan penghasilan yang diperoleh petani responden untuk tanaman padi per satu musim tanam dimana 67 orang (85.9 %) ‘mempunyai penghasilan dibawah lima juta rupiah per hektar per musim tanam dan 3 orang (3.8 %) mempunyai penghasilan lebih dari sepuluh juta per hektar per musim tanam, Dilihat dari jumlah penghasilan yang diperoteh culup besar, namun kenyataan dilapangan pemilikan lahan yang dimiliki petani rata-rata berkisar 0.5 - 1 hektar (58.96 %) dan kurang dari 0.5 hektar (29.49 %). Namun luas garapan untuk TABELA yakni 88.46 persen yang menggarap kurang dari 0.5 hektar, sehingga setelah dihitung pendapatan yang diperoleh cukup rendah. Hal ini dikarenakan tidak semua lahan yang dimiliki petani dapat ditanami dengan padi sawah dengan sistim TABELA karena alasan keterbatasan air dan lokasi yang tidak memungkinkan, serta keragu- raguan petani, sehingga sisa lahan ditanami dengan padi sawah dengan sistim ‘TAPIN. Penghasilan usahatani dengan teknologi TABELA berdasarkan hasil kajian MT 1998/1999 yang dilakukan oleh IPPTP Kalasey adalah Rp 9.015.000,- sedangkan teknologi TAPIN sebesar Rp 3.672.00,-. Dilihat dari penghasilan ini maka penanaman dengan teknologi TABELA lebih tinggi dari teknologi TAPIN, dikarenakan teknologi TABELA dapat mengurangi tenaga kerja daripada teknologi ‘TAPIN, hal ini dijumpai pada kegiatan penanaman, pesemaian dengan demikian biaya produksi untuk teknologi TABELA lebih rendah dari teknologi TAPIN juga produksi yang diperoleh pada teknologi TABELA lebih tinggi dari tcknologi TAPIN, sehingga penerimaan juga lebih besar. Motivasi Petani Mengikuti TABELA Motivasi petani mengikuti TABELA merupakan pernyataan petani yang mendorong dirinya mau menggunakan teknologi TABELA. Motivasi tersebut berasal dari dalam diri atau dari luar petani. Hasil penetitian (Tabel 5) menunjukkan bahwa 42 orang (53.8 %) termasuk dalam kategori rendah, artinya motivasi petani mengikuti teknologi TABELA karena 54 ingin mengetahui, ingin mencoba, diajak oleh teman, dan 24 orang (43.6 %) termasuk dalam kategori tinggi artinya petani mengikuti teknologi TABELA Karena sadar akan’ keuntungan TABELA untuk meningkatkan pendapatan, produksi dan kesejahteraan hidup. Motivasi yang rendah dikarenakan : (1) teknologi TABELA. masih bara bagi petani, (2) kurang jakinnya petani teknologi TABELA bisa ‘meningkatkan pendapatan dibandingkan dengan TAPIN, (3) petani belum merasakan teknologi TABELA. benar-benar dapat membantu untuk memenuhi kebutuhannya, kkarena jika hal ini sudah dirasakan oleh petani maka motivasi petani akan timbul dengan sendiri tanpa harus dipaksa atau dimotivasi ofeh pihak tertentu. Frekuensi Mengunjungi Sumber Informasi Kebutuhan dalam diri seseorang tentang hal-hal yang menyangkut pekerjaannya dalam upaya meningkatkan produktifitas kerja yang ingin dicapainya merupakan suatu potensi pada individu tersebut untuk lebih cepat mengadopsi sesuatu. Kebutuhan akan informasi tersebut akan terlihat dari tindakan atau upaya nyata dari individu dalam mencari informasi yang dibutuhkan, Hasil penelitian menunjukkan frekuensi mengunjungi sumber informasi oleh petani responden berada pada kategori rendah (47.4 %) yakni kurang dari 5 kali kkunjungan per musim tanam , ini menandakan petani lebih banyak menunggu untuk diberikan penyuluhan lewat pertemuan kelompok ataupun kunjungan perorangan. ‘Sumber informasi yang cukup berperan juga adalah sesama teman/ kontak tani, hal ini dikarenakan petani boleh melihat keberhasilan dari sesama petani/teman sehingga 55 Tewat keberhasilan ini akan mendorong petani untuk mengetahui lebih dalam akan teknologi TABELA. Materi yang yang biasa ditanyakan dalam kunjungan kesumber informasi adalah penggunaan ATABELA, penyiangan, cara tanam, perlakuan benih, dan cara pengendalian guima Pandangan Petani Terhadap Sifat-sifat Inovasi Menurut Roger dan Shoemaker (1971), Soekartawi (1988), dan Mardikanto (1993), bahwa salah satu yang mempengaruhi kecepatan adaposi inovasi adalah sifat- sifat dari inovasi yang diperkenalkan, yaitu (1) tingkat keuntungan relatif, (2) tingkat kesesuaian, (3) tingkat kerumitan, (4) tingkat kemudahan untuk dicoba, dan (5) tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya. Secara keseluruhan pandangan petani terhadap teknologi TABELA dilihat dari sifat-sifat inovasi terdistribusi pada kategori sedang (Skor 11) yakni 60.3 persen dan Tinggi ( skor >11) yakni 24.3. Hasil penelitian menunjukkan pandangan petani tidak rendah atau terlalu tinggi namun berada pada kategori sedang artinya pandangan petani terhadap teknologi ini biasa- biasa saja, hal ini dikarenakan bagi petani melaksanakan penanaman padi sudah merupakan kebiasaan hanya perbedaannya terletak penanaman awal (pesemaian) dan penggunaan tenaga kerja, karena untuk menerapkan suatu teknologi bagi petani memerlukan suatu proses waktu sampai petani jakin akan keuntungan teknologi baru dan petani akan mencari informasi berkaitan dengan teknologi yang ada untuk mejakinkan, Disini keterlibatan penyuluh sangat diperlukan untuk membantu mejakinkan petani karena petani sedang berada pada proses penilaian. 56 Keuntungan Relatif Suatu Inovasi Keuntungan relatif suatu inovasi adalah perbandingan tingkat keuntungan yang Giberikan oleh suatu inovasi (teknologi baru) dengan teknologi yang sudah ada sebelumnya, Apakah teknologi TABELA memberikan keuntungan yang rendah, sedang atau tinggi dari teknologi lama (TAPIN). Kecepatan adopsi suatu inovasi dilihat dari keuntungan relatif yang paling menonjol adalah keuntungan yang bersifat ekonomis yakni pretise sosial dan penerimaan sosial. Umumnya jika keuntungan hanya 5 - 10 persen petani enggan untuk mengadopsi suatu teknojogi, namun jika Keuntungan relatif 25 - 30 persen akan lebih cepat suatu teknologi diadopsi oleh petani. Kecepatan adopsi bagi petani yang masih tergolong sederhana lebih banyak dipengaruhi oleh aspek keuntungan relatif yang bersifat non ekonomis. Hasil penelitian menunjukkan keuntungan relatif terdistribusi pada kategori sedang sampai tinggi ( 60.3 persen dan 37.2 persen ). Hal ini dikarenakan tenaga kerja yang diperiukan pada TABELA relatif lebih sedikit, penghematan tenaga kerja tersebut terdapat pada kegiatan pesemaian, pencabutan, pengangkutan dan penanaman bibit disawah, juga umur panen tanaman padi dengan teknologi TABELA Iebih pendck sekitar 15 - 20 hari dibandingkan umur tanaman padi sawah dengan sistim TAPIN. Sisa waktu yang lebih ini dapat digunakan oleh petani untuk ‘mengerjakan pekerjaan yang lain yang dapat menambah pendapatan petani S7 ‘Tingkat Kesesuaian Suatu Inovasi ‘Tingkat kesesuaian inovasi adalah kecocokan inovasi ( teknologi baru ) dengan nilai-nilai kebiasaan yang sudah ada. Suatu inovasi (teknologi baru), yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai atau kebiasaan yang sudah ada sebelumnya akan lebih mudah dan cepat diadopsi. Agar teknologi TABELA dapat diadopsi, maka teknologi tersebut harus memenuhi kebutuhan petani dengan cara melibatkan penyuluh yang mempunyai empathy yang tinggi akrab dengan petani agar dapat mengetahui kebutuhan petani, demikian juga inovasi yang ditawarkan harus sesuai dengan situasi petani dengan tidak merubah kebiasaan petani . