You are on page 1of 23

LAPORAN KASUS

“ SINDROM NEFRITIK AKUT + SUSP. GAGAL GINJAL AKUT + SEPSIS + KEP 2”

Pembimbing :

dr. Heka Majasari Sp.A

Disusun Oleh :

Jermansyah DD Khairari

2018790063

SMF ILMU KESEHATAN ANAK

KEPANITERAAN KLINIK RSUD CIANJUR

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2019
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. NA
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 9 tahun 25 hari
Nomor Rekam Medis : 90.xx.xx
Alamat : Warung Jambe 01/02 Sayang
Tanggal Masuk : 27-08-2019
Tanggal Periksa : 27-08-2019

II. Anamnesis
Dilakukan Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan Ibu pasien pasien tanggal 27
Agustus 2019 jam 06.15 WIB.

Keluhan Utama
Bengkak

Riwayat Penyakit Sekarang


Bengkak sejak 4 hari SMRS, bengkak muncul pertama kali pada kelopak mata, di susul
di daerah perut, dan kedua tangan dan kaki, bengkak di rasakan semakin memberat dan
bertambah besar. Bengkak sedikit berkurang pada siang hari. Ibu pasien mengatakan
anaknya mengalami bengkak pada seluruh tubuhnya saat pagi hari ketika baru bangun
tidur. Selama bengkak tersebut pasien mengeluh buang air kecil nya menjadi jarang,
sehari 3 kali/hari ± sebanyak 1/4 gelas belimbing, sebelumnya pasien buang air kecil 5-
6 kali/hari ± sebanyak ½ gelas. Ibu pasien juga mengeluh air kencing pasien keruh
seperti air cucian daging, tidak terasa sakit saat BAK. Pasien mengaku tidak pernah
menunda-nunda BAK. Riwayat nyeri BAK, kencing berdarah disangkal.
Keluhan bengkak juga disertai dengan nyeri dada saat tidur, nyeri berkurang apabila
pasien tidur dengan tiga bantal. Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien mengeluh
jantung berdebar-debar, sebelumnya pasien tidak ada riwayat mudah cepat lelah ketika
beraktivitas atau penyakit jantung pada keluarga. Ibu pasien mengatakan bahwa
keluhan di dahului dengan batuk pilek 2 minggu yang lalu. Pasien belum pernah
mengalami sakit kuning. Pasien tidak mengeluh adanya luka di kulit sebelumnya.
Keluhan tidak disertai gangguan BAB, panas badan, sakit kepala, penglihatan menjadi
kabur, batuk, mual muntah, kejang, pucat, lemah, lesu atau kehilangan nafsu makan.

Riwayat Penyakit Dahulu

1
Penderita baru pertama kali seperti ini. Riwayat penyakit jantung, sesak nafas, sakit
kuning, infeksi saluran kencing, riwayat kontak dengan penderita batuk lama di
sangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit yang sama dikeluarga tidak ada. tidak ada riwayat sesak nafas, alergi,
penyakit jantung, kencing manis, darah tinggi dan penyakit keganasan pada keluarga
pasien.

Riwayat Pengobatan
2 hari SMRS pasien datang ke praktek dokter dan diberi tablet warna hijau yang
diminum 3x2 tablet/hari tetapi baru diminum 1 kali karena tidak ada perbaikan,
langsung datang ke RSUD Sayang Cianjur.

Riwayat Alergi
Tidak ada riwayat alergi makanan, obat, debu dan lain lain.

Riwayat Kehamilan
Selama kehamilan ibu pasien selalu mengikuti pemeriksaan kesehatan rutin selama
kehamilan ke Klinik Bidan 1 bulan sekali. Ibu rutin konsumsi tablet fe selama
kehamilan. Riwayat penyakit dan trauma selama kehamilan tidak ada.

Riwayat Kelahiran
Pasien lahir cukup bulan 37 minggu secara normal dibantu oleh bidan dekat rumah.
Pasien lahir langsung menangis dengan BBL 3.000 gram. Riwayat persalinan lama,
ketuban pecah dini, dan darah tinggi disangkal oleh ibu pasien. Pasien merupakan anak
pertama.

