You are on page 1of 9

NAMA : LENNY TRI ASTUTI

NIM :18640043

1. Pengertian Ushul Fikih

Kata Ushul Fiqh adalah murakkab (tersusun) secara idhafi, yang terdiri dari dua bagian yaitu
Ushul dan Fiqh. Kata Ushul adalah bentuk jama’ dari kata Ashlu yang secara ethymology berarti
dasar, pondasi atau pangkal. Sedangkan pengertian Ushul secara terminology adalah dasar yang
dijadikan pijakan oleh ilmu fiqh. Adapun pengertian fiqh menurut ethymologi berarti
pemahaman yang mendalam tentang tujuan suatu ucapan dan perbuatan. Sedangkan pengertian
fiqh menurut terminology para fuqaha’ adalah mengetahui hukum-hukum syar’i yang ‘amali dari
dalil-dalilnya yang tafsih. Dengan demikian, Ushul Fiqh merupakan kaidah-kaidah yang
menjelaskan tentang cara (metode) pengambilan hukum-hukum yang berkaitan dengan
perbuatan manusia dari dalil-dalil syar’i. Sebagai contoh, Ushul Fiqh menetapkan bahwa
perintah itu menunjukkan hukum wajib, dan larangan menunjukkan hukum haram.1

 Pengertian Ushul Fikih

Pengertian fiqh atau ilmu fiqh sangat berkaitan dengan syariah,karena fiqh itu pada hakikatnya
adalah jabaran praktis dari syariah1. Fiqh secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam
dan membutuhkan pengerahan potensi akal2. Sedangkan secara terminologi

fiqh merupakan bagian dari syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hukum syari’ah
Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat
(mukallaf) dan diambil dari dalil yang terinci. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin
mengatakan fiqh adalah ilmu tentang hukum-hukum syar’I yang bersifat amaliah yang digali dan
ditemukan dengan dalil-dalil yang tafsili.2

2. Ruang Lingkup Ushul Fikih

Ruang lingkup Ushul Fiqh adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan metodologi yang
dipergunakan oleh ahli fiqh didalam menggali hukum syara’, sehingga tidak keluar dari jalur

1
Zahrah,Muhamad Abu, Prof., Ushul Fiqh, Jakarta:Pustaka Firdaus,2015.
2
Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, ushul fiqh. Hal. 1
yang benar. Seorang ahli fiqh dan Ushul Fiqh yaitu Muhammad Al-Zuhaili mengatakan bahwa
yang menjadi ruang lingkup dalam pembahasan Ushul Fiqh adalah sebagai berikut :

1. Sumber hukum Islam atau dalil-dalil yang di gunakan dalam menggali hukum syara’,
baik yang di sepakati (seperti kehujjahan A-Qur’an dan Al-Sunnah), maupun yang di
perselisihkan (seperti kehujjahan istihsan dan maslahah al-mursalah).
2. Mencari jalan keluar dari dalil-dalil yang secara dhahir di anggap bertentangan, baik dengan
cara pengompromian dalil maupun dengan penguatan salah satu dari dalil yang
bertentangan atau pengguguran kedua dalil.
3. Pembahasan ijtihad, syarat-syarat, dan sifat-sifat orang yang melakukannya (mujtahid).
4. Pembahasan tentang hukum syara’ yang meliputi sayarat-syarat dan macam-macamnya,
baik yang besifat tuntutan untuk berbuat, meninggalkan, memilih dan lain-lain.3
5. Pembahasan tentang kaidah-kaidah yang di gunakan dan cara menggunakannya dalam
mengistinbathkan hukum dari dalil-dalil.
 Ruang Lingkup Fikih
Ruang lingkup ilmu Fiqh, meliputi berbagai bidang di dalamhukum-hukum syara’, antara
lain :
 Ruang lingkup Ibadat, ialah cara-cara menjalankan tata cara
peribadatan kepada Allah SWT.
 Ruang lingkup Mu’amalat, ialah tata tertib hukum dan peraturan
hubungan antar manusia sesamanya.
 Ruang lingkup Munakahat, ialah hukum-hukum kekeluargaan dalam
hukum nikah dan akibat-akibat hukumnya.
 Ruang lingkup Jinayat, ialah tindak pelanggaran atau penyimpangan
dari aturan hukum Islam sebagai tindak pidana kejahatan yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pribadi, keluarga, masyarakat, dan Negara.4