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada seorang pun petani responden lai atau yang menyatakan teknologi TABELA kurang/tidak sesuai dengan kebiasaan (adat istiadat atau budaya) yang ada. Tingkat kesesuaian terdistribusi pada kategori sesuai sampai sangat sesuai ( 94.9 persen dan 5.1 persen). Kesesuaian teknologi TABELA ini menurut petani responden dikarenakan tanaman padi sudah lama dikenal oleh petani hanya cara pelaksanaanya yang agak berbeda, dimana dalam penanaman dengan teknologi TABELA petani tidak melakukan pesemaian, sedangkan pada sistim TAPIN petani melakukan pesemaian schingga petani ‘mempunyai waktu lebih sekitar 15 - 20 hari untuk dapat mengerjakan pekerjaan lain, schingga dapat dikatakan penanaman padi tidak bertentangan dengan kebiasaan petanivadat 58 ‘Tingkat Kerumitan Suatu Inov: ‘Tingkat kerumitan suatu inovasi adalah sulit tidaknya inovasi (teknologi baru) untuk dilaksanakan. Suatu inovasi akan lebih cepat diadopsi apabila tidak rumit dalam pelaksanaannya. Sebanyak 17 orang petani (21.8 %) menyatakan teknologi TABELA rumit dan 61 orang petani (78.2 %) menyatakan teknologi TABELA sangat rumit untuk dilakukan dibandingkan dengan teknologi TAPIN. ‘Alasan yang dikemukakan, diantaranya ialah teknologi TABELA rumit dalam hal penyiangan rumput (gulma) dan jika hujan datang sesudah penanaman dilakukan maka benih akan hanyut terbawa air, Penyiangan rumput (guima) dirasakan sulit oleh petani karena petani belum terampil dalam pengaturan ketinggian air dipersawahan. Hal ini jelas karena penerimaan inovasi teknologi TABELA untuk masing-masing petani tidak sama, ada yang mudah_memahmi dan ada juga yang tidak, oleh karena ima peranan penyuluh pertanian untuk membantwimembimbing petani sanget diperlukan dalam menjelaskan teknologi yang baru, sampai mereka benar-benar ‘mampu untuk melaksanakannya secara mandiri. Hasil analisis menunjukkan bahwa petani yang menyatakan teknologi TABELA sangat rumit dan rumit adalah petani yang lama pendidikannya 0 - 6 tahun dan berumur di atas 30 tahun dengan jumlah anggota keluarga termasuk kategori 3 - 5 orang. ‘Tingkat Kemudahan Suatu Inovasi Untuk Dicoba Tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dicoba adalah mudah tidaknya suatu inovasi (teknologi baru) dapat dicobs. Suatu inovasi akan cepat diadopsi apabila 59 lebih mudah dicoba atau dilaksanakan, Untuk itu perlu dibuat semacam demplot- demplot, dengan luasan yang keoil untuk meyakinkan petani akan teknologi baru sehingga petani termotivasi untuk melaksanakannya. Hasil analisis menunjukan sebanyak 71 orang petani (91 persen ) menyatakan tcknologi TABELA mudah untuk dicoba dan 7 orang petani (9 persen ) menyatakan teknologi tersebut tidak mudah dicoba. Mudah dicoba karena para petani dapat mengerjakan sendiri baik perorangan ‘maupun kelompok. ‘Tingkat Kemudahan Suatu fnovasi Untok Dilihat Hasilaya Tingkat kemudahan suatu inovasi untuk dilihat hasilnya adalah mudah tidaknya hasil inovasi (teknologi baru) dapat dilihat. Suatu inovasi akan dapat diadopsi apabila inovasi tersebut dapat dengan mudah dilihat hasilnya. Sebanyak 70 orang petani ( 89.7 persen ) menyatakan teknologi TABELA mudzh untuk dilihat hasilnya dan 4 orang petani ( 5.1 persen ) yang menyatakan teknologi TABELA tidak mudah dan sangat mudah dilakukan. Alasan yang dikemukakan Karena umumnya pada awal pertumbuban ada keraguan namun selanjutnya dapat dilihat hasil pertumbuhannya asalkan tidak ada hujan turun setelah dilakukan penanaman. Karakteristik Eksternal Petani Distribusi responden menurut Karakteristik eksternal petani meliputi = (1) ketersediaan informasi tentang TABELA, (2) intensitas penyuluhan, dan 60 Distribusi karakteristik eksternal petani (3) ketersediaan sarana produksi (Sapro‘ tersaji dalam Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Karakteristik Ekstemal Petani No. Karakteristik Kategori Jumiab Persen Eksternal (orang) (4) T. | Tingkat—ketersediaan | Tidak esedia 0 0.00 informasi_— ‘tentang , informast Cukuptersedia 66 846 Sangattervedia 2 154 2. | Intensitas penyuluban 7 <4 kali + st Mr 4-8 kali 4B 55.1 > 8 kalt a 39.7 3,__| Ketersediaan Saprodi Tidak tersedia z 26 Kedang:kadang 4 sa Sangottersedia n 23 ‘Tingkat Ketersediaan Informasi Tentang TABELA Ketersediaan informasi memiliki peranan penting dalam berusahatani karena akan mendorong petani untuk melakukan sesuatu yang bara, demikian halnya dengan informasi tentang TABELA sangat dibutuhkan untuk menunjang kesinambungan petani dalam mengelola usahanya, Penilaian petani tethadap keadaan sekitamya untuk mendapatkan informasi yang berhubungan dengan TABELA. Sebanyak 66 petani ( 84,6 persen ) menilai bahwa informasi tentang TABELA cukup tersedia, sedangkan 12 petani (15.4 persen ) menilai sangat tersedia, Cukup tersedia dalam arti jika diperlukan oleh petani maka informasi/ materi tersebut mudah didapat 61 sedangkan sangat tersedia dalam pengertian selain mudah didapat juga kapan saja dibutuhkan informasi tersebut dapat diperoleh hal ini juga ditunjang oleh adanya penyuluh yang khusus menangani teknologi TABELA ini yakni untuk desa Bulotalangi ada 4 orang yang bertugas untuk memberikan informasi TABELA jika diperlukan. Ketersediaan informasi tersebut mereka dapatkan pada lembaga-lembaga terkait seperti BPP, BIPP, Dinas Pertanian atau pada penyuluh pertanian dan sebagainya. Hal ini tentu saja sangat menunjang untuk memberikan informasi yang dibutuhkan petani berkaitan dengan usahatani yang dikelolanya. Intensitas Penyuluhan Intensitas/frekuensi kegiatan penyuluhan oleh penyuluh (PPL) secara langsung untuk membimbing petani dalam mengusahakan TABELA per musim tanam sanget membantu petani dalam mengatasi masalahnya, Hal ini dikarenakan dengan intensitas penyuluhan yang teratur dan berkesinambungan yang dilakukan oleh penyuluh dapat membangkitkan motivasi petani untuk melakukan apa yang dianjurkan. Dari 87 petani responden terungkap bahwa intensitas penyuluhan tentang TABELA tergolong dalam Kategori sedang sampai tinggi yakni ( 55.1 persen dan 39.7 pessen ). Ini disebabkan disetiap wilayah sudah ada penyuluh yang bertugas memberikan penyuluban, Kecamatan Tapa jumlah penyuluh yang ditugaskan untuk ‘membantu kegiatan pertanian berjumlah 15 orang penyuluh yang menangani bidang tanaman pangan & orang, perikanan 1 orang, petemakan 2 orang dan perkebunan 4 orang yang kesemuanya bertugas diwilayah BPP Tapa , meskipun dalam pelaksanzan 62 tugas mereka adalah polivalen, Untuk penyuluh tanaman pangan yang bertugas untuk memberikan informasi tentang TABELA berjumtah 4 orang dengan waktu kunjungan perminggu 1 kali per orang schingga dalam satu bulan 4 kali penyuluhan yang diberikan, Adapun materi yang diberikan antara lain menyangkut: pemupukan. penggunaan herbisida dan pestisida, teknologi TABELA, penggunaan benih bermutu, pengolahan tanah yang sempuma, ketersediaan air dilahan. Penyuluian ini diberikan dalam bentuk pertemuan kelompok meskipun ada juga secara individu tapi terbatas jangkauannya karena keterbatasan waktu yang dimiliki. Ketersediaan Sarana Produksi Sarana produksi (Saprodi) merupakan faktor yang dibutuhkan untuk menunjang ‘kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani, Oleh karena itu ketersediaan saprodi merupakan faktor penting dalam menunjang penerapan suatu inovasi oleh petani Ketersediaan saprodi tidak hanya mengenai kuelitas dan kuantitas saja, akan tetapi juga memperhatikan saat dibutubkan/ketepatan waktu dan harga yang dapat dijangkau oleh petani, Dari Tabel 6 terlihat bahwa 72 petani ( 92.3 persen) menyatakan ketersediaan saprodi sangat tersedia Hal ini ditunjang karena transportasi yang cukup lancar sehingga untuk pengangkutan sarana produksi mudah dilakukan serta adanya kios sarana produksi. Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Penilaian tingkat penerapan teknologi TABELA bagi petani padi sawah didasarkan pada paket teknologi yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian setempat mengingat kondisi lahan petani, termasuk Jahan sawab, Perbedaan teknologi yang mendasar terletak pada teknik pengolahan Iahan dan dosis pemupukan, Tingkat penerapan teknologi TABELA dilihat selama 3 tahun terakhir yakni sejak 1996 s/d 1998. Komponen teknologi TABELA yang dijadikan indikator tingkat penerapan oleh petani yakni : (a) Benih, yang mencakup varietas benih, jumlah, asal, perlakuan benih, dan mutu yang digunakan, (b) pengolahan tana, yang mencakup cara pengolahan, kedalaman, alat yang digunakan, pelumpuran, dan pembuatan caren; (c) penanaman, yang mencakup sistem tanam, pengguna alat Atabela, jarak tanam; (d) pemupukan, yang mencakup jenis, dosis, waktu pemupukan, dan cara pemupukan; (e) insektisida, yang mencakup herbisida yang tumbuh scbelum/sesudah tanam dan dosis yang digunakan; (f) pengendalian hama dan penyakit, yang mencakup Waktu pengamatan, waktu penyemprotan, dan cara pengendalian yang dilakukan; dan (g) pengaturan air irigasi, yang mencakup kedalaman air waktu pengolahan tanah, waktu tanam, waktu pemupukan, dan waktu panen. Tabel 7. Penerapan Teknologi TABELA bagi Petani Padi Sawah Selama Tiga Tahun ( 1996 s/d 1998) No] Komponen | Kategori Proseriase RespondenPer Tahun Teknologi TABELA 1996/1997 199771958 1598/1959 Tihorg) | % [Whore | % — [thong % 1. [Benth fReadah [1 ize fo | 00 { 1 | 128 Sedang | 56 | 7179 | 54 | 6923 | 54 | 69.23 ‘Tinggi | 21 | 2693 | 24 | 30.77 | 23 | 29.49 Z[Pengolatan [Rendak {1 128 [0 | 000 [1 | 128 ‘Tanah Sedang | 36 | asic | 31 | 3974 | 31 | 39.74 rings |_41_| szs6} 47 | 026 | 46 1 58.98 3. |Penanaman Rendah 1 1.28 oO 0.00 1 1,28 Sedang | 32 | 4103 | 48 | 61.54 | 32 | 41.03 Tings | 45 | 5769 | 30 | 38.46 | 45 | 57.69 Pemupukan |Rendah | 58 | 7436 | 63 | 80.77 | 74 [9487 Sedang | 20 | 2564 | 15 | 1923 | 4 | 5.13 Tinga 0 ‘0.00 | 0 0.00 | o | 000 s |Penggunaan [Rendah | 58 | 7436 | 45 | $7.69 | 44 } 5641 Herbisida /Sedang ase | 33 | 4231 | 34 | 3.59 2 Tinggi | 0.00 0 oo | o | 000 |Pengendalian [Rendah 3 3.85, WV 14.10 3 38S H&P | Sedang 64 82.05 52. 