Riwayat Perkembangan
Ibu pasien merasa perkembangan anaknya sesuai umur.

Motorik Kasar Tengkurap Saat usia ± 4 bulan


Duduk saat usia ± 5 bulan
Berdiri saat usia ± 12 bulan
Berjalan saat usia 12 bulan
Bahasa Papa Mama spesifik saat usia ± 9 bulan
Motorik Halus Mencorat-coret Ibu pasien lupa
Personal-sosial Mulai bias makan sendiri >5 bulan

Riwayat Imunisasi

Usia 0 bulan Hepatitis B saat baru lahir


Usia 1 bulan Orang tua pasien lupa
Usia 2 bulan Orang tua pasien lupa

2
Usia 4 bulan Orang tua pasien lupa
Usia 6 bulan Orang tua pasien lupa
Usia 9 bulan Campak
Kesan imunisasi dasar belum lengkap

Riwayat pemberian makan dan nutrisi


Pasien selalu makan 3 kali sehari

0-6 bulan ASI


6-9 bulan ASI + bubur + buah lunakan
9 bulan – 1 tahun ASI + bubur + buah lunakan + nasi tim
1 tahun – sekarang Makanan keluarga

Riwayat psikososial
Pasien sering konsumsi minuman kemasan (ale-ale, fanta dll), sehari ± 3 atau 4.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan pada Rabu, 28 Agustus 2019, pukul 14:30
Status generalis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4 V5 M6;
Tanda Vital
Tekanan darah : 130/90 (Hipertensi) ≥ persentil 95
Nadi : 142x/menit
Pernafasan : 28x/menit
Suhu : 36.9oC
Data Antropometri :
BB : 24 kg (subjektif dari ibu pasien) → 26.5 kg (edema)
→Koreksi BB (edema) : edema anasarka 30%
→26.5 kg x 30% = 5.3 kg
→26.5 kg-7.95 kg = 18.5 kg
TB : 120 cm

Status Gizi (CDC)


BB/U : 18.5/27 x 100% = 78% (KEP2)
TB/U : 120/132 x 100% = 90%
BB/TB : 18.5/21 x 100% = 88%

3
Status Generalisata

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang


Kesadaran : Composmentis
Kepala : Normocephal, UUB datar
Mata : Edema palpebral superior/inferior +/+, Konjungtiva anemis
-/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+,
Hidung : Sekret yang keluar (-), epistaksis (-), PCH (-)
Telinga : Serumen -/-
Mulut : Mukosa bibir kering (-), sianosis (-)
Leher : Pembesaran KGB (-), Retraksi suprasternal (-)
Thorax
Inspeksi : Bentuk dan gerakan simetris, retraksi intercosta (-)
Palpasi : Vocal fremitus normal
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi :
o Cor BJ I,II murni, reguler, murmur (-), gallop (-)
o Pulmo Vesikuler +/+, Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Abdomen :
Inpeksi : Distensi abdomen (-), retraksi epigastrium (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Nyeri tekan (-), turgor kembali cepat, asites (+)
Perkusi : Shifting Dullness (+)
Ekstremitas : Akral hangat(+/+), CRT < 2 detik, edema pretibia (+/+),
Sianosis (-/-)

IV. Pemeriksaan Laboratorium


(27-08-2019)
URINE (Urine rutin)
Kimia Urine
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1.015 1.013 – 1.030
Ph 5.0 4.6-8.0
Nitrit Positif Negative mg/dL
Protein urin 500/4+ Negative mg/dL

4
Glukosa (reduksi) Normal Normal mg/dL
Keton 15/1+ Negative mg/dL
Urobilinogen Normal Normal UE
Bilirubin Negative Negative mg/dL
Eritrosit 250/4+ Negative /ul
Leukosit 100/2+ Negative /ul