3
https://mufarrihulhazin.com/2011/09/kumpulan-makalah-ushul-fiqh-lengkap.html
4
Ade Dedi rohayana, ilmu Ushul fiqih (pekalongan: STAIN Press, 2006) hal.10
3. Objek Kajian Ushul Fikh-Fikih

Objek kajian ushul fiqh berbeda dengan objek kajian fiqh. Objek kajian fiqh adalah hukum
yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta dalil-dalilnya yang terinci. Sedangkan
objek kajian ushul fiqh menurut Abu Zahrah adalah mengenai metodologi penetapan hukum-
hukum fiqh. Fiqh dan ushul fiqh sama-sama membahas dalil-dalil syara' akan tetapi tujuannya
berbeda. Fiqh membahas dalil-dalil tersebut untuk memantapkan hukum-hukum cabang yang
berhubungan dengan perbuatan manusia, sedangkan ushul fiqh meninjau dari segi metode
penetapan hukum, klasifikasi argumentasi serta situasi dan kondisi yang melatarbelakangi dalil-
dalil tersebut.

Menurut Prof.Dr.Satria Efendi M.Zein, ia berpegang kepada pendapat Imam Abu Hamid al-
Ghazali, bahwa objek kajian ushul fiqh ada empat yaitu :

1. Pembahasan tentang hukum syara' dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim,
mahkum fih, dan mahkum alaih.
2. Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3. Pembahasan tentang cara mengistinbathkan hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil itu.
4. Pembahasan tentang ijtihaj.

Secara global muatan kajian ushul fiqh seperti dijelaskan di atas menggambarkan objek kajian
ushul fiqh dalam berbagai literatur dan aliran, meskipun mungkin terdapat perbedaan tentang
sistematika dan jumlah muatan dari masing-masing bagian tersebut.

Meskipun yang menjadi objek bahasan ushul fiqh ada empat seperti dikemukakan di atas,
namun Wahbah Zuhaili dalam bukunya Al-Qosith fi Ushul al-Fiqh menjelaskan bahwa yang
menjadi inti dari objek kajian ushul fiqh adalah tentang dua hal, yaitu dalil-dalil secara global
dan tentang ahkam (hukum syara').5

5
https://mufarrihulhazin.com/2011/09/kumpulan-makalah-ushul-fiqh-lengkap
4. Kegunaan Ushul Fiqih-Fikih

Kegunaan utama ushul fiqh adalah untuk mengetahui kaidah- kaidah yang bersifat kulli (umum)
dan teori-teori yang terkait dengannyauntuk diterapkan pada dalil-dalil tafsili (terperinci)
sehinggan dapatdiistinbathkan hukum syara’ yang di tunjukkannya. Dengan ushul fiqhdapat
dapat dicarikan jalan keluar menyelesaikan dalil-dalil yang kelihatabertentangan satu sama lain.

Sementara kegunaan utama fiqh untuk dapat menerapkan hukumsyara’ terhadap segala
perbuatan dan perkataaan mukallaf. Fiqh hukumsyara’ terhadap segala perbuatan dan perkataaan
mukallaf. Fiqhmerupakan rujukan bagi hakim dalam menetapakan putusannya danmenjadi
pedoman bagi mufti dalam mengeluarkan fatwa. Bahkan fiqh menjadi petunjuk berharaga bagi
setiap mukallaf dalam menetapkan hukum perkataan dan perbuatannya sehari-hari.6

5. Perbedaan Fiqh dan Ushul Fiqh

 Ditinjau dari Segi pembahasannya

Pembahasan ilmu fikih berkisar tentang hukum-hukum syari yang langsung berkaitan dengan
amaliyah seorang hamba seperti ibadahnya, muamalahnya, apakah hukumnya wajib, sunnah,
makruh, haram, ataukah mubah berdasarkan dalil-dalil yang rinci.

Sedangkan ushul fikih berkisar tentang penjelasan metode seorang mujtahid dalam
menyimpulkan hukum-hukum syari dari dalil-dalil yang bersifat global, apa karakteristik dan
konsekuensi dari setiap dalil, mana dalil yang benar dan kuat dan mana dalil yang lemah, siapa
orang yang mampu berijtihad, dan apa syarat-syaratnya.

 Dari segi Kaidahnya

Kaidah fiqih adalah sebuah prinsip umum yang mengandung hukum diketahui dengannya
hukum-hukum masalah yang tercakup dalam satu kaidah. Misalnya, salah satu kaidah fiqih yang
6
Syaikh Muhammad Al-Khudhari Biek, Ushul Fiqih, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007), hlm,. 33
berbunyi "al-yaqin la yuzalu bi al-syak" bahwakeyakinan tidak bisa hilang dengan keraguan.
Kaidah ini mengandung sebuah hukum syar'I yaitu ketetapan dengan keyakinan tidak bisa
dihapus oleh suatu keraguan.