66.67 58 436 sagt | thf rete | 3 | oan | Lar 7 [rear Rilneeas [Yt | 8] om |e Irigasi | Sedang 40 51.28 37 47.44 38 48.72 frag | [ee | | ses | | Som a Hingapeer fee fa [sea] ae | sa ps an Teknologi ane? bw | se | as] we foe | © | st [Keseluruhan Uji beda Friedman : 0.01 (pada a = 0.9995) Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tahun yang Berbeda Hasil_uji beda Friedman untuk melihat perbedaan tingkat penerapan teknologi ‘TABELA selama 3 tahun, diperoleh nilai statistik 0.01 (= 0.9995). Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan penerapan teknologi TABELA pada tahun 65 yang berbeda artinya adopsi untuk TABELA tidak terjadi penurunan atau sama penerapannya dari tahun ketahun, dikarenakan tidak seluruh Komponen penerapan teknologi TABELA ini dilakukan sesuai dengan anjuran seperti pupuk, penggunaan herbisida, dan juga kesadaran petani untuk menerapkan teknologi ini masih kurang Giakibatkan oleh kurangnya permodalan yang dimiliki petani, karena kemampuan permodatan masing-masing petani berbeda-beda dan juga pada dasamya petani masih berada pada proses adopsi yakni pada tahap berminat dan mencoba belum mengadopsinya, karena tidak semua fuas lahan yang dimiliki ditanami dengan padi sistem TABELA. Berdasarkan hasil uji ini maka untuk melihat hubungan karakteristik petani baik intemal maupun ekstemal dengan tingkat penerapan teknologi TABELA maka hanya digunakan tingkat penerapan tahun terakhit yakni 1998/1999. Distribusi Penerapan Komponen teknologi TABELA selama 3 tahun bagi etani padi sawah tersaji pada tabel 7 dimana: Benih Benih yang digunakan petani responden dalam penanaman padi dengan TABELA, umumnya menggunakan varietas unggul anjuran. Kecamatan Tapa umumnya menggunakan varictas Membramo, Cirata, dan Maros. Beberapa petani sering menggunakan varictas-varietas lokal yang rentan hama dan penyakit. Hal ini disebabkan Karena permintaan pasar terhadap jenis padi tersebut cukup tinggi, sementara varietas yang berpotensi hasil tinggi kadang-kadang kurang tersedia, Pola pergiliran varietas dari musim kemusim jarang dilakukan. Umumnya varietas unggul baru diganti paling cepat setelah 3 - 4 musim tanam, apalagi varietas terscbut disenangi schingga seringkali ini menyebabkan mutu hasil menjadi turun. Pada Tabel 7 terlihat penerapan teknologi TABELA untuk komponen benih terdistribusi pada ‘kategori sedang ( 71.79 persen, 69.23 persen, dan 69.23 persen). Dilibat dari angka ini terjadi penurunan dari MT 1996 ke MT 1997 dan MT 1998, hal ini dikarenakan ada komponen benih yakni jumlah benihy ha tidak dilakukan sesuai anjuran yakni 50 kp/ Ha demikian juga dengan lama pemeraman dilakukan tidak sesuai anjuran yakni 24 jam seharusnya 12 jam, hal ini tentu saja akan mempengaruhi penerapan teknologi TABELA itu sendiri. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah’ yang sempuma merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman padi sawah. Olch karena itu pengolahan tanah menjadi salah satu komponca dalam penecapan teknologi TABELA bagi petani sawah, Umumnya pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani di- kecamatan Tapa khususnya di lokasi penelitian dengan menggunakan traktor, tenaga hewan/sapi dilengkapi dengan bajak singkal. Pengolahan tanah dilakukan 2 kali bajak dan 2 kali garu kemudian diratakan. Pengolahan tanah biasanya dilakukan secara sendiri-sendiri, Tobel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun untuk Komponen pengolahan tanah terdistribusi pada kategori tinggi ( 52.56 persen, 60.26 67 persen, dan 58.98), Terjadi penurunan pada MT 1998/1999 dikarenakan ada beberapa petani responden dalam pengolahan tanah tidak melakukan pembuatan caren dan ‘cara pengolahan tanah yang dilakukan tidak sempuma yakni satu Kali bajak, 1 kali gar dan diratakan, semestinya 2 kali bajak, 2 kali garu Lalu diratakan ini tentu saja turut mempengaruhi penerapan teknologi TABELA. Penanaman Penanaman yang masuk dalam komponen teknologi TABELA meliputi egjatan sistem tanam, penggunaan ATABELA, dan jarak tanam yang digunakan ‘merupakan indikator dari pengukuran komponen teknologi penanaman. Tanam benih Jangsung (TABELA) merupakan salah satu cara tanam dalam budidaya padi sawah karena biasanya petani melakukan dengan cara tanam pindah (TAPIN). Pengenalan teknologi TABELA pada petani padi sawah dengan harapan dapat merubah perilaku petani dalam melakukan penanaman padi sawah dan mengadopsinya. Pada Tabel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA untuk komponen penanaman terdistribusi pada kategori tinggi ( 57.69 persen, 38.46 persen, dan 57.69 persen). Terjadi kenaikan dari MT 1997 ke MT 1998 dikarenakan pada MT 1997, petani responden belum melakukan penanaman terutama jarak tanam belum sesuai dengan anjuran, serta sistim tanam tidak scrempak namun dengan penyuluban serta bimbingan yang diberikan oleh petugas lapangan hal ini dapat teratasi. Oleh karena itu peranan penyuluh serta instansi terkait sangat penting untuk mengarabkan dan membimbing petani sampai petani mampu untuk melakukannya sendiri, karena 68 kenyataan biasanya setelah petani mau melaksanakan teknologi tersebut petani tidak dibimbing lagi sehingga jika menemui masalah petani kesulitan untuk memecahkannya, Pemupukan Pemupukan merupakan komponen teknologi yang diandalkan untuk meningkatkan produksi, Indikator yang dipakai untuk mengukur teknologi pemupukan adalah jenis, dosis, waktu dan cara pemberian. Pada Tabel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun untuk komponen pemupukan terdistribusi pada kategori rendah ( 74.36 persen, 80.77 persen, dan 94.87 persen). Hal ini menunjukkan dari segi ketepatan, jenis dan cara pemberian sudah sesuai anjuran namun di lain pihak dosis yang digunakan belum sesuai dengan anjuran. Penerapan pemupukan oleh petani pada Tabel 7 terdistribusi pada kategori rendah padabal ketersediaan sarana produksi (92.3 persen) menyatakan sangat tersedia, Hal ini terjadi Karena kemampuan daya beli petani rendah dikarenakan keterbatasan permodalan apalagi pada masa krisis moneter/ekonomi yang cukup dirasakan dampaknya oleh petani, sehingga meskipun pupuk sangat tersedia petani tidak ‘mampu untuk membeli sesuai kebutuhan yang diperlukan oleh karena itu pemupukan yang dilakukan oleh petani tidak sesuai dosis atau dibawah dosis anjuran. Oleh karena itu peranan KUD dalam hal penyediaan KUT untuk petani perlu digalakan lagi fungsinya agar dapat membantu petani dalam hal permodalan usaha tani, jika permodalan petani ditunjang petani akan melakukan pemupukan sesuai anjuran 69 karena kegunaan dari penggunaan pupuk yang berimbang sudah lama diketahui oleh petani dan petani sudah memahaminya dengan pemupukan produksi dapat meningkat Penggunaan Herbisida Penggunaan herbisida dilakukan untuk pengendalian gulma yang tumbuh di areal penanaman, hal ini dilakukan Karena masalah utama yang dihadapi dalam pertanaman padi dengan sistim TABELA adalah pertumbuhan rumput/gulma. Hal ini dijumpai apabila pengolahan tanah Kurang baik dan pengairan tidak teratur. ‘Umumnya herbisida yang digunakan para petani dilapangan adalah DMA 6 Pada Tabel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun ‘untuk Komponen penggunaan herbisida terdistribusi pada kategori rendah (74.36 persen, 57.69 persen, dan 56.41 persen). Terjadi kenaikan pada kategori sedang dikarenakan adanya penggunaan herbisida pada awal penanaman yang biasanya tidak dilakukan telah dilakukan petani hal ini dikarenakan petani sadar dengan penggunaan herbisida pada awal penanaman akan mempengaruhi produksi, namun demikian mahalnya harga herbisida tetap dirasakan sebagai kendala peteni menerapkan teknologi ini sepemuhnya. Pengendalian Hama dan Penyakit Hama dan penyakit yang biasanya muncul dalam budidaya TABELA adalah tikus dan penggerck batang, Hama tikus lebih menyukai tanaman dalam kondisi populasi