Mikroskopis
Leukosit 6-8 1-4 /LPB
Eritrosit 13-14 0-1 /LPB
Epitel 3-5
Kristal Negative Negative
Silinder Negative Negative /LPK
Lain-lain Bakteri (+) Negative

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Hematologi lengkap
Hemoglobin 8.8 g/dL 11,5-13,5
Leukosit 23.4 ribu/µL 4,5-10,5
Hematokrit 27.4 % 32-42
Eritrosit 4.53 Juta/µL 4,0-5,2
Trombosit 588 ribu/µL 150-450
MCV 60.5 fL 80-94
MCH 19.4 pg 27-31
MCHC 32.1 % 33-37
RDW-SD 39.6 fL 37 - 54
PDW 15.6 fL 9 – 14
MPV 7.8 fL 8 – 12
Differential
Limfosit % 13.7 % 26 – 36
Monosit % 6,0 % 4–8
Neutrophil % 79.6 % 47 – 62
Eosinophil % 0.2 % 1–3
Basophil % 0.5 % <1

5
Absolut
Limfosit # 3.21 10^3ML 1 – 1,51
Monosit # 1.40 10^3ML 0,16 – 1.0
Neutrophil # 18.60 10^3ML 2.1 – 8,4
Eosinophil # 0.06 10^3ML 0.02 – 0.50
Basofil # 0.12 10^3ML 0.00 – 0.10

KIMIA KLINIK

Glukosa Rapid Sewaktu 144 <180 Mg/dL


Fungsi hati
Albumin 3.55 3.4-5.0 g/dL
Fungsi ginjal
Ureum 67.3 10-50 mg/dL
Kreatinin 1.9 0.5-1.0 mg/dL

(28/08/2019)
KIMIA KLINIK

Lemak
Cholesterol total 166 <200 mg/dL
Fungsi Hati
AST (SGOT) 34 15-37
ALT (SGPT) 23 14-59
Protein total 5.83 6.7-7.8 g/dL

IMUNOSEROLOGI

ASTO Reactive Non-reactive IU/mL

(29-08-2019)

Kimia Urine
Warna Kuning Kuning
Kejernihan Agak keruh Jernih
Berat jenis 1.015 1.013 – 1.030
Ph 5.0 4.6-8.0
Nitrit Negative Negative mg/dL
Protein urin 150/3+ Negative mg/dL

6
Glukosa (reduksi) Normal Normal mg/dL
Keton Negative Negative mg/dL
Urobilinogen Normal Normal UE
Bilirubin Negative Negative mg/dL
Eritrosit 250/5+ Negative /ul
Leukosit 500/3+ Negative /ul

Mikroskopis
Leukosit Banyak 1-4 /LPB
Eritrosit Banyak 0-1 /LPB
Epitel 6-8
Kristal Negative Negative
Silinder Negative Negative /LPK
Lain-lain Negative Negative

Pemeriksaan penunjang lainnya:


Elektrokardiografi
KESAN : Sinus Takikardi

7
V. Resume
Bengkak sejak 4 hari SMRS, bengkak muncul pertama kali pada kelopak mata, di susul
di daerah perut, dan kedua tangan dan kaki, bengkak di rasakan semakin memberat dan
bertambah besar. Bengkak sedikit berkurang pada siang hari pada siang. Ibu pasien
mengatakan anaknya mengalami bengkak pada seluruh tubuhnya saat pagi hari ketika
baru bangun tidur. Selama bengkak tersebut pasien mengeluh buang air kecil nya
menjadi jarang, sehari 3 kali/hari ± sebanyak 1/4 gelas belimbing, sebelumnya pasien
buang air kecil 5-6 kali/hari masing-masing ± sebanyak ½ gelas. Ibu pasien juga
mengeluh air kencing pasien keruh seperti air cucian daging, tidak terasa sakit saat
BAK. Pasien mengaku tidak pernah menunda-nunda BAK. Riwayat nyeri BAK, dan
kencing berdarah sebelumnya disangkal.