Sedangkan kaidah ushul fiqih adalah sebuah wasilah atau alat bagi para fuqaha untuk bisa
mengambil suatu hukum dari dalil-dalil syari'ah. Misalnya, kaidah ushul "al-ashlu fil amri li
wujub" bahwa asal dalam perintah itu menunjukan wajib. Lantas ada dalil menyebutkan "aqimu
al-shalat", dirikanlah oleh kalian sholat. Berarti perintah mendirikan sholat hukumnya wajib.7

6.Sejarah Fikih-Ushul Fikih

Lahirnya Fiqh

Sebuah ilmu lahir biasanya tanpa nama. Substansi ilmu itu berjalan dan mengakar kuat di
masyarakat. Ketika realitas mendistorsi substansi tersebut, maka simbol nama baru dibutuhkan
untuk keperluan afirmasi dan koreksi terhadap distorsi yang terjadi. Fiqh dan ushul fiqh tidak
lepas dari tesis ini.

Abdul Wahab Khalaf dalam kitab Ilmu Ushul al-Fiqh ‫ علم اصول الفقه‬menjelaskan, pertumbuhan
fiqh berbarengan dengan pertumbuhan Islam (‫)نشاْت احكام الفقه مع نشاْة االسالم‬. Islam adalah
kumpulan dari akidah, akhlak, dan hukum amali (praktis). Hukum amali ini pada era Rasul
dibangun dari hukum yang ada dalam al-Qur’an dan dari hukum yang disampaikan Nabi, baik
berupa fatwa Nabi dalam satu peristiwa, keputusan Nabi dalam suatu permusuhan, atau jawaban
Nabi terhadap pertanyaan. Dari periode Nabi ini, hukum fiqh dibangun dari hukum-hukum Allah
dan Rasul-Nya. Sumber hukum para era ini ada dua, yaitu: al-Qur’an dan sunnah Nabi ( :‫ومصدرها‬
‫)القراْن والسنة‬.

Pada era sahabat, bermunculan realitas dan peristiwa baru yang belum ada pada era Nabi. Maka,
para sahabat yang sudah mencapai posisi ahlul ijtihad (pakar ijtihad) melakukan ijtihad untuk
memberikan putusan, fatwa dan syariat terkait realitas dan peristiwa baru tersebut yang
disandarkan pada hukum-hukum fiqh pada era Nabi. Dari sini, diketahui bahwa hukum fiqh pada
periode kedua (sahabat) dibangun dari hukum Allah, Rasul-Nya, fatwa dan keputusan para

7
http://nss51kualifikasislbbccirebon.blogspot.com/2011/03/pengertian-dan-perbedaan-fiqih-dan.html
sahabat. Sumber hukum pada era ini ada tiga, yaitu: al-Qur’an, sunnah Nabi, dan ijtihad sahabat
(‫ القراْن والسنة واجتهاد الصحابة‬:‫)ومصادرها‬.

Pada era tabi’in, tabi’it tabiin, dan imam mujtahid, kira-kira pada abad ke-2 dan ke-3 hijriyah,
Negara Islam sudah semakin luas dan banyak faktor eksternal yang mempengaruhi agama Islam.
Peristiwa, kesulitan, kajian, gerakan pembangunan dan dunia intelektualitas semakin
berkembang. Hal ini mendorong ulama ahli ijtihad untuk menggalakkan aktivitas ijtihadnya
untuk merespons peristiwa-peristiwa baru. Gairah intelektualitas mengalami peningkatan,
sehingga terjadi dialektika yang dinamis. Bahkan, ulama ahli ijtihad sudah berani memberikan
hukum pada peristiwa yang sifatnya prediktif (‫)احكام فرضية‬. Pada periode ini, hukum fiqh
dibangun dari hukum Allah, Rasul-Nya, fatwa dan keputusan sahabat, fatwa dan ijtihad ulama
ahli ijtihad. Sumber hukum pada era ini ada 4, yaitu al-Qur’an, sunnah Nabi, ijtihad sahabat, dan
ijtihad ulama ahli ijtihad (‫ القراْن والسنة واجتهاد الصحابة واالئمة المجتهدين‬:‫)ومصادرها‬.