rapat. Pada pertanaman TABELA yang cenderung populasinya rapat, 10 serangan tikus lebih tinggi dibandingkan dengan TAPIN, Pengamatan yang dilakukan untuk pengendalian hama dan penyakit menyangkut waktu pengamatan, waktu pemberantasan dan cara mengatasinya. Pada Tabel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun untuk komponen pengendalian hama dan penyakit terdistribusi pada kategori sedang (82.05 persen, 66.67 persen, dan 74.36 persen), Hal ini menunjukkan para petani telah melakukan pengendalian sesuai dengan anjuran baik waktu dan cara mengatasinya hanya biasanya petani melakukan pengendalian setelah ada serangan padaha) sebaiknya pengendalian itu dilakukan sebelum atau setiap saat agar petani terhindar dari kegagalan panen, Pengaturan Air Irigasi Pengaturan tinggi air dipermukaan sawah sangat diperlukan agar pertumbuhan tanaman menjadi baik dan pertumbuhan guima tertentu dapat ditekan. Indikator yang dipakai untuk mengukur teknologi pengaturan air irigasi adalah kadar air pada waktu pengolahan tanah, waktu tanam, awal tanam, pemupukan dan waktu panen. Pada Tabel 7 terlihat bahwa penerapan teknologi TABELA selama 3 tahun ‘untuk Komponen pengaturan air irigasi terdistribusi pada kategori sedang ( 51.28 persen, 47.44 persen, dan 48.72 persen ), Hal ini menunjukkan para petani telah ‘melakukan pengaturan air irigasi sesuai dengan anjuran, baik waktu tanam sampai * panen, Namun terjadi penurunan pada kategori tinggi pada tahun 1998 dikarenakan ada beberapa petani yang sawahnya tidak terjangkau air pada musim tanam tersebut 7 dikarenakan adanya perbaikan pintu air hal ini tentu saja akan mempengaruhi petani dalam penerapan teknologi TABELA. Penerapan Teknologi TABELA secara keseluruhan pada Tabel 7 terlihat bahwa, tingkat penerapan dibawah rata-rata terjadi pada MT. 1996/1997 sebesar 56.4 persen, MT. 1997/1998 sebesar 56.4 persen, dan MT. 1998/1999 sebesar 44.9 persen. Terjadi penurunan pada MT 1998/1999 Karena pengaruh komponen benih, pengolahan tanah pemupukan dan pengaturan air irigesi yang juga terjadi penurunan.. Sedangkan tingkat penerapan di atas rata-rata terjadi pada 1996/1997 sebesar 43.6 persen, MT, 1887/1998 sebesar 43.6 persen, dan MT. 1998/1999 sebesar 55.1 persen. Terjadi kenaikan pada musim tanam 1998/1999 dikarenakan adanya peningkatan pada komponen penanaman, penggunaan herbisida dan pengendalian hama dan penyakit yang turut mempengaruhi penerapan teknologi TABELA secara keseluruhan. ‘Tingkat produktivitas Usahatani Tingkat produktivitas lahan diukur dari jumlah yang diperoleh petani selama satu musim tanam persatuan Iuas (Ha). Hal ini mencerminkan bagaimana petani memanfaatkan Iahan tersebut seoptimal mungkin untuk menghasilkan produksi. Oleh karena itu produktivitas dapat dijadikan sebagai indikator tingkat penerapan suatu teknologi pada usahataninya, Pada Tabel 8 terlihat bihwa produktivitas petani R responden tergolong Kategori rendah sampai tinggi ( 20.5 persen, 17.9 persen, dan 61 persen ). ‘Tabet 8, Distribusi Responden Menurut Produktivitas Usahatani No. Uraian Kategori Jumiah | Persen (Kg/Ha/MT) | (Orang) (%) 1. | Tingkat 2000 - 2900 16 20.5 Produktivitas 3000 - 3900 4 79 > 3900 48 61.6 Hubungan Karakteristik Internal Petani dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Tingkat penerapan teknologi TABELA diasumsikan mempunyai hubungan nyata dengan karakteristik intemal petani, Karakteristik internal petani meliputi : (1) umur, (2) lama pendidikan formal, (3) pengalaman berusahatani, (4) jumlah tanggungan keluarga, (5) penghasilan usahatani, (6) Motivasi petani_ mengikuti TABELA, (7) Frekuensi mengunjungi sumber informasi, dan (8) pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi, dengan menggunakan uji korelasi rank Spearman. Pada Tabel 9 menunjukkan adanya fubungan nyata antara frekuensi mengunjungi sumber informasi, tingkat keuntungan (Relative Advantage) dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada a 0.01. Sedangkan lama pendidikan, tingkat kesesuaian dengan tingkat penerapan teknologi TABELA berhubungan nyata B pada @. 0.05. Untuk hubungan antara lama pendidikan, tingkat keuntungan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA bersifat negatif, Tabel 9. Hubungan Karakteristik Intemal Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA ‘No.| Karakteristik Iateraal | Tingkat Penerapan |r stm Nila P Teknologi TABELA, 214 [>t4 1 |Uemur 3 7 15 B oorsss | 04048 20 29 2 [Tama Pendidikan Formal | 19 29 2 4 | -0.23055* | 00347 4 10 3. [Pengalaman Berusshatani 0 1 8 ‘ 0.14436 | 0.2073 26 36 4 Pluriah Tanggungan 5 a |Keluarga 25 2B 0.14784, 0.1965 5 4 's. [Penghasilan Usahatant 29 38 |(000.000¥ MT/Ha 4 4 0.11268 0.3260 2 L % [Motvasi Petani Mengiat | 18 24 \TABELA 1 1 0.03493 0.7614 16 18 7” |Frekuensi Mengunje- 3 24 jagi Sumber Informasi 4 & 0.51287" 0.0001 18 n a 8. [Pandangan Petani Terhadep| Ss 7 |Sifat-sifat Inovatif (Total) 20 27 = 0.04100 0.7215 10 9 J- Relative Advantage] 0 2 (Cingkat keuntungan) 16 ETT -033884"" | 0.0024 9 10 |» Compatibility (ingkar}] 0 | 0 ‘kesesuaian) 35 39 0.28343" 0.019 0 4 J> Complexity (ingkar] 0 ° erumitan) 9 8 o16778 | 0.1420 26 35 74 Tabel 9. (lanjutan) J+ Tralabilty ——Gingkat] 4 Kearudahan untuk dicoba)} 31 .06675 | 0.5615 I> Observability —(tingkat| 2 egrlogel kemudahan untuk dilihat} 31 -0.08491 | 0.6962 hasilnya) 2 Keterangan: * Nyata pada 0 0.05 ** (Nyata peda a. 0.01 Tabel 9 menunjukkan adanya hubungan nyata antara frekuensi mengunjungi sumber informasi, tingkat keuntungan (Relative Advantage) dengan tingkat Penerapan teknologi TABELA pada o, 0.01. Sedangkan lama pendidikan, tingkat kesesuaian (Compatibility) dengan tingkat penerapan teknologi. TABELA berhubungan nyata pada a 0.05. Untuk hubungan antara lama pendidikan, tingkat keuntungan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA bersifat negatif. Penjelasan hubungan antara karakteristik internal petani dan tingkat penerapan teknologi ‘TABELA dijelaskan berikut ini, Hubungan Umur dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 terlibat bahwa umur petani responden berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana rs hitung ~ 0.07845 dan nilai Pp = 0.4948, Dengan kata lain umur petani tidak berpengaruh dalam penerapan teknologi TABELA. Hasil penclitian ini sesuai dengan pendapat Soedijanto (1990) yang menyatakan bahwa kemampuan seseorang untuk belajar berkembang secara gradual, sejalan dengan meningkatnya usia. Akan tetapi setelah mencapai usia tertentu akan berkurang secara gradual pula dan sangat nyata pada usia 55 - 60 tahun, 7s Menurut pendapat Klausmeier dan Godwin (1966) mengatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar dan motivasi untuk belajar. Disamping itu Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa dengan berubahnya umur, seseorang akan memupuk pengalamannya yang merupakan sumberdaya yang. ssangat berguna bagi kesiapan untuk belajar lebih lanjut Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara umur dengan tingkat penerapan teknologi ‘TABELA ditolak, dan disimpulkan bahwa perbedaan umur petani responden tidak berpengaruh pada tingkat penerapan teknologi TABELA. Hubungan Lama Pendidikan Format dengan ‘Tingkat PenerapanTeknologi TABELA Pada Tabel 9 terlihat bahwa lama pendidikan formal petani responden berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada a 0.05, dimana rs hitung = - 0.23955 dan nilai p= 0.0347. Hubungan negatif menunjukan. lamanya pendidikan 1 tahun dan 2 tahun sampai dengan 6 tahun tidak memberikan pengaruh pada penerapan teknologi TABELA. Jika antar pendidikan SD, SMP, SMA, dan PT bisa saja menunjukkan hubungan atau pengaruh yang positif dengan penerapan teknologi TABELA karena antara kelas 1, kelas 2 sampai kelas 6 kKemampuan ‘untuk menerima teknologi biasanya sama atau tidak berbeda jauh. Fenomena ini sejalan dengan pendapat Sockartawi (1988), bahwa pendidikan 16 ‘merupakan sarana belajar, dimana diperkirakan akan menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan teknologi pertanian yang baru. Selanjutnya dikatakan pula bahwa terdapat kemungkinan adanys hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat adopsi teknologi pertanian berjalan secara tidak langsung, Kecuali bagi mereka yang belajar secara spesifik tentang inovasi tersebut disekolah. Dengan demikian tingkat pendidikan mungkin hanya