Keluhan bengkak juga disertai dengan nyeri dada saat tidur, nyeri berkurang apabila
pasien tidur dengan tiga bantal. Ibu pasien mengatakan sebelumnya pasien mengeluh
jantung berdebar-debar, sebelumnya tidak ada riwayat mudah cepat lelah ketika
beraktivitas atau penyakit jantung pada keluarga. Ibu pasien mengatakan bahwa
keluhan di dahului dengan batuk pilek 2 minggu yang lalu. Pasien tidak mengeluh
adanya luka di kulit sebelumnya. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan : edema pada
wajah, palpebra, perut dan kedua tungkai. Dari perkusi abdomen di temukan ascites
yang di pertegas dengan shifting dullness Dari hasil TTV didapatkan kenaikan TD
menjadi 130/90.

VI. Diagnosis Kerja


Sindrom Nefritik Akut + Susp. Gagal Ginjal Akut + Sepsis + KEP 2

VII. Diagnosis Banding


Sindrom Nefrotik

VIII. Penatalaksanaan DPJP


Medicamentosa
IVFD D5% 4 cc/jam (4 tetes/menit)
Cefotaxim 2x1gr IV
Furosemid 2x20mg
Captopril 3x6.25mg
Non-medicamentosa
Diet nasi tim

Penatalaksanaan (dokter muda)


Medicamentosa
IVFD D51/4 NS 500cc/24jam
Cefotaxim 2x1gr IV/ Amoxicilin sirup 125mg 3x c.th 1 (4.9ml=5ml)
Furosemide 2x10 gr IV
Captopril 2x12.5 mg

8
Non-medicamentosa
Nihil garam
IX. Prognosis

FOLLOW-UP HARI 1

Tgl Follow Up: 27/08/2019 06.15 WIB


Nama: An. NA Jenis Kelamin: perempuan
Ruang/kamar: Samolo/III Tgl Masuk RS: 27/08/2019
Usia: 9 tahun dan 15 hari Hari Rawat / Onset: 1 / 4
S/Permasalahan/Keluhan hari ini: Bengkak (+) wajah, kelopak mata, perut dan kedua
kaki. Tidak nyaman di daerah dada (+)
O/TD: 120/70 A/ Diagnosis: Susp. Sindrom Nefritik Akut
Hr: 142x/menit DD/ Sindrom Nefrotik
Rr: 28x/menit
T: 36.9oC
P/ tatalaksana dokter DPJP O2 Intermitten
IVFD Dextros ¼ 2cc/kg/jam
Furosemid 2x20mg
Cefotaxime 2x1gr

FOLLOW-UP HARI KE 2

Tgl Follow Up: 28/08/2019 14:25 WIB


Nama: An. NA Jenis Kelamin: perempuan
Ruang/kamar: Samolo/III Tgl Masuk RS: 27/08/2019
Usia: 9 tahun dan 15 hari Hari Rawat / Onset: 1 / 5
S/Permasalahan/Keluhan hari ini: Bengkak (+) wajah, kelopak mata, perut dan kedua
kaki. Tidak nyaman di daerah dada (+), sudah mulai berkurang
O/TD: 130/80 A/ Diagnosis: Susp. Sindrom Nefritik Akut
Hr: 128x/menit DD/ Sindrom Nefrotik
Rr: 28x/menit
T: 36.7oC
IVFD Dextros ¼ 2cc/kg/jam O2 Intermitten
Furosemid 2x20mg

9
Cefotaxime 2x1gr
Ambroxol syr 3xCth 1

FOLLOW-UP HARI KE 3

Tgl Follow Up: 29/08/2019 18:10 WIB


Nama: An. NA Jenis Kelamin: perempuan
Ruang/kamar: Samolo/III Tgl Masuk RS: 27/08/2019
Usia: 9 tahun dan 15 hari Hari Rawat / Onset: 1 / 6
S/Permasalahan/Keluhan hari ini: Bengkak (+) wajah, kelopak mata, perut dan kedua
kaki. Tidak nyaman di daerah dada (+)
O/TD: 120/80 A/ Diagnosis: Sindrom Nefritik Akut
Hr: 110X/menit DD/ Sindrom Nefrotik
Rr: 20x/menit
T: 36.6oC
IVFD D5% 4 cc/jam (4 tetes/menit) Diet nasi tim
Cefotaxim 2x1gr IV O2 Intermitten
Furosemid 2x20mg
Captopril 3x6.25mg