Pada periode ini, ilmu yang dikaji ini baru ada namanya, yaitu ilmu fiqh dan ulama yang
menggelutinya dikatakan fuqaha (‫)وسمي رجالها الفقهاء وسمي العلم بها علم الفقه‬. Bentuk ilmiah ( ‫صبغة‬
‫ )علمية‬ini tidak lepas dari banyaknya faktor luar yang masuk ke dalam Islam. ‫ صبغة علمية‬ini
dibuktikan dengan sistematika kajian yang menarik, mulai dari rumusan hukum, dalil-dalilnya,
illat-illatnya, dan dasar-dasarnya yang bersifat umum yang melahirkan banyak cabang hukum
(‫)واصطبغت االحكام بالصبغة العلمية النها ذكرت معها ادلتها وعللها واالصول العامة التي تتفرع عنها‬.

Kitab yang pertama kali dibukukan adalah al-Muwaththa’ (ْ ‫ )الموطا‬karya Imam Malik atas
permintaan Khalifah Manshur. Dalam kitab ini, Imam Malik mengumpulkan hadis-hadis shahih
dan fatwa-fatwa sahabat, tabi’in, dan tabiit tabiin. Kitab ini menjadi kitab hadis dan fiqh yang
menjadi dasar utama Fiqh Ulama Hijaz (‫)اساس علماء الحجازيين‬. Tradisi ini dilanjutkan oleh Imam
Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah, yang menulis sejumlah kitab dalam bidang fiqh yang
menjadi dasar utama fiqh Ulama Iraq (‫)اساس فقه العراقيين‬.

Imam Muhammad bin Hasan, murid Imam Abu Hanifah, juga menulis beberapa kitab tentang
enam riwayat yang dikumpulkan oleh Imam Hakim Asy-Syahid dalam kitab Al-Kafi (‫ )الكافي‬yang
dielaborasi oleh Imam Sarakhsi dalam kitab al-Mabsuth (‫ )المبسوط‬yang menjadi referensi fiqh
madzhab Abu Hanifah (‫)مرجع فقه المذهب الحنفي‬. Muhammad bin Idris As-Syafii menulis kitab Al-
Um ( ‫ )االم‬di Mesir yang menjadi pilar utama fiqh madzhab Syafii (‫)عماد فقه المذهب الشافعي‬.

Lahirnya Ushul Fiqh

Ilmu ushul fiqh lahir pada abad ke dua hijriyah. Pada abad pertama hijriyah belum ada kebutuhan
mendesak untuk melahirkan ilmu ushul fiqh. Nabi memberikan fatwa dan mengambil keputusan
hukum sesuai wahyu yang diberikan Allah. Selain itu, juga dari ilham dan ijtihad Nabi, tanpa
harus dibatasi dengan dasar dan kaidah istinbath dan ijtihad. Begitu juga dengan sahabat Nabi.
Mereka memberikan fatwa dan mengambil keputusan hukum dengan nash-nash (‫ )النصوص‬yang
dipahami dengan benar dari kemampuannya yang mendalam terhadap bahasa arab dan belum
dibutuhkan kaidah bahasa yang mengantarkannya untuk memahami nash (‫)فهم النصوص‬.

Kemampuan istinbath (menetapkan hukum berdasarkan dalil) para sahabat dalam masalah yang
tidak ada nashnya (‫ )فيما ال نص فيه‬sudah terlatih karena lamanya mereka belajar dan menemani
Nabi. Para sahabat mengkaji asbab an-nuzul al-ayat, asbab wurud al-ahadits, memahami tujuan
Syari’ (Pembuat Syariat), dan dasar-dasar syariat dalam memutuskan hukum.

Distorsi Faktor Eksternal

Namun, ketika daerah kekuasaan Islam sudah luas, maka terjadilah kontak budaya dan
pengetahuan dengan non-Islam yang mempengaruhi pemahaman terhadap metode bahasa arab.
Sedangkan di sisi lain terjadi krisis generasi yang mempunyai kemampuan genuine dalam
memahami bahasa arab dengan benar (‫)ملكة عربية سليمة‬. Realitas inilah yang mendesak untuk
merumuskan standar ikatan dan kaidah bahasa yang dijadikan alat untuk memahami nash
sebagaimana orang arab memahaminya. Di era ini, kaidah-kaidah nahwu juga dirumuskan
supaya seseorang mampu berbicara dengan benar dalam bahasa arab.