menciptakan suatu dorongan agar mental untuk menerima inovasi yang menguntungkan dapat diciptakan. Berdasarkan wraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara lama pendidikan formal dengan tingkat penerapan teknologi TABELA diterima, dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara lama pendidikan formal dengan tingkat pencrapan teknologi ‘TABELA meskipun hubungannya negatif. Hubungan Pengalaman Berusahatani dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA. Pada Tabel 9 terlihat bahwa, pengalaman berusahatani petani responden berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana rs hitung = 0.14436 dan nilai p= 0.2073. Hubungan yang tidak nyata antara pengalaman berusahatani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA disebabkan oleh faktor kebiasaan petani. Ini menunjukkan pengalaman berusahatani akan menghasilkan kebiasaan-kebiasaan bagi petani, yang mempengaruhinya dalam berusahatani, Hal ini dapat dipahami bahwa, pada umumnya petani yang mempunyai pengalaman cukup 7 Jama dalam berusahatani, justru lebih bethati-hati dan penuh pertimbangan dalam menerapkan suatu keputusan untuk menerima sesuatu hal yang baru dan petani yang telah berumur tua biasanya cenderung mengerjakan sesuatu yang sesuai dengan kebiasaan yang dilakukannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Mardikanto (1993) yang mengemukakan bahwa proses belajar dipengaruhi oleh pengalaman, artinya pengalaman yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi semangat seseorang untuk belajar. Selanjutnya Dahama dan Bhatnagar (1980) mengemukakan bahwa pengalaman sescorang akan memberikan kontribusi terhadap minat dan harapannya untuk belajar lebih banyak Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetsis penelitian yang mengatakan ‘ahwa terdapat hubungan yang nyata antara pengalaman berusahatani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA ditolak, dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara pengalaman berusahatani dengan tingket penerapan teknologi TABELA. Hubungan Jumlah Tanggungan Kelvarga dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 terlihat bahwa jumlah tanggungan keluarga petani responden berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana rs hitung = - 0.14784 dan nilai p ~ 0.1965, Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi petani dalam menerapkan teknologi’ TABELA pada usahataninya. Berarti pengelolaan ‘ usahatani sudah dipisahkan denga pengelolaan rumah tanga, ini merupakan suatu ciri petani yang 7B ‘memiliki motivasi komersil, sehingga mereka kurang mempergunakan tenaga kerja dalam keluarga, dan hal ini nampak dalam kegiatan usthatani seperti pengolahan tanah, penanaman, pemaupukan, dan panen yang membutuhkan tenaga kerja yang banyak dan biasanya petani mengambil dari tenaga kerja Iuar keluarga. Juga yang menjadi tanggungan keluarga tidak semua terlibat dalam kegiatan usahatani karena masih dalam usia sekolah atau belum produktif untuk dikatakan sebagai tenaga kerja. Menurut Scott (1981) semakin mendekati subsisten seseorang petani akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga semakin besar dalam usahataninya. Dalam hal ini subsistensi juga berarti mengutamakan kesclamatan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga dan menghindari penerapan inovasi (teknologi) bara untuk memperoleh keuntungan yang lebih akan tetapi memiliki resiko yang lebih besar Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat Penerapan teknologi TABELA ditolak dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara jumlah tanggungan keluarga dengan tingkat pencrapan teknologi TABELA. Hubungan Penghasilan Usahatani dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 terlihat bahwa penghasilan usahatani petani responden berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana 0 ts hitung = 0.11268 dan nilai p = 0.3260, Hubungan yang tidak nyata antara penghasilan usahatani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA disebabkan oleh bantuan permodalan yang diperoleh melalui Kredit Usahatani (KUT) tidak semua petani memperoleh bahkan ada yang tidak menerimanya samasekali. Menurut ‘Taryoto, ck (Pranadji, 1995) bahwa peningkatan program intensifikasi tidak terlepas dari penyediaan kemudahan Kredit usahatani oleh pemerintah. Adanya beban psikologis pada petani responden karena belum yakinnya akan keberhasilan yang akan diperotch sebanding dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan. Menurut Mosher (1987), bahwa petani belum yakin bahwa input baru itu secara teknis akan efektif, atau kenaikan produksi yang diperoleh dengan input baru tidak akan sebanding dengan biayanya ditambah pekesjaan yang diperlukan untuk itu. Lebih lanjut Mosher (1987), menyatakan bahwa Kredit produksi yang diselenggarakan secara efisien adalah faktor pelancar yang penting bagi pembangunan pertanian, oleh karena itu penghasilan usahatani yang diperoleh petani akan menentukan kemampuan petani dalam menerapkan suatu teknologi pada usabataninya, Berdasarkan uraian diatas, maka hipotetis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara penghasilan usahatani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA ditolak dan disimputkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara penghasilan usahatani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. 80 Hubungan Motivasi Petani Mengikuti TABELA dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 terlihat bahwa motivasi petani mengikuti TABELA berhubungan_ tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana nilai rs hitung =0,03493 dan nilai p = 0.7614, Hubungan yang tidak nyata antara motivasi petani mengikuti TABELA dengan tingkat penerapan teknologi TABELA disebabkan karena petani masih ingin mengetahui, apakah dengan teknologi TABELA dapat meningkatkan pendapatan/produksinya schingga kehidupannya akan lebih baik dari hari ini. Keragu-raguan ini muncul karena adanya kekurang yakinan petani akan teknologi baru tersebut, dimana 53.8 persen termasuk dalam kategori rendah yakni mereka mengikuti TABELA karena ingin mencoba,ingin mengetahui, diajak, dipaksa oleh petugas dari instansi tertentu, dan bukan karena kesadaran sendiri. Ini terjadi arena ada perasaan belum jakin akan teknologi baru yang ditawarkan kepada mereka, schingga untuk mejakinkan maka perlu dibuat percontohan atau demplot- demplot oleh instansi terkait ( IPPTP dan Dinas Tanaman Pangan ) serta penyuluh berkewajiban untuk membimbing terus petani dalam pelaksanaan teknologi TTABELA jika mereka tertarik untuk melakukannya, Hal ini sejalan dengan pendapat Soedijanto (1994) yang menyatakan bahwa motif terdapat dalam tubuh mamusia, yang terlihat adalah tindakan. Motif mendorong timbulnya tindakan, Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara motivasi petani mengikuti TABELA dengan al tingkat penerapan teknologi TABELA ditolak dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara motivasi petani mengikuti TABELA dengan tingkat pencrapan teknologi TABELA. ‘Hubungan Frekuensi Mengunjungi Sumber Informasi denganTingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 terlihat bahwa frekuensi mengujungi sumber informasi berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada 0.01 dimana nilai rs hitung = 0.51287 dan nilai p = 0.0001. Dengan kata lain tingkat frekvensi mengunjungi sumber informasi berpengaruh dalam tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana makin tinggi tingkat frekuensi Mmengunjungi sumber informasi maka akan diikuti makin tingginya tingkat penerapan teknologi TABELA. Hasil penelitian ini menunjukkan frekuensi mengunjungi sumber informasi akan menentukan Kecepatan adopsi suatu inovasi. Ketersediaan informasi yang diperlukan oleh petani akan mendorong petani untuk lebih aktif mencari informasi yang berhubungan dengan usahatahinya. Menurut Lionberger (1960), bahwa golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang mengatakan bahwa ferdapat hubungan yang nyaia antara tingkat frekuensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA diterima, dan disimpulkan 82 bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara frekuensi mengunjungi sumber informasi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Hubuagan Pandangan Petani Terhadap Sifat-Sifat Inovasi dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi diasumsikan mempunyai hubungan yang nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Dalam penelitian ini uji hipotetis mengenai sifat-sifat'inovasi teknologi TABELA meliputi : tingkat keuntungan, tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemudahan untuk dapat dicoba, dan tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya. Pada Tabel 9 terlihat bahwa dari kelima sifat inovasi hanya dua yang mampu menujukkan adanya hubungan yakni : tingkat keuntungan yang berhubungan nyata pada a 0.01 dengan tingkat penerapan teknologi TABELA meskipun hubungannya negatif dan tingkat kesesuaian berhubungan nyata pada a 0.05 dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, sedangkan lainnya belum menunjukkan adanya hubungan, Sedangkan untuk pandangan petani terhadap teknologi TABELA dilihat dari sifat-sifat inovasi secara keseluruhan tidak menunjukkan hubungan yang nyata dilihat dari nilai rs = - 0.04100 dengan. nilai p = 0.7215 artinya tidak ada pengaruh pandangan petani dengan penerapan teknologi TABELA sehingga pandangan petani rendah atau tinggi tidak ada pengarihnya pada penerapan teknologi TABELA. Penjelasan hubungan untuk masing-masing sifat dijelaskan berikut ini. 83 ‘Hubungan Tingkat Keuntungan Relatif dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 menujukkan bahwa tingkat penerapan teknologi TABELA dilihat dari tingkat keuntungan relatif tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi (diatas rata-rata), Hal ini ditunjukkan oleh jumlah petani yang relatif besar (31 orang) menyatakan bahwa penerapan teknologi TABELA menguntungkan, Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat keuntungan relatif berhubungan nyata dengan tingket penerapan teknologi TABELA pada a. 0.01 dimana rs hitung = - 0,33884 dan nilai p= 0.0024, Namun hubungan yang terjadi bersifat negatif, artinya bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan maka tingkat penerapan teknologi TABELA semakin rendab, hal ini dikarenakan belum seluruh komponen teknologi ‘TABELA diterapkan petani sesuai anjuran (komponen pemupukan, penggunaan herbisida tergolong rendah sedangkan komponen benih, pengendalian H&P, pengaturan air irigasi tergolong sedang), sehingga keuntungan yang diperoieh belum sesvai dengan harapan petani juga karena kesadaran akan keutungan memang masih kurang oleh petani, karena menurut petani teknologi TABELA tidak memberikan keuntungan yang jauh berbeda dengan apa yang biasa dilakukan petani, karena jika kkeuntungan hanya 5 -10 persen petani enggan untuk menerapkan, olch karena itu penciptaan suatu teknologi harus memberikan keuntungan 25-30 persen agar petani ‘mau mengadopsinya. 84 Hubungan Tingkat Kesesuaian dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA. Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat penerapan teknologi TABELA dilihat dari tingkat kesesuaian tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi. Hal ini ditunjukkan olch jumlah petani yang relatif besar (39 orang) yang menyatakan penerapan teknologi TABELA sesuai dengan nilai-nilai yang ada. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA dimana nilai rs hitung = 0.28343 dan nilai p = 0.0119. Ini menunjukkan bahwa suatu inovasi semakin sesuai dengan kkeberadaan masyarakat disuatu tempat atau daerah maka kecendenungan untuk mengadopsi akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker yang menyatakan bahwa suatu inovasi akan cepat diadopsi jika ‘mempunyai kecocokan dengan nilai-nilai yang sudah ada sebelumnya. Hubungan Tingkat Kerumitan dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 menujukkan bahwa tingkat penerapan teknologi TABELA dilihat dari tingkat kerumitan tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh jumah petani yang relatif besar (35 orang) yang menyatakan bahwa penerapan teknlogi TABELA sangat rumit. Kerumitan ini dirasakan oleh petani responden terutama dalam penyiangan rumput terutama dalam awal pertumbuhan dimana rumput yang tumbuk hampir mirip dengan tanaman padi, juga jika hujan 85 turun setelah penanaman maka banyak benih yang hanyut schingga pertumbuhan tidak merata. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kerumitan berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana nilai rs hitung = 0.16778 dan nilai p ~ 0.1420. Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971), menyatakan bahwa suatu inovasi akan lebih cepat diadopsi jika inovasi tersebut mudah untuk dicoba pada situasi dan kondisi yang ada. Selanjutnya Sayogyo (1985), mengemukakan bahwa suatu inovasi akan dapat diterima oleh petani apabila secara teknis dapat dilaksanakan, ekonomis menguntungkan dan secara sosiologis dapat dipertanggung jawabkan. Sclanjutaya Hanafi (1987) mengemukakan bahwa kerumitan suatu inovasi berhubungan negatif dengan Kecepatan adopsi yang berarti semakain rumit suatu inovasi bagi seseorang, maka akan semakin lambat pengadopsiannya. ‘Hubungan Tingkat Kemudahan untuk Dicoba dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tingkat penerapan teknologi TABELA dilibat dari tingkat kemudahan untuk dicoba tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah petani yang relatif besar (40 orang) menyatakan bahwa penerapan teknologi TABELA mudah untuk dilaksanakan/ dicoba. Suatu inovasi yang dapat dicoba biasanya akan diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tak dapat dicoba. 86 Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kemudahan untuk dicoba berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA dimana nilai 1s hitung = 0.06675 dan nilai p ~ 0.5615, Hal ini dikarenakan dalam menerima suatu inovasi para petani akan mencoba berulang-ulang kali sampai ia jakin akan teknologi tersebut menguntungkan bagi dia, baru akan diterapkan untuk seterusnya. ‘Hubuogan Tingkat Kemudahan untuk Dilihat Hasilnya dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 9 menujukkan bahwa tingkat penerapan teknologi TABELA dilihat dari tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya tergolong pada kriteria sedang sampai tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh jumlah petani yang relatif besar (39 orang) menyatakan bahwa penerapan teknologi mudah untuk dilihat hasilnya Hasil uji statistik menunjukkan bahwa tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA dimana nilai rs bitung = - 0.04491 dan nilai p = 0.6962. Hat ini disebabkan karena ppetani sudah terbjasa dengan menanam padi dan selalu melakukannya karena sudah ‘merupakan warisan turin temurun ‘Hubungan Karakteristik Eksternal Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Tingkat pencrapan teknologi TABELA diasumsikan mempunyai hubungan nyata dengan karakteristik eksternal petani. Karakteristik eksternal meliputi: tingkat 87 ketersediaan informasi tentang TABELA, intensitas penyuluhan dan ketersediaan sarana produksi (saprodi), untuk milihat hubungan ini digunakan uji_ statistik korelasi rank Spearman, Tabel 10. Hubungan Karakteristik Ektemnal Petani dengan Tingkat Penerapan ‘Teknologi TABELA No] Karakteristik Kategori Tingkai Penerapao | Faw [Nilai Py Eksternal Telnologi TABELA Paynes T. [Tingkat _Ketersediaan} Tidak tersedia 0 ° informasi ——tentang|_Cukup tersedia 33 33. | 021476 |0.0590 [TABELA Sangattersedia 2 10 2 |intensitas Penyuluban 7] <4 Kali 1 3 her 4-8 Kali 1s 28 |0.45406¢* | 0.0001 > 8 Kali 9 2 3. [Ketersediaan Saprodi_ | Tidak tersedia T 1 Kadang-kadang 2 2 | 0.00008 | 0.9994 ‘Sangat tersedia 32 40 Keterangan: * Nyata pada a 0.05 + Nyota pada a 0.01 Pada Tabel 10 menunjukkan adanya hubungan nyata antara_intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada a 0.01, sedangkan tingket ketersediaan informasi tentang TABELA, ketersediaan saprodi belum ‘menujukkan hubungan yang nyata, Penjelasan hubungan karakteristik eksternal petani dengan tingkat penerapan teknologi TABELA dijelaskan berikut ini. Hubungan Tingkat Ketersediaan Informasi tentang ‘TABELA dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana nilai 88 1s hitung = 0.21476 dan nilai p = 0.0590, Hubungan yang tidak nyata antara tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA dengan tingkat penerapan teknologi TABELA disebabkan oleh informasi yang tersedia hanya terbatas pada informasi cara penanaman dan pengenalan TABELA sedangkan untuk penyiangan, penggunaan herbisida sebelum dan sesudah