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Sindrom nefritik akut adalah hasil dari peradangan yang mempengaruhi kelompok
pembuluh darah kecil, yang dikenal sebagai glomeruli, di ginjal. Karena glomeruli
adalah unit filter utama ginjal, peradangan ini mengganggu kemampuan ginjal untuk
menyaring darah secara memadai. Peradangan dapat berasal dari ginjal itu sendiri atau
akibat infeksi atau cedera di bagian tubuh lainnya. Ini dapat terjadi pada segala usia,
termasuk anak-anak.
Menurut konsensus IDAI mengenai nefrologi menyebutkan, Sindrom Nefritik Akut
(SNA) merupakan suatu kumpulan gejala klinik berupa proteinuria, hematuria,
azotemia, red blood cast, oligouria, dan hipertensi (PHAROH) yang terjadi secara akut.
Selain itu, SNA juga dapat diartikan sebagai kumpulan gambaran klinis berupa
oliguria, edema, hipertensi yang disertai adanya kelainan urinalisis (proteinuri kurang
dari 2 gram/hari dan hematuri serta silinder eritrosit).
Istilah SNA sering digunakan bergantian dengan Glomerulonefritis Akut (GNA).
GNA ini adalah suatu istilah yang sifatnya lebih umum dan lebih menggambarkan
proses histopatologi berupa proliferasi dan inflamasi sel glomeruli akibat proses
imunologik. Jadi, SNA merupakan istilah yang bersifat klinik dan GNA merupakan
istilah yang lebih bersifat histologik.

Epidemiologi
Salah satu bentuk Sindrom nefritis akut (SNA) yang banyak dijumpai pada anak adalah
SNA setelah infeksi streptokokus yang dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling
sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan
sebaran usia 2,5 – 15 tahun dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1,
34 : 1.
Nefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering
mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-
laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun.

Etiologi
Penyebab tersering sindrom nefritik akut di Indonesia adalah infeksi streptokokus b
hemolitikus grup A. Tidak semua penderita sindrom nefritik akut menunjukkan
hematuria makroskopik.

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hassanudin (FK


UNHAS) menerapkan diagnosis sementara (working diagnosis) SNA bagi pasien yang
memperlihatkan gejala nefritik saja, misalnya proteinuria dan hematuria atau edema
dan hematuria, mengingat gejala nefritik bukan hanya disebabkan oleh SNA paska
infeksi streptokokus, tetapi dapat pula disebabkan oleh penyakit lain. Bila pada

11
pemantauan selanjutnya ditemukan gejala dan tanda yang menyokong diagnosis SNA
paska infeksi straptokokus (C3↓, ASO↑, dll), maka diagnosis menjadi SNA paska
infeksi straptokokus. Hal ini penting diperhatikan, oleh karena ada pasien yang
didiagnosis sebagai SNA paska infeksi streptokokus hanya berdasarkan gejala nefritik,
ternyata merupakan penyakit sistemik yang juga memperlihatkan gejala nefritik. Bila
dijumpai full blown cases yaitu kasus dengan gejala nefritik yang lengkap yaitu
proteinuria, hematuria, edema, oliguria, dan hipertensi, maka diagnosis SNA paska
infeksi straptokokus dapat ditegakkan, karena gejala tersebut merupakan gejala khas
(tipikal) untuk suatu SNA paska infeksi straptokokus.1