Selain itu, saat itu juga terjadi perdebatan keras antara ahli hadis dan ahli pikir ( ‫اهل الحديث واهل‬
‫)الراْي‬, dan ada keberanian orang yang mengikuti selera nafsu untuk menyampaikan hujjah (dalil)
dengan sesuatu yang tidak bisa dijadikan hujjah dan mengingkari sebagian dalil yang bisa
dijadikan hujjah. Realitas inilah yang mendorong perumusan ikatan dan kajian dalam dalil-dalil
syara dan syarat-syarat mengambil hukum dari dalil ( ‫وضع ضوابط وبحوث في االدلة الشرعية وشروط‬
‫) االستدالل بها وكيفية االستدالل بها‬. Akumulasi dari proses inilah lahir ilmu ushul fiqh.

Ilmu ushul fiqh tumbuh dari kecil, terus berkembang, dan meningkat pesat. Ulama yang pertama
mengumpulkan kajian ushul fiqh adalah Imam Abu Yusuf, murid Imam Abu Hanifah
sebagaimana disampaikan Ibn an-Nadim, namun karya tersebut tidak sampai kepada kita.

Adapun ulama yang pertama kali membukukan ilmu ini dalam satu kajian yang terpadu dan
sistematis yang disertai dengan dalil dan analisis yang mendalam adalah Imam Muhammad bin
Idris As-Syafii dalam kitab Ar-Risalah (‫ )الرسالة‬yang diriwayatkan oleh muridnya Rabi’ al-
Muradi. Inilah kitab ushul fiqh pertama yang sampai kepada umat Islam, sehingga menurut para
ulama, peletak dasar ilmu ushul fiqh adalah Imam As-Syafii (‫) واضع اصول علم الفقه االمام الشافعي‬.

Dr. Abul Karim Zaidan dalam kitab Al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh ‫ الوجيز في اصول الفقه‬menambahkan,
dalam kitab Ar-Risalah Imam Syafii menjelaskan tentang al-Qur’an dan penjelasannya dalam
hukum, penjelasan sunnah terhadap al-Qur’an, ijma’, qiyas, nasikh, mansukh, amar, nahyi,
membuat hujjah dengan khabar wahid, dan lain-lain dari topik kajian ushul. Metode yang
digunakan Imam Syafii dalam kitab Ar-Risalah ini sangat mendalam dengan mengetengahkan
dalil dan perdebatan pandangan orang yang menentang dengan metode yang ilmiah dan kuat
(‫)اقامة الدليل علي ما يقول ومناقشة اراء المخالف باسلوب علمي رائع رصين‬.

Setelah Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hanbal menulis satu kitab tentang ketaatan kepada Rasul
(‫)طاعة الرسول‬, menulis kitab lain tentang Nasikh dan Mansukh, dan menulis kitab ketiga tentang
‘illat. Tradisi ini diikuti ulama lain secara lebih sistematis, sehingga ilmu ushul fiqh tersusun
dengan mantap dan kokoh.

Sejarah Imam Syafii menulis kitab Ar-Risalah yang didekte (imla’) kepada muridnya Rabi’ bin
Sulaiman Al-Muradi sering disampaikan KH. Said Aqil Siradj dalam banyak ceramahnya. Di
Rengasdengklok Jawa Barat dalam kegiatan PKPNU (Selasa, 12 Maret 2013), Kiai Said
menjelaskan kisah ini, yaitu: Gubernur Abdurrahman Al-Mahdi mengirim surat kepada Imam
Syafii yang isi suratnya adalah bertanya kepada Imam Syafii bagaimana memahami Islam yang
benar. Surat Gubernur ini dijawab Imam Syafii dalam surat yang mencapai sekitar 300 halaman.
Intinya, jika ingin memahami Islam dengan benar, maka harus memahami: Pertama, penjelasan
Tuhan (‫ )بيان الهي‬yang meliputi: muhkamat, mutasyabihat, mutlak, muqayyad, haqiqi, dan majazi.
Kedua, keterangan Nabi (‫ )بيان نبوي‬yang meliputi: mutawatir, masyhur, dan ahadi. Ketiga,
keterangan akal (‫ )بيان عقلي‬yang meliputi: ijma’ (qauli, fi’li, sukuuti), yang disebut akal kolektif
dan qiyas (aulawi, burhani, manthiqi, istiqrai, jadali, khithabi, syi’ri, dan iqnai) yang disebut akal
individu.Dahsyat Imam Syafii. Saatnya pengikut Imam Syafii meneladani semangat belajar,
meneliti, dan berkarya Imam Syafii demi kemajuan umat dan bangsa tercinta8

8
: Dr Jamal Ma’mur Asmani, Dosen Ushul Fiqh IPMAFA Pati

You might also like