tanam jarang tersedia, padahal informasi itu yang dibutuhkan. Juga keferbatasan untuk memiliki informasi (media cetak) dirasakan oleh petani masih kurang dan sering bahasa yang digunakan masih sulit dimengerti, kkarena media cetak yang dibuat masih terpusat untuk konsumsi penyuluh bukan untuk konsumsi petani, Hasil ini mengisyaratkan bahwa sebagian lembaga penyedia informasi bagi petani : IPPTP, BIPP, Dinas Pertanian dan lembaga terkait lainnya harus lebih aktif mempromosikan diri agar lebih dikenal dan didekati/dimanfaatkan petani. Selain itu pembenahan manajeman informasi di IPPTP dan BIPP harus mampu melihat kebutuhan informasi aktuat yang dibutuhkan petani diwilayahnya sehingga usaha peningkatan perekonomian petani dapat ditingkatkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang mengatakan behwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat ketersediaan informasi tentang TABELA dengan tingkat penerapan teknologi TABELA ditolak, dan disimputkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara tingkat ketersediaan informasi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Hubungan Intensitas Penyuluh dengan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabel 10 terlihat bahwa intensitas penyuluhan berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA pada ot 0.01 dimana nilai rs hitung 0.45406 dan nilai p = 0.0001. Hubungan yang sangat nyata antara intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA disebabkan oleh frekuensi kunjungan penyuluh yang merupakan salah satu faktor yang menychabkan tinggi rendahnya penerapan teknologi TABELA, karena penyuluh selain sebagai agent pembaharuan juga berperan sebagai sumber informasi inovasi baru yang sangat mempengaruhi keberhasilan pembangunan pertanian. Dengan demikian scorang penyuluh diharapkan atau dituntut untuk meningkatkan frekuensi/intensitas penyuluhan dengan tidak mengesampingkan materi informasi yang dibutuhkan oleh petani juga metode dan teknik penyampaian, Hal ini sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971), Slamet (1978) dan Dixon (1982) yang mengemukakan bahwa petugas penyuluh sebagai salah satu sumber informasi sangat menentukan kecepatan difusi suatu inovasi baru, : Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penclitian yang mengatakan terdapat hubungan yang nyata antara intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA diterima, dan disimpullan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata antara intensitas penyuluhan dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. Hubungan Ketersediaan Sarana Produksi dengan ‘Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Pada Tabe! 10 terlihat bahwa ketersediaan sarana produksi berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA, dimana rs hitung = 0.00008 dan nilai p = 0.9994, Hubungan yang tidak nyata antara tingkat ketersediaan sarana produksi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA discbabkan karena kios pertanian yang ada tidak menyediakan sarana prtoduksi yang sesuai dengan kebutuhan, walaupun wilayah tersebut sudah mempunyai kios pertanian tapi sering tidak menyediakan bibit unggul, pupuk, pestisida dalam jumlah yang cukup sehingga seringkali petani tidak menanam varietas yang dianjurkan . Kalaupun ada seringkali tidak tepat waktu penyediaanya, dimana pada saat dibutuhkan pupuk tidak tersedia dan harganyapun tidak terjangkau, padahal ketersediaan sarana produksi merupakan faktor penting yang tak terpisahkan dari penerapan teknologi dalam usaba meningkatkan produksi. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara ketersedian sarana produksi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA ditolak, dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara ketersediaan sarana produksi dengan tingkat penerapan teknologi TABELA. 1 Hubungan Tingkat Penerapan Teknologi TABELA Dengan Tingkat Produktivitas ‘Usahatani Pada Tabel 10 terlihat bahwa tingkat penerapan tcknologi TABELA berhubungan tidak nyata dengan produktivitas usahatani dimana nilai rs hitung ~ = 0.05834 dan nilai p — 0.619, Hubungan yang tidak nyata antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan produktivitas usahatani disebabkan oleh sebagian besar petani (94.87 persen) tidak melakukan pemupukan berimbang, hal ini dikarenakan pada waktu itu terjadi kelangkaan pupuk dan harga pupuk cukup tinggi sebagai dampak dari krisis moneter, demikian juga dengan penggunaan herbisida sebelum tanam oleh sebagian besar petani (56.41 persen) tidak melakukannya, dengan perkataan lain petani belum menerapkan seluruh komponen teknologi TABELA pada Jahan usahataninya karena adanya keterbatasan pada dici petani, serta keterbatasan permodalan yang mempengaruhi daya beli petani. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotetis penelitian yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat ptoduktivitas usahatani ditolak, dan disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang tidak nyata antara tingkat penerapan teknologi TABELA dengan tingkat produktivitas usahatani. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpolan Berdasarkan hasil penelitian ini, maka disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1) Perkembangan tingkat penerapan tcknologi TABELA sampai saat ini tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan artinya adopsinya/penerimaan dari tahun ke tahun adalah sama, (2) Karakterisrik internal petani padi sawah terdistribusi pada sebagian besar_ umur diatas 45 tahun dengan lama pendidikan 0 - 6 tahun , pengalaman berusahatani distas 11 tahun dengan jumlsh tanggungan keluarga 3 - 5 orang dengan penghasilan dibawah 5 juta rupiah, motivasi mengikuti TABELA tergolong rendah, frekuensi mengujungi sumber informasi < 5 kali (MT. Adapun pandangan petani terhadap sifat-sifat inovasi tergolong kategori ( rendah, sesuai, sangat rumit, mudah untuk dicoba dan mudah untuk dilihat hasilnya), sedangkan karakteristik eksternal terdistribusi pada sebagian besar menyatakan ketersediaan informasi tentang TABELA, cukup tersedia artinya jika diperlukan mudah idapat, intensitas penyuluhan terdistribusi pada kategori sedang (4 - 8 kali/ MT) dengan ketersediaan saprodi sangat tersedia. 93 (3) Karakteristik internal petani yang berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA adalah : lama pendidikan formal, frekuensi mengunjungi sumber informasi, tingkat keuntungan dan tingkat kesesuaian, Karakteristik eksternal petani yang berhubungan nyata dengan tingkat penerapan teknologi TABELA adalah intensitas penyuluhan, artinya makin tinggi intensitas penyuluban akan diikuti makin tinggi tingkat penerapan teknologi TABELA (4) Tingkat penerapan teknologi TABELA belum menujukkan hubungan yang nyata dengan tingkat produktivitas usahatani . Saran ‘Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka diajukan beberapa saran yaitu = (1) Dalam memperkenalkan/melepaskan suatu teknologi baru maka disarankan untuk memperhatikan karakteristik internal dan ekstemal petani, demikian juga inovasi yang disodorkan ke petani jangan dipusatkan hanya pada aspek tunggal (produksitarget) tanpa memperhatikan faktor petani sebagai pelaku dalam usahatani, (2) Dalam upaya penerapan teknologi secara optimal penyuluh pertanian harus mampu membimbing petani dalam pengambilan keputusan, memberikan pelayanan dan melaksanakan penyuluhan dengan pendekatan partisipatif artinya menempatkan petani sebagai subyck dan bukan sebagai obyek. @) a) (6) 94 Untuk meningkatkan pencrapan tekmologi maka sebaiknya perlu dibuat demplot-demplot untuk mejakinkan para petani, bukan dalam bentuk SUTPA dan pelayanan KUD dalam hal penyediaan KUT untuk petani sera kios pertanian dalam penyediaan sarana produksi perlu ditingkatkan pelayanannya, ‘Aparat Pertanian : DinasPertanian, IP2TP, BIPP serta lainnya dibarapkan dalam mencrapkan suatu teknologi baru perlu melakukan identifikasi kebutuhan petani , agar teknologi itu benar-benar diadopsi/diterapkan oleh petani. BPTP/ IPPTP sebagai pelaksana teknologi TABELA serta DEPTAN sebagai pencipta teknologi ini perlu melakukan penyempurnaan teknologi TABELA ‘agar petani lebih termotivasi dengan kesadaran sendiri untuk melakukannya, terutama dalam hal peningkatan produksi dan kerumitan teknologi tersebut, perlu penyempumaan yang lebih mendekati kearah kebutuhan dan pemecahan masalah petani dilapangan dengan tidak mengesampingkan daya beli petani. Penerapan suatu teknologi ditingkat petani perlu melalui suatu proses adopsi yang memerlukan waktu yang relatif lama/panjang agar petani benar-benar menerapkannya dan bagi pemerintah daerah, harus lebih jeli memandang masalah petani dikaitkan dengan teknologi yang akan diciptakan yang benar- benat dibutuhkan. Kebutuhan petani akan teknologi tidak saja tergantung dari pencrimaan terhadap inovasi tetapi tergantung juga pada kemampuan petant dalam menyediakan saprodi, modal serta rasa perbedaan keuntungan diperoleh dibandingkan dengan teknologi lain. DAFTAR PUSTAKA. Adjid, Dudung A. 1994, Kebijaksanaan Swasembada dan Ketahanan Pangan. Kinerja. Penelitian Tanaman Pangan. Buku I. Kebijaksanaan dan Hasil Utama Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. ‘Anonymous. 