Berbagai penyakit atau keadaan yang digolongkan ke dalam SNA antara lain:
 Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut
 Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria:
o Glomerulonefritis fokal
o Nefritis heriditer (sindrom Alport)
o Nefropati Ig-A Ig-G (Maladie de Berger)
o Benign recurrent hematuria
 Glomerulonefritis progresif cepat
 Penyakit-penyakit sistemik:
o Purpura Henoch-Schoenlein (HSP)
o Lupus erythematosus sistemik (SLE)
o Endokarditis bakterial subakut (SBE)

Gejala klinis

Sindrom Nefritis Akut lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang
pada usia di bawah 2 tahun. SNA paska infeksi straptokokus didahului oleh infeksi
GABHS (group A β-hemolytic streptococci) melalui infeksi saluran pernapasan akut
(ISPA) atau infeksi kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau
3 minggu pada pioderma.
Gejala klinik SNA paska infeksi straptokokus sangat bervariasi dari bentuk
asimtomatik sampai gejala yang khas. Bentuk asimtomatik lebih banyak daripada
bentuk simtomatik baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila
terdapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikroskopik yang disertai riwayat
kontak dengan penderita SNA paska infeksi straptokokus simtomatik.1
SNA simtomatik

1. Periode laten :

Pada SNA paska infeksi streptokokus yang khas harus ada periode laten yaitu periode
antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3
minggu; periode 1-2 minggu umumnya terjadi pada SNA paska infeksi streptokokus
yang didahului oleh ISPA, sedangkan periode 3 minggu didahului oleh infeksi

12
kulit/piodermi. Periode ini jarang terjadi di bawah 1 minggu. Bila periode laten ini
berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus dipikirkan kemungkinan penyakit lain,
seperti eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik, lupus eritematosus sistemik, purpura
Henoch-Schöenlein atau Benign recurrent haematuria.1

2. Edema :

Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital (edema
palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat, maka edema timbul
di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema skrotum/vulva) menyerupai
sindrom nefrotik.1

Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan
lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat menonjol waktu bangun pagi, karena
adanya jaringan longgar pada daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada
siang dan sore hari atau setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya
gravitasi. Kadang-kadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar
dan baru diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan.1

3. Hematuria

Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus SNA paska infeksi streptokokus,
sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai hampir pada semua kasus. Suatu penelitian
multisenter di Indonesia mendapatkan hematuria makroskopik berkisar 46-100%,
sedangkan hematuria mikroskopik berkisar 84-100%.1

Urin tampak coklat kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau
berwarna seperti cola. Hematuria makroskopik biasanya timbul dalam minggu pertama
dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung lebih lama, umumnya menghilang dalam
waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria
walaupun secara klinik SNA paska infeksi streptokokussudah sembuh. Bahkan
hematuria mikroskopik bisa menetap lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah
menghilang. Keadaan terakhir ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi ginjal,
mengingat kemungkinan adanya glomerulonefritis kronik.

4. Hipertensi :

13
Hipertensi merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus SNA paska infeksi
streptokokus. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan
dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan kasus dijumpai
hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi ringan tidak perlu diobati
sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang teratur, tekanan darah akan normal
kembali. Ada kalanya hipertensi berat menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu
hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah, kesadaran
menurun dan kejang. Penelitian multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati
hipertensi berkisar 4-50%.1

5. Oliguria

Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus SNA paska infeksi
streptokokusdengan produksi urin kurang dari 350 ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi
bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala
sebelumnya, oliguria umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan timbulnya diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula
menjadi anuria yang menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan
prognosis yang jelek.1

6. Gejala Kardiovaskular :

Gejala kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang terjadi
pada 20-70% kasus SNA paska infeksi streptokokus. Bendungan sirkulasi dahulu
diduga terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik
bendungan tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini
berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis, tetapi diduga
akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.1

a. Edema paru

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat


bendungan sirkulasi. Kelainan ini bisa bersifat asimtomatik, artinya hanya
terlihat secara radiologik. Gejala-gejala klinik adalah batuk, sesak napas,
sianosis. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki basah kasar atau basah halus.
Keadaan ini disebut acute pulmonary edema yang umumnya terjadi dalam
minggu pertama dan kadang-kadang bersifat fatal.

14
Gambaran klinik ini menyerupai bronkopnemonia sehingga penyakit
utama ginjal tidak diperhatikan. Oleh karena itu pada kasus-kasus demikian
perlu anamnesis yang teliti dan jangan lupa pemeriksaan urin. Frekuensi
kelainan radiologik toraks berkisar antara 62,5-85,5% dari kasus-kasus SNA
paska infeksi streptokokus. Kelainan ini biasanya timbul dalam minggu pertama
dan menghilang bersamaan dengan menghilangnya gejala-gejala klinik lain.
Kelainan radiologik toraks dapat berupa kardiomegali, edema paru dan efusi
pleura. Tingginya kelainan radiologik ini oleh karena pemeriksaan radiologik
dilakukan dengan posisi Postero Anterior (PA) dan Lateral Dekubitus. Kanan
(LDK).1

7. Gejala-gejala lain

Selain gejala utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi dan anoreksia.
Gejala pucat mungkin karena peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat
hematuria makroskopik yang berlangsung lama.

Diagnosis
Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis SNA paska streptokokus, tetapi
pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut:1
a. SNA Simtomatik
Secara klinik diagnosis SNA paska infeksi streptokokus dapat ditegakkan bila dijumpai
full blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang
merupakan gejala-gejala khas SNA paska infeksi streptokokus.
Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit,
hematuria & proteinuria.
Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup
A.
b. Pada SNA asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria
mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita SNA paska
streptokokus
Analisis urin memperlihatkan adanya sel-sel darah merah, seringkali bersama dengan
silinder sel darah merah dan proteinuria, leukosit polimorfonuklear tidak jarang
ditemukan. Anemia normokromik ringan dapat terjadi akibat hemodelusi dan hemolisis
ringan. Kadar C3 serum biasanya menurun.
Pada anak dengan SNA, jika terdapat bukti adanya infeksi streptococcus dan kadar C3
rendah, diagnosis klinis SNA paska infeksi streptokokus sudah dapat dibenarkan dan

15
tidak perlu diindikasikan pemeriksaan biopsi ginjal. Namun, penting untuk
mengesampingkan lupus eritematosus sistemik dan eksaserbasi akut glomerulonefritis
kronis. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah.
Pada SLE tidak terdapat edema, hipertensi ataupun oliguria. Biopsi ginjal dapat
mempertegas perbedaan dengan SNA paska infeksi streptokokus.
Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada SNA
paska infeksi streptokokus tidak ada gejala demikian. Sindroma nefritik akut yang
terjadi setelah infeksi selain streptococcus biasanya lebih mudah terdiagnosis karena
gejalanya seringkali timbul ketika infeksinya masih berlangsung. SNA bisa pula terjadi
sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A β-hemolytic
streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala SNA yang timbul sesudah
infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO.1

Diagnosis Banding

Tabel 1. Perbedaan SNA dan SN4

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan :

 Laju Endap Darah (LED) meningkat.


 Kadar Hemoglobin menurun sebagai akibat hipervolemia (retensi garam dan
air)
 Pada pemeriksaan urin berwarna gelap (merah daging), hematuria makroskopik,
jumlah berkurang, berat jenis meninggi, dan ditemukan albumin (albuminuria,
proteinuria), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, eritrosit dan hialin.
 Ureum dan kreatinin darah meningkat, renin menurun

16
 Albumin serum sedikit menurun.
 Titer anti-streptolisin O meningkat pada 60-80% penderita.
 Uji fungsi ginjal normal pada 50% penderita.