1977. Dasar-Dasar Analisis Statistika dengan SPSS 6.0 for Windows. Lembaga Pendidikan Komputer Wahana Semarang dan Penerbit Andi, Yogyakarta, . 1990. SAS ‘SAT User's Guide. Version 6 Fourth, Edition SAS Institute; Cary, NC. USA . 1997a, Laporan Hasil Pengkajian Sistem Usahatani Berbasis Padi ‘Sawah Dengan Orientasi Agribisnis di Sulawesi Utara, IPPTP Kalasey. . 1997b. Sulawesi Utara Dalam Angka. BPS Sulut, Manado. . 1997¢, Kecamatan Tapa Dalam Angka. Kecamatan Tapa, Kabupaten Gorontalo. 1999, Laporan Hasil Pengkajian Usaha Pertanian Ekoregional Lahan Irigasi, IPPTP Kalasey. Black, 5.A., dan D.J. Champion, 1992. Metode dan Masalah Penelitian Sosial. PT. Eresco, Bandung. Chang, W.L. and SK. De Datta. 1974. Chemical weed control in derect seeded ‘flooded rice in Taiwan, Dahama, O.P,, dan O.P, Bhatnagar. 1980, Education and Comunication for ‘Development. Oxford & IBH. Publishing Co. New Delhi Daniel, W.W. 1978. Statistika Non Parametrik Terapan. Terjemahan Alek Tri Kandjono, Gramedia Jakarta De Datta, 1974, Chemical weed control rice : Present Status and Future Challenge Philippine weed science Bulletin. 1979. Effect of varietal type methods of planting and nitrogen level on ‘competition between rice and weeds. IRI, Los Banos, Philippines. 96 . 1981. Principles and practices of rice production. IRR, Los Banos Philippines. Dixon, G. 1982. A Course Manual In Agriculture and Livestock Extention Vol. t Rural Sociology. Canbera. AUIDP. Melboure Husni, A.M., dan Herman Supriadi. 1995, Prospek dan Kendala Pengembangan ‘Teknologi Budidaya Sebar Langsung Padi Sawah di Lahan Irigasi. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan ‘Tanaman Pangan, Bogor. Kerlinger, F.N. 1993, Azas-Azas Penelitian Behavioral, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, Lionberger, HF. 1960. Adoption of New Ideas and Practices. The lowa State University Press, lowa, USA. Lionberger, H.F. and PH. Gurin, 1983. Communication Strategies. I\linois : The Interstate Orienters and Publisher, InC. Lionberger, HLF., dan Paul H. Gwin. 1991, Technology Transfer from Researchers to Users. University of Missouri, Missouri. Mardikanto, T, 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Sebelas Maret University Press. Surakata. Mosher, AT. 1987, Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Yasaguna, Jakarta, Oka, A. Made, Mahyuddin Syam dan Ibrahim Manwan, 1994. Percepatan Proses Adopsi Teknologi. Kinerja Penelitian ‘Tanaman Pangan. Buku 1, Kebijaksanaan dan Hasil Utama Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Pranadji, Tri. 1995, Intensifikasi Padi Sawah di Pedesaan antara Modernisasi dan Pembangunan Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku 3. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. Ridwan. 1995. Pengaruh Genotipe dan Cara Tanam Padi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi, Risalah Seminar, Ballitan Sukarami. Rogers, EM and FF. Shoemaker. 1971. Communication of Innovations. The Free Press, New York. 97 1983. Diffusion of innovations, The Free Press, New York. Rogers, EM., and F.F. Shoemaker, 1987. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru. Usaha Nasional, Surabaya Roling, Niels. 1988, Extension Science. Cambridge University Press, Cambridge. Sayogyo, P. 1985. Sosiologi Pembangunan . Fakultas Pascasarjana IKIP, Jakarta, Scott, C. James, 1981. Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsitensi di Asia Tenggara, LP3ES. Jakarta Setya, D. 1998. Penerapan Teknologi Tanam Benih Langsung (TABELA) oleh Petani Padi sawah, Tesis. Pascasarjana IPB, Bogor Siegel, S. 1997. Statistika Non Parametrik untuk Ilmu-uimu Sosial. Jakarta. PT. Gramedia, Jakarta ‘Singarimbun,M. dan S, Effendi, 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Grafindo, Jakarta. Slamet, M. 1978. Kumpulan Bahan Bacaan Penyuluhan Pertanian. (PB, Bogor. Soedijanto, 1980. Kelompok Organisasi dan Kepemimpinan .LPLPP. Ciawi, Bogor. . 1994, Psikologi Belajar Mengajar. LUHT Modul 1-6, UT. Jakarta Soeharjo dan Patong, 1978. Sendi-Sendi Pokok ilmu Usahatani. UNHAS. U. Pandang Soekartawi, 1988. Prinsip Dasar Kémunikasi Pertanian. Universitas Indonesia, Jakarta, Sukanto, $. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. CV. Rajawali, Jakarta. Supriadi, H., dan A. Husni Malian, 1995. Kelayakan Agronomis Teknologi Budidaya Padi Scbar Langsung di Lahan Sawah Irigasi. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan. Buku3, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Sutejo, P. 1997. Budidaya Padi Sawah TABELA. Penebar Swadaya, Jakarta. Van den Ban, A.W. dan HLS, Hawkins. 1988, Agricultural Extension. Longman Scientific & Technical, New York. LAMPIRAN Lampiranl PEYA LOKASI PENELITIAN KECAMATAN TAPA KABUPATEN GORONTALO PROPINS! SULAWESI UTARA SULAWESI UTARA « sLEGENDA eee BATAS KAB/KCY ae to tsperas KEC AMA rs BaTas DESA <= suncar 4 = eunune © = kantoR camer os KANTOR DES? 33 |S CS EE EES MM OR RATER SARA AAARASRMSAASARAS RAIA Lamiran 2, Data Pengamatan Karahtsistk Internal dan Eksternal Petani Responden ‘Lampiran 2 (lanjutan) ¥T ao 6661/8661 VIAEVL Uaderoueg 4A, IG61/L661 VTaaVE wedersueg Cx 4661/9661 Videvi uedeieug = 7 VIgaV, Seuss isemOpU TEL E1X (ex) wsouroyu soqung SimfinBayy tscanyeIF—_Z1X, AmmawasssqQ 1X, AMIEL O1X Aarxaydusoy 6X VIREVL NURI FUmed IEA — OX CHLWAtdmy) 1peg oReEREN UEpeNYFUEY — Sx Guwo) eaenjoy wesMNBBuaL UME — pK (cue meyesnuog memeyeinog EX (uny) jeunog wegprpueg were 7X (eum) mm 1X LA a= aaa aa fA [ tA | 1A” [six [vix [ex | tix | nx | ome (einen) z verde 000° = Werpaus puesey ssst ooo'vT 8 HL S9sl oo'rt «BL TL ost O00'rT 8k THL syuvy UIP NN anys, youwns sq (san 193 parsnipe) s66'0=4 tead 1oo=s L660=d t=d0 OO=8 wapuodsay Aq payooiq unywL Aq VTA V L405 89) UeMIPLL wowed t{n [sey “¢ uesdurey Tanmpiran 4. Hasil Analisia Nilai Koefisien kovelasi Spearman correlation Analysis ‘Spearman Correlation Coefticients / Prob > |R| under Ho: Rhoxo / N= 78 x“ a Tingkat vondidiken Formal 3 Pengaleman Serusanetans x Jumtah Tenggungan Kelvarga x3 Penghasilan Usshatani. x6 Motivasl Mengikues TARELA x Relative Advantage xe Compatapiaity xs Complexity x0 ‘Teiability xan Observabilicy x2 Fretvensi Mengunjungi sr waa Informasi Tentang TARELA mas Intensitas Penyuluhan xs. Retersediaan SAPRODI u Produrtivitas 2 Penerapan TABELA 96/97 x Penerapan TARELA 97/38 wu Penerapan TABELA 90/99 uw -0.04869 ogre 9.06088 0.5965, -0.08859 2580? 0.0043 0.9665 0.78006 ‘6.0001, 0.086s2 o.4si4 0.21458 6.0592 0.25354 0.0282 0.13131 0.2516 0.18368 6.1036 0.08702 6.6200 0.21189 0.3294 0.03796 o.7414 0.19720 0.0835, 0.07118 0.8540 100000 0 0.01226 6.9220 ~0.02021, 0.8606 0.05934 0.613 2 0.12596 o-278 -0.19774 0.0827 o.zazi 2786 0.05465 0.6346 o.1n408 0.2200 11706 o.3004 0.00362 0.3736 0.02806 0.0073 0.09352 eset 0.12168 6.2086 0.12147 2696 0.24999 0.0273 0.02205 6.8480 0.26967 0.0274 0.00772, 0.4969 .01126 0.9220 2.00000 0 0.66397 0.0001, 0.54397 0.0001 2 0.00242 ara 0.20731 0.0586 o.06e44 0.5516 0.18987 0.0953, 0.16549 0.1476 ~0.03686 0.7487 0.14955 0.1913 0.19758 0.0829, 0.06193 0.5902 o.o13aa 6.9086 0.02812 6.8069 0.43147 9.0001, 0.13931 9.2238 0.33217 6.0030 0.01905, 0.8685 0.66397 o.000r 1.00000, oo 0.75363 8.0001 o.o7e4s 0.4348 0.23953" 0.0347 0.14436 0.2073 0.10784 0.1965 0.11260, 6.3260 0.03493 6.7614 0.3360 3.0024 0.2034" 0.0113 0.16778 0.1620 0.06675 0.5615 0.04491 6.6962 ©.s1297 o-0001 9.21476 0.0890 0.09008, 0.9994 5034 e618 0.54397 0.0001, 0.75303 9.0002 1.00000 a0

You might also like