Kultur kulit dan tenggorokan menunjukkan adanya kuman streptococcus

Penatalaksanaan
1. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam
minggu pertama perjalanan penyakit SNA paska infeksi streptokokus. Sesudah fase
akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan
seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu
dianjurkan prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alasan proteinuria dan
hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan
sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai
kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat
jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan anak tidak dapat bermain
dan jauh dari teman-temannya, sehingga dapat memberikan beban psikologik.1

2. Diet

Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan
tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1
g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau
anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran, berarti
asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 ml/kgbb/hari) + jumlah
keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kgbb/hari).1

3. Antibiotik

Pemberian antibiotik pada SNA paska infeksi streptokokus sampai sekarang masih
sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan
tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya
secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi
streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik
sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu).

17
Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu
Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi
terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.1

Seftriakson merupakan golongan antibiotik sefalosporin yang dapat digunakan untuk


mengobati beberapa kondisi akibat infeksi bakteri seperti pneumonia, sepsis,
meningitis, infeksi kulit, dan infeksi pada pasien dengan leukosit yang rendah.
Pengobatan antibiotik pada SNA bertujuan untuk eradikasi infeksi kuman streptokokus
yang menyerang tenggorokan atau kulit sebelumnya. Pemberian antibiotika ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya
infeksi streptokokus yang mungkin masih ada. Meskipun demikian, pengobatan
antibiotic dapat mencegah penyebaran bakteri. Beberapa klinisi memberikan antibiotic
hanya bila terbukti ada infeksi yang masih aktif, namun sebagian ahli lainnya tetap
menyarankan pemberian antibiotik untuk menghindarkan terjadinya penularan yang
meluas.1.2

4. Simptomatik

a. Bendungan sirkulasi

Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata
lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda
edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka
dilakukan dialisis peritoneal.

b. Hipertensi

Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan
istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal
dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral
dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya.
Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi
nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi
setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau hipertensi dengan gejala
serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang
dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide 5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V).
Kedua obat tersebut dapat digabung dengan furosemid (1 – 3 mg/kgbb).1

18
c. Gangguan ginjal akut

Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang
cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat
dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat
kalium.1

Pemantauan

Pada umumnya perjalanan penyakit SNA ditandai dengan fase akut yang berlangsung
1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema,
hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala
laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia
memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%,
proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3 yang menurun
(hipokomplemenemia) menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan
hematuria dapat menetap selama 6 bln–1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan
biopsi ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat
menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1
tahun.

Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang


berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk
pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata masih terdapat
hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun
atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu
atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal.

Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai adalah :

1. Ensefalopati hipertensi (EH).

EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan
nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan

19
kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga
3 kali.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah
turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan
dipantau hingga normal.1

2. Gangguan ginjal akut (Acute Kidney Injury/AKI)

Pengobatan konservatif :

a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori


secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari

b. Mengatur elektrolit :

- Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%.

- Bila terjadi hipokalemia diberikan :

• Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari

• NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari

• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari

• Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb1

3. Edema paru

Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka
sebagai bronkopneumoni.1

4. Posterior leukoencephalopathy syndrome

Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati


hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,
halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.1

Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada
komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun
sangat jarang, SNA paska infeksi streptokokus dapat kambuh kembali.

20
Pada umumnya perjalanan penyakit SNA ditandai dengan fase akut yang berlangsung
1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama
hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95%
kasus SNA sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% SNA paska
infeksi streptokokus dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara
histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam
proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik.
Walaupun prognosis SNA paska infeksi streptokokus baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema
paru akut atau ensefalopati hipertensi.1

21
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Konsensus
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus. Jakarta; 2012.
2. Lufian. Reddy, Suarta. Ketut, Putu Niwalti. Karakteristik glomerulonephritis akut
paska streptokokus pada anak di RSUP Sanglah Denpasar Tahun 2012-2015. 2017 FK
Udayana. Bali
3. Abbas A.K.., Lichtman A.H., Pillai S., 2015, Cellular and Molecular Immunogy, 8th
ed, Elsevier-Saunders, Philadelphia
4. Buku Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Oleh Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FK UNHAS tahun 2015